You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan lahir bersama dengan ketika manusia diciptakan Tuhan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang memerlukan asuhan keperawatan
dalam proses hidupnya. Awal mulanya perawat dianggap sebagai pemberi
asuhan. Secara tradisional pelaksanaannya dilakukan oleh
kelompok,masyarakat atau badan sosial (Kusnanto:2004).
Perkembangan keperawatan tidak dapat dipisahkan dan dipengaruhi
oleh perkembangan struktur dan kemajuan peradaban manusia. Kepercayaan
animisme, penyebaran agama, kondisi sosial ekonomi masyarakat.
(Kusnanto:2004). Sebagai contoh bahwa keperawatan sangat dipengaruhi oleh
budaya adalah, ketika zaman purba, dimana berkembang kepercayaan
animisme, dinamisme dan totemisme, tersirat kepercayaan pula bahwa
datangnya penyakit karena kutukan dari arwah. Selain itu muncul seorang
tabib yang menyembuhkan orang yang sakit dengan melantunkan nyanyian,
memberi semangat atau membuka otak kemudian menghilangkan jiwa yang
jahat.
Asuhan keperawatan meliputi pengkajian klien dan intervensi yang
tentunya tidak lepas dari kebudayaan, mengingat penanganan pasien juga
memperhatikan latar belakang budaya pasien. Beberapa aspek yang harus
diperhatikan pula adalah aspek komunikasi, karena perbedaan persepsi antar
tenaga kesehatan dan pasien akan menghambat pemberian pelayanan
kesehatan. Demikian pula harus memperhatikan keadaan ruang perawatan
yang nyaman untuk pasien sehingga pemberian pelayanan kesehatan bisa
dijalankan. Selain itu harus pula memperhatikan latar belakang organisasi
sosial atau etnik pasien. Maka tidak ada perbedaan persepsi dalam
memberikan asuhan atau pelayanan keperawatan. Sebagai contoh, seorang
pasien yang biasa tidur di rumah dengan kondisi rumah yang sejuk alami
tanpa AC, tiba- tiba ketika ia harus dirawat inap di sebuah Rumah Sakit,
kondisi ruang rawatnya sangat panas dan harus menggunakan AC agar sejuk.
Kondisi yang tiba- tiba berubah seperti ini tentu akan membuat klien syok,
maka dari itu perawat harus bisa memahami latar belakang budayanya.
Dalam hal ini akan dibahas mengenai pengkajian dan intervensi yang
diberikan kepada klien dengan memperhatikan latar belakang budaya
komunikasi, ruang dan organisasi sosial klien.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teknik pengkajian dan intervensi pada budaya komunikasi?
2. Bagaimana teknik pengkajian dan intervensi pada budaya ruang?
3. Bagaimana teknik pengkajian dan intervensi pada budaya organisasi
sosial?

C. Tujuan
1. Mengetahui teknik pengkajian dan intervensi pada budaya komunikasi
2. Mengetahui teknik pengkajian dan intervensi pada budaya ruang
3. Mengetahui teknik pengkajian dan intervensi pada budaya organisasi sosial







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu
buddhayah, dan merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal),
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture berasal dari kata latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture kadang diterjemahkan sebagai
kultur dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan atau culture adalah keseluruhan pemikiran dan benda
yang dibuat atau diciptakan oleh manusia dalam perkembangan sejarahnya.
Ruth Benedict melihat kebudayaan sebagai pola pikir dan berbuat yang
terlihat dalam sekelompok manusia dan membedakannya dengan kelompok
lain. Para ahli umumnya sepakat bahwa kebudayaan adalah perilaku dan
penyesuaian diri manusia berdasarkan hal-hal yang dipelajari / learning
beharvior
[1]

B. Pengkajian Keperawatan Transkultural
Langkah awal dari proses keperawatan adalah mencari informasi
tentang pasien, informasi mencakup biopsikososiocultural dan spiritual. Data
yang merupakan hasil dari pencarian informasi bisa diperoleh melalui pasien
sendiri berdasar wawancara, respon verbal dan non verbal, keluarga dan orang
lain yang terkait.
Pengkajian bidang transkultural dilakukan oleh seorang perawat
profeional. Perawat transkultural menggunakan banyak cara dalam memahami
untuk mencoba menyesuaikan pengalaman, interpretasi, dan harapan yang
berbeda dalam budaya. Semua kelompok budaya memiliki sistem waktu
dalam keyakinan dan praktek kesehatan sehingga perawat dapat
menginterpretasikan harapan antar kelompok. Keperawatan untuk
memberikan asuhan kongruen secara kultural, memeperhatikan hubungan
antara diri sendiri dan orang lain, antara penyakit psikologis dan fenomena
tertentu seperti kemiskinan, penderitaan, kekerasan, penyakit kronis, dan
penuaan, antara budaya perawatan dan kejiwaan, dan dari klien, dan antara
etika keperawatan dan ketentuan asuhan yang sesuai. Ketika perawat dan
berasal dari latar belakang yang berbeda, diagnosis akurat, treatment, dan
asuhan tergantung pada pengetahuan dan ketrampilan khusus yang
memerlukan banyak waktu.
[2]

C. Intervensi Keperawatan Transkultural
Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan
pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang
ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya
klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila
budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.






BAB III
PENBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan Transkultural
Langkah awal dari proses keperawatan adalah mencari informasi
tentang pasien, informasi mencakup biopasikososiocultural dan spiritual. Data
yang merupakan hasil dari pencarian informasi bisa diperoleh melalui pasien
sendiri bersadar wawancara, respon verbal dan non verbal, keluarga dan orang
lain yang terkait.
Pengkajian bidang transkultural dilakukan oleh seorang perawat
professional. Perawat transkultural menggunakan banyak cara dalam
memahami untuk mencoba menyesuaikan pengalaman, interpretasi, dan
harapan yang berbeda dalam budaya. Semua kelompok budaya memiliki
sistem waktu dalam keyakinan dan praktek kesehatan sehingga perawat dapat
menginterpretasikan harapan antar kelompok. Wawancara cultural yang
sensitive diperlukan untuk mengetahui siapa klien mereka. Keperawatan,
untuk memberikan asuhan congruent secara cultural, memperhatikan
hubungan antara diri sendiri dan orang lain, antara penyakit, psikologis, dan
kejiwaan, dan dari klien, dan antara etika keperawatan dan ketentuan asuhan
yang sesuai. Ketika perawat dank lien berasal dari latar belakang budaya yang
berbeda, diagnosis akurat, treatment, dan asuhan tergantung pada pengetahuan
dan ketrampilan khusus yang memperlakukan banyak waktu. (Benner,
Tanner, & Chesia, 1996;Lipson & Streiger,1996;Westermeyer, 1987 dalam
Leininger 2000)
Wawancara dalam pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan, ada beberapa macam jenis pengkajian dalam proses
keperawatan transkultural, diantaranya dari Purnell, Giger dan Davidhizar,
Leahy dan Kizilay, Andrews dan Boyle dan sebagainya, tetapi yang paling
kompresensif dan sering digunakan adalah dari Leininger. Sunrise model yang
sudah dijelaskan dibab sebelumnya merupakan prinsip proses keperawatan
mulai tahap pengkajian sampai rencana tindakan keperawatan.
Ketika perawat akan melakukan pengkajian pada pasien dengan
berbagai variasi latar belakang budaya, perawat harus mengevaluasi kesiapan
dirinya dalam hal ini nilai budaya, kepercayaan, perilaku, komunikasi dan
kesiapan dalam pengkaji pada pasien dengan latar belakang budaya yang
berbeda.
Menurut Leinenger dan Mc Farland (2002) beberapa tujuan dari
pengkajian transkultural adalah :
1. Mencari budaya pasien, pola kesehatan, dihubungkan dengan
pandangan, gaya hidup, nilai budaya, kepercayaan dan factor
sosial.
2. Mendapatkan informasi, budayan secara keseluruhan sebagai dasar
dari pembuatan keputusan dan tindakan.
3. Mencari pola dan spesifikasi budaya, arti dan nilai yang dapat
digunakan untuk membedakan keputusan tindakan keperawatan
bahwa nilai dan gaya hidup pasien dapat dibantu secara
professional.
4. Mencari area yang berpontesi menjadi konflik budaya, kelalaian
dan perbedaan nilai antara pasien dan tenaga kesehatan.
5. Mengidentifikasi secara keseluruhan dan spesifik pola
keperawatan budaya yang sesuai untuk pasien.
6. Mengindentifikasi perbandingan informasi keperawatan budaya
diantara pasien yang berbeda atau yang sama untuk dapat
digunakaan sebagai pembelajaran dan perenelitian.
7. Mengindentifikasi dua persamaan atau perbedaan pasien dalam
pemberian perawatan.
8. Penggunakan teori dan pendekatan riset untuk mengartikan dan
menjelaskan praktek untuk kesesuaian keperawatan dan area baru
dari pengetahuan keperawatan transkultural.

Tujuan pengkajian tersebut mengambarkan bahwa pengkajian
transkultural sangat penting dilakukan. Suatu contoh perbedaan budaya yang
digambarkan dalam hasil survey tentang pengkajian keperawatan transkultural
dilakukan oleh Pratiwi, Nety, Tambunan dan Daryo (2002), kelompok ini
mengkaji proses keperawatan kemudian menganalisi dalam perspektif
cultural.

B. Teknik pengkajian transkultural
1. Komunikasi social
Untuk meningkatkan komunikasi transkultural yang efektif, perawat
harus menghindari penggunaan istilahistilah teknis yang khusus, logat/
ucapan yang populer, ucapan seharihari, singkatan, dan istilahistilah
medis yang berlebihan. Lipsondan Steigner (1996) menyarankan strategi
dalam tiga domain, yaitu afektif, kognitif, dan behaviour untuk
komunikasi transkultural yang efektif. Dalam domain afektif meliputi rasa
hormat, penghargaan dan perasaan nyaman terhadap perbedaan budaya,
rasa senang untuk mempelajari budaya yang berbeda, kemampuan untuk
mengobservasi tingkah laku tanpa menghakimi, kesadaran akan nilainilai
budaya dan kepercayaan. Dalam domain kognitif ditekankan adanya
pengetahuan tentang perbedaan budaya, kemampuan untuk mengenali
adanya penjelasan budaya terhadap permasalahan interpersonal,
pemahaman tentang adanya perbedaan makna satu terhadap yang lain, dan
pemahaman akan sistem sosial politik untuk menghargai pengobatan
terhadap kaum minoritas. Dalam domain behaviour (keterampilan
berkomunikasi), adanya fleksibilitas dalam gaya komunikasi baik verbal
maupun nonverbal, kemampuan untuk berbicara dengan perlahan, dan
jelas tanpa istilahistilah yang berlebihan, kemampuan untuk memberi
dorongan pada klien untuk mengekspresikan dirinya, kemampuan untuk
berkomunikasi secara menarik dan empati, sabar, serta mengenali apabila
ada kesalah pahaman yang terjadi. Pedoman Dalam Berhubungan Dengan
Klien dengan Budaya yang Berbeda:
a. Kaji nilainilai kepercayaan pribadi anda terhadap budaya yang
berbeda.
Review kembali pengalaman pribadi
Singkirkan nilainilai, bias, ideide dan tingkah laku yang
berpengaruh negatif terhadap perawatan.
b. Kaji variabelvariabel komunikasi dari perspektif budaya
Tentukan identitas etnis pasien
Gunakan pasien sebagai sumbernya (apabila memungkinkan).
Kaji faktorfaktor kultural yang dapat mempengaruhi
hubungan perawat dan klien kemudian beresponlah dengan
tepat.
c. Rencanakan perawatan sesuai dengan kebutuhan komunikasi dan latar
belakang budaya.
Pelajari sebanyak mungkin tentang budaya dan kepercayaan
klien.
Dorong pasien untuk menyatakan persepsinya terhadap
kesehatan, sakit dan pelayanan kesehatan.
Rasa sensitif terhadap keunikan pasien.
Komunikasi pada tingkatan fungsi pasien.
Evaluasi efektifitas tindakan keperawatan dan modifikasi
apabila diperlukan.

d. Modifikasi pendekatan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan
budaya.
Perhatikan tandatanda rasa takut, kecemasan dan kebingungan
klien
Beri respon yang menenangkan hati dengan mempertahankan
budayaklien.
e. Pahami bahwa penghargaan terhadap klien merupakan hubungan yang
terapeutik.
Berkomunikasi dengan hormat menggunakan pendekatan
pendekatan yang baik dan menenangkan hati.
Gunakan teknik mendengar yang sesuai.
f. Berkomunikasi tanpa caracara yang kelihatan mengancam.
Lakukan wawancara tanpa terburuburu
Ramah tama.
Tanyakan pertanyaan yang umum selama mengumpulkan
informasi.
Bersikap sabar apabila respon klien tidak sesuai dengan
persoalan kesehatan klien.
Ciptakan hubungan saling percaya dengan mendengar secara
teliti, dan berikan waktu serta perhatian penuh pada klien.
g. Gunakan teknik validasi dalam komunikasi.
Sadarakan fedback/respon klien yang tidak mengerti.
Jangan membuat asumsi pengertian tanpa distorsi.
h. Pahami adanya keengganan untuk membicarakan masalah yang
berhubungan dengan seksualitas.
Sadari bahwa dalam beberapa budaya permasalahan seksual
tidak dapat dibicarakan secara leluasa dengan perawat/ orang
dengan jenis kelamin yang berbeda.
i. Adopsi pendekatan khusus, apabila pasien berbicara dengan bahasa
yang berbeda.
Gunakan intonasi suara dan ekspresi wajah yang perhatian
untuk membantu mengurangi ketakutan klien.
Bicara dengan perlahan dan jelas, namun tidak keras.
Gunakan bahasa isyarat, gambar, dan bermain peran untuk
membantu pemahaman klien.
Ulangi pesan dengan cara yang berbeda jika diperlukan.
Perhatikan katakata yang dipahami klien dan gunakan itu
sesering mungkin.
Pertahankan pesan yang sederhana dan ulangi terus menerus
Hindari penggunaan istilah medis dan singkatan yang tidak
dipahami klien.
Gunakan kamus bahasa yang tepat.
j. Gunakan interpreter (penerjemah) untuk meningkatkan komunikasi.
Minta interpreter untuk menerjemahkan pesan, tidak hanya
katakata pribadi.
Dapatkan fedback untuk mengkonfirmasi pemahaman.
Gunakan interpreter yang sensitif terhadap budaya

Bentuk komunikasi budaya
Bentuk Komunikasi Transkultural Tujuan dari keperawatan
transkultural adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan
menggunakan pemahaman keperawatan transkultural untuk
meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan
keperawatan. Transkultural nursing adalah suatu area/ wilayah
keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang
focus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia, kepercaayaan dantindakan ,dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan
budaya kepada manusia. Komunikasi antara perawat dan klien
merupakan, komunikasi lintas budaya. Komunikasi lintas budaya
dapat dimulai melalaui proses diskusi dan bila perlu dapat dilakukan
identifikasi melalui bagaimana cara masyarakat dari berbagai budaya
diindonesia berkomunikasi, misalnya di suku jawa, betawi,
sunda,padang, Bengkulu, osing, tengger, dan sebagainya.
Komunikasi lintas budaya dapat dilakukan dengan menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantara atau menggunakan bahasa
daerah sebagai bahasa ibu. Bila tidak memahami bahasa klien, perawat
dapat menggunakan penerjemah. Dalam komunikasi lintas budaya,
perawat dapat menjumpai suatu hal yang pada budaya tertentu
bermakna positif tetapi di budaya lain bermakna negative. Hal ini
harus dipahami oleh perawat sehingga tidak menyebabkan terputusnya
komunikasi.

2. Ruang
Ruang personal mencakup perilaku individu dan sikap yang
ditunjukkan pada ruang disekitar mereka. Istilah teritorialitas dapat
diartikan suatu siakp yang ditunjukkan pada area seseorang yang diklaim
dan dipertahankan atau bereaksi secara emosional ketika orang lain
memasuki area tersebut. Keduanya dipengaruhi oleh kultur, dan karenanya
kelompok etnik yang berbeda mempunyai berbagai norma yang
berhubungan dengan penggunaan ruang tersebut.
Untuk memahami perilaku seseorang,ia harus memahami sistem
reseptor dan bagaimana informasi tersebut diterima oleh sistem yang
dimodifikasi oleh budaya. Perilaku spasial adalah respon terhadap
stimulasi sensori pada lingkungan internal ataupun lingkungan eksternal.
Fenomenanya ruang personal hanya bisa dipahami oleh sistem saraf
sensori sebagai suara,sentuhan dan bau. Dalam memahami ruang peronal,
saraf sensori membaginya menjadi dua kategori :
a. Distance Receptors yaitu memusatkan pada jarak antar objek. Reseptor
sensori yang digunakan adalah mata, telinga dan hidung. Hal ini harus
dilakukan oleh seorang perawat dalam memahami hubungan antara
penglihatan,sentuhan dan bau, dan bagaimana reaksi pada stimulus ini
dapat dimodifikasi oleh budaya.
b. Immediate Receptors yaitu memusatkan pada apa yang ada di dunia.
Reseptor sensori yang dipakai adalah sentuhan yang diterima melalui
membran kulit.
Dua klasifikasi ini dapat memudahkan seorang perawat dalam
memahami fenomena ruang. Sebagai contoh, kulit adalah organ utama
yang bsia merasakan adanya kehilangan panas atau adanya panas yang
berlebih pada klien. Maka dari itu sentuhan kulit termasuk dalam distance
receptor dan immediate receptor.
3. Organisasi social
Pada faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat :
nama lengkap dan nama panggilan di dalam keluarga, umur atau tempat
dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan
keputusan dalam anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala
keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga misalnya arisan
keluarga, kegata yang dilakukan bersama masyarakat misalnya : ikut
kelompok olahraga atau kelompok pengajian.
Organisasi sosial tersusun atas berbagai grup termasuk keluarga,
agama, etnik, rasial, tribal, kinship, clan dan lain sebagainya. Organisasi
sosial ini dimulai dengan berbagai elemen termasuk individu dengan
karakter yang unik, kepribadian yang berbeda, kebutuhan yang
berbeda,ide,potensi dan keterbatasan. Lambat laun seiringi
berkembangnya organisasi sosial terbentuk sebuah perilaku, set
norma,kepercayaan, dan nilai- nilai.
Unsur- unsur organisasi sosial adalah :
a. Sekelompok orang yang mempunyai tujuan yang sama
b. Adanya norma atau nilai tertentu yang megikat
c. Adanya kesadaran invidu sebagai anggota organisasi sosial
d. Bentuk organisasi sosial formal atau nonformal

Beberapa grup yang harus dikaji oleh perawat adalah :
a. Keluarga
Salah satu grup yang harus dikaji oleh seorang perawat adalah
keluarga. Keluarga adalah pembentuk unit sosial yang paling dasar.
Beberapa tipe keluarga adalah sebagai berikut :
1.) Traditional nuclear family
Menurut Virginia Satir (1972), traditional nuclear family terdiri
dari satu pria dan satu wanita yang sama ras, agama dan umur yang
menikah pada usia 20 tahunan, saling setia, kemudian mendidik
anak mereka sendiri, dan kemudian meninggal. Sedang menurut
Govaets (1987), keluarga dengan dua generasi oleh pasangan yang
telah menikah dengan anak mereka baik kandung ataupun adopsi.
Namun sekarang banyak ditemukan baik laki- laki atau perempuan
yang bekerja pada tipe keluarga ini. Anak mereka mereka urus
sendiri atau mereka titipkan di baby day care center.
2.) Nuclear day family
Terdiri dari pasangan yang teloah menikah tanpa memiliki
anak. Mereka biasanya memang memilih untuk tidak memiliki
anak, atau mereka tidak daoat memiliki anak atau tidak dapat
mengadopsi anak.
3.) Extenden family
Terdiri dari kakek-nenek, bibi, paman, keponakan, saudara.
4.) Alternative family
Terdiri dari orang dewasa dan anak yang tinggal bersama tanpa
status pernikahan. Mereka adalah teman satu rumah atau bisa saja
mereka adalah seorang pelaku homosexual atau heterosexual.
5.) Single parent family
Terdiri dari seorang Ibu atau seorang Ayah, dan anak kandung
atau anak adopsi. Keputusan menjadi single parent bisa disebabkan
karena pilihan atau perceraian atau kematian atau perpisahan atau
penyerahan.
6.) Reconstruksional atau blended family
Seseorang yang menikahi seseorang dengan anak. Komposisi
keluarga ini seringkali menyebabkan sebuah komplikasi karena
adanya saudara tiri, keluarga tiri.
7.) Special forms of families and communal families
Terdiri dari dua orang dewasa atau lebih, susunannya bis saja
suami-isteri, orangtua- anak, saudara, yang sudah menentukan
pilihan untuk tinggal bersama. Mereka harus memiliki komitmen
pada grup yang lain. Tipe keluarga ini bisa terbentuk karena tujuan
yang sama, kebutuhan yang saling mencukupi.
Organisasi Sosial
a. Siapa yang tinggal dengan Anda?
b. Siapa yang Anda anggap sebagai anggota keluarga Anda?
c. Dimana anggota keluarga Anda yang lain tinggal?
d. Siapa yang membuat keputusan untuk Anda atau keluarga Anda?
e. Siapa yang Anda cari saat memerlukan bantuan untuk keluarga
Anda?
f. Apa harapan Anda terhadap anggota keluarga yang pria, wanita,
tua, atau muda?

C. Teknik intervensi
1. Komunikasi
Komunikasi seringkali berhubungan dengan bahasa yang digunakan oleh
klien. Berikut adalah teknik komunikasi :
a. Komunikasi lintas budaya
b. Komunikasi verbal atau nonverbal
c. Pendekatan nilai budaya dgn model EMs.
d. Mengkaji faktor risiko
e. Mengkaji keyakinan religious
f. Mengkaji pembatasan diet
g. Mengkaji keluarga pasien dan support sistem

Dan berikut beberapa intervensi yang dapat dilakukan :
a. Perbedaan bahasa dapat dibantu dengan perawat yang meminta
anggota keluarga berbicaradengan bahasa perawat untuk
menginterpretasi apa yang dikomunikasikan.
b. Meminta keluarga memberikan informasi tentang latar belakang klien
yang dapat bermanfaatdalam perawatan holistik.
c. Meminta seorang penerjemah bahasa yang memiliki kemampuan
bilingual atau multilingual di rumah sakit yang ditempatkan di tempat
sentral seperti di bagian informasi. Istilah medis harus dengan jelas
dijabarkan kepada semua klien terutama mereka denganketerbatasan
keterampilan dalam bahasa perawat.

Perbedaan dalam makna denotative mungkin saja terdapat
diantara anggota dari dua kultur,sehingga menyebabkan kesalahan
komunikasi. Dengan memberikan perhatian khusus pada proses
komunikasi perawat dapat bekerja untuk mengatasi perbedaan bahasa
dengan klien yang tidakdapat berbahasa seperti bahasa mereka :
a. Mengamati perilaku nonverbal, meskipun komunikasi nonverbal
juga dipengaruhioleh budaya.
b. Perawat dapat belajar tentang frase pertanyaan untuk mendapatkan
informasi dari klienyang latar belakang etniknya membentuk respon
mereka.
c. Perawat harus banyak belajar tentang bahasa klien

2. Ruang
a. Perawat harus mencoba untuk menghargai territorial klien ketika
melakukan prosedurkeperawatan.
b. Perawat juga harus menyambut anggota keluarga dan keluarga besar
klien yangmengunjungi klien, hal ini akan tetap mengingatkan klien
seperti di rumahnya, menurunkanefek isolasi dan shok akibat
perawatan di rumah sakit

3. Organisasi social
a. Libatkan keluarga besar dalam perawatan jika keluarga merupakan
kelompok pendukung terkuat klien
b. Ubah cara interaksi untuk menghindari perlawanan klien dengan sikap
berbeda yang ditunjukkan dengan etiket dan interaksi sosial.




BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam mengkaji seorang klien, perlu digunakan komunikasi, ruang dan
organisasi social. Begitu pula dengan intervensinya. Setiap bebeda klien, pasti
memiliki perbedaan budaya.untuk mengatasi perbedaan tersebut, perlu
diketahui:
Pedoman Dalam Berhubungan Dengan Klien dengan Budaya yang
Berbeda yaitu
1. Mengkaji nilainilai kepercayaan pribadi anda terhadap budaya
yang berbeda. .
2. Mengkaji variabelvariabel komunikasi dari perspektif budaya
3. Merencanakan perawatan sesuai dengan kebutuhan komunikasi
dan latar belakang budaya.
4. Memodifikasi pendekatan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan
budaya.
5. Memahami bahwa penghargaan terhadap klien merupakan
hubungan yang terapeutik.
6. Berkomunikasi tanpa caracara yang kelihatan mengancam.
7. Menggunakan teknik validasi dalam komunikasi.
8. Memahami adanya keengganan untuk membicarakan masalah
yang berhubungan dengan seksualitas.
9. Mengadopsi pendekatan khusus, apabila pasien berbicara dengan
bahasa yang berbeda.
10. Menggunakan interpreter (penerjemah) untuk meningkatkan
komunikasi.


Dalam memahami ruang personal, saraf sensori membaginya menjadi
dua kategori yaitu Distance Receptors dan Immediate Receptors. Dua
klasifikasi ini dapat memudahkan seorang perawat dalam memahami
fenomena ruang.
Organisasi sosial tersusun atas berbagai grup termasuk keluarga,
agama, etnik, rasial, tribal, kinship, clan dan lain sebagainya. Pada faktor
sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap
dan nama panggilan di dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal
lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala keluarga, kebiasaan
yang dilakukan rutin oleh keluarga,apa kegiatan yang dilakukan bersama
masyarakat.
Dari masing-masing aspek, entah dari komunikasi, ruang dan
organisasi social juga memiliki teknik intervwnsi yang berbeda-beda.

You might also like