You are on page 1of 16

PRESENTASI KASUS

LIKEN SIMPLEKS KRONIS



Disusun Untuk Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian
Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Di RSUD Tidar Magelang













Diajukan Kepada :
dr. Susilowati Sp.KK


Disusun Oleh :
Kurniati Hatmi
Nim : 2009.031.0168


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Liken simplek kronik dikenal juga dengan neurodermatitis sirkumskripta, atau Liken
Vidal. Liken simpleks kronik bukan merupakan proses primer. Liken simplek kronik adalah
peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal, sirkumskrip, yang khas ditandai dengan kulit
yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi pada liken simpleks kronik terjadi akibat garukan
atau gosokan yang berulang-ulang, karena berbagai rangsangan pruritogenik. Keluhan dan
gejala dapat muncul dalam waktu hitungan minggu hingga bertahun-tahun.
Liken simplek kronik merupakan penyakit yang sering ditemui pada masyarakat umum
terutama pada usia dewasa, dan puncak insidennya antara 30-50 tahun. Keluhan utama yang
dirasakan pasien dapat berupa gatal yang bersifat paroksismal, dan dirasakan pasien terutama
jika tidak beraktivitas. Lesi yang timbul dapat muncul hanya pada satu tempat, tetapi dapat
juga dijumpai pada beberapa tempat.







LAPORAN PRESENTASI KASUS

A. Identitas
Nama : Nn. R
Tanggal lahir : 17 April 1992
Usia : 23 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Wirobrajan
Agama : Islam

B. Anamnesis
RPS: Keluhan gatal pada kaki sejak 3 bulan yang lalu. Pasien sering menggaruk bagian
yang gatal tersebut sehingga kemudian timbul bercak kemerahan disertai sisik halus berwarna
putih. Beberapa minggu kemudian gatal juga dirasakan pada siku tangan kanan. Pasien
sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan serupa. Pasien membeli salep di apotek, namun
keluhan masih menetap.
RPD : Riwayat alergi (-)
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat Hipertensi (-)
RPK: Riwayat alergi dalam keluarga (-)

C. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : compos mentis
Keadaan : baik
Vital sign : TD :120/70, nadi : 80x / menit, RR: 20x / menit Suhu :36,5 celcius
Lesi :
1. Regio cubitalis posterior dextra:
UKK: Plak eritem disertai likenifikasi dan skuamasi. Plak bentuk bulat, ukuran 3
cm, susunan soliter.
2. Regio dorsum pedis sinistra:
UKK: Plak eritem ditutupi likenifikasi dan skuamasi, serta terdapat ekskoriasi
multipel berwarna merah di sekitarnya. Plak bentuk irreguler, ukuran plakat, susunan
soliter.


D. Diagnosis Banding
1. Psoriasis
2. Dermatitis numularis

E. Diagnosis kerja
Liken simpleks kronis

F. Penatalaksanaan
R/ Cetirizine tab 5 mg no v
S 1 dd 1 HS
R/ Betamethasone cream 0,05% tube no I
S 2 dd ue

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Liken simplek kronik adalah peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal, sirkumskrip,
yang khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi pada liken simpleks
kronik terjadi akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang, karena berbagai rangsangan
pruritogenik. Keluhan dan gejala dapat muncul dalam waktu hitungan minggu hingga
bertahun-tahun.
Liken simpleks kronis ditemukan pada kulit di daerah yang mudah terjangkau oleh
tangan. Keinginan untuk

menggaruk kadang muncul dari hal-hal yang sepele seperti luka,
gigitan serangga, kulit kering, pakaian, luka bakar, bintil-bintil atau jerawat, atau dermatitis
atopik. Pada awalnya merupakan hal yang normal, karena adanya gatal sehingga terjadi
garukan yang berulang. Beberapa jenis kulit lebih rentan terhadap likenifikasi, seperti kulit
yang cenderung kearah eksematous (yaitu dermatitis atopik, diastesis atopik).


B. Epidemiologi
Liken simpleks kronis biasanya terjadi pada orang dewasa. Puncak insidennya antara 30
sampai 50 tahun. Wanita lebih sering menderita dari pada pria dan penyakit ini jarang
dijumpai pada anak-anak. Penyakit ini sering muncul pada usia dewasa, terutama usia 30
hingga 50 tahun. 12% dari populasi orang dewasa dengan keluhan kulit gatal menderita liken
simplek kronik. Pasien dengan koeksistensi dermatitis atopi cenderung memiliki onset umur
yang lebih muda (rata-rata 19 tahun) dibandingkan dengan pasien tanpa atopi (rata-rata 48
tahun).

Tidak ada perbedaan insiden yang dilaporkan dalam hubungan dengan ras, meskipun
liken simpleks kronis lebih sering di Asia, Afrika-Amerika.

Secara umum frekuensi penyakit ini tidak diketahui. Tidak ada kematian yang disebabkan
liken simpleks kronis, tapi dapat menyebabkan morbiditas langsung. Terdapat pasien yang
melaporkan mengalami kurang tidur atau gangguan tidur yang mempengaruhi fungsi motorik
dan mental akibat dari rasa gatal yang timbul pada saat istirahat. Liken simpleks kronis dapat
disertai dengan infeksi sekunder.
Liken simpleks kronis yang menyeluruh seringkali timbul selama musim dingin pada
pasien yang berusia lanjut dan mempunyai kulit yang kering dan pruritik.

Pada pasien dengan
dermatitis atopik maka onset dini timbul 19 tahun, tetapi jika Prurigo nodularis tanpa
dermatitis atopik, maka onset lambat 48 tahun.


C. Etiologi
Liken simpleks kronik diakibatkan oleh gesekan dan garukan yang awalnya berasal
dari gatal. Ada berbagai faktor yang mendorong terjadinya rasa gatal pada liken simplek
kronis, tetapi tidak semuanya dimengerti dengan benar. Faktor penyebab dari liken simplek
kronik dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Faktor Eksterna
a. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan seperti panas dan udara yang kering dapat berimplikasi dalam
menyebabkan iritasi yang dapat menginduksi gatal. Suhu yang tinggi memudahakn
pasien untuk berkeringat sehingga dapat mencetus terjadinya gatal. Hal ini biasanya
menyebabkan LSK anogenital. Menurut penelitian Ising H, et al, anak yang terekspos
terhadap hasil pembuangan kendaraan bermotor dalam jangka waktu yang lama, dapat
mengakibatkan berbagai penyakit kulit, yang salah satunya adalah LSK.
b. Gigitan serangga
Gigitan serangga dapat menyebabkan reaksi radang dalam tubuh yang mengakibatkan
rasa gatal.

2. Faktor interna
a. Dermatitis Atopik
Asosiasi antara liken simplek kronik dan gangguan atopik telah banyak dilaporkan.
Sekitar 26% hingga 75% pasien dengan dermatitis atopik terkena liken simplek
kronik.
b. Faktor psikologis
Anxietas telah dilaporkan memiliki prevalensi yang tinggi mengakibatkan LKS.
Neurodermatitis adalah istilah lain dari LSK, yang menunjukan peran dari anxietas
atau obsesi sebagai bagian dari proses patologis dari lesi yang berkembang. Dalam
sebuah studi pasien didapatkan bahwa skor depresi pada pasien dengan LSK adalah
tinggi. Kemungkinan apakah faktor emosional ini merupakan akibat sekunder
terhadap penyakit dermatologis awalnya, atau apakah apakah penyakit psikologis ini
merupakan sebab utama dari terubahnya persepsi gatal, masih belum jelas. Telah
dirumuskan bahwa neurotransmiter yang mempengaruhi perasaan, seperti dopamin,
serotonin, atau peptida opioid, memodulasikan persepsi gatal melalui jalur spinal yang
menurun. Gangguan obsesif kompulsif telah dihubungkan dengan perilaku menarik
pada gangguan ini.
c. Litium
Litium telah dihubungkan dengan liken simplek kronik pada satu kasus yang
dilaporkan. LSK terjadi akibat administrasi dari litium dengan bukti dari observasi
dimana LSK membaik setelah penghentian pengobatan dan kambuh ketika
pengobatan dimulai lagi.
d. Dermatitis Kontak
Sebuah studi sederhana mengenai hubungan antara LSK dengan penggunaan gel
rambut yang mengandung PPD (paraphenylenediamine)memperlihatkan perbaikan
dari gejala LSK setelah penggunaan dari gel rambut. Hal ini membuktikan adanya
peran dari dermatitis kontak dan sensitisasi pada liken simpleks kronis.

D. Patofisiologi
Liken simpleks kronik ditemukan pada kulit daerah yang mudah diakses untuk digaruk.
Pruritus memprovokasi garukan dan gosokan yang menghasilkan lesi klinis, tetapi
patofisiologi yang mendasari tidak diketahui. Beberapa jenis kulit lebih rentan terhadap
likenifikasi seperti kulit dengan dermatitis atopik dan diatesis atopik. Suatu hubungan antara
kemungkinan keterlibatan jaringan saraf pusat dan perifer dan keluarnya produk inflamasi
akibat adanya persepsi gatal. Ketegangan emosional pada penderita cenderung mungkin
memainkan peran kunci dalam mendorong sensasi pruritus sehingga mengarahkan untuk
menggaruk yang dapat menjadi refleks dan kebiasaan.
Interaksi di antara lesi primer, faktor psikis, dan intensitas pruritus mempengaruhi
tingkat dan keparahan dari liken simpleks kronis. Faktor psikologis memegang peranan
penting dalam pengembangan atau eksaserbasi liken simpleks kronis. Pada suatu penelitian
didapatkan pasien dengan liken simpleks kronis memiliki tingkat depresi yang tinggi.
Beberapa neurotransmitter mempengaruhi suasana hati, seperti dopamine, serotonin atau
peptide opioid yang mempengaruhi persepsi melalui spinal pathway. Kecemasan atau obsesi
juga berperan dalam proses patologis dari lesi.



E. Manifestasi Klinis
Keluhan pada penderita adalah rasa gatal yang hebat. Rasa gatal dapat timbul berkala,
terus menerus, atau tak tentu. Parahnya gatal diperburuk dengan keringat, panas, iritasi
pakaian, dan dapat juga diperburuk oleh kondisi psikologis pasien.
Lesi yang muncul biasanya tunggal dan bermula sebagai plak eritema dengan sedikit edema
yang kemudian karena garukan yang berulang-ulang bagian tengah lesi akan menebal, kering,
dan berskuama serta pinggirnya hiperpigmentasi. Likenifikasi dan ekskoriasi dengan
sekeliling yang hiperpigmentasi muncul seiring dengan menebalnya kulit dan batas menjadi
tidak tegas.
Gambaran klinis juga dipengaruhi oleh lokasi dan lamanya lesi. Lesi dapat timbul
dimana saja, namun tempat yang sering adalah di tengkuk, leher, pubis, vulva, skrotum, peri-
anal, paha bagian medial, lutut, tungkai bawah lateral, pergelangan kaki bagian depan, dan
punggung kaki. Skuama pada penyakit ini dapat menyerupai skuama pada psoriasis. Variasi
klinis dari liken simplek kronik dapat berupa prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan
tangan penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat. Lesi berupa nodus berbentuk
kubah, permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan skuama, yang lambat laun akan
menjadi keras dan berwarna lebih gelak. Lesi biasanya multiple, dan tempat predileksi di
ekstrimitas, dengan ukuran lesi beberapa millimeter hingga 2 cm.

Dari uraian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa dalam pemeriksaan fisik kita dapat
menemukan:
- Plak eritematosa soliter atau multipel berbatas tegas dengan likenifikasi dan skuama
- Perubahan pigmentasi, terutama hiperpigmentasi
- Penggarukan yang menyebabkan ekskoriasi
- Pertumbuhan tanduk keratin



Gambar 1: Plak dari liken simpleks kronis.




-



Gambar 2: Liken simpleks kronis.













Gambar 3: liken simpleks kronis






F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada tehadap yang spesifik untuk liken
simplek kronis. Tetapi, studi mengemukakan bahwa 25% pasien dengan liken
simpleks kronis positif terhadap patch test. Pada dermatitis atopik dan mikosis
fungiodes bisa terjadi likenifikasi generalisata, oleh sebab itu merupakan indikasi
dilakukannya patch test. Pada pasien dengan pruritus generalisata yang kronik yang
diduga disebabkan oleh gangguan metabolik dan gangguan hematologi, maka
pemeriksaan hitung darah harus dilakukan, juga dilakukan tes fungsi ginjal dan hati,
tiroid, tes kemampuan pengikatan zat besi, dan foto dada. Kadar immunoglobulin E
dapat meningkat pada neurodermatitis yang atopik, tetapi normal pada
neurodermatitis nonatopik. Bisa juga dilakukan pemeriksaan potassium hidroksida
pada pasien liken simpleks genital untuk mengeliminasi tinea cruris.

b. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi untuk menegakkan diagnosis liken simpleks kronis
menunjukkan proliferasi dari sel schwann dimana dapat membuat infiltrasi selular yang
cukup besar, serta dapat ditemukan hiperkeratosis dengan area yang parakeratosis, akantosis
dengan pemanjangan rete ridges yang irreguler, hipergranulosis, dan perluasan dari papilo
dermis. Spongiosis dapar ditemukan, tetapi vesikulasi tidak ditemukan. Eksoriasi, dimana
ditemukan garis ulserasi puctata karena adanya jaringan nekrotik bagian superfisial papillary
dermis.


Gambar 4: hiperkeratosis,hipergranulosis, parakeratosis
stratum korneum.






G. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis liken simpleks kronis didasarkan dari gambaran klinis dan biasanya tidak sulit.
Namun perlu dipikirkan penyakit kulit lain yang memberikan gejala pruritus, misalnya liken
planus, liken amiloidosis, psoriasis, dan dermatitis atopik.

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pasien dengan neurodermatitis sirkumskripta mengeluh merasa gatal pada satu
daerah atau lebih. Sehingga timbul plak yang tebal karena mengalami proses likenifikasi.
Biasanya rasa gatal tersebut muncul pada tengkuk, leher, ekstensor kaki, siku, lutut,
pergelangan kaki. Eritema biasanya muncul pada awal lesi. Rasa gatal muncul pada saat
pasien sedang beristirahat dan hilang saat melakukan aktivitas dan biasanya gatal timbul
intermiten.

Pemeriksaan fisik menunjukkan plak yang eritematous, berbatas tegas, dan terjadi
likenifikasi. Terjadi perubahan pigmentasi, yaitu hiperpigmentasi.

Gambaran histopatologis liken simpleks kronis berupa ortokeratosis, hipergranulasis,
akantosis dengan rete ridges memanjang teratur. Sebukan sel radang limfosit dan histiosit di
sekitar pembuluh darah dermis bagian atas, prurigo nodularis akantosis pada bagian tengah
lebih tebal, menonjol lebih tinggi dari permukaan, sel schwan berpoliferasi, dan terlihat
hiperplasi neural. Kadang terlihat krusta yang menutup sebagian epidermis.


H. Diagnosis Banding
1. Psoriasis
Psoriasis merupakan penyakit inflamasi yang kompleks, kronik, dan multifaktorial
yang melibatkan hiperproliferasi keratinosit epidermis dengan peningkatan turnover
rate sel epidermal. Predileksinya adalah pada siku, lutut, lumbosakral, intergluteal,
serta glans penis. Penyebabnya dapat berupa faktor lingkungan (trauma, infeksi,
alkohol, obat-obatan), faktor genetik, serta faktor imunologik.
7

Tanda dan gejala pada psoriasis yaitu:
7

Eritroskuamosa kronik
Infeksi streptococcus, virus, imunisasi, penggunaan obat antimalaria, trauma
Nyeri, terutama pada psoriasis eritrodermik atau artritis psoriatik
Pruritus
Afebril
Distrofi kuku
Nyeri sendi
Konjungtivitis atau blefaritis

2. Dermatitis numularis
Dermatitis numularis adalah dermatitis yang berupa lesi berbentuk mata uang atau
agak lonjong yang berbatas tegas dengan efloresensi berupa papulovesikel dan biasanya
mudah pecah sehingga basah (oozing). Nama lainnya adalah ekzem numular, ekzem
diskoid, dan neurodermatitis numular.
Keluhan pada penderita adalah rasa gatal yang hebat. Lesi akutnya berupa vesikel
dan papulovesikel yang membesar dan meluas dengan cara berkonfluensi atau meluas ke
samping membentuk satu lesi karaktersitik seperti uang logam, eritematosa, sedikit
edematosa, dan berbatas tegas. Vesikel pecah dapat terjadi eksudasi dan mengering
sampai muncul krusta kekuningan. Penyembuhan dimulai dari tengah sehingga terkesan
menyerupai lesi dermatomikosis. Pada lesi yang lama berupa likenifikasi dan skuama.
Jumlah lesi bervariasi dari satu sampai banyak tersebar, bilateral, dan simetris.
Ukuran juga bervariasi mulai miliar dan numular bahkan sampai plakat. Tempat
predileksi di tungkai bawah, badan, lengan, dan punggung.

Gambar 5: dermatitis numularis


3. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang
berhubungan dengan atopi.
Gambaran klinis :
Gejala utama dermatitis atopik ialah gatal (pruritus). Akibat garukan akan terjadi
kelainan kulit yang bermacam-macam, misalnya papul, likenifikasi dan lesi
ekzematosa berupa eritema, papulo-vesikel, erosi, ekskoriasi dan krusta. Dermatitis
atopik dapat terjadi pada bayi (infantile), anak, maupun remaja dan dewasa.
Pada bentuk anak dan dewasa dibedakan dengan neurodermatitis sirkumskripta atau
yang lazim disebut liken simpleks kronis.
Kedua-duanya gatal dan terdapat likenifikasi. Lokasi lesi pada dermatitis atopik di
lipat siku dan lipat lutut (fleksor), sedangkan pada liken simpleks kronis di siku dan
punggung kaki (ekstensor); ada pula tempat predileksi yang sama yaitu di tengkuk.
Dermatitis atopik biasanya sembuh setelah usia 30 tahun, sedangkan neurodermatitis
sirkumskripta dapat berlanjut sampai tua. Pemeriksaan pembantu yang menyokong
dermatitis atopik memberikan hasil negative pada neurodermatitis.


Gambar 6: dermatitis atopik





I. Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk mengurangi dan meminimalkan gatal yang ada karena akibat
dari menggosok dan menggaruk menyebabkan liken simpleks kronis sehingga perlu
dijelaskan kepada pasien untuk sebisa mungkin menghindari menggaruk lesi karena garukan
akan memperburuk penyakitnya. Lingkaran setan dari gatal-garuk-likenifikasi harus
dihentikan. Untuk penatalaksanaan medikamentosa antara lain:
a. Steroid topikal
Steroid topikal merupakan pilihan saat ini karena dapat mengurangi peradangan dan
gatal-gatal, secara bersamaan dapat mengatasi hiperkeratosis. Pengobatan dilakukan seumur
hidup karena lesi kronis. Tidak direkomendasikan untuk kulit yang tipis (vulva, skrotum,
axilla, dan wajah). Salep kortikosteroid dapat pula dikombinasi dengan tar yang mempunyai
efek anti-inflamasi. Perlu dicari kemungkinan ada penyakit yang mendasarinya, bila memang
ada juga harus di obati.

Tar dan ekstrak tar mempunyai efek antiinflamasi yang poten,
walaupun kerjanya lambat dibandingkan dengan glukokortikoid. Penggunaan tar harus
dikombinasikan dengan emolien, karena apabila digunakan sendiri dapat mengakibatkan kulit
kering. Efek samping dari penggunaan tar adalah folikulitis, fotosensitasi, dermatitis kontak.
Kombinasi terapi tar, steroid, dan dihidohydroksiquin dapat digunakan untuk pengobatan
penyakit iniContoh steroid topikal yang dapat digunakan adalah:

- Clobetasol
- Betamethasone dipropionate cream 0,05%
- Triamcinolone 0,0225%, 0,1%, 0,5%, atau ointment
- Fluocinolone cream 0,1%

b. Antihistamin oral
Dapat mengurangi gatal dengan memblokir efek pelepasan histamin secara endogen.
dengan efek sedatif, Antipruritus dapat berupa antihistamin yang mempunyai efek
sedatif (contohnya: hidroksizin 25-100 mg/hari, difenhidramin 25-50 mg 3-4x/hari,
prometazin) atau tranquilizer..

c. Antihistamin topikal.
Obat topikal dapat menstabilisasi membran neuron dan mencegah inisiasi dan
transmisi impuls saraf sehingga memberi aksi anastesi lokal. Contoh dari bentuk ini
yang dapat diberikan yaitu krim doxepin 5% dalam jangka pendek (maksimum 8
hari). Doxepine atau amitriptilin dapat juga digunakan dalam dosis tunggal atau dalam
dosis yang terbagi

d. Immunomodulator
Berasal dari ascomycioscopicus yang merupakan suatu bahan alami yang diproduksi
oleh jamur streptomyces hygrodan yang bekerja menghambat produksi pelepasan
sitokin inflamasi dari sel T secara selektif dan berikatan dengan reseptor imunofilin
sitosolik makrofilin 12.



J. Prognosis
Penyakit ini bersifat kronik dengan persistensi dan rekurensi lesi. Eksaserbasi dapat
terjadi sebagai respon stres emosional. Prognosis bergantung pada penyebab pruritus
(penyakit yang mendasari) dan status psikologik penderita.





















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

B. Kesimpulan
1. Liken simplek kronik adalah peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal, sirkumskrip,
yang khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi pada liken
simpleks kronik terjadi akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang, karena
berbagai rangsangan pruritogenik. Keluhan dan gejala dapat muncul dalam waktu
hitungan minggu hingga bertahun-tahun.
2. Penatalaksanaan utama liken simpleks kronis adalah menghindarkan pasien dari
kebiasaan menggaruk dan menggosok secara terus menerus dan terapi farmakologis
berupa steroid oral, sistemik, antihistamin, dan immunomodulator.

C. Saran
1. Pada dekade selanjutnya, diharapkan terdapat penelitian-penelitian yang meneliti
tentang penatalaksanaan liken simpleks kronis secara holistik sehingga dapat
menolong memperbaiki kualitas hidup para penderita.

















DAFTAR PUSTAKA


1. Sularsito SA, Suria D. Dermatitis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010. p. 129-53.
2. Hogan DJ, Elston DM. Lichen simplex chronicus. Medscape; 2012 [cited 11 May
2013 11:00 WIB]. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/1123423-
overview.
3. Burgin S. Nummular eczema and lichen simplex chronicus/prurigo nodularis. In:
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor.
Fitspatrickss Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York: The McGraw-
Hill Companies, Inc.; 2008. p. 158-62.
4. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2000.
p.89.
5. NHS. PUVA treatment. Oxford University Hospitals; 2011 [cited 11 May 2013 12:00
WIB]. Available from:http://www.ouh.nhs.uk/patient-
guide/leaflets/files%5C120719puva.pdf.
6. Halpern SM, et al. Guidelines for topical PUVA: a report of a workshop of the British
Photodermatology Group. British Journal of Dermatology 2000; 142: 22-31.
7. Meffert J, OConnor RE. Psoriasis. Medscape; 2013 [cited 15 May 2013 22:00 WIB].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview#showall
8. BAD. Psoriasis-an overview. London: British Association of Dermatologists; 2012
[cited 15 May 2013 22:20 WIB]. Available from:
http://www.bad.org.uk/site/864/default.aspx
9. Ference JD, Last AR. Choosing topical corticosteroid. Am Fam Physician 2009;79(2):
135-140.

You might also like