Siti Khadijah binti Said 102011440 jaa.kat91@gmail.com Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jalan Arjuna Utara, No 6, Jakarta 11510
Pendahuluan Kor pulmonal adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Istilah hipertrofi yang bermakna patologis menurut Weitzenblum sebaiknya diganti menjadi perubahan struktur dan fungsi ventrikel kanan. Untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis pada pasien gagal napas diperlukan tanda pada pemeriksaan fisis yakni edema. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal, diperkirakan 80- 90% kasus. 1
Isi Perbahasan 1. Anamnesis Anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat sosial-ekonomi.
Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, seperti nama, umur, alamat, dan pekerjaan. Untuk keluhan utama, biasanya memberikan informasi terpenting untuk mencapai diagnosis banding, dan memberikan gambaran keluhan yang menurut pasien paling penting. Pasien dapat ditanyakan mengenai keluhan yang dialami dan sejak kapan keluhan muncul. Untuk riwayat penyakit sekarang, ditanyakan lebih mendalam mengenai keluhan utama, seperti letak gejala, waktu munculnya gejala, lamanya gejala muncul, faktor pencetus timbulnya gejala. Riwayat penyakit dahulu ini dapat ditanyakan mengenai gangguan atau penyakit lain yang pernah dialami sebelumnya dan riwayat penyakit keluarga pasien. Riwayat sosial dan kebiasaan pribadi pasien tersebut juga ditanyakan. 2 2
Keluhan utama: laki-laki usia 50 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 5 hari yang lalu. Riwayat penyakit sekarang: sesak makin memburuk saat beraktivitas, berkurang saat istirahat dan tidak dipengaruhi posisi. Pasien juga mengeluh batuk kadang- kadang sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu lain. Tidak ada demam dan nyeri dada. Riwayat penyakit dahulu: sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat penyakit keluarga: - Riwayat pengobatan: - Riwayat sosial: merokok
2. Pemeriksaan Fisik Untuk membantu menegakan diagnosis suatu penyakit selain melalui anamnesis adalah dengan cara melakukan pemeriksaan fisik pasien tersebut. Dalam kasus ini, hal terpenting adalah pemeriksaan keadaan umum pasien, kemudian melakukan inspeksi, palpasi, dan perkusi pada bagian tubuh pasien yang bergejala, setelah itu melakukan auskultasi untuk mendengarkan kelainan suara jantung yang terjadi pada pasien tersebut. Dalam kasus ini didapatkan: 1. Keadaan umum: sakit berat 2. Tanda-tanda Vital - Tekanan darah: 110/80 mmHg - Frekuensi nadi: 88x / menit - Frekuensi pernafasan: 22x / menit - Suhu: afebris 3. Pemeriksaan fisik lain - inspeksi: didapatkan bentuk toraks barrel chest. - hepar teraba dua jari di bawah arcus costa - jugular vein pressure: 5 + 2 cmH 2 O 3
- shifting dullness positif - ekstremitas: udem positif - perkusi: hipersonor seluruh lapang paru - auskultasi: vesikuler, wheezing di kedua belah paru kiri dan kanan - murmur negatif, gallop negative.
3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis kor pulmonal pada PPOK ditegakkan dengan menemukan tanda PPOK, asidosis dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia, dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal, hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan. Adanya PPOK dapat diduga atau ditegakkan dengan pemeriksaan klinis seperti anamnesis dan pemeriksaan jasmani, laboratorium, foto toraks, dan tes faal paru. 3.1 Elektrokardiogram Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung, sistem konduksi. Pada EKG, ditemukan gelompang P pulmonal, deviasi aksis jantung ke kanan dan RVH.
3.2 Pemeriksaan Radiologi Melalui pemeriksaan radiologi dapat dilihat perluasan hilus. Perluasan hilus dapat dinilai dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama arteri pulmonalis utama kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal torak. Perbandingan > 0,36 menunjukkan hipertensi pulmonal. Batang pulmonal dan hilus membesar. 3.3 Ekokardiografi Memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan, meskipun perubahan volume tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan dalam yang menggambarkan adanya pembesaran ventrikel kiri. Septum interventrikel dapat bergeser ke kiri. 4
3.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI) Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume kavitas, dan fraksi ejeksi. 3.5 Pemeriksaan Laboratorium Untuk mendeteksi asidosis, hiperkapnia, hipoksia, polisitemia, dan hiperviskositas darah dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan klinis. 2,3 4. Working Dignosis
4.1 Kor pulmonal kronik et causa PPOK
Merupakan jenis kor pulmonal yang paling sering terjadi. Dinyatakan sebagai hipertropi ventrikel kanan akibat penyakit paru atau pembuluh darah atau adanya kelainan pada torak, yang akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia sehingga terjadi hipertropi ventrikel kanan. - PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial dan biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat dicegah dan dapat diobati. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. i. Bronkitis kronik- Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. ii. Emfisema - Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. 3
5
5. Differential Diagnosis 5.1 Cor Pulmonal akut Penyakit ini lebih kurang sama dengan cor pulmonal kronis. Juga ada hipertrofi ventrikel atau dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan juga dekompensasi. Untuk etiologinya, disebabkan embolus multiple pada paru-paru atau massif yang secara mendadak akan menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan. Biasanya penyakit ini segera disusul oleh kematian, terjadi dilatasi dari jantung kanan. Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi akut yang luas pada pembuluh darah paru, akibatnya adalah tahanan vaskuler paru meningkat, kemudian terjadi hipoksia akibat pertukaran gas di tengah kapiler alveolar yang terganggu hipoksia tersebut akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteri paru. Tahanan paru yang meningkat dan vasokontriksi menyebabkan tekanan pembuluh darah arteri paru meningkat (hipertensi pulmonal).
5.2 Congestive heart failure Congestive heart failure atau gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak dapat memompa darah secara maksimal agar dapat disalurkan ke seluruh tubuh yang memerlukan. Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit yang melemahkan atau menyebabkan kekakuan pada otot-otot jantung dan penyakit-penyakit yang meningkatkan permintaan oksigen di luar kemampuan jantung untuk memberikannya. Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh: 1. Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi. 2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas menurun. 6
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. 4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. 5. Penyakit jantung lain. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load. 6. Faktor sistemik. Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis : demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elekttronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Manifestasi klinisnya adalah: 1. Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi. 2. Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu : - Dispneu: Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Bebrapa pasien dapat mengalami ortopneu pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) - Batuk - Mudah lelah: Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk. 7
- Kegelisahan dan kecemasan. Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Gagal jantung kanan: kongestif jaringan perifer dan viseral. - Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan. - Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar - Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen. - Nokturia
5.3 Perikarditis Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viseralis, atau keduanya. Respons perikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah ( efusi perikard), deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau kalsifikasi. Itulah sebabnya manifestasi klinis perikarditis sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai yang khas. Antara gejala-gejala yang mungkin timbul pada pasien perikarditis adalah batuk kering, demam, kelelahan, memiliki kesulitan bernafas, mual, pembengkakan pada tungkai kaki, pembengkakan perut, rasa sakit di dada, dan sesak nafas. 4,5
6. Gejala klinis
Gejala klinis dan tanda PPOK diantaranya adalah sesak nafas, batuk kronik, produksi sputum, dengan riwayat pajanan gas, disertai dengan pemeriksaan faal paru. Indikator diagnosis PPOK adalah penderita di atas usia 40 tahun, dengan sesak nafas yang progresif, memburuk dengan aktivitas, persisten, batuk kronik, produksi sputum kronik, riwayat pajanan rokok, asap atau gas berbahaya di dalam lingkungan kerja atau rumah. Tingkat klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan. Untuk pasien dengan gagal ventrikel kanan akan muncul, distensi vena leher, liver palpable , 8
efusi pleura, asites, dan murmur jantung. Gejala seperti sakit kepala, confusion, dan somnolen juga bisa terjadi akibat peningkatan PCO2. Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul. Tanda-tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop (atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.Gejala- gejala tambahan ialah sianosis, kurang tanggap atau bingung dan mata menonjol. 6 7. Epidemiologi Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak diketahui karena seringkali terjadi tanpa dapat dikenali secara klinis. Diperkirakan insidens kor pulmonal adalah 6% sampai 7 % dari seluruh penyakit jantung. Di Inggris, terdapat kira-kira 0.3%, sedikitnya populasi dengan resiko terjadinya kor pulmonal pada populasi usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000 populasi telah mengalami hipertensi pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang. 8. Etiologi Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan dalam empat kelompok yaitu pertama, penyakit pembuluh darah paru. Terutama thrombosis dan embolus paru dan fibrosis akibat penyinaran yang menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru. Kedua, tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma, granuloma atau fibrosis. Ketiga, penyakit neuromuscular misalnya poliomyelitis dan distrofi otot dan kelainan dinding dada, kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura. Keempat penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk PPOK. Penyakit paru lain adalah penyakit paru interstitial dan gangguan pernapasan saat tidur. Berdasarkan anamnesis dan juga pemeriksaan fisik dan penunjang, untuk kasus ini didapatkan etiologinya adalah yang berkaitan denagn penyakit paru yaitu PPOK. 9
9. Patofisiologi Penyakit paru kronis akan mengakibatkan berkurangnya vascular bed f paru, dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau kerusakan paru. Selain itu, penyakit paru kronis ini dapat menyebabkan asidosis dan hiperkapnia, hipoksia alveolar yang akan merangsang vasokonstriksi pembuluh paru, polisitemia dan hiperviskositas darah. Keempat kelainan ini, akan menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal (perjalanan lambat). Dalam jangka panjang akan mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan berlanjut menjadi gagal jantung kanan. Curah jantung dari ventrikel kanan seperti pula di kiri disesuaikan dengan preload, kontraktilitas, dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih dapat memenuhi kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang meningkat mendadak ( seperti saat menarik napas). Peningkatan afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang berlebihan. Hal ini terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat gangguan di pembuluh sendiri maupun akibat kerusakan di parenkim hati. Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat terjadi karena hiperinflasi paru akibat PPOK, sebagai akibat kompresi kapiler alveolar dan pemanjangan pembuluh darah dalam paru. Peningkatan ini juga dapat terjadi ketika volume paru turun mendadakakibat reseksi paru demikian pula pada restriksi paru ketika pembuluh darah mengalami kompresidan berubah bentuk. Afterload meningkat pada ventrikel kanan juga dapat ditimbulkan pada vasokonstriksi paru dengan hipoksia atau asidosis. Perubahan hemodinamik kor pulmonal pada PPOK dari normal menjadi hipertensi pulmonal, kor pulmonal dan akhirnya menjadi kor pulmonal yang diikuti dengan gagal jantung. 4,6
10. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung sama dengan pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk pertama, mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas, menurunkan hipertensi pulmonal, meningkatkan kelangsungan hidup dan 10
pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya. Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan menurunkan hipertensi pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan kelangsungan hidup. Untuk tujuan tersebut, pengobatan yang dapat dilaksanakan diawali dengan menghentikan merokok serta tatalaksana lanjut seperti berikut: 1. Terapi oksigen Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup belum diketahui. Ditemukan 2 hipotesis, terapi oksigen mengurangi vasokonstriksi dan menurunkan resistensi vascular paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan. Kedua adalah terapi oksigen dapat meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital lain. Pemakaian oksigen secara kontinui selama 12 jam (National Institute Of Health/ NIH); 15 jam (British Medical Research Council/ MRC); 24 jam (NIH) meningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan dengan pasien tanpa terapi oksigen. Indikasi terapi oksigen di rumah adalah: a) PaO 2 55 mmHg atau SaO 2 88% b) PaO 2 55-59 mmHg disertai salah satu dari edema disebabkan gagal jantung kanan atau P pulmonal pada EKG dan ertrositosis hematokrit > 56%.
2. Vasodilator Vasodilator ( nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergic, inhibitor ACE, dan prostaglandin sampai saat ini belum direkomendasikan pemakaiannya secara rutin. Pedoman untuk menggunakan vasodilator adalah apabila didapatkan 4 respons hemodinamik sebagai berikut: a) Resistensi vascular paru diturunkan minimal 20%. b) Curah jantung meningkat atau tidak berubah. c) Tekanan arteri pulmonal menurun atau tidak berubah. d) Tekanan sistemik tidak berubah secara signifikan. Kemudian harus dielevasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah keuntungan hemodinamik di atas masih menetap atau tidak. Pemakaian sildenafil untuk melebarkan pembuluh darah paru pada Primary Pulmonary Hypertension, sedang ditunggu hasil penelitian untuk kor pulmonal lengkap.
11
3. Digitalis Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kiri normal, hanya pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Di samping itu pengobatan dengan digitalis menunjukkan peningkatan terjadinya komplikasi aritmia.
4. Diuretika Diuretika diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian diuretika yang berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolic yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Di samping itu, dengan terapi diuretik dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload ventrikel kanan, dan curah jantung menurun.
5. Flebotomi Tindakan flebotomi pada pasien kor pulmonal dengan hematokrit yang tinggi untuk menurunkan hematokrit sampai dengan nilai 59% hanya merupakan terapi tambahan pada pasien kor pulmonal dengan gagal jantung kanan akut.
6. Antikoagulan Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya factor imobilisasi pada pasien. Di samping terapi di atas, pasien kor pulmonal pada PPOK harus mendapat standard untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta. Terapi optimal kor pulmoal karena PPOK harus dimulai dengan terapi optimal PPOK untuk mencegah atau memperlambat timbulnya hipertensi pulmonal. Terapi tambahan baru diberikan bila timbul tanda-tanda gagal jantung kanan. 11. Pencegahan Untuk langkah pencegahan, kita bisa mencegah dari terjadinya PPOK dengan hindari asap rokok, hidari polusi udara dan hindari infeksi saluran napas yang berulang. Seterusnya kita juga bisa mencegah perburukan PPOK dengan berhenti merokok, gunakan obat-obatan yang adekuat, mencegah eksaserbasi berulang dan pastikan pola makan kita terjaga dan teratur. 4,7,8
12
12. Komplikasi Terdapat beberapa komplikasi dari Pulmonary Heart Disease yaitu: - Sinkope - Gagal jantung kanan - Edema perifer
13. Prognosis Pada kor pulmonal kronik yang disertai gagal jantung kanan, prognosisnya buruk. Namun dengan pemberian terapi oksigen dalam jangka panjang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. 4 Kesimpulan Konklusinya, cor pulmonal kronis terjadi disebabkan lanjutan dari paru-paru yang tidak sehat, yaitu paru-paru yang sudah mengalami kelainan disebabkan PPOK. Angka kematian Cor Pulmonale masih tinggi. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menanggulangi PPOK. Jadi, apa yang harus dilakukan oleh masyarakat adalah meninggalkan perbuatan merokok yang menjadi punca utama kepada PPOK. Pihak government seharusnya mengambil berat tentang hal ini dan melakukan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya yang bias didapatkan jika amalan merokok terus dilakukan.
13
Daftar Pustaka 1. Jonathan G. At a glance, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:Penerbit Erlangga; 2007.h.116. 2. RubensteinD, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2005.h.68-88. 3. Sudoyo WA, Setiohadi W, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S.. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1583-1681. 4. Gray H, Dawkins Keith, Morgan J, Simpson I. Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2005.p.80-96. 5. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit EGC; 2008.h.54-9. 6. Sjaharuddin Harun dan Ika Prasepta Wijaya, Kor Pulmonal Kronik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. InternaPublishing2009; 287: 1842-44. 7. Braunwald E, Heart Failure and cor pulmonale, dalam Harissons Principles Internal Medicine, edisi 16. New York, McGraw-Hill, 2005; 216 : 1367-78. 8. Neal MJ. At a glance, farmakologi medis. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.h.42-3.