You are on page 1of 5

Ransum unggas adalah bahan pakan yang bagian-bagiannya dapat dicerna dan diserap

oleh unggas. Untuk mendapatkan pertumbuhan ayam broiler yang baik, maka perlu diperhatikan
zat nutrisi pada ransumnya sebab komposisi ransum yang baik mempengaruhi pertumbuhan
ayam tersebut, akan tetapi tidak semua zat makanan yang diberikan akan dapat dimanfaatkan.


Ransum merupakan campuran dari berbagai macam bahan pakan yang telah di ketahui
komposisi kadar bahannya dan sengaja di racik untuk pakan ternak unggas. unggas sangat
penting mengingat kandungan energy dan betakarotinnya yang cukup tinggi sehingga
penggunaannya dalam ransum dapat mencapai 60% dari total ransum . Jagung mempunyai
kualitas yang cukup tinggi teruutama kandungan energy metabolisnya sehingga jagung
digolongkan sebagai sumber energy. Disamping jagung sebagai sumber energy, juga merupakan
sumber xntofil yang menimbulkan warna kuning pada kulit,kaki dan kuning telur ayam .jagung
sebagai sumber energy utama dalam ransum unggas, pemakaiannya dalam ransum dapat
mencapai 70% dari total ransum sehingga dapat menyumbangkan energy lebih tinggi dari
kandungan energy metabolis dan kandungan energy metabolisnya dan tingkat penggunaannya
dalam ransum yang dapat mencapai 60-70% dari total ransum maka jagung mampu
menyumbangkan energy terbesar dalam ransum bila dibandingkan dengan bahan pakan lainnya.
Energi adalah suatu kemampuan untuk melakukan pekerjaan dan berbagai kegiatan .
Energi merupakan unsur paling penting bagi ternak .Ternak tidak akan dapat berbuat apa-apa
tanpa ada energy. Energi yang diperoleh dari bahan pakan atau ransum yang dikonsumsi unggas
digunakan untuk pertumbuhan jaringan tubuh,produksi telur,menyelenggarakan aktifitas fisik
dan mempertahankan temperature tubuh yang normal.



Ransum merupakan campuran berbagai bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrien
ternak. Penggunaan masing-masing bahan tergantung kepada komposisi nutrien dan harga bahan
tersebut serta kebutuhan nutrien ternak yang mengkonsumsinya. Proses optimasi penggunaan
berbagai bahan tersebut dikenal dengan istilah formulasi ransum. Metode formulasi ransum yang
selama ini diterapkan adalah linier programming (Scott et al., 1982; Leeson and Summers,
2001). Tepung ikan adalah salah satu sumber protein hewani yang kaya dengan asam-asam
amino. Komposisi nutrien tepung ikan tersebut bervariasi sesuai dengan jenis ikan, sumber
pengadaannya dan teknik pengolahannya (Tillman.1998).
Kandungan air bahan pakan berhubungan erat dengan stabilitas pada saat penyimpanan.
Jika bahan pakan yang diterima di pabrik mengandung air yang tinggi, maka pabrik pakan akan
mengalami kerugian akibat penyusutan. Lagi pula kandungan air yang tinggi menyebabkan
tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat menurunkan kualitas ransum dan membahayakan
ternak yang mengkonsumsinya. Hal tersebut berakibat menurunkan reputasi pabrik pakan ternak
yang memproduksinya (Lubis.1992).
Protein merupakan komponen utama pembentuk jaringan hewan, dengan demikian
kandungan protein ransum akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi ternak.
Tepung ikan merupakan bahan pakan sumber protein di dalam formula ransum unggas, oleh
sebab itu kandungan proteinnya merupakan kriteria utama dalam menentukan kualitas (Perry et
al, 2003; Cheeke, 1999).
Faktor kritis yang perlu diperhatikan mengenai lemak yang terkandung di dalam pakan
adalah potensi terjadinya oksidasi selama penyimpanan. Hal ini disebabkan rasio antara hidrogen
dan oksigen pada lemak sangat besar, sehingga potensi terjadinya pengikatan oksigen menjadi
besar. Pengikatan oksigen di titik dimana adanya ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh
menyebabkan terbentuknya aldehid dan keton. Aldehid dan keton ini menyebabkan bau tengik
pada bahan pakan (Perry et al., 2003).
Ada 10 asam amino esensial untuk unggas yakni arginin, lisin, histidin, leusin, isoleusin,
valin, metionin, treonin, triptopan dan penil alanin (Leeson dan Summers, 2001). Ketersediaan
dan keseimbangan asam-asam amino tersebut akan mempengaruhi nilai nutrien ransum. Protein
yang berasal dari biji-bijian tidak mampu memenuhi semua kebutuhan asam amino tersebut,
karena keterbatasan jumlah lisin dan metionin (Miles dan Jakob, 2003). Sebahagian besar bahan
penyusun ransum unggas berasal dari biji-bijian, sehingga kritis terhadap kedua macam asam
amino tersebut. Berdasarkan hal itu, untuk menutupi kekurangan diperlukan bahan pakan lain.
Salah satu bahan pakan sebagai sumber asam amino yang sudah umum digunakan adalah tepung
ikan (Onwudike, 1981).
Terlepas dari penyediaan bahan baku pakan, feedmill (perusahaan pakan ) merupakan
faktor vital dalam usaha perbroileran. Namun, diduga adanya kecenderungan pertumbuhan
pabrik pakan ternak yang sampai saat ini telah membentuk oligopoli ditunjukkan dengan adanya
(1) proporsi produksi pakan dari pabrik pakan berskala besar yang berjumlah delapan pabrik (12
persen) memiliki pangsa pasar 40-60 persen, (2) hasil estimasi keuntungan pabrik pakan (1993)
Rp 265/ pakan petelur dan Rp 287/kg pakan broiler atau sekitar 42-44$ dari harga jual pakan, (3)
perusahaan peternakan skala besar seperti PT. Japfa Comfeed, PT. Charoen Phokpand, PT
Cargill, PT. Anwar Sierad, Group Subur, PT. Multi Breeder dll melakukan integrasi vertikal , (4)
kedelapan pabrik pakan tersebut tergabung dalam organisasi GPMT (Gabungan Perusahaan
Makanan Ternak), (Yusdja dan Saptana, 1995).
Bahan-bahan makanan sumber energi merupakan yang terbesar jumlah dan peranannya
dalam pabrik ransum, karna sebagian besar komponen ransum terdiri dari bahan makanan
sumber energi. Lagipula sumber energi ini harga realnya relatif murah dibandingkan dengan
sumber protein. Bahan-bahan makanan yang biasa digunakan sebagai sumber energi adalah :
jagung kuning, bekatul,dedak,bungkil kelapa,minyak,lemak hewan dll ( Muhammad
Rasyaf,1990.)




BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen Peternakan. 2004. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.
Fairfield D.C. 2003. Purchasing and receiving operation step 1 in feed quality and mill profits.
Feed and feeding digest. Vol. 54(2).
Khalil dan Suryahadi. 1997. Pengawasan Mutu dalam Industri Pakan Ternak. Poultry
Indonesia No. 213 . Jakarta.
Lubis, D.A.1992. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan Kedua. PT embangunan.Jakarta
Muhammad Rasyaf.1990.Industrri Ransum Ransum Ternak.Kanisius.Yogyakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma, dan S.
Lebdosoekoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Yusdja, Y dan Saptana. 1995. Disintegrasi Pola Kemitraan dan Inefisiensi dalam Industri Ayam
Ras. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kemitraan Menuju Industrialisasi
Usaha Ternak Rakyat, diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI)
dan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.



Ransum diartikan sebagai satu atau campuran beberapa jenis bahan pakan yang
diberikan untuk seekor ternak selama sehari semalam (Manshur, 1998). Ransum
adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada
ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan bagi
pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi. Agar pertumbuhan dan produksi
maksimal, jumlah dan kandungan zat-zat makanan yang diperlukan ternak harus
memadai (Suprijatna et al., 2005).
Bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh
hewan. Secara umum, bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan
atauedible (Tillman et al., 1991). Bentuk fisik pakan ada beberapa macam,
yaitu mash and limited grains (campuran bentuk tepung dan butiran), all
mash (bentuk tepung), pellet (bentuk butiran dengan ukuran sama), crumble (bentuk
butiran halus dengan ukutan tidak sama). Di antara keempat macam bentuk tersebut,
bentuk pellet memiliki palatabilitas paling tinggi dan lebih tahan lama disimpan.
Bentuk all mash atau tepung digunakan untuk tempat ransum otomatis, tetapi kurang
disukai ayam, mudah tengik, dan sering menyebabkan kanibalisme yang tinggi
(Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Pakan untuk ayam petelur umur 0 6 minggu
(fase starter) sebaiknya menggunakan pakan jadi buatan pabrik yang memiliki
komposisi pakan yang tepat dan tekstur halus, sedangkan untuk fase grower dan layer
dapat digunakan pakan hasil formulasi sendiri (Ditjennak, 2001).




Manajemen pemeliharaan ayam petelur akan selalu bersinggungan dengan person atau manusia
yang terlibat secara langsung dengan ayam. Dalam istilah awam sering disebut anak kandang
yang melaksanakan semua kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan ayam layer tersebut.
Pekerjaan itu seperti persiapan kandang sebelum dan sesudah panen, persiapan gudang pakan,
persiapan semua peralatan dan perlengkapan kandang serta maintenance dari semua kegiatan
tersebut secara periodik. Aspek manajemen peternakan ayam petelur seperti bibit, pakan,
budidaya, kesehatan, dan pemasaran produk itu sendiri. Aspek-aspek tersebut secara keseluruhan
merupakan tugas peternak atau anak kandang, namun perlu diingat bahwa hal itu harus dilakukan
secara berjenjang atau harus ada pengontrolan yang ketat dari pimpinan yang kompeten dengan
usaha peternakan itu.
Kejadian di lapangan seringkali sistem perjenjangan kerja masih sangat kurang terutama untuk
peternak layer skala menegah ke bawah yang masih memberikan kepercayaan penuh kepada
anak kandang tanpa adanya pengontrolan, sehingga pada sat tertentu sering dijumpai tumpang
tindihnya kegiatan anak kandang, dan sering terabaikan hal-hal yang terkait dengan manajemen
usaha peternakan itu. Selain itu, perlu adanya pencatatan yang berisi seluruh kegiatan yang
dilakukan anakan kandang mulai dari terbitnya fajar sampai terbit fajar kembali perlu dibukukan
dan dicatat. Pencatatan yang baik pada suatu usaha peternakan merupakan indikator yang dapat
menghantarkan usaha peternakan meraih kesuksesan, karena manajemen yang baik sebenarnya
tercermin dari recording yang tersimpan baik.
Dalam manajemen ayam layer, pakan mengambil peran yang besar. Harus ada pemabatasan
pakan pada ayam petelur, pembatasan dimulai sejak umur ayam masih sehari atau DOC.
Peberian pakan secara ad libitum dapat dilakukan saat ayam berumur 1-5 minggu. Kemudian
pada umur di atas 5 minggu, pembatasan pemberian pakan mulai diterapkan terutama ayam
petelur yang berasal dari strain loghman. Pada dasarnya pembatasan pakan secara kuantitatif dan
pembatasan pemberian pakan secara kualitatif. Secara kuantitaif, ayam petelur hanya dibatasi
pakannya semisal 70 gr/ekor/hari, sedang secara kualitatif berarti penurunan protein kasar atau
crude protein (CP) terutama untuk leyer umur 13-17 minggu, hal ini ditujukan untuk
menghambat dewasa kelamin ayam tersebut.Perhatian lain peternak ayam petelur adalah
memberikan kebebasan pada ayam untuk mengkonsumsi pakannya, baik dari segi kuantitas
maupun kualitasnya, artinya pada usia 18 minggu pola pemberian pakan dilakukan secara ad
libitum kembali, hal ini dibiarkan sampai ayam mulai berproduksi. Setelah sekitar 25% ayam
telah berproduksi maka pembatasan perlu dilakukan kembali karena jika terus dibiarkan akan
berakibat penumpukan lemak di daerah reproduksinya.

You might also like