You are on page 1of 27

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep lansia
1. Proses Menua
DepKes RI membagi Lansia sebagai berikut : Keluarga Menjelang
Usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas, Keluarga Usia Lanjut (55-64 th)
sebagai Presenium, Keluarga Usia Lanjut (65 th <) sebagai Masa Senium.
Sedangkan WHO Lansia dibagi menjadi 3 kategori yaitu : Usia Lanjut 60 -70
tahun, Usia Tua 75 89 tahun, Usia sangat lanjut > 90 tahun.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita.
( Stanley Mickey, 2006. hal : 11 ).
Proses penuaan terbagi 2 yaitu :
a. Penuan Primer : Perubahan pada tingkat sel
b. Penuaan Sekunder : Prosses penuaan akibat faktor lingkungan fisik &
sosial, stress Fisik/ Psikis , Gaya hidup dan diet dapat mempercepat proses
menjadi tua.
Secara Umum Perubahan Fisiologis Proses menua adalah sebagai
berikut :
a. Perubahan mikro terjadi dalam sel seperti : Berkurangnya cairan dalam sel,
Berkurangnya besarnya sel, Berkurangnya jumlah sel.
b. Perubahan Makro yang jelas terlihat seperti : Mengecilnya mandibula,
Menipisnya discus intervertebralis, Erosi permukaan sendi-sendi,
Osteoporosis, Atropi Otot, Emphysema Polmonum, Presbiopi,
Arteriosklerosis, Menopouse pada wanita, Dementia Senilis, Kulit tidak
elastis, Rambut memutih.
2. Perubahan system yang terjadi pada lansia dengan masalah yang di alami
lansia
Pada masalah keluarga bapak D khususnya ibu T dengan Artritis
Rematoid perubahan system yang terjadi adalah system muskuloskeletal,
dimana perubahan ini terkait dengan usia termasuk penurunan tinggi badan,
redistribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang,
atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan dan kekakuan
sendi-sendi. Perubahan pada tulang, otot dan sendi mengakibatkan terjadinya
perubahan penampilan, kelemahan dan lambatnya pergerakan yang menyertai
penuaan.
Sistem Skeletal. Penurunan progresif dalam tinggi badan adalah hal
yang universal terjadi di antara semua ras dan pada kedua jenis kelamin dan
terutama ditujukan pada penyempitan discus intervertebral dan penekanan
pada kolumna spinalis. Bahu menjadi lebih sempit dan pelvis menjadi lebih
lebar, ditunjukkan oleh peningkatan diameter anteroposterior dada. Ketika
manusia mengalami penuaan jumlah massa otot tubuh mengalami penurunan.
Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung untuk mempertajam kontur
tubuh dan memperdalam cekungan disekitar kelopak mata, aksila, bahu, dan
tulang rusuk. Tonjolan tulang ( vertebra, Krista iliaka, tulang rusuk, scapula )
menjadi lebih menonjol. Proses penyerapan kalsium dari tulang untuk
mempertahankan kadar kalsium darah yang stabil dan penyimpanan kembali
kalsium untuk membentuk tulang baru dikenal sebagai remodeling
(pembentukan kembali). Proses remodeling ini terjadi sepanjang rentang
kehidupan manusia. Kecepatan absorpsi tidak berubah dengan penambahan
usia. Kecepatan formasi tulang baru mengalami perlambatan seiring dengan
penambahan usia, yang menyebabkan hilangnya massa total tulang pada
lansia.
Sistem Muskular. Kekuatan muscular mulai merosot sekitar usia 40
tahun dengan suatu kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun.
Perubahan gaya hidup dan penurunan penggunaan system neuromuscular
adalah penyebab utama untuk kehilangan kekuatan otot. Kerusakan otot
terjadi karena penurunan jumlah serabut otot dan atrofi secara umum pada
organ dan jaringan tubuh. Regenerasi jaringan otot melambat dengan
penambahan usia, dan jaringan atrofi digantikan oleh jaringan fibrosa.
Sendi. Secara umum, terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian
besar terjadi pada sendi-sendi yang menahan berat, dan pembentukan tulang di
permukaan sendi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang
terdapat pada jaringan penyambung meningkat secara progresif yang jika
tidak dipakai lagi, mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan
mobilitas sendi, dan deformitas.
Pada lansia yang terkena atritis rematoid perubahan yang terjadi antara
lain sendi-sendi kecil dibagian kaki dan tangan sebagian besar terlibat,
terdapat faktor rematoid, dan nodula-nodula rematoid sering terjadi, terjadinya
radang sinovitis yang melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari,
proksimal sendi, bahu, dan panggul dan menimbulkan bengkak, nyeri tekan
dan penurunan kekuatan pada otot serta sendi-sendi yang terkait.
Perubahan sensoris penglihatan, semua orang mengalami perubahan
penglihatan seiring dengan penuaan, dan perubahan ini mungkin merupakan
keluhan yang besar bagi lansia, sebab respon-respon perseptual terhadap
lingkungan berhubungan dengan perasaan aman. Sebagian besar orang dapat
beradaptasi dengan sangat baik terhadap perubahan yang terjadi dalam proses
penuaan. Penggunaan warna terang dalam berpakaian, menggunakan
kacamata yang sesuai merupakan respons terhadap penurunan kemampuan
akomodasi, menggunakan alat-alat keselamatan seperti pegangan tangga dan
warna-warna yang kontras untuk mengompensasi penurunan persepsi
kedalaman dan melakukan operasi pengangkatan lensa yang keruh ketika
kekeruhan lensa telah cukup besar merupakan beberapa cara bagi lansia untuk
beradaptasi terhadap perubahan penglihatan normal mereka.
Perubahan sensoris pendengaran, batasan karakteristik yang
berhubungan dengan suatu perubahan dalam pendengaran sangat bervariasi
diantara individu. Karakteristiknya dapat berupa perubahan dalam persepsi
pendengaran, adanya suara berdenging di telinga ( tinitus ), nyeri pada satu
atau kedua telinga, perubahan kemampuan untuk mendengar suara frekuensi
tinggi, menarik diri, ansietas, respons tidak sesuai dalam percakapan dan lain-
lain. Tanpa memperhatikan penyebab dari kehilangan pendengaran, lansia
mempunyai reaksi yang hampir sama terhadap gangguan ini seperti : marah,
frustasi, dan menarik diri. Penggunaan alat bantu dengar dapat memudahkan
komunikasi, mengurangi perasaan kesepian dan isolasi social dan
mengembalikan perasaan memiliki control pada klien.
Perubahan sensoris pengecapan ( sensasi rasa ), ketika seseorang
telah bertambah tua, jumlah kuncup-kuncup perasa pada lidah itu juga
mengalami kerusakan, yang menurunkan sensitivitas terhadap rasa. Kuncup-
kuncup perasa mengalami regenerasi sepanjang kehidupan manusia, tetapi
lansia mempunyai suatu penurunan sensitivitas terhadap rasa manis, asam,
asin, dan pahit. Perubahan tersebut lebih dapat disadari oleh beberapa orang
dibanding yang lain.
Perubahan sensoris penciuman. penurunan yang paling tajam dalam
sensasi penciuman terjadi selama usia pertengahan dan untuk sebagian orang,
hal tersebut akan terus berkurang. Sensasi penciuman tidak secara serius
dipengaruhi oleh penuaan saja tetapi mungkin oleh faktor lain yang
berhubungan dengan usia. Penyebab lain juga dianggap sebagai pendukung
untuk terjadinya kehilangan kemampuan sensasi penciuman termasuk pilek,
influenza, merokok, obstruksi hidung, secret dari hidung, sinusitis kronis,
kebiasaan tertentu dengan bau/ aroma, epistaksis, alergi, penuaan dan faktor
lingkungan.
Perubahan sensoris perabaan. sentuhan merupakan sistem sensoris
pertama yang menjadi fungsional. Kulit itu seperti suatu pakaian pelindung
yang pas dan menutupi seseorang ketika ia bertambah usianya; kemudian
ketika seseorang berusia 70 tahun atau 80 tahun, kulit juga tidak akan sesuai
atau pas dengan tubuh orang tersebut. Kulit tersebut mungkin akan menjadi
kendur dan terlihat lebih longgar pada berbagai bagian tubuh. Sentuhan (
perabaan ) digambarkan oleh Weiss sebagai semua peristiwa dari kontak
antar tubuh, dimulai dengan inisiasi oleh seseorang dan diakhiri dengan
penghentian kontak oleh kedua belah pihak . Ketika indra yang lain telah
terganggu, rangsangan taktil menjadi lebih penting bagi lansia sebagai alat
komunikasi. Sentuan dapat merupakan suatu alat untuk memberikan stimulus
sensoris atau menghilangkan rasa nyeri fisik dan psikologis.
Sistem Kardiovaskular. Dengan meningkatnya usia, jantung dan
pembuluh darah mengalami perubahan baik structural maupun fungsional.
Secara umum, perubahan yang disebabkan oleh penuaan berlangsung lambat
dan dengan awitan yang tidak disadari. Penurunan yang terjadi berangsur-
angsur ini sering terjadi ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang
mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenisasi. Perubahan
normal yang berhubungan dengan penuaan yaitu ventrikel kiri menebal, katup
jantung menebal dan membentuk penonjolan jumlah sel pacemaker menurun,
arteri menjadi kaku dan tidak lurus pada kondisi dilatasi, vena mengalami
dilatasi, katup-katup menjadi kompeten.
Sistem Pulmonal. Perubahan anatomi yang terjadi dengan penuaan
yaitu kalsifikasi kartilago kosta yang mengakibatkan penurunan PaO
2,
Atrofi
otot pernafasan mengakibatkan penurunan kecepatan aliran ekspirasi
maksimal, penurunan dalam recoil elastis mengakibatkan peningkatan volume
residu, menurunnya kekuatan kapasitas vital, menurunnya kapasitas vital,
pembesaran duktus alveolar, peningkatan ukuran dan kekakuan trakea dan
jalan napas pusat.
Sistem Renal dan Urinaria, perubahan struktur dan fungsi pada
penuaan system renal dan urinaria yaitu membrane basalia glomerulus
menebal, total permukaan glomerular berkurang, panjang dan volume tubulus
proksimal menurun, pada tubulus distal berkembang divertikula, sirkulasi
renal berubah atau berkurang, kapasitas kandung kemih menurun, volume
residual meningkat, terjadi kontraksi kandung kemih secara involunter
(detrusor).
Sistem Gastrointestinal. Perubahan- perubahan proses penuaan yang
terjadi yaitu rongga mulut, hilangnya tulang periosteum dan periodontal,
retraksi dari struktur gusi, hilangnya kuncup rasa, esofagus, lambung, usus,
dilatasi esofagus, kehilangan tonus sfingter jantung, penurunan refleks
muntah, atrofi mukosa lambung, penurunan motilitas lambung.
Sistem Reproduksi wanita. Perubahan normal pada penuaan yang
terjadi yaitu penurunan estrogen yang bersirkulasi, peningkatan androgen
yang bersirkulasi.
B. Konsep Dasar Artritis Rematoid
1. Pengertian
Artritis Rematoid ( AR ) adalah suatu penyakit peradangan kronik yang
menyebabkan degenerasi jaringan ikat. ( Corwin, Elizabeth J, 2000 : hal. 307 ).
Artritis Rematoid ( RA ) adalah penyakit inflamasi otoimun sendi dan
berbagai sistem organ. ( Nettina, Sandra M, 2001 : hal. 31 ).
Artritis Rematoid ( AR ) adalah gangguan kronik yang menyerang
berbagai sistem organ. ( Price, Sylvia Anderson, 2005 : hal. 1385 ).
Artritis Rematoid ( RA ) adalah suatu penyakit peradangan kronis
sistemik yang menyerang berbagai jaringan, tetapi pada dasarnya menyerang
sendi untuk menghasilkan suatu sinovitis proliferatif nonsupuratif yang sering
kali berkembang menjadi kehancuran tulang rawan sendi dan tulang
dibawahnya dan menimbulkan kecacatan akibat arthritis. ( Robbins, 2007 : hal.
151 ).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Artritis Rematoid (
RA ) adalah penyakit inflamasi otoimun sendi dan berbagai sistem organ tetapi
pada dasarnya menyerang sendi untuk menghasilkan suatu sinovitis proliferatif
nonsupuratif yang sering kali berkembang menjadi kehancuran tulang rawan
sendi dan tulang dibawahnya dan menimbulkan kecacatan akibat arthritis.
2. Etiologi
Penyebab Artritis Rematoid faktor pencetus mungkin suatu bakteri,
mikoplasma, virus yang menginfeksi sendi atau mirip dengan sendi secara
antigenis. Biasanya respon antibody awal terhadap mikro-organisme
diperantarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil menghancurkan mikro-
organisme, namun individu yang mengidap AR mulai membentuk antibody
lain, biasanya IgM atau IgG, terhadap antibody IgG semula. Antibodi yang
ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut factor rematoid ( FR ). FR
menetap di kapsul sendi, dan menimbulkan peradangan kronik dan destruksi
jaringan. AR diperkirakan terjadi karena predisposisi genetic terhadap penyakit
otoimun. ( Corwin, Elizabeth J, 2000 : hal. 308 ).
Penyebab Artritis Rematoid masih belum diketahui. Faktor genetik dan
beberapa factor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya
penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk
kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR
4
dengan AR
seropositif. Pengemban HLA-DR
4
memiliki resiko relative 4 : 1 untuk
menderita penyakit ini. ( Rizasyah Daud, 1999. hal : 62 )
3. Patofisiologi
a. Proses perjalanan penyakit
Autoimun bereaksi terhadap kolagen tipe II, factor infeksi
mungkin disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup
difteroid yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan
sendi klien.
1) Stadium I ( stadium sinovitis ). Pada tahap awal terjadi kongesti
vascular, proliferasi sinovial disertai infiltrasi lapisan subsinovial oleh
sel-sel polimorfi limfosit dan sel plasma. Selanjutnya terjadi penebalan
struktur kapsul sendi disertai pembentukan vili pada sinovium dan
efusi pada sendi/ pembungkus tendo.
2) Stadium II ( stadium destruksi ), pada stadium ini inflamasi berlanjut
menjadi kronis serta terjadi destruksi sendi dan tendo. Kerusakan pada
tulang rawan sendi disebabkan oleh enzim proteolitik dan jaringan
vascular pada lipatan sinovia serta jaringan granulasi yang terbentuk.
Pada permukaan sendi ( panus ), erosi tulang terjadi pada bagian tepi
sendi akibat invasi jaringan granulasi dan resorpsi osteoklas. Pada
tendo terjadi tenosinovitis disertai invasi kolagen yang dapat
menyebabkan rupture tendo, baik parsial ataupun total.
3) Stadium III ( stadium deformitas ). Pada stadium ini kombinasi antara
destruksi sendi, ketegangan selaput sendi, dan rupture tendo akan
menyebabkan instabilitas dan deformitas sendi. Kelainan yang
mungkin ditemukan pada stadium ini adalah ankilosis jaringan yang
selanjutnya dapat menjadi ankilosis tulang. Inflamasi yang terjadi
mungkin sudah berkurang dan kelainan yang timbul terutama karena
gangguan mekanis dan fungsional pada sendi.
b. Manifestasi klinik
Gambaran klinis Artritis rematoid sendiri sangat bervariasi
bergantung pada keluhan yang ada, pada stadium awal biasanya ditandai
dengan gangguan keadaan umum berupa malaise, penurunan berat badan,
rasa capek, sedikit panas dan anemia. Gejala lokal yang terjadi berupa
pembengkakan, nyeri, kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam dan
gangguan gerak pada sendi metakarpofalangeal. Pada stadium lanjut
terjadi keusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanent, selanjutnya
timbul ketidakstabilan sendi akibat ruptur tendo/ ligament yang
menyebabkan deformitas rematoid yang khas berupa deviasi ulnar jari,
deviasi radial, serta valgus lutut dan kaki.
c. Komplikasi
Komplikasi pada penderita Artrisis rematoid adalah terjadinya
perubahan bentuk tubuh pada tulang dan sendi serta dapat mengakibatkan
pengeroposan tulang.
4. Penatalaksanaan Medis
Menurut Randall King, MD, ( 2003 ) penatalaksanaan medis untuk Atritis
Rematoid yaitu :
a. Sendi yang meradang diistirahatkan selama eksaserbasi.
b. Kompres panas pada sendi-sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat
mengurangi nyeri.
c. Latihan gerak sendi agar tidak terjadi kekakuan, sedikitnya dua kali sehari.
d. Alat-alat pembantu dan adatif mungkin diperlukan untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
e. Terapi pengobatan yaitu bagian yang penting dari seluruh program
penatalaksanaan penyakit ini. Obat-obatan dipakai untuk mengurangi
nyeri, meredakan peradangan, dan untuk mencoba mengubah perjalanan
penyakit, seperti : aspirin, obat anti-inflamasi nonsteroid atau steroid
sistemik dan senyawa emas.
C. Asuhan Keperawatan Keluarga
1. Konsep Keluarga
a. Pengertian Keluarga
Ada beberapa Pengertian Keluarga, diantaranya :
Menurut Departemen Kesehatan ( 1988 ), keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. ( Sudiharto, 2007. hal : 22 ).
Menurut Friedman ( 1998 ), keluarga adalah dua atau lebih individu
yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman
dan melakukan pendekatan emosional, serta mengidentifikasi diri mereka
sebagai bagian dari keluarga. ( Sudiharto, 2007. hal : 22 ).
Menurut BKKBN ( 1999 ), keluarga adalah dua orang atau lebih
yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa
kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara
anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya. ( Sudiharto, 2007.
hal : 23 ).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua
orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan
emosional yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari
keluarga. Definisi ini memasukkan juga keluarga besar yang hidup dalam
satu atau dua rumah tangga, pasangan yang hidup bersama sebagai
pasangan suami istri, keluarga-keluarga tanpa anak, keluarga lesbian dan
homoseks, keluarga-keluarga dengan orang tua tunggal.
b. Tipe Keluarga
Tipe / bentuk keluarga menurut Sudiharto ( 2007 ) dalam buku
Asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan keperawatan
transkultural, adalah sebagai berikut:
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak-anak.
2) Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah
dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara
sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
3) Keluarga Berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu
keluarga inti.
4) Keluarga duda atau janda (Singel Family) adalah keluarga yang terjadi
karena perceraian atau kematian.
5) Keluarga berkomposisi (Composite Family) adalah keluarga yang
perkawinanya berpoligami dan hidup secara bersama.
6) Keluarga Kabitas (Cahabitation Family) adalah dua orang menjadi satu
tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
c. Struktur Keluarga
Struktur keluarga menurut Drs. Nasrul Effendy ( 1998 ) dalam buku
Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, edisi 2, adalah :
1) Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ayah.
2) Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ibu.
3) Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
4) Patrilokal adalah pasangan suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
5) Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
d. Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam
posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh
harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
1) Peran Formal
Adalah peran yang nampak jelas dan bersifat eksplisit yaitu peran
berdasarkan posisi setiap kandungan struktur peran keluarga, yaitu :
a) Peranan Ayah : Sebagai suami dan ayah dari anak-anak, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa
aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
b) Peran Ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu
mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai
pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah
satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat
berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
c) Peran Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai
dengan tingkatan perkembangannya baik fisik, mental, social dan
spiritual
2) Peran Informal
Adalah peran yang tertutup dan bersifat implisit, biasanya tidak tampak
kepermukaan dan hanya dimainkan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan emosional individual dan atau untuk menjaga keseimbangan
dalam keluarga, yaitu : Pendorong, Pengharmonis, Inisiator-
kontributor, Pendamai, Keras hati, Sahabat, Kambing hitam keluarga,
Penghibur, Penghalang, Perawat keluarga, Dominator, Koordinator,
Penghubung keluarga, Saksi.
e. Fungsi Keluarga
Fungsi-fungsi keluarga biasanya didefinisikan sebagai hasil atau
konsekuensi dari struktur keluarga. Lima fungsi keluarga yang paling
berhubungan erat saat mengkaji dan mengintervensi keluarga menurut
Friedman ( 1998 ) adalah sebagai berikut :
1) Fungsi Afektif adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cintakasih,
serta saling menerima dan mendukung.
2) Fungsi Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan
individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi social dan
belajar berperan di lingkungan sosial.
3) Fungsi Reproduksi adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4) Fungsi Ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, seperti sandang, pangan dan papan.
5) Fungsi Perawatan Kesehatan adalah kemampuan keluarga untuk
merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
( Sudiharto, 2007. hal : 24 )
f. Tahap-tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Menurut Duval ( 1997 ), daur atau siklus kehidupan keluarga
terdiri dari delapan tahap perkembangan, yaitu :
1) Tahap I, Pasangan baru menikah ( keluarga baru ).
Tugas perkembangan kelurga pada tahap ini adalah membina
hubungan perkawinan yang saling memuaskan, membina hubungan
harmonis dengan saudara dan kerabat, dan merencanakan keluarga (
termasuk merencanakan jumlah anak yang diinginkan ).
2) Tahap II, Keluarga menanti kelahiran ( child bearing family ) atau anak
tertua adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan.
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah menyiapkan anggota
keluarga baru ( bayi dalam keluarga ), membagi waktu untuk individu,
pasangan dan keluarga.
3) Tahap III, Keluarga dengan anak prasekolah anak tertua 2,5 tahun
sampai dengan 6 tahun.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyatukan
kebutuhan masing-masing anggota keluarga, antara lain ruang atau
kamar pribadi dan keamanan, mensosialisasikan anak-anak,
menyatukan keinginan anak-anak yang berbeda, dan mempertahankan
hubungan yang sehat dalam keluarga.
4) Tahap IV, Keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7
sampai 12 tahun.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah mensosialisasikan
anak-anak termasuk membantu anak-anak mencapai prestasi yang baik
disekolah, membantu anak-anak membina hubungan dengan teman
sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan dan
memenuhi kebutuhan kesehatan masing-masing anggota keluarga.
5) Tahap V, Keluarga dengan remaja atau dengan anak tertua 13 sampai
20 tahun.
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengimbangi kebebasan
remaja dengan tanggung jawab yang sejalan dengan maturitas remaja,
memfokuskan kembali hubungan perkawinan, dan melakukan
komunikasi yang terbuka di antara orang tua dengan anak-anak remaja.
6) Tahap VI, Keluarga dengan anak dewasa ( pelepasan ).
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menambah
anggota keluarga dengan kehadiran anggota keluarga yang baru
melalui pernikahan anak-anak yang telah dewasa, menata kembali
hubungan perkawinan, menyiapkan datangnya proses penuaan,
termasuk timbulnya masalah-masalah kesehatan.
7) Tahap VII, Keluarga usia pertengahan.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah mempertahankan
kontak dengan anak dan cucu, memperkuat hubungan perkawinan, dan
meningkatkan usaha promosi kesehatan.
8) Tahap VIII, Keluarga usia lanjut
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah menata kembali kehidupan
yang memuaskan, menyesuaikan kehidupan dengan penghasilan yang
berkurang, mempertahankan hubungan perkawinan, menerima
kehilangan pasangan, mempertahankan kontak dengan masyarakat, dan
menemukan arti hidup.
( Sudiharto, 2007. hal : 24 )
Tugas perkembangan keluarga dalam bidang kesehatan menurut Friedman
( 1981 ) adalah :
1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.
3) Memberikan keperawatan pada anggota keluarganya yang sakit, dan
yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat.
4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dengan
lembaga-lembaga kesehatan yang menunjukkan pemanfaatan
kesehatan yang baik.
( Sudiharto, 2007. hal : 29 )
2. Konsep Proses Keperawatan Keluarga
a. Pengkajian Keluarga
Pengkajian merupakan tahapan terpenting dalam proses perawatan,
mengingat pengkajian sebagai awal bagi keluarga untuk mengidentifikasi
data-data yang ada pada keluarga. Oleh karena itu perawat keluarga
diharapkan memahami betul lingkup, metode, alat bantu dan format
pengkajian yang digunakan. Untuk mempermudah perawat keluarga saat
melakukan pengkajian, dipergunakan istilah penjajakan, antara lain :
1) Penjajakan I
Data-data yang dikumpulkan pada penjajakan I antara lain :
a) Data dasar keluarga
Kepala keluarga, identitas kepala keluarga, nama, jenis kelamin,
umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, komposisi keluarga, susunan
anggota keluarga, pengambilan keputusan, pola pengambilan
keputusan,dan yang paling berpengaruh dalam pengambilan
keputusan, hubungan dalam keluarga.
b) Riwayat dan tahapan perkembangan keluarga
Tahapan perkembangan keluarga saat ini, tahap perkembangan
keluarga yang belum terpenuhi, riwayat keluarga inti, riwayat
keluarga sebelumnya.
c) Lingkungan
Perumahan denah rumah, pengelolahan sampah, sumber air,
jamban keluarga, pembuangan air limbah, fasilitas sesuai dengan
kesehatan, karakteristik tetangga dan komunikasi, interaksi dengan
masyarakat dan system pendukung keluarga.
d) Struktur keluarga
Pola komunikasi keluarga, struktur kekuatan keluarga, struktur
peran, nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga.
e) Fungsi keluarga
Fungsi efektif, fungsi sosialisasi dan fungsi reproduksi.
f) Stress dan koping keluarga
Stresor jangka pendek dan jangka panjang, kemampuan keluarga
berespon terhadap masalah, strategi koping yang digunakan,
strategi adaptasi disfungsional.
g) Harapan keluarga terhadap asuhan keperawatan keluarga
h) Pemeriksaan fisik
2) Penjajakan II
Pengkajian yang tergolong dalam penjajakan II diantaranya
pengumpulan data-data yang berkaitan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan sehingga dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan keluarga. Adapun ketidakmampuan
keluarga dalam menghadapi masalah diantaranya :
a) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
b) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan
c) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
d) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan
e) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
Dari data yang didapatkan melalui pengkajian keluarga akan
dilakukan analisa data yang dapat menyimpulkan beberapa masalah
keperawatan yang kemudian masalah keperawatan tersebut selanjutnya di
prioritaskan melalui skala prioritas masalah keperawatan berdasarkan
beberapa kriteria.
Dalam menyusun masalah kesehatan dan keperawatan keluarga,
seorang perawat selalu mengacu kepada tipologi masalah kesehatan dan
keperawatan serta berbagai alasan dari ketidakmampuan keluarga dalam
melaksanakan tugas-tugas keluarga dalam bidang kesehatan. Yang terdiri
dari tiga kelompok masalah besar, yaitu :
a) Resiko, adalah keadaan yang dapat memungkinkan terjadinya
penyakit, kecelakaan dan kegagalan dalam mencapai potensi
kesehatan.
b) Aktual, adalah kegagalan dalam memantapkan kesehatan.
c) Potensial, adalah saat-saat yang banyak menuntut individu atau
keluarga dalam menyesuaikan diri termasuk dalam hal sumber daya
keluarga.
Dalam menentukan prioritas masalah kesehatan menurut Maglaya
dan Bailon ( 1978 ) dalam kutipan Agus Citra Dermawan ( 2008 ). Perlu
disusun skala prioritas seperti berikut ini :
NO KRITERIA NILAI BOBOT
1. Sifat Masalah
Skala :
Aktual
Resiko
Potensial
3
2
1
1
2. Kemungkinan masalah dapat diubah
Skala :
Dengan mudah
Hanya sebagian
Tidak dapat
2
1
0
2
3. Potensi masalah untuk dirubah
Skala :
Tinggi
Cukup
Rendah
3
2
1
1
4. Menonjolnya masalah
Skala :
Masalah berat harus ditangani
Masalah yang tidak perlu segera
ditangani
Masalah tidak dirasakan
2
1
0
1
Skoring :
a) Tentukan skor untuk setiap kriteria.
b) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot.
Skor
X Bobot
Angka tertinggi
c) Jumlahkan skor untuk semua kriteria.
d) Skor tertinggi adalah 5, dan sama untuk seluruh bobot.
b. Diagnosa Keperawatan Keluarga
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan tentang faktor-faktor
yang mempertahankan respons/ tanggapan yang tidak sehat dan
menghalangi perubahan yang diharapkan. Setelah diketahui masalah
kesehatan dan keperawatan keluarga, langkah selanjutnya adalah
menegakkan diagnosa keperawatan keluarga. Diagnosa keperawatan
keluarga dirumuskan berdasarkan pada lima tugas keluarga ( menurut
Friedman ). Tipiologi dari diagnosa keperawatan :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga,
disebabkan karena : Kurang pengetahuan / ketidaktahuan fakta, Rasa
takut akibat masalah yang diketahui, Sikap dan falsafah hidup.
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan
tindakan kesehatan yang tepat, disebabkan karena : Tidak memahami
mengenai sifat, berat, dan luasnya masalah, Masalah kesehatan tidak
begitu menonjol, Keluarga tidak sanggup memecahkan masalah karena
kurang pengetahuan, dan kurangnya sumber daya keluarga, Tidak
sanggup memilih tindakan antara beberapa pilihan, Ketidakcocokan
pendapat dari anggota-anggota keluarga, Tidak tahu tentang fasilitas
kesehatan yang ada, Takut dari akibat tindakan, Sikap negative
terhadap masalah kesehatan, Fasilitas kesehatan tidak terjangkau,
Kurang percaya terhadap petugas dan lembaga kesehatan, Kesalahan
informasi terhadap tindakan yang diharapkan.
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit,
disebabkan karena : Tidak mengetahui keadaan penyakit misalnya,
sifat, penyebab, penyebaran, perjalanan penyakit, gejala dan
perawatannya serta pertumbuhan dan perkembangan anak, Tidak
mengetahui tentang perkembangan perawatan yang dibutuhkan,
Kurang / tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan, Tidak
seimbang sumber-sumber yang ada dalam keluarga, misalnya :
keuangan, anggota keluarga yang bertanggung jawab, fasilitas fisik
untuk perawatan, Sikap negative terhadap yang sakit, Konflik individu
dalam keluarga, Sikap dan pandangan hidup, Perilaku yang
mementingkan diri sendiri.
4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan perkembangan pribadi anggota keluarga,
disebabkan karena : Sumber-sumber keluarga tidak cukup, diantaranya
keuangan, tanggung jawab/ wewenang, keadaan fisik rumah yang tidak
memenuhi syarat, Kurang dapat melihat keuntungan dan manfaat
pemeliharaan lingkungan rumah, Ketidaktahuan pentingnya sanitasi
lingkungan, Konflik personal dalam keluarga, Ketidaktahuan tentang
usaha pencegahan penyakit, Sikap dan pandangan hidup,
Ketidakkompakan keluarga, karena sifat mementingkan diri sendiri,
tidak ada kesepakatan, acuh terhadap anggota keluarga yang
mempunyai masalah.
5) Ketidakmampuan keluarga menggunakan sumber dimasyarakat guna
memelihara kesehatan, disebabkan karena : Tidak tahu bahwa fasilitas
kesehatan itu ada, Tidak memahami keuntungan yang diperoleh,
Kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan lembaga kesehatan,
Pengalaman yang kurang baik dari petugas kesehatan, Rasa takut pada
akibat dari tindakan, Tidak terjangkau fasilitas yang diperlukan, Tidak
adanya fasilitas yang diperlukan, Rasa asing dan tidak ada dukungan
dari masyarakat, Sikap dan falsafah hidup.
c. Perencanaan Keperawatan
Rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang
ditentukan perawat untuk dilaksanakan, dalam memecahkan masalah
kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasi.
Rencana keperawatan keluarga dibuat karena penting untuk :
1) Memberikan perawatan yang khusus, karena dapat mempermudah
penyampaian perawatan yang tepat dengan memperhatikan keunikan
penerima
2) Membantu dalam menentukan prioritas dengan memberikan data-data
tentang keadaan sifat masalah
3) Mengembangkan komunikasi yang sistematis antara tenaga kesehatan
yang bersangkutan
4) Menjamin kesinambungan dari perawatan yang diberikan
5) Melancarkan koordinasi perawatan melalui pemberian informasi
kepada tim kesehatan lainnya, tentang tindakan yang dikerjakan oleh
perawat
Yang terpenting pada bagian perencanaan adalah menentukan
sasaran dan perumusan tujuan. Prinsip dalam menentukan sasaran adalah
ditentukan oleh perawat bersama keluarga, dapat diterima oleh keluarga,
keluarga menyadari dan mengambil tindakan untuk memecahkannya.
Sedangkan perumusan tujuan akan menentukan kriteria yang dipakai
untuk menilai keberhasilan keperawatan. Dalam menentukan tujuan
perawatan keluarga harus berdasarkan pada dua bagian yaitu :
1) Tujuan jangka pendek, ditekankan pada keadaan-keadaan yang
mengancam kehidupan misalnya sakit berat, dan sebagainya.
2) Tujuan jangka panjang, lebih menekankan pada perubahan perilaku,
dari perilaku yang merugikan kesehatan menjadi perilaku yang
menguntungkan kesehatan, dan mengarah kepada kemampuan mandiri
dalam memelihara kesehatan keluarga dan mengatasi masalahnya.
Menurut Freeman dalam Freedman ( 1998 ), secara umum,
intervensi keperawatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Supplemental. Perawat secara langsung memberikan pelayanan
keperawatan yang tidak dapat dilakukan oleh keluarga.
2) Facilitative. Perawat membantu mengatasi hambatan dari keluarga
dalam memperoleh pelayanan medis, kesejahteraan social, transportasi,
atau pelayanan perawatan kesehatan dirumah.
3) Developmental. Perawat membantu keluarga untuk menolong diri
sendiri sesuai kemampuannya ( misalnya, meningkatkan kemampuan
merawat diri dalam keluarga dan tanggung jawab diri sendiri ).
Perawat juga membantu keluarga untuk memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang bersumber dari diri sendiri, seperti dukungan social
internal dan eksternal.
d. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan / implementasi keperawatan keluarga adalah suatu
proses aktualisasi rencana intervensi yang memanfaatkan berbagai sumber
di dalam keluarga dan memandirikan keluarga dalam bidang kesehatan.
Keluarga dididik untuk dapat menilai potensi yang dimiliki mereka dan
mengembangkannya melalui implementasi yang bersifat memampukan
keluarga untuk : mengenal masalah kesehatannya, mengambil keputusan
berkaitan dengan persoalankesehatan yang dihadapi, merawat dan
membina anggota keluarga sesuai kondisi kesehatannya, memodifikasi
lingkungan yang sehat bagi setiap anggota keluarga, serta memanfaatkan
sarana pelayanan kesehatan terdekat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan terhadap keluarga adalah sumber daya keluarga (keuangan),
tingkat pendidikan keluarga, adat istiadat yang berlaku, respons dan
penerimaan keluarga, sarana dan prasarana yang ada pada keluarga.
e. Evaluasi
Evaluasi keperawatan keluarga adalah proses untuk menilai
keberhasilan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatannya sehingga
memiliki produktivitas yang tinggi dalam mengembangkan setiap anggota
keluarga.
Karakteristik evaluasi dengan pedoman SOAP memberikan
tuntunan pada perawat dengan uraian sebagai berikut :
1) Subjektif
Pernyataan atau uraian keluarga, klien atau sumber lain tentang
perubahan yang dirasakan baik kemajuan ataupun kemunduran setelah
diberikan tindakan keperawatan.
2) Objektif
Data yang bisa diamati dan diukur melalui teknik observasi, palpasi,
perkusi atau auskultasi sehingga dapat dilihat kemajuan atau
kemunduran pada sasaran perawatan sebelum dan setelah diberikan
tindakan keperawatan.
3) Analisa
Pernyataan yang menunjukkan sejauh mana masalah keperawatan
dapat tertanggulangi.
4) Planning
Rencana yang ada dalam catatan perkembangan merupakan rencana
tindakan hasil evaluasi tentang dilanjutkan atau tidak rencana tersebut
sehingga diperlukan inovasi dan modifikasi bagi perawat.

You might also like