You are on page 1of 36

DISKUSI KASUS

SKIZOFRENIA












Oleh:
Firstiafina Tiffany
G99141039





KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014

2
BAB I
PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan
dan ketidakmampuan bagi pasien dan secara signifikan menimbulkan beban
yang berat bagi dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat. Skizofrenia adalah
suatu penyakit mental berat, dikarakteristikkan dengan penurunan yang
progresif terhadap fungsi pasien dan hubungan dengan dunia luar. Meskipun
beberapa pasien sembuh, penyakit biasanya diikuti oleh perjalanan kronis dan
relaps. Kebanyakan pasien mengalami episode akut (dikarakteristikkan
dengan tampaknya kedua simptom psikotik, yaitu simptom positif dan
negatif) yang diikuti oleh periode-periode stabil, dengan remisi yang parsial
atau lengkap. Gejala- gejala positif paling berespons terhadap pengobatan.
Simtom-simtom negatif sering tidak memberikan respons terhadap obat
antipsikotik standar dan dihubungkan dengan hasil pasien yang buruk dan
lamanya perawatan.
Penggunaan obat antipsikotik atipikal telah mengalami peningkatan
selama beberapa tahun belakangan ini untuk pengobatan skizofrenia.
Dibandingkan dengan obat antipsikotik standar (misalnya
haloperidol,klorpromazin, dan flupenazin), umumnya antipsikotik atipikal
memiliki risiko lebih rendah terhadap timbulnya simtom ekstrapiramidal akut,
diskinesia tardif dan hiperprolaktinemia. Pada umumnya antipsikotik atipikal
dipilih sebagai pengobatan lini pertama untuk skizofrenia, walaupun
antipsikotik konvensional secara relatif masih luas digunakan.








3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan
pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih
dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2007)
Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan
penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh
penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,
serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. (Rusdi, 2002).
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua
kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi,
halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau
bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau
mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, miskin kontak
emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit
berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif.
Berdasarkan DSM-IV, skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi
dalam durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala
(atau lebih) yang diikuti munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang
tidak terorganisir, dan adanya perilaku yang katatonik serta adanya gejala
negative (APA, 2000)

2. Pedoman Diagnostik Berdasarkan PPDGJ III
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
4
a. Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda, atau
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (Withdrawal) dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umumnya mengetahuinya.
b. Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar atau
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar atau
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke
pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan
khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik ;
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku
pasien .
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang
berbicara atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
5
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan
mahluk asing atau dunia lain)
Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neureptika.
* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal);
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
6
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan
penarikan diri secara sosial. (Rusdi, 2002).
3. Etiologi
Teori tentang penyebab skizofrenia, yaitu:
a. Diatesis - Stres Model
Teori ini menggabungkan antara faktor biologis, psikososial, dan lingkungan
yang secara khusus mempengaruhi diri seseorang sehingga dapat
menyebabkan berkembangnya gejala skizofrenia. Dimana ketiga faktor
tersebut saling berpengaruh secara dinamis (Kaplan& Sadock, 2004).

b. Faktor Biologis
Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamine yang menyatakan
bahwa skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan di
bagian kortikal otak, dan berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia.
Penelitian terbaru juga menunjukkan pentingnya neurotransmiter lain
termasuk serotonin, norepinefrin, glutamat dan GABA.Selain perubahan yang
sifatnya neurokimiawi, penelitian menggunakan CT Scan ternyata ditemukan
perubahan anatomi otak seperti pelebaran lateral ventrikel, atropi koteks atau
atropi otak kecil (cerebellum), terutama pada penderita kronis skizofrenia
(Kaplan& Sadock, 2004).

c. Genetika
Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko masyarakat
umum 1%, pada orang tua resiko 5%, pada saudara kandung 8% dan pada
anak 12% apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia, walaupun anak
telah dipisahkan dari orang tua sejak lahir, anak dari kedua orang tua
skizofrenia 40%. Pada kembar monozigot 47%, sedangkan untuk kembar
dizigot sebesar 12%(Kaplan&Sadock, 2004).




7
d. Faktor Psikososial
Teori perkembangan
Ahli teori Sullivan dan Erikson mengemukakan bahwa kurangnya perhatian
yang hangat dan penuh kasih sayang di tahun-tahun awal kehidupan berperan
dalam menyebabkan kurangnya identitas diri, salah interpretasi terhadap
realitas dan menarik diri dari hubungan sosial pada penderita
skizofrenia(Sirait, 2008).
Teori belajar
Menurut ahli teori belajar (learning theory), anak-anak yang menderita
skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berfikir irasional orang tua yang
mungkin memiliki masalah emosional yang bermakna. Hubungan
interpersonal yang buruk dari penderita skizofrenia akan berkembang karena
mempelajari model yang buruk selama anak-anak (Sirait, 2008).
Teori keluarga
Tidak ada teori yang terkait dengan peran keluarga dalam menimbulkan
skizofrenia. Namun beberapa penderita skizofrenia berasal dari keluarga yang
disfungsional
(Sirait, 2008)
4. Klasifikasi
Perjalanan gangguan skizofrenik dapat diklasifikasikan dengan menggnakan
kode lima karakter berikut:
a. F20.x0 Berkelanjutan
b. F20.x1 Episodik dengan kemunduran progresif
c. F20.x2 Episodik dengan kemunduran stabil
d. F20.x3 Episodik berulang
e. F20.x4 Remisi tak sempurna
f. F20.x5 Remisi sempurna
g. F20.x8 Lainnya
h. F20.x9 Periode pengamatan kurang dari satu tahun
(Rusdi, 2002).


8
5. Terapi Psikofarmaka
Pemilihan obat Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek
primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada
efek sekunder ( efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan
jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat
antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat
antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis
ekivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis
sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka
dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih
menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal,
Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif
pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping
ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang
beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik
generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I
bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal,
nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala
positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa:
gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin
yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan
memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan
efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur
gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi
potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg
diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide.
Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala
dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi
rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan
thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah,
9
hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin
antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi
serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang
menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif
mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah
clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon.
Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu
o Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam
o Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar)
sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita.
o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau
haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien
yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.
Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan
dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom
psikosis reda), dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu dinaikkan sampai dosis
optimal kemudian dipertahankan 8-12ininggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap
2ininggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
(diselingi drug holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis
diturunkan 2-4ininggu) lalu stop. Untuk pasien dengan serangan sindrom
psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat
menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya
pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai
1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada penghentian
mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual,
muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan
10
pemberian anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM,
tablet trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.
Anti Psikosis Tipikal dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
Golongan Phenothiazine yang dibagi 3 golongan --> 1. Rantai Aliphatic :
Clorpomazine (largactil), 2. Rantai Piperazine : Perphenazine (stelazine),
Trifluophenazine (anatensol), 3. Rantai Piperidine : Thioridazine
Golongan Butyrophenone : Haloperidol (haldol, serenace, dll)
Golongan Diphenyl-butyl-piperidine :Pimozide (Orap)
Haloperidol
1. Farmakodinamik
Pada orang normal, efek haloperidol mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol
memperlihatkan antipsikotik yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit
manik depresif dan skizofrenia. (Sulistia, 2007)
2. Farmakokinetik
Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncak dalam plasma
tercapai dalam waktu 2-6 jam. Ekskresi lambat melalui ginjal. (Sulistia, 2007)
3. Efek samping
Menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insidens yang tinggi, terutama
pada penderita usia muda. Haloperidol sebaiknya tidak dinrikan pada wanita
hamil sampai terlihat bukti bahwa obat ini tidak menimbulkan efek
teratogenik. (Sulistia, 2005)
4. Sediaan
preparat seiaan tablet 1,5 mg, 2 mg, dan 5 mg. (ISFI, 2007).

Antipsikotik atipikal merupakan psikofarmaka untuk gejala psikotik
dengan efek samping ekstrapiramidal yang minimal. Efek samping
ekstrapiramidal yang biasa muncul pada pengobatan dengan psikofarmaka
konvensional antara lain berupa: parkinsonism, akatisia, distonia akut, dan
tardive diskinesia. Antipsikotik atipikal yang akan dibahas antara lain:
klozapin, risperidon, olanzapin, dan quetiapin.
11
Klozapin
Farmakodinamik
Klozapin merupakan obat antipsikotik atipikal yang pertama
ditemukan. Klozapin bekerja sebagai antagonis kuat reseptor 5-HT2,
adrenergik dan Selain itu, klozapin juga memiliki affinitas yang baik pada
reseptor H1 dan reseptor muskarinik.
Klozapin juga bekerja sebagai antagonis reseptor D2, tetapi memiliki
affinitas yang rendah. Rendahnya affinitas terhadap reseptor D2 berhubungan
dengan jarangnya gejala ekstrapiramidal pada pengobatan dengan
menggunakan klozapin. Dibandingkan dengan antipsikotik atipikal lainnya
dan antipsikotik konvensional, klozapin memiliki affinitas yang paling rendah
terhadap reseptor D2.


Gambar 1. Perbandingan affinitas obat antipsikotik terhadap reseptor D2.

Farmakokinetik
Pemberian klozapin dilakukan melalui preparat oral. Klozapin
mencapai kadar tertinggi di dalam plasma dalam waktu 2 jam. Klozapin
memiliki waktu paruh 12 jam. Pemberian klozapin dengan dosis 2 kali sehari
akan menjaga kadar klozapin di dalam darah dalam waktu kurang dari 1
minggu. Klozapin di metabolisme di hati dan saluran pencernaan.
12
Kadar klozapin di dalam darah bervariasi tergantung dari tingkat absorpsi dan
metabolisme klozapin. Akibatnya, kadar yang bervariasi tersebut akan
berpengaruh terhadap respon klinik.

Efektivitas
Berdasarkan penelitian yang membandingkan klozapin dengan obat
antipsikotik lainnya, 79% menunjukkan bahwa klozapin lebih superior
dibandingkan antipsikotik lainnya. Dalam uji perbandingan dengan
klorpromazin dan haloperidol, klozapin lebih unggul dan memiliki efek yang
lebih baik untuk pasien yang mengalami gangguan jiwa berat dan pasien yang
mengalami refrakter dari pengobatannya. Jika dibandingkan dengan
risperidon, klozapin memiliki respon klinis yang sama dalam 6 bulan, tetapi
gejala ekstrapiramidal lebih terlihat pada pengobatan dengan risperidon.
Menurut Putten TV, terdapat 3 populasi yang menjadi indikasi terapeutik
untuk pengobatan dengan klozapin:
1. pasien dengan gejala skizofrenia berat yang memiliki respon yang buruk
terhadap terapi antipsikotik konvensional.
2. pasien dengan diskinesia tardif yang berat.
3. pasien yang mengalami gejala ekstrapiramidal berat tetapi sedang
membutuhkan dosis yang optimal untuk menyembuhkan gejala psikotiknya.

Efek samping
1. Agranulositosis
Risiko agranulositosis akibat pemberrian klozapin sebesar 0,73% pada
tahun pertama pengobatan, dan menjadi 0,07% pada tahun ke-2. Risiko ini
[aling besar pada 3 bulan pertama pengobatan. Pada pasien dengan
agranulositosis karena klozapin, ditemukan hasil laboratorium berupa jumlah
netrofil absolut<500sel/mm
2
atau leukosit <1000 sel/mm
2
.
2. Sialorrhea
Pasien dengan efek samping sialorrhea akan mengalami hipersalivasi
pada saat tidur. Efek samping ini hanya berlangsung saat awal pengobatan.
3. Sistem kardiovaskular
13
Efek samping kardiovaskular pada pemberian klozapin yang paling
sering adalah takikardia, hipotensi postural dan aritmia. Takikardia
kemingkinan disebabkan karena efek vagolitik dari klozapin. Klozapin dapat
menyebabkan perubahan pada gambaran EKG, berupa pemanjangan QT
interval yang dapat mengakibatkan aritmia ventrikular. Posturalhipotensi
terjadi ketika dosis pemberian klozapin > 75mg/hari.
4. Efek samping perifer antikolinergik
Efek samping perifer antikolinergik pada pemberian klozapin berupa:
mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, dan retensi urin.
5. Gangguan pengaturan temperatur tubuh
Hipertermia terjadi pada awal pengobatan. Namun, perlu dievaluasi
untuk keberadaan penyebab hipertermia lainnya, seperti infeksi, heat stroke,
dehidrasi, dan lain-lain.
6. Peningkatan berat badan
Peningkatan berat badan terjadi sebanyak 4,45 kg dalam 10 minggu.
Menurut penelitian, berat badan pasienakan terus naik dalam jangka waktu 5
tahun.
7. Diabetes mellitus
Peningkatan berat badan dapat memicu terjadinya resistensi insulin.
Akibatnya, risiko diabetes mellitus tipe 2 akan meningkat. Kasus diabets
biasanya muncul setelah 6 bulan terapi klozapin.
8. Gangguan gastrointestinal
Konstipasi kemungkinan terjadi karena efek antimuskarinik klozapin
dan dapat berujung pada obstruksi saluran cerna.
9. Efek pada urogenital
Efek samping urogenital akibat pemberian klozapin berupa gangguan
berkemih.
10. Efek ekstrapiramidal
Efek samping ekstrapiramidal klozapin merupakan yang paling
rendah di antara antipsikotik lainnya. Akatisia sebanyak 6%, tremor 6%,
rigiditas 5%. Tidak ditemukan adanya distonia akut dan diskinesia tardif.
11. Sindrom neuroleptik maligna
14
Sindrom ini hanya muncul ketika klozapin dikombinasikan dengan
litium. Karena efek samping klozapin mirip dengan sindrom ini, tenaga
medik perlu waspada munculnya sindrom ini di tengah pengobatan dengan
klozapin.
12. Kejang
Klozapin menurunkan ambang batas kejang dan meningkatkan
risikonya seiring dengan meningkatnya dosis.

Risperidon
Risperidon merupakan antipsikotik yang memiliki profil efek samping
yang ringan. Hal ini terjadi karena untuk mencapai efek terapeutik hanya
perlu risperidon dalam dosis kecil, sehingga dosis efek samping jarang
tercapai. Risperidon bekerja sebagai antagonis reseptor 5HT2 dan D2.
Risperidon memiliki affinitas yang kuat terhadap reseptor kolinergik, tetapi
lemah pada reseptor b adrenergik dan reseptor muskarinik. Risperidon
memiliki potensi yang lebih rendah untuk menimbulkan katalepsi
dibandingkan dengan haloperidol. Walaupun risperidon juga menimbulkan
efek samping ekstrapiramidal, efek samping tersebut tidak seberat pada
antipsikotik konvensional. Risperridon baik untuk mengobati gejala negatif
skizofrenia, kurang memiliki efek sedasi dan antikolinergik.

Efektivitas
Berdasarkan studi, efektivitas pengobatan skizofrenia refrakter dengan
risperidon mau pun haloperidol memiliki efektivitas yang kurang lebih sama,
walaupun risperidon masih sedikit lebih baik. Hal yang sama ditemukan pada
uji perbandingan dengan dosis tetap. Risperidon pada dosis 6 mg
menunjukkan sedikit perbaikan pada PANNS (positive and negative symptom
scale) dibandingkan haloperidol pada dosis 20 mg.

Risperidon vs. Klozapin
Pasien dengan
gejala akut
4mg/8mg risperidon = 400mg klozapin
15
Treatment
refractory
schizophrenia
4,6,8 mg/hr risperidon = 300 mg/400 mg
klozapin
8 minggu Risperidon 6,4 mg/hari = 291,2 mg/hari
klozapin, risperidon lebih cepat kerjanya
10 minggu Risperidon 10 mg/hari = klozapin 600 mg/hari

Indikasi terapi
1. psikosis akut
risperidone efektif untuk mengobati gejala skizofrenia dan skizoafektif
dengan gejala positif dan negatif dari psikosis.
2. memelihara pengobatan pada skizofrenia dan skizoafektif
3. mencegah relaps
pada studi prospektif untuk membandingkan efek risperidon oral dan
haloperidol oral terhadap pasien skizofrenia dan skizoafekti yang secara klinis
stabil, ditemukan bahwa effikasinya lebih baik dan risiko relaps lebih rendah
pada pasien yang dirawat dengan haloperidol (2-8 mg/hari) dengan kepatuhan
yang sama baiknya.
4. diskinesia tardif
pada studi dengan memakai risperidon dengan dosis 0,25 mg 1 mg/hari
pada lansia, ditemukan bahwa risperidon aman dan memiliki effikasi yang
bagus serta insidensi tardive diskinesia yang rendah.
5. pasien yang rentan gejala ekstrapiramidal
risperidon dapat dipakai untuk pasien dengan gejala ekstrapiramidal akibat
pengobatan antipsikosis dengan memakai dosis risperidon tanpa gejala
ekstrapiramidal.
Efek samping
1. efek ekstrapiramidal bergantung dosis
efek ekstrapiramidal pada risperidon bergantung pada dosisnya. Dosis batas
aman risperidon dari efek samping ekstrapiramidal adalah 6 mg/hari. Namun,
terkadang dengan rentang dosis 4 mg 16 mg/hari masih muncul akatisia.
Dosis terbaik untuk mencegah munculnya efek samping ini adalah 2 4 mg.
16
2. peningkatan prolactin plasma
karena risperidon memiliki affinitas yang lumayan kuat terhadap reseptor D2,
salah satu efek yang mncul adalah hiperprolaktinemia, yang dapat berujung
pada galaktorrhea, gangguan menstruasi pada perempuan dan disfungsi
seksual pada laki-laki.
3. sindrom neuroleptik maligna
risperidon dapat menginduksi munculnya sindrom neuroleptik maligna, tetapi
dengan risiko yang rendah.

Olanzapin
Olanzapin merupakan obat yang aman dan efektif untuk gejala
skizofrenia baik gejala ositif maupun negatif dengan profil efek samping
yang aman. Dapat diberikan dalam dosis tunggal dimulai dari 10 mg. Profil
efek samping meliputi peningkatan berat badan, somnolence, hipotensi
ortostatik, dan konstipasi.kemungkinan terjadinya efek samping
ekstrapiramidal dan kejang sangat kecil. Sejauh ini belum ada efek
hematologik yang muncul.
Studi preeliminari menunjukkan perbaikan pada kualitas hidup dan
mengurangi tingkat rehospitalisasi. Olanzapin merupakan obat antipsikotik
lini pertama, tetapi efikasi terhadap yang resisten pengobatan belum
diketahui.

Farmakokinetik
Olanzapin mencapai kadar puncaknya dalam plasma dalam waktu 5
jam. Waktu paruh olanzapin 31 jam, sehingga cukup dengan pemberian dosis
tunggal.olanzapin memiliki affinitas yang lemah dengan sitokrom P450.

Farmakodinamik
Olanzapin memblokade reseptor 5HT2a dan D2 dengan spesifik.
Sebagai tambahan olanzapin juga memblokade reseptor muskarinik, H1,
5HT2c, 5HT3, 5HT6, D1, dan D4. Blokade reseptor 5HT jauh lebih kuat
dibandingkan blokade pada reseptor dopamin. Struktur biokimia olanzapin
17
mirip dengan klozapin, tetapi tidak memiliki efek samping yang tipikal
dimiliki oleh klozapin. Blokade reseptor dopamin di area mesolombik sangat
lemah, sehingga efek ekstrapiramidal hanya terjadi pada individu yang
rentan. Efek blokade D2 olanzapin lebih tinggi dibandingkan klozapin, tetapi
setara dengan risperidon. Artinya, olanzappin juga memiliki efek
hiperprolaktinemia dan efek samping ekstrapiramidal yang sama dengan
risperidon. Olanzapin juga memiliki efek agonis 5HT1a. Dengan kata lain,
olanzapin juga memiliki efek antiansietas dan antidepresan. Olanzapin
memblokade fenisiklidin yang menginduksi perbaikan gejala positif dan
negatif.
Efektivitas
Dibandingkan dengan haloperidol, olanzapin lebih superior untuk
mengobati psikopatologi dan gejala positif psikosis, serta respon gejala
negatif psikosis. Efek ekstrapiramidal akut lebih minimal dibandingkan
dengan haloperidol. Olanzapin juga lebih baik untuk mengobati skizofrenia
episode pertama dengan profil risk-benefit yang lebih baik. Pada skizofrenia
kronik dan resisten, 15-25 mg/hari olanzapin memiliki efek terapeutik yang
sama dengan 200 600 mg klozapin.
Olanzapin baik untuk mengobati pasien yang refrakter dari pengobatannya
karena profil biokimia olanzapin sama dengan klozapin.

Indikasi
1. psikosis akut
2. melanjutkan pengobatan
3. diskinesia tardif
4. pasien yang rentan dengan efek samping ekstrapiramidal.
5. Skizoafektif





18
Efek samping
1. peningkatan berat badan
Olanzapin meningkatkan berat badan dan kadar trigliserid serum pada dosis
2,8 mg/hari. Penggunaan olanzapin berhubungan dengan penngkatan 5 kali
lipat risiko munculnya hiperlipidemia.

2. Diabetes mellitus
Hiperglikemia dan diabetes mellitus berhubunagn dengan efek samping
potensial penggunaan olanzapine. Pada studi, terdapat 237 pasien yang
mengalami hiperglikemia dan diabetes terkait olanzapin. Ketika pemberian
olanzapin dihentikan, 78% pasein mencapai kontrol glikemik yang baik. Di
Jepang, olanzapine dikontraindikasikan bagi pasien dengan riwayat diabetes.


6. Terapi Psikososial
Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :
Psikoterapi individual
Terapi suportif
Sosial skill training
Terapi okupasi
Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi keluarga
Manajemen kasus
Assertive Community Treatment (ACT)




19

BAB III
SIMULASI KASUS



I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. E
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Boyolali
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
No RM : -
Tanggal MRS : 16 Agustus 2014
Tanggal periksa : 10 September 2014

II. RIWAYAT PSIKIATRI
A. KELUHAN UTAMA
Pasien dikeluhkan oleh keluarganya sering bingung.

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Alloanamnesis (dari laporan keluarga pasien)
Pasien datang ke rumah sakit tanggal 16 Agustus 2014 diantar
oleh keluarganya dari rumahnya di Boyolali karena seminggu
sebelumnya pasien mondar-mandir dan tidak mau tidur. Menurut
keluarganya, pasien juga sering berperilaku aneh seperti menata beberapa
batu di jalan raya yang akhirnya membuat pengendara motor jatuh.
Keluarga mengatakan bahwa semenjak hari raya Idul Fitri pasien tidak
minum obat karena belum sempat mengambil obat di RSJ. Jika sedang
20
kumat pasien susah diajak untuk kontrol ke RSJ dan tidak mau minum
obat. Setiap kali disuruh minum obat oleh kakaknya, pasien sering
marah-marah dan mengamuk. Pasien membanting barang-barang dan
melempari kaca rumah dengan batu. Sebelumnya, pasien pernah mondok
di RSJD Surakarta sebanyak 2 kali. Pertama kali pasien dirawat di RSJD
Surakarta tahun 2009 karena pasien sering berbicara sendiri tentang ilmu
hitam dan wanita yang disukainya. Keluarga mengatakan bahwa
sebelumnya pasien pernah menyukai beberapa wanita, sampai akhirnya
pasien mengungkapkan perasaan cintanya pada wanita yang paling
disukai namun ditolak. Pasien merasa minder karena cintanya ditolak dan
karena cacat pada mata yang dimilikinya. Menurut keluarga, selama ini
jika ada masalah pasien tidak mau bercerita pada keluarga, pasien
cenderung tertutup dan menganggap permasalahannya adalah urusannya
sendiri. Keluarga pasien mengatakan bahwa dulu sebelum sakit sering
melaksanakan sholat lima waktu dan mengaji, namun saat pasien mulai
dibawa ke RSJ pasien sudah jarang sholat 5 waktu. Sedangkan yang
kedua kalinya pasien dirawat di RSJD Surakarta pada tahun 2012 dengan
keluhan yang sama.

Autoanamnesis (19 Agustus 2014)
Pasien mangatakan dibawa ke IGD RSJD Surakarta oleh
keluarganya pada hari Sabtu, 16 Agustus 2014. Ketika ditanya mengenai
identitas, pasien menjawab Tn. E, usia 22 tahun, alamat di Boyolali.
Pasien mengenakan pakaian biru seragam rumah sakit, pakaian dan
rambut tampak kurang rapi. Pasien tampak sehat, penampilan tampak
sesuai umur. Saat berbicara pasien dapat berbicara dengan volume
normal, intonasi baik, dan artikulasi jelas. Pasien juga dapat menjawab
pertanyaan sesuai dengan pertanyaan yang diajukan pemeriksa.
Saat ini, pasien merasa sedih, ia sangat ingin pulang ke rumah
karena merasa rindu dengan keluarganya. Ketika ditanya pasien
mengetahui bahwa pasien saat ini sedang berada di RSJD Surakarta
bangsal Puntadewa. Pasien juga bisa menjawab hari saat pemeriksaan
21
dan mengenali teman serta perawat yang saat itu sedang berada di
bangsal. Selama beberapa hari di RSJD Surakarta pasien mengaku belum
memiliki banyak teman, ia justru menceritakan temannya yang dulu ia
kenal saat dirawat di RSJD Surakarta beberapa tahun silam.
Saat ditanya alasan mengapa pasien masuk rumah sakit adalah
karena mengamuk dan marah-marah. Pasien juga menjelaskan
sebelumnya ia sering membanting barang dan melempari jendela dengan
batu. Ketika ditanya mengapa ia melakukan hal tersebut adalah karena ia
merasa kesal terhadap kakak-kakaknya. Selama ini pasien merasa terus
dipaksa oleh kakak-kakaknya terutama kakak pertamanya untuk
melakukan sesuatu yang pasien tidak sukai. Ketika ditanya disuruh
melakukan apa, ia hanya menjawab disuruh melakukan banyak hal.
Pasien juga menuturkan ia tidak mau menuruti perintah kakaknya
tersebut. Setiap kali diperintah, pasien seringkali merasa kesal dan
marah.
Pasien sebelumnya juga mendengar bisikan-bisikan yang tidak
ada wujudnya, bisikan tersebut menyuruh pasien untuk mengamuk,
menyerang orang dan pasien menuruti perintah tersebut. Bisikan-bisikan
tersebut pasien dengar selama beberapa hari sebelum masuk rumah sakit.
Namun, saat ini bisikan tersebut menyuruh pasien untuk diam dan pasien
menurutinya. Pasien menjelaskan bisikan tersebut berasal dari sejumlah
orang baik laki-laki maupun perempuan, dimana suara tersebut tidak ia
kenal sebelumnya.
Pasien mengatakan bahwa ia memiliki ilmu hitam yang dapat
memikat wanita dan dapat memegang barang-barang gaib yang tidak
terlihat. Pasien juga mengatakan memiliki beberapa keris yang ia dapat
dari Prabu Siliwangi yang dianggap pasien sebagai saudaranya. Pasien
mendapatkan ilmu hitam dari perguruan selama berkelana ke beberapa
kerajaan di Jawa. Selain itu pasien juga mengatakan bahwa ia melakukan
puasa putih untuk menyempurnakan ilmunya. Ketika sedang ditanya,
pasien mempraktekkan caranya memegang keris yang hanya bisa ia lihat
22
sendiri. Pasien juga menepuk-nepuk perutnya untuk memasukkan keris
ke dalam perutnya.
Pasien mengaku sudah menikah dan memiliki dua orang istri
serta lima orang anak. Ketika ditanya pasien menyebutkan nama-
namanya dan menyebutkan berapa umurnya. Pasien menuturkan kedua
istri dan anak-anaknya tinggal di rumah mertuanya. Pasien juga
menjelaskan bahwa saat ini ia memiliki banyak kekasih, salah satunya
sedang kuliah di Semarang. Pasien merasa kekasihnya yang kuliah di
Semarang tersebut sering merasa cemburu karena pasien memiliki
banyak kekasih.
Saat ini pasien merasa bahwa ada sesuatu yang berubah pada
dirinya. Ia merasa tangan dan kakinya lebih besar. Ketika melihat
badannya, pasien juga merasa badannya berwarna putih. Ketika ditanya
apakah lingkungan sekitarnya berubah, pasien menjelaskan ketika
melihat orang-orang sekitar, mereka ada yang terlihat putih dan ada yang
terlihat coklat.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Riwayat gangguan jiwa sebelumnya : disangkal
2. Riwayat gangguan medis
- Riwayat cidera kepala : disangkal
- Riwayat kejang : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat sakit jantung : disangkal
3. Riwayat penyalahgunaan obat/zat
- Riwayat merokok : disangkal
- Riwayat alcohol : disangkal
- Riwayat konsumsi narkoba : disangkal

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
23
Kelahiran normal spontan dibantu oeh bidan di rumah.
2. Masa anak awal (0-3 tahun)
Pasien diasuh oleh ayah dan ibu kandung pasien.
3. Masa anak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien bersekolah di SD, pasien memiliki teman banyak dan bermain
seperti anak-anak lain. Kadang bermain di luar rumah dan kadang
bermain di dalam rumah.
4. Masa anak akhir (pubertas sampai remaja)
Pasien sering berkumpul dengan teman-temannya. Pasien bersekolah
di SMP dekat rumahnya. Pasien beraktivitas biasa setiap harinya.
5. Riwayat pekerjaan
Pasien merupakan petani. Pasien sering membantu kedua orang
tuanya untuk menggarap sawah.
6. Riwayat pekawinan
Pasien belum menikah.
7. Riwayat pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMK.
8. Riwayat agama
Pasien beragama Islam.
9. Riwayat keluarga
Pasien merupakan anak keempat dari enam bersaudara.
10. Situasi hidup sekarang
Pasien tinggal di rumah orang tuanya di Boyolali bersama kedua
orang tua, kakak, dan kedua adiknya.
11. Riwayat Psikoseksual
Pasien menyukai lawan jenis, pasien pernah menyatakan cintanya
pada seorang wanita namun ditolak.
12. Riwayat Hukum dan Kemiliteran
Tidak ada



24
E. RIWAYAT KELUARGA
1. Riwayat gangguan jiwa di keluarga : tidak didapatkan riwayat
gangguan jiwa di keluarga.

2. Pohon keluarga









Keterangan :

: Laki- laki :Laki-laki meninggal
: Perempuan : Perempuan meninggal

: Pasien


III. PEMERIKSAAN STATUS MENTALIS (10 September 2014)
A. DESKRIPSI UMUM
- Penampilan : Laki-laki, penampilan sesuai umur,
perawatan diri cukup
- Pembicaraan : Spontan, volume cukup, intonasi dan
artikulasi jelas
- Psikomotor : Normoaktif
- Sikap : Kooperatif terhadap pemeriksa, kontak
mata (+) adekuat

25
B. KESADARAN
- Kuantitatif : Kompos mentis, GCS E4V5M6
- Kualitatif : Berubah

C. ALAM PERASAAN
- Mood : Sedih, pasien mengatakan saat ini sedang
sedih karena merasa rindu dengan
keluarganya dan ingin pulang ke rumah.
- Afek : Menyempit
- Keserasiaan : Serasi
- Empati : Tidak dapat dirabarasakan

D. GANGGUAN PERSEPSI
- Halusinasi : (+) auditorik, pasien mengatakan sering
mendengar bisikan-bisikan yang tidak ada
wujudnya yang menyuruh pasien untuk diam.
- Ilusi : tidak ada
- Derealisasi : (+), pasien merasa melihat orang-orang
sekitarnya berwarna putih dan coklat.
- Depersonalisasi : (+), pasien merasa melihat tangan kakinya
lebih besar dan berwarna putih.
E. PROSES PIKIR
- Bentuk : non-realistic
- Isi : waham kebesaran
- Arus : flight of idea

F. KESADARAN DAN KOGNISI
- Orientasi
Orang : baik, pasien mengenali dan dapat
menyebutkan nama-nama orang sekitarnya
Tempat : baik, pasien mengetahui sedang berada di
rumah sakit
26
Waktu : baik, pasien mengetahui waktu pemeriksaan
Situasi : baik, pasien dapat merasakan bahwa situasi
disekitarnya ketika dilakukan pemeriksaan cukup ramai
- Daya Ingat
Jangka segera : baik, pasien mampu menyebutkan kata-kata
yang diucapkan pemeriksa dan mengulangnya secara berurutan.
Jangka pendek : baik, pasien mampu menyebutkan apa yang
pasien makan pada saat sarapan
Jangka panjang : baik, pasien mampu menyebutkan nama
keluarganya, pasien juga dapat menyebutkan nama sekolahnya
dahulu.
- Kemampuan abstrak : tidak terganggu, pasien bisa menjawab
pertanyaan pemeriksa mengenai persamaan arti kata.
- Kemampuan visuospatial : tidak terganggu, pasien dapat
menggambarkan sebuah bangun yang
diminta pemeriksa
- Daya konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi : Baik, pasien dapat mengulangi kata-
kata yang diucapkan pemeriksa secara
berurutan. Pasien juga dapat
menjawab pengurangan angka dengan
benar.
Perhatian : Baik, pasien dapat mengulangi kata-
kata yang diucapkan pemeriksa secara
berurutan. Pasien juga langsung
menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan pemeriksa.
- Kemampuan menolong diri : baik, pasien dapat makan, minum dan
mandi sendiri
G. DAYA NILAI
- Realita : terganggu
- Sosial : terganggu
27
H. TILIKAN DIRI : derajat I
I. TARAF DIPERCAYA : dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN INTERNUS
A. KESAN UMUM : baik, kompos mentis, gizi kesan cukup
B. TANDA VITAL : TD 120/80 mmHg, HR: 80 kali/menit, RR: 18
kali/menit,
T: 37
0
C
C. KEPALA, LEHER, THORAX, ABDOMEN, EKSTREMITAS
Didapatkan kelainan pada mata kanan pasien, yaitu mata kanan pasien
berwarna putih sejak umur 5 tahun.

V. IKTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Pasien dikeluhkan keluarganya karena pasien bingung, sering marah-
marah, dan mengamuk. Pasien merasakan ada bisikan-bisikan yang tidak
berwujud yang menyuruhnya untuk diam dan pasien menurutinya. Selain itu
pasien juga memiliki ilmu hitam yang bisa mengendalikan hal-hal gaib.
Pasien pernah mengalami masalah asmara. Pasien sudah ketiga kalinya
dirawat di RSJD Surakarta.

VI. FORMULASI DIAGNOSIS
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan pola perilaku dan
psikologis secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu disabilitas dalam
melakukan aktivitas sehari-hari dan fungsi pekerjaan. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa pasien menderita gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan internus pasien tidak ditemukan adanya kelainan.
Tidak ada kecurigaan penyalahgunaan obat/zat, karena sudah berlangsung
lebih dari 5 tahun yang lalu. Sehingga diagnosis gangguan mental organik (F
00-09) dan gangguan perilaku akibat psikoaktif (F 10-19) dapat disingkirkan.
Pada pasien terdapat kriteria skizofrenia (F20) yaitu didapatkan
adanya waham kebesaran yang menetap. Onset pasien sudah lebih dari 1
bulan. Pasien memenuhui gejala skizofrenia paranoid (F20.0) yaitu
28
didapatkan adanya halusinasi auditorik yang menyuruh pasien untuk
melakukan sesuatu.
Berdasarkan data-data yang didapat, berdasarkan kriteria PPDGJ III
diagnosis yang memungkinkan:
Axis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Axis II : Belum ada diagnosis
Axis III : Kelainan pada mata
Axis IV : Masalah asmara
Axis V : GAF 60-51
VII. PENATALAKSANAAN
A. NON FARMAKOLOGIS
- Psikosuportif dan mencoba mengembalikan fungsi peran sosial pasien
- Psikoedukasi mengenai penyakit pasien
B. FARMAKOLOGIS
- Risperidone 2x 2 mg
- THP 2x 2 mg
- CPZ 1 x 100 mg
Tujuan penatalaksanaan:
1. Memperbaiki gejala positif skizofrenia, hal tersebut menyebabkan
berkurangnya depresi aktivitas motorik dan induksi katalepsi
dibanding neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin
sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya
efek samping ekstrapiramidal, memperluas aktivitas terapeutik
terhadap gejala negatif dan afektif dari skizofrenia (Risperidone,
clozapine)
2. Memperbaiki suasana perasaan (mood).
(antikolinergik: Triheksifenidil, Benzotropin)
3. Menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh
terhadap rangsang dari lingkungan, mengobati gangguan emosi,
mental dan kecemasan.
(Largactil, Cepezet, Meprosetil, Promactil)
29
Psikoterapi
Terhadap pasien :
1. Pengenalan terhadap penyakit, manfaat pengobatan, cara
pengobatan, efek samping pengobatan.
2. Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan rajin
kontrol setelah pulang dari perawatan.
3. Membantu pasien agar dapat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari secara bertahap.
Terhadap keluarga :
1. Memberikan pengertian untuk menjaga suasana hati pasien.
Pasien jangan terlalu sedih atau terlalu senang.
2. Menyarankan keluaga jangan membiarkan pasien melamun atau
tanpa aktivitas, keluarga mengarahkan dan mendukung kegiatan
yang disukai pasien dan bermanfaat secara ekonomi.
3. Mengawasi dan mendampingi pasien kontrol meminum obat
secara teratur dan rutin.
















30
RSUD DR MUWARDI SURAKARTA
Jalan Kol Sutarto No 132 Surakarta
Telp (0271)634634

Dokter : dr Fany
Tanggal : 10 September 2014






Penulisan resep:





R/ Largactil tab. mg 100 No. III
S 1dd tab. I

R/ Risperidone tab. mg 2 No. VI
S 3dd tab. I



R/ Artane tab. mg 2 No. VI
S 3dd tab. I

Pro: Tn E (22 tahun)
No RM: 01435467












31
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT

Risperidone
Risperidon merupakan antipsikotik yang memiliki profil efek samping
yang ringan. Hal ini terjadi karena untuk mencapai efek terapeutik hanya
perlu risperidon dalam dosis kecil, sehingga dosis efek samping jarang
tercapai. Risperidon bekerja sebagai antagonis reseptor 5HT2 dan D2.
Risperidon memiliki affinitas yang kuat terhadap reseptor kolinergik, tetapi
lemah pada reseptor b adrenergik dan reseptor muskarinik. Risperidon
memiliki potensi yang lebih rendah untuk menimbulkan katalepsi
dibandingkan dengan haloperidol. Walaupun risperidon juga menimbulkan
efek samping ekstrapiramidal, efek samping tersebut tidak seberat pada
antipsikotik konvensional. Risperridon baik untuk mengobati gejala negatif
skizofrenia, kurang memiliki efek sedasi dan antikolinergik.

Efektivitas
Berdasarkan studi, efektivitas pengobatan skizofrenia refrakter dengan
risperidon mau pun haloperidol memiliki efektivitas yang kurang lebih sama,
walaupun risperidon masih sedikit lebih baik. Hal yang sama ditemukan pada
uji perbandingan dengan dosis tetap. Risperidon pada dosis 6 mg
menunjukkan sedikit perbaikan pada PANNS (positive and negative symptom
scale) dibandingkan haloperidol pada dosis 20 mg.

Risperidon vs. Klozapin
Pasien dengan
gejala akut
4mg/8mg risperidon = 400mg klozapin
Treatment
refractory
schizophrenia
4,6,8 mg/hr risperidon = 300 mg/400 mg
klozapin
8 minggu Risperidon 6,4 mg/hari = 291,2 mg/hari
klozapin, risperidon lebih cepat kerjanya
32
10 minggu Risperidon 10 mg/hari = klozapin 600 mg/hari

Indikasi terapi
1. psikosis akut
risperidone efektif untuk mengobati gejala skizofrenia dan skizoafektif
dengan gejala positif dan negatif dari psikosis.
2.memelihara pengobatan pada skizofrenia dan skizoafektif
3.mencegah relaps
pada studi prospektif untuk membandingkan efek risperidon oral dan
haloperidol oral terhadap pasien skizofrenia dan skizoafekti yang secara klinis
stabil, ditemukan bahwa effikasinya lebih baik dan risiko relaps lebih rendah
pada pasien yang dirawat dengan haloperidol (2-8 mg/hari) dengan kepatuhan
yang sama baiknya.
4.diskinesia tardif
pada studi dengan memakai risperidon dengan dosis 0,25 mg 1 mg/hari
pada lansia, ditemukan bahwa risperidon aman dan memiliki effikasi yang
bagus serta insidensi tardive diskinesia yang rendah.
5.pasien yang rentan gejala ekstrapiramidal
risperidon dapat dipakai untuk pasien dengan gejala ekstrapiramidal akibat
pengobatan antipsikosis dengan memakai dosis risperidon tanpa gejala
ekstrapiramidal.

Efek samping
1.efek ekstrapiramidal bergantung dosis
efek ekstrapiramidal pada risperidon bergantung pada dosisnya. Dosis batas
aman risperidon dari efek samping ekstrapiramidal adalah 6 mg/hari. Namun,
terkadang dengan rentang dosis 4 mg 16 mg/hari masih muncul akatisia.
Dosis terbaik untuk mencegah munculnya efek samping ini adalah 2 4 mg.
2.peningkatan prolactin plasma
karena risperidon memiliki affinitas yang lumayan kuat terhadap reseptor D2,
salah satu efek yang muncul adalah hiperprolaktinemia, yang dapat berujung
33
pada galaktorrhea, gangguan menstruasi pada perempuan dan disfungsi
seksual pada laki-laki.
3.sindrom neuroleptik maligna
risperidon dapat menginduksi munculnya sindrom neuroleptik maligna, tetapi
dengan risiko yang rendah.

Klorpromazin (CPZ)
Macam obat: Largactil, Cepezet, Meprosetil, Promactil
1. Farmakodinamik
a. SSP
CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap
rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama dapat timbul toleransi
terhadap efek sedasi. Timbulnya sedasi tergantung dari status emosional
penderita sebelum minum obat. (Sulistia, 2007)
b. Otot rangka
CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot skelet yang berada dalam keadaan
spastik. (Sulistia, 2007)
c. Efek endokrin
CPZ menghambat ovulasi dan menstruasi, serta sekresi ACTH. Efek
terhadap sistem endokrin ini terjadi berdasarkan efeknya terhadap
hipotalamus. (Sulistia, 2007)
d. Kardiovaskular
CPZ dapat menimbulkan hipotensi berdasarkan beberapa hal. (Sulistia,
2007)
2. Farmakokinetik
Pada umumnya semua fenotiazin diabsorbsi dengan baik bila diberikan
peroral maupun parenteral. (Sulistia, 2007)
3. Efek samping
Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Efek
samping umumnya merupakan efek perluasan farmakodinamiknya.
Mungkin dapat terjadi reaski idiosinkrasi. (Sulistia, 2007)
4. Sediaan
34
CPZ tersedia dalam bentuk tablet 25/100 mg dan larutan suntik 25
mg/ml. Larutan CPZ dapat berubah warna menjadi merah jambu pada
pengaruh cahaya. (Sulistia, 2005). Dalam kasus ini digunakan preparat
Largactil 1 x 100 mg. (ISFI, 2007).

Triheksifenidil
1. Farmakodinamik
Obat ini terutama berefek sentral. Khususnya bermanfaat terhadap
Parkinsonisme akibat obat. Misalnya oleh neuroleptik, termasuk juga
antiemetik turunan fenotiazin, yang menimbulkan gangguan ekstrapiramidal
akibat blokade reseptor DA di otak. Triheksifenidil juga memperbaiki gejala
beser ludah (sialorrhea) dan suasana perasaan (mood). (Sulistia, 2007)
2. Farmakokinetik
Tidak banyak diketahui tentang farmakokinetik obat ini. Kadar puncak
triheksifenidil tercapai setelah 1-2 jam. Masa paruh eliminasi terminal antara
10 dan 12 jam. (Sulistia, 2005)
3. Efek samping
a. Sentral
Ataksia, disartria, hipertermia, amnesia, delusi, halusinasi,
somnolen,koma.
b. Perifer
Sama dengan atropin. (Sulistia, 2007)
4. Sediaan
Tersedia triheksifenidil tablet 2 dan 5 mg. Dalam kasus ini digunakan
preparat Artane 3 x 2 mg. (ISFI, 2007).

VIII. PROGNOSIS
Good prognosis
No. Keterangan Check List
1 Onset lambat (usia dewasa) V
2 Faktor pencetus jelas V
3 Onset akut X
35
4 Riwayat social, seksual dan pekerjaan yang baik V
5 Premorbid yang baik V
6 Gangguan mood V
7 Mempunyai pasangan X
8 Sistem pendukung yang baik V
9 Gejala positif V

Poor prognosis
No. Keterangan Check List
1 Onset muda X
2 Faktor pencetus tidak jelas X
3 Onset tidak jelas X
4 Riwayat social, seksual, pekerjaan premorbid jelek X
5 Perilaku menarik diri, autistic X
6 Tidak menikah, cerai/janda/duda V
7 Riwayat keluarga skizofrenia X
8 Sistem pendukung yang buruk X
9 Gejala negative X
10 Tanda dan gejala neurologis X
11 Tidak ada remisi dalam 3 tahun V
12 Banyak relaps V
13 Riwayat trauma perinatal X
14 Riwayat penyerangan X

Kesimpulan Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam



36

DAFTAR PUSTAKA

.
American Psychiatric Association. 2000. Diasnostic criteria from DSM -IV-TR.
Washington DC: American Phychiatric Association
ISFI, 2007, Informasi Spesialite Obat Indonesia, Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi
Maramis Willy F, Maramis Albert A. 2009. Retardasi Mental dalam Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press
Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta : PT Nuh Jaya
Rusdi Maslim, 2002, Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta: PT. Dian Rakyat
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry. Behavior
Sciences/Clinical Psychiatry. 10
th
ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2007,
p.527-30
Sulistia G. Ganiswara, 2007, Farmakologi dan Terapi, Jakarta: Bagian Farmakologi
FKUI

You might also like