You are on page 1of 21

0

PEMBELAJARAN -2























DAFTAR ISI

Bab Hal
1 PENDAHULUAN . 1
2 GEOMETRI PELEDAKAN . 2
(1) Geometri Peledakan Jenjang .. 2
(2) Rancangan Menurut R.L. Ash 3
(3) Rancangan Menurut C.J. Konya 8
(4) Rancangan Menurut ICI Explosives 11
3 JUMLAH BAHAN PELEDAKAN .. 13
(1) Batas Waktu Penimbunan Bahan Peledak .. 13
(2) Perhitungan Jumlah Bahan Peledak .. 14
(3) Jumlah Perlengkapan Bahan Peledak 16
REFERENSI 17





1

1. PENDAHULUAN


Operasi peledakan merupakan salah satu kegiatan pada
penambangan bijih untuk melepaskan batuan dari massa batuan
induknya. Demikian pula halnya dengan tambang batubara.
Peledakan di tambang batubara umumnya diterapkan pada lapisan
penutup (overburden), namun demikian dapat pula diterapkan pada
lapisan batubaranya. Pada saat ini peledakan terhadap lapisan
batubara sudah jarang dilakukan terutama pada tambang batubara
bawah tanah, karena dari pengalaman dibeberapa tempat banyak
mengundang bahaya yang tidak saja memusnahkan peralatan
produksi, bahkan juga terhadap tenaga kerjanya. Kebakaran tambang
batubara akibat peledakan memang relatif mudah terjadi, khususnya
pada tambang batubara bawah tanah, karena batubara terbentuk dari
kayu-kayu purba yang secara fisik mudah terbakar.

Perencanaan peledakan merupakan suatu tahapan pemberaian bahan
galian dan dibuat agar diperoleh suatu teknik peledakan yang
ekonomis, efisien dan ramah lingkungan. Oleh sebab itu sasaran
utama dari perencanaan peledakan adalah mempersiapkan sejumlah
bahan peledak dan asesorisnya agar diperoleh ukuran fragmentasi
yang sesuai dengan proses selanjutnya dan memenuhi target
produksi. Disamping itu harus pula dipersiapkan cadangan bahan
peledak dalam gudang yang setiap enam bulan sekali yang harus
habis dan diisi ulang dengan bahan peledak baru.



2

2. GEOMETRI PELEDAKAN


Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda
walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses
genesa batuan yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan
secara fisik maupun mekanik. Perlu diamati pula kenampakan
struktur geologi, misalnya retakan atau rekahan, sisipan (fissure) dari
lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi
semacam itu akan mempengaruhi kemampu-ledakan (blastability).
Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan tanpa didominasi
struktur geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan peledak yang
diperlukan akan lebih banyak untuk jumlah produksi tertentu
dibanding batuan yang sudah ada rekahannya. Jumlah bahan peledak
tersebut dinamakan specific charge atau Powder Factor (PF) yaitu
jumlah bahan peledak yang dipakai per m
3
atau ton produksi batuan
(kg/m
3
atau kg/ton). Dengan demikian makin keras suatu batuan
pada daerah tertentu memerlukan PF yang tinggi agar tegangan
batuan terlampaui oleh kekuatan (strength) bahan peledak.

(1) GEOMETRI PELEDAKAN JENJANG

Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang
telah diperkenalkan oleh para akhli, antara lain: Anderson (1952),
Pearse (1955), R.L. Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972),
Foldesi (1980), Olofsson (1990), Rustan (1990) dan lainnya. Cara-
cara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk menentukan dan
menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran

3

burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan
setempat dan jenis bahan peledak. Disamping itu produsen bahan
peledak memberikan cara coba-coba (rule of thumb) untuk menentu-
kan geometri peledakan, diantaranya ICI Explosive, Atlas Powder
Company, Sasol SMX Explosives Engineers Field Guide dan lain-
lain. Gambar 1 memperlihatkan geometri peledakan dan cara
menghitung dimensi geometri peledakan tersebut diperlihatkan di
bawah ini dan dapat digunakan sebagai acuan.

H
L
L
H









Gambar 1. Geometri peledakan jenjang

(2) RANCANGAN MENURUT R.L. ASH

Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak dengan mem-
pertimbangkan konstanta K
B
yang tergantung pada jenis atau grup
batuan dan bahan peledak. Konstanta K
B
dihitung dirumuskan sbb:

KB = K
B.std
x AF
1
x AF
2

Di mana: KB = Konstanta burden
K
B
.
std
= Konstanta yang tergantung jenis batuan dan
bahan peledak (lihat Tabel 1)

4

Tabel 1. Burden Standar (K
B.std
) menurut R.L. Ash

Rock Group
Type of explosives
Soft
(<2 t/m
3
)
Medium
(2-2,5 t/m
3
)
Hard
(>2,5 t/m
3
)
Low density (0,8 - 0,9 g/cc) and low strength 30 25 20
Medium density (1,0 - 1,2 g/cc) and medium strength
35 30 25
High density (1,3 - 1,6 g/cc) and high strength
40 35 30


3
1
standar k bhn.peleda potensial Energy
dipakai yg k bhn.peleda potensial Energy
AF

=


Energy potensial = SG
handak
x VoD
2
; VoD dalam fps
Energy potensial standar = 1,20 x 12.000
2



3
2
diledakkan akan yg batuan Densitas
standar batuan Densitas
AF

=


Densitas batuan standar = 160 lb/cuft

Selanjutnya dimensi geometri peledakan dihitung sebagai berikut:

Burden (B), ft =
12
D(in) x K
B

Kedalaman lubang ledak (L) = K
L
x B ; K
L
antara 1,5 4
Subdrilling (J) = K
J
x B ; K
J
antara o,2 0,4
Stemming (T) = K
T
x B ; K
T
antara o,7 1,0
Spasi (S) ; K
S
untuk mengukur spasi tergantung pada kondisi
retakan (joints) di sekitar lokasi yang akan diledakkan, jumlah
bidang bebas dan sistem penyalaan (firing) yang diterapkan.
Beberapa contoh kemungkinan perbedaan kondisi di lapangan
sebagai berikut:
a) Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S =
1,41 B seperti pada Gambar 2.

5

1 4 3 2
2 5 4 3
3 6 5 4
B
B
B
1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B
SEBELUM PELEDAKAN
y
w










6 5 4 3
5 4 3
2
4 3 2 1
SETELAH PELEDAKAN
Gambar 2. Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem
penyalaan echelon serta orientasi antar retakan 90

b) Bila orientasi antar retakan mendekati 60 sebaiknya S = 1,15 B
dan menerapkan interval waktu long-delay (lihat Gambar 3).











1 4 3 2
2 5 4 3
3 6 5 4
B
B
B
1,15B 1,15B 1,15B 1,15B
SEBELUM PELEDAKAN
y
w
5 6 4 3
4 5 3 2
3 4 2 1
SESUDAH PELEDAKAN
Gambar 3. Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem
penyalaan echelon serta orientasi antar retakan 60

6

c) Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratio spasi
dan burden (S/B) dirancang seperti pada Gambar 4 dan 5
dengan pola bujursangkar (square pattern).











1 4 3 2
1 4 3 2
1
4 3 2
B
1.4B
1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B
2B
B
1.4B
SEBELUM PELEDAKAN
y
w
SETELAH PELEDAKAN
4 3 2 1
Gambar 4. Peledakan pojok antar baris dengan pola bujursangkar
dan sistem penyalaan echelon. Arah lemparan
batuan sejajar dengan bidang miring

1 1 1 1
2 2 2 2
3 3 3 3
B
2B 2B 2B 2B
B
1,4B
B
B
SEBELUM PELEDAKAN
y
w






1
2
3
SETELAH PELEDAKAN



Gambar 5. Peledakan pojok antar baris dengan pola staggered
dan arah lemparan batuan sejajar panjang jenjang

7

d) Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang,
maka sistem penyalaan dan S/B dapat diatur seperti pada
Gambar 6 dan 7.











4 1 2 3
2 5 3
3
6 5 4
1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B
SEBELUM PELEDAKAN
B
2B
2 4 3
5 3 4
6 4 5
B
1.4B
1.4B
4
1,4 B 1,4 B
y
w
6
5
4
3
2
4
5
6
3
2
1
SETELAH PELEDAKAN
Gambar 6. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan
pola V-cut bujursangkar dan penyalaan tunda close-interval

w
4 1 2 3
3 6 4
5
8 7 6
B 1,4 B 1,4 B 1,4 B
SEBELUM PELEDAKAN
2 4 3
6 4 5
8 6 7
B
B
B
5
1,4 B B
y






1 2 3
6
5
4
2 3
4
5
6
8
7 6
8
7
4 5
6
4
3

SETELAH PELEDAKAN


Gambar 7. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan
pola V-cut persegi panjang dan penyalaan tunda bebas

8

(3) RANCANGAN MENURUT C.J. KONYA

Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak, jenis batuan
dan jenis bahan peledak yang diekspresikan dengan densitasnya.
Rumusnya ialah:
1/3
r
e
e

x D x 3,15 B

=

dimana B = burden (ft), D
e
= diameter bahan peledak (inci),
e
=
berat jenis bahan peledak dan
r
= berat jenis batuan.

Spasi ditentukan berdasarkan system delay yang direncanakan yang
kemungkinannya adalah:

Instantaneous single-row blastholes
3
2B H
S 4B H
+
= <
; H = tinggi jenjang
2B S 4B H = > ; H = tinggi jenjang

Sequenced single-row blastholes
8
7B H
S 4B H
+
= <

B 1 S 4B H 4 , = >

Stemming (T): - Batuan massif, T = B
- Batuan berlapis, T = 0,7B

Subdrilling (J) = 0,3B

9

Penentuan diameter lubang dan tinggi jenjang mempertimbang-
kan 2 aspek, yaitu (1) efek ukuran lubang ledak terhadap
fragmentasi, airblast, flyrock, dan getaran tanah; dan (2) biaya
pengeboran. Tinggi jenjang (H) dan burden (B) sangat erat
hubungannya untuk keberhasilan peledakan dan ratio H/B (yang
dinamakan Stifness Ratio) yang bervariasi memberikan respon
berbeda terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan getaran tanah
yang hasilnya seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Potensi yang terjadi akibat variasi stiffness ratio

Stifness
Ratio
Fragmen-
tation
Airblasts Flyrock
Getaran
tanah
Komentar
1 Buruk Besar Besar Besar Banyak muncul back-
break di bagian toe.
Jangan dilakukan dan
rancang ulang
2 Sedang Sedang Sedang Sedang Bila memungkinkan,
rancang ulang
3 Baik Kurang Kurang Kurang Kontrol dan
fragmentasi baik
4 Memuaskan Sangat
kurang
Sangat
kurang
Sangat
kurang
Tidak menambah
keuntungan dengan
Stiffness Ratio di atas 4

Sementara diameter lubang ledak ditentukan secara sederhana
dengan menggunakan Peraturan Lima (Rule of Five), yaitu
ketinggian jenjang (dalam feet) Lima kali diameter lubang ledaknya
(dalam inci), seperti terlihat pada Gambar 8.

Contoh:
Sebuah perusahaan mendapat proyek untuk memotong tebing yang
akan digunakan jalan raya. Tinggi jenjang maksimum 30 ft. Karena
alat yang akan digunakan kecil, maka fragmentasi harus sesuai
dengan ukuran peralatan tersebut. Terdapat 2 unit alat bor yang

10

masing-masing bisa membuat lubang ledak berdiameter 5 inci dan
7
8
7
inci. Rancang geometrinya agar pembongkaran tebing berhasil.

Diameter bahan peledak, inci
4 6 8 10
60
12
10
2


20

30

40

50


Gambar 8. Tinggi jenjang minimum berdasarkan
Peraturan lima (Rule of Five)

Penyelesaian
Untuk memperoleh fragmentasi yang baik, pilih ratio H/B = 3 dari
Tabel 2. Bahan peledak yang digunakan mempunyai densitas 0,85
gr/cc dan batuan yang akan diledakkan densitasnya 2,65 ton/m
3
.
Data tersebut digunakan untuk mencari diameter bahan peledak (D
e
).

H/B = 3; dengan H = 30 ft diperoleh B = 30/3 = 10 ft.
Dengan menggunakan rumus
1/3
r
e
e

x D x 3.15 B

= diperoleh
diameter bahan peledak, yaitu:
1/3
e
2,65
0,8
x D x 3,15 10

=
D
e
=
1131 . 2
10
= 4,73 inci

Untuk parameter geometri lainnya, misalnya spasi, subdrilling dan
stemming, dihitung dengan rumus pada halaman 8.


11

(4) RANCANGAN MENURUT ICI-EXPLOSIVES

Menyarankan bahwa dalam merancang peledakan jenjang yang
pertama dipertimbangkan adalah tinggi jenjang (H) dan diameter
lubang ledak (D), yaitu :

(1) Tinggi jenjang (H): disesuaikan dengan kondisi batuan setempat,
peraturan yang berlaku dan ukuran dari alat muat yang akan
digunakan. Atau secara empiris H = 60D 140D.
(2) Burden (B) antar baris; B = 25D 40D
(3) Spasi antar lubang ledak sepanjang baris (S); S = 1B 1,5B
(4) Subgrade (J); J = 8D 12D
(5) Stemming (T); T = 20D 30D
(6) Powder Factor (PF);
H) x S x (B
length) (charge x (Mass/m)
rock of Volume
explosive of Mass
PF = =
Burden dan spasi, butir (2) dan (3), dapat berubah tergantung pada
sekuen penyalaan yang digunakan, yaitu:
i. Tipe system penyalaan tergantung pada bahan peledak yang
dipilih dan peraturan setempat yang berlaku.
ii. Delay antar lubang sepanjang baris yang sama disarankan
minimal 4 ms per meter panjang spasi.
iii. Delay minimum antara baris lubang yang berseberangan antara
4 ms 8 ms per meter. Dikhawatirkan apabila lebih kecil dari
angka ms tersebut tidak cukup waktu untuk batuan bergerak ke
depan dan konsekuensinya bagian bawah setiap baris material
akan tertahan.
iv. In-hole delay direkomendasikan untuk meledak terlebih dahulu
sampai seluruh surface delay terpropagasi seluruhnya.

12


























B
S X
X
X X
X
X
Face
Start
(Initiation Point)
1. Square, Row by Row.
Drilled: B = S, square.
Instantaneous row
firing is not
recommended by ICI
4
Face
B
S
X
X
X
5
6
7
X
1
X X X
2 3 4
X
0
X
3
X
2
X
1
X
X
X
S
e B
e
IP
2. Square, V.
Drilled: B = S, square.
Ratio:
2
B
S
Burden Effective
Spacing Effective
e
e
= =
B
S
X
X
X
B
e
S
e
X
X X
X
X
Face
IP
3. Square, VI.
Drilled: B = S, square.
Ratio:
5
B
S
e
e
=

Face
B
S
S
e
B
e
X
X
X
IP
4. Square, VI.
Drilled: B = S, staggered.
Ratio:
25 , 3 =
e
e
B
S

Gambar 9. Tipe-tipe sekuen inisiasi (dari ICI explosives)



13

3. JUMLAH BAHAN PELEDAK


(1) BATAS WAKTU PENIMBUNAN BAHAN PELEDAK

Bahan peledak yang ditimbun atau disimpan dalam gudang bahan
peledak dibatasi jumlahnya karena beberapa alasan, antara lain:
Target produksi perusahaan yang menentukan kapasitas gudang
Kestabilan kimia bahan peledak dipengaruhi oleh lingkungan
udara di dalam dan disekitar gudang yang akan membuat bahan
peledak rusak
Peraturan yang berlaku, bahwa izin Pembelian dan Penggunaan
(P2) berlaku hanya 6 bulan.
Dari tiga batasan di atas dapat ditentukan bahwa waktu maksimum
penyimpanan bahan peledak dalam gudang hanya 6 bulan, artinya
bahwa bahan peledak dalam gudang harus habis sampai batas waktu
6 bulan dan kemudian gudang diisi ulang oleh bahan peledak baru.

Permohonan P2 untuk bahan peledak yang baru dapat dilakukan 1
2 bulan sebelum masa pakai bahan peledak lama berakhir.
Permohonan dilayangkan kepada Direktorat Teknik Pertambangan
Umum (DTPU), Dirjen Sumber Daya Mineral dan Batubara,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang akan memberi-
kan rekomendasi pembelian bahan peledak baru dan ditujukan
kepada Kepala Kepolisian Repulik Indonesia. Setelah mendapat
rekomendasi dari DTPU, berkas permohonan yang dilampiri
rakomendasi dari DTPU diajukan kepada kepolisian, mulai dari
Posek, Polres, Polwil, Polda dan terakhir Mabes Polri di Jakarta.

14

Setelah mendapat Surat Izin P2 dari Mabes Polri (biasanya
ditandatangi oleh Direktur Intelijen Polri), maka pembelian bahan
peledak baru ke PT. Dahana atau produsen bahan peledak lainnya
dapat dilakukan.

(2) PERHITUNGAN JUMLAH BAHAN PELEDAK

Untuk menghitung jumlah bahan peledak, baik untuk sekali
peledakan maupun yang ditimbun dalam gudang selama 6 bulan,
perlu diketahui terlebih dahulu target produksi peledakan yang
ditentukan oleh perusahaan. Cara menghitungnya dapat diterapkan
salah satu atau kombinasi dari ketentuan yang telah diuraikan dalam
bab Geometri Peledakan. Untuk contoh berikut digunakan cara dari
C.J. Konya yang dikombinasikan dengan cara lain.

Contoh
Untuk mencapai target produksi batubara 2 juta ton per tahun perlu
dikupas overburden (o/b) sebanyak 7 juta bcm (karena Stripping
Ratio = 3 : 1) . Densitas o/b hasil pengujian rata-rata 2,5 ton/m
3
dan
bahan peledak yang akan digunakan adalah ANFO dengan densitas
0,85 gr/cc. Alat bor yang dimiliki Tamrock type Drilltech D25K yang
mampu membuat lubang berdiameter 4 - 6 inci. Fragmentasi
hasil peledak harus baik, artinya sesuai dengan dimensi bucket alat
muat, airblast, flyrock dan getaran kurang. Alat muat mampu
menjangkau sampai 12 m. Tahapan perhitungan sebagai berikut:

a) Target produksi = 7 juta bcm/12 = 584.000 bcm/bulan. Perlu
diingat bahwa yang dimaksud produksi adalah o/b yang harus
dibuang. Apabila peledakan dilakukan setiap hari dengan hari
kerja rata-rata per bulan 30 hari, maka

Produksi per peledakan = 584.000 bcm/30
= 19.470 bcm/peledakan

b) H/B = 3; apabila H efektif = 12 m 36 ft, maka B = 36/3 = 12 ft.

15

Dengan menggunakan rumus
1/3
r
e
e

x D x 3.15 B

= diperoleh
D
e
, yaitu:
1/3
e
2,5
0,85
x D x 3,15 12

=
= 5,46 inci ( 5,5 inci)

c) Parameter geometri peledakan lainnya dihitung sbb:

T = B = 12 ft 4 m ; T= 4 m
J = 0,3B = 0,3 x 12 = 4 ft 1 m ; J = 1 m
L = H + J = 12 + 1 = 13 m ; L = 13 m
PC = L T = 13 4 = 11 m ; PC = 11 m
Spasi ditentukan dengan mempertimbangkan sekuen
peledakan, H dan B dan hasilnya adalah:
H = 12; B = 4 dan 4B = 16; karena H < 4B, maka
8
7B H
S
+
=
S = 5 m

d) umlah lubang ledak yang harus dibuat: J

V
l
= B x S x H = 4 x 5 x 12 = 240 bcm/lub.
n =
240
19470
= 81 lubang

e) Cara cepat untuk menentukan jumlah bahan peledak adalah
engan memanfaatkan Loading Density pada Tabel 3. d

Untuk diameter 5,5 inci dan densitas bahan peledak 0,85 gr/cc
diperoleh Loading Density = 13,08 kg/m.
Jumlah bahan peledak diperlukan:
o Untuk PC =11 m/lub, maka bahan peledak = 11 x 13,08 =
143,88 kg/lub.
o Dengan n = 139 lubang, jadi total bahan peledak (W
e
):
W
e
= 81 x 143,88 = 11.654,28 kg/peledakan
o Kebutuhan bahan peledak selama 6 bulan:
W
e 6 bln
= 6 x 30 x 11654,28 = 2.097.770,4 kg/6 bulan.

f) Powder Factor (PF) =
19470
28 , 11654
= 0,60 kg/bcm
Dari pengalaman dalam operasi rutin (bukan tahap development)
diperoleh bahwa PF yang ekonomis berkisar antara 0,2 0,3
kg/bcm, jadi PF di atas terlalu besar dan mengakibatkan
pemborosan bahan peledak serta biaya peledakan. PF di atas

16

dapat dikurangi dengan memodifikasi geometri peledakan,
terutama spasi dan burden. Yang menjadi patokan keberhasilan
peledakan pada akhirnya adalah ukuran fragmentasinya yang
harus sesuai dengan proses selanjutnya, antara lain ukuran
mangkok (bucket) alat muat atau sebagai umpan crusher.

g) Misalnya dilakukan modifikasi terhadap S, B dan penghematan
ahan peledak menjadi sebagai berikut : b

V
l
= B x S x H = 5 x 7 x 12 = 420 bcm/lub.
n =
420
19470
= 46 lubang
Dengan n = 46 lubang, jadi total bahan peledak (W
e
):
o W
e
= 46 x 140 = 6440 kg/peledakan
o Kebutuhan bahan peledak selama 6 bulan:
W
e 6 bln
= 6 x 30 x 6440 = 1.159.200 kg/6 bulan.

h) Powder Factor (PF) =
19470
6440
= 0,33 kg/bcm


(3) JUMLAH PERLENGKAPAN PELEDAKAN

Disamping bahan peledak utama; misalnya ANFO, heavy-ANFO,
emulsi, dan watergel (slurry), perlu dihitung juga jumlah
perlengkapan peledakan lainnya. Perlengkapan peledakan adalah
bahan-bahan yang diperlukan dalam sistem peledakan dan sifatnya
habis pakai (hanya dipakai sekali peledakan saja). Jenis perlengkapan
peledakan tergantung pada sistem peledakan yang diterapkan,
apakah peledakan menggunakan detonator biasa, detonator listrik,
nonel, detonating cord atau kombinasinya. Paling tidak perlengkapan
peledakan pokok yang diperlukan seperti diuraikan dibawah ini.

a) Bila menggunakan detonator biasa
Primer (booster + detonator biasa) sebanyak lubang yang akan
diledakkan dengan jumlah booster sesuai dengan diameter

17

lubang ledak atau sekitar 1% dari berat bahan peledak utama
per lubang.
Panjang sumbu api (safety fuse) sesuai keperluan.
Plastic Igniter Cord (PIC) dan konektornya. PIC ada dua jenis,
yaitu (1) Fast PIC dengan kecepatan rambat sekitar 30
cm/detik pasangannya adalah Bean Connector dan (2) Slow
PIC dengan kecepatan rambat hanya 3 cm/detik dengan
pasangan Slotted Connectors.
b) Bila menggunakan detonator listrik
Primer (booster + detonator listrik) minimal sebanyak lubang
yang akan diledakkan dengan jumlah booster sesuai dengan
diameter lubang ledak atau sekitar 1% dari berat bahan peledak
utama per lubang.
Panjang kabel sambungan, yaitu connecting wire.
c) Bila menggunakan detonator nonel
Primer (booster + detonator nonel) minimal sebanyak lubang
yang akan diledakkan dengan jumlah booster sesuai dengan
diameter lubang ledak atau sekitar 1% dari berat bahan peledak
utama per lubang.
Trunkline delay untuk sistem tunda di permukaan (surface
delay).
Lead-in-line tube atau sebuah detonator listrik atau detonator
biasa
d) Bila menggunakan detonating cord
Primer (booster + detonating cord) sebanyak lubang yang akan
diledakkan dengan jumlah booster sesuai dengan diameter
lubang ledak atau sekitar 1% dari berat bahan peledak utama
per lubang.


18
Panjang sumbu ledak (detonating cord) sesuai keperluan.
Sebuah detonator listrik, biasa atau nonel (salah satu saja)
digunakan sebagai pemicu ledak detonating cord.





REFERENSI

1. Ash, R.L., Design of Blasting Round, Surface Mining, B.A.
Kennedy, Editor, Society for Mining, Metallurgy, and
Exploration, Inc, 1990, pp. 565 - 584.

2. , Handbook of Blasting Tables, ICI Explosives Australia
Operations Pty Ltd, Sydney, 1989, 36 pp.

3. Jimeno, C. L., cs, Drilling and Blasting of Rocks, A.A. Balkema,
Nederlands, 1987, pp. 191 216

4. Konya, C.J dan Walter, E.J, Surface Blast Design, Prentice Hall,
New Jersey, U.S.A, pp. 105 217

5. Langefors, U. dan Kihlstrom, B., The Modern Technique of Rock
Blasting, John Wiley & Sons, Sydney, 1978, pp. 117 - 178.

6. , Surface Shot Design and Shot Calculations, Atlas Powder
Company, Texas, U.S.A, 18 pp.




0
Diameter
lubang ledak
Densitas bahan peledak, gr/cc
mm inci 0.70 0.80 0.85 0.90 1.00 1.10 1.15 1.20 1.25 1.28 1.30 1.35
76 3 3.18 3.63 3.86 4.08 4.54 4.99 5.22 5.44 5.67 5.81 5.90 6.12
89 3 4.35 4.98 5.29 5.60 6.22 6.84 7.15 7.47 7.78 7.96 8.09 8.40
102 4 5.72 6.54 6.95 7.35 8.17 8.99 9.40 9.81 10.21 10.46 10.62 11.03
108 4 6.41 7.33 7.79 8.24 9.16 10.08 10.54 10.99 11.45 11.73 11.91 12.37
114 4 7.14 8.17 8.68 9.19 10.21 11.23 11.74 12.25 12.76 13.07 13.27 13.78
121 4 8.05 9.20 9.77 10.35 11.50 12.65 13.22 13.80 14.37 14.72 14.95 15.52
127 5 8.87 10.13 10.77 11.40 12.67 13.93 14.57 15.20 15.83 16.21 16.47 17.10
130
5
8
1

9.29 10.62 11.28 11.95 13.27 14.60 15.26 15.93 16.59 16.99 17.26 17.92
140 5 10.78 12.32 13.08 13.85 15.39 16.93 17.70 18.47 19.24 19.70 20.01 20.78
152 6 12.70 14.52 15.42 16.33 18.15 19.96 20.87 21.78 22.68 23.23 23.59 24.50
159 6 13.90 15.88 16.88 17.87 19.86 21.84 22.83 23.83 24.82 25.42 25.81 26.81
165 6 14.97 17.11 18.18 19.24 21.38 23.52 24.59 25.66 26.73 27.37 27.80 28.87
178 7 17.42 19.91 21.15 22.40 24.88 27.37 28.62 29.86 31.11 31.85 32.35 33.59
187
7
8
3

19.23 21.97 23.34 24.72 27.46 30.21 31.58 32.96 34.33 35.15 35.70 37.08
203 8 22.66 25.89 27.51 29.13 32.37 35.60 37.22 38.84 40.46 41.43 42.08 43.69
210 8 24.25 27.71 29.44 31.17 34.64 38.10 39.83 41.56 43.30 44.33 45.03 46.76
229 9 28.83 32.95 35.01 37.07 41.19 45.31 47.37 49.42 51.48 52.72 53.54 55.60
251
9
8
7

34.64 39.58 42.06 44.53 49.48 54.43 56.90 59.38 61.85 63.34 64.33 66.80
270
10
8
5

40.08 45.80 48.67 51.53 57.26 62.98 65.84 68.71 71.57 73.29 74.43 77.29
279 11 42.80 48.91 51.97 55.02 61.14 67.25 70.31 73.36 76.42 78.25 79.48 82.53
286 11 44.97 51.39 54.61 57.82 64.24 70.67 73.88 77.09 80.30 82.23 83.52 86.73
311 12 53.18 60.77 64.57 68.37 75.96 83.56 87.36 91.16 94.96 97.23 98.75 102.55
349 13 66.96 76.53 81.31 86.10 95.66 105.23 110.01 114.79 119.58 122.45 124.36 129.14
381 15 79.81 91.21 96.91 102.61 114.01 125.41 131.11 136.81 142.51 145.93 148.21 153.91
432 17 102.60 117.26 124.59 131.92 146.57 161.23 168.56 175.89 183.22 187.61 190.55 197.88
Tabel 3. Loading Density lubang ledak dalam kg/m




0

You might also like