You are on page 1of 10

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN ASMA PADA USIA LANJUT

ABSTRAK
OBJECTIVE : To report on the relationship of smoking with a history of asthma in the elderly. Asthma, in all
ages, is a lung disease characterized by (1) airflow obstruction that is reversible (but not completely so in some
patients), either spontaneously or with some treatment; (2) airway inflammation; and (3) increased airway
responsiveness to a variety of stimuli. However , incomplete reversibility becomes increasingly common
among elderly patients, especially when asthma is longstanding or severe, the lack of reversibility probably
results from smooth muscle hypertrophy and fibrosis. Asthma in older adults is frequently underdiagnosed, as
reflected by approximately 60% of asthma deaths occurring in people older than age 65. In most developed
countries 25% of adults with asthma are current cigarette smokers. Asthma and cigarete smoking
interact to cause more severe symptoms, accelerated decline in lung function, and impaired short-
term therapeutic response to corticosteroids.

DESIGN : Case report
METHODS : Mr HT complain always shortness of breath every morning and cold weather, its been
experienced for a long time. Mr HT have a history of smoking so that his eyes had cataracts and blindness.
DISCUSSION : Active cigarette smoking appears to be one of the most important factors. A number of
studies suggest that the rate of decline in lung function is increased in smokers with asthma compared to
nonsmokers with asthma. People with asthma who smoke experience more respiratory symptoms, worse
asthma control, more airway inflammation, an inferior short-term response to inhaled corticosteroid treatment,
and an accelerated decline in lung function than those who do not smoke.

CONCLUSION : Asthma in elderly patients presents special problems for clinicians. Individual patients vary
greatly in terms of severity, pathogenesis, and environmental provoking agents and especially in complicating
additional lung diseases. Asthma is under-recognised and undertreated in older populations. Smoking
cessation, the best therapeutic strategy to manage smokers with asthma and particularly when associated with
persistent airflow obstruction is not entirely clear.

KEYWORDS : Asthma, Smoker, Elderly

INTRODUCTION
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu
aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan
dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta
menurunkan kualiti hidup.
8
Para ahli masih belum sepakat mengenai definisi penyakit asma.
Dari waktu ke waktu definisi asma terus mengalami perubahan. Definisi asma ternyata tidak
mempermudah membuat diagnosis asma, sehingga para ahli berpendapat : asma adalah
penyakit paru dengan karakteristik : 1). Obstruksi saluran napas yang reversible baik secara
spontan maupun dengan pengobatan; 2). Inflamasi saluran napas; 3). Peningkatan respon
saluran napas terhadap berbagai rangsangan (hipereaktivitas).
5
Obstruksi saluran napas ini
memberikan gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran
napas pada asma dapat terjadi secara bertahap perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan
pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas
yang akut.
1

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal
itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki
urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik
dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab
kematian (mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di
seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi
paru 2/ 1000.
8
Di Indonesia diperkirakan sebesar 60-70% penduduk laki-laki adalah
perokok.
2
WHO memperkirakan terdapat 1,25 miliar orang penduduk dunia adalah
merokok dan dua pertiganya terdapat di Negara-negara maju. Di beberapa negara maju
sekurangnya satu orang adalah perokok diantara empat orang dewasa. Prevalensi
perokok di Amerika Serikat dan Inggris pada laki-laki adalah 25% dan 27% dan pada
wanita adalah 21% dan 25%. Di Desa Tenganan Pegringsingan Bali didapatkan
prevalensi merokok sebesar 26,3%.
7


Di negara- negara maju kurang lebih 25% orang dewasa dengan asma adalah
merokok.
9
Paparan rokok berhubungan dengan beratnya gejala asma dan menurunnya
fungsi paru, begittu pula didapatkan study bahwa mendapatkan merokok dapat
memperberat derajat asma.
9
Rokok dapat berpengaruh pada proses patologi yaitu dapat
memperburuk proses inflamasi, berpengaruh pada fisiologi asma dapat mengakibatkan
bronkokontriksi akut, menurunnya fungsi paru dengan menurunnya VEP
1
, dapat
memperburuk manifestasi klinis serta berpengaruh terhadap respons pengobatan yaitu
menurunnya respons terhadap kortikosteroid baik inhalasi maupun sistemik dan
meningkatkan bersihan dari teofilin,
1
serta menurunnya tercapainya asma terkontrol.
10

Asma pada pasien usia lanjut terjadi peningkatan respon inkomplet terutama pada serangan
asma berat atau berlangsung lama, kurang nya reversibiliti disebabkan hipertropi otot polos
dan fibrosis. Hambatan jalan napas yang irebersible dapat berkembang manjadi serangan
asma berat dan menetap. Faktor pencetus serangan akut sama untuk semua usia tetapi
sensitiviti terhadap inhalasi alergen sedikit menurun pada usia lanjut terutama pada asma
yang timbul saat usia lanjut.
6
Asma mempunyai distribusi bifasik yaitu prevalens tertinggi
penyakit ini terjadi saat usia anak kemudian pada usia pertengahan dan dewasa tua.
6

Prevalens asma usia lanjut sekitar 5-7% pada populasi umum dan beberapa dari kelompok
ini mengalami gejala asma saat usia 60 atau 70 tahun.
9
Dua puluh persen populasi usia
lanjut menderita asma dan 30% dari kelompok ini timbul gejala asma dengan onset lambat.

Usia lanjut merupakan kelompok umur yang cepat berkembang, prevalens asma pada
kelompok ini menjadi perhatian klinisi dalam memilih strategi tatalaksanan yang terbaik.
6

Berdasarkan uraian diatas rokok dapat berpengaruh terhadap penyakit asma dan
terhadap respon pengobatan pada pasien usia lanjut, di karenakan belum banyak nya
penilitian mengenai hubungan merokok dengan asma pada usia lanjut, maka dilakukan lah
penelitian hubungan merokok dengan asma pada usia lanjut yang ada di PSTWBD 3
berdasarkan dengan literarul yang ada.

CASE REPORT
Tn HT, berusia 71 tahun dengan berat badan 53 kg sudah sejak lama mengeluh
batuk, pilek dan sesak napas saat pagi dan malam hari, saat terjadi sesak napas berlangsung
sangat lama >15 menit, selain itu sesak muncul jika terpapar asap rokok dan cuaca dingin
pada saat turun hujan. Keluhan ini sudah dirasakan dari sebelum dia pindah dari Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 3 ciracas. Jika tidak ada obat saat sesak napas berlangsung Tn
HT hanya bisa menahan rasa sesak nya dengan sambil rebahan di atas kasur sampai
menunggu sesak nya berhenti.
Berdasarkan dari anamnesis yang di dapat sekarang ini Tn HT masih merasa sesak
napas, sakit kepala dan juga batuk-batuk yang tak kunjung henti. Gejala ini dirasakan krna
teman 1 kamar nya ada yang merokok sehingga asap rokok nya membuat Tn HT merasakan
gejala sesak napas, sakit kepala dan batuk-batuk. Berdasarkan rekam medis yang di dapat
Tn HT menderika asma. Pada Anamnesis ditemukan Tn HT memiliki riwayat perokok hebat
sejak umurnya masih muda dan dalam sehari bisa menghabiskan 3 bungkus rokok, tetapi
sejak 4 tahun terakhir dia sudah berhenti merokok dikarenakan setiap merokok merasa sesak
dan menyebabkan mata Tn HT katarak sudah 12 tahun dan sekarang mengalami kebutaan.
Namun pada riwayat keluarga tidak ditemukan adanya keluarga yang menderita asma. Tn
HT masuk Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 ciracas sejak 20 Mei 2009, sebelum
nya Tn HT bekerja sebagai pesuruh di Kelurahan Johar Baru, karena umur sudah tua maka
Tn HT di berhentikan dan sejak itu tidak memiliki pekerjaan hidup pun menjadi terlantar
dijalanan dan oleh pihak kelurahan di serahkan kepada trantib dan diantar ke PSBI BD
Ceger. Tn HT masih memiliki seorang anak perempuan yang berada di Ciamis sehingga
sudah lama tidak bertemu lagi dengan anaknya, dan selain itu Tn HT sudah bercerai dengan
istrinya. Sejak saat itu pula Tn HT menjadi sakit-sakitan, sehingga saat masuk Panti badan
Tn HT terlihat sangat lemah, oleh pihak Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 ciracas
sudah pernah melakukan pengobatan untuk mata nya yang katarak yaitu dengan
menjalankan operasi katarak tetapi dikarenakan kornea nya sudah rusak maka tidak ada
hasil perubahan yang memuaskan dari operasi tersebut. Saat Tn HT mengeluh sesak napas
dan batuk-batuk oleh dokter yang bekerja sama dengan panti di berikan obat Paratusin dan
Dexametason. Dari hasil pengobatan tidak ditemukan adanya efek samping yang didapat
dari obat yang diberikan hingga saat ini Tn HT masih mengkonsumsi obat tersebut jika
keluhan nya muncul kembali. Keluhan terakhir yang di temukan pada rekam medis yaitu
batuk kurang lebih 1 minggu dan tekanan darah 100/60 mmhg.
Tn HT juga mengatakan dikarenakan mata nya yg sudah sulit untuk melihat itu
membuat dia malas untuk beraktifitas seperti senam pagi dan juga menghadiri panggung
gembira, dia lebih suka di kamar dan tidur-tiduran. Karna dia merasa dengan tidur-tiduran di
tempat tidur dapat meringankan sesak napas yang dia alaminya. Data rekam medis yang
kami temukan di Poli Klinik panti tersebut tidak di temukan adanya pemeriksaan fisik
maupun pemeriksaan penunjang.
Statistik Kesehatan Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas MEI 2011
DATA PENYAKIT PSTW 3 CIRACAS
PENYAKIT JUMLAH
ORANG
HIPERTENSI 20
DM 6
EPILEPSI 1
PARKINSON 1
TBC 1
FRAKTUR 2
HERNIA 2
KATARAK 11
GATAL-GATAL 3
OBESITAS 1
PSIKOTIK 7
ASMA 2
DEMENSIA 12
STROOK 5
TUNA NETRA 5
GANGGREN 1

Laki-laki : 55 orang
Perempuan : 72 orang
Muslim : 110 orang
Kristen = 16 orang
Katolik = 1 orang
TOTAL CARE 35 ORANG
JUMLAH WBS PSTW BUDI MULIA 3 CIRACAS
127 ORANG Tahun 2011
125 ORANG Tahun 2012

MENINGGAL = 1 ORANG Tahun 2012
MENINGGALKAN PSTW = 1 ORANG Tahun 2012


DISCUSSION
Asma adalah gangguan peradangan kronis pada saluran napas dengan sebuah
susunan dari sel-sel yang termasuk dalam cell mast, eosinofil, limfosit T, makrofag dan
neutrofil yang memainkan peran dalam patofisiologi. Pada individu yang rentan, peradangan
ini menyebabkan episode berulang dan mengi, sesak napas, dada sesak dan batuk-batuk,
terutama pada malam hari dan pagi hari. Episode ini biasanya melibatkan aliran udara obstruksi
yang reversible, baik secara spontan atau dengan pengobatan.
2
Terhambat nya aliran udara
pada saluran napas adalah hasil dari kontraksi otot halus saluran napas dan pembengkakkan
dinding saluran napas karena adanya infiltrasi sel inflamasi, edema, hipertropi otot halus dan
hipersekresi mukus. Potensi pemicu untuk proses inflamasi yaitu termasuk alergi, infeksi
pernapasan, gastro-esophageal reflux disease, iritasi (tembakau atau polusi udara), paparan
udara dingin, latihan, stress, dan beberapa obat (NSAID, bete-bloker, ACE inhibitor).
4

Sebagian besar pasien tua yang terkena asma setelah usia 65 memiliki gejala asma yang
pertama kali, segera didahului oleh atau seiring dengan infeksi saluran pernapasan atas.
3
Faktor
lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran
napas pada penderita asma.

Remodeling jalan napas pada pasien asma usia lanjut berperan dalam abnormaliti
fungsional dan hemostatis extracellular matrix (ECM) yang berpengaruh terhadap berkurang
nya diameter saluran napas secara progesif (Gambar 1) . Asma berhubungan dengan penurunan
volume ekspirasi serta respon terhadap bronkodilator sulit dibedakan antara asma usia
pertengahan yang merokok dengan pasien asma usia lanjut yang disertai dengan bronkitis
kronik. Penurunan penilaian Volume Ekspirasi Paksa (VEP
1
) terjadi terutama pada perokok
usia pertengahan dan pasien usia lanjut dengan melihat perbedaan nilai VEP
1
antara bronkitis
kronik dan asma. Penurunan densiti paru pada PPOK dan asma usia lanjut bukan perokok
memperlihatkan gambaran emfisema pada computed tomography scanning (CT-Scan), hal ini
memperlihatkan hubungan antara perubahan fungsi dan struktur paru pada usia lanjut.
Penurunan VEP
1
terjadi seiring dengan bertambahnya usia serta dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya kebiasaan merokok dan alergen yang merupakan faktor independen.
8
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor)
dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi
untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis
kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/
predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan
atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu
alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet,
status sosioekonomi dan besarnya keluarga.
8


Gambar 1 Inflamasi dan Remodeling pada asma
8

Morbiditi dan mortaliti pasien asma meningkat pada mereka yang merokok
dibanding dengan tidak merokok. Pasien asma yang merokok memiliki gejala asma yang
lebih berat, membutuhkan pengobatan yang lebih banyak dan dapat memperburuk status
kesehatan dibanding mereka yang tidak merokok. Merokok juga dapat mengakibatkan
bronkokontriksi akut serta pada pasien asma atopi yang merokok memiliki respons kurang
baik terhadap adenosin inhalasi.
7

Beberapa studi mendapatkan merokok menurunkan tercapainya asma kontrol dan
menurunkan efektivitas kortikosteroid.
9
Menurunnya efektivitas kortikosteroid pada perokok
dapat terjadi oleh karena beberapa faktor antara lain adalah adanya fenotip sel inflamasi
yang bervariasi dan terganggunya respons sitokin inflamasi yang mengakibatkan
meningkatnya produksi sitokin inflamasi seperti IL-4, IL-8 dan TNF-, merangsang produksi
stres oksidatif dan meningkatkan aktivitas faktor transkripsi proinflamasi dan ini dapat
mengakibatkan menurunnya sensitivitas kortikosteroid. Disamping itu pada perokok terjadi
menurunan jumlah aktivitas ligan reseptor glukokortikoid sub tipe atau terjadi
peningkatan ekpresi reseptor glukokortikoid subtipe serta pada pasien asma yang merokok
dapat terjadi penurunan dari histone deacetylase (HDAC) yang juga mengakibatkan
terjadinya resistensi terhadap kortikosteroid.
10


Penelitian oleh Spear M dkk, mendapatkan bahwa penggunaan teofilin dosis rendah
dan beklometason inhalasi dapat memperbaiki fungsi paru dan memperbaiki keluhan pasien
asma yang merokok.
10
Dengan memperhatikan pengaruh rokok terhadap asma yaitu rokok
dapat memperberat gejala asma, menurunnya respons terapi, menurunnya fungsi paru sudah
barang tentu pasien asma perokok akan memerlukan lama rawat yang lebih lama dalam
penanganan.


Perubahan fisiologis karena faktor usia mempengaruhi klinis pasien asma usia lanjut
dan berhubungan dengan diagnosis dan penatalaksanaan. Fenotip klinis asma usia lanjut tidak
berbeda dengan pasien dewasa muda meskipun pada asma usia lanjut lebih mudah terjadi
serangan yang lebih berat dan faktor lain yang harus diperhatikan untuk evaluasi adalah
lamanya perjalanan penyakit. Perubahan paru pada usia lanjut juga dipengaruhi oleh faktor
external akibat pajanan rokok, stimuli lingkungan dan beberapa pasien asma usia lanjut sering
dihubungkan dengan PPOK.
7
Beberapa Faktor dikaitkan dengan penurunan fungsi paru pada
dewaya itu dengan asma yang merokok merupakan salah satu yang paling penting terjadi
penurunan paru yang dipercepat.
9

Riwayat klinis, pola kekambuhan dan ekserbasi merupakan komponen penting dalam
mendiagnosis asama usia lanjut. Gejala mengi, rasa berat di dada, napas pendek dan batuk yang
sering timbul pada usia muda dapat merupakan manifestasi penyakit lain pada usia lanjut,
sebagai contoh eksaserbasi periodik pada bronkiti kronik sama dengan episode angina atau
gagal jantung kongesif yang berhubungan dengan gejala sesak malam hari dan mengi yang
dapat membingungkan dengan episode serangan asma. Episode mengi merupakan tanda khas
asma tetapi mengi dengan riwayat merokok dapat dianggap sebagai PPOK dan merokok juga
berhubungan dengan asma.

Sesak napas malam hari tidak hanya terjadi pada asma tetapi dapat
juga terjadi pada gagal jantung kiri akibat peningkatan akut tekanan atrium kiri dan tekanan
pembuluh darah pulmoner yang menyebabkan edema paru disertai penyempitan jalan napas
yang ditandai sesak napas dan mengi. Gejala sesak napas pada asma terjadi pagi hari sekitar
pukul 4-6 pagi sedangkan sesak napas pada gagal jantung terjadi 1-2 jam setelah tidur.
6
Prinsip-prinsip umum dalam mengelola perokok dengan asma harus memfokuskan
pertama pada pendorongan untuk berhenti merokok, karna merokok dapat mengendalikan
peningkatan asma dan kedua mengikuti rekomendasi international quidline dengan melakukan
pengelolaan farmakologis pada asma kronik.
9
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosi asma usia lanjut meliputi pemeriksaan spirometri, foto toraks,
elektrokardiografi (EKG) dan pemeriksaan darah. Pemeriksaan spirometri membutuhkan
instruksi operator yang jelas serta koordinasi pasien. Obstruksi jalan napas terjadi bila nilai
VEP
1
< 80%, VEP
1
/KVP (Kapasitas Vital Paksa) < 70% dan reversibilitisetelah inhalasi
bronkodilator yaitu VEP
1
>15% atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari atau
kortikosteroid 2 minggu. Tekhnik yang kurang baik pada pasien usia lanjut disebabkan karena
kelemahan otot, obstruksi jalan napas berat dengan air trapping serta bronkokontriksi akibat
manuver ekspirasi paksa yang tidak benar dapat mempengaruhi hasil pengukuran. Pemeriksaan
spirometri dilakukan pada awal kunjungan setelah pengobatan awal dan pada asma stabil yang
ddilakukan berkala setiap 1-2 tahun sekali.
5,6
Uji provokasi bronkus dapat membantu menegakkan diagnosis asma, dilakukan apabila
pasien mempunyai gejala asma tetapi faal paru normal. Pemeriksaan ini mempunyai sensitiviti
tinggi tetapi spesifisiti rendah sedangkan pada pasien usia lanjut sensitiviti, spesifisiti dan
keamanan provokasi bronkus belum diteliti secara sistematis.
5,6
Foto toraks pasien asma tanpa
penyakit penterta dapat normal dan dapat menyingkirkan penyakit lain. Elektrokardiografi
(EKG) digunakan untuk menilai efek obat agonis beta-2 dan teofilin pasien asma dengan
penyakit jantung. Gambaran EKG saat ekserbasi akut memperlihatkan sinus takikardia, P-
pulmonal, deviasi right bundle branch block (RBBB) dan aritmia.
6
Pemeriksaan eosinofilia darah pasien usia lanjut dapat bermakna tetapi tidak pada
pasien yang menggunakan kortikosteroid. Kadar eosinofil darah dapat digunakan sebagai
prediksi asma apabila nilainya > 4% atau 300-400/mm3, tetapi bilo normal bukan berarti tidak
asma. Terdapatnya eosinofil pada sputum merupakan karakteristik asma sebaliknya neutrofil
pada sputum merupakan karakteristik bronkitis kronik terutama saat eksaserbasi akut.
6
Uji alergi pasien asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau
pengukuran IgE spesifik serum. Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan karena alergen kurang
berperan pada asma usia lanjut dibandingkan dengan pasien usia muda kecuali terdapat riwayat
rinitis alergi atau alergi lainnya walaupun sedemikian dapat membantu mengetahui faktor
pencetus sehingga dapat dilakukan kontrol lingkungan.
6
Peningkatan nilai IgE pada perokok
disebabkan karena perubahan mekanisme regulasi sintesis IgE atau peningkatan IgE spesifik
yang berhubungan dengan infeksi saluran napas.
Kesulitan utama dalam mendiagnosis asma pada usia lanjut adalah bahwa diferensial
diagnosis sesak napas termasuk banyak kondisi umum pada usia lanjut seperti gagal jantung,
obesitas, keganasan, infeksi, gastro-eosophageal reflux disease, aspirasi, dan penyakit paru
obstruktif kronik (COPD). Selain itu para lansia menganggap bahwa sesak napas merupakan
suatu yang norma pada usia mereka sehingga mereka tidak mencari bantuan dari dokter. Gejala
yang paling umum dilaporkan adalah batuk dan mengi.
8
Kepatuhan terapi asma pada pasien usia lanjut sering kurang efektif dikarenakan alasan
yang mencakup lupa atau kesalah pahaman rejimen perawatan yang benar dan risiko efek
samping dari menghirup kortikosteroid. Pasien cendrung akan mengambil obat jika di berikan
oleh dokter, karna bagi mereka gejala asma mereka tidak begitu parah. Sehingga sifat
intermiten asma dapat menyebabkan pasien dalam kondisi akut, yang di akibatkan kurang nya
kepatuhan pada terapi pencegahan.
8

Prinsip pengobatan asma pada orang tua tidak berbeda dari yang digunakan pada pasien
yang lebih muda, tetapi perlu di perhatikan efek samping yang timbul akibat pemakaian obat
jangka panjang. Pasien usia lanjut tanpa asma mengalami penurunan fungsi paru sedangkan
pada populasi asma fungsi paru mengalami penurunan secara progesif. Pada usia lanjut terjadi
penurunan refleks batuk, produksi mukus, atrofi otot pernapasan pada dinding alveoli dan
penurunan respons imunologi terhadap antigen menskipun kadar antibodu total normal
sedangkan frekuensi autoantibodinya meningkat.
7
Pasien asma mendapat terapi berbagai
macam obat sedangkan pada pasien usia lanjut sulit mengerti cara pemberian obat terutama
obat inhalasi disebabkan terdapat penurunan kognitif. Penggunaan obat inhalasi dosis terukur
seperti metered dose inhaler (MDI) membutuhkan kemampuan dan usaha inspirasi sehingga
dapat menepatkan obat pada bagian saluran pernapasan yang tepat. Dosis obat disesuaikan
dengan kemampuan absobsi, metabolisme dan klirens karena faktor usia. Perubahan fungsi hati
dan ginjal juga perlu diperhatikan dan distribusi obat dipengaruhi oleh perubahan menurunan
otot, cairan tubuh total dan peningkatan lemak. Efek samping dan interaksi obat perlu
diperhatikan pada pasien asma usia lanjut.
6

Penggunaan obat agonis beta-2 dosis tinggi menyebabkan penurunan kadar kalium
serum. Kombinasi antikolinergik dengan agonis beta-2 kerja singkat memberikan efek
bronkodilatasi yang lebih baik dibandingkan tanpa kombinasi. Pednisolon oral kurang efektif
dalam meningkatkan fungsi paru-paru dan kontrol asma pada perokok dengna asma kronis.
9

Pada studi Thomson dkk menunjukkan perbaikan di kedua fumgsi paru-paru dan kontrol asma
dari penambahan dosis rendah teofilin pada kortikosteroid inhalasi dalam kelompok perokok
baik dengan asma ringan maupun sedang.
10
Program penatalaksanaan asma meliputi edukasi.
5,6
Edukasi pasien dan kerja sama
keluarga sangat dibutuhkan dalam penatalaksanaan asma shingga tujuan dapat tercapai. Pasien
usia lanjut memerlukan informasi tambahan untuk mengerti pemakainan dan teknik pemberian
obat asma seperti MDI, dapat menyulitkan pasien karena dengan bertambahnya usia kekuatan
otot dan artritis sehingga pemakaian spacer atau alat inhalasi lain dapat membantu. Edukasi
yang baik dapat meningkatkan pemahaman, keterampilan, kepuasan, rasa percaya diri dan
kepatuhan pasien sehingga menurunkan morbiditi dan mortaliti asma pada usia lanjut.
5,6

Keberhasilan penatalaksanaan asma dapat dilakukan dengan memantau tanda dan gejala klinis,
fungsi paru, elektifiti pengobatan serta kemampuan menjalani pengobatan secara teratur.
7

CONCLUSSION
Asma dapat terjadi pada semua usia dan merupakan masalah populasi usia lanjut karena
sering terjadi underdiagnosed dan undertreated.

Asma usia lanjut berhubungan dengan klinis yang berat dan obstruksi jalan napas
kronik dan terdapatnya faktor yang mempengaruhi seperti gangguan kognitif dan gejala
respirasi asma yang kurang terdekti secara dini
Asma pada riwayat perokok memiliki peranan penting dalam terjadinya obstruksi
saluran napas pada usia lanjut yang menyebabkan sesak dan mengi
Serangan asma dapat memberat pada usia lajut yang sesntif terhadap adanya faktor
pencetus sehingga memerlukan penatalaksanaan yang harus di perhatikan akan adanya
interaksi obat-obatan yang dipakai dan efek sampingnya.
Perlu pengendalian kebiasaan merokok dan mencari padanan terapi yang dapat
mengatasi resistensi kortikosteroid untuk penanganan pasien lebih baik.

Pada kasus ini sebaiknya pasien asma usia lanjut yang memiliki riwayat merokok, dan saluran
napas yang sudah obstrukai untuk menghindari faktor pencetus yang dapat membuat
kekambuhan dan asma yang semakin berat. Penghentian merokok dapat menjadi salah satu cara
untuk mengurangi gejala dan kekambuhan yang berat. Sedangkan untuk petugas kesehatan
PSTW BM 3 Ciracas untuk selalu mengkontrol kondisi tuan HT untuk melihat perkembangan
nya dan untuk segera melakukan pemeriksaan penunjang agar dapat segera di terapi dengan
baik sesuai dengan keluhan yang dirasakan oleh tuan HT.

ACKNOWLEDGMENT

Saya ucapkan puji syukur kepada Allah SWT, karena tugas pembuatan case
report ini dapat terselesaikan. Ucapan terumakasih juga saya berikan kepada dosen-
dosen yang telah membimbing saya, dr. Hj. Rika Yuliwulandari, MSc selaku tutor geriatri
kelompok 1 dan dr. Faisal Hasibuan, SpPD selaku dosen pengampu dalam
kelompok geriatri . Tentu saja, juga untuk pasien Tn.HT yang berada di panti werdha
budi mulya 3 Ciracas . Selain itu, juga kepada Ibu Sri Eka Ningyas yang telah membantu dalam
memberikan informasi mengenai WBS yang ada di PSTWBM 3 ciracas.


REFERENCES
1. Division of Pulmonary and Critical Care Medicine, Brown Medical School and Rhode
Island Hospital. Asthma in the Elderly. Sidney S Braman,MD,FACP,FCCP, US
Respiratory Disease, 2007.
2. National Asthma Council Australia, Asthama Managemen handbook 2006, Melboure,
2006
3. Reed EC, Rochester MD, Minn. Asthma in the elderly: Diagnosis and Management. Oct
2010
4. Holgate ST, Polosa R. The mechanisms,diagnosis,and management of severe asthma in
adults Lancet 2006; 368(9537); 780-93
5. Aru W.Sudoyo,Bambang Setiyohadi,Idrus Alwi,Marcellus Simadibrata K,Siti Setiati:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta 2009. Asma Bronkial. Heru Sundaru
& Sukamto. Hal.404-414.
6. Considering for diagnosing and managing asthma in the elderly. National asthma
education and prevention program.(cited 2007 feb 10).
7. Mangunnegoro H, Widjaja A, Sutoyo DK, Yunus Faizal, Pradjnaparamita, Suryanto E
dkk. Pedoman dan Pelaksanaan asma di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia 2004.p.20-60. Available from: URL:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html
8. Peterson G, Naunton Mark DR. Asthma in the elderly.Pharmacist.Vol 27. Numb 5. May
2008
9. Thomson NC, Spears M. The Role of Cigarette Smoking on Persistent Airflow
Obstruction in Asthma. Annals of respitarory medicine. 2010
10. Spears M, Donnelly I, Jolly L, Brannigan M, Ito K, McSharry C, et al. Effect of low-
dose theophylline plus beclometasone on lung function in smokers with asthma: a
pilot study. Eur Respir J 2009;33:10107



CASE REPORT
HUBUNGAN MEROKOK DENGAN ASMA PADA USIA LANJUT



















PUPUT INDAH PRATIWI
1102009224
BLOK ELEKTIF GERIATRI
dr. Hj. Rika Yuliwulandari, MSc.
Periode 2012/2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

You might also like