You are on page 1of 15

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOID,


BASA NITROGEN, DAN SULFONAMIDA





Disusun Oleh:
Tazyinul Qoriah Alfauziah
NPM: 260110120027



LABORATORIUM ANALISIS FISIKOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOID, BASA
NITROGEN, DAN SULFONAMID

I. TUJUAN
Mengetahui cara identifikasi senyawa golongan alkaloid, basa nitrogen, dan
sulfonamida.

II. PRINSIP
1. Senyawa golongan alkaloid dapat berfluorosensi di bawah sinar UV baik
dilihat langsung maupun dengan penambahan asam.
2. Senyawa golongan alkaloid dapat menghasilkan bentuk kristal yang
spesifik dengan penambahan reagen HgCl
2
.
3. Pengkopelan senyawa golongan sulfonamida dengan reagensia pDAB
menghasilkan endapan dengan spektrum warna kuning hingga merah

III. DATA PENGAMATAN DAN REAKSI
No. Perlakuan Hasil
3.1 Alkaloid dan Basa Nitrogen
a. Kinin HCl
larutan sampel ditambahkan
asam sulfat
diamati fluorosensi

Larutan bening


larutan berwarna hijau tosca
(UV 254 nm)
ditambahkan HgCl
2
,
kemudian ditambahkan air.
Kemudian diamati kristal
yang terbentuk

blanko HgCl
2
No. Perlakuan Hasil

terbentuk kristal jarum
Reaksi Kinin dengan asam sulfat

Quinine quinotoxine
(,)
No. Perlakuan Hasil
b. Papaverin HCl
ditambahkan reagensia
Liebermann

terbentuk endapan putih,
larutan bening
ditambahkan reagensia
Mandelin

pertama-tama larutan berbuih,
kemudian terbentuk larutan
berwarna hijau tua kebiruan
Papaverin HCl ditambahkan
No. Perlakuan Hasil
asam asetat anhidrid
secukupnya
ditambahkan asam sulfat
pekat

Diamati fluorosensinya.
terbentuk larutan bening

terbentuk larutan berwarna
kuning kehijauan, larutan
terasa panas

larutan berwarna kuning pada
UV 254 nm
ditambahkan HgCl
2
,
kemudian ditambahkan air.
Kemudian diamati kristal
yang terbentuk

blanko HgCl
2


terbentuk kristal amorf putih
Reaksi Papaverin dengan asam

(Cava et. al., 1973)
No. Perlakuan Hasil
c. Efedrin
ditambahkan pereaksi
Liebermann

terbentuk endapan putih,
larutan keruh kecoklatan
ditambahkan larutan CuSO
4

ditambahkan NaOH encer
larutan bening

larutan biru muda keunguan
No. Perlakuan Hasil
ditambahkan HgCl
2
,
kemudian ditambahkan air.
Kemudian diamati kristal
yang terbentuk

blanko HgCl
2


terbentuk kristal amorf
Reaksi efedrin dengan CuSO
4
dalam keadaan basa

(Kovar and Laudszun, 1989)
No. Perlakuan Hasil
d. Heksamin
dicampurkan 100 mg
heksamin dengan asam
salisilat dengan jumlah yang
sama
dipanaskan dengan 1 mL
H
2
SO
4

pemanasan dengan api
bunsen

serbuk putih bercampur


larutan bening, endapan putih


No. Perlakuan Hasil
berbuih, larutan bening,
endapan putih
ditambahkan dengan H
2
SO
4

encer dan satu tetes
formaldehid. Ujung tabung
ditutup kapas dan kertas
lakmus merah yang sudah
dibasahi.

lakmus tetap berwarna merah
dilakukan sublimasi
menggunakan ring sublimasi

terbentuk kristal berbentuk
heksagonal
Reaksi heksamin dengan asam

(Tada, 1960)
No. Perlakuan Hasil
3.2 Sulfonamida
a. Sulfanilamid
sampel dilarutkan dalam HCl
encer, lalu ditambahkan
pereaksi pDAB

larutan kuning, endapan
oranye-kuning
No. Perlakuan Hasil
ditambahkan CuSO
4


endapan putih, larutan biru
pucat dari CuSO
4

ditambahkan vanillin dan
H
2
SO
4

larutan kuning dengan vanillin
mengapung tidak larut
sampel dilarutkan dalam
aseton, lalu ditambahkan air
dan dibiarkan mengkristal.

terbentuk kristal bulat
memanjang rapat kompak
Reaksi Sulfanilamid dengan pDAB

Sulfanilamid pDAB basa Schiff sulfanilamid
(Kumar, 2010)
Reaksi Sulfonamid dengan CuSO
4

(Kafedra, 2013)
No. Perlakuan Hasil
b. Sulfamerazin
ditambahkan pDAB

terbentuk endapan merah
dengan larutan kuning
ditambahkan CuSO
4


sulfamerazin mengapung
dalam larutan biru pucat
CuSO
4

ditambahkan vanillin dan
asam sulfat

terbentuk larutan berwarna
oranye, di permukaan terdapat
vanillin yang tidak larut.
Reaksi Sulfamerazin dengan pDAB

Sulfamerazin pDAB basa Schiff sulfamerazin
(McEvoy, 1992)
Reaksi Sulfonamid dengan CuSO
4

(Kafedra, 2013)

IV. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan uji pendahuluan pada senyawa
golongan alkaloid dan basa nitrogen, serta golongan sulfonamid. Alkaloid
dapat didefinisikan sebagai suatu senyawa yang memiliki satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya pada cincin heterosiklik, yang memiliki aktivitas fisiologis
pada manusia. Sampel yang diujikan untuk golongan alkaloid ada empat,
yaitu kinin HCl, papaverin HCl, efedrin, dan heksamin.
Senyawa alkaloid pertama yang diuji adalah kinin HCl. Kinin
dikenal sebagai senyawa yang dapat mengobati penyakit malaria dengan
menghambat proteolisis hemoglobin dan polymerase heme. Metode pertama
identifikasi kinin HCl adalah sampel dilarutkan dalam aquades, lalu
ditambahkan air dan dilihat fluorosensinya pada sinar UV 254 nm.
Fluorosensi yang dihasilkan kinin HCl adalah hijau tosca. Kinin HCl
seharusnya dapat berfluorosensi baik dengan maupun tanpa penambahan
asam karena mempunyai gugus kromofor sehingga dapat menghasilkan
fluorosensi di sinar UV. Namun, saat sejumlah kinin diletakkan di atas pelat
tetes lalu dilihat di UV 254 nm, tidak terlihat adanya fluorosensi (tetap
berwarna putih). Diasumsikan bahwa kinin berfluorosensi lemah sehingga
warnanya pada UV 254 nm kurang terlihat. Dengan penambahan aquades dan
asam sulfat, intensitas warna kinin semakin kuat karena asam sulfat
merupakan gugus auksokrom. Metode kedua untuk identifikasi kinin
dilakukan dengan penambahan HgCl
2
dan air, lalu dibiarkan mengkristal.
Bentuk kristal kinin HCl yang terbentuk menyerupai jarum. HgCl
2
dapat
menginduksi senyawa untuk mengkristal karena ia merupakan suatu logam
berat yang dapat menyediakan orbital bebas pada senyawa target. Untuk
mengetahui bahwa kristal yang terbentuk bukanlah kristal HgCl
2
, dibuatklah
suatu blanko yang terdiri dari sampel dan air, lalu dibiarkan mengkristal dan
diamati kristalnya di bawah mikroskop. Alhasil, terbentuklah kristal blanko
HgCl
2
yang amorf (bentuknya tidak beraturan).
Senyawa alkaloid kedua yang diuji adalah papaverin HCl. Pertama,
papaverin HCl ditambahkan pereaksi Liebermann yang menghasilkan
endapan putih dan larutan bening. Hal ini tidak sesuai dengan literatur, karena
menurut Steve (2005), penambahan pereaksi Liebermann pada papaverin
dapat memberikan warna hitam. Ketidaksesuaian ini mungkin dapat terjadi
karena terjadi kontaminasi pada pereaksi atau senyawa target. Pembentukan
kompleks warna dihasilkan dari senyawa yang mengandung cincin benzene
tersubstitusi tunggal yang tidak bergabung dengan gugus karbonil, amida,
atau C=N-O. Pereaksi Liebermann spesifik terhadap gugus O-alkil (O-CH
3
)
yang berikatan dengan cincin benzen, dan papaverin memiliki 4 gugus O-
CH
3
yang berikatan dengan cincin benzene, sehingga seharusnya terjadi
perubahan warna akibat pembentukan kompleks tersebut (Suherman, 2013).
Kedua, papaverin HCl ditambahkan pereaksi Mandelin, awalnya larutan
berbuih yang menandakan bahwa reaksinya melepaskan CO
2
kemudian
terbentuk larutan berwarna hijau zaitun. Hal ini sesuai dengan literatur,
karena menurut Johns (1979), papaverin HCl yang ditambahkan pereaksi
Mandelin akan membentuk kompleks berwarna zaitun.
Ketiga, ditambahkan asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat
kemudian diamati di sinar UV 254 nm yang menghasilkan larutan kuning dan
berfluorosensi lemah berwarna kuning. Fluorosensi terjadi karena terdapat
gugus rangkap terkonjugasi pada struktur papaverin HCl yang dapat
menyerap sinar pada panjang gelombang 254 nm. Asam asetat anhidrida
berfungsi untuk mempermudah papaverin HCl untuk larut karena sifatnya
yang merupakan pendonor pasangan elektron bebas yang baik, sedangkan
asam sulfat berfungsi agar papaverin HCl membentuk kompleks berwarna
kuning. Fluorosensi yang dihasilkan kurang baik, padahal seharusnya warna
fluorosensi yang dihasilkan kuning kehijauan (Suherman, 2013; Arwa, 2013).
Hal ini dapat disebabkan karena tidak dilakukannya pemanasan setelah
penambahan asam sulfat sehingga kompleks yang terbentuk masih belum
stabil. Keempat, dilakukan kristalisasi papaverin HCl dengan menggunakan
HgCl
2
yang menghasilkan kristal amorf berwarna putih.
Senyawa alkaloid yang ketiga adalah efedrin. Pertama efedrin
ditambahkan pereaksi Liebermann dan terbentuk endapan putih dengan
larutan berwarna keruh kecoklatan. Hal ini menandakan bahwa efedrin tidak
bereaksi dengan Liebermann karena efedrin tidak memiliki gugus O-CH
3

pada gugus benzen. Kedua, efedrin ditambahkan CuSO
4
dalam keaadan basa
(NaOH encer) dan dihasilkan larutan berwarna biru keunguan, sedangkan
menurut Steve (2005), penambahan CuSO
4
dalam keadaan basa pada
senyawa efedrin menghasilkan warna ungu. Kekurangsesuaian ini bisa
disebabkan karena penambahan NaOH yang kurang encer (4N) sehinga
warna yang diinginkan tidak optimal. Ketiga, dilakukan kristalisasi efedrin
dengan menggunakan HgCl
2
yang menghasilkan kristal amorf.
Senyawa alkaloid yang keempat adalah heksamin. Pertama,
heksamin ditambahkan asam salisilat sama banyak lalu ditambahkan asam
sulfat kemudian dipanaskan, dan dihasilkan larutan bening dengan endapan
berwarna putih. Hal ini tidak sesuai dengan literatur, karena menurut Steve
(2005), penambahan asam sulfat pada heksamin akan menghasilkan
kompleks berwarna merah. Ketidaksesuaian ini bisa terjadi karena pemanasan
dilakukan langsung pada nyala Bunsen, tidak melalui penangas air, sehingga
asam sulfat dapat menguap. Kedua, heksamin ditambahkan asam sulfat encer
dan satu tetes formaldehid lalu ujung tabung ditutup kapas dan kertas lakmus
merah yang sudah dibasahi. Hasilnya kertas lakmus tidak berubah warna,
tetap berwarna merah. Hal ini tidak sesuai, karena idealnya heksamin bersifat
basa akibat gugus N yang ada pada strukturnya. Ketidaksesuaian ini dapat
terjadi karena asam sulfat yang diberikan terlalu banyak sehingga sifat basa
heksamin tertutupi. Ketiga, dilakukan sublimasi pada heksamin dengan
menggunakan ring sublimasi dan dihasilkan kristal yang heksagonal. Uji ini
merupakan uji spesifik bagi heksamin.
Berikutnya senyawa golongan sulfonamida, yang memiliki struktur
sebagai berikut:

Senyawa sulfonamida dapat diidentifikasi dengan menggunakan
pereaksi pDAB (4-(dimethyl amino)-benzaldehyde)
atau reagen Ehrlich. Pereaksi pDAB merupakan suatu
senyawa aromatik dan secara alami termasuk salah satu
agen kromogenik, yang dapat memberikan warna senyawa target pada sinar
UV. Pereaksi pDAB akan memberikan perubahan warna pada senyawa yang
mengandung gugus amina. Gugus amina primer yang ada pada suatu obat
akan bereaksi dengan gugus karbonil dalam pereaksi pDAB dan membentuk
basa Schiff yang dapat diamati dari perubahan warnanya. Prinsip dari
pembentukan basa Schiff adalah reaksi adisi nukleofilik, dengan gugus amina
sebagai nukleofilnya. Adapun reaksi umumnya dapat digambarkan sebagai
berikut:

(Divya, 2014)
Pereaksi pDAB ini dapat membedakan senyawa sulfanilamid dan
sulfamerazin dilihat dari warna endapan yang terbentuk. Sulfanilamid
membentuk endapan berwarna kuning sedangkan sulfamerazin membentuk
endapan berwarna merah. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pun terdapat
endapan merah pada sulfamerazin dan endapan kuning-oranye pada
sulfanilamid.
Selain dengan menggunakan pereaksi pDAB, identifikasi dapat
dilakukan dengan penambahan CuSO
4
. Menurut Steve (2005), penambahan
CuSO
4
pada sulfanilamid akan membentuk kompleks larutan berwarna biru,
sedangkan pada sulfamerazin akan membentuk kompleks larutan berwarna
hijau yang lama kelamaan akan berubah menjadi warna coklat tua.
Berdasarkan hasil pengamatan, sulfanilamid membentuk kompleks larutan
berwarna biru muda dan endapan berwarna putih. Hal ini sesuai dengan
literatur, dan adanya endapan putih dapat dikarenakan pemakaian
sulfanilamid yang terlalu banyak. Sedangkan sulfamerazin membentuk
kompleks berwarna biru pucat dengan endapan putih sulfamerazin di atasnya.
Ketidaksesuaian dengan literatur ini dapat diakibatkan karena pereaksi atau
sulfamerazin yang telah terkontaminasi oleh sampel lain.
Metode ketiga adalah dengan penambahan vanillin dan asam sulfat.
Sulfanilamid yang ditambah vanillin dan asam sulfat membentuk larutan
berwarna kuning dengan vanillin yang tidak terlarut, sedangkan sulfamerazin
membentuk larutan berwarna oranye dengan vanillin yang tidak larut di
atasnya. Terjadinya perubahan warna merupakan akibat dari pembentukan
kompleks vanillin dengan sulfamerazin dan sulfanilamid.
Untuk pemastian senyawa sulfanilamid, dapat dilakukan kristalisasi
dengan menggunakan aseton dan air. Sulfanilamid dilarutkan dalam aseton,
lalu larutan jernihnya diteteskan pada kaca objek dan ditambahkan air di
atasnya, kemudian didiamkan sampai terbentuk kristal dan diamati di bawah
mikroskop. Kristal sulfanilamid yang dihasilkan berbentuk bulat memanjang
rapat dan kompak. Tidak terlihat adanya kekhasan pada kristal. Hal ini dapat
diakibatkan karena jumlah sulfanilamid terlalu banyak sehingga terjadi
penumpukan kristal.

V. KESIMPULAN
Cara identifikasi senyawa golongan alkaloid dan sulfonamida dapat
diketahui. Senyawa golongan alkaloid dapat diidentifikasi dari reaksi
fluorosensi dan kristalisasi dengan HgCl
2
, sedangkan senyawa golongan
sulfonamida dapat diidentifikasi dengan pereaksi pDAB dilihat dari warna
endapan yang terbentuk.

DAFTAR PUSTAKA
Arwa. 2013. Reaksi-reaksi Pendahuluan Golongan Alkaloid dan Basa Nitroben.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Fisikokimia. Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Cava, et. al. 1973. A Novel Pschorr reaction in the papaverine series. J. Org.
Chem. 38 (13): 23942397
Divya, Y. 2014. Principles & Procedures Involved In Usage Of Reagents In
Pharmaceutical Analysis. Available online at http://s3.amazonaws.com/ppt-
download/divya-140527091328-phpapp02.pptx?response-content-
disposition=attachment&Signature=DeCGVvQpjkU8FttVahodJ2PIJVA%3
D&Expires=1411392198&AWSAccessKeyId=AKIAI6DXMWX6TBWAH
QCQ [Accessed on September 22
nd
, 2014]
Johns, S.H. et al. 1979. Spot Tests: A color chart reference for Forensic chemists.
J Forensic Sci. 24 (3): 631- 649
Kafedra. 2013. Sulfanilic acid (p-aminobenzenesulphoacid). Available online at
http://intranet.tdmu.edu.ua/data/kafedra/internal/pharma_2/classes_stud/en/p
harm/prov_pharm/ptn/pharmaceutical%20chemistry/3%20course/15%20Ph
arm.analysis%20of%20amide%20p-
aminobenzenesulfonic%20acid%20derivatives.htm [Accessed on 22
nd

Spetember, 2014]
Kelly, W.N. 2009. Pharmacy: What it is and How it works. CRC Press. New
York.
Kovar, Karl Artur and Martina Laudszun. 1989. Chemistry and Reaction
Mechanisms of Rapid Tests for Drugs of Abuse and Precursors Chemicals.
United Nations. Germany.
Kumar, Santosh dkk. 2010. Synthesis and Antimicrobial Study of Some Schiff
Bases of Sulfonamides. Journal of Current Pharmaceutical Research (01):
39-42.
McEvoy GK. 1992. AHFS Drug Information. American Society of Hospital
Pharmacists Inc, Bethesda. USA.
Steve, H. M. 2005. Colour Test. Available online at
http://labna.iquimica.unam.mx/~mramed/academia/actividades/qea/drogas/b
ibliografia/libros/Clarke/Colour_tests.html [Accessed on September 22
nd
,
2014]
Suherman, Irvan. 2013. Reaksi Pendahuluan Golongan Alkaloid dan Basa
Nitrogen. Laporan Akhir Praktikum Analisis Fisikokimia. Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Tada, Hikoji. 1960. Decomposition Reaction of Hexamine by Acid. Journal of
The American Chemical Society. 82 (2): 255-263.

You might also like