2. DOSIS ASETAZOLAMID PADA TATALAKSANA HIDROSEFALUS
DISUSUN OLEH
AMALIA KHAIRUNNISA HSB NIM. 090100006
PENGUJI : Dr. dr. SUZY INDHARTY, Sp. BS
PEMBIMBING: 1. dr. DISFAHAN 2. dr. MARSHAL
DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 1
1. PERGERAKAN BOLA MATA (EYE BALL MOVEMENT)
1.1 NEUROANATOMI NERVUS KRANIAL OKULAR MOTOR
Pergerakan okular diatur oleh enam otot ekstraokuler. Nervus cranial yang mempersyarafinya adalah nervus III (okulomotorius), nervus IV (troklearis) dan nervus VI (abdusens). Selain itu, Nervus III juga mempersyarafi levator palpebra dan muskulus sfingter pupil.
1.1.1 Neuroanatomi Nervus III ( Okulomotorius )
Area nuclear nervus okulomotorius terletak di substansia grisea periakuaduktus mesensefali, ventral dari akuaduktus 1. Nukleus parasimpatis yang terletak di medial (nukleus Edinger-Westphal) yang mempersarafi otot-otot intraokular (m. sfingter pupil dan m. siliaris, setinggi kolikulus superior. Area ini memiliki dua komponen utama 1,2
2. Kompleks nukleus okulomotorius, yang terletak lebih lateral yang mempersarafi empat dari enam otot-otot ekstraokular antara lain m. rektus superior, m. rektus inferior, m. rektus medialis, m. obliqus inferior. Selain itu, juga mempersarafi m. levator palpebra. 1,2 Fasikulus nervus okulomotorius keluar dari batang otak melewati sinus kavernosus dan memasuki rongga orbita melalui fissura orbitalis superior. Bagian parasimpatis saraf berjalan ke ganglion siliar. 1,2,3
2
Gambar 1. Perjalanan divisi superior dan inferior nervus okulomotorius (dari http://www.rev.optom.com/handbook/ sect cc.htm.) . Serabut motorik somatik nervus okulomotorius terbagi menjadi dua divisi. Divisi superior mempersarafi m. levator palpebra dan m. rektus superior. Divisi inferior mempersarafi m. rektus medialis dan inferior, serta m. obliqus inferior. 1,2,3
Gambar 2. Perjalanan nervus okulomotorius dilihat dari lateral (dari fig.21.36, Kanski JJ, chapter 21, 6th Ed, 2006, p. 816)
3
1.1.2 Neuroanatomi Nervus IV ( Troklearis)
Nukleus saraf troklearis terletak di dalam substansia grisea, dorsal dari otak tengah, berdampingan dengan nucleus syaraf okulomotor. Fasikulus nervus troklearis sangat pendek, mengandung 2000 serat syaraf. Nervus troklearis merupakan satu-satunya syaraf cranial yang keluar dari batang otak, sehingga rentan terganggu oleh trauma kepala. Kemudian melewati sinus kavernosus dan fissura orbitalis superior mempersyarafi m. oblique superior. 1
1.1.3 Neuroanatomi Nervus VI ( Abdusens )
Nervus abdusens berasal dari caudal pons, dibawah ventrikel IV. Nukleusnya mengandung 4000-6000 axon. Fasikulus keluar dari batang otak melewati fossa posterior dan berjalan di bawah ligamen petroklinoid (ligament gruber), selanjutnya memasuki sinus kavernosus dan fisura orbitalis superior mempersyarafi m. rektus lateralis. 1
1.2. OTOT OTOT EKSTRAOKULER
Gambar 3. Otot-Otot Ekstra Okular 4
4
Tabel 1.1. Origo dan Insersi Muskulus Ekstra Okular 1,3
1. 3 PERGERAKAN BOLA MATA
Pergerakan bola mata bersifat konjugat yaitu keduanya menuju arah yang sama dan pada saat yang bersamaan. Gerakan kojugat horizontal melibatkan pergerakan simultan pada kedua mata dengan arah berlawanan dari garis tengah; satu mata bergerak ke medial, sedangkan mata lainnya bergerak ke arah lateral. Dengan demikian gerakan konjugat bergantung pada ketepatan koordinasi persarafan kedua mata dan pada nuklei otot yang menpersarafi gerakan mata pada kedua sisi. Hubungan saraf sentral yang kompleks juga mempengaruhi terjadinya gerakan tersebut. Saraf yang mempersarafi otot-otot mata juga berperan pada beberapa refleks yaitu akomodasi, konvergensi, dan refleks cahaya pupil. 1,2,3,6
5
Gambar 4. Otot-otot ekstrinsik bola mata 5
Tabel 1.2. Fungsi Muskulus Ekstra Okular
6
Referensi : 1. Fundamentals and Principles of Ophthalmology. In: American Academy Of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 2. 2009-2010: 97-99. 2. Japardi, Iskandar. Nervus III (Okulomotorius). Digitized by USU digital library. 2002. 3. Neuro-Ophtahlmology. In: American Academy Of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course, section 5. 2009-2010: 228-232. 4. Tiffin PAC, MacEWEN CJ, Craig EA, et al. Acquired Palsy of The Oculomotor, Trochlear, and Abduscens Nerves. Royal College Of Ophthalmologist. Eye (Lond). 1996; 10: 377-384. 5. Saladin, K.S., 2003. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. 3 rd ed. New York: McGraw-Hill. 6. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. In: American Academy Of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 6. 2010-2011: 132-138.
7
2. DOSIS ASETAZOLAMID PADA TATALAKSANA HIDROSEFALUS
2.1. Diuretik Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal. Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,m garam dan glukosa. 1
Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya yang tak berguna seperti sampah perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali. Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin. Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu : 1) Inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid). 2) Loop diuretik (furosemid, as etakrinat, torsemid, bumetanid) 3) Tiazid (klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon) 4) Hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren) 5) Osmotik (manitol, urea)
2.1.1. Inhibitor karbonik anhidrase Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalis reaksi CO2 + H2O H2CO3. Enzim ini terdapat antara lain dalam sel korteks renalis, pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma. Inhibitor karbonik anhidrase adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular pada glaukoma dengan membatasi produksi humor aqueus, bukan sebagai diuretik (misalnya, asetazolamid). Obat ini bekerja pada tubulus proksimal (nefron) dengan mencegah reabsorpsi bikarbonat (hidrogen karbonat), natrium, 8
kalium, dan air semua zat ini meningkatkan produksi urine. Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid. 1
2.1.1.1.Asetazolamid A. Farmakodinamika Efek farmakodinamika yang utama dari asetazolamid adalah penghambatan karbonik anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan pearubahan terbatas pada organ tempat enzim tersebut berada. Asetazolamid memperbesar ekskresi K+, tetapi efek ini hanya nyata pada permulaan terapi saja, sehingga pengaruhnya terhadap keseimbangan kalium tidak sebesar pengaruh tiazid. 1
B. Farmakokinetik Asetazolamid diberikan per oral.Asetozalamid mudah diserap melalui saluran cerna, kadar maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah sempurna dalam 24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorpsi secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga terakumulasi dalam sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks ginjal. Distribusi penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh ada tidaknya enzim karbonik anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk ke dalam sel. Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin. 1
C. Efek Samping dan kontraindikasi Pada dosis tinggi dapat timbul parestesia dan kantuk yang terus-menerus. Asetazolamid mempermudah pembentukan batu ginjal karena berkurangnya sekskresi sitrat, kadar kalsium dalam urin tidak berubah atau meningkat. Asetazolamid dikontraindikasikan pada sirosis hepatis karena menyebabkan disorientasi mental pada penderita sirosis hepatis. Reaksi alergi yang jarang terjadi berupa demam, reaksi kulit, depresi sumsum tulang dan lesi renal mirip reaksi sulfonamid. 1
D. Indikasi Penggunaan utama adalah menurunkan tekanan intraokuler pada penyakit glaukoma. Asetazolamid juga efektif untuk mengurangi gejala acute mountain sickness. Asetazolamid jarang digunakan sebagai diuretik, tetapi dapat bermanfaat untuk alkalinisasi urin sehingga mempermudah ekskresi zat organik yang bersifat asam lemah. 9
2.2. Asetazolamid pada hidrosefalus Acetazolamide (ACTZ), sebuah anhydrase inhibitor karbonat, telah terbukti menurunkan cairan cerebrospinal (CSF) produksi di kedua in vivo dan in vitro model hewan. Kami melaporkan dua anak dengan hidrosefalus yang mengalami beberapa kegagalan shunt, dan yang telah mengakibatkan meningkatnya ventriculostomy saluran air (EVD) sebelum ventriculopleural penempatan shunt. Para pasien memiliki 48% dan penurunan 39% dalam output CSF EVD mereka bila dibandingkan dengan baseline dengan dosis maksimum ACTZ dari 75 mg / kg / hari dan 50 mg / kg / hari, masing-masing (p <0,05). Ini adalah laporan pertama dari perubahan volume CSF pada anak-anak setelah pengobatan diperpanjang dengan ACTZ. Pengobatan ACTZ pada pasien anak ventilasi mekanik dengan hidrosefalus dapat meningkatkan toleransi shunt ventriculopleural dan meminimalkan gangguan pernapasan. 2
Diuretik golongan karbonat anhidrase inhibitor ini berfungsi untuk menghambat enzim yang ditemukan dalam banyak jaringan tubuh yang mengkatalisis reaksi reversibel di mana karbon dioksida menjadi terhidrasi dan asam karbonat dehidrasi. Perubahan ini dapat mengakibatkan penurunan produksi CSF oleh koroid pleksus. 3
Asetazolamid, kompetitif reversibel penghambat karbonat anhidrase enzim, yang mengkatalisis reaksi antara air dan karbon dioksida, sehingga proton dan karbonat. Hal ini memberikan kontribusi untuk penurunan sekresi CSF oleh koroid pleksus. Mengurangi volume cairan serebrospinalis: Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari). 3
Referensi: 1. Gunawan, SG. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009 ; 389 401. 2. Carrion, E. Use of acetazolamide to decrease cerebrospinal fluid production in chronically ventilated patients with ventriculopleural shunts. Archieves of Disease in Childhood. 2001;84:68-71. available in : http://adc.bmj.com/content/84/1/68.full 3. Vanneste JA. Diagnosis and management of normal-pressure hydrocephalus. J. Neurol, 2000 ; 247 : 5-14.