You are on page 1of 31

ULKUS DIABETIKUM

Pembimbing :
dr. Bajuadji Sp.B MARS

Disusun Oleh :
Ronld Tejoprayitno 030.09.213



KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 30 SEPTEMBER 2013 - 7 DESEMBER 2013
ILUSTRASI KASUS I
Identitas
Nama : Ny. Rum
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
MRS : 26 September 2013
Keluhan Utama :
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dan luka pada lengan kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan luka dan nyeri pada lengan kiri. Sebelum ke
RS pasien sempat memeriksa gula darah sewaktu di klinik dengan hasil 350. Terdapat luka pada
lengan kiri akibat pasien menggaruk lengan kiri karena gatal akibat gigitan nyamuk tetapi luka
tersebut tidak sembuh. Pasien mengaku sering banyak makan, banyak minum, dan banyak BAK.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien terdiagnosa Diabetes Mellitus sejak 1 bulan yang lalu. Pasien menyangkal adanya sakit
Jantung dan hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang mengidap Diabetes Mellitus, Penyakit Jantung, maupun
Hipertensi
Pemeriksaan Fisik :
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80
Respirasi : 20
Suhu : 36,5
Status Generalis :
Kepala : Tidak tampak jejas, peradangan, dan pembengkakan
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Leher : KGB tidak teraba, Tiroid tidak teraba membesar, JVP normal
Thorax :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak ada daerah yang
tertinggal. Retraksi Sela Iga (-)
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris, Vocal Fremitus sama keras
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara Nafas Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). S1,S2 reguler, Gallop (-),
Murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, Smiling umbilicus (-)
Auskultasi : Bising Usus (+)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Akral Hangat : +/+
+/+
Edema : -/-
-/-
Status Lokalis Antebrachii Sinistra
Inspeksi : Kemerahan di sekitar luka, bengkak (-), tertutup perban, rembesan (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (+), Suhu teraba sama dengan lengan kanan


Pemeriksaan Penunjang
Lab :
Hb : 13,3
Leukosit : 9.900
HT: 40
Trombosit : 295.000
Diff. Count : 0/3/0/55/37/4
LED : 13,7
Kreatinin : 0,8
Ureum : 38
GDS : 203
Na : 134
K : 4,22
Cl : 98
APTT : 35,3
PT : 9,8
SGOT : 24
SGPT : 16
Diagnosa : Ulkus Diabetikum Antebrachii Sinistra
Penatalaksanaan : IVFD RL 20 tpm, Hypobac 3x100 mg, Ketorolac 3x30 mg, Metronidazol
3x500 mg, Ganti Perban 1x/hari dengan madu
ILUSTRASI KASUS II
Identitas
Nama : Ny. Siti Haeriyah
Usia : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
MRS : 28 September 2013
Keluhan Utama :
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan luka pada kaki kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan luka pada kaki kanan. Awal mula muncul
gelembung di telapak kaki pada saat bulan Agustus, kemudian lama kelamaan timbul luka yang
sulit sembuh. Selama sakit pasien juga sering mengeluh pusing, demam, dan lemas
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku memiliki penyakit Diabetes Mellitus. Pasien menyangkal adanya sakit Jantung
dan hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien ada yang mengidap Diabetes Mellitus dan Hipertensi.
Pemeriksaan Fisik :
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80
Respirasi : 17
Suhu : 36,6
Status Generalis :
Kepala : Tidak tampak jejas, peradangan, dan pembengkakan
Mata : Conjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-)
Leher : KGB tidak teraba, Tiroid tidak teraba membesar, JVP normal
Thorax :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak ada daerah yang
tertinggal. Retraksi Sela Iga (-)
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris, Vocal Fremitus sama keras
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara Nafas Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). S1,S2 reguler, Gallop (-),
Murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, Smiling umbilicus (-)
Auskultasi : Bising Usus (+)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Akral Hangat : +/+
+/+
Edema : -/-
-/-
Status Lokalis Pedis Dextra
Inspeksi : Tidak tampak kemerahan di sekitar luka, bengkak (-), tertutup perban, rembesan (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (+), Suhu teraba sama dengan kaki kiri

Pemeriksaan Penunjang
Lab :
Hb : 9,9
Leukosit : 6.900
HT: 29
Trombosit : 463.000
Diff. Count : 0/3/0/55/37/4
LED : 42
Kreatinin : 0,9
Ureum : 27
GDS : 343
Na : 129
K : 2,75
Cl : 91
Albumin : 1,74
Globulin : 3,35
Protein Total : 5,09
Diagnosa : Ulkus Diabetikum Pedis Dextra
Penatalaksanaan : IVFD RL 20 tpm, Diet DM, Anbacym 2x1, Ketopain 2x1 mg, Ranitidin 2x1,
Sankorbin 3x1,t Metronidazol 3x500 mg, Ganti Perban 1x/hari dengan madu
ILUSTRASI KASUS III
Identitas
Nama : Tn. Djakpar
Usia : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
MRS : 2 Oktober 2013
Keluhan Utama :
Pasien datang ke rumah sakit dengan luka kaki kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan luka kaki kanan. Luka di telapak kaki kanan
sejak 2 bulan lalu tetapi tidak sembuh. Pasien mengaku tidak sadar mengapa terjadi luka
tersebut. Sejak 2 bulan lalu pasien juga sering demam. Pada awalnya luka hanya di telapak kaki,
kemudian menyebar ke punggung kaki dan akhirnya terjadi perubahan warna jari kedua dan
ketiga menjadi hitam. Pasien sudah pernah dirawat sebelumnya di RS dan dilakukan amputasi
jari kedua dan ketiga kaki kanan. Sekarang jempol pasien sudah berubah warna menjadi hitam.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien terdiagnosa Diabetes Mellitus sejak 10 tahun yang lalu. Pasien juga pernah terserang
Stroke dan katarak. Pasien menyangkal adanya sakit Jantung dan hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien ada yang mengidap Diabetes Mellitus dan hipertensi.
Pemeriksaan Fisik :
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84
Respirasi : 20
Suhu : 36,7
Status Generalis :
Kepala : Tidak tampak jejas, peradangan, dan pembengkakan
Mata : Conjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-)
Leher : KGB tidak teraba, Tiroid tidak teraba membesar, JVP normal
Thorax :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak ada daerah yang
tertinggal. Retraksi Sela Iga (-)
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris, Vocal Fremitus sama keras
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara Nafas Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). S1,S2 reguler, Gallop (-),
Murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, Smiling umbilicus (-)
Auskultasi : Bising Usus (+)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Akral Hangat : +/+
+/+
Edema : -/-
-/-
Status Lokalis Pedis Dextra
Inspeksi : Tampak jaringan nekrotik di digiti I, Jari kedua dan ketiga sudah diamputasi.
Kemerahan di ankle, bengkak (-), tertutup perban, rembesan (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (+), Suhu teraba sama dengan kaki kiri

Pemeriksaan Penunjang
Lab :
Hb : 9,1
Leukosit : 8.700
HT: 27
Trombosit : 277.000
Kreatinin : 1,4
Ureum : 34
GDS : 254
Na : 134
K : 4,09
Cl : 98
Diagnosa : Ulkus Diabetikum Pedis Dextra
Penatalaksanaan : IVFD RL 20 tpm, Hypobac 3x100 mg, Ketorolac 3x30 mg, Metronidazol
3x500 mg, Ganti Perban 1x/hari dengan madu
ILUSTRASI KASUS IV
Identitas
Nama : Tn Asan
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
MRS : 3 Oktober 2013
Keluhan Utama :
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dan luka pada kaki kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan luka dan nyeri pada kaki kiri sejak seminggu
lalu. Luka tersebut akibat memakai sepatu boot tetapi awalnya tidak terasa. Pasien baru sadar
luka setelah mengeluarkan darah. Awalnya luka tersebut kemerahan, bengkak, dan nyeri. Pasien
juga mengaku banyak makan, banyak minum, dan banyak kencing. Kaki juga sering kesemutan
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menderita penyakit Diabetes Mellitus. Pasien menyangkal adanya sakit Jantung dan
hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang mengidap Diabetes Mellitus, Penyakit Jantung, maupun
Hipertensi
Pemeriksaan Fisik :
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88
Respirasi : 20
Suhu : 36,5
Status Generalis :
Kepala : Tidak tampak jejas, peradangan, dan pembengkakan
Mata : Conjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-)
Leher : KGB tidak teraba, Tiroid tidak teraba membesar, JVP normal
Thorax :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak ada daerah yang
tertinggal. Retraksi Sela Iga (-)
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris, Vocal Fremitus sama keras
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara Nafas Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). S1,S2 reguler, Gallop (-),
Murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, Smiling umbilicus (-)
Auskultasi : Bising Usus (+)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Akral Hangat : +/+
+/+
Edema : -/-
-/-
Status Lokalis Pedis Sinistra
Inspeksi : Kemerahan di sekitar luka, bengkak (+), tertutup perban, rembesan (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (+), Suhu teraba lenih hangat dibanding dengan kaki kanan

Pemeriksaan Penunjang
Lab :
Hb : 9,9
Leukosit : 8.600
HT: 31
Trombosit : 371.000
Diff. Count : 0/5/0/65/25/5
LED : 15
Kreatinin : 0,8
Ureum : 28
GDS : 216
Na : 142
K : 3,7
Cl : 107
Diagnosa : Ulkus Diabetikum Pedis Sinistra
Penatalaksanaan : IVFD RL 20 tpm, Diet DM, Anbacym 2x1, Ketopain 2x1, Sankorbin 3x1,
Ranitidin, 1x1 Metronidazol 3x500 mg, Ganti Perban 1x/hari dengan madu













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia akibat defek pada :
1. kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di
jaringan perifer (otot dan lemak)
2. sekresi insulin oleh sel beta pankreas
3. atau keduanya
Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
disebabkan oleh destruksi sel pulau Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin
(DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel dan resistensi insulin (Arif Mansjoer, 2001).
Diagnosis
Cara yang umum dipakai untuk mendiagnosis penyakit diabetes didasarkan pada berbagai tes
kimiawi terhadap urin dan darah :
1) Glukosa urin.
Pada umumnya jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urin orang normal sukar
dihitung, sedangkan pada kasus diabetes, glukosa yang dilepaskan jumlahnya dapat
sedikit sampai banyak sekali, sesuai dengan berat penyakitnya dan asupan
karbohidratnya.
2) Kadar glukosa darah puasa.
Kadar glukosa darah puasa sewaktu pagi hari, normalnya adalah 80 sampai 90 mg/dl, dan
110 mg/dl dipertimbangkan sebagai batas atas kadar normal. Kadar gula darah puasa di
atas nilai ini, seringkali menunjukkan adanya penyakit diabetes mellitus, atau yang
kurang umum, mungkin diabetes hipofisis atau diabetes adrenal.
3) Uji toleransi glukosa.
Bila orang normal yang puasa memakan 1 gram glukosa per kilogram berat badan, maka
kadar glukosa darahnya akan meningkat dari kadar kira kira 90 mg/dl menjadi 120
sampai 140 mg/dl dan dalam waktu kira kira dua jam kadar ini akan menurun lagi
kembali ke nilai normalnya.
Pada penderita diabetes, konsentrasi glukosa darah puasa hampir selalu diatas 110 mg/dl
dan sering diatas 140 mg/dl.
4) Pernapasan aseton.
Sejumlah kecil asam aseto asetat, yang sangat meningkat pada penderita diabetes yang
berat, dapat diubah menjadi aseton. Aseton bersifat mudah menguap dan dikeluarkan
dalam udara ekspirasi. Juga, asam keto dapat ditemukan dalam urin melalui cara kimia,
dan jumlah asam keto ini dipakai untuk menentukan tingkat penyakit diabetes.

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) :







(
Dari anamnesis didapatkan :
1. Keluhan khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
Bukan DM Belum
pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
plasma vena < 110 110 199 200
darah kapiler < 90 90 - 199 200
Kadar glukosa darah puasa
plasma vena < 110 110 125 126
darah kapiler < 90 90 - 109 110
2. Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria,
pruritus vulva pada wanita.

Klasifikasi
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI ( Perkumpulan Endokrinologi Indonesia )
adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM menurut American Diabetes Association
(ADA) 1997, sbg berikut :
1. Diabetes Melitus tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut) :
Autoimun
Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
2. Diabetes Melitus tipe 2 (bervariasi mulai dari yang terutama dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin)
3. Diabetes Melitus tipe lain :
A. Defek genetik fungsi sel beta :
a. Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
b. DNA mitokondria
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit endokrin pankreas :
a. Pankreatitis
b. Tumor pankreas /pankreatektomi
c. Pankreatopati fibrokalkulus
D. Endokrinopati :
a. Akromegali
b. Sindrom Cushing
c. Feokromositoma
d. Hipertiroidisme
E. Karena obat/zat kimia :
a. Vacor, pentamidin, asam nikotinat
b. Glukokortikoid, hormon tiroid
c. Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
F. Infeksi :
Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
G. Sebab imunologi yang jarang :
Antibodi anti insulin
H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :
Sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.
4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

Komplikasi
Komplikasi diabetes terjadi akibat gangguan metabolik akut (hipoglikemia atau hiperglikemia)
atau pada tahap lanjut, akibat kerusakan mikrovaskular dan makrovaskular, dimana risikonya
tergantung pada kontrol terhadap kadar glukosa dan faktor risiko vaskular konvensional.
Komplikasi Mikrovaskular pada Diabetes
Penyakit pembuluh darah kecil merupakan tanda utama diabetes mellitus dan membutuhkan
waktu 10 tahun atau lebih untuk dapat terjadi.
a. Penyakit mata (retinopati)
Satu dari antara tiga orang dengan diabetes mengalami penyakit mata dan 5% mengalami
kebutaan pada umur 30 tahun. Retinopati terjadi akibat penebalan membran basal kapiler,
yang menyebabkan pembuluh darah mudah bocor (perdarahan dan eksudat padat),
pembuluh darah tertutup (iskemia retina dan pembuluh darah baru), dan edema makula.
Katarak pada pasien diabetes mellitus terjadinya lebih dini dibanding pada populasi
normal. Katarak terjadi 10 15 tahun lebih cepat pada penderita diabetes.
b. Nefropati diabetic
Keadaan ini terjadi 15 25 tahun setelah diagnosis pada 35 45% pasien dengan
diabetes tipe 1 dan kurang dari 20% pasien dengan diabetes tipe 2. Pasien dengan
nefropati diabetik dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas,
mual, pucat, sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan. Nefropati diabetik
melibatkan dua pola patologik yang berbeda yang dapat berada bersama sama atau
tidak : difus dan noduler. Difus yang lebih sering, terdiri atas pelebaran membrana basalis
glomerulus bersama penebalan mesangial menyeluruh. Pada bentuk noduler,
penumpukan banyak bahan PAS-positif diendapkan pada perifer berkas glomerulus,
disebut lesi Kimmelstiel-Wilson.
c. Neuropati diabetic.
Neuropati diabetik dapat mempengaruhi setiap bagian sistem saraf, kecuali otak.
Gambaran yang paling lazim adalah polineuropati perifer. Biasanya bilateral, gejala
meliputi mati rasa, kesemutan, hiperestesi berat, dan nyeri. Mononeuropati, meskipun
lebih jarang disbanding polineuropati juga dapat terjadi. Khas, terdapat wrist drop, foot
drop, atau paralisis nervus kranialis ke-3, ke-4, atau ke-6. Mononeuropati khas ditandai
oleh reversibilitas spontan yang tinggi, biasanya selama beberapa minggu. Radikulopati
adalah sindroma sensori dengan nyeri timbul sepanjang distribusi satu atau lebih nervus
spinalis, biasanya pada dinding dada dan perut. Neuropati autonomik dapat muncul
dengan berbagai cara. Saluran cerna merupakan target utama, dan mungkin terdapat
disfungsi esofagusdengan kesulitan menelan, penundaan pengosongan lambung,
konstipasi, atau diare.
Komplikasi Makrovaskular pada Diabetes
Masalah khusus pada pasien diabetik adalah berkembangnya ulkus pada kaki dan tungkai bawah.
Ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan abnormal sekunder karena neuropati diabetik.
Penyakit vaskular dengan penurunan suplai darah berperan dalam pembentukan lesi ini, dan
infeksi umum terjadi, sering oleh banyak organisme.
Di Amerika Serikat sebagai suatu negara yang maju, ternyata kaki diabetik masih cukup banyak
ditemukan yaitu sekitar 25,0% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit. Penelitian
klinik dari beberapa sentra di Indonesia melaporkan prevalensi kaki diabetik berkisar antara
17,3% sampai 32,9% dari seluruh penderita diabetes melitus yang dirawat di rumah sakit.
Pasien diabetes mellitus dengan kelainan makrovaskular dapat memberikan gambaran kelainan
pada tungkai bawah, baik berupa ulkus maupun gangren diabetik. Pada pasien tersebut bila
dilakukan perabaan arteri mungkin akan teraba denyut yang berkurang sampai menghilang.
Perabaan arteri perlu dilakukan pada setiap pasien diabetes mellitus, paling sedikit pada arteri
dorsalis pedis, tibialis posterior, dan popliteal.
Kelainan kaki pada diabetes dapat disebabkan oleh infeksi/ septik, neuropati, iskemik atau
kombinasi antara ketiganya. Membedakan ke-empat penyebab tersebut perlu dilakukan untuk
menyesuaikan dengan langkah pengobatan yang akan diambil.
Iskemi dan neuropati merupakan faktor utama yang memegang peranan terjadinya ulkus pada
kaki penderita diabetes. Setiap terjadinya ulkus pada kaki akan mudah diikuti oleh infeksi,
sehingga dapatlah dikatakan bahwa sangat jarang kaki diabetik tanpa disertai infeksi. Biakan
kuman dari nanah kaki diabetik sering memperlihatkan pertumbuhan kuman yang lebih dari satu,
hal mana lebih mempersulit pemilihan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman yang tumbuh.
Faktor risiko ulkus diabetika adalah lama DM 10 tahun, kadar kolesterol 200 mg/dl, kadar
HDL 45 mg/dl, ketidakpatuhan diet DM, kurangnya latihan fisik, perawatan kaki tidak teratur
dan penggunaan alas kaki tidak tepat dengan memberikan sumbangan terhadap ulkus diabetika
sebesar 99,9 %.








ULKUS DIABETIKUM
DEFINISI
Ulkus diabetikum adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi
kronik yang paling sering pada penderita diabetes mellitus.
PATOFISIOLOGI
Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi
darah. Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti
sirkulasi darah yang buruk dan neuropati. Dasar terjadinya kaki diabetik adalah adanya suatu
kelainan pada saraf, kelainan pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Dari ketiga hal
tersebut, yang paling berperan adalah kelainan pada saraf, sedangkan kelainan pembuluh darah
lebih berperan nyata pada penyembuhan luka sehingga menentukan nasib kaki. Penjelasan
lainnya adalah neuropati dan angiopati sebagai faktor endogen, sedangkan tarauma dan infeksi
sebagai faktor eksogen.
Dalam penjelasannya, penyakit diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui
kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh yang disebut angiopati diabetik. Angiopati
diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor risiko yang lain.
Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan
hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak
yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis),
akibatnya terjadi gangguan peredaran pembuluh darah besar (makroangiopati) dan kecil
(mikroangiopati).
Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan patologi pada
pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima hiperplasia membran basalis
arteria, oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit,
sehingga menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi).

Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal sehingga fungsi
khemotoksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel
menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar untuk dimusnahkan oleh
sistem plagositosis-bakterisid intraseluler. Hal tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja
kekakuan arteri, namun juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal. Menurut
kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit,
akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat,
dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya
terjadi gangguan sirkulasi.
Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan
penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Tanda-tanda dan gejala-
gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai meliputi klaudikasi, nyeri yang terjadi pada
telapak atau kaki depan pada saat istirahat atau di malam hari, tidak ada denyut popliteal atau
denyut tibial superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada
rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena ketika
tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat. Sirkulasi yang buruk ikut berperan
terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai
ke kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh.
Keadaan kelainan saraf dapat mengenai saraf sensorik, saraf motorik, dan saraf otonom.
Pada gangguan pembuluh darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba terasa dingin, jika ada luka
sukar sembuh karena aliran darah ke bagian tersebut sudah berkurang. Pemeriksaan nadi pada
kaki sukar diraba, kulit tampak pucat atau kebiru-biruan, kemudian pada akhirnya dapat menjadi
gangren/jaringan busuk, kemudian terinfeksi dan kuman tumbuh subur, hal ini akan
membahayakan pasien karena infeksi bisa menjalar ke seluruh tubuh (sepsis).
Pada gangguan pembuluh saraf disebut neuropati biabetik. Neuropati diabetik ini berupa
gangguan motorik, sensorik, dan autonom yang masing-masing memegang peranan pada
terjadinya luka kaki.


1. Gannguan sensoris dimana terasa baal, kurang berasa, sampai mati rasa sekalipun tertusuk
jarum/paku atau terkena benda panaas. Cedera yang tanpa disadari bisa menimbulkan kalus
yang dapat berubah menjadi ulkus yang bila disertai dengan infeksi berkembang menjadi
selulitis dan berakhir dengan gangren. Gangren diabetik merupakan dampak jangka lama
arteriosclerosis dan emboli trombus kecil. Angiopati diabetik hampir selalu juga
mengakibatkan neuropati perifer. Kalau sudah gangren, kaki harus dipotong di atas bagian
yang membusuk tersebut.
2. Gangguan motorik dimana timbul kelemahan otot, kram otot, mudah pengecilan (atrofi) otot
interosseus pada kaki. Akibat lanjut dari keadaan ini terjadi ketidakseimbangan otot kaki,
terjadi perubahan bentuk (deformitas) pada kaki seperti jari menekuk (cock up toes),
bergesernya sendi (luksasi) pada sendi kaki depan (metatarsofalangeal) dan terjadi penipisan
bantalan lemak di bawah daerah pangkal jari kaki (kaput metatarsal). Hal ini menyebabkan
adanya perluasan daerah yang mengalami penekanan, terutama di bawah kaput metatarsal.
Paralisis otot kaki menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan di sendi kaki,
perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan baru pada telapak kaki sehingga
terjadi kalus pada tempat itu.
3. Gangguan saraf autonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit kering dan
mudah mengalami luka yang sukar sembuh. Infeksi dan luka ini sukar sembuh dan mudah
mengalami nekrosis akibat dari tiga faktor. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang
menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik sehingga mekanisme radang jadi tidak
efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri
patogen. Faktor ketiga terbukanya pintas arteri-vena di subkutis, aliran nutrien akan
memintas tempat infeksi di kulit.
Infeksi sendiri sangat jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya kaki diabetik. Infeksi
lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati.
Dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan
suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob.


DERAJAT
Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomik:
1. 50% ulkus pada ibu jari
2. 30% pada ujung plantar metatarsal
3. 10 15% pada dorsum kaki
4. 5 10% pada pergelangan kaki
5. Lebih dari 10% adalah ulkus multipel

Kaki Diabetik Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi:
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan kalus claw
2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

Berdasarkan pembagian Wagner, maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan
sebagai berikut :
1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
2. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
3. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan tindakan bedah mayor seperti
amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut.

Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik ini, sesuai indikasi
dan derajat lesi yang dijumpai seperti :
1. Insisi : abses atau selullitis yang luas
2. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II
3. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V
4. Amputasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V

FAKTOR RISIKO
- Luka kecelakaan
- Trauma sepatu
- Stress berulang
- Trauma panas
- Iatrogenik
- Oklusi vaskular
- Kondisi kulit atau kuku
- Faktor risiko demografis
- Usia (semakin berisiko pada usia tua)
- Jenis kelamin
Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis kelamin tidak jelas mungkin
dari perilaku, mungkin juga dari psikologis
- Etnik
Beberapa kelompok etnik secara signifikan berisiko lebih besar terhadap komplikasi kaki.
Mekanismenya tidak jelas, bisa dari faktor perilaku, psikologis, atau berhubungan dengan
status sosial ekonomi, atau transportasi menuju klinik terdekat.
- Situasi sosial (hidup sendiri dua kali lebih tinggi)
- Faktor risiko perilaku ( diet dan life style)
- Ketrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan dengan adanya komplikasi kaki
diabetik.
Ini berhubungan dengan perhatian terhadap kerentanan.
- Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko paling utama dari ulkus)
- Berat badan

PENATALAKSANAAN
Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap
kelainan kaki.
A. Pengendalian Diabetes
Pengendalian (pengontrolan) penyakit secara umum mencakup pengendalian kadar gula darah
dengan diet atau pemberian obat yang teratur dari dokter, status gizi, tekanan darah, kadar
kolesterol, dan pola hidup sehat.
Mengelola diabetes melitus langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis,
berupa perencanaan makanan dan kegiatan jasmani. Baru kemudian kalau dengan langkah-
langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai, dilanjutkan
dengan langkah berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat atau pengelolaan farmakologis.
Perencanaan makanan pada penderita diabetes melitus masih tetap merupakan pengobatan utama
pada penatalaksanaan DM.

Sarana pengendalian secara farmakologis pada diabetes melitus dapat berupa 3:
a. Pemberian Insulin.
b. Pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO).
- Golongan Sulfonylurea.
- Golongan Biguanid.
- Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase.
- Golongan Insulin Sensitizing.

B. Penanganan terhadap kelainan kaki
1. Strategi Pencegahan
- Kaki diabetes, materi penyuluhan dan instruksi. Periksalah kaki setiap hari terutama telapak
kaki, jari kaki, dan sela jari kaki. Perhatikan apakah terdapat kalus (pengerasan), bula
(gelembung), luka ataupun lecet. Pemeriksaan dilakukan di tempat yang terang dan untuk
memudahkan pemantauan gunakan cermin. Perhatikan apakah luka atau tidak, kulit
kemerahan atau penebalan kulit. Bersihkan kaki dengan sabun dan air hangat (jangan air
panas), keringkan dengan handuk halus, terutama di celah jari kaki. Hindari penggunaan air
panas atau bantal pemanas.
- Pakailah krim khusus untuk kulit kering, tapi jangan dipakai di celah jari kaki. Jangan
memakai powder karena dapat menjadi lebih kering dan merupakan bahan iritan kulit.
- Perawatan kuku dilakukan setiap hari bersamaan dengan perawatan kulit kaki. Saat
pemotongan kuku, jika kuku terlalu keras dan kotor, rendam dalam air sabun hangat selama 5
menit agar kotoran mudah lepas dan kuku menjadi agak lunak.
- Jangan berjalan tanpa alas kaki.
- Sepatu yang dipakai harus sesuai dengan bentuk dan besarnya kaki. Hal ini dapat dilihat dari
gambaran telapak kaki yang dibuat pada kertas yang dapat dibuat sendiri. Permukaan atas
sepatu harus lunak, bagian tumit sepatu harus kokoh agar kaki stabil, bagian alas sepatu yang
bersentuhan dengan kaki (insole) permukaannya harus sesuai dengan bentuk permukaan
telapak kaki yang normal, yaitu memiliki kelengkungan (arch support).
Dengan kelengkungan ini seluruh permukaan telapak kaki akan tertahan dengan baik dan
benar. Alas sepatu ini harus dilapisi dengan bahan yang halus dan empuk agar permukaan
telapak kaki tidak lecet. Apabila sepatu yang dipakai baru dibeli, sebaiknya pada pemakaian
awal diperiksa adakah daerah kemerahan akibat penekanan yang berlebihan.
Apabila memakai kaus kaki, sebaiknya memakai kaus kaki dari bahan katun yang dapat
menyerap keringat. Tebal kaus kaki harus sesuai dengan sepatu yang dipakai, jangan terasa
sempit. Gantilah kaos kaki setiap hari.
- Hindari trauma berulang
- Lakukan olah raga kaki diabetes yang baik dan benar. Olah raga harus dilakukan secara
teratur. Tujuan olah raga bagi penderita DM adalah melancarkan aliran darah kaki sehingga
nutrisi terhadap jaringan lebih lancar, menguatkan otot betis dan telapak kaki sehingga
sewaktu berjalan kaki menjadi lebih stabil, menambah kelenturan sendi sehingga kaki
terhindar dari sendi kaku, memelihara fungsi saraf.
- Periksakan diri secara rutin ke dokter dan periksakan kaki setiap kali kontrol walaupun
ulkus/gangren telah sembuh.
2. Penanganan Ulkus
Bila ulkus telah terjadi sebelum dilakukan perawatan sendiri ditentukan derajat keparahan ulkus,
mengangkat jaringan yang mati (necrotomi) serta mengajari pasien cara merawat luka serta obat-
obatan diperlukan untuk mempercepat penyembuhan luka. Beberapa hal yang tidak boleh
dilakukan adalah merendam kaki dan memanaskan kaki dengan botol panas atau peralatan
listrik. Hal ini untuk mencegah luka termis akibat panas yang berlebih.
Pasien dapat diberikan antiagregasi trombosit, hipolipidemik dan hipotensif bila membutuhkan.
Antibiotikpun diberikan bila ada infeksi. Pilihan antibiotik berupa golongan penisilin spektrum
luas, kloksasilin/dikloksasilin dan golongan aktif seperti klindamisin atau metronidazol untuk
kuman anaerob.
Prinsip terapi bedah pada kaki diabetik adalah mengeluarkan semua jaringan nekrotik untuk
maskud eliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh. Terdiri dari tindakan bedah kecil seperti
insisi dan penaliran abses, debridemen dan nekrotomi.
PROGNOSIS
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia penderita
diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan
tungkainya, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas
sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.












DAFTAR PUSTAKA

1. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 1997. Tindakan Bedah : Organ dan Sistem Organ dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta. Penerbit EGC. Hal. 646-8
2. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek
Setiowulan. 2001. Metabolik Endokrin dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga
Jilid 1. Jakarta. Penerbit Media Aesculapius FKUI. Hal. 580
3. Guntur, A. 2006. Bed Side Teaching Ilmu Penyakit Dalam. Surakarta. Penerbit Sebelas
Maret University Press. Hal. 33
4. Suyono, Slamet. 1998. Masalah Diabetes di Indonesia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1 edisi ketiga. Jakarta. Penerbit FKUI. Hal. 571-575
5. Guyton Arthur C, Hall John E., 1997. Endokrinologi dan Reproduksi dalam dr. Irawati
Setiawan Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton dan Hall Edisi 9. Jakarta. Penerbit
EGC. Hal. 1235
6. Amalia Savitri. 2005. Diabetes Melitus dalam At a glance Medicine Patrick Davey.
Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal. 266-269
Foster, W. Daniel. 2000. Diabetes Mellitus dalam Prof. Dr. Ahmad H. Asdie, Sp.PD-KE.
7. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 5 Edisi 13. Jakarta. Penerbit
EGC. Hal. 2196 dan 2213
8. Aziz Rani, dkk. 2006. Diabetes Melitus dalam Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Hal. 8
9. John Marthin Frederik Adam. 2005. Komplikasi Kronik Diabetik Masalah Utama
Penderita Diabetes dan Upaya Pencegahan. Suplement Vol 26 No.3 Juli-September 2005
John Marthin Frederik Adam. Kaki Diabetes. 1985. Cermin Dunia Kedokteran No. 39
10. Hastuti, Rini Tri. 2007. Faktor-Faktor Risiko Ulkus diabetika pada penderita Diabetes
mellitus (studi kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta)
11. Alwi Shahab. 2009. Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus (disarikan dari
Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia : Perkeni 2006)

You might also like