You are on page 1of 9

REFERAT

MIOMA UTERI





Oleh
Erikawati Renny Asmara
1102009099


Pembimbing
dr. Zuherdi Sp.OG


KEPANITRAAN KLINIK ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2013




PENDAHULUAN

Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos,
jaringan pengikat fibroid dan kolagen.
Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita.
Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%), dimana prevalensi mioma
uteri meningkat sebesar 70-80% dengan pemeriksaan patologi anatomi. Kejadian mioma uteri
sebesar 20-40% pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun dan sering menimbulkan gejala
klinis berupa menoragia dan dismenorea. Selain itu mioma juga dapat menimbulkan kompresi
pada traktus urinarius, sehingga dapat menimbulkan gangguan berkemih maupun tidak dapat
menahan berkemih.
Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39-11,87% dari semua penderita
ginekologi yang dirawat.
Penatalaksanaan mioma uteri dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan maupun
secara operatif. Pemberian GnRH analog merupakan terapi farmakologi yang bertujuan untuk
mengurangi gejala perdarahan yang terjadi dan mengurangi ukuran mioma.
Penatalaksanaan operatif terhadap gejala-gejala yang timbul atau adanya pembesaran
massa mioma adalah histerektomi. Di Amerika Serikat, diperkirakan 600.000 histerektomi
dilakukan setiap tahunnya. Dengan semakin bberkembangnya teknologi kedokteran, tindakan
operatif pada mioma uteri dapat dilakukan dengan bantuan alat laparoskopi maupun histeroskopi.




PEMBAHASAN

Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos,
jaringan fibroid dan kolagen. Beberapa istilah untuk mioma uteri antara lain fibromioma,
miofibroma, leiomiofibroma, fibroma dan fibroid.

Patologi
Gambaran mioma uteri bulat, berwarna putih mutiara, berbatas tegas, elastis seperti karet.
Mioma uteri umumnya bersifat multipel , berlobus yang tidak teratur maupun berbentuk sferis.
Pada pemeriksaan makroskopis dari potongan transversal berwarna lebih pucat dibandingkan
miometrium disekelilingnya, halus, berebntuk lingkaran dan biasanya lebih keras dibanding
jaringan sekitar, dan terdapat pseudocapsule.

Etiologi
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka
patogenesis mioma uteri dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu inisiator dan promotor. Faktor-
faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. dari
penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal
dari jaringan yang uniseluler. Trasnformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma
melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid
seks dan hormon pertumbuhan lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses
pertumbuhan tumor.
Tidak didapat bukti bahwa hormon esterogen berperan sebagai penyebab mioma, namun
diketahui esterogen berpengaruh terhadap pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor
esterogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan miometrium sekitarnya,
namum konsentrasinya lebih rendah dibandingkan dengan endometrium. Hormon progesteron
meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor
pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. progesteron memungkinkan pembesaran
tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor. Esterogen berperan dalam pembesaran
tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.



Klasifikasi Mioma Uteri
Mioma uteri diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan arah pertumbuhannya. Mioma
submukosa berada di lapisan bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.
Pengaruhnya terhadap vaskularisasi dan luas permukaan endometrium menyebabkan terjadinya
perdarahan ireguler. Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keluar melalui
ostium serviks. Yang harus diperhatikan dalam mengangani mioma bertangkai adalah
kemungkinan terjadinya torsi dan nekrosis sehingga resiko infeksi sangatlah tinggi.
Mioma intramural atau interstisiel adalah mioma yang berkembang di antara
miometrium. Mioma subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa uterus dan
dapat tumbuh ke arah luar dan juga dapat bertangkai. Mioma subserosa juga dapat menjadi
parasit omentum atau usus untuk vaskularisasi tambahan bagi pertumbuhannya.
Mioma intraligamenter merupakan mioma subserosa yang tumbuh menempel pada
jarinagn lain, misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus
sehingga disebut wondering parasitis fibroid.

Degenerasi
Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya, maka mioma dapat
mengalami perubahan sekunder atau degeneratif sebagai berikut.

Degenerasi jinak
Atrofi, ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi setelah persalinan atau
menopause.
Hialin, terjadi pada mioma yang telah matang atau tua dimana bagian yang semula
aktif tumbuh, kemudian terhenti akibat kehilangan pasokan nutrisi dan berubah warnanya
menjadi kekuningan, melunak atau melebur menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya
degenerasi hialin.
Kistik, setelah mengalami hialinisasi, hal tersebut berlanjut dengan cairnya gelatin,
sehingga mioma konsistensinya menjadi kistik. Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian
tersebut dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke kavum uteri, kavum peritoneum, atau
retroperitoneum.


Kalsifikasi, disebut juga degenerasi kalkareus yang umumnya mengenai mioma
subserosa yang sangat rentan terhadap defisit sirkulasi yang dapat menyebabkan pengendapan
kalsium karbonat dan fosfat di dalam tumor.
Septik, defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian tengah
tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding perut, dan demam
akut.
Kaneus, disebut juga degenerasi merah yang disebabkan oleh trombosis yang diikuti
dengan terjadinya bendungan vena dan perdarahan sehingga menyebabkan perubahan warna
mioma. Degenerasi jenis ini, seringkali terjadi bersamaan dengan kehamilan karena kecepatan
pasokan nutrisi bagi hipertrofi miometrium lebih diprioritaskan sehingga mioma mengalami
defisit pasokan dan terjadi degenerasi aseptik dan infark. Degenerasi ini disertai rasa nyeri tetapi
akan menghilang sendiri (self limited). Terhadap kehamilannya sendiri, dapat terjadi partus
prematurus atau koagulasi diseminata intravaskuler.
Miksomatosa, disebut juga degenerasi lemak yang terjadi setelah proses degenerasi
hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimptomatik.

Degenerasi ganas
Transformasi ke arah keganasan (menjadi miosarkoma) terjadi pada 0,1%-0,5% penderita
mioma uteri.

Manifestasi Klinis
Wanita dengan mioma uteri biasanya tidak merasakan gejala klinis (asimptomatik).
Namun, biasanya pasien dengan gejala klinis mengeluhkan adanya perdarahan, nyeri, sensasi
tekanan, atau infertilitas. Secara umum, semakin besar mioma, semakin besar kemungkinan
timbulnya gejala.
Perdarahan merupakan gejala yang paling sering terjadi pada mioma uteri dan biasanya
berupa menoragia. Patofisiologi yang mendasari perdarahan mungkin berhubungan dengan
dilatasi vena. Mioma menimbulkan tekanan pada sistem vena rahim, sehingga menyebabkan
dilatasi vena pada miometrium dan endometrium. Untuk alasan tersebut, mioma intramural dan
subserosa juga cenderung menyebabkan menoragia seperti mioma submukosa.


Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap organ sekitar.
Penekanan tersebut dapat menyebabkan gangguan disuria, inkontinensia urin, atau konstipasi.
Mioma uteri dapat menyebabkan nyeri pelvik yang disebabkan karena degenerasi akibat
oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium
yang disebabkan mioma subserosum. Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan
menekan bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang
menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior.
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas. Mioma
yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet
dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri juga dapat menyebabkan
gangguan kontraksi ritmik uterus yang diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus.
Perubahan bentuk kavum uteri karena mioma juga dapat menyebabkan disfungsi reproduksi.
Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi
endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.

Diagnosa
Kebanyakan mioma uteri dapat didiagnosa melalui pemeriksaan bimanual rutin maupun
dari palpasi abdomen bila ukuran mioma besar. Melalui pemeriksaan palpasi abdomen
ditemukan adanya massa yang keras, bentuk tidak teratur, gerakan bebsa, dan tidak sakit.
Biasanya letak tumor ditengah-tengah. Pemeriksaan bimanual dilakukan bila pemeriksaan belum
jelas, terutama pada wanita gemuk dan nerveus.
Diagnosa semakin jelas bila pada pemeriksaan bimanual diraba permukaan uterus yang
berbenjol akibat penonjolan massa maupun adanya pembesaran uterus.
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal
ini disebabkan karena perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-
kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia.
Adanya hubungan polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat pnekanan mioma terhadao
ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi
pembentukan eritropoeitin ginjal.


Pada pemeriksaan ultrasonografi didapatkan gambaran irregularitas kontur maupun
pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan
akustik. Degenerasi kistik ditandai dengan adanya daerah yang hipoekoik.
Pemeriksaan histeroskopi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri submukosa.
Pemeriksaan MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi
jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat
dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sebesar 3 mm yang dapat
dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif
ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.

Penatalaksanaan
Terapi konservatif
Bila seorang wanita dengan mioma mencapai menopause, biasanya tidak mengalami
keluhan, bahkan dapat mengecil, oleh karena itu sebaiknya mioma pada wanita premenopause
tanpa gejala diobservasi saja. Bila mioma besarnya sebesar kehamilan 12-14 minggu apalagi
disertai pertumbuhan yang cepat sebaiknya dioperasi, walaupun tidak ada gejala atau keluhan.
Sebab mioma yang besar, kadang-kadang menimbulkan kesulitan pada saat operasi. Pada masa
post menopause, mioma biasanya tidak memberikan keluhan. Tetapi bila ada pembesaran mioma
pada masa post menopause harus dicurigai kemungkinan keganasan (sarcoma).

Terapi medikamentosa
Penggunaan Gonadotropin-releasing hormon (GnRH) agonis memberikan hasil untuk
memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonis
bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari
ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada
tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti
kombinasi kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus
yang abnormal namun tidak dapat mengurangi ukuran dari mioma.





Terapi pembedahan
Histerektomi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus. Histerektomi
untuk mioma dapat dilakukan secara pendekatan vaginal, abdominal, dan laparoskopi. Tindakan
histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapat adanya keluhan
menoragia, metoragia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia
kehamilan 12-24 minggu.
Miomektomi merupakan pilihan bagi wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan menolak untuk dilakukan histerektomi.

Mioma uteri dan kehamilan
Mioma mungkin menurunkan fertilitas tapi tidak jarang kita melihat kasus mioma disertai
dengan kehamilan dan disusul dengan persalinan yang normal. Maka kalau tidak ada sebab-
sebab infertilitas lainnya dapat dilakukan miomektomi untuk membesarkan kemungkinan
kehamilan. Angka kehamilan setelah miomektomi adalah 25%-40%.
Berhasil atau tidaknya miomektomi bergantung faktor besarnya mioma, jenis tumor
(soliter atau multiple), lokalisasinya dalam hubungan dengan kornu dan endometrium.
Pengaruh mioma uteri terhadap kehamilan, yaitu dapat meningkatkan kemungkinan
abortus, dapat menimbulkan kelainan letak, dapat menyebabkan placenta previa dan placenta
accreta, dapat menimbulkan inertia uteri, dapat menghalangi jalan lahir (bila letaknya dekat
dengan serviks), dan dapat menimbulkan perdarahan post partum.
Pengaruh kehamilan terahadap mioma, yaitu pembesaran mioma pada kehamilan, dapat
terjadi komplikasi seperti degenerasi merah karena gangguan peredaran darah yang
menimbulkan gejala nyeri di perut bagian bawah disertai demam dan leukositosis.

Penatalaksanaan mioma dengan kehamilan
Dilakukan tindakan konservatif karena miomektomi pada kehamilan sangat berbahaya
karena kemungkinan terjadi perdarahan hebat dan juga dapat menimbulkan abortus.
Operasi terpaksa kita lakukan jika ada penyulit yang menimbulkan gejala akut atau
karena mioma sangat besar. Jika mioma nenghalangi jalan lahir dilakukan sectio caesarea disusul
dengan histerektomi tapi kalau akan dilakukan enucleasi lebih baik ditunda sampai sesuda nifas.



DAFTAR PUSTAKA

1. Hoffman, Schorge, Schaffer, Halvorson, Bradshaw, Cunningham. Leiomyomas. In: Williams
Gynecology, Second Edition. The McGraw-Hill Companies, China, 2012. p: 247-258.
2. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Tumor Alat
Kandungan. Dalam: Ginekologi, Edisi 2. Elstar Offset, Bandung, 2010. p: 154-162.
3. Decherney Alan H, Nathan Lauren, Laufer Neri, Roman Ashley S. Surgical Disorder In
Pregnancy. In: Current Obstetrics and Gynecology Diagnosis and Treatment, 11
st
Edition.
The McGraw-Hill Companies, USA, 2013. p: 448.
4. Evan Arthur T. Gynecologic Complications. In: Manual of Obstetrics, 7
th
Edition. Lippincott
Williams and Wilkins, Philadelphia, 2007. p: 493.
5. Prawirohardjo. S. Tumor Jinak Miometrium. Dalam: Ilmu Kandungan. PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo, Jakarta, 2011. p: 274-278

You might also like