You are on page 1of 24

- 1 -

Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
Vol. VI, No. 18/II/P3DI/September/2014
H U K U M
Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini
PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DI INDONESIA
Harris Y. P. Sibuea*)
Abstrak
Upaya lembaga pemberantasan tindak pidana korupsi seperti KPK, Kepolisian dan
Kejaksaan di Indonesia patut diberikan apresiasi atas kinerjanya dalam penegakan
hukum tindak pidana korupsi. Namun demikian, hal terpenting untuk mengurangi
tingkat korupsi di Indonesia adalah upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Hal ini
dapat dilakukan antara lain melalui konsep, progam sampai pada produk legislasi.
Sistem Integritas Nasional yang digagas KPK, Revisi Kesepakatan Bersama tahun
2012, kemauan politik DPR dan pemerintah dalam menyiapkan kerangka hukum
tentang administrasi pemerintahan dan etika penyelenggara negara merupakan
beberapa contoh yang dapat dijadikan rekomendasi agar pencegahan tindak pidana
korupsi di Indonesia dapat berjalan dengan maksimal.
Pendahuluan
Korupsi di Indonesia terjadi mulai dari
tingkatan rendah sampai tingkatan yang tinggi,
mulai dari korupsi waktu sampai dengan korupsi
berbentuk suap. Korupsi ini sangat berdampak
pada pembangunan, tatanan sosial, dan juga politik.
Contoh kasus korupsi yang terjadi di tingkatan
penyelenggara negara antara lain, tindak pidana
korupsi (tipikor) yang terjadi di Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan
tersangka Menteri ESDM terkait dugaan korupsi
pengadaan proyek di Kementerian ESDM pada
tahun 2011-2013. Pada kasus lain mantan Gubernur
Provinsi Banten terbukti memberi uang sebesar Rp1
miliar kepada mantan Hakim Mahkamah Konstitusi
agar memenangkan gugatan yang diajukan
pasangan calon bupati/wakil bupati dalam Pilkada
Lebak dan telah dijatuhkan hukuman pidana
penjara selama 10 tahun penjara dan denda Rp250
juta subsider 5 (lima) bulan kurungan.
Tingkat korupsi di Indonesia mengalami
peningkatan sejak tahun 2004. Berbagai cara sudah
dilakukan oleh negara untuk mencegah korupsi,
antara lain pembentukan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), penguatan Kepolisian dan
Kejaksaan Indonesia dalam pemberantasan
korupsi, dan konsep-konsep lainnya. Namun
demikian, hal tersebut kurang mampu membuat
tingkat tipikor menurun.
Oleh karena itu kajian singkat ini akan
menggambarkan perkembangan konsep
pencegahan tipikor di Indonesia, baik progam,
rencana, maupun produk legislasi, sehingga
*) Peneliti Muda Hukum pada Bidang Hukum, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR
RI. E-mail: harris.sibuea@dpr.go.id.
- 2 -
diharapkan ke depannya ketika diterapkan dan
dilaksanakan maka Indonesia akan terbebas dari
korupsi.
Strategi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi
Korupsi masih terjadi secara masif dan
sistematis. Praktiknya bisa berlangsung di lembaga
negara, lembaga privat, hingga di kehidupan
sehari-hari. Untuk itu, pencegahan menjadi layak
didudukkan sebagai strategi perdananya dalam
Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
korupsi (Stranas PPK). Stranas PPK dengan
Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2012 Strategi
Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Jangka Panjang Tahun 2012-2025 Dan Jangka
Menengah Tahun 2012-2014 dan memiliki visi
antara lain: (1) pencegahan; (2) penegakan hukum;
(3) harmonisasi Peraturan Perundang-undangan;
(4) kerjasama internasional dan penyelamatan
aset hasil tipikor; (5) pendidikan dan budaya
antikorupsi; dan (6) mekanisme pelaporan
pelaksanaan pemberantasan korupsi.
Menurut Stranas PPK, pencegahan diletakkan
sebagai pondasi untuk pemberantasan korupsi
di Indonesia. Strategi pencegahan merupakan
jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus
pada pendekatan represif yang diyakini dapat
memberikan efek jera terhadap pelaku tipikor,
namun masih belum mampu mengurangi
perilaku dan praktik koruptif secara sistematis-
masif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur
berdasarkan peningkatan nilai indeks pencegahan
korupsi, yang diperoleh dari dua sub-indikator,
yaitu control of corruption index dan ease of
doing business yang dikeluarkan oleh World Bank.
Semakin tinggi angka indeks yang diperoleh, maka
diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan
semakin baik. Namun demikian, masih banyak
kasus korupsi yang belum tuntas, karena penegakan
hukum yang inkonsisten terhadap hukum positif
dan prosesnya tidak transparan, pada akhirnya,
berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust)
masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya.
Untuk itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi
yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu
dipercepat.
SeIuIn ILu, ruLIhkusI United Nations
Conventions against Corruption (UNCAC), adalah
bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah
Indonesia untuk mempercepat pemberantasan
korupsi. Sebagai konsekuensinya, klausul-klausul
di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan
mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia.
Beberapa klausul perlu diatur/diakomodasi lebih-
lanjut dalam regulasi terkait pemberantasan
korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam
regulasi yang masih tumpang-tindih menjadi
prioritas dalam strategi ini.
Upaya pengembalian aset hasil tipikor perlu
diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan
pengembalian aset secara langsung sebagaimana
ketentuan UNCAC. Peraturan perundang-
undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan
dari putusan penyitaan (perampasan) dari
negara lain dan perampasan aset yang dilakukan
tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu
kasus korupsi (conjscction uithout c crimincl
conviction). Penyelamatan aset perlu didukung oleh
pengelolaan aset negara yang dilembagakan secara
profesional agar kekayaan negara dari aset hasil
tipikor dapat dikembalikan kepada negara secara
optimal dan keberhasilan (success rate) kerja sama
internasional terkait pelaksanaan permintaan dan
penerimaan permintaan mutual legal assistance
(MLA) dan ekstradisi.
Praktik korupsi yang semakin masif tersebut
memerlukan itikad kolaboratif dari pemerintah
beserta segenap pemangku kepentingan.
Wujudnya, bisa berupa upaya menanamkan nilai
budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif
dan sistematis, baik melalui aktivitas pendidikan
anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi
di lingkungan publik maupun swasta. Dengan
kesamaan cara pandang bahwa korupsi itu tidak
baik, maka diharapkan para individu tersebut
berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata
kepemerintahan yang bersih dari korupsi. Strategi
yang mengedepankan penguatan mekanisme
di internal kementerian/lembaga, swasta, dan
masyarakat akan memperlancar aliran data/
INSTANSI 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Jml
DPR RI 0 0 0 0 7 10 7 2 6 2 2 36
Kementerian/
Lembaga
1 5 10 12 13 13 16 23 18 46 6 163
BUMN/BUMD 0 4 0 0 2 5 7 3 1 0 0 22
Komisi 0 9 4 2 2 0 2 1 0 0 0 20
Pemerintah Provinsi 1 1 9 2 5 4 0 3 13 3 9 51
Pemkab/Pemkot 0 0 4 8 18 5 8 7 10 18 11 89
Jumlah 2 19 27 24 47 37 40 39 48 70 28 381
Sumber : Data website Komisi Pemberantasan Korupsi
Tabulasi Data Penanganan Korupsi Berdasarkan Instansi
Tahun 2004-2014 (per 31 Juli 2014)
- 3 -
informasi terkait proses pelaksanaan ketentuan
UNCAC. Konsolidasi dan publikasi Informasi di
berbagai media, baik elektronik maupun cetak,
termasuk webportal pencegahan dan pemberantasan
korupsi, akan mempermudah pengaksesan dan
pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan
pengukuran kinerja PPK. Ini akan berakibat pada
tingkat kepuasan pemangku kepentingan terhadap
laporan PPK.
Visi dalam Stranas PPK tersebut tidak
menjadikan tipikor di Indonesia menurun.
Atas dasar itu, KPK mengusulkan sistem baru
kepada pemerintah melalui Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional yaitu Sistem Integritas
Nasional (SIN). SIN menjamin para pejabat atau
penyelenggara negara tidak lagi dapat melakukan
korupsi, karena SIN mempunyai mekanisme
yang membuat perbuatan itu dapat dengan cepat
diketahui dan segera dilaporkan ke penegak
hukum. SIN terdiri dari 8 (delapan) komponen
utama, yakni kode etik dan pedoman perilaku,
pengumumun IurLu kekuyuun, kebIjukun gruLIhkusI
dan hadiah, pengelolaan akhir masa kerja, saluran
pengaduan dan uhistle blouer, pelatihan atau
internalisasi integritas, evaluasi eksternal integritas,
dan pengungkapan isu integritas. Selain kedelapan
komponen utama itu, terdapat pula 4 (empat)
komponen pendukung yang berupa kebijakan
rekrutmen dan promosi, pengukuran kinerja,
sistem dan kebijakan pengembangan sumber daya
manusia, dan pengadaan dan kontrak dengan
ehsIensI.
Selanjutnya, SIN akan dirumuskan dengan
pendekatan induktif berbasis realitas korupsi dan
praktik tata kelola kementerian lembaga yang tidak
transparan dan akuntabel. SIN akan diterapkan
menjadi suatu nilai fundamental untuk dijadikan
muatan kebijakan kementerian lembaga, kode
etik, dan kode perilaku perilaku pegawai, bahkan
termasuk menteri, serta pemimpin lembaga negara
termasuk DPR RI. Indeks integritas akan menjadi
dasar kebijakan manajemen untuk dijalankan dalam
periode tertentu. SIN harus diterapkan kepada
lima komponen, yaitu esekutif, legislatif, yudikatif,
masyarakat swasta, dan sipil. Sistem tersebut harus
diawasi secara bersama, yaitu kelima komponen
itu saling mengawasi. Selain itu, ICW bekerja
sama dengan beberapa institusi akan membuat
revisi MoU atau Kesepakatan Bersama Tahun 2012
antara Kejaksaan, Kepolisian dan KPK dalam hal
memberantas korupsi.
Pemantapan koordinasi antara KPK,
Kepolisian, dan Kejaksaan dalam melakukan
pemberantasan tipikor dirasa sangat penting untuk
dilakukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
ICW, terdapat permasalahan dalam Kesepakatan
Bersama tahun 2012 antara lain: (1) fungsi
koordinasi dan supervisi tidak berjalan akibat
tidak adanya komitmen masing-masing institusi
untuk menjalankan Kesepakatan Bersama yang
sudah disepakati; (2) terhambatnya pelaksanaan
koordinasi dan supervisi dikarenakan jenjang
kepangkatan; (3) tidak adanya sistem atau skema
pelaksanaan fungsi koordinasi dan supervisi
agar komunikasi dan teknis penanganan perkara
secara bersama bisa lebih efektif (peraturan teknis
pelaksana; (4) tidak jelasnya pembentukan dan
penanggung jawab sekretariat bersama dalam
pelaksanaan koordinasi antar-penegak hukum; (5)
institusi Kejaksaan dan Kepolisian tidak memiliki
unit koordinasi dan supervisi dalam pemberantasan
korupsi; (6) institusi Kejaksaan dan Kepolisian
juga tidak memiliki unit atau bidang pencegahan
korupsi; (7) belum adanya peraturan yang lebih
teknis terkait dengan pembagian tugas apabila
perkara korupsi yang ditangani sangat besar; (8)
belum adanya teknis penyerahan berkas perkara
terkait dengan perkara yang dihentikan oleh satu
institusi untuk dikirimkan ke institusi yang lainnya;
(9) masing-masing lembaga yaitu KPK, Kejaksaan
dan Kepolisian hingga saat ini juga belum
menyusun juklak dan juknis untuk kelancaran dan
kemudahan pelaksanaan Kesepakatan Bersama;
(10) tidak jelasnya koordinator atau pengawas atau
evaluator terhadap implementasi Kesepakatan
Bersama.
Di tataran legislasi terdapat beberapa
agenda peraturan yang diarahkan untuk
mencegah korupsi baik secara langsung maupun
tidak langsung, dengan menyiapkan kerangka
hukum tentang administrasi pemerintahan dan
etika penyelenggara negara sebagai produk
legislasi. Produk legislasi tentang administrasi
pemerintahan adalah norma hukum bagi pejabat
pemerintahan untuk dapat menetapkan keputusan
dan mencegah adanya tipikor. Kuatnya nuansa
hukum pidana dalam pemberantasan korupsi di
tanah air telah menyeret ratusan penyelenggara
negara setingkat menteri, mantan menteri,
serta kepala daerah. Hal ini merupakan indikasi
belum kuatnya peran Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP) dalam mendeteksi
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan
para pemimpin kementerian/lembaga. Kondisi
tersebut secara tidak langsung menghambat
inovasi dan kreativitas para pejabat pemerintah
dan menyebabkan pejabat pemerintah takut untuk
menetapkan keputusan, melakukan tindakan, dan
mengambil kebijakan. Ini dikarenakan keputusan
dan tindakan yang masih berindikasi kesalahan
administrasi bisa dimasukkan dalam ranah tipikor.
Oleh karena itu, UU Administrasi Pemerintahan
menjadi dasar hukum agar kesalahan administrasi
dapat dipisahkan dengan kesalahan pidana dan
juga demi mewujudkan tata pemerintahan yang
baik dan bersih.
Pengaturan norma dalam UU Adminstrasi
Pemerintahan terkait pemberantasan korupsi
antara lain: (1) prinsip legalitas dalam administrasi
negara mengikat keputusan-keputusan
administrasi terhadap kekuasaan legislatif dan
menjadi subjek pengawasan dari kekuasaan
yudikatif. Hal ini berarti, bahwa tidak ada
keputusan administrasi tanpa landasan hukum
- 4 -
dari legislatif dan tanpa pengawasan hukum dari
yudikatif; (2) tindakan pemerintah pada dasarnya
dupuL dIkIusIhkusI duIum duu kuLegorI. PerLumu,
apa yang disebut dengan fakta-fakta dari kasus
(facts of the case) dan kedua, konsekuensi hukum
(legal consequences); (3) partisipasi masyarakat
aktif dalam UU ini dimana seluruh penetapan
keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan
pemerintahan dijamin legalitasnya secara
hukum namun ada batasnya dengan sanksi yang
diterapkan serta warga masyarakat jika tidak puas
dapat mengajukan keberatan.
Permasalahan etika semakin meningkat,
baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya,
sehingga timbul berbagai kasus pelanggaran
etika termasuk penyelenggara negara. RUU
Etika Penyelenggara Negara merupakan salah
satu produk legislasi untuk mengakomodir
permasalahan tersebut serta mencegah tipikor
secara tidak langsung. RUU ini mengatur tentang
etika dari penyelenggara negara di Indonesia, yang
meliputi: (1) pengaturan penyelenggara negara;
(2) pengaturan etika penyelenggara negara; (3)
pengaturan sanksi bagi pelanggar etika; dan (4)
pengaturan badan penegak kode etik di masing-
masing instansi penyelenggara negara. Jika RUU
Etika Penyelenggara Negara ditetapkan menjadi
undang-undang, diharapkan menjadi dasar hukum
bagi penyelenggara negara dalam bekerja sehingga
tingkat korupsi di Indonesia menjadi turun karena
etika penyelenggara negara yang sudah baik.
DPR mempunyai kewenangan di bidang
legislasi dan pengawasan. Untuk itu, DPR periode
2014-2019 diharapkan akan membuat dan
mengevaluasi peraturan perundang-undangan
tentang tipikor, melakukan harmonisasi secara
menyeluruh terhadap peraturan perundang-
undangan tipikor, dan mengefektifkan fungsi
pengawasan. Kegiatan politik ini bertujuan
untuk memperkuat pencegahan tipikor sejak
awal sehingga praktik korupsi di Indonesia dapat
diminimalisasi.
Penutup
SIN yang diusulkan KPK, Revisi
Keputusan Bersama Tahun 2012 antara KPK,
Kepolisian, dan Kejaksaan, serta kerangka hukum
mengenai administrasi pemerintahan dan etika
penyelenggara negara merupakan contoh konsep,
progam, dan produk legislasi yang diharapkan
dapat menurunkan tingkat korupsi di Indonesia
di tahapan pencegahan tipikor. UU Administrasi
Pemerintahan dapat menjadikan seorang pejabat
pemerintahan mempunyai dasar hukum untuk
menetapkan keputusan dan juga menjadi dasar
penetapan keputusan tidak sewenang-wenang
karena diberikan jangka waktu bagi pihak yang
berkepentingan untuk mengajukan ketidakpuasan
atau keberatan terhadap keputusan tersebut.
Setelah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR
RI tanggal 25 September 2014, UU Administrasi
Negara diharapkan menjadi senjata bagi pejabat
dan/atau badan pemerintahan di Indonesia untuk
berani membuat keputusan dan tindakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran masyarakat Indonesia
serta meminimalisasi tipikor akibat keputusan dan/
atau tindakan tersebut.
RUU Etika Penyelenggara Negara
memberikan dasar hukum bagi etika penyelenggara
negara dalam menjalankan pekerjaannya baik
di dalam maupun di luar jam bekerja. Jika etika
penyelenggara negara sudah baik maka secara tidak
langsung tingkat korupsi akan semakin menurun.
Selain itu, peran serta masyarakat dibutuhkan
untuk mendukung seluruh rangkaian dan proses
yang akan atau sedang dibuat oleh aparat penegak
hukum sehubungan dengan pencegahan tipikor.
Oleh karena itu, pemerintah dan DPR RI sebaiknya
segera membahas RUU Etika Penyelenggara Negara
agar Penyelenggara Negara di Indonesia dalam
menjalankan kewajibannya berdasarkan etika yang
sudah dinormakan dalam undang-undang.
Referensi
Sistem Integritas Cegah Korupsi: Usul KPK ke
Bappenas Bersendi Profesionalisme, Kompas, 9
September 2014.
Rancangan MoU Optimalisasi Pemberantasan
Korupsi (Usulan ICW), http://www.antikorupsi.
org/id/doc/rancangan-mou-optimalisasi-
pemberantasan-korupsi-usulan-icw, diakses
tanggal 10 September 2014.
Statistik: Tabulasi Data Penanganan Korupsi
Berdasarkan Instansi Tahun 2004-2014
(per 31 Juli 2014), http://acch.kpk.go.id/
statistik-penanganan-tindak-pidana-korupsi-
berdasarkan-instansi, diakses tanggal 11
September 2014.
Ratu Atut dituntut 10 tahun penjara,
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_
indonesia/2014/08/140811_ratu_atut_
dituntut_10tahun.shtml, diakses tanggal 22
September 2014.
Jero Wacik Resmi Jadi Tersangka Kasus Korupsi,
http://www.republika.co.id/berita/nasional/
hukum/14/09/03/nbbc8h-jero-wacik-resmi-
jadi-tersangka-kasus-korupsi, diakses tanggal 22
September 2014.
6 Strategi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi, http://acch.kpk.go.id/6-strategi-
pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi,
diakses tanggal 22 September 2014.
Draft RUU dan Naskah Akademik RUU Administrasi
Pemerintahan.
Draft RUU dan Naskah Akademik RUU Etika
Penyelenggara Negara.
- 5 -
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
Vol. VI, No. 18/II/P3DI/September/2014 HUBUNGAN INTERNASIONAL
Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini
KOALISI INTERNASIONAL
MELAWAN NEGARA ISLAM IRAK SURIAH (NIIS)
Adirini Pujayanti*)
Abstrak
Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama memutuskan untuk menumpas kelompok
militan Negara Islam Irak Suriah (NIIS) yang telah dikategorikannya sebagai teroris.
AS mengeluarkan otorisasi yang mencakup serangan udara yang lebih luas ke semua
bcsis leluctcn NIIS di uilcch Ircl dcn Surich. Strctei pelumpuhcn tersebut clcn
dilclulcn leuct opercsi militer jcnlc pcnjcn. Presiden Dbcmc memintc duluncn
NATO dan negara-negara Timur Tengah untuk bergabung membentuk pasukan koalisi
internasional dalam penyerangan tersebut.
Pendahuluan
Negara Islam Irak Suriah (NIIS) dinilai
sebagai bagian dari kelompok ekstremis yang
juga dikenal dengan nama ISIS, ISIL, IS juga
Daiish. Kelompok ini merupakan pecahan
dari Al-Qaeda di Irak yang terbentuk tahun
2006 setelah kematian pemimpinnya Al-
Zarqawi akibat serangan militer AS di Iraq.
Di tahun 2013, IS merekrut milisi pecahan
Al-Qaeda di Suriah di bawah pimpinan Abu
Bakar al-Baghdadi, kelompok gabungan ini
mencetuskan nama Islamic State in Iraq
and the Levant atau ISIL. Akan tetapi, secara
internasional kelompok ini lebih dikenal
sebagai ISIS, yaitu Islamic State in Iraq
and Syria. Meskipun demikian, kelompok
ini lebih menyebut dirinya sebagai IS atau
Islamic State kalau merujuk pada tujuan
mereka untuk membentuk khilafah tanpa
batas negara. Pihak-pihak yang menentang
mereka di Timur Tengah menyebut mereka
Daiish yaitu Al-Dculc cl-Islcmic j cl-Ircq
uc cl-Shcm.
Intelijen Amerika, CIA, memperkirakan
pasukan NIIS berjumlah sekitar 20.000-
31.500 orang. Jumlah tersebut jauh lebih
besar dari perkiraan sebelumnya yang
hanya berjumlah 10.000 orang. Dari jumlah
tersebut sekitar 15.000 orang merupakan
warga asing, sekitar 2000 orang berasal dari
negara Barat. Kekuatan persenjataan NIIS
diketahui telah mampu menembak jatuh
pesawat tempur Suriah. Diperkirakan sekitar
100 warga AS bergabung dengan kelompok
militan ini. Kuatnya proses rekrutmen
disebabkan kemenangan NIIS dalam
sejumlah pertempuran di Irak dan Suriah.
*) Peneliti Madya Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian Pengolahan
Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: apujayanti@yahoo.com.
- 6 -
Dukungan tersebut terus menguat setelah
NIIS mendeklarasikan kekhalifahan Islam.
Selama ini NIIS diduga mendapat dukungan
dari Iran dan rezim Bashar al- Assad di
Suriah karena dinilai menguntungkan
mereka secara politis.
Saat ini diketahui Al Qaeda juga
berseteru dengan kelompok NIIS karena
perbedaan kepentingan politik. Abu
Qatada, seorang ideologi Jihadis Al-
Qaeda menganggap NIIS bagaikan mesin
penghancur dan pembunuh karena
menghancurkan semua yang dianggap
berbeda, baik secara idiologis, etnis, maupun
tujuan perjuangan.
Inisiatif Amerika Serikat
Upaya NIIS melakukan pemenggalan
kepala warga negara AS dan Inggris dengan
maksud menakuti negara musuh agar
tidak menyerangnya, berakibat sebaliknya.
Presiden Obama telah mengeluarkan
otorisasi serangan udara secara besar-
besaran terhadap NIIS di wilayah Irak
dan Suriah. Otoritas AS berkeras Presiden
Obama memiliki hak untuk memerintahkan
serangan terhadap NIIS berdasarkan
Undang-Undang Otoritas Penggunaan
Kekuatan Militer Melawan Teroris (AUMF)
2001. AUMF ditetapkan sebagai undang-
undang sepekan setelah peristiwa 9/11 dan
digunakan sebagai dasar hukum untuk
kampanye AS melawan teroris internasional.
AUMF menyatakan Presiden AS memiliki
otoritas untuk memburu jaringan teroris
Al Qaeda dan negara yang melindungi
mereka. Mandat tersebut diterjemahkan
oleh Pemerintahan George Bush dan Obama
untuk melancarkan operasi antiterorisme ke
seluruh dunia.
AS mengklaim 30 negara mendukung
upayanya menumpas NIIS, yang disebut
sebagai perang dunia melawan NIIS.
AS membangun koalisi tersebut dalam
empat tahap. Pertama, melalui sidang DK
PBB bulan Agustus 2014 yang berhasil
mengeluarkan Resolusi Nomor 2170. Resolusi
ini bersandar pada pasal VII Piagam PBB,
yang memberi mandat untuk memerangi
NIIS akibat perilaku brutal kelompok
tersebut kepada kelompok minoritas di
Irak, seperti Kristen, Kurdi dan Yazidi.
Kedua, melalui pertemuan puncak NATO
dimana seluruh anggota NATO menyatakan
siap mendukung Irak menghadapi NIIS.
Ketiga, dalam sidang tingkat menteri luar
negeri Liga Arab. Dimana sidang tersebut
mengeluarkan rekomendasi mengambil
segala langkah yang diperlukan dalam
menghadapi NIIS. Keempat, melalui
kesepakatan dukungan sepuluh negara Arab
yakni Bahrain, Mesir, Irak, Jordania, Kuwait,
Lebanon, Oman,Qatar, dan Uni Emirat
Arab, Arab Saudi. Sepuluh negara Arab
tersebut menyatakan dukungannya dalam
perang komprehensif melawan NIIS. Dalam
upaya meraih dukungan Arab, AS berupaya
mengakomodasi kepentingan politik
regional Timur Tengah secara adil termasuk
di dalamnya menjembatani kepentingan
kaum SyiahSunni tanpa mengabaikan
kepentingan Israel.
Manfaat dukungan koalisi
internasional dalam serangan terhadap
NIIS sangat dibutuhkan AS. Secara militer
dengan terbangunnya koalisi internasional,
AS akan mudah menggerakkan mesin
perangnya kemana pun dan kapan saja.
Tetapi, persoalan sesungguhnya tidak
hanya militer semata, tetapi juga dimensi
poIILIk yung LIduk kuIuI sIgnIhkun dun IebII
pelik. Tanpa adanya jaminan politik, situasi
wilayah setelah penyerangan militer akan
sangat memburuk akibat terjadinya krisis
politik yang berkepanjangan, seperti yang
terjadi di Irak pasca tergulingnya Saddam
Hussein. Dengan adanya jaminan politik
akan lebih mudah karena semua pihak yang
terlibat akan menerima solusi politik yang
ditawarkan AS. Untuk mendapatkan jaminan
politik ini AS bersedia melakukan negosiasi
dan memenuhi persyaratan tertentu dari
negara mitranya.
Strategi penyerangan sudah tentu
dimulai dengan adanya permintaan bantuan
dari pihak Irak untuk membantu menumpas
NIIS di wilayahnya. Secara hukum
internasional, adanya permintaan tersebut
melegalisasi AS untuk masuk ke Irak tanpa
dikatakan telah melakukan intervensi militer
terhadap negara berdaulat. Pertama, AS
akan melancarkan operasi sistemik melawan
NIIS bekerja sama dengan Pemerintah Irak.
Kedua, AS akan memperkuat sokongan
pasukan yang bertempur di darat. Ketiga, AS
akan melipatgandakan upaya memutuskan
pasokan dana NIIS, meningkatkan intelijen
dan membendung arus warga negara asing
simpatisan NIIS masuk-keluar Timur
Tengah. Keempat, AS akan meneruskan
bantuan kemanusiaan kepada rakyat sipil
yang terdampak NIIS.
- 7 -
Kendala politik bagi AS saat ini adalah
penolakan Turki bergabung dalam koalisi
internasional. Turki merupakan negara
besar di Timur Tengah yang berbatasan
langsung dengan Irak dan Suriah. Selama
ini sebagian anggota NIIS dari seluruh
dunia masuk ke Suriah melalui Turki. Turki
juga menjadi tempat perlindungan NIIS di
saat menghadapi gempuran AS. Turki yang
merupakan salah satu negara penting dalam
serangan militer tersebut telah menolak
bergabung dalam koalisi internasional dan
tidak mengijinkan penempatan pangkalan
udara koalisi internasional di wilayah
selatan negerinya. Tanpa partisipasi
Turki keberhasilan koalisi internasional
melawan NIIS akan diragukan. AS tengah
menggunakan segala cara untuk melibatkan
Turki dalam koalisi internasional. Turki
menutup sebagian besar pintu perbatasan
dengan Suriah setelah terjadi gelombang
pengungsi Kurdi asal Suriah ke wilayahnya.
Selain serangan di Irak, AS juga
bertekad melancarkan serangan udara yang
diperluas kepada NIIS di Suriah meski sudah
diingatkan rezim Al-Assad soal pelanggaran
wilayah udara jika serangan jadi dilakukan.
AS menegaskan tidak akan melibatkan
rezim Assad atau meminta otorisasinya
untuk menyerang NIIS di negara itu. AS akan
menyerang sistem anti pesawat Suriah jika
rezim Assad menyerang pesawat tempurnya
dan mengikutsertakan beberapa kelompok
oposisi moderat lawan Assad dalam koalisi
tersebut. Jerman menolak ambil bagian
dalam serangan militer AS terhadap NIIS
dan hanya bersedia melatih dan memasok
senjata bagi pasukan Kurdi. Perancis,
Australia dan Inggris bersedia ikut dalam
serangan udara.
Dampaknya Terhadap Indonesia
Gerakan global untuk melawan
terorisme terkesan hanya disematkan pada
kelompok-kelompok gerakan Islam. Hal
ini memunculkan kebencian di dunia Islam
terhadap segala yang berbau Barat, terutama
Amerika. Karena itu, tidak mengherankan
bila kelompok terorisme berkedok agama
sangat membenci Barat. Jaringan Al Qaeda
kemudian berevolusi menjadi kelompok-
kelompok sel baru, seperti NIIS. Gerakan
NIIS tumbuh lebih brutal dan menciptakan
tragedi kemanusiaan dan kecemasan di
berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Dengan alasan tersebut Pemerintah
Indonesia telah melarang keberadaan NIIS
di bumi Indonesia.
Rencana Presiden AS untuk
memperluas serangan udara terhadap
militan Islam dikhawatirkan akan berdampak
pada keamanan Asia Tenggara, terutama ke
negara -negara seperti Malaysia, Indonesia
dan Filipina. Serangan pasukan koalisi
internasional dikhawatirkan akan turut
membangkitkan perlawanan simpatisan
NIIS di Asia Tenggara. Selama lebih dari
satu dekade pihak keamanan Asia Tenggara
telah berusaha untuk membasmi kelompok
teroris lokal yang memiliki hubungan
dengan Al-Qaeda dan kelompok jihad global
lainnya. Jaringan teroris ini termasuk
kelompok Abu Sayyaf di selatan Filipina
dan Jemaah Islamiyah, organisasi yang
berbasis di Indonesia. Jaringan kelompok
militan tersebut bekerja sama membentuk
kekhalifahan Islam di Asia Tenggara.
Sepulang dari Timur Tengah para simpatisan
tersebut memiliki kemampuan teror dan
mempraktekkan pengetahuan perang yang
di dapat di kawasan ini.
Senator Senior AS John McCain
sempat mengunjungi Indonesia pada awal
Agustus lalu guna mengingatkan bahaya NIIS
terhadap Indonesia. Meskipun Indonesia
tidak secara langsung terkena dampak dari
paham radikal tersebut, pemerintah harus
tetap waspada. Pemerintah Indonesia akan
membagi informasi terkait pergerakan
NIIS di Indonesia dengan negara lain
dan terus mencermati dinamika serangan
koalisi internasional tersebut. Dampak
dari serangan itu dikhawatirkan tidak
hanya berpengaruh di Suriah, tetapi juga
di negara lain, termasuk Indonesia. Salah
satu kemungkinannya adalah munculnya
sentimen atau gerakan terorisme baru
sebagai balasan serangan tersebut.
Kekhawatiran terhadap munculnya
gangguan keamanan terkait NIIS telah
terdeteksi di Indonesia. Detasemen Khusus
(Densus) 88 Antiteror Polri bersama pihak
Polda Sulawesi Tengah telah menangkap 4
WNA Turki yang diduga hendak bergabung
dengan kelompok teroris di Sulteng. Keempat
WNA tersebut diduga terkait dengan kegiatan
NIIS di Indonesia. Diperkirakan masih
ada WNA yang masuk ke Indonesia dan
memengaruhi kelompok radikal. Kelompok
sipil bersenjata pimpinan Santoso, misalnya,
merupakan salah satu kelompok radikal
yang perlu diwaspadai setelah serangkaian
- 8 -
aksi penembakannya kepada warga sipil dan
polisi di Kabupaten Poso beberapa waktu
lalu meresahkan masyarakat.
Reaksi simpatisan NIIS terhadap
serangan AS dikhawatirkan akan
menimbulkan gangguan keamanan di Asia
Tenggara. Oleh karena itu pendekatan
melalui persuasi dan dialog, seperti
akulturasi budaya, empati, bantuan sosial,
peningkatan kesejahteraan, memberikan
pemahaman agama yang benar, dapat lebih
mengena dibandingkan pengerahan kekuatan
mesin perang. Peran penting pemuka agama
sebagai aktor non-negara di tingkat nasional
maupun internasional untuk melakukan
sosialisasi ajaran agama yang benar sangat
diperlukan dalam kondisi sekarang.
Penutup
Langkah AS menggandeng banyak
negara untuk membangun koalisi
internasional menumpas NIIS dinilai
banyak pihak sudah tepat. Diharapkan
aksi koalisi tersebut tidak hanya untuk
kepentingan AS, tetapi untuk perdamaian
dunia dan menghentikan tindakan brutal
NIIS. Pluralitas harus dihargai. Kekerasan
dan penindasan atas nama agama terhadap
martabat manusia dan hak-hak dasar
manusia untuk hidup dan menjalankan
agamanya, tidak dapat dibenarkan.
Pemerintah Indonesia harus proaktif
melakukan kebijakan luar negeri dengan
tujuan penyelesaian damai dalam perang
menghadapi kelompok militan ini. Karena
pada akhirnya kekerasan melawan
kegiatan terorisme hanya akan berbalas
tindak kekerasan pula. Pemerintah harus
menyiapkan strategi agar rakyat Indonesia
merasa aman dan mendapat perlindungan
dari paham NIIS. Hal ini disebabkan
gerakan militan tersebut tidak hanya bisa
terjadi di Timur Tengah, tetapi juga di
Indonesia. Rakyat Indonesia membutuhkan
suasana aman damai untuk melaksanakan
pembangunan.
Referensi
Perlu Solusi Politik Regional, Kompas, 14
September 2014, h.4
Arab Kompak, Jerman-Inggris Menolak,
Kompas, 13 September 2014, h.8
Putusan AS atas NIIS, Kompas, 12
September 2014, h.6
ISI,ISIL, ISIS, IS atau Daiish?, Media
Indonesia, 11 September 2014, h.20
Asia Watches Islamic State Supporters, The
Wall Street Journal, 12 September 2014,
h.1
Jangan Lawan Teror dengan Teror,
Republika, 12 September 2014, h.6
WNA Terduga ISIS Ditangkap, Republika,
15 September 2014, h.2
SBY Rapat Bahas ISIS, Republika, 15
September 2014, h.2
Inggris Buka Opsi Serang NIIS, Kompas, 15
September 2014, h.8
Kelompok Poso Rekrut Jaringan Teror
Internasional, Kompas, 15 September
2014, h.4
Negara Arab Restui AS Serang IS, Media
Indonesia, 13 September 2014, h.12
Perang Baru Melawan NI, Kompas, 17
September 2014, h.4
Serangan AS Masuki Fase Baru, Kompas,
17 September 2014, h8
- 9 -
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
Vol. VI, No. 18/II/P3DI/September/2014
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini
PERAN UU NAKES
DAN TANTANGAN MASALAH KESEHATAN
INDONESIA
Tri Rini Puji Lestari*)
Abstrak
Peran tenaga kesehatan merupakan salah satu kunci dalam meningkatkan layanan
kesehatan kepada masyarakat. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah jumlahnya
yang terbatas, sebarannya yang tidak merata, dan kualitasnya yang belum dapat
berscin di pcscr lobcl. Untul meuujudlcnnc, DPR RI melclui pcripurnc pcdc
tanggal 25 September 2014 lalu telah mengesahkan Undang-Undang Tenaga Kesehatan
(UU Nakes) yang diharapkan mampu melindungi tenaga kesehatan dalam menjalankan
tugasnya. Keberadaan UU Nakes dapat mendorong pengelolaan pengaturan tenaga
kesehatan yang profesional mulai dari perencanaan, pendidikan dan pelatihan,
pendayagunaan, serta pembinaan mutu mereka.
Pendahuluan
Pada tanggal 25 September 2014,
Undang Undang tentang Tenaga Kesehatan
(UU Nakes) disepakati dalam rapat paripurna
DPR RI. Meskipun begitu, beberapa organisasi
profesi masih menolak peraturan baru ini.
Sejak dibahasnya Rancangan Undang-
Undang (RUU) Nakes, Ikatan Dokter
Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia,
dan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia
(PDUI) menolak pengaturan tenaga medis.
Mereka mendesak agar pengesahan RUU itu
ditunda dan menunggu pembahasan oleh DPR
periode berikut.
Namun demikian, pada tanggal 11
September 2014 telah dicapai kesepakatan
antara Kementerian Kesehatan RI dengan
Komisi IX DPR RI untuk menjadikan
UU Nakes sebagai landasan hukum
profesionalitas tenaga kerja kesehatan di
Indonesia.
Tenaga kesehatan berperan
dalam upaya peningkatan kesehatan
masyarakat. Namun demikian, Indonesia
masih mengalami masalah sumber daya
manusia kesehatan baik dalam hal jumlah,
sebaran, kualitas, maupun pengaturan
kewenangannya. Banyak persoalan di
lapangan menunjukkan kerancuan dan
*) Peneliti Madya Kebijakan dan Manajemen Kesehatan pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan
Informasi Setjen DPR RI. E-mail: tririni74@yahoo.com
- 10 -
tumpang tindih antarfungsi masing-masing
profesi tenaga kesehatan.
Bersamaan dengan itu, Indonesia sebagai
anggota ASEAN harus siap menghadapi
penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) di tahun 2015. Melalui MEA, pasar
besar kawasan ASEAN yang dalam bidang
kesehatan akan menyebabkan terbukanya
pasar baru bagi jasa pelayanan kesehatan dan
tenaga kesehatan terampil di kawasan ASEAN.
Untuk itu, Indonesia harus bekerja keras untuk
meningkatkan daya saing dan profesionalisme
tenaga kesehatan agar dapat bersaing dengan
negara-negara anggota ASEAN lainnya.
Tentunya, profesionalitas tenaga kesehatan
yang memberi pelayanan kesehatan tersebut
ditunjukkan dengan tingkat kompetensi dan
ketaatan prosedur.
Tantangan dan Masalah Kesehatan
Berbagai tantangan masalah kesehatan
sejauh ini membutuhkan respons dan
kebijakan yang cepat. Tantangan tersebut di
antaranya, pertama, semakin meningkatnya
kebutuhan masyarakat pada pelayanan
kesehatan yang bermutu baik di dalam negeri
maupun luar negeri seiring dengan tuntutan
era pasar global dan rencana penerapan
MEA 2015. Kedua, beban ganda penyakit
di mana angka kesakitan penyakit infeksi
masih tinggi tetapi sebaliknya penyakit
tidak menular mengalami peningkatan
yang cukup bermakna. Ketiga, disparitas
status kesehatan antar-wilayah cukup
besar, terutama di wilayah timur, yaitu
daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan
(DTPK). Keempat, peningkatan kebutuhan
distribusi obat yang bermutu dan terjangkau.
Kelima, jumlah sumber daya manusia
Kesehatan (SDMK) yang terbatas dan tidak
terdistribusikan secara merata. Keenam,
adanya potensi masalah kesehatan akibat
bencana dan perubahan iklim. Ketujuh,
belum terintegrasinya pembangunan
infrastruktur kesehatan yang melibatkan
lintas sektor di lingkungan pemerintah,
Pusat-Daerah, dan Swasta.
Keterbatasan SDMK terjadi karena
kurangnya tenaga kesehatan sesuai
kompetensi (lihat tabel 1) atau tidak
terdistribusi secara merata melahirkan
tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan tidak sesuai kompetensinya. Hal
ini mengakibatkan banyaknya masyarakat
yang menerima pelayanan kesehatan di
bawah standar bahkan tidak menerima
pelayanan kesehatan.
Tabel 1.
Kebutuhan, Perkiraan Lulusan Dan Kekurangan/Kelebihan Tenaga Kesehatan Tahun 2014
No. Jenis Tenaga Kebutuhan
2014
Ketersediaan
2013
Lulusan Atrisi (2,5%/
tahun)
Kekurangan/
Kelebihan
1. Dokter Spesialis 29.452 20.602 366 515 8.999
2. Dokter Umum 117.808 85.405 6.939 2.135 27.599
3. Dokter Gigi 26.998 28.772 1.675 719 (2.730)
4. Perawat 387.785 427.243 28.835 10.681 (57.612)
5. Bidan 184.075 217.016 18.545 5.425 (46.061)
6. Perawat Gigi 39.269 37.897 1.085 947 1.235
7. Apoteker 29.452 31.076 3.946 777 (4.793)
8. Asisten Apoteker 58.904 53.293 4.864 1.332 2.080
9. SKM 29.452 35.424 6.174 886 (11.260)
10. Sanitarian 36.815 26.631 1.685 666 9.165
11. Gizi 58.904 44.364 1.812 1.109 13.837
12. Keterapian Fisik 14.726 10.816 730 270 3.450
13. Keteknisan Medis 22.089 25.036 4.107 626 (6.428)
Sumber: BPPSDMK Kemenkes.
- 11 -
Peran Kerangka Hukum Tenaga
Kesehatan
Berdasarkan permasalahan diatas,
maka pengaturan tentang tenaga kesehatan
dalam suatu undang-undang tersendiri
menjadi penting, mengingat permasalahan
yang dihadapi sangat kompleks, tuntutan
era pasar global yang tidak dapat dicegah,
dan melibatkan lintas bidang/instasi di luar
Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
UU Nakes diharapkan dapat berperan
berperan dalam memberikan pemahaman
akan pentingnya tenaga kesehatan dalam
memajukan kesejahteraan umum. Salah
satu wujud kemajuan kesejahteraan umum
adalah pembangunan kesehatan yang
ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis. Selain itu, UU Nakes dimaksudkan
sebagai payung hukum bagi tenaga kesehatan
agar dapat menjalankan profesinya dengan
mengedepankan pelayanan masyarakat secara
optimal.
Oleh karena itu, dengan disahkannya
UU Nakes, pengaturan tenaga kesehatan
yang profesional akan dilakukan mulai dari
perencanaan, pendidikan dan pelatihan,
pendayagunaan, serta pembinaan sampai
pada pengembangan mutu tenaga kesehatan.
Perencanaan tenaga kesehatan dilaksanakan
untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan
yang merata bagi masyarakat. Perencanaan
nasional tenaga kesehatan disusun dengan
memperhatikan jenis pelayanan yang
dibutuhkan, sarana kesehatan, serta jenis dan
jumlah yang sesuai. Perencanaan nasional
tenaga kesehatan ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan dengan menggunakan empat
metode, yaitu (1) Health Need Method, yaitu
perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan
yang didasarkan atas epidemiologi penyakit
utama yang ada pada masyarakat; (2)
Health Service Demand, yaitu perencanaan
kebutuhan tenaga kesehatan yang didasarkan
atas permintaan akibat beban pelayanan
kesehatan; (3) Health Service Target
Method, yaitu perencanaan kebutuhan
tenaga kesehatan yang didasarkan atas
sarana pelayanan kesehatan yang ditetapkan,
misalnya Puskesmas, dan Rumah Sakit;
dan (4) Ratios Method, yaitu perencanaan
kebutuhan tenaga kesehatan yang didasarkan
pada standar/rasio terhadap nilai tertentu.
Pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan digunakan untuk membentuk
keahlian dan keterampilan tenaga kesehatan
di bidang-bidang teknologi yang strategis
serta mengantisipasi timbulnya kesenjangan
keahlian sebagai akibat kemajuan teknologi.
Dalam upaya pengembangan sistem
pendidikan tenaga kesehatan, maka perlu
perpaduan antara Kementerian Pendidikan
Nasional dan Kementerian Kesehatan. Sesuai
dengan Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional,
jenjang pendidikan di bidang kesehatan
yang diperlukan untuk profesi tenaga
kesehatan minimal lulusan setara dengan
jenjang pendidikan diploma (D3) sedangkan
jenjang pendidikan di bidang kesehatan
yang lulusannya di bawah D3 disebut
asisten tenaga kesehatan. Dengan demikian,
kewenangannya pun akan semakin jelas
pembedaannya. Sebagai contoh, kewenangan
antara tukang gigi dengan dokter gigi mudah
dibedakan.
Pendayagunaan tenaga kesehatan
merupakan upaya pemerataan, pembinaan,
dan pengawasan tenaga kesehatan melalui
penempatan tenaga kesehatan dengan cara
pengangkatan sebagai PNS, anggota TNI/
Polri, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja, atau penugasan khusus (melalui seleksi
untuk dokter pasca-magang (internship),
residen senior, pascapendidikan spesialis
dengan ikatan dinas dan tenaga kesehatan
lainnya yang diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan). Dalam rangka pemerataan dan
pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, setiap lulusan dari
perguruan tinggi Pemerintah harus mengikuti
seleksi penempatan. Namun demikian, seleksi
penempatan ini dapat juga diikuti oleh tenaga
kesehatan lulusan perguruan tinggi selain
Pemerintah.
Dalam rangka penghargaan Pemerintah
kepada tenaga kesehatan yang bertugas di
Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan
(DTPK), maka mereka berhak mendapatkan
kenaikan pangkat istimewa dan perlindungan
dalam pelaksanaan tugas. Dalam keadaan
khusus dapat diberlakukan ketentuan wajib
kerja dan pola ikatan dinas pada tenaga
keseIuLun yung memenuII kuuIIhkusI
akademik dan potensi serta mendapatkan
fasilitas dan tunjangan khusus.
- 12 -
Pembinaan dan pengawasan praktik
profesi tenaga kesehatan dilakukan melalui
serLIhkusI, regIsLrusI, ujI kompeLensI, dun
pemberian lisensi. Uji kompetensi ditujukan
untuk menjaga dan menjamin mutu tenaga
kesehatan dan dilakukan pada masa akhir
pendidikan vokasi dan profesi. Standar
kompetensi disusun oleh organisasi profesi
dan Konsil dengan disahkan oleh Kemenkes.
Dengan demikian, setiap tenaga
kesehatan yang akan memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan bidangnya
(menjalankan praktik) baik di dalam negeri
muupun Iuur negerI, Iurus memIIIkI serLIhkuL
kompeLensI uLuu serLIhkuL proIesI unLuk
tenaga kesehatan yang mengikuti jenjang
pendidikan profesi dan surat tanda registrasi
(STR) yang berlaku selama 5 tahun.
Penutup
Bebagai tantangan masalah kesehatan
Indonesia menuntut Pemerintah untuk
menyiapkan tenaga kesehatan profesional
yang cukup. Profesionalitas tenaga kesehatan
tersebut ditunjukkan dengan kompetensi
dan taat prosedur. Dengan adanya kerangka
hukum baru yang mengatur tentang
penyediaan dan pengelolaan tenaga kesehatan
diharapkan dapat mendukung dalam
penyelesaian berbagai tantangan masalah
kesehatan tersebut. Dengan disahkannya UU
Nakes diharapkan dapat terbentuk sistem
pengaturan sumber daya manusia yang
menghasilkan tenaga kesehatan profesional
mulai dari perencanaan, pendidikan dan
pelatihan, pendayagunaan, serta pembinaan
sampai pada pengembangan mutu tenaga
kesehatan.
Untuk memastikan terlaksananya
pengaturan ini, DPR RI harus mendorong
Pemerintah untuk segera menerbitkan
peraturan pelaksana. Aturan tersebut juga
perlu mengakomodir kekhawatiran beberapa
penolak UU Nakes.
Referensi
Herlambang Sulung, 2013, Kesiapan
Indonesia Dalam Menghadapi MEA
2015 Melalui Kebijakan Redenominasi,
Purwokerto: FE Universitas Jenderal
Soedirman.
KPPN/BPPN, 2013, Memantapkan
Perekonomian Nasional Bagi
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Yang
Berkeadilan, Bulu pegangan perencanaan
pembangunan daerah 2014, Jakarta:
KPPN/BPPN.
Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan
SDM Kesehatan, 2012, Ketersediaan
dan Kesiapan SDM Kesehatan Dalam
Pencapaian Target RPJMN 2010-
2014, Jakarta: BPPSDMK Kementerian
Kesehatan.
Adnyanan Oka Nengah, Masalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia, online, http://
aaknasional.wordpress.com/2012/03/12/
masal ah-kesehatan-masyarakat-di -
indonesia,/, diakses tanggal 23 Januari
2013.
Dokter Tolak RUU Tenaga Kesehatan,
h t t p : / / h e a l t h . k o m p a s . c o m /
read/2014/09/11/162620123/Dokter.
Tolak.RUU.Tenaga.Kesehatan, diakses
tanggal 15 September 2014.
Kementerian Kesehatan, Tantangan
Pembangunan Kesehatan, online, http://
www.depkes.go.id/berita, diakses tanggal
30 Januari 2013.
PDUI Tolak RUU Tenaga Kesehatan, online,
https://id.berita.yahoo.com/pdui-tolak-
ruu-tenaga-kesehatan-070621436.html,
TRIBUNnews.com Sen, 15 Sep 2014,
diakses tanggal 17 September 2014.
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 1996
Tentang Tenaga Kesehatan.
Sekjen DPR RI, 2014, Draf RUU Tenaga
Kesehatan, Jakarta: Sekjen DPR RI.
- 13 -
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
Vol. VI, No. 18/II/P3DI/September/2014
EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini
KEBIJAKAN PENGURANGAN
SUBSIDI LISTRIK
Niken Paramita Purwanto*)
Abstrak
Subsidi listrik dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan. Namun demikian, sejak
tahun 2013 tren ini terus mengalami penurunan. RAPBN tahun 2015 mematok subsidi
listrik menjadi Rp68,69 triliun atau berkurang Rp25,57 triliun dibandingkan APBNP
tahun 2014 sebesar Rp94,26 triliun. Hal ini dikarenakan pemerintah melakukan
penyesuaian tarif tenaga listrik secara bertahap dua bulanan mulai Juli 2014 sampai
November 2014 dan memutuskan mengubah dasar perhitungan subsidi listrik dari
Biaya Pokok Persediaan (BPP) menjadi Performance Based Regulary (BPR).
Pendahuluan
Dalam satu dasawarsa terakhir,
konsumsi energi Indonesia menunjukkan
peningkatan rata-rata 7-8% per tahun
seiring dengan pertambahan populasi dan
pertumbuhan ekonomi yang terus membaik.
Kondisi ini menuntut ketersediaan energi yang
buIk unLuk mendukung ukLIhLus perekonomIun
dan dinamika sosial masyarakat. Namun
demikian, terdapat berbagai tantangan dan
kendala untuk memenuhi kebutuhan energi
tersebut di antaranya produksi minyak
bumi yang cenderung menurun sementara
akselerasi pengembangan energi baru
terbarukan (EBT) masih belum maksimal.
Padahal EBT diharapkan dapat menjadi tulang
punggung baru energi nasional.
Subsidi listrik dari tahun ke tahun
selalu mengalami kenaikan setidak-tidaknya
sampai dengan tahun anggaran 2013.
Setelah itu, tren penurunan subsidi listrik
terus menurun. Dalam APBN-P 2013, nilai
subsidi listrik mencapai Rp99,978 triliun
dan menurun menjadi Rp94,26 triliun dalam
APBN-P 2014. Langkah ini dilakukan dalam
rangka mengurangi beban subsidi listrik.
Konsekuensinya pemerintah akan melakukan
penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL)
secara bertahap. Kebijakan penyesuaian TTL
pada tahun 2014 misalnya, akan dilakukan
dalam dua bulanan mulai Juli 2014 sampai
November 2014.
Proses penyesuaian tarif tenaga
listrik tahun 2014 sangat diperlukan agar
pendistribusian subsidi listrik lebih tepat
sasaran dan dana penghematan subsidi
listrik dapat dipakai untuk membangun
infrastruktur. Atas dasar pertimbangan
tersebut, pada 17 September 2014, Komisi
*) Peneliti Muda Kebijakan Publik pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan
Informasi (P3DI) Setjen DPR RI. E-mail: paramita.niken@yahoo.co.id.
- 14 -
VII DPR RI telah menetapkan penurunan
jumlah subsidi listrik dalam RAPBN tahun
anggaran 2015 sebesar Rp68,69 triliun atau
lebih rendah Rp25,57 triliun dibandingkan
APBNP tahun 2014 sebesar Rp94,26 triliun.
Berdasarkan besaran alokasi itu, hampir
seluruh subsidi diberikan kepada rumah
tangga dengan konsumsi listrik 900 Watt ke
bawah.
Tarif Tenaga Listrik PT PLN
(Persero)
Dalam rangka mempertahankan
kelangsungan pengusahaan penyediaan
tenaga listrik dan peningkatan mutu
pelayanan kepada konsumen, pemerintah
lakukan penyesuaian tarif tenaga listrik yang
disediakan oleh PLN tahun 2014 berdasarkan
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya
Mineral Nomor 09 Tahun 2014 Tentang
Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan
Oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT
Perusahaan Listrik Negara. Kementerian
ESDM selaku regulator telah berupaya keras
agar penyediaan tenaga listrik dilakukan
securu ehsIen. SeIuIn ILu, keseImbungun
kepentingan dan konsumen juga harus dijaga.
Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik
pada dasarnya sama (TTL) yang dibayar
oleh konsumen, Namun saat ini, TTL masih
di bawah BPP. Oleh karena itu, pemerintah
melakukan evaluasi (BPP) tenaga listrik
PLN dengan prinsip Alloucble Cost dan
memuksImuIkun ehsIensI meIuIuI dIversIhkusI
energi primer dan penurunan susut jaringan
(losses).
Penyesuaian tarif tenaga listrik
sangat diperlukan agar pendistribusian
subsidi listrik lebih tepat sasaran; dana
penghematan subsidi listrik dapat dipakai
untuk membangun infrastruktur. Dengan
semakin baiknya infrastruktur energi,
kekurangan gas untuk kebutuhan sektor
industri, kelangkaan pasokan BBM, dan
keterbatasan pasokan listrik akan teratasi.
Kondisi ini dapat mendorong tumbuhnya
minat investasi sehingga dapat memperluas
lapangan kerja, memperbesar pendapatan
negara, mengurangi penduduk miskin
yang pada akhirnya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu,
langkah penyesuaian tarif ini juga diarahkan
dalam mempercepat tercapainya target
eIekLrIhkusI securu nusIonuI.
RusIo eIekLrIhkusI nusIonuI pudu
tahun 2011 sebesar 72,95%, sedangkan
pada tahun 2012 mengalami kenaikan
menjadi 75,30%. Untuk tahun 2013, rasio
eIekLrIhkusI nusIonuI dILurgeLkun sebesur
77,65%, dan ini akan terus ditingkatkan
menjadi 80% pada tahun 2014. Dalam
rangka mewujudkan target rasio
eIekLrIhkusI LersebuL, muku PemerInLuI
dan PT PLN (Persero) merencanakan
penambahan kapasitas pembangkit dalam
rangka memenuhi kebutuhan tenaga listrik
dan untuk mendukung program MP3EI.
Berdasarkan RUPTL PLN 2011-2020,
pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik
Tabel 1. Tahapan Penyesuaian TTL Tahun 2014
No
Golongan
Tarif
Batas Daya
Biaya Pemakaian (Rp/kWH) dan
Biaya kVArh (Rp/ kVArh)
Tahap I 1 Juli sd 30
Agt
Tahap II 1 Sept sd 31
Okt
Tahap III mulai 1
Nop
1 R-1/TR 1.300VA 1.090 1.214 1.352
2 R-1/TR 2.200VA 1.109 1.224 1.352
3 R-2/TR 3.500s/d5.500
VA
1.210 1.279 1.352
4 P-2/TR Daya>200kVA BlokWBP:kx999
BlokLWBP:999
KVARh:1.081
BlokWBP:kx1.054
BlokLWBP:1.054
KVARh:1.1139
BlokWBP:kx1.115
BlokLWBP:1.115
KVARh:1.200
5 P-3/TR 1.104 1.221 1.352
6 I-3/TM Daya>200kVA BlokWBP:kx896
BlokLWBP:896
KVARh:964
BlokWBP:kx999
BlokLWBP:999
KVARh:1.075
BlokWBP:kx1.115
BlokLWBP:1.115
KVARh:1.200
K: Faktor pembanding pemakaian saat Luar Waktu Beban Puncak (LWBP) dengan pemakaian Waktu Beban Puncak
(WBP), dimana saat ini K=1,5
Sumber: Dirjen Ketenagalistrikan 2014
- 15 -
diproyeksikan sekitar 8.46% pertahun dan
kapasitas pembangkit sebesar 55.795 MW
hingga tahun 2020 atau rata-rata 5.580 MW
pertahun. Dalam implementasinya, pemerintah
sudah melaksanakan Fast Track Program (FTP)
10.000 MW tahap I dan FTP 10.000 II. Melalui
FTP I, pembangkit listriknya masih bertumpu
pada pembangkit batubara, sedangkan pada
FTP II sudah mencantumkan pembangkit
energi baru dan terbarukan. Namun demikian,
tantangan ini sebenarnya tidak ringan.
Manajer Senior Komunikasi Korporat PT
Pembangkit Listrik Negara (PLN) (Persero),
Bambang Dwiyanto, menyampaikan bahwa
pertumbuhan permintaan tenaga listrik yang
mencapai sekitar 8-9% per tahun tentu harus
diimbangi dengan pasokan tenaga listrik
yang handal. Sampai dengan tahun 2013,
kapasitas terpasang pembangkit listrik di
Indonesia mencapai 46.103 MW yang terdiri
dari pembangkit PLN sebesar 34.205 MW dan
sisanya merupakan pembangkit listrik oleh
swasta 11.898 MW.
Dalam rangka mengurangi beban subsidi
listrik yang terus meningkat, Pemerintah dan
PT PLN (Persero) berupaya menurunkan BPP
tenaga listrik, antara lain melalui: program
dIversIhkusI energI pembungkIL BBM ke non
BBM; program penurunan susut jaringan
(losses); optimalisasi penggunaan pembangkit
listrik berbahan bakar gas dan batubara; dan
meningkatkan peran energi baru terbarukan
dalam pembangkitan tenaga listrik.
Subsidi Listrik 2015
Faktor yang mempengaruhi subsidi listrik
ada 2 (dua) faktor, yaitu faktor BPP ditambah
margin dan faktor pendapatan. Faktor BPP
dipengaruhi oleh dua faktor dominan, yaitu
besarnya biaya penyediaan energi primer
dan komposisi energi mix pada pembangkit.
Besarnya biaya energi primer dipengaruhi oleh
harga gas, harga batubara dan harga BBM,
sedangkan komposisi energi mix pembangkit
ditentukan oleh keadaan infrastruktur pasokan
gas, serta COD PLTU batubara.
Formula perhitungan subsidi listrik sesuai
dengan PMK No. 111/2007, yaitu:
Subsidi = - (Tarif BPP (1 + m)) x V
Dimana:
Tarif = (TTL) rata-rata (Rp/kWh)
(ada tidaknya kenaikan tarif, termasuk besaran serta
waktu pemberlakuannya, akan diusulkan dalam nota
keuangan)
BPP = Biaya Pokok Penyediaan rata-rata (Rp/kWh)
m = Margin usaha (%)
V = Volume penjualan tenaga listrik (kWh)
Pemerintah memutuskan untuk
mengubah dasar perhitungan subsidi listrik
dari Biaya Pokok Persediaan (BPP) menjadi
Performance Based Regulary (BPR)
sehingga subsidi listrik dapat berkurang
pada tahun 2015. Beberapa parameter
yang digunakan untuk menghitung subsidi
listrik tahun 2015 adalah: asumsi nilai
tukar rupiah Rp11.900 per dolar AS, harga
minyak Indonesia (Indonesia Crude Price)
US$105 per barel, pertumbuhan penjualan
listrik 9%, penjualan listrik 216,39 TWh,
susut jaringan 8,45%, bauran energi 8,53%,
BPP tenaga listrik Rp1.318 per KWh senilai
Rp285,38 triliun, margin usaha 7% senilai
Rp19,97 triliun, TTL rata-rata Rp1.093 per
KWh, dan BPP listrik ditambah insentif
investasi Rp305,25 triliun.
Pemerintah memprioritaskan
subsidi listrik diberikan kepada konsumen
tidak mampu, yaitu konsumen pengguna
daya 450 VA sampai dengan 1.300
VA. Disamping itu, tarif lainnya untuk
subsidi listrik ditetapkan sesuai BPP dan
keekonomian secara bertahap. Subsidi
diperlukan apabila tingkat TTL di bawah
nilai semestinya (biaya pokok penyediaan
ditambah margin).
Tabel 2. Perkembangan Subsidi Listrik
dan Kebijakan Subsidi Tahun 2000
2013
Tahun
Alokasi
Subsidi
(dalam triliun)
Realisasi
Subsidi
(dalam triliun)
2000 3,93 3,93
2001 4,63 4,30
2002 4,10 4,10
2003 3,76 3,36
2004 3,31 3,31
2005 12,51 10,64
2006 31,20 33,90
2007 29,40 37,48
2008 62,50 78,58
2009 47,55 53,72
2010 55,10 58,10
2011 65,56 93,18
2012 53,77 90,00
2013 99,97 100,19
Sumber: Dirjen Ketenagalistrikan 2014
- 16 -
Penutup
DPR telah menetapkan besaran
subsidi listrik dalam RAPBN Tahun 2015
yaitu Rp68,69 triliun atau lebih rendah
Rp25,57 triliun dibandingkan APBNP tahun
2014 sebesar Rp94,26 triliun. Kebijakan
pengurangan subsidi tersebut dikarenakan
adanya penyesuaian TTL tahun 2014 dari Juli
hingga
November 2014 dan perubahan dasar
perhitungan subsidi listrik dari Biaya Pokok
Persediaan (BPP) menjadi Performance
Based Regulary (BPR). Proses penyesuaian
TTL tahun 2014 tersebut sangat diperlukan
agar pendistribusian subsidi listrik lebih
tepat sasaran dan dana penghematan subsidi
listrik dapat dipakai untuk membangun
infrastruktur.
Kedepannya ada beberapa
permasalahan utama yang harus dibenahi
oleh pemerintah dan diawasi bersama
oleh DPR-RI diantaranya energi mix pada
pembangkit lisrik, dimana komposisi
BBM masih cukup tinggi sehingga hal ini
menjadi tantangan PT PLN untuk dapat
mengurungI seehsIen mungkIn, kurenu bIuyu
BBM merupakan komponen terbesar dalam
struktur BPP listrik. Kedua, PT PLN agar
mengopLImuIIsusI keunduIun dun ehsIensI
pembangkit, transmisi, dan distribusi. Ketiga,
PT PLN diharapkan agar mengembangkan
pembangkit listrik energi baru dan
terbarukan, sesuai dengan potensi daerah
setempat dalam rangka meningkatkan rasio
eIekLrIhkusI dun duIum rungku penyedIuun
tenaga listrik, diharapkan agar menggunakan
komponen lokal, untuk mendukung
pertumbuhan industri ketenagalistrikan
dalam negeri.
Referensi
Kajian Analisis Isu-Isu Sektor ESDM, Pusat
Data dan Informasi Energi dan Sumber
Daya Mineral 2012, http://prokum.esdm.
go.id, diakses tanggal 18 September 2014.
Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik Beberapa
Golongan Tarif Tahun 2014 Per 1 Juli
2014, http://www.pln.co.id, diakses
tanggal 18 September 2014.
Subsidi Listrik 2015 Rp. 68,69 Triliun,
Harian Kompas, 18 September 2014.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007
tentang Energi.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009
tentang Ketenagalistrikan.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang BUMN.
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2012
tentang Kegiatan Usaha Penyediaan
Tenaga listrik.
- 17 -
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
Vol. VI, No. 18/II/P3DI/September/2014
PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini
PRO DAN KONTRA PENGESAHAN
TATA TERTIB DPR RI 2014
Handrini Ardiyanti*)
Abstrak
Sidang paripurna Selasa 16 September 2014 lalu mengesahkan rancangan peraturan
tentang Tata Tertib (Tatib) DPR. Sempat terjadi perdebatan alot antara fraksi yang
menolak pengesahan dan yang mendukung pengesahan Tatib DPR. Sikap masing-
masing fraksi di DPR terhadap pengesahan Tata Tertib DPR itu dari pendapat
clhir mini diletchui bchuc jrclsi Demolrct, Gollcr, PKS, PAN, PPP, dcn Gerindrc
menyetujui peraturan Tatib DPR disahkan. Akan tetapi, PDI Perjuangan, PKB dan
Hanura menolak untuk melanjutkan pembahasan peraturan Tata Tertib DPR di rapat
paripurna. Tulisan ini mengkaji pro dan kontra pengesahan Tata Tertib DPR tersebut
dengan mengunakan telaah komunikasi politik.
Pendahuluan
Sidang Paripurna DPR, Selasa 16
September 2014 yang lalu telah mengesahkan
rancangan peraturan tentang Tata Tertib
(Tatib) DPR. Sempat terjadi perdebatan alot
antara fraksi yang menolak maupun yang
mendukung pengesahan itu. Fraksi PDI
Perjuangan, Hanura, dan Partai Kebangkitan
Bangsa menyatakan Tatib tidak perlu buru-
buru disahkan karena Tatib DPR merupakan
peraturan turunan dari UU No. 17 Tahun 2014
tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU
MD3) yang sedang diuji materi di Mahkamah
Konstitusi (MK).
Di sisi yang berbeda, Ketua Pansus
Tatib DPR, Benny K Harman menyatakan
pengesahan Tatib tidak bisa ditunda lagi.
Menurutnya, jika pengesahannya ditunda
akan menimbulkan keruwetan pembahasan
bagi anggota DPR berikutnya. Bahkan,
bisa-bisa pelantikan presiden tertunda. Hal
tersebut harus dilakukan karena Tatib DPR
mengatur sejumlah persoalan penting. Seperti
pemilihan pimpinan DPR yang dilakukan
secara langsung oleh anggota DPR dengan
sistem paket untuk satu periode (lima
tahun). Mekanisme pergantian pimpinan
DPR juga harus melalui keputusan rapat
paripurna. Selain itu, peraturan Tatib
juga mencantumkan peran Mahkamah
Kehormatan Dewan (MKD) dalam menjaga
integritas lembaga dan anggota DPR. MKD
menjamin agar anggota DPR tidak menjadi
objek perlakuan tidak wajar berdasarkan
aduan masyarakat.
Sikap masing-masing fraksi di DPR
*) Peneliti Muda Komunikasi/Opini Publik pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI) Setjen DPR RI. E-mail: handrini.ardiyanti@dpr.go.id
- 18 -
terhadap pengesahan Tata Tertib DPR itu
dari pendapat akhir mini diketahui bahwa
fraksi Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PPP, dan
Gerindra menyetujui peraturan Tatib DPR
disahkan. Akan tetapi, PDI Perjuangan, PKB
dan Hanura menolak untuk melanjutkan
pembahasan Tatib DPR di rapat paripurna.
Walk out
Pengesahan Tata Tertib DPR diwarnai
silang pendapat dan ucll out dari Fraksi
PDI Perjuangan. Selain Fraksi PDI-P, Fraksi
PKB dan Fraksi Hanura juga memberikan
catatan sebelum peraturan itu disahkan.
Kedua fraksi itu meminta pimpinan DPR
mempertimbangkan proses uji materi
UU MD3 yang masih berlangsung di MK.
Kalaupun pengesahan tetap dilakukan, tetapi
kemudian MK mengabulkan permohonan uji
materi UU MD3, maka peraturan DPR tentang
Tatib DPR ini diminta untuk disesuaikan.
Walk out adalah bentuk dari komunikasi
politik. Proses komunikasi pada dasarnya,
menurut Stewart L.Tubbs, merupakan sebuah
proses penyampaian pesan dalam bentuk ide,
gagasan, pikiran, perasaan, emosi, perilaku
dan sebagainya. Menurut Tubbs, dalam proses
komunikasi terdapat empat jenis pesan yaitu,
pesan: (1) verbal disengaja; (2) verbal tidak
disengaja; (3) nonverbal disengaja; dan (4)
nonverbal tidak disengaja.
Pada ucll out yang dilakukan Fraksi
PDI Perjuangan tersebut terdapat pesan verbal
yang dinyatakan dalam sidang paripurna
oleh anggota panitia khusus peraturan DPR
tentang Tata Tertib dari anggota Fraksi
PDI Perjuangan, Honing Sanny. Honing
menekankan bahwa partainya menolak
pengesahan peraturan tersebut pada hari ini
karena masih ada proses uji materi (judicial
retieu) UU MD3 yang masih berjalan di
Mahkamah Konstitusi. Fraksi PDI Perjuangan
ucll out karena tidak ingin terlibat dalam
pengambilan keputusan pengesahan peraturan
DPR tentang Tata Tertib tersebut. Alasan
ketidaksetujuan fraksi ini adalah karena
kentalnya muatan politis UU MD3 sebelum
dan setelah pilpres.
Hilangnya Pasal 15 juga menjadi salah
satu alasan yang disampaikan Honing. Pasal
15 tersebut mengatur tentang pemberhentian
anggota DPR yang dipecat dari partainya.
Anggota DPR tidak bisa diberhentikan
sebelum ada keputusan inkracht atau putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dari pengadilan terkait pemecatan itu.
Pada Pasal tersebut diatur soal Penggantian
Antar Waktu (PAW) anggota DPR di mana
usulan PAW di partainya setelah diajukan,
maka Pimpinan DPR dalam waktu 7
hari sudah harus mengajukan surat ke
presiden. Terhadap hal ini, presiden harus
mengeluarkan keputusan 14 hari sesudahnya.
Namun Ketua Pansus Tatib Benny K Harman
menegaskan ketiadaan Pasal 15 dikarenakan
kesalahan teknis saat pengetikan.
Walk out-nya Fraksi PDI Perjuangan
itu sendiri merupakan pesan non verbal
yang ditujukan kepada semua pihak yang
ada dalam persidangan maupun masyarakat
mengenai sikap penolakan mereka terhadap
tatib DPR.
Kekuatan Penyeimbang
Perseteruan kubu koalisi merah putih
dan partai politik pengusung Jokowi-JK yang
masih berlanjut meskipun pemilihan presiden
2014 telah usai telah menempatkan Partai
Demokrat menjadi kekuatan penyeimbang
yang memiliki arti strategis dalam proses
pengambilan keputusan pengesahan Tatib
DPR. Di detik-detik terakhir pada pengesahan
Tatib DPR, Fraksi Partai Demokrat memilih
bersepakat untuk menyetujui pengesahan
Tatib DPR.
Langkah politik yang dilakukan Partai
Demokrat dalam pro dan kontra pengesahan
Tatib DPR merupakan salah satu cerminan
dari arti penting dari kekuatan penyeimbang
dari kedua kubu yang ada saat ini. Meskipun
menyetujui pengesahan Tatib DPR, namun
ada alasan rasional yang dikemukakan
dalam persetujuan terhadap disahkannya
Tatib DPR sebagaimana dinyatakan politikus
Partai Demokrat yang juga merupakan Ketua
Pansus Tatib DPR, Benny K Harman, sebagai
jusLIhkusI poIILIk rusIonuI unLuk kepenLIngun
rakyat yang diusung Partai Demokrat.
Peran Fraksi
Salah satu aspek lain yang terlihat dari
pro dan kontra pengesahan Tatib DPR adalah
peran fraksi dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi serta kewenangan DPR. Meski fraksi
bukan merupakan alat kelengkapan dewan,
namun pro dan kontra dalam pengesahan
Tatib DPR pada persidangan DPR 16
September 2014 lalu menunjukkan bahwa
fraksi memegang peranan penting dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang DPR baik
- 19 -
secara kelembagaan maupun terhadap masing-
masing individu anggotanya. Fraksi sebagai
kepanjangan tangan partai politik dapat
mewarnai berbagai proses politik yang terjadi
di tingkat alat kelengkapan DPR dan lobby di
luar kelembagaan formal DPR.
Memaksimalkan peran fraksi dalam
mengusung sikap partai inilah yang dilakukan
PDI Perjuangan dalam persidangan
pengesahan Tatib DPR. Hanya saja berbeda
dengan pengesahan UU MD3 yang diwarnai
dengan voting dan diwarnai aksi oleh
tiga fraksi DPR, yaitu Fraksi PDI Perjuangan,
Fraksi PKB dan Fraksi Hanura, aksi
dalam pengesahan Tatib DPR hanya dilakukan
oleh Fraksi PDI Perjuangan.
Namun di sisi lain, menurut Muhamad
Sarmudji, anggota DPR RI terpilih untuk
periode 2014-2019, dalam sebuah dialog
di salah satu TV swasta bertajuk Harapan
DPR Baru, salah satu masalah di DPR
adalah banyaknya fraksi di DPR dan ini
yang menyulitkan DPR dalam mengambil
keputusan. Karenanya ke depan perlu kembali
diingat bahwa konstruksi keberadaan fraksi
tidak semata-mata mewakili satu partai
melainkan konstruksi keberadaan fraksi dapat
juga terbuka ruang bagi adanya gabungan
antar anggota dari dua atau lebih partai politik.
Pola Komunikasi
Aksi -nya PDI Perjuangan
merupakan sisi yang membuktikan adanya
konIk duIum proses pengesuIun TuLIb
DPR yang menunjukkan adanya dominasi
kekuasaan yang dalam bahasan Weber disebut
sebuguI konIk yung LerjudI unLuru kekuuLun
super ordinat dan sub-ordinat mewarnai dalam
proses pengambilan keputusan pengesahan
Tatib DPR. Dalam konteks komunikasi politik
hal tersebut wajar terjadi karena pada dasarnya
DPR merupakan tempat dimana berbagai
suara dan kepentingan saling bersaing untuk
merebutkan dominasi.
Kondisi persaingan untuk
memperebutkan dominasi yang terjadi dalam
parlemen tersebut menjadikan gagasan
pemilihan pimpinan DPR secara langsung
menjadi relevan sebagai salah satu bentuk
penguatan kelembagaan DPR. Sebagai sebuah
lembaga politik modern, maka ke depan, DPR
harus lebih mengutamakan kepentingan DPR
secara kelembagaan daripada kepentingan
identitas, komunitas ataupun demokrasi dalam
lembaga. Dengan dipimpin oleh pimpinan
yang merupakan pilihan mayoritas anggota
maka diharapkan dapat memiliki legitimasi
dan kewenangan yang lebih besar daripada
sebelumnya sehingga secara natural proses
komunikasi yang terjadi didalam DPR akan
melahirkan bentuk kepercayaan dimana
pimpinan DPR sebagai salah satu alat
kelengkapan dewan yang menjalankan
manajemen kelembagaan DPR memiliki
kewenangan untuk melakukan kontrol
terhadap berjalannya DPR sebagai sebuah
lembaga modern.
Kinerja DPR yang terus menerus
menjadi sorotan publik harus diakui
bukan antara lain disebabkan karena pola
komunikasi politik yang ada antara DPR dan
pemerintah yang selalu menempatkan posisi
DPR dan pemerintahan secara diametral
atau berhadapan dalam pembahasan
perundang-undangan. Kondisi pola
komunikasi politik yang diametral antara
DPR dan pemerintah tersebut ke depan,
dikhawatirkan akan dapat meruncing karena
pemerintah yang berkuasa dengan kuatnya
posisi parpol di luar pemerintahan Jokowi
sebagai penyeimbang di dalam tubuh DPR.
Hal tersebut disebabkan karena keberadaan
DPR sebagai lembaga perwakilan yang tak
bisa dilepaskan sebagai lembaga politik
dimana berbagai kepentingan saling
berebut dominasi. Oleh karena itu, dengan
dipilihnya pimpinan DPR secara langsung
diharapkan pada diri setiap pemimpin DPR
tidak melekat pandangan bahwa pimpinan A
merupakan wakil dari kubu A atau pimpinan
B merupakan wakil dari kubu B melainkan
pada diri seluruh pimpinan yang dipilih
oleh anggota DPR secara langsung sehingga
diharapkan mampu menciptakan terjadinya
persetujuan suka rela dari anggota DPR
terhadap pemimpin demi tercapainya tujuan
DPR secara kelembagaan dalam upaya
pencapaian target kinerja DPR sebagai
lembaga perwakilan rakyat demi mendukung
upaya terciptanya tujuan pembangunan
nasional jangka panjang, jangka menengah
maupun jangka pendek.
Penutup
Pro dan kontra dalam pengesahan
Tatib DPR Selasa 16 September 2014 lalu
merupakan cerminan tentang konstelasi
politik yang ada di Indonesia saat ini yang
merupakan dampak berkepanjangan dari
pemilihan presiden 2014. Pola komunikasi
- 20 -
yang terjadi di DPR pada waktu pengesahan
Tatib DPR yang diwarnai ucll out fraksi PDI
Perjuangan merupakan gambaran tentang
bagaimana pola komunikasi diametral atau
saling berhadapan yang terjadi di DPR dalam
proses pengambilan keputusan di DPR.
Pola komunikasi semacam itu jika
dibiarkan maka akan berdampak negatif
terhadap pencapaian dari kinerja DPR
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Ada beberapa pola komunikasi yang dapat
dipertimbangkan untuk dapat dikembangkan
sebagai sebuah tawaran alternatif guna
menjembuLunI konhgurusI poIILIk duIum
tubuh DPR yang merupakan dampak
berkepanjangan dari pemilihan presiden 2014
lalu, diantaranya adalah pola komunikasi
kekeluargaan. Dengan diciptakannya pola
komunikasi kekeluargaan di DPR diharapkan
dapat segera dicairkan kembali friksi politik di
DPR. Karena jika friksi di DPR tersebut tidak
segera dicairkan maka dikhawatirkan dapat
menimbulkan permasalahan di kemudian
hari baik terhadap kinerja DPR maupun
dalam jalannya roda pemerintahan selama
lima tahun ke depan.
Di sinilah arti penting dari pimpinan
DPR yang dipilih dari dan oleh anggota
DPR. Pemilihan pimpinan DPR yang dipilih
dari dan oleh anggota DPR diharapkan
dapat menjadi salah satu solusi untuk
dapat membangun pola komunikasi yang
lebih mendorong pada upaya tercapainya
kesepahaman bersama yang lebih baik
dalam tubuh DPR. Diharapkan dengan yang
dipilihnya pimpinan DPR dari dan oleh
anggota DPR mampu menciptakan terjadinya
persetujuan suka rela dari anggota DPR
terhadap pemimpin demi tercapainya tujuan
DPR secara kelembagaan.
Dengan dipimpin oleh pimpinan
yang merupakan pilihan mayoritas
anggota maka diharapkan dapat memiliki
legitimasi dan kewenangan yang lebih
besar daripada sebelumnya sehingga secara
natural proses komunikasi yang terjadi
didalam DPR akan melahirkan bentuk
kepercayaan dimana pimpinan DPR sebagai
salah satu alat kelengkapan dewan yang
menjalankan manajemen organisasi DPR
memiliki kewenangan untuk melakukan
kontrol terhadap berjalannya DPR secara
kelembagaan.
Hal lain yang tak kalah penting adalah
penempatan peranan fraksi. Fraksi di satu
sisi merupakan kepanjangan tangan partai
politik namun alangkah lebih baik jika fraksi
semaksimal mungkin ditempatkan sebagai
fasilitator untuk meningkatkan kinerja setiap
anggota. Selain itu hal yang perlu diingat
bahwa konstruksi keberadaan fraksi tidak
semata-mata mewakili satu partai melainkan
konstruksi keberadaan fraksi dapat juga
terbuka ruang bagi adanya gabungan antar
anggota dari dua atau lebih partai politik.
Referensi
Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss,
Theories of Human Communication,
Thomson Wcdsuorth, Edisi ke-9, 2008.
Stanley A. Deetz, Democrazy in the Age of
Corporate Colonization: Development
in Communication an the Politics of
Everyday Live, Sunny Press, 1992.
Tubbs, Stewart L & Silvia Moss. Human
Communication. New York: Mc.Graw-
Hill, 2000.
ht t p: //www. r epubl i ka. c o. i d/ber i t a/
nasi onal /pol i ti k/14/09/16/nbzpkt-
prokontra-pengesahan-Tatib-dpr-di-
rapat-paripurna-1 , diakses tanggal 22
September 2014.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/
politik/14/09/16/nbzplv-prokontra-
pe nge s ahan- Tat i b- dpr - di - r apat -
paripurna-3habis, diakses tanggal 22
September 2014.
h t t p : / / n a s i o n a l . k o m p a s . c o m /
read/2014/09/16/16244181/Pengesahan.
Tata.Tertib.DPR.Diwarnai.Debat.dan.
Walk.Out.PDI-P, diakses tanggal 22
September 2014.
http://news.liputan6.com/read/2107283/
demokrat-dan-rapuhnya-koalisi-merah-
putih, diakses tanggal 22 september
2014.
http://news. deti k. com/read/2014/09/
16/164800/2691948/10/ada-pasal -
kontroversial-yang-hilang-di-peraturan-
tata-tertib-dpr, diakses tanggal 22
september 2014.
https://www.dpr.go.id/kajian/Peranan-
Politik-Fraksi-Dalam-Pelaksanaan-Hak-
Hak-Anggota-DPRD-Propinsi-2008.pdf,
diakses tanggal 24 september 2014.

You might also like