You are on page 1of 26

PROPOSAL RONDE KEPERAWATAN

PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN


DI RUANG ASTER A RSUP Dr. MUHAMMAD HOESIN PALEMBANG





OLEH :
KELOMPOK 2


ATIKA DEWI KHARISMA, S. Kep
DIAH AYU AGUSPA DITA, S. Kep
DIAN PUTRA ASENDO, S. Kep
EKA FITRIYANIE, S. Kep
EKA OKTARINA, S. Kep
ERPINA,S. Kep
EVI ERLIYANTI,S. Kep
EVI NURHAYATI, S. Kep
HERLINDA OCTAVERA, S. Kep
JULIA AVLIYANTI, S. Kep



PROGRAM PROFESI NERS
PROGRAM ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Pengetahuan masyarakat yang meningkat menyebabkan semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan
keperawatan. Melihat fenomena tersebut mendorong perawat untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan belajar banyak
tentang konsep pengelolaan keperawatan dan langkah-langkah konkrit dalam
pelaksanaannya. Langkah-langkah tersebut dapat berupa penataan sistem pemberian
pelayanan keperawatan profesional (SP2KP) mulai dari ketenagaan/pasien, penetapan MAKP
dan perbaikan dokumentasi keperawatan. Pemenuhan tingkat kepuasan pasien ini dapat
dimulai dengan upaya menggali kebutuhan pasien demi tercapainya keberhasilan asuhan
keperawatan. Metode yang dipilih untuk menggali secara mendalam tentang kebutuhan
pasien adalah dengan melaksanakan ronde keperawatan. Dengan melaksanakan ronde
keperawatan diharapkan dapat memecahkan masalah keperawatan pasien melalui cara
berpikir kritis berdasarkan konsep asuhan keperawatan.
Ronde keperawatan merupakan suatu sarana bagi perawat untuk membahas masalah
keperawatan dengan melibatkan klien dan seluruh tim keperawatan, konsultan keperawatan,
serta tim kesehatan lain (dokter, ahli gizi, rehabilitasi medik). Selain menyelesaikan masalah
keperawatan pasien, ronde keperawatan juga merupakan suatu proses belajar bagi perawat
dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Kepekaan
dan cara berpikir kritis perawat akan tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer pengetahuan
dan pengaplikasian konsep teori secara langsung pada kasus nyata. Dengan pelaksanaan
ronde keperawatan yang berkesinambungan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
perawat ruangan untuk berpikir secara kritis dalam peningkatan perawatan secara
professional. Dalam pelaksanaan ronde juga akan terlihat kemampuan perawat dalam
melaksanakan kerja sama dengan tim kesehatan yang lain guna mengatasi masalah kesehatan
yang terjadi pada klien (Nursalam,2007).
Di Ruang Aster A RSUP Muhammad Hoesin Palembang, ronde keperawatan belum
pernah dilaksanakan sebelumnya. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai pendorong untuk
proses tindak lanjut pelaksanaan ronde keperawatan di ruangan Aster A secara
berkesinambungan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kami mahasiswa Program Ilmu Keperawatan
Universitas Sriwijaya akan mengadakan kegiatan ronde keperawatan di Ruang Aster A
selama Praktik Profesi Manajemen Keperawatan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berpikir kritis.
1.2.2 Tujuan khusus
Setelah dilaksanakan ronde keperawatan, mahasiswa mampu:
1). Menumbuhkan cara berpikir kritis dan sistematis
2). Meningkatkan kemampuan validasi data klien
3). Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.
4). Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana keperawatan
5). Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada
masalah klien.
6). Meningkatkan kemampuan justifikasi.
7). Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja

1.3 Manfaat
1. Bagi Pasien
1). Membantu menyelesaikan masalah pasien sehingga mempercepat masa
penyembuhan.
2). Mendapat perawatan secara profesional dan efektif kepada pasien
3). Memenuhi kebutuhan pasien
2. Bagi Perawat
1). Meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor perawat.
2). Meningkatkan kerjasama antar tim kesehatan.
3). Menciptakan komunitas keperawatan profesional.
3. Bagi rumah sakit
1). Meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit.
2). Menurunkan lama hari perawatan pasien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ronde Keperawatan
2.1.1 Pengertian Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan klien, dilakukan dengan melibatkan pasien untuk membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat
primer dengan konselor, kepala ruangan, perawat assosiate serta melibatkan seluruh
anggota tim kesehatan (Nursalam, 2011)
2.1.2 Manfaat
1. Masalah pasien dapat teratasi
2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
3. Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional
4. Terjalinnya kerjasama antar tim kesehatan.
5. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan benar.
2.1.3 Kriteria klien
Klien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah klien yang memiliki
kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan
tindakan keperawatan
2. Klien dengan kasus baru atau langka
2.1.4 Peran masing-masing anggota tim
1. Perawat Primer (PP) dan Perawat Associate (PA)
a. Menjelaskan data klien yang mendukung masalah klien
b. Menjelaskan diagnosis keperawatan
c. Menjelaskan intervensi yang dilakukan
d. Menjelaskan hasil yang didapat
e. Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang diambil
f. Menggali masalah-masalah klien yang belum terkaji
2. Perawat Konselor
a. Memberikan justifikasi
b. Memberikan reinforcement
c. Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta rasional
tindakan
d. Mengarahkan dan koreksi
e. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari
2.1.5 Alur Pelaksanaan Ronde Keperawatan

2






3
4
5
6

7
8



9
10










PP
Validasi data
Penetapan Pasien
Pasien
Persiapan Pasien :
Informed Concent
Hasil Pengkajian/
Validasi data
Simpulan dan
rekomendasi solusi
masalah
Penyajian
Masalah
Lanjutan diskusi
di Nurse Station
Diskusi PP, Konselor,
KARU, Dokter,
Gizi,FisioThe
TAHAP RONDE
DI BED KLIEN
TAHAP PRA
RONDE
TAHAP PASCA
RONDE
TAHAP
PELAKSANAAN
DI NURSE
STATION
Apa masalah & diagnosis
keperawatan?
Data apa yang mendukung?
Bagaimana intervensi yang sudah
dilakukan?
Apa hambatan yang ditemukan?
Aplikasi Hasil
analisis
dan diskusi

Masalah teratasi
2.1.6 Evaluasi
1. Evaluasi Struktur :
a. Ronde keperawatan dilaksanakan di Ruang Aster A RSUP Muhammad
Hoesin, persyaratan administratif sudah lengkap (Informed consent, alat, dan
lainnya)
b. Peserta ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde keperawatan
c. Persiapan dilakukan sebelumnya.
2. Evaluasi Proses :
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah
ditentukan
3. Evaluasi Hasil :
a. Klien puas dengan hasil kegiatan.
b. Masalah klien dapat teratasi.
c. Perawat dapat :
1) Menumbuhkan cara berfikir yang kritis.
2) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi
pada masalah pasien.
3) Meningkatkan cara berfikir yang sistematis
4) Meningkatkan kemampuan validitas data pasien.
5) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan.
6) Meningkatkan kemampuan justifikasi
7) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.
8) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan

2.2 Asuhan Keperawatan pada Tn.B dengan diagnosa medis Limfoma dengan
masalah keperawatan utama .........................................
2.2.1 Konsep Penyakit
a. Pengertian
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung,
dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.



b. Etiologi
1. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala
klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang
bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi
juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air
atau tanah yang tercemar.


2. Noninfeksi
a. Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali
antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida
dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.



b. Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak
epitel kornea.
c. Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel
yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih
lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
d. Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.
e. Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
f. Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
g. Pajanan (exposure)
h. Neurotropik
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
a. Granulomatosa wagener
b. Rheumathoid arthritis

c. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

d. Manifestasi klinik
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer
kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion

e. Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat
terutama bila letaknya di daerah pupil.

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera
bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi
infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh
dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi
kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit
juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada
kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang
meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf
kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada
pembuluh iris.

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah
yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan
lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi
sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.

















f. Pathway





























Sumber : (Mansjoer, A. 2001) Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1.


Intoleransi aktivitas
Hipertermi
Resiko
terjadinya
infeksi


Abnormalitas genetic, factor
lingkungan, infeksi virus
Penurunan
nafsu makan
Pembesaran
kelenjar getah
bening
Mendesak pembuluh darah
Gangguan
termoregulasi
Resiko terjadinya
infeksi

Mendesak sel
saraf
Mendesak jaringan
sekitar
Sistem
pernapasan
Sistem saraf Sistem
pencernaan
Sistem
muskuluskletal
Respons
psikososial
Pa O
2
menurun
PCO
2

meningkat
Sesak napas
Peningkatan
produksi sekret
Penurunan
imunitas

Paralisis
faringeal
Sesak napas
Tindakan
invasif
Efek
hiperventilasi
Kecemasan
Koping tidak
efektif
Pola napas
tidak efektif
Jalan nafas
tidak efektif

Kesulitan
menelan
Penurunan
suplai oksigen
kejaringan
Produksi asam
lambung
meningkat
Peristaltik
menurun
Mual, nyeri
lambung
konstipasi
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Kelemahan fisik
umum,odem
Peningkatan
metabolisme
anaerob
Peningkatan
produksi asam
laktat
Nyeri
g. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening
yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk
mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan,
biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah
cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma.
Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan
jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap
pengobatan.
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk
melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.

h. Penatalaksanaan & Therapy
Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa pasien dengan
tumor keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan
pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi limfadenopati
yang bukan merupakan ancaman.
1. Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi dapat
disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada
pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat
utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi
dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi
anatomis.
Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV,
penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding
dengan khemoterapi.
2. Khemoterapi
a. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten
yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna
keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat
lanjut.Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan
prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau
sedang berdasakan stadiumnya. Paling baik selalu diberikan kemoterapi
kombinasi MOPP:
M = Mustard nitrogen 6mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
O = Oncovin = vincristine 1,0 1,mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.
P = Procarbazine 100mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
P = Prednison 40mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.
Satu seri adalah 14 hari kemudian istirahat 14 hari.
i. Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan
penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan
dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang,
stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang
paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari
kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila
pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal
sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan
produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin
terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.

1. Konsep Askep
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status
perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa nyeri bila
ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas, gangguan penelanan,
berkeringat di malam hari. Pasien biasanya megnalami dendam dan disertai dengan
penurunan BB.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pasien dengan limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti
pembesaran pada area seperti : leher, ketiak, dll. Pasien dengan transplantasi ginjal
atau jantung.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi susunan anggota keluarga yang mempunyaio penyakit yang sama dengan
pasien, ada atau tidaknya riwayat penyakit menular, penyakit turunan seperti DM,
Hipertensi, dan lain-lain.
b. Data dasar pengkajian pasien
1) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pasien lemah, cemas, nyeri pada benjolan, demam, berkeringat pada malam hari,
dan menurunnya BB.
b. Kulit, rambut, kuku
( tidak ada perubahan )
c. Kepala dan leher
Terdapat benjolan pada leher, yang terasa nyeri bila ditekan.
d. Mata dan mulut
Tidak ada masalah/perubahan.
e. Thorak dan abdomen
Pada pemeriksa yang dilakukan tidak didapatkan perubahan pada thorak
maupun abdomen.
f. Sistem respirasi
Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas karena ada
benjolan.
g. Sistem gastrointestinal
Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan saat
menelan makanan, sehingga pasien sering mengalami penurunan BB.
h. Sistem muskuluskeletal
Pada pasien ini tidak ada masalah.
i. Sistem endokrin
Terjadi pembesaran kelenjar limfe.
j. Sistem persyarafan
Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang sedang
dideritanya.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening.
2. Foto thorak
Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina.
3. CT- Scan
Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma
4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati /
ginjal secara rutin).
5. Laparatomi
Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah
bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan
stadiumnya.

d. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat ( mual, muntah)
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan
kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur
6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf


e. Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
intake yang tidak
adekuat ( mual,
muntah)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x24 jam
Kebutuhan nutrisi klien
dapat terpenuhi dengan
Kriteria Hasil :
BB meningakat
Nafsu makan pasien
meningkat
Gangguan penelanan
berkurang
Rasa sakit pada waktu
menelan berkurang
1. Lakukan pendekatan pada pasien dan
keluarganya.
2. Jelaskan pada pasien dan keluarga
penyebabnya dari rasa sakit dan cara
mengurangi rasa sakit.
3. Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya
dan akibatnya jika ia tidak makan.
4. Anjurkan pada kelurga untuk memberikan
makanan tambahan yang ringan untuk
dicerna
5. Obervasi TTV
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan ahli
gizi
1. pasien dan keluarga lebih kooperatif.

2. pasien mendapat informasi yang tepat.


3. pasien mendapat informasi yang tepat.

4. untuk memudahkan pasien menelan.


5. untuk mengetahui perkembangan pasien
6. untuk menetukan diet yang diperoleh oleh px
2. Resiko terjadinya
infeksi berhubungan
dengan proses
inflamasi.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 Tidak terjadi
infeksi, dengan Kriteria
Hasil :
Suhu tubuh dalam
batas normal
Tidak ada tanda
inflamasi
Keringat berkurang
1. beri penjelasan tentang terjadinya infeksi
2. beritahu pasien tentang tanda-tanda
inflamasi
3. beri kompres basah
4. Anjurkan pasien untuk memakai baju
yang menyerap keringat.
5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian obat

1. pasien mengetahui proses terjadinya infeksi
2. pasien mengetahui tanda-tanda inflamasi dan
pencegahannya
3. menurunkan suhu tubuh pasien
4. agar keringat mudah diserap dan suhu tubuh
tidak meningkat
5. diharapkan dapat mempercepat proses
kesembuahn pasien

3 Cemas berhubungan
dengan kurangnya
pengetahuan tentang
penyakitnya.

Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24
jam tidak terjadi nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
dengan kriteria hasil :
Nafsu makan
meningkat,
1. Observasi nafsu makan klien


2. Beri makan klien sedikit tapi sering
3. Beritahu klien pentingnya nutrisi

4. Pemberian diet TKTP
1. Porsi makan yang tidak habis menunjukkan
nafsu makan belum membaik
2. Meningkatkan masukan secara perlahan
3. Klien dapat memahami dan mau meningkatkan
masukan nutrisi
4. Peningkatan energi dan protein pada tubuh
sebagai pembangun
porsi habis,
BB tidak turun drastis
4 Hipertermi
berhubungan dengan
tak efektifnya
termoregulasi sekunder
terhadap inflamasi

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan suhu tubuh
klien menurun dengan
Kriteria Hasil :
TTV dalam batas
normal

1. Observasi suhu tubuh pasien


2. Anjurkan dan berikan banyak minum
(sesuai kebutuhan cairan anak menurut
umur)
3. Berikan kompres hangat pada dahi, aksila,
perut dan lipatan paha.
4. Anjurkan untuk memakaikan pasien
pakaian tipis, longgar dan mudah
menyerap keringat.
5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.

1. Dengan memantau suhu diharapkan diketahui
keadaan sehingga dapat mengambil tindakan
yang tepat.
2. Dengan banyak minum diharapkan dapat
membantu menjaga keseimbangan cairan dalam
tubuh
3. Kompres dapat membantu menurunkan suhu
tubuh pasien secara konduksi
4. Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat
mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh
menjadi seimbang.
5. antipiretik akan menghambat pelepasan panas
oleh hipotalamus.
5 Intoleransi aktivitas
yang berhubungan
dengan tidak
seimbangnya
persediaan dan
kebutuhan oksigen
kelemahan umum serta
kelelahan karena
gangguan pola tidur
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
Aktivitas dapat terpenuhi
selama perawatan dengan
kriteria hasil :
Laporan secara verbal,
kekuatan otot
meningkat dan tidak
ada perasaan
kelelahan.
Tidak ada sesak
Denyut nadi dalam
batas normal
Tidak muncul sianosis
1. Mengevaluasi respon pasien terhadap
aktivitas, mencatat dan melaporkan
adanya dispnea, peningkatan kelelahan,
serta perubahan dalam tanda vital selama
dan setelah aktivitas.
2. Memberikan lingkungan yang nyaman
dan membatasi pengunjung selama fese
akut atas indikasi. Menganjurkan untuk
menggunakan memejen stress dan
aktivitas yang beragam.
3. Menjelaskan pentingnya beristirahat pada
rencana tindakan dan perlunya
keseimbangan antara aktivitas dengan
istirahat.
4. Membantu pasien untuk berada pada
posisi yang nyaman untuk beristirahat dan
atau tidur.

1. Memberikan kemampuan atau kebutuhan pasien
dan memfasilitasi dalam pemilihan intervensi


2. Mengurangi stress dan stimulasi yang
berlebihan, serta meningkatkan istirahat.



3. Bedrest akan memelihara tubuh selama fase
akut untuk menurunkan kebutuhan metabolisme
dan memelihara energy untuk penyembuhan
4. Pasien mungkin merasa nyaman dengan kepala
dalam keadaan elevasi, tidur di kursi atau
istirahat pada meja dengan bantuan bantal

5. Membantu pasien untuk memenuhi
kebutuhan self-care. Memberikan
aktivitas yang meningkat selama fase
penyembuhan.
5. Meminimalkan kelelahan dan menolong
menyeimbangkan suplai oksigen dan kebutuhan.

6 Nyeri berhubungan
dengan interupsi sel
saraf
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
diharapkan intensitas
nyeri berkurang dengan
kriteria hasil :
Klien merasa nyaman
Skala nyeri menurun
GCS E4V5M6
Tanda-tanda vital
normal(nadi : 60-100
kali permenit, suhu: 36-
36,7 C, pernafasan 16-
20 kali permenit)

1. Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri,
perhatikan isyarat verbal dan non verbal
setiap 6 jam
2. Pantau tekanan darah, nadi dan
pernafasan tiap 6 jam
3. Terapkan tehnik distraksi (berbincang-
bincang)
4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam)
dan sarankan untuk mengulangi bila
merasa nyeri
5. Beri dan biarkan pasien memilih posisi
yang nyaman
6. Kolaborasi dalam pemberian analgetika.

1. menentukan tindak lanjut intervensi.

2. nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan
darah meningkat, nadi, pernafasan meningkat
3. mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
4. relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot
sehingga mengurangi penekanan dan nyeri.
5. mengurangi keteganagan area nyeri.
6. analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan
menimbulkan penghilangan nyeri.

1

BAB 3
KEGIATAN RONDE KEPERAWATAN

3.1 Pelaksanaan Kegiatan
Topik : Asuhan keperawatan klien dengan diagnosa medis Limfoma genue
dextra dengan masalah keperawatan utama ..........
Sasaran : Tn B dengan diagnosa medis Limfoma genue dextra
Hari/Tanggal : Senin, 29 September 2014
Waktu : 60 menit (Pukul 09.00-10.00)
Tempat : Ruang Aster A RSUP. Muhammad Hoesin Palembang
3.2 Pengorganisasian
Kepala Ruangan :
Konselor :
PP 1 :
PP 2 :
PA 1 :
PA2 :
Dokter :
Ahli gizi :
Supervisor :
1.
2.
3.
Pembimbing :
1.
2.
3.
3.3 Materi :
Paparan asuhan keperawatan Tn B dengan diagnosa medis Limfoma genue
dextra di Ruang Aster A RSUP. Muhammad Hoesin Palembang
3.4 Metode
1. Ronde Keperawatan
2. Diskusi dan tanya jawab
3.5 Media
1. Dokumentasi klien (status)
2. Sarana diskusi :
a. Literatur mengenai limfoma
2

b. Alat tulis : kertas dan bollpoin
3.6 Mekanisme kegiatan
TAHAP KEGIATAN TEMPAT PELAKSANA
KEGIATAN
KLIEN
WAKTU
Pra
Ronde


Pra Ronde
a) Menetapkan kasus dan
topik
b) Menentukan tim ronde.
c) Mencari sumber dan
literatur.
d) Membuat proposal
e) Mempersiapkan klien
f) Informed consent
kepada keluarga

Ruang
Aster A

PP 1, PA1

- Dua hari
sebelum
pelaksan
aan
ronde






Ronde

Ronde
I. Pembukaan:
a) Salam pembukaan
b) Memperkenalkan
klien dan tim ronde
c) Menjelaskan tujuan
kegiatan ronde
d) Mempersilahkan PP1
menyampaikan
kasusnya

II. Penyajian data/masalah
a) Menyampaikan dasar
pertimbangan
dilakukan ronde
b) Menjelaskan riwayat
penyakit
c) Menjelaskan masalah
klien yang belum
terselesaikan dan
tindakan yang telah
dilaksanakan
e) Menyampaikan
evaluasi keberhasilan
intervensi
f) Klarifikasi data yang
telah disampaikan

Nurse
Station








Nurse
Station


Kepala
Ruangan








PP1













PP2

Mendengarkan

5 Menit









20 Menit
II. Validasi Data
a) Memberi salam dan
memperkenalkan tim
ronde kepada klien
dan keluarga.
b) Memvalidasi data
yang telah
disampaikan dengan

Bed Klien







Karu



PP2, PA



Memberi
respon dan
menjawab
pertanyaan

20 Menit
3

melibatkan keluarga .
c) Karu membuka dan
memimpin diskusi.
d) Diskusi antar anggota
tim dan klien tentang
masalah keperawatan
yang belum
terselesaikan dari
validasi data antar tim
ronde
e) Pemberian justifikasi
oleh konselor tentang
masalah pasien serta
rencana tindakan
yang akan dilakukan



Nurse
Station





Karu
PP2, PA,
Tim ronde








Pasca
Ronde
Pasca Ronde
a) Menyimpulkan hasil
diskusi dan
merekomendasikan solusi
yang dilakukan dalam
mengatasi masalah.
b) Reward dan Salam
penutup

Nurse
Station



Karu

Tim ronde


Karu


-

10 menit

3.7 Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1) Persiapan dilakukan dua hari sebelum pelaksanaan ronde keperawatan
2) Penyusunan proposal ronde keperawatan
3) Koordinasi dengan pembimbing klinik dan akademik
4) Konsultasi dengan pembimbing dilaksanakan sehari sebelum pelaksanaan
ronde keperawatan
5) Penentuan pasien dan kasus yang akan dilaksanakan ronde
6) Membuat informed consent dengan pasien dan keluarga
b. Evaluasi Proses
Pelaksanaan ronde keperawatan berjalan dengan lancar. Masing-masing dapat
menjalankan perannya dengan baik.
c. Evaluasi Hasil
Dapat dirumuskan tindakan keperawatan untuk menyelesaikan permasalahan
pasien.





4

BAB IV
RESUME KEPERAWATAN

Data Umum
Nama Pasien : Tn B
Usia : 31 tahun
No RM : 847373
Alamat : Jln. Gerak Alam No 25 Bengkulu
Tgl MRS : 26 September 2014

Keluhan Utama : adanya benjolan di lutut kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang : 2 tahun SMRS keluarga pasien mengatakan ada
benjolan di lutut kanan pasien. Awalnya benjolan tersebut sebesar kelereng, namun
seiring berjalannya waktu benjolan tersebut membesar hingga sebesar bola pimpong.
Riwayat penyakit dahulu : pasien pernah menjalani operasi 1 bulan yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga : tidak terdapat penyakit keluarga.
Perkembangan vital sign
Rata-rata tensi pasien dari tanggal 26 September sampai 29 September 2014,
sistole 120 mmHg dan diastole 80 mmHg. Nadi antara 80-86 x/menit. Selama
perawatan suhu pasien rata rata (36-37,5C), dan respiratory rate rata-rata 24x/menit
Pemeriksaan Fisik
B1 : jalan nafas pasien bebas, tidak menggunakan alat bantu nafas. Suara nafas
vesikuler dengan irama nafas yang teratur. Tidak ditemukan adanya keluhan
batuk dan sputum. Bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada simetris.
Tidak terdapat retraksi otot bantu nafas intercostae.
B2 : Irama jantung reguler, CRT <3 detik, tidak terdapat keluhan nyeri dada, akral
hangat dan basah, konjungtiva pink, tidak terdapat adanya tanda edema
B3 : GCS = 456, kesadaran composmentis, pupil isokor, tidak ada gangguan
penciuman, penglihatan, dan pendengaran.
B4 : BAK spontan, tidak terdapat pembesaran kandung kemih.
B5 : Mulut bersih, mukosa lembab, turgor elastis, nafsu makan baik, nilai
laboratorium Hemoglobin 14,4 mg/dl.
B6 :Kemampuan pergerakan sendi terbatas, tampak adanya benjolan berukuran
6x5 cm di lutut dextra, kekuatan otot
5 5
2 2
,
5

Pengkajian Psikososial :
Ekspresi pasien terhadap penyakitnya; pasien terlihat tampak cemas dan
bingung.
Daftar Masalah Keperawatan :
1. Intoleransi aktifitas
2. Ansietas

Masalah keperawatan yang muncul
1. Intoleransi aktifitas berhubungan pembesaran kelenjar getah bening
2. Ansietas berhubungan dengan tindakan invasif yang akan dilakukan

Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi
Hemoglobin
Eritrosit
Leukosit
Hematrokit
Trombosit
Hitung Jenis Leukosit
Basofil
Eosinofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit

Kimia Klinik
Metabolisme karbohidrat
Glukosa sewaktu
Elektrolit
Natrium
Kalium

14.4
5.00
8.9
42
279

0
2
0
71
22
5



98

150
4.1

13.2-17.3 g/dL
4.20-4.87 10
6
/mm
3

4.5-11.0 10
3
/mm
3

43-49 %
150-450 10
3
/L

0-1 %
1-6 %
2-6 %
50-70 %
25-40 %
2-8 %



<200 mg/dL

135-155 mEq/L
3.5-5.5 mEq/L












6

BAB 5
PELAKSANAAN KEGIATAN

5.1 Pelaksanaan Kegiatan
Hari : Senin
Tanggal : 29 Oktober 2014
Waktu : 01.15 01.40 WIB
Pelaksana : Kepala ruangan, Perawat Primer dan Perawat Associate
Tempat : Ruang Aster A RSUP. Dr Muhammad Hoesin
Pembimbing : 1. Dian Kurnia Aprianti, S.Kep., Ns.
Supervisor :
Acara dihadiri oleh :
1. Pembimbing Klinik sebanyak 1 orang.
2. Supervisor sebanyak 1 orang.
3. Mahasiswa Program Ilmu Keperawatan UNSRI sebanyak 10 orang.

5.2 Struktur Pengorganisasian
Kepala ruangan :
PP1 :
PA1 :
PP2 :
PA2 :
5.3 Materi :
Asuhan Keperawatan pada Tn.B dengan diagnosa medis Limfoma
5.4 Metode
1. Presentasi
2. Diskusi dan tanya jawab
5.5 Media
1. Dokumentasi klien (status)
2. Sarana diskusi :
a. LCD
b. Alat tulis: kertas dan bollpoint
5.6 Persiapan
Persiapan ronde keperawatan dilakukan oleh kelompok pada minggu ketiga
Persiapan kasus dilakukan 2 hari sebelum pelaksanaan, dengan uraian sebagai
berikut:
7

a. Menyusun proposal kegiatan ronde keperawatan dengan menetapkan pasien
yang akan dilakukan ronde keperawatan.
b. Penanggung jawab kegiatan menyusun resume kasus ronde keperawatan
c. Menyiapkan resume keperawatan pasien selama dirawat
d. Konsultasi pada pembimbing ruangan mengenai resume kasus ronde
keperawatan.
5.7 Pelaksanaan
Topik : Ronde Keperawatan
Sasaran :Pasien dan keluarga pasien Tn.B dengan diagnosa medis
Limfoma
Hari/tanggal : Senin 29 September 2014
Waktu : 01.10- 01.40 WIB
Tempat : Ruang Aster A
Acara dihadiri oleh :
1. Pembimbing Klinik sebanyak 1 orang
2. Supervisor sebanyak 1 orang
Pengorganisaasian :
Penanggung jawab :
Kepala Ruangan :
Konselor :
PP 1 :
PA 1 :
PP 2 :
PA 2 :
Dokter :
Masalah keperawatan yang belum dapat diatasi dan dibahas dalam ronde
keperawatan adalah nyeri
5.8 Hambatan dan Dukungan
Selama pelaksanaan role play, semua kegiatan berjalan sesuai dengan alur yang
sudah direncanakan, ruangan sangat mendukung dilakukannya ronde keperawatan,
karena sampai saat ini belum bisa dilakukan ronde keperawatan di ruangan.
Dukungan diberikan oleh CI Ruang Aster A untuk membimbing mahasiswa ketika
melakukan praktek ronde keperawatan di ruang Aster A.
5.9 Hasil Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Pelaksanaan Role Play Ronde Keperawatan yang dilakukan kelompok,
telah dipersiapkan sebelumnya yang meliputi penetapan kasus ronde
8

keperawatan, pembuatan proposal kegiatan, pembagian peran sebagai PP1,
PA1, PP2, PA2, Karu. Pasien yang diangkat sebagai kasus ronde keperawatan
adalah pasien yang telah menjalani perawatan di Ruang Aster Adengan kasus
yang unik dan jarang ditemukan di ruang rawat inap Aster A. Sebelum
pelaksanaan, pasien dan keluarganya telah diberitahukan dan bersedia untuk
menjadi pasien ronde keperawatan.
b. Evaluasi Proses Ronde Keperawatan
No WAKTU KEGIATAN
1 01.20 01.40 WIB Proses pelaksanaan Role Play

c. Evaluasi Hasil Ronde Keperawatan
1) Kegiatan ronde dihadiri oleh 1 orang pembimbing klinik, 1 orang
supervisor.
2) Selama kegiatan setiap mahasiswa yang berperan bekerja sesuai tugasnya
masing masing.
3) Acara dimulai tepat dengan jadwal yang telah ditentukan, acara
berlangsung selama 30 menit.
4) Kegiatan berjalan lancar dan mahasiswa dapat mencapai tujuan yang
diharapkan, antara lain PP1 yang aktif dalam mengklarifikasi data, karu
bisa mengontrol fase klarifikasi sehingga terdapat solusi dari perawat
konselor, dan kerja yang terkoordinasi pada tim ronde sangat baik.

You might also like