You are on page 1of 34

1.

PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL


4.1. Non Sianotik
4.1.1. ASD
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan dengan atrium
kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum. 1991). ASD adalah defek pada sekat yang
memisahkan atrium kiri dan kanan. (Sudigdo Sastroasmoro, Kardiologi Anak. 1994).
Klasifikasi
Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
1. Ostium secundum : merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang terjadi terletak
pada bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8 dari 10 bayi lahir dengan ASD
ostium secundum. Sekitar setengahnya ASD menutup dengan sendirinya. Keadaan ini jarang
terjadi pada kelainan yang besar. Tipe kerusakan ini perlu dibedakan dengan patent foramen
ovale. Foramen ovale normalnya akan menutup segera setelah kelahiran, namun pada beberapa
orang hal ini tidak terjadi hal ini disebut paten foramen ovale. ASD merupakan defisiensi septum
atrial yang sejati.
2. Ostium primum : kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya disertai
dengan berbagai kelainan seperti katup atrioventrikuler dan septum ventrikel bagian atas.
Kerusakan primum jarang terjadi dan tidak menutup dengan sendirinya.
3. Sinus venosus : Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat vena besar (vena
cava superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium kanan. Sering disertai dengan kelainan
aliran balik vena pulmonal, dimana vena pulmonal dapat berhubungan dengan vena cava
superior maupun atrium kanan. Defek sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus
Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan ASD II.
Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetic
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal, pada peredaran
darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu
melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap
terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt), Penyebab dari tidak
menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak diketahui
Manifestasi Klinis
Defek spetum atrium sering tidak terdeteksi sampai dewasa karena biasanya asimtomatik,
dan tidak memberikan gambaran diagnosis fisik yang khas. Lebih sering ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan rutin foto toraks atau EKG.
Sesak napas dan rasa capek merupakan keluhan awal,kemudian diikuti dengan infeksi
yang berulang. Pasien dapat sesak pada saat aktivitas dan berdebar-debar akibat takiaritmia
atrium.

Anamnesis
Sebagian besar bayi dan anak asimtomatik. Bila pirau cukup besar, maka pasien
mengalami sesak nafas (terutama saat beraktivitas), infeksi paru berulang, dan berat badan
kurang.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
Pulsasi ventrikel kanan pada daerah parasternal kanan.
Wilde fixed splitting bunyi jantung kedua walaupun tidak selalu ada.
Bising sistolik tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sterna kiri
atas,bising middiastolik pada daerah tricuspid,dapat menyebar ke apeks.
Bunyi jantung kedua mengeras di daerah pulmonal dikarenakan kenaikan
tekanan pulmonal. Bising-bising yang terjadi pada defek septum atrium
merupakan bising fungsional akibat adanya beban volume yang besar pada
jantung kanan.
Sianosis jarang ditemukan.
Anak tampak kurus tergantung derajat ASD
Pemeriksaan Penunjang
-EKG: Elektrokardiografi: deviasi sumbu QRS ke kanan (+90 sampai +180
derajat), dan hipertrofi ventrikel kanan.
-Foto toraks: kardiomegali dengan pembesaran atrium kanan dan ventrikel kanan.
Arteri pulmonal tampak menonjol diserai tanda peningkatan corakan vaskular
paru.
-Ekokardiografi (transtorakal) dapat menentukan lokasi, jenis, dan besarnya
defek. Dimensi atrium kanan ventrikel kanan dan dilatasi arteri pulmonalis. Pada
pemeriksaan Doppler dapat dilihat pola aliran pirau. Jika pada ekokardiografi
transtorakal tidak jelas maka dapat dilakukan ekokardiografi trans esofageal
dengan memasukkan transduser ke esofagus.
Tata Laksana
a. Medikamentosa: pada DSA yang disertai gagal jantung, diberikan digitalis
atau inotropik yang sesuai dan diuretik. Profilaksis terhadap endokarditis
bakterial tidak terindikasi untuk DSA, kecuali pada 6 bulan pertama
setelah koreksi dengan pemasangan alat protesis.
b. Penutupan tanpa pembedaan: hanya dapat dilakukan pada DSA tipe
sekundum dengan ukuran tertentu. Alat dimasukkan melalui vena femorl
dan diteruskan ke DSA. Terdapat banyak jenis alat penutup (occluder)
namun saat ini yang paling banyak digunakan adalah AS0 (Amplatzer
Device Occluder). Keuntungan penggunaan alat ini adalah tidak perlunya
operasi yang menggunakan cardiopulmonary bypass dengan segala
konsekuensinya, rasa nyeri minimal dibanding operasi, serta tidak adanya
luka bekas operasi.
c. Penutupan dengan pembedahan: dilakukan apabila bentuk anatomis DSA
tidak memungkinkan untuk dilakukan pemasangan alat. Pada DSA dengan
aliran pirau kecil, penutupan defek dengan atau tanpa pembedahan dapat
ditunda sampai usia 5-8 tahun bila tidak terjadi penutupan secara spontan.
Pada bayi dengan aliran pirau besar, pembedahan/intervensi dilakukan
segera bila gagal jantung kongestif tidak memberi respon memadai dengan
terapi medikamentosa.

1.1.2. VSD
Merupakan CHD yang paling sering dijumpai(25%). Dinding Pemisah antara kedua
ventrikel tidak tertutup sempurna.Kelainan ini umumnya congenital, tetapi dapat pula terjadi
karena truma.

PATOFI SI OLOGI
Darah dari ventrikel kiri ventrikel kanan melalui defek o.k perbedaan tekanan
terdengar bising
Dari ventrikel kanan A.pulmonalis naiknya tek.kapiler paru
Bila tahanan A.pulmonalis tinggi tek.ventrikel kanan juga tinggi tek.ventrikel
kanan = kiri Eisenmenger Sindroma
Klasifikasi
Ventrikel septum defect termasuk penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik. Untuk
tujuan penatalaksanaan medis dan bedah, dibuat klasifikasi berdasarkan kelainan hemodinamika
dan klasifikasi anatomic.
Berdasarkan kelainan hemodinamika :
Defek kecil dengan tahanan paru normal.
Defek sedang dengan tahanan paru normal.
Defek besar dengan hipertensi pulmonal hiperkinetik.
Defek besar dengan penyakit obstruksi vaskuler paru.
Berdasarkan letak anatomis
Defek perimembranous atau juga dikenal dengan defek pars membranacea
merupakan tipe yang paling sering sekitar 80% kasus VSD . Berdasarkan
perluasan defeknya dibagi menjadi perluasan kea outlet, perluasan ke inlet
dan perluasan ke trabekuler.
Defek musculer dimana defek dibatasi oleh daerah otot,sekitar 5-20 %.
Yang dapat dibagi lagi menjadi : sentral atau midmusculer , apical,
marginal dan swiss cheese septum, suatu multiple muscular defect
Defek subarterial dimana sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan
jaringan ikat katup aorta dan pulmonal. Kejadian sekitar 6%, defek ini
dahulu disebut defek suprakristal, karena letaknya diatas krista
supraventrilaris.

GAMBARAN KLI NIS
Asimtomatik pd VSD kecil
Takipneu, ISPA berulang
Kemampuan minum berkurang/ lekas lelah
Pertumbuhan bayi terlambat
Terdengar bising pansistolik di ICS III-IV, parasternal kiri (terdengar pd umur 2-6
minggu)
Rontgen dada: Kardiomegali (VSD sedang & besar); corakan paru bertambah, segmen
pulmonal menonjol (VSD besar)
EKG: Hipertrofi ventrikel kiri (VSD sedang)
Hipertrofi Biventrikel (VSD besar)

Bergantung pada besarnya pirau kiri ke kanan. Makin besar pirau makin kurang darah
yang melalui katup aorta dan makin banyak volume darah jaringan intra torakal. Berkurangnya
darah pada system siskulasi menyebabkan pertumbuhan badan terlambat; volume darah
intratorakal yang selalu bertambah menyebabkan infeksi saluran nafas yang berulang.
Pada VSD kecil anak dapat tumbuh sempurna tanpa keluhan, sedangkan pada VSD besar
dapat terjadi gagal jantung yang dini yang memerlukan pengobatan medis intensif
a. VSD Kecil
Diameter defek kecil yaitu 1-5 mm; sedang : 5-10 mm. Besarnya defek bukan satu-
satunya faktor yang menentukan besarnya aliran darah. Pertumbuhan badan normal
walaupun terdapat kecenderungan timbulnya infeksi saluran napas. Toleransi latihan
normal, hanya pada latihan yang lama dan intensif lebih cepat lelah dibandingkan dengan
teman sebayanya.
Palpasi : Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba getaran bising
pada sela iga III dan IV kiri.
Auskultasi : Bumyi jantung baiasanya normal.
Defek sedang : Bumyi jantung II dapat agak keras, split sempit pada iga II kiri dekat
sternum. Bunyi jantung I biasanya sulit dipisahkan dari bising holosistolik yang
kemudian segera terdengar, bising bersifat kasar, digolongkan dalam bising kebocoran.
Pungtum maksimum pada sela iga III, IV, dan V kiri langsung dekat sternum kearah
apeks kordis. Juga sering kepunggung. Intensitas bising derajat II s/d VI

Tindakan bedah
Tidak perlu operasi, sikap menunggu lebih baik, karena sudah diketahui bahwa 15%
penderita mengalami penutupan secara spontan. Defek pirau kiri ke kanan lebih besar
dari pada 25% QP(Quotient Pressure) memerlukan koreksi bedah, terutama untuk
menghindarkan terjadinya hipertensi pulmonal di kemudian hari

Pengobatan medis
Jika terdapat infeksi saluran nafas, harus cepat diberi antibiotika. Tidak demikian halnya
dengan anak normal. Justru pada VSD kecil kemungkinan mendapat endokarditis
bakterialis sangat besar, maka tindakan bedah harus dilakukan dengan lindungan
antibiotika yang adekuat.
Prognosis quo ad vitam: tidak membahayakan. Dapat diharapkan hidup normal.

b. VSD Besar dan Sangat Besar
Diameter defek lebih besar daripada setengah ostium aorta. Tekanan di ventrikel kanan
jelas meninggi di luar kebiasaan. Curah sekuncup melalui ostium pulmonal paling sekit
2X curah sekuncup yang melalui ostium aorta.
Secara klinis sudah menunjukkan gejala nafas pendek, lekas lelah pada umur sangat
muda, sehingga muncul masalah makan. Pertambahan berat badan minimal akibat
seringnya infeksi saluran napas.
Serangan dispneu paroksismal sering timbul.
Inspeksi. Pertumbuhan badan jelas terhambat, pucat dan banyak keringat bercucuran.
Ujung-ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah, sering terlihat voussure cardiaque
ke kiri. Gejala-gejala yang menonjol ialah napas pendek dan retraksi pada jugulum, sela
interkostal dan region epigastrium. Pada anak kurus terlihat impuls jantung yang
hiperdinamik.
Palpasi. Impuls jantung hiperdinamik kuat, terutama yang timbul dari ventrikel kiri.
Karena defek besar, maka tekanan arteria pulmonalis tinggi, akibatnya penutupan katup
pulmonal jelas teraba pada sela iga III kiri dekat sternum. Teraba getaran bising pada
dinding dada. Pada defek sangat besar, sering tidak teraba getaran bising karena tekanan
di ventrikel kiri sama dengan tekanan di ventrikel kanan. Anak dengan VSD besar
disertai gagal jantung mempunyai tanda terabanya tepi hati tumpul di bawah lenkung iga
kanan.

Tindakan Bedah
Tanpa operasi harapan hidup buruk. Penutupan defek dilakukan dengan bantuan mesin
jantung-paru.
PROGNOSI S
Sebagian anak walaupun diberi pengobatan medis intensif tetap meninggal juga.
Sebagian lagi lambat laun akan berkembang menjadi sindrom Eisenmenger yang pada umur
muda juga akan meninggal.
Bila tindakan bedah bedah dilakukan pada waktu yang tepat, penderita dapat mengecap
kehidupan yang normal.
Vaksinasi terhadap influenza dan morbili merupakan suatu keharusan dan pencegahan
terhadap infeksi saluran napas, endokarditis lenta tidak dapat diabaikan.
Komplikasi
Beberapa koplikasi yang dapat terjadi :
Gagal jantung berulang: akan menunjukkan gejala dan tanda pembengkakan
jantung (jantung menjadi besar), sesak nafas karena edema paru (paru penuh
cairan), bisa fatal berakhir kematian.
Radang paru-paru (pneumonia/bronkopneumonia) berulang: gejala dan tanda
berupa batuk-batuk dengan sesak nafas disertai panas tinggi.
Gagal tumbuh: ank terhambat pertumbuhannya sehingga jauh lebih kecil
dibanding anak normal. Pada KMS akan nampak berat badannya tidak naik
bahkan turun.
Gizi buruk: anak kurus, lemah, kulitnya kendor terutama di daerah pantat, iganya
nampak jelas seing disebut iga gambang, anak jadi cengeng dan menjadi mudah
sakit.
Endokarditis infektif, yaitu infeksi yang terjadi pada lapisan dalam jantung.
Hipertensi pulmonal: tekanan di dalam pembuluh nadi paru meningkat karena
kelebihan volume aliran darah ke paru-paru.
Anak yang semula tidak biru akan menjadi biru di daerah mulut dan ujung-ujung jarinya akibat
hipertensi paru yang hebat, disebut sebagai Eisenmengerisasi. Bila ini sudah terjadi biasanya
operasi koreksi sudah tidak bisa untuk dilakukan lagi.

1.1.3. PDA
Definisi
Duktus arteriosus persisten (DAF) adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir.
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang
menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut
menutup secara fungsional 10 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum
arteriosum pada usia 2 3 minggu. Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh PJB. Duktus
arteriosus persisten sering dijumpai pada bayi prematur, insidensnya bertambah dengan
berkurangnya masa gestasi.

Hemodinamik
Sebagian besar kasus duktus arteriosus persisten menghubungkan aorta dengan pangkal a.
pulmonalis kiri. Pada bayi baru lahir, duktus arteriosus yang semula mengalirkan darah dari a.
pulmonalis ke aorta akan berfungsi sebaliknya karena resistensi vaskular paru menurun dengan
tajam dan secara normal mulai menutup. Maka, dalam beberapa jam secara fungsional tidak
terdapat arus darah dari aorta ke a. pulmonalis. Bila duktus tetap terbuka, terjadi keseimbangan
antara aorta dan a. pulmonalis. Dengan semakin berkurangnya resistensi vaskular paru maka
pirau dari aorta ke arah a. pulmonalis (kiri ke kanan) makin meningkat.
Patofisiologi
Patofisiologi yang terjadi adalah :
Pirau dari kiri ke kanan, berakibat peningkatan aliran darah ke arteri pulmonalis
Dilatasi atrium kiri peningkatan tekanan atrium kiri
Peningkatan volume (volume overload) ventrikel kiri







Derajat beratnya pirau kiri kenan ditentukan oleh besarnya defek. Kecuali pada yang non
restriktif, pirau ditentukan oleh perbedaan relatif tahanan antara sirkulasi sistemik dan sirkulasi
paru.
Peningkatan tekanan di atium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan dapat memicu
terjadinya pirau kiri ke kanan tambahan dari foramen ovale yang teregang/ terbuka (stretched
foramen ovale). (Bila volume di atrium kiri bertambah tekanan bertambah septum inter
atrium akan terdorong ke arah atrium kanan foramen ovale teregang terbuka, disebut
stretched foramen ovale ).
Pada saat janin/fetus, plasenta adalah sumber prostaglandin utama. Setelah lahir, plasenta
tidak ada. Paru-paru merupakan tempat metabolisme prostaglandin. Dengan hilangnya plasenta,
ditambah dengan semakin matangnya fungsi paru, maka kadar prostaglandin neonatus akan
segera menurun. Maka duktus akan mulai menutup secara fungsional (konstriksi) dimulai dari
sisi pulmonal. Penutupan duktus ini dipengaruhi oleh kadar PaO2 ateri, prostaglandin,
thromboksan.
Pada neonatus preterm, penutupan duktus terjadi lambat, karena metabolisme/degradasi
prostaglandin tidak sempurna disebabkan oleh fungsi paru yang belum matang, dan sensitivitas
terhadap duktus meningkat. Respons duktus terhadap oksigen juga tidak baik. Sementara itu,
dengan bertambahnnya umur, tahanan vaskular paru akan menurun, maka pirau kiri ke kanan
akan bertambah, sehingga muncullah gejala.
Pada usia 2 minggu, duktus akan menutup secara anatomi dengan terjadinya perubahan
degeneratif dan timbulnya jaringan fibrotik, berubah menjadi ligamentum arteriosum
Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan :
Faktor prenatal
Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
Ibu alkoholisme.
Umur ibu lebih dari 40 tahun.
Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
Faktor Genetik
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

Manifestasi Klinis
a) DAP Kecil. Biasanya asimtomatik, dengan tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas
normal. Jantung tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di sela iga II kiri sternum.
Terdapat bising kontinu (continous murmur, machinery murmur) yang khas untuk duktus
arteriosus persisten di daerah subklavia kiri.
b) DAP Sedang. Gejala biasanya timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat. Pasien
rnengalami kesulitan makan, sering menderita infeksi saluran napas, namun biasanya
berat badan masih dalam batas normal. Frekuensi napas sedikit lebih cepat dibanding
dengan anak normal. Dijumpai pulsus seler dan tekanan nadi tebih dari 40 mmHg.
Terdapat getaran bising di daerah sela iga I-II para sternal kiri dan bising kontinu di sela
iga II-III garis parasternal kiri yang menjalar ke daerah sekitarnya. Juga sering ditemukan
bising middiastolik dini.
c) DAP Besar. Gejala tampak berat sejak minggu-minggu pertama kehidupan. Pasien sulit
makan dan minum hingga berat badannya tidak bertambah dengan memuaskan, tampak
dispnu atau takipnu dan banyak berkeringat bila minum. Pada pemeriksaan tidak teraba
getaran bising sistolik dan pada auskultasi terdengar bising kontinu atau hanya bising
sistolik. Bising middiastolik terdengar di apeks karena aliran darah berlebihan melalui
katup mitral (stenosis mitral relatif). Bunyi jantung II tunggal dan keras. Gagal jantung
mungkin terjadi dan biasanya didahului infeksi saluran napas bagian bawah.
d) DAP Besar dengan Hipertensi Pulmonal. Pasien duktus arteriosus besar apabila tidak
diobati akan berkembang menjadi hipertensi pulmonal akibat penyakit vaskular paru,
yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang dari
1 tahun, namun jauh labih sering terjadi pada tahun ke-2 atau ke-3. Komplikasi ini
berkembang secara progresif, sehingga akhirnya ireversibel, dan pada tahap tersebut
operasi koreksi tidak dapat dilakukan.

Pemeriksaan Penunjang
a) DAP Kecil. Gambaran radiologis dan EKG biasanya dalam batas normal. Pemeriksaan
ekokardiografi tidak menunjukkan adanya pembesaran ruang jantung atau a. pulmonalis.
b) DAP Sedang. Pada foto toraks jantung membesar (terutama ventrikel kiri), vaskularisasi
paru yang meningkat, dan pembuluh darah hilus membesar. EKG
menunjukkan hipertrofiventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi atrium kiri.
c) DAP Besar .Pada foto toraks dijumpai pembesaran ventrikel kanan dan kiri, di samping
pembesaran arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. Pada EKG tampak hipertropi
biventrikular dengan dominasi aktivitas ventrikel kiri dan dilatasi atrium kiri.
4.2. Sianotik
Tetralogi Fallot
a. Definisi
Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang terjadi
adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian
infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat
defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang aorta. Sebagai
konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi sebagai berikut :
(Sadler, 2000)
Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga
ventrikel.
Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar
dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan
menimbulkan penyempitan.
Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri
mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik
kanan.
Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena
peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal
b. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaa tidak diketahui
secara pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktorfaktor
tersebut antara lain :
Faktor Endogen
Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom .
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan
Faktor Eksogen
Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,
minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine,
aminopterin, amethopterin, jamu)
Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
Pajanan terhadap sinar -X
c. Patofisiologi
Mulai akhir minggu ketiga sampai minggu keempat kehidupan intrauterine,
trunkus arteriosus terbagi menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Pembagian
berlangsung sedemikian, sehingga terjadi perputaran seperti spiral, dan akhirnya
aorta akan berasal dari posterolateral sedangkan pangkal arteri pulmonalis terletak
antero-medial. Septum yang membagi trunkus menjadi aorta dan arteri pulmonalis
kelak akan bersama sama dengan endokardial cushion serta bagian membrane
septum ventrikel, menutup foramen interventrikel. Pembagian ventrikel tunggal
menjadi ventrikel kanan dan kiri terjadi antara minggu ke 4 dan minggu ke 8.
Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang abnormal
(over riding), timbulnya infundibulum yang berlebihan pada jalan keluar ventrikel
kanan, serta terdapatnya defek septum ventrikel karena septum dari trunkus yang
gagal berpartisipasi dalam penutupan foramen interventrikel. Dengan demikian
dalam bentuknya yang klasik, akan terdapat 4 kelainan, yaitu defek septum ventrikel
yang besar, stenosis infundibular, dekstroposisi pangkal aorta dan hipertrofi ventrikel
kanan.
Kelainan anatomi ini bervariasi luas, sehingga menyebabkan luasnya variasi
patofisiologi penyakit. Secara anatomis tetralogi fallot terdiri dari septum ventrikel
subaortik yang besar dan stenosis pulmonal infundibular. Terdapatnya dekstroposisi
aorta dan hipertrofi ventrikel kanan adalah akibat dari kedua kelainan terdahulu.
Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat stenosis
pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya infundibular, pada 10-25%
kasus kombinasi infundibular dan valvular, dan 10% kasus hanya stenosis valvular.
Selebihnya ialah stenosis pulmonal perifer.
Dekstroposisi pangkal aorta (overriding aorta) bukan merupakan condition sine
qua non untuk penyakit ini. Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di
tempat yang normal, over riding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah kearah
anterior mengarah ke septum. Derajat over riding ini lebih mudah ditentukan secara
angiografis daripada waktu pembedahan atau autopsy. Klasifikasi over riding
menurut Kjellberg : (Staf IKA, 2007)
Tidak terdapat over riding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke belakang
ventrikel kiri
Pada over riding 25% sumbu aorta ascenden kea rah ventrikel sehingga lebih
kurang 25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan
Pada over riding 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga 50% orifisium
aorta menghadap ventrikel kanan
Pada over riding 75% sumbu aorta asdenden mengarah ke depan ventrikel kanan,
septum sering berbentuk konveks ke arah ventrikel kiri, aorta sangat melebar,
sedangkan ventrikel kanan berongga sempit
Derajat over riding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat
stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri. Juga sangat menentukan sikap
pada waktu pembedahan. Arkus aorta yang berada di sebelah kanan disertai knob
aorta dan aorta descenden di kanan terdapat pada 25% kasus. Pada keadaan ini arteria
subklavia kiri yang berpangkal di hemithorax kanan biasanya menyilang di depan
esophagus, kadang disertai arkus ganda. Pada tetralogi fallot dapat terjadi kelainan
arteri koronaria. Arteri koronaria yang letaknya tidak normal ini bila terpotong waktu
operasi dapat berakibat fatal. Sirkulasi kolateral di paru pada tetralogi fallot yang
terbentuk tergantung pada kurangnya aliran darah ke paru. Pembuluh kolateral
berasal dari cabang cabang arteria bronkialis. Pada keadaan tertentu jumlah kolateral
sedemikian hebat sehingga menyulitkan tindakan bedah. Pembuluh kolateral tersebut
harus diikat sebelum dilakukan pintasan kardiopulmonal.
Pengembalian vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung
normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis pulmonalis,
maka darah akan dipintaskan melewati cacat septum ventrikel tersebut ke dalam
aorta. Akibatnya terjadi ketidak jenuhan darah arteri dan sianosis menetap. Aliran
darah paru paru, jika dibatasi hebat oleh obstruksi aliran keluar ventrikel kanan,
dapat memperoleh pertambahan dari sirkulasi kolateral bronkus dan kadang dari
duktus arteriosus menetap.
d. Gambaran Klinis
Bayi dengan tetralogi fallot lambat berkembang dan dapat timbul dispnea,
kelelahan (fatigue), dan episode hipoksik (fallots spell) yang ditandai dengan
sianosis yang memburuk dengan cepat, cepat lelah, dan hilang kesadaran.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi
oksigen yang rendah.
Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung. Gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat
sehingga seperti sepatu.
Elektrokardiografi
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi
ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal.
Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel
kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru
f. Penanganan
Tindakan bedah merupakan suatu keharusan bagi semua penderita tetralogi
fallot. Pada bayi dengan sianosis yang jelas, sering pertama-tama dilakukan operasi
pintasan atau langsung dilakukan pelebaran stenosis trans-ventrikel. Koleksi total
dengan menutup VSD seluruhnya dan melebarkan stenosis pulmonal pada waktu ini
sudah mungkin dilakukan. Umur optimal untuk koreksi total pada saat ini adalah 7-
10 tahun. Walaupun kemajuan telah banyak dicapai, namun sampai sekarang operasi
semacam ini lalu disertai resiko besar

4.3. Kelainan Katup
4.3.1. Stenosis Mitral
Definisi
Secara etiologi, stenosis mitral dibagi atas reumatik (> 90%) dan nonreumatik. Di negara
berkembang manifestasi stenosis mitral sebagian terjadi pada usia di bawah 20 tahun, yang
disebut Juvenile Mitral Stenosis.
Etiologi
90% akibat demam reuma yg berlanjut kerusakan katup menjadi penyakit jantung rematik
( 50% ada riwayat DR)
non-reuma :
- kongenital,
- formasi trombus,
- miksoma atrial,
- vegetasi,
- degenerasi berupa kalsifikasi katup atau anulus


Patofisiologi
Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral pada waktu
fase penyembuhan demam reumatik.Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran
mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal.
Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya daya alir katup
mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri sehingga timbul perbedaan
tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak
berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terjadi
bendungan pada atrium kiri dan selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan kapiler
paru. Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab interstisial kemudian mungkin terjadi
sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan menyebabkan hemoptisis.
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat, kemudian terjadi
pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup trikuspid atau pulmonal. Akhimya vena-
vena sistemik akan mengalami bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan
menyebabkan gangguan fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah takikardia. Tetapi
kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung karena pada tingkat tertentu akan
mengurangi masa pengisian diastolik. Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan
gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel
dari atrium dan memudahkan pembentukan trombus di atrium kiri.


Manifestasi Klinis
Sebagian besar pasien menyangkal riwayat demam rematik sebelumnya.Keluhan
berkaitan dengan tingkat aktivitas fisik dan tidak hanya ditentukan oleh luasnya lubang mitral,
misalnya wanita hamil.Keluhan dapat berupa takikardi, dispnea, takipnea, atau ortopnea, dan
denyut jantung tidak teratur.Tak jarang terjadi gagal jantung, batuk darah, atau tromboemboli
serebral maupun perifer.
Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik sehingga tekanan arteri pulmonalis belum
tinggi sekali, keluhan lebih mengarah pada akibat bendungan atrium kiri, vena pulmonalis,dan
interstisial paru. Jika ventrikel kanan sudah tak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri
pulmonalis, keluhan beralih ke arah bendungan vena sistemik, terutama jika sudah terjadi
insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising mid diastolik yang bersifat kasar, bising
menggerendang (rumble), aksentuasi presistolik dan mengerasnya bunyi jantung satu.Jika
terdengar bunyi tambahan opening snap berarti katup terbuka masih relatif lemas (pliable)
sehingga waktu terbuka mendadak saat diastolik menimbulkan bunyi menyentak (seperti tali
putus). Jarak bunyi jantung kedua dengan snap memberikan gambaran beratnya stenosis. Makin
pendek jarak ini berarti makin berat derajat penyempitan.
Komponen pulmonal bunyi jantung kedua dapat disertai bising sistolik karena adanya
hipertensi pulmonal.Jika sudah terjadi insufisiensi pulmonal, dapat terdengar bising diastolik
katup pulmonal. Penyakit penyerta bisa terjadi pada katup-katup lain, misalnya stenosis trikuspid
atau insufisiensi trikuspid. Bila perlu, untuk konfirmasi hasil auskultasi dapat dilakukan
pemeriksaan fonokardiografi yang dapat merekam bising tambahan yang sesuai. Pada fase
lanjutan, ketika sudah terjadi bendungan interstisial dan alveolar paru, akan terdengar ronki
basah atau mengi pada fase ekspirasi.
Jika hal ini berlanjut terus dan menyebabkan gagal jantung kanan, keluhan dan tanda-
tanda edema paru akan berkurang atau menghilang dan sebaliknya tanda-tanda bendungan
sistemik akan menonjol (peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, dan edema
tungkai). Pada fase ini biasanya tanda-tanda gagal hati akan mencolok, seperti ikterus,
menurunnya protein plasma, hiperpigmentasi kulit (fasies mitral), dan sebagainya.
Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus ringan, EKG mungkin hanya akan memperlihatkan gambaran P mitral berupa
takik (notching) gelombang P dengan gambaran QRS yang masih normal. Pada tahap lebih
lanjut, akan terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akan terlihat
gambaran rs atau RS pada hantaran prekordial kanan. Bila terjadi perputaran jantung karena
dilatasi/hipertrofi ventrikel kanan, gambaran EKG prekordial kanan dapat menyerupai
gambaran kompleks intrakaviter kanan atau infark dinding anterior (qR atau qr di V1). Pada
keadaan ini, biasanya sudah terjadi regurgitasi trikuspid yang berat karena hipertensi pulmonal
yang lanjut.EKG normal jika terjadi keseimbangan listrik karena stenosis katup aorta yang
menyertainya.Pada stenosis mitral reumatik, sering dijumpai adanya fibrilasi/flutter atrium.
Gambaran foto toraks dapat berupa pembesaran atrium kiri, pelebaran arteri pulmonal,
aorta yang relatif kecil (pada pasien dewasa dan fase lanjut), dan pembesaran ventrikel
kanan.Kadang-kadang terlihat perkapuran di daerah katup mitral atau perikardium.Pada paru-
paru, terlihat tanda-tanda bendungan vena.

Pemeriksaan ekokardiografi M-mode dan 2D-Doppler sangat penting dalam penegakkan
diagnosis.Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas, ditujukan untuk penentuan adanya
reaktivasi reuma.
Penatalaksanaan
Prinsip dasar penataksanaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang
menyempit.Tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk pasien kelas fungsional III (NYHA) ke
atas.Intervensi dapat bersifat bedah dan nonbedah.Pengobatan farmakologis hanya diberikan
apabila ada tanda-tanda gagal jantung, aritmia, ataupun reaktivasi reuma.Profilaksis reuma
harus diberikan sampai umur 25 tahun, walaupun sudah dilakukan intervensi.Bila sesudah umur
25 tahun masih terdapat tanda-tanda reaktivasi, maka profilaksis dilanjutkan 5 tahun
lagi.Pencegahan terhadap endokarditis infektif diberikan pada setiap tindakan operasi
misalnya pencabutan gigi, luka dan sebagainya.

4.3.2. Stenosis Aorta
Definisi
Stenosis dapat disebabkan kelainan kongenital seperti aorta bikuspid dengan lubang kecil
dan katup aorta unikuspid, yang biasanya menimbulkan gejala dini.Pada orang tua, penyakit
jantung reuma dan perkapuran merupakan penyebab tersering.

Etiologi
Stenosis Katup Aorta bisa timbul akibat bermacam-macam keadaan. Kelainan kongenital,
seperti katup aorta bikuspid dengan lubang yang kecil serta katup aorta unikuspid, biasanya
menimbulkan gejala-gajala dini. Kadang-kadang kelainan inibaru terlihat pada usia dewasa. Pada
orang lebih tua penyakit jantung rematik serta perkapuran merupakan penyebab tersering.

Patofisiologi
Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm
2
.Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan
perbe
daan
tekan
an
selar
na
sistol
ik
antara ventrikel kiri dan aorta.Peningkatan tekanan ventrikel kiri menghasilkan beban tekanan
yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang dicoba diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding
ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel).Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas
miokard menurun.Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat.Kontraksi atrium menambah
volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri.
Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus-menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri
dan menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran darah
koroner ke miokard yang hipertrofi.

Patofisiologi
Stenosis aorta menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta pada waktu sistolik
ventrikel. Dengan meningkatnya resistensi terhadap ejeksi ventrikel, maka beban tekanan
ventrikel kiri meningkat. Sebagai akibatnya ventrikel kiri menjadi hipertrofi agar dapat
menghasilkan tekanan yang lebih tinggi untuk mempertahankan perfusi perifer; hal ini
menyebabkan timbulnya selisih tekanan yang mencolok antara ventrikel kiri dan aorta. Hipertrofi
mengurangi daya regang dinding ventrikel, dan dinding relatif menjadi kaku. Jadi meskipun
curah jantung dan volume ventrikel dapat dipertahankan dalam batas-batas normal, tekanan akhir
diastolik ventrikel akan sedikit meningkat.
Ventrikel kiri mempunyai cadangan daya pompa yng cukup besar. Misalnya, ventrikel
kiri yang dalam keadaan normal menghasilkan tekanan sistolik sebesar 120 mmhg, dapat
meningkatkan tekanan itu menjadi 300 mmhg selama kontraksi ventrikel. Untuk
mengkompensasi dan mempertahankan curah jantung, ventrikel kiri tidak hanya memperbesar
tekanan tetapi juga memperpanjang waktu ejeksi. Oleh karena itu, meskipun terjadi penyempitan
progresif pada orifisium aorta yang menyebabkan peningkatan kerja ventrikel, efisiensi mekanis
jantung masih dapat dipertahankan dalam waktu lama. Namun, akhirnya kemampuan ventrikel
kiri untuk menyesuaikan diri terlampaui. Timbul gejala-gejala progresif yang mendahului titik
kritis dalam perjalanan stenosis aorta. Titik kritis pada stenosis aorta adalah bila lumen katup
aorta mengecil dari ukuran 3-4 cm
2
menjadi kurang dari 0,8 cm
2
. biasanya tidak terdapat
perbedaan tekanan pada kedua sisi ktup sampai ukuran lumen berkurang menjadi 50%.


Manifestasi Klinis
Gejala timbul setelah penyakit berjalan lanjut.angina pektoris merupakan gejala
tersering. Aterosklerosis koroner sering timbul pada pasien dewasa dengan stenosis aorta.
Iskemia miokard timbul pada pasien dewasa dengan stenosis koroner dan kebutuhan oksigen
ventrikel kiri lebih besar pada peningkatan massa otot ventrikel kiri pasien dewasa dengan
stenosis koroner dan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar pada peningkatan massa otot
ventrikel kiri. Pasokan oksigen menurun sampai tingkat subendokardial ventrikel kiri sebagai
akibat peningkatan tekanan dinding sistolik di daerah tersebut. Pasien yang mengalami gagal
jantung akan memperlihatkan gejala dispnea yang menonjol dan daya tahan hidup hanya
mungkin kira-kira 2 tahun.
Pemeriksaan fisik pada aorta stenosis yang berat menunjukkan penyempitan tekanan nadi
dan perlambatan lonjakan denyut arteri. Amplitudo yang berkurang dengan puncak nadi yang
terlambat ini disebut pulvus tardus et tardus. Impuls apeks tidak berpindah ke lateral, lamanya
impuls dapat memanjang.Getaran sistolik dapat dirasakan pada ruang interkostal ke-2 dekat
sternum dan dekat leher. Pada auskultasi murmur sistolik diamond shaped, bunyi A2 melemah
(intensitas penutupan katup aorta menurun), regurgitasi aorta melemah, danparadoxical splitting
bunyi kedua. Pada pasien muda, bunyi ejeksi sistolik terdengar paling jelas di apeks.Bising
sistolik terdengar lebih keras di apeks pada pasien-pasien lebih tua, biasanya menyebar ke
lateral. Sulit membedakan bising stenosis aorta dan bunyi bruit arteri karotis yang sering timbul
pada orang tua. Bising bisa tidak terdengar atau disalah artikan sebagai tidak penting pada pasien
dengan emfisema paru yang berat atau stenosis mitral.

Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks tahap awal normal, sedangkan pada tahap lebih lanjut jantung bisa
membesar.Terlihat pelebaran aorta pascastenosis, kalsifikasi katup aorta (paling jelas terlihat
pada posisi lateral), dan pembesaran ringan atrium kiri.

Pada EKG terdapat tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri, peningkatan voltase QRS, serta
vektor T terletak 180 dari QRS, dan gambaran kelainan atrium kiri.Dari ekokardiografi dapat
dibedakan stenosis aorta dari obstruksi aliran darah ventrikel kiri yang bukan akibat kelainan
katup.Pemeriksaan lanjut adalah dengan kateterisasi jantung dan pemeriksaan radionuklir.

Prognosis
Kematian tiba-tiba timbul pada 3-5% pasien tanpa gejala.Mekanisme timbulnya sinkop
juga merupakan penyebab kematian tiba-tiba dan biasanya berhubungan dengan aritmia.Rata-
rata angka kematian pada orang dewasa sekitar 9% pertahun.Bila keluhan mulai timbul, maka
insidens kematian meningkat sampai 15-20%.Jika disertai keluhan angina, hanya 5% yang
bertahan hidup dalam 10-20 tahun.Setelah sinkop, kemampuan bertahan hidup hanya 3-4 tahun,
sedangkan bila telah timbul gagal jantung kiri hanya dapat bertahan hidup sampai 2 tahun.

Penatalaksanaan
Profilaksis untuk mencegah endokarditis bakterialis.Gagal jantung diterapi dengan
digitalis dan diuretik.Pengobatan untuk menurunkan beban awal dan beban akhir harus dilakukan
secara hati-hati.Angina diterapi dengan nitrat. Pasien dengan gejala membutuhkan tindakan
operatif dan yang tanpa gejala membutuhkan penanganan dengan sangat hati-hati serta follow up
untuk menentukan kapan bedah harus dilakukan.

4.4. Regurgitasi
4.4.1 Regurgitasi Aorta
Adalah penyakit jantung dimana katup aorta melemah atau fungsinya terganggu, karena bentuk
yang rusak maupun karena peradangan. Keadaan ini menyebabkan darah dari aorta kembali ke
ventrikel kiri selama diastole atau relaksasi.

Etiologi
1. Demam reumatik
Rheumatic fever (demam rhematik) adalah suatu kondisi yang berakibat dari
infeksi oleh kelompok streptococcal bacteria yang tidak dirawat . Kerusakan pada
kelopak-kelopak klep dari demam rhematik menyebabkan pergolakan yang meningkat
diseluruh klep dan lebih banyak kerusakan. Penyempitan dari demam rhematik terjadi
dari peleburan dari tepi-tepi (commissures) dari kelopak-kelopak klep.
Dibawah keadaan-keadaan normal, klep aortic menutup untuk mencegah darah di
aorta dari mengalir balik ke ventricle kiri. Pada aortic regurgitation, klep yang sakit
mengizinkan kebocoran dari darah balik kedalam ventricle kiri ketika otot-otot ventricle
mengendur (relax) setelah memompa. Pasien-pasien ini juga mempunyai beberapa derajat
dari kerusakan rhematik pada klep mitral. Penyakit jantung rhematik adalah suatu
kejadian yang relatif tidak umum di Amerika, kecuali pada orang-orang yang telah
berimigrasi dari negara-negara kurang maju.
2. Kelainan bawaan (kongenital)
Kelainan bawaan yang dibawa bayi sejak lahir, misalnya kelainan katup yang
tidak bisa menutup secara sempurna saat dalam kandungan, menyebabkan aliran darah
dari ventrikel kiri tidak bisa mengalir secara sempurna.

3. Proses penuaan
Dengan penuaan, protein collagen dari kelopak-kelopak klep dihancurkan, dan
kalsium mengendap pada kelopak-kelopak. Pergolakan diseluruh klep-klep meningkatkan
penyebab luka parut, dan penebalan. Penyakit yang progresif yang menyebabkan
kalsifikasi aorta tidak ada sangkut pautnya dengan pilihan-pilihan gaya hidup yang sehat,
tidak seperti kalsium yang dapat mengendap pada arteri koroner untuk menyebabkan
serangan jantung.

Patofisiologi
Insufisiensi aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup
aorta, sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta dengan rapat selama
diastole dan akibatnya menyebabkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri .
Karena kebocoran katup aorta saat diastole, maka sebagian darah dalam aorta, yang
biasanya bertekanan tinggi, akan mengalir ventrikel kiri, sehingga ventrikel kiri harus
mengatasi keduanya, yaitu mengirim darah yang secara normal diterima dari atrium kiri
maupun darah yang kembali dari aorta. Ventrikel kiri kemudian melebar dan hipertrofi untuk
mengakomodasi peningkatan volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih
dari normal untuk memompa darah, menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Sistem
kardiovaskuler berusaha mengkompensasi melalui refleks dilatasi pembuluh darah dan arteri
perifer melemas, sehingga tahanan perifer menurun dan tekanan diastolik turun drastis .
Perubahan hemodinamik keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik.
Kerusakan akut timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri tidak
punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta. Peningkatan secara tiba-tiba
dari tekanan diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel .
Manifestasi Klinis
Biasanya pasien dating dengan keluhan palpitasi, nafsu makan berkurang, serta sesak saat
beraktifitas. Pada pemeriksaan fisik ditemukan denyut arteri karotis yang cepat dan perbedaan
tekanan darah yang besar.

Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram
EKG jarang normal pada regurgitasi aorta kronis dan sering menunjukkan perubahan
repolarisasi bermakna. Pada regurgitasi aorta akut EKG dapat normal. Terlihat gambaran
hipertropi ventrikel kiri, amplitude QRS meningkat, ST-T berbentuk tipe diastolic overload
artinya vector rata-rata menunjukkan ST yang besar dan dan gelombang T paralel dengan
vector rata-rata kompleks QRS. Gambar menunjukkan interval P-R memanjang.
2. Radiografi Thorax
Menunjukkan terjadinya pembesaran jantung progresif. Yaitu adanya pembesaran
ventrikel kiri, atrium kiri, serta dilatasi aorta. Bentuk dan ukuran jantung tidak berubah
pada insufisiensi akut tapi terlihat edema paru.
3. Eko Transtorasik (TTE)
Memperlihatkan bagian proximal pangkal aorta pada pencitraan.
4. Aortography.
5. Peningkatan cardiac iso enzim (cpk & ckmb)
6. Kateterisasi jantung
Ventrikel kiri tampak opag selama penyuntikan bahan kontras kedalam pangkal aorta.
7. Eko Transesofageal (TEE)
Memvisualisasikan seluruh aorta.
Tatalaksana
Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang tepat untuk
penggantian katup masih kontroversial. Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan
umur, kebutuhan, kontraindikasi untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Pembedahan
dianjurkan pada semua pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri tanpa memperhatikan ada atau
tidaknya gejala lain. Bila pasien mengalami gejala gagal jantung kongestif, harus diberikan
penatalaksanaan medis sampai dilakukannya pembedahan.
Diagnosis Banding
Ruptur Sinus Valsava
Regurgitasi Pulmonal
Komplikasi
Gagal jantung kongestif
Infeksi
Tromboembolisme
Hipertensi
Prognosis
70% pasien kronik dapat bertahan hingga 5 tahun, sedangkan 50% mampu bertahan 10
tahun sejak diagnosis ditegakkan.

4.4.2 Regurgitasi Mitral
Adalah keadaan dimana terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat
sistolik, akibat katup mitral tidak menutup secara sempurna. kelainan katup mitralis yang
disebabkan karena tidak dapat menutupnya katup dengan sempurna pada saat systole.
Etiologi
Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat dibagi atas reumatik
dan non reumatik(degenaratif, endokarditis, penyakit jantung koroner, penyakit jantung
bawaan, trauma dan sebagainya). Di negara berkembang seperti Indonesia, penyebab
terbanyak insufisiensi mitral adalah demam reumatik.
Patofisiologi
Stenosis mitral diawali dengan demam reumatik. Adapun demam reumatik merupakan
kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan streptokok beta hemolitik grup A. Reaksi
autoimun terhadap infeksi streptokok secara hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan
atau manifestasi demam reumatik, sebagai berikut:
(1) Streptokok grup A akan menyebabkan infeksi faring
(2) Antigen streptokok akan menyebabkan pembentukan antibody pada hospes yang
hiperimun
(3) antibody akan bereaksi dengan antigen streptokok, dan dengan jaringan hospes yang
secara antigenic sama seperti streptokokus (dengan kata lain antibody tidak dapat
membedakan antara antigen streptokok dengan antigen jaringan jantung)
(4) autoantibody tesebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan. Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada
lapisan jantung khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan daun
katup danj erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya daun katup
mitral menutup pada saat systole sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta
dan aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri,hal ini mengakibatkan penurunan curah
sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri,
peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium sehingga
terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah hal ini mengakibatkan
kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema
intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat
mengakibatkan gagal jantung kanan.
Gejala klinis
Regurgitasi katup mitral yang ringan bisa tidak menunjukkan gejala. Kelainannya bisa
dikenali hanya jika dokter melakukan pemeriksaan dengan stetoskop, dimana terdengar
murmur yang khas, yang disebabkan pengaliran kembali darah ke dalam atrium kiri ketika
ventrikel kanan berkontraksi. Secara bertahap, ventrikel kiri akan membesar untuk
meningkatkan kekuatan denyut jantung, karena ventrikel kiri harus memompa darah lebih
banyak untuk mengimbangi kebocoran balik ke atrium kiri. Ventrikel yang membesar dapat
menyebabkan palpitasi ( jantung berdebar keras), terutama jika penderita berbaring miring ke
kiri. Atrium kiri juga cenderung membesar untuk menampung darah tambahan yang mengalir
kembali dari ventrikel kiri. Atrium yang sangat membesar sering berdenyut sangat cepat
dalam pola yang kacau dan tidak teratur (fibrilasi atrium), yang menyebabkan berkurangnya
efisiensi pemompaan jantung. Pada keadaan ini atrium betul-betul hanya bergetar dan tidak
memompa
Berkurangnya aliran darah yang melalui atrium, memungkinkan terbentuknya bekuan darah.
Jika suatu bekuan darah terlepas, ia akan terpompa keluar dari jantung dan dapat menyumbat
arteri yang lebih kecil sehingga terjadi stroke atau kerusakan lainnya. Regurgitasi yang berat
akan menyebabkan berkurangnya aliran darah sehingga terjadi gagal jantung, yang akan
menyebabkan batuk, sesak nafas pada saat melakukan aktivitas dan pembengkakan tungkai
Pemeriksaan
Anamnesis
Pemeriksaan fisis:
Inspeksi : bentuk tubuh, pola pernapasan, emosi/perasaan
Palpasi : suhu dan kelembaban kulit, edema, denyut dan tekanan arteri
Perkusi : batas-batas organ jantung dengan sekitarnya.
Auskultasi :
1. Bising pansistolik yang bersifat meniup (blowing) di apeks, menjalar ke aksila dan
mengeras pada ekspirasi
2. Bunyi jantung I lemah karena katuo tidak menutup sempurna
3. Bunyi jantung III yang jelas karena pengisian yang cepat dari atrium ke ventrikel pada
saat distol.
Pemeriksaan penunjang :
Elektrokardiogram :
1. Menilai derajat insufisiensi, lamanya, ada/tidaknya penyakit penyerta
2. Gambaran P mitral dengan aksis dan kompleks QRS yang normal
3. Aksis yang bergeser ke kiri dan adanya hipertrofi ventrikel kiri
4. Ekstra sistol atrium
Foto Toraks :
a. Ukuran jantung biasanya normal
b. Pada kasus yang berat dapat terlihat pembesaran jantung
c. Bendungan paru
d. Perkapuran pada anulus mitral
e. Fonokardiogram : menilai gerakan katup, ketebalan dan perkapuran serta menilai
derajat regurgitasi insufisiensi mitral
f. Laboratorium : mengetahui ada/tidaknya reuma aktif/reaktivasi.
Terapi medikamentosa
1. Digoxin
Digoxin amat berguna terhadap penanganan fibrilasi atrium. Ia adalah kelompok obat
digitalis yang bersifat inotropik positif. Ia meningkatkan kekuatan denyut jantung dan
menjadikan denytan jantung kuat dan sekata.
2. Antikoagulan oral
Antikoagulan di berikan kepada pasien untuk mengelakkan terjadinya pembekuan darah
yang bisa menyebabkan emboli sistemik. Emboli bisa terjadi akibat regurgitasi dan
turbulensi aliran darah.
3. Antibiotik profilaksis
Administrasi antibiotic dilakukan untuk mengelakkan infeksi bacteria yang bisa
menyebabkan endokarditis.
Terapi surgical
Dalam kasus insufisiensi mitralis kronik, terapi surgical adalah penting untuk
memastikan survival pasien. Untuk itu katu prostetik digunakan untuk menggantikan katup
yang rosak.
Diagnosis Banding
Miksoma Atrium kiri
Konstriktif perikarditis
Stenosis tricuspid

Komplikasi
Hipertensi arteri pulmonalis
Hipertensi ventrikel kanan
Gagal jantung kanan
Prognosis
Prognosis untuk penderita insufisiensi mitral adalah tergantung pada pnyebab berlakunya
masalah ini. Dalam kasus yang disebabkan oleh panyakit arteri koronari, prognosisnya agak
jelek jika dibanding dengan yang disebabkan oleh perubahan myxomatous. Manakala yang
disebabkan oleh demam reumatik prognosisnya sederhana lantaran kebanyakan dari kasus ini
akan berulang.
4.7. Hipertensi Pulmonal
Definisi
Ventricle kanan memompa darah yang kembali dari tubuh kedalam arteri-arteri
pulmonary ke paru-paru untuk menerima oksigen. Tekanan pada arteri-arteri paru
(pulmonary arteries) adalah normalnya secara signifikan lebih rendah daripada tekanan-
tekanan pada sirkulasi sistemik. Jika tekanan pada sirkulasi pulmonary menjadi tingginya
abnormal, itu dirujuk sebagai pulmonary hypertension, pulmonary artery hypertension,
atau PAH.
Pulmonary hypertension umumnya berakibat dari penyempitan, atau pengerasan,
dari arteri-arteri pulmonary yang memasok darah ke paru-paru. Secara konsekwen, jantung
menjadi lebih sulit untuk memompa darah maju melalui paru-paru. Tekanan ini pada
jantung menjurus pada pembesaran dari jantung kanan dan akhirnya cairan dapat
menumpuk di hati dan jaringan-jaringan lain, seperti pada tungkai-tungkai (legs).
Penyebab Pulmonary Hypertension
Pulmonary hypertension dapat disebabkan oloeh penyakit-penyakit dari jantung dan paru-
paru, seperti:
chronic obstructive pulmonary disease (COPD),
emphysema,
kegaglan dari ventricle jantung kiri,
pulmonary embolism yang berulang (gumpalan-gumpalan darah yang berjalan
dari tungkai-tungkai atau vena-vena pelvis yang menghalangi arteri-arteri
pulmonary atau chronic thromboembolic pulmonary hypertension), atau
penyakit-penyakit yang mendasarinya seperti scleroderma.
Kondisi-kondisi lain yang mungkin menyebabkan pulmonary hypertension termasuk:
dermatomyositis,
systemic lupus erythematosus,
sarcoidosis,
human immunodeficiency virus (HIV), dan
penyakit hati yang telah lanjut (porto-pulmonary hypertension).
Pulmonary hypertension dapat juga disebabkan oleh tingkat-tingkat oksigen darah yang
kronis rendah seperti pada beberapa pasien-pasien dengan sleep apnea atau penyakit paru
kronis.
Sekali lagi, pulmonary hypertension yang disebabkan oleh penyakit-penyakit lain ini
dapat juga dirujuk sebagai pulmonary hypertension sekunder.
Ketika pulmonary hypertension terjadi tanpa penyakit jantung dan paru yang
mendasarinya atau penyakit-penyakit lain, ia disebut pulmonary hypertension primer.
Pulmonary hypertension primer lebih umum pada orang-orang yang lebih muda dan lebih
banyak pada wanita-wanita daripada pada laki-laki.
Baru-baru ini kondisi ini telah jarang dilaporkan dengan penggunaan obat-obat
anti-obesitas seperti dexfenfluramine (Redux) dan Fen/Phen. Obat-obat ini telah
dikeluarkan dari pasar. Beberapa obat-obat jalanan seperti, cocaine dan
methamphetamines dapat menyebabkan pulmonary hypertension yang parah.
Klasifikasi Status Fungsional WHO Pasien Hipertensi Pulmonal
Kelas I : Pasien dengan hipertensi pulmonal tanpa keterbatasan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
Kelas II : Pasien dengan hipertensi pulmonal, dengan sedikit keterbatasan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
Kelas III : Pasien dengan hipertensi pulmonal yang bila melakukan aktivitas ringan
akan merasakan sesak dan rasa lelah yang hilang bila istirahat
Kelas IV : Pasien dengan hipertensi pulmonal yang tidak mampu melakukan
aktifitas apapun (aktivitas ringan akan merasa sesak), dengan tanda dan gejala gagal
jantung kanan.
Pemeriksaan Penunjang
Tes-tes lain yang tesedia untuk mendiagnosa pulmonary hypertension termasuk
electrocardiogram (ECG), x-ray dada, dan echocardiogram. ECG mungkin menunjukan
beberapa kelainan-kelainan yang mungkin menyarankan gagal jantung kanan. X-ray dada
mungkin juga menunjukan pembesaran dari kamar-kamar dari jantung kanan. Dan
echocardiogram (ultrasound dari jantung) menunjukan gambar-gamba ultrasound dari
jantung dan dapat mendeteksi bukti dari gagal jantung kanan dan tekanan-tekanan pada
arteri pulmonary dapat diperkirakan. Tes-tes ini, pada setting klinik yang benar, adalah
sangat bermanfaat dalam mendiagnosa pulmonary hypertension.
Tes-tes lain mungkin bermanfaat dalam mengevaluasi kondisi-kondisi yang
menjurus pada pulmonary hypertension sekunder. Contohnya, ventilation-perfusion
scan (V/Q scan) dapat mendeteksi gumpalan-gumpalan darah pada arteri-arteri
pulmonary yang menyarankan chronic thromboembolic pulmonary hypertension. Tes
fungsi pulmonary dapat bermanfaat dalam mendiagnosa chronic obstructive pulmonary
disease (COPD).
Tatalaksana
Kebanyakan kasus HP sulit untuk diterapi dan sulit kembali seperti normal,
walaupun penyebabnya dapat dieliminasi. Satu-satunya jalan adalah melakukan
pencegahan dan eliminasi penyebab sedini mungkin. Sekali PVOD terjadi tidak dapat
diharapkan terjadi perbaikan. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan adalah
mengeliminasi penyebab, seperti tindakan pembedahan yang tepat waktu terhadap PJB
dengan pirau kiri ke kanan yang besar (DSV , DAP, DSA V), tonsilektomi dan
adenoektomi jika penyebab HP adalah sumbatan jalan napas bagian atas serta pengobatan
penyakit yang mendasari seperti asma.
Tindakan yang dapat dilakukan seperti menghindari
latihan fisik yang terlalu berat dan bepergian ke daerah tinggi. Berpergian dengan
pesawat udara diperbolehkan. Suple-mentasi oksigen diberikan jika diperlukan, diuretika
untuk mengurangi udem paru.
Gagal jantung kronis diterapi dengann pemberian digoksin dan diuretika. Digoksin dapat
me-ningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan melawan pe-ningkatan afterloadserta
berguna untuk memperbaiki disfungsi ventrikel kiri, namun penggunaan digoksin untuk
gagal jantung kanan masih kontroversi.
Digoksin memberikan hasil yang baik jika terjadi gagal jantung kiri yang menyertai HP .
Digoksin juga bermanfaat jika HP disertai atrial fibrilasi.
Pengobatan untuk menurunkan resistensi pulmonal secara aktif berupa perbaikan
oksigenasi dengan dukungan intubasi dan ventilasi. Hiperventilasi akan menginduksi al-
kalosis respiratorik dan menimbulkan vasodilatasi pulmoner .Oksigen aliran rendah (low
flow) dapat mengurangi tekanan dalam arteri pulmonalis pada penderita HP akibat penyakit
paru namun tidak banyak bermanfaat pada HP primer. Anak dengan gagal jantung kanan
berat sebaiknya diberikan oksigen secara kontinyu.
Pemberian oksigen pada sindrom Eisenmenger saat tidur dapat mengurangi
polisitemia. Obat inotropik seperti digoksin dan dopamin dapat membantu menurunkan
tekanan dalam arteri pulmonalis, namun buktitentang manfaat digitalis masih diragukan
mengingat sedikit bukti ilmiah yang mendukung penggunaannya serta bahaya peningkatan
efek toksik digitalis pada penderita hipoksemia. Penggunaan diuretika harus hati-hati
terhadap bahaya hipokalemia dan dapat mengurangi CO serta mengurangi efek obat lain
seperti vasodilator. Pemantauan serum elektrolit sangat penting pada penggunaan diuretika.
Penggunaan vasodilator didasari adanya vasokonstriksi pulmonal dalam berbagai
tingkatan. Tujuan utama peng-gunaan vasodilator adalah mengurangi resistensi arteri
pulmonalis dan meningkatkan CO tanpa menyebabkan hipotensi sistemik yang simtomatik.
Konsep ini didasari gambaran patologis berupa hipertrofi otot polos arteri pul-monalis serta
berdasarkan teori yang menyatakan vaso-konstriksi mengakibatkan obstruksi aliran darah.
Vasodila-tor juga mengurangi overloadpada ventrikel kanan sehingga dapat meningkatkan
CO ventrikel kanan.
Calcium-channel-blocker (nifedipine/diltiazem) sebaik-nya diberikan pada penderita
yang berespon dengan test vasodilator (NO/prostasiklin). Jika memungkinkan respon
terhadap vasodilator ditentukan dengan melakukan kate-terisasi. Penelitian RCT
membuktikan obat ini memperpanjang harapan hidup penderita. Penggunaan calcium-
channel-blockerharus berhati-hati karena menyebabkan penurunan CO.
Prognosis
Pada kasus serial dengan 35 pasien yang terdiagnosis HP tahun 1965 di Amerika
Serikat, tidak ada yang melewati usia 7 tahun dan 22 meninggal sebelum menginjak usia 1
tahun. T ahun-tahun berikutnya prognosis HPmasih buruk. Berdasarkan data Primary
Pulmonary Hypertension Na-tional Institutes of Health Registrytahun 1991, median sur-
vivalanak yang menderita HP kurang dari satu tahun.

You might also like