You are on page 1of 13

1

Cor Pulmonal Kronis dan kaitannya dengan PPOK


Siti Khadijah binti Said
102011440
jaa.kat91@gmail.com
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jalan Arjuna Utara, No 6, Jakarta 11510

Pendahuluan
Kor pulmonal adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang
disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan
dengan kelainan jantung kiri. Istilah hipertrofi yang bermakna patologis menurut
Weitzenblum sebaiknya diganti menjadi perubahan struktur dan fungsi ventrikel kanan.
Untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis pada pasien gagal napas diperlukan
tanda pada pemeriksaan fisis yakni edema. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal, diperkirakan 80-
90% kasus.
1

Isi Perbahasan
1. Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan identitas pasien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat
sosial-ekonomi.

Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, seperti nama,
umur, alamat, dan pekerjaan. Untuk keluhan utama, biasanya memberikan informasi
terpenting untuk mencapai diagnosis banding, dan memberikan gambaran keluhan yang
menurut pasien paling penting. Pasien dapat ditanyakan mengenai keluhan yang dialami dan
sejak kapan keluhan muncul.
Untuk riwayat penyakit sekarang, ditanyakan lebih mendalam mengenai keluhan
utama, seperti letak gejala, waktu munculnya gejala, lamanya gejala muncul, faktor pencetus
timbulnya gejala. Riwayat penyakit dahulu ini dapat ditanyakan mengenai gangguan atau
penyakit lain yang pernah dialami sebelumnya dan riwayat penyakit keluarga pasien. Riwayat
sosial dan kebiasaan pribadi pasien tersebut juga ditanyakan.
2
2

Keluhan utama: laki-laki usia 50 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 5
hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang: sesak makin memburuk saat beraktivitas, berkurang
saat istirahat dan tidak dipengaruhi posisi. Pasien juga mengeluh batuk kadang-
kadang sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu lain. Tidak ada
demam dan nyeri dada.
Riwayat penyakit dahulu: sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga: -
Riwayat pengobatan: -
Riwayat sosial: merokok

2. Pemeriksaan Fisik
Untuk membantu menegakan diagnosis suatu penyakit selain melalui anamnesis
adalah dengan cara melakukan pemeriksaan fisik pasien tersebut. Dalam kasus ini, hal
terpenting adalah pemeriksaan keadaan umum pasien, kemudian melakukan inspeksi, palpasi,
dan perkusi pada bagian tubuh pasien yang bergejala, setelah itu melakukan auskultasi untuk
mendengarkan kelainan suara jantung yang terjadi pada pasien tersebut. Dalam kasus ini
didapatkan:
1. Keadaan umum: sakit berat
2. Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah: 110/80 mmHg
- Frekuensi nadi: 88x / menit
- Frekuensi pernafasan: 22x / menit
- Suhu: afebris
3. Pemeriksaan fisik lain
- inspeksi: didapatkan bentuk toraks barrel chest.
- hepar teraba dua jari di bawah arcus costa
- jugular vein pressure: 5 + 2 cmH
2
O
3

- shifting dullness positif
- ekstremitas: udem positif
- perkusi: hipersonor seluruh lapang paru
- auskultasi: vesikuler, wheezing di kedua belah paru kiri dan kanan
- murmur negatif, gallop negative.

3. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis kor pulmonal pada PPOK ditegakkan dengan menemukan tanda PPOK,
asidosis dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia, dan hiperviskositas darah, hipertensi
pulmonal, hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan. Adanya PPOK
dapat diduga atau ditegakkan dengan pemeriksaan klinis seperti anamnesis dan pemeriksaan
jasmani, laboratorium, foto toraks, dan tes faal paru.
3.1 Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting meliputi
frekuensi debar jantung, irama jantung, sistem konduksi. Pada EKG, ditemukan gelompang P
pulmonal, deviasi aksis jantung ke kanan dan RVH.

3.2 Pemeriksaan Radiologi
Melalui pemeriksaan radiologi dapat dilihat perluasan hilus. Perluasan hilus dapat
dinilai dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama arteri pulmonalis
utama kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal torak. Perbandingan > 0,36
menunjukkan hipertensi pulmonal. Batang pulmonal dan hilus membesar.
3.3 Ekokardiografi
Memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan, meskipun perubahan
volume tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel
kanan dalam yang menggambarkan adanya pembesaran ventrikel kiri. Septum interventrikel
dapat bergeser ke kiri.
4

3.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume kavitas, dan
fraksi ejeksi.
3.5 Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendeteksi asidosis, hiperkapnia, hipoksia, polisitemia, dan hiperviskositas darah
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan klinis.
2,3
4. Working Dignosis

4.1 Kor pulmonal kronik et causa PPOK

Merupakan jenis kor pulmonal yang paling sering terjadi. Dinyatakan sebagai
hipertropi ventrikel kanan akibat penyakit paru atau pembuluh darah atau adanya kelainan
pada torak, yang akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia sehingga terjadi hipertropi
ventrikel kanan.
-
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial dan biasanya
disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang
dapat dicegah dan dapat diobati. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan keduanya.
i. Bronkitis kronik- Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut
- turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
ii. Emfisema - Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak
reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.
3

5

5. Differential Diagnosis
5.1 Cor Pulmonal akut
Penyakit ini lebih kurang sama dengan cor pulmonal kronis. Juga ada hipertrofi
ventrikel atau dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan juga dekompensasi. Untuk
etiologinya, disebabkan embolus multiple pada paru-paru atau massif yang secara mendadak
akan menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan. Biasanya penyakit ini segera disusul oleh
kematian, terjadi dilatasi dari jantung kanan.
Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi akut yang luas pada pembuluh darah
paru, akibatnya adalah tahanan vaskuler paru meningkat, kemudian terjadi hipoksia akibat
pertukaran gas di tengah kapiler alveolar yang terganggu hipoksia tersebut akan
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteri paru. Tahanan paru yang meningkat dan
vasokontriksi menyebabkan tekanan pembuluh darah arteri paru meningkat (hipertensi
pulmonal).

5.2 Congestive heart failure
Congestive heart failure atau gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung
tidak dapat memompa darah secara maksimal agar dapat disalurkan ke seluruh tubuh yang
memerlukan. Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
melemahkan atau menyebabkan kekakuan pada otot-otot jantung dan penyakit-penyakit yang
meningkatkan permintaan oksigen di luar kemampuan jantung untuk memberikannya.
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh:
1. Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau
inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas
menurun.
6

3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung
dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak
mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
6. Faktor sistemik. Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis : demam, tirotoksikosis ),
hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.
Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elekttronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.

Manifestasi klinisnya adalah:
1. Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat tekanan
arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda
tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
2. Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
- Dispneu: Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Bebrapa pasien dapat mengalami ortopneu pada
malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)
- Batuk
- Mudah lelah: Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan
dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas
dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
7

- Kegelisahan dan kecemasan. Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress
akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan
baik. Gagal jantung kanan: kongestif jaringan perifer dan viseral.
- Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan
berat badan.
- Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar
- Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
- Nokturia

5.3 Perikarditis
Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viseralis, atau keduanya. Respons
perikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah ( efusi perikard),
deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau kalsifikasi. Itulah
sebabnya manifestasi klinis perikarditis sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai yang
khas.
Antara gejala-gejala yang mungkin timbul pada pasien perikarditis adalah batuk
kering, demam, kelelahan, memiliki kesulitan bernafas, mual, pembengkakan pada tungkai
kaki, pembengkakan perut, rasa sakit di dada, dan sesak nafas.
4,5

6. Gejala klinis

Gejala klinis dan tanda PPOK diantaranya adalah sesak nafas, batuk kronik, produksi sputum,
dengan riwayat pajanan gas, disertai dengan pemeriksaan faal paru. Indikator diagnosis
PPOK adalah penderita di atas usia 40 tahun, dengan sesak nafas yang progresif, memburuk
dengan aktivitas, persisten, batuk kronik, produksi sputum kronik, riwayat pajanan rokok,
asap atau gas berbahaya di dalam lingkungan kerja atau rumah.
Tingkat klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi
pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan.
Untuk pasien dengan gagal ventrikel kanan akan muncul, distensi vena leher, liver palpable ,
8

efusi pleura, asites, dan murmur jantung. Gejala seperti sakit kepala, confusion, dan
somnolen juga bisa terjadi akibat peningkatan PCO2.
Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan
penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi,
kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala
gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
Tanda-tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi,
ventrikel kanan menonjol atau gallop (atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau
epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.Gejala- gejala
tambahan ialah sianosis, kurang tanggap atau bingung dan mata menonjol.
6
7. Epidemiologi
Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak diketahui karena seringkali terjadi tanpa
dapat dikenali secara klinis. Diperkirakan insidens kor pulmonal adalah 6% sampai 7 % dari
seluruh penyakit jantung. Di Inggris, terdapat kira-kira 0.3%, sedikitnya populasi dengan
resiko terjadinya kor pulmonal pada populasi usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000
populasi telah mengalami hipertensi pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen jangka
panjang.
8. Etiologi
Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan dalam empat kelompok yaitu pertama,
penyakit pembuluh darah paru. Terutama thrombosis dan embolus paru dan fibrosis akibat
penyinaran yang menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru.
Kedua, tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,
granuloma atau fibrosis. Ketiga, penyakit neuromuscular misalnya poliomyelitis dan distrofi
otot dan kelainan dinding dada, kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura. Keempat penyakit
yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk PPOK. Penyakit paru lain adalah
penyakit paru interstitial dan gangguan pernapasan saat tidur. Berdasarkan anamnesis dan
juga pemeriksaan fisik dan penunjang, untuk kasus ini didapatkan etiologinya adalah yang
berkaitan denagn penyakit paru yaitu PPOK.
9

9. Patofisiologi
Penyakit paru kronis akan mengakibatkan berkurangnya vascular bed f paru, dapat
disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau
kerusakan paru. Selain itu, penyakit paru kronis ini dapat menyebabkan asidosis dan
hiperkapnia, hipoksia alveolar yang akan merangsang vasokonstriksi pembuluh paru,
polisitemia dan hiperviskositas darah. Keempat kelainan ini, akan menyebabkan timbulnya
hipertensi pulmonal (perjalanan lambat). Dalam jangka panjang akan mengakibatkan
hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan berlanjut menjadi gagal jantung
kanan.
Curah jantung dari ventrikel kanan seperti pula di kiri disesuaikan dengan preload,
kontraktilitas, dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih dapat
memenuhi kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang meningkat mendadak ( seperti saat
menarik napas).
Peningkatan afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang
berlebihan. Hal ini terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat gangguan di
pembuluh sendiri maupun akibat kerusakan di parenkim hati. Peningkatan afterload ventrikel
kanan dapat terjadi karena hiperinflasi paru akibat PPOK, sebagai akibat kompresi kapiler
alveolar dan pemanjangan pembuluh darah dalam paru. Peningkatan ini juga dapat terjadi
ketika volume paru turun mendadakakibat reseksi paru demikian pula pada restriksi paru
ketika pembuluh darah mengalami kompresidan berubah bentuk. Afterload meningkat pada
ventrikel kanan juga dapat ditimbulkan pada vasokonstriksi paru dengan hipoksia atau
asidosis.
Perubahan hemodinamik kor pulmonal pada PPOK dari normal menjadi hipertensi
pulmonal, kor pulmonal dan akhirnya menjadi kor pulmonal yang diikuti dengan gagal
jantung.
4,6

10. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung sama dengan
pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk pertama, mengoptimalkan efisiensi
pertukaran gas, menurunkan hipertensi pulmonal, meningkatkan kelangsungan hidup dan
10

pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya. Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung
bertujuan menurunkan hipertensi pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan
meningkatkan kelangsungan hidup. Untuk tujuan tersebut, pengobatan yang dapat
dilaksanakan diawali dengan menghentikan merokok serta tatalaksana lanjut seperti berikut:
1. Terapi oksigen
Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup belum
diketahui. Ditemukan 2 hipotesis, terapi oksigen mengurangi vasokonstriksi dan
menurunkan resistensi vascular paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup
ventrikel kanan. Kedua adalah terapi oksigen dapat meningkatkan kadar oksigen arteri
dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital lain.
Pemakaian oksigen secara kontinui selama 12 jam (National Institute Of Health/
NIH); 15 jam (British Medical Research Council/ MRC); 24 jam (NIH) meningkatkan
kelangsungan hidup dibandingkan dengan pasien tanpa terapi oksigen. Indikasi terapi
oksigen di rumah adalah:
a) PaO
2
55 mmHg atau SaO
2
88%
b) PaO
2
55-59 mmHg disertai salah satu dari edema disebabkan gagal jantung kanan
atau P pulmonal pada EKG dan ertrositosis hematokrit > 56%.

2. Vasodilator
Vasodilator ( nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergic, inhibitor
ACE, dan prostaglandin sampai saat ini belum direkomendasikan pemakaiannya
secara rutin. Pedoman untuk menggunakan vasodilator adalah apabila didapatkan 4
respons hemodinamik sebagai berikut:
a) Resistensi vascular paru diturunkan minimal 20%.
b) Curah jantung meningkat atau tidak berubah.
c) Tekanan arteri pulmonal menurun atau tidak berubah.
d) Tekanan sistemik tidak berubah secara signifikan.
Kemudian harus dielevasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah keuntungan
hemodinamik di atas masih menetap atau tidak. Pemakaian sildenafil untuk
melebarkan pembuluh darah paru pada Primary Pulmonary Hypertension, sedang
ditunggu hasil penelitian untuk kor pulmonal lengkap.

11

3. Digitalis
Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri.
Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kiri normal, hanya pada pasien
kor pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan digoksin bisa
meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Di samping itu pengobatan dengan digitalis
menunjukkan peningkatan terjadinya komplikasi aritmia.

4. Diuretika
Diuretika diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian diuretika yang
berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolic yang bisa memicu peningkatan
hiperkapnia. Di samping itu, dengan terapi diuretik dapat terjadi kekurangan cairan
yang mengakibatkan preload ventrikel kanan, dan curah jantung menurun.

5. Flebotomi
Tindakan flebotomi pada pasien kor pulmonal dengan hematokrit yang tinggi untuk
menurunkan hematokrit sampai dengan nilai 59% hanya merupakan terapi tambahan
pada pasien kor pulmonal dengan gagal jantung kanan akut.

6. Antikoagulan
Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan terjadinya
tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya factor
imobilisasi pada pasien. Di samping terapi di atas, pasien kor pulmonal pada PPOK
harus mendapat standard untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta.
Terapi optimal kor pulmoal karena PPOK harus dimulai dengan terapi optimal PPOK untuk
mencegah atau memperlambat timbulnya hipertensi pulmonal. Terapi tambahan baru
diberikan bila timbul tanda-tanda gagal jantung kanan.
11. Pencegahan
Untuk langkah pencegahan, kita bisa mencegah dari terjadinya PPOK dengan hindari
asap rokok, hidari polusi udara dan hindari infeksi saluran napas yang berulang. Seterusnya
kita juga bisa mencegah perburukan PPOK dengan berhenti merokok, gunakan obat-obatan
yang adekuat, mencegah eksaserbasi berulang dan pastikan pola makan kita terjaga dan
teratur.
4,7,8

12

12. Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi dari Pulmonary Heart Disease yaitu:
- Sinkope
- Gagal jantung kanan
- Edema perifer

13. Prognosis
Pada kor pulmonal kronik yang disertai gagal jantung kanan, prognosisnya buruk.
Namun dengan pemberian terapi oksigen dalam jangka panjang dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien.
4
Kesimpulan
Konklusinya, cor pulmonal kronis terjadi disebabkan lanjutan dari paru-paru yang
tidak sehat, yaitu paru-paru yang sudah mengalami kelainan disebabkan PPOK. Angka
kematian Cor Pulmonale masih tinggi. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan
menanggulangi PPOK. Jadi, apa yang harus dilakukan oleh masyarakat adalah meninggalkan
perbuatan merokok yang menjadi punca utama kepada PPOK. Pihak government seharusnya
mengambil berat tentang hal ini dan melakukan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya
yang bias didapatkan jika amalan merokok terus dilakukan.









13

Daftar Pustaka
1. Jonathan G. At a glance, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:Penerbit Erlangga;
2007.h.116.
2. RubensteinD, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga
Medical Series; 2005.h.68-88.
3. Sudoyo WA, Setiohadi W, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S.. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1583-1681.
4. Gray H, Dawkins Keith, Morgan J, Simpson I. Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta:
Erlangga Medical Series; 2005.p.80-96.
5. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit EGC;
2008.h.54-9.
6. Sjaharuddin Harun dan Ika Prasepta Wijaya, Kor Pulmonal Kronik, dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. InternaPublishing2009; 287: 1842-44.
7. Braunwald E, Heart Failure and cor pulmonale, dalam Harissons Principles Internal
Medicine, edisi 16. New York, McGraw-Hill, 2005; 216 : 1367-78.
8. Neal MJ. At a glance, farmakologi medis. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2005.h.42-3.

You might also like