You are on page 1of 6

BAB III

DISKUSI
Seorang anak (an. A H) laki-laki datang dengan keluahan nyeri perut yang dirasakan 12
jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini dirasakan pada seluruh bagian perut
terutama perut tengah bagian atas. Nyerinya seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul dan
nyerinya menetap hingga pasien masuk rumah sakit. Menurut pasien nyeri perut timbul, saat
pasien menarik nafas, tubuh bagian belakang juga merasa sakut seperti ditusuk-tusuk. Selain
itu menurut ibu pasien, pasien mengalami benjolan di leher kanan yang muncul 2 bulan yang
lalu, benjolannya sebesar biji duku. Sejak benjolannya muncul + 2 minggu berikutnya
benjolannya pecah, berwarna putih susu kental. Sesudah pecah muncul benjolan lain yang
terletak tepat dibawah benjolan pertama, dan menetap hingga masuk rumah sakit. Kira-kira 1
minggu perut pasien mulai membesar bersamaan keluhan ini kedua kaki paisen membengkak.
Selain gejala diatas pasien juga mengeluh demam naik turun (sore-malam hari), mual dan
penurunan berat badan sejak 2 bulan yang lalu. Berdasarkan tanda tanda klinis yang
ditemukan maka anak tersebut didiagnosis sebagai tuberculosis milier, peritonitis
tuberculosis, tuberkulosis kelenjar, PEM, anemia kronik dan malaria. Beberapa alasan
mendiagnosis pasien tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan literatur anak dengan tb milier menunjukan gejala berupa lemah, lesu,
demam, nyeri kepala, pusing dan takikardi kemudian makin toksik dengan gejala
takipnea, peningkatan batuk, kurus, spenomegali. Walaupun tidak semua gejala dan
tanda ada pada pasien, namun beberapa tanda diatas didukung oleh pemeriksaan
radiologi yang merupakan pemeriksaan untuk menetukan diagnosis didapatkan
gambaran flek-flek kecil di seluruh lobus paru badai salju. Berdasarkan anamnesis
dan hasil pemeriksaan radioogi yang dilakukan di RSUD Haulussy Ambon maka
pasien tersebut didiagnosis sebagai tb milier. Pengobatan untuk
2. Berdasarkan literatur lain anak dengan peritonitis tb menunjukan keluhan terjadi
secara perlahan-lahan sampai berbulan-bulan disertai nyeri perut, pembengkakan
perut, asites, disusul tidak nafsu makan, batuk dan demam. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan gambaran anemia penyakit kronis, gangguan faal hati
dan sering dijumpai laju endap darah (LED) yang meningkat. Walaupun tidak semua
gejala dan tanda ada pada pasien, namun beberapa tanda yang paling mencolok yang
ditemukan pada pasien sehingga di diagnosis sindrom patau adalah adanya peritonitis
tb yaitu nyeri perut, pembengkakan perut dan cairan asites. Gejala ini timbul pada
bentuk eksudatif. Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel
sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih kekuning-kuningan milier, nampak
tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum.
Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai
sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa
kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel
dan peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites
kadang-kadang bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan
kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi penebalan
dan teraba seperti benjolan tumor. Berdasarkan pustaka, pemeriksaan defenitif untuk
mendiagnosis suatu peritonitis tb adalah peritonoskopi (laparoskopi) dimana pada
pemeriksaan ini dapat dilihat :
Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai
tersebar luas pada dinding peritoneum dan usus dan dapat pula dijumpai
permukaan hati atau alat lain tuberkel dapat bergabung dan merupakan
sebagai nodul.
Perlengketan yang dapat berpariasi dari ahanya sederhana sampai hebat(luas)
diantara alat-alat didalam rongga peritoneum. Sering keadaan ini merubah
letak anatomi yang normal. Permukaan hati dapat melengket pada dinding
peritoneum dan sulit untuk dikenali. Perlengketan diantara usus mesenterium
dan peritoneum dapat sangat ekstensif.
Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat
kasar yang kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai nodul.
Cairan asites sering dujumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan
tidak jernih lagi tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapat
dijumpai.
Namun pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan oleh karena adanya keterbatasan
pemeriksaan di RSUD dr. M Haulussy Ambon.
3. Berdasarkan literatur lain anak dengan tb kelenjar menunjukan gejala pembesaran
kelenjar getah bening yang lambat. Pembesaran yang sering melibatkan kelenjar
getah bening servikalis, kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar
mediastinal, aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar
inguinalis. Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau
bilateral, tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya bersifat kenyal,
tidak keras, discrete, tidak nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan
minggu sampai bulan, dan paling sering berlokasi di regio servikalis posterior dan
yang lebih jarang di regio supraklavikular Beberapa pasien dengan limfadenitis TB
dapat menunjukkan gejala sistemik yaitu seperti demam, penurunan berat badan,
fatigue dan keringat malam.
4. Pada kasus ini anak terdiagnosis dengan PEM (marasmus), malaria dan infeksi
saluran kemih. Dari data yang didapatkan lewat anamnesis ditemukan bahwa pasien
mempunyai keluhan utama perut membesar, disetai pembengkakan kedua tungkai
yang juga disertai penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan mata
cekung, conjuntiva anemis.
Berdasarkan penilaian status gizi Z-score untuk BB/U : <-3 SD- gizi buruk (severely
underweight), didukung dengan temuan klinis berupa wajah seperti orang tua, dada
dan ekstremitas tampak kurus disertai edema anggota gerak bagian bawah yaitu
tungkai pretibial maupun dorsum pedis disertai pembesaran abdomen. Secara klinis
diagnosis protein energi malnutrisi termasuk tipe marasmic-kwashiorkor dapat
terpenuhi. Sebab dari manifestasi klinis yang ada, semua mencakup gabungan gejala
marasmus dan kwashiorkor.
Secara klinis, kekurangan energi protein terbagi dalam 3 tipe, yaitu tipe kwashiorkor
yang ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembab dan
membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut
dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi),
bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement
dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia. Dan
tipe marasmus yang ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit,
wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan
minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan
diare. Serta tipe marasmus kwashiorkor adalah campuran gejala klinis kwashiorkor
dan marasmus.
Walaupun pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak menunjukan gejala dari pada
infeksi saluran kemih namun dari hasil pemeriksaan urin didapatkan proteinuria,
eritrosit 8-10 LPB, dan leukosit 15-20 LPB. Diagnosis dari pada infeksi saluran
kemih terdiri dari anamnesis yang didapatkan berupa gejala sakit waktu miksio,
frekuensi miksio meningkat, nyeri pinggang atau nyeri perut, mengompol,
polaksiuria atau urin yang berbau menyekat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
demam, nyeri ketok sudut kostovertebral, nyeri tekan suprasimpisis, fimosis, sinekia
vulva, hipospadia, epispadia, dan kelainan pada tulang belajang seperti spina bifida.
Pada pemeriksaan penunjang (urinalisis) dapat ditemukan proteinuria, leukosituria
(leukosit >5/LBP), hematuria (eritrosit >5/LBP). Diagnosis pasti dengan
ditemukannya bakteruria bermakna pada kultur urin, yang jumlahnya tergantung dari
metode pengambilan sampel urin. Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada
pasien ini dikarenakan gejala saat masuk tidak mengarah pada diagnosis infeksi
saluran kemih.
Pada pasien ini, selama di rawat di ruang perinatologi telah dilakukan untuk
mempertahankan kondisi aman pasien, antara lain pemberian cairan D5% 12 tpm makro,
pemberian OAT 4x1, prednisone 1-1-2 tab. Diketahui pemberian obat OAT dan prednisone
sesuai dengan literatur dimana obat OAT untuk tahap intensif dan ditambahkan prednisone
untuk tb ekstrapulmoner dengan tujuan mungurangi proses inflamasi dan mencegah
perlengketan jaringan. Untuk infeksi saluran kemih diberikan pemberian antibiotik ampicilin
3 x 750 mg, kloramfenicol 4 x 500 mg. Pemberian antibiotik ini merupakan alternatif lain
untuk infeksi saluran kemih. Diet f75 diberikan untuk- f100 diberikan untuk mengatasi
protein malnutrisi energi yang diberikan tiap 3 jam. Penanganan ini sesuai dengan yang
ada di literatur.

You might also like