You are on page 1of 3

Departemen Agama RI, "Al-Qur'an dan terjemahnya", PT K. Grafindo, Semarang, 1994.

Harun Nasution, Prof.Dr., "Teologi Islam: Aliran-aliran, sejarah analisa perbandingan", UI-Press, Jakarta, 1986.
H. Mahmud Yunus, Prof.Dr., "Tafsir Quran Karim", PT MY. Wadzuryah, Jakarta, 2006.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, "Qadla dan Qadar: Ulasan tuntas masalah takdir", Pustaka Azzam, 2006.
Idrus H. Alkaf, "Ihtisar hadits: Shahih Bukhari", CV Karya utama, Surabaya.
Imam Al-Ghazali, "Ihya' Ulumiddin", Jilid 8, CV Asy syifa', Semarang, 2003.
Imam Al-Ghazali, "Misykat cahaya-cahaya", Mizan, Bandung, 1993.
Imam Al-Ghazali, "Mutiara Ihya' Ulumuddin", Mizan, Bandung, 2001.
K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, dkk, "Asbabun Nuzul: Latar-belakang turunnya ayat-ayat Al-Qur'an", Edisi
kedua, CV Penerbit Diponegoro, Bandung, 2007.
Khan Sahib Khaja Khan, "Cakrawala Tasawuf", Rajawali Press, Jakarta, 1987.
Muhammad Faiz Almath, Dr., "1100 hadits terpilih: Sinar ajaran Muhammad", Gema Insani, Jakarta, 1991.
Mustofa Muhammad Asy Syak'ah, Dr., "Islam tidak bermazhab", Gema Insani Press, Jakarta, 1994.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, "Ensiklopedia Islam AL-KAMIL", Darus Sunnah,
Jakarta, 2007.
Syamsul Rijal Hamid, "Buku pintar agama Islam", Cahaya Salam, Bogor, 2005.
Widjiono Wasis, "Almanak jagad raya", Dian Rakyat, Jakarta, 1991.


. Tujuan mempelajari ulumul hadits.
Ulumul hadist merupakan ilmu yang penting dalam mempelajari ilmu hadist.Ilmu ini
merupakan hal yang penting untuk menjadi seorang ahli hadits yang mumpuni. Selain itu,
pentingnya mempelajari hadits disebabkan juga oleh beberapa hal berikut ini:
1. Hadits berfungsi untuk menjelaskan Al-Quran.
Alquran dan hadist sebagai sumber hukum dalam islam tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya. Al quran sebagai sumber hukum yang pertama dan utama hanya memuat
dasar-dasar yang bersifat umum bagi syari;at islam, tanpa perincian secara detail. Kecuali yang
sesuai dengan pokok-pokok yang bersifat umum itu, yang tidak pernah berubah karena adanya
perubahan zaman dan tidak pula berkembang karena keragaman pengetahuan dan lingkungan.
Karena keadaan al quran yang demikian itu, maka hadist sebagai sumber hukum yang kedua
setelah al quran , tampil sebagai penjelas (bayan) terhadap ayat-ayat al quran yang masih
bersifat global, menafsirkan yang masih mubham, menjelaskan yang masih mujmal, membatasi
yang mutlak (muqayyad), mengkhususkan yang umum (am), dan menjelaskan hukum-hukum
serta tujuan-tujuannya, demikian juga membawa hukum-hukum yang secara eksplisit tidak
dijelaskan oleh al quran. Hal ini sejalan dengan firman Allah yang artinya: Dan Kami
turunkan kepadamu Al quran , agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. ( Q.S An Nahl : 44)
2. Banyaknya hukum yang belum tercantum dalam Al-quran.
Taqyid (pembatasan) terhadap kemutlakkan Al-quraan.
Kata tangan dalam ayat pencuri pria dan wanita hendaklah kamu potong tangan mereka
adalah muthlaq. Yang disebut tangan adalah sejak dari jari-jari sampai dengan pangkal tangan.
Kemudian As sunnah membatasi potong tangan itu pada pergelangan, bukan pada siku-siku atau
pangkal lengan.
3. Potensi pemalsuan hadits sangat besar, sehingga perlu dijaga keotentikannya.
Pada zaman kekhalifahan Ali bin abi thalib munculahberbagai macam golongan. Setiap
golongan dari mereka merasa menjadi yang paling benar. Mereka selalu ingin berusaha untuk
tetap berpengaruh. Untuk meyakinkan semua itu mereka mencari dalil-dalil yang bisa
menguatkan kelompok mereka, bahkan sampai membuat hadist-hadist palsu.
4. Terdapat banyak hadits dlaif dan hadits palsu yang perlu dihindari supaya tidak dijadikan
sebagai sumber hukum Islam.
Ilmu ini akan membentengi kaum muslimin dari rongrongan hadits-hadits lemah dan palsu
yang banyak merebak di tengah umat, dan menjaga syariat yang murni ini dari maraknya
kesyirikan dan bidah yang tumbuh dengan subur di tengah kaum muslimin disebabkan
beredarnya hadits lemah dan palsu diantara mereka, serta akan menanamkan urgensi
berpegangteguh dengan hadits-hadits Nabi yang shahih dalam membangun agama, baik dalam
masalah aqidah, ibadah, akhlaq, maupun muamalah.Kemudian Imam Syafii juga berkata,
Demi umurku. Ilmu hadits ini termasuk tiang agama yang paling kokoh dan keyakinan yang
paling teguh. Tidak digemari selain oleh orang-orang jujur lagi taqwa, dan tidak dibenci selain
oleh orang-orang munafiq.Al Hakim juga menandaskan, Andaikata tidak banyak orang yang
menghafal sanad hadits, niscaya menara Islam roboh dan niscaya para ahli bidah berkiprah
membuat hadits palsu (maudhu) dan memutarbalikkan sanad.
5. Adanya berbagai macam masalah mengenai hadist.
Dewasa ini mulai muncul masalah mengenai hadist,hal ini datang dan timbul dari
periwayat hadist yang bernama Abu hurairah. Abu hurairah merupakan salah satu sahabat yang
tergolong singkat kebersamaannya dengan Rasulullah SAW namun hadist yang diriwayatkan
tergolong cukup banyak. Sehingga hal ini dimanfaatkan oleh orang non muslim yang
mempelajari is;am untuk melemahkan hadist.
B. Manfaat mempelajari ulumul hadist.
Mempelajari ilmu hadits paling tidak akan mendapatkan tiga sasaran utama:
a. agar seseorang memiliki dasar pengetahuan tentang suatu hadits yang bersandar kepada Nabi
saw dan yang tidak memiliki sandaran.
b. seseorang akan mengetahui mana hadits dan mana yang bukan hadits.
c. seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan dari sisi hukum apakah suatu hadits dapat
diterima sebagai hujah (maqbul) ataukah tertolak (mardud) .
d. Ilmu ini akan memberikan bekal bagi para penuntut ilmu syari untuk mengkaji hadits-hadits
Rasulullah shallallahu wa sallam-, sebab semua cabang ilmu syari membutuhkan pengetahuan
terkait disiplin ilmu ini, seorang ahli tafsir, seorang faqih, dan seorang ahli aqidah membutuhkan
hadits-hadits shahih dalam beristidlal, dan kemampuan untuk memilah hadits shahih dan dhaif
terbangun dengan ilmu ini.
e. Membekali penuntut ilmu hadits -secara khusus- kunci pengetahuan terkait dasar-dasar
periwayatan, syarat-syarat diterima dan ditolaknya hadits, mengenal para perawi terpercaya dan
perawi yang ditolak riwayatnya dan lain sebagainya.
f. Memberikan kemampuan untuk mengenal metodologi para ulama dalam menyaring hadits-
hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam-, dan memisahkannya antara yang shahih dan
yang dhaif.
g. Mengetahui juhud (upaya) para ulama dalam menuntut ilmu ini dan mengajarkannya dari
generasi ke generasi, dan merenungi pengorbanan mereka dalam menjaga kemurnian hadits-
hadits Rasulullah, sehingga memompa semangat kita dalam menuntut ilmu syari, mengajarkan
dan mendakwahkannya kepada generasi berikutnya.
h. Mengenal kota-kota yang menjadi markaz ilmu hadits, dan negeri yang menjadi pusat rihlah
dalam menuntut ilmu tersebut, seperti kota Mekah, kota Madinah, kota Khurasan, kota Baghdad,
kota Bashrah, kota Mesir dan lain sebagainya.
i. Mengenal para pakar hadits dari zaman ke zaman, sejak zaman sahabat sampai zaman ini, dan
berupaya menelaah sirah (profil) mereka untuk memetik faedah dari manhaj (metodologi)
mereka dalam menuntut ilmu, mengetahui adab mereka dalam menuntutnya, serta menilik upaya
mereka dalam mengejawantahkan ilmu tersebut dalam amal nyata

You might also like