You are on page 1of 5

1

Handout Ilmu Kesehatan Anak



Keadaan Kesehatan Bayi dan Balita di Indonesia

Angka Kematian Bayi (AKB) dan angka Kematian Balita (AKBal) di Indonesia masih
cukup tinggi . Pada tahun 1990 angka kematian bayi sebesar 68 per 1000 kelahiran hidup (KH).
Data terakhir , AKB menjadi 34/1000 KH dan AKBal 44/1000 KH. Walaupun angka ini telah
turun dari tahun 1990, penurunan ini masih jauh dari target MDG tahun 2015 dimana AKB
diharapkan turun menjadi 23 dan AKBal 32 per 1000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan
Negara tetangga di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina AKB dan
AKBal di negara kita jauh lebih tinggi.

A. Penyebab Kematian Bayi dan Balita
Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita adalah masalah yang terjadi
pada bayi baru lahir/neonatal (umur 0-28 hari). Masalah neonatal ini meliputi asfiksia
(kesulitan bernafas saat lahir), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan infeksi. Diare dan
pneumonia merupakan penyebab kematian berikutnya pada bayi dan balita, disamping
penyakit lainnya serta dikontribusi oleh masalah gizi.



B. Masalah Kesehatan Bayi dan Balita di Indonesia
Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan balita adalah pada masa neonatus (bayi
baru lahir umur 0-28 hari). Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak adalah
asfiksia, bayi berat lahir rendah dan infeksi. Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah dan
ditangani. Namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan,
keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi
dini dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan.
Gangguan pertumbuhan akibat gizi buruk tidak hanya terjadi di daerah yang kurang
pangan. Tidak hanya juga terjadi pada keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah. Bahkan
di daerah penghasil pangan masih terjadi kasus gizi buruk. Pun di perkotaan dan ditengah
keluarga dengan kondisi sosial ekonomi menengah. Penyebab gizi kurang dan gizi buruk dapat
dipilah menjadi tiga hal, yaitu: Pengetahuan dan perilaku serta kebiasaan makan, penyakit
infeksi, dan ketersediaan pangan.
2

Masalah kedua penyebab kematian pada bayi dan terutama balita adalah penyakit
infeksi,diare dan pneumonia. Pencegahan, deteksi dini, serta penanganan yang cepat dan tepat
dapat menekan kematian yang diakibatkan penyakit ini. Diare erat kaitannya dengan perilaku
hidup bersih dan sehat, ketersediaan air bersih, serta sanitasi dasar.
Pneumonia terkait erat dengan indoor and outdoor pollution (polusi di dalam dan di luar
ruangan), ventilasi, kepadatan hunian, jenis bahan bakar yang dipakai, kebiasan merokok, status
gizi, status imunisasi dan lama pemberian ASI . Sosialisasi yang terkait dengan upaya
pencegahan dan deteksi dini serta mengurangi faktor resiko menjadi hal penting.
Beberapa faktor menjadi penyebab tidak langsung kematian bayi dan balita dari sisi
demand antara lain adalah sosial ekonomi yang rendah, pendidikan ibu, kondisi sosial budaya
yang tidak mendukung, kedudukan dan peran perempuan yang tidak mendukung, akses sulit,
serta perilaku perawatan bayi dan balita yang tidak sehat. Sementara ketersediaan sarana dan
prasarana kesehatan yang belum merata, kesinambungan pelayanan KIA yang belum memadai,
pembiayaan pelayanan KIA yang belum memadai, menyumbangkan masalah dari sisi supply.
Kurangnya ketersediaan dan penyebaran tenaga kesehatan masih menjadi masalah dalam
penurunan kematian bayi dan balita Bila dilihat ketersediaan bidan di desa, masih banyak desa
yang tidak memiliki bidan. Hanya provinsi di pulau Jawa dan sebagian kecil Sumatera yang
melebihi 80% desa yang memiliki bidan. Papua dan Papua Barat barkisar antara 20-40%,
sebagian besar provinsi di pulau Kalimantan baru 40-60% desa yang memiliki bidan. Dari
penyebarannya terlihat, sebagian besar masih berkumpul di pulau Jawa. Kendala bagi
keberadaan bidan di desa antara lain:
1. Di kabupaten tertentu jumlah bidan tidak sesuai dengan jumlah desa. Untuk itu perlu
dilihat ketersediaan dan pemanfaatan perawat di desa.
2. Bidan desa tidak bertempat di desa sesuai dengan Surat Keputusan Bupati
3. Tidak adanya reward dan punishment bagi bidan desa
Demikian juga dengan ketersediaan dan penyebaran dokter spesialis anak. Belum semua
kabupaten memiliki dokter spesialis anak yang merupakan tempat rujukan pelayanan kesehatan
anak.

C. Millenium Development Goals
Millenium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan millenium adalah
komitmen 189 kepala negara yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia
yang akan dicapai pada tahun 2015. Komitmen ini ditindak lanjuti dengan perencanaan masing-
masing negara, sesuai kebutuhan masing-masing. Bila tujuan pembangunan milenium tercapai,
separuh dari kemiskinan dunia bisa teratasi, puluhan juta jiwa tertolong dan milyaran lainnya
akan mendapat kesempatan memperoleh keuntungan dari ekonomi global.
MDGs telah diterjemahkan ke dalam Rencana Pembangunan Menengah Nasional
(RPJM) tahun 2005-2009 dan RPJM 2010-2014 melalui Peraturan Presiden no 7 tahun 2005
dan no 5 tahun 2010. Targetnya adalah menurunkan kematian balita sebesar dua pertiganya dari
keadaan tahun 1990 dengan indikator :
1. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup
2. Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBal) menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup
3. Proporsi imunisasi campak pada anak yang berusia 1 tahun, mencakup 90 % dari
seluruh sasaran
3


8 Tujuan Pembangunan Millenium

Perlu upaya yang keras agar dapat mencapai target MDG bila dilihat lambatnya
penurunan angka kematian baik bayi maupun balita. Untuk itu perlu dukungan pemerintah
daerah, DPRD, organisasi profesi, organisasi terkait, dan stakeholders lainnya dalam
menurunkan angka kematian bayi dan balita tersebut. Intervensi yang sudah dilakukan dalam
program kesehatan anak :
1. Pemberdayaan masyarakat melalui penggunaan buku KIA, Inisiasi Menyusui Dini
(IMD), Perawatan Metode Kanguru
2. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dengan penerapan MTBS, manajemen
asfiksia, manajemen BBLR, persalinan oleh tenaga kesehatan, kunjungan rumah,
pengadaan obat program, dan peningkatan kompetensi petugas
3. Pembiayaan kesehatan dengan Jamkesmas, Jamkesda, dana dekonsentrasi dan BOK
(Banatuan Operasional Kesehatan);
4. Survailans kesehatan melalui penggunaan kohort bayi, kohort anak balita, PWS KIA,
Otopsi Verbal, Audit Maternal Perinatal

D. Indikator Kesehatan Bayi dan Balita
Kesehatan bayi dan balita harus dipantau untuk memastikan kesehatan mereka selalu
dalam kondisi optimal. Untuk itu dipakai indikator-indikator yang bisa menjadi ukuran
keberhasilan upaya peningkatan kesehatan bayi dan balita yaitu :
1. Pemeriksaan neonatus (bayi baru lahir umur 0-28 hari) melalui kunjungan neonatal I,
II, dan III
2. Neonatus dengan komplikasi yang ditangani
3. Pelayanan kesehatan bayi
4. Pelayanan kesehatan anak balita
Pengertian cakupan kunjungan neonatal adalah pelayanan kepada neonatus pada masa 6
jam sampai dengan 28 hari setelah kelahiran sesuai standar. Pelayanan Neonatus minimal 3 kali
yaitu :
1. Satu kali pada 6-48 jam (KN 1)
2. Satu kali pada 3-7 hari (KN 2)
4

3. Satu kali pada 8-28 hari (KN 3)

Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani adalah neonatus dengan komplikasi
di satu wilayah kerja pada satu tahun yang ditangani sesuai dengan standar oleh tenaga
kesehatan terlatih di seluruh sarana pelayanan kesehatan. Neonatus dengan komplikasi adalah
Neonatus dengan penyakit atau kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan atau
kematian seperti asfiksia, ikterus (kuning), hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis,
trauma lahir, BBLR (bayi berat lahir rendah < 2500 gr ), sindroma gangguan pernapasan,
kelainan kongenital, dll.
Kunjungan neonatal lengkap adalah bila neonatus melakukan kunjungan ke
tenaga/fasilitas kesehatan atau dikunjungi oleh tenaga kesehatan minimal 3 kali sesuai waktu
yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan tugas ini, tenaga kesehatan menggunkan algoritma
bayi muda < 2 bulan pada Manajemen Terpadu Balita Sakit. Kunjungan neonatal bertujuan
untuk menemukan secara dini jika terdapat penyakit atau tanda bahaya pada neonatus sehingga
pertolongan dapat segera diberikan untuk mencegah penyakit bertambah berat yang dapat
menyebabkan kematian. Kunjungan neonatus merupakan salah satu intervensi untuk
menurunkan kematian bayi baru lahir.
Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan bayi post neonatal yang memperoleh pelayanan
kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, dan perawat yang memiliki kompetensi
klinis kesehatan, paling sedikit 4 kali disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Standar
pelayanan minimal:
1. Satu kali pada umur 29 hari-2 bulan
2. Satu kali pada umur 3-5 bulan
3. Satu kali pada umur 6-8 bulan
4. Satu kali pada umur 9-11 bulan
Pelayanan yang diberikan :
1. Penimbangan berat badan
2. Imunisasi dasar lengkap
3. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
4. Pemberian Vitamin A setiap bulan Februari dan Agustus (untuk bayi 6 bulan ke atas)
5. Konseling perawatan bayi termasuk ASI eksklusif dan pemberian makan tambahan

Cakupan pelayanan kesehatan balita adalah anak balita (1259 bulan) yang memperoleh
pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun, pemberian vit. A 2 kali setahun.
Standar pelayanan minimal yang diberikan:
1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan minimal 8 kali dalam 1 tahun
2. Pemberian vitamin A setiap bulan Februari dan Agustus
3. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang balita minimal 2 kali dalam
1 tahun

E. Upaya Meningkatkan Kesehatan Anak

1. Perawatan anak di tingkat rumah tangga dan keluarga, deteksi dini penyakit serta perilaku
mencari pertolongan.
5

a. Mendorong peningkatan perilaku hidup sehat di masyarakat termasuk partisipasi
mereka dalam kesehatan ibu dan anak.
b. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang pencegahan dan deteksi dini penyakit
c. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam upaya kesehatan dengan penggunaan
buku KIA.
d. Penggunaan bagan MTBS dalam penanganan balita sakit
e. Mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat
2. Advokasi pada pemerintah daerah / penentu kebijakan,untuk:
a. Peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat / keluarga
b. Memperbaiki sistem dan manajemen program
c. Mobilisasi dukungan keuangan di daerah untuk KIA untuk pembiayaan yang lebih
proporsional
d. Peningkatan anggaran KIA di daerah dengan pendekatan investasi (lebih promotif-
preventif).
e. Berdasarkan kebijakan desentralisasi dan SPM, mengambil keputusan dengan
memprioritaskan investasi dan intervensi efektif KIA
f. Membangun kemitraan yang efektif dengan lintas program dan lintas sektor
g. Penyediaan SDM Kesehatan di seluruh puskesmas, pustu dan desa.
3. Meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan kesehatan
a. Penempatan bidan di semua desa
b. Penempatan dokter, bidan, dan perawat di semua puskesmas dan jaringannya
c. Kunjungan rumah
d. Pengadaan obat program
e. Penyediaan alat kesehatan
f. Memperbaiki fasilitas dan sistem rujukan
g. Pelatihan, penyegaran pengetahuan, kursus bagi tenaga kesehatan
h. Perbaikan kurikulum dan metode pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan program
(pre service), peningkatan in service training

F. Kerjasama Lintas Sektor


Kerja sama dari ketiga pihak diatas, Menteri Kesehatan sebagai pimpinan teknis sektor kesehatan, para
Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai pimpinan daerah, dan lembaga dalam sistem rujukan dimotori
oleh dokter spesialis anak, dokter umum, bidan, dan perawat yang bertugas langsung di lapangan.

You might also like