Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
NURUL ATIQOH 071211044
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO SEMARANG 2011 ii
iii
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Hai orang-orang yang beriman!. Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulul Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al- Quaran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (Q.S. Annisa : 59) (Departemen Agama RI, 2006 : 87). vi
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi samudra Ilahi tanpa batas, dengan keringat dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini untuk orang-orang yang selalu hadir dan berharap keindahan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat: 1) Umi Hj. Khuzaimah (Ibu paling cerdas di dunia), terima kasih untuk segala curahan kasih Umi selama ini, tanpa kasih sayang Umi tidak mungkin Atiqoh bisa menyelesaikan studi ini dengan baik. 2) Abah H. Abdul kholiq (Ayah nomor satu di dunia), terima kasih atas segala nasihat yang Abah hujamkan, insya Allah Atiqoh akan selalu menjadi orang yang tegar dalam menghadapi apapun. 3) Kakak ku tersayang, para motivator muda di dadaku (mba Nura dan mas Yidin) kalian motivasi Atiqoh dalam menyelesaikan skripsi ini, tanpa hadirnya kalian dalam kalbu, tak mungkin karya ini tercipta. 4) Kakanda ku Dedi Rosadi,S.Sos.I, Seseorang yang spesial dalam hatiku, sumber inspirasi, tanpamu imajinasiku beku, terima kasih atas segala kesabaran dan pengertianmu dalam menghadapi sifat dan sikapku.
Penulis
vii
ABSTRAKSI
Nurul Atiqoh (071211044). Konsep Amar maruf Nahi Munkar dalam Tafsir A-Misbah karya Qurais Shihab dalam Perspektif Dakwah. Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan konsep ayat-ayat amar maruf nahi munkar yang terkandung dalam tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab dalam perspektif dakwah. Dalam merumuskan hasil penelitian skripsi ini perlu adanya upaya perolehan dan pengolahan data. Untuk memperoleh data, penulis menggunakan riset kepustakaan (library research), yang dijadikan sumber data baik primer maupun sekunder. Data tersebut penulis analisis dengan menggunakan metode analisis hermeneutik, yaitu proses mengubah sesuatu atau situasi dari ketidaktahuan menjadi mengerti, dalam hal ini penulis akan menafsirkan dakwah sesuai dengan konteks sekarang. Dari penelitian yang penulis lakukan dapat di temukan hasil rumusan sebagai berikut, bahwa berdasarkan konsep dalam ayat-ayat amar maruf nahi munkar di dalam tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab yang telah diterangkan secara rinci di atas, dapat diketahui bahwa ayat tersebut mengandung petunjuk dan perintah dari Allah SWT yang mencakup antara lain: pertama, golongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung. Kedua, Mereka itu tidak sama di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar dan mengerjakan berbagai kebajikan. Ketiga, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh mendirikan sembahyang, menunaikan zakat. Keempat, kedurhakaan. Kelima, beriman kepada Allah. Keenam, siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. Ketujuh, orang-orang mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. Kedelapan, tolong - menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa. Kesembilan, melarang mereka mengucapkan perkataan bohong. Kesepuluh, keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan. Kesebelas, orang yang benar-benar penegak keadilan. Kedua belas, bisikan menyuruh maruf antara lain sedekah karena akan diberi pahala yang besar. Tiga belas, golongan dari orang-orang mukmin yang disenangi Allah SWT. viii
Hasil dari pembahasan menunjukkan bahwa konsep amar maruf nahi munkar dalam tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab yaitu, Amar maruf nahi munkar, digunakan syariat Islam untuk pengertian memerintahkan atau mengajak diri dan orang lain melakukan hal-hal yang dipandang baik oleh agama, dan melarang atau mencegah diri dan orang lain dari melakukan hal- hal yang dipandang buruk oleh agama. Al-Quran dan sunnah melalui dakwah rasulullah SAW mengamanahkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu ada yang bersifat mendasar, universal dan abadi, serta ada juga yang bersifat praktis, lokal, dan temporal sehingga dapat berbeda antara satu tempat atau waktu dan tempat atau waktu yang lain.
ix
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Sang pemberi karunia, hidayah dan inayah. Atas izin Engkau ya Robb, hamba masih diberi kesempatan sebagai penghuni dunia yang fana ini. Semoga Engkau selalu membimbing sisa perjalanan hidup hamba ke jalan yang selalu Engkau ridhoi. Amin. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang diutus untuk menyebarkan Islam di dunia ini. Semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya serta diakui menjadi umatnya di yaumil akhir. Penulis menyadari akan keterbatasan diri dalam penyusunan skripsi ini. Dan penulis yakin penyelesaian srikipsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah banyak membentu baik secara langsung maupun tidak langsung, material dan spiritual, sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Maka dalam kesempatan kali ini izinkanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih tak terhingga kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.A, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Bapak Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 3. Bapak Drs. H. Ahmad Hakim, MA. Ph.D. selaku dosen pembimbing yang selalu sabar memberikan nasihat, bimbingan dan bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, dan Bapak Ahmad Faqih, SAg, M.Si selaku dosen pembimbing II sekaligus wali dalam tahun ketahun memberikan nasihat dan memberikan arahan dalam perkuliahan dan selesainya skripsi ini.. 4. Dosen Fakultas Dakwah yang selama ini telah menjadi guru yang sabar mendidik mahasiswanya di bangku kuliah. Segenap karyawan yang telah membantu menyelesaikan administrasi. 5. Bapak ku tercinta H. Abdul Kholiq, MH dan Ibunda ku tercinta Hj.Khuzaimah, yang senantiasa selalu ada dalam kondisi apapun, yang selalu memberikan doa restu serta cinta kasih yang tidak pernah berkurang setiap waktu,yang selalu memberi ketegaran dikala kesedihan datang mendera, dan yang selalu sabar x
dalam mendidik putrinya. 6. Kakak tersayang Nura Azizah dan Muhyidin, terima kasih untuk semua tawa yang kalian berikan, kalianlah motivator muda yang selalu ada di hatiku. 7. Seseorang yang selalu mendampingi hidup ku dan menghiasi hari-hariku menjadi berwarna-warni, yang selalu sabar menghadapi sikapku, yang selalu memberi masukan di saat banyak problem, yang selalu tersenyum dalam keadaan apapun, yang selalu ada di kala suka dan duka, Kanda Dedi Rosadi,S.Sos.I 8. Teman-temanku mahasiswa IAIN Walisongo Semarang, khususnya teman- temanku Dakwah dan KPI 07(Silfi, Fela, Ani, Fia, Nia, Nisa, dll). Dan teman- temanku yang ada di Ponpes Tahfudhul Quran(dolog)(Dek ningsih, Lina dll). Dan kos Nusa indah semuanya yang sudah memberikan semangat. 9. UKM Kordais Tercinta yang selalu memberikan kebahagiaan dan selalu memberikan inspirasi khususnya periode 07 yang selalu aktif (Lilik, Usfi, Ruroh, Khofsoh, Hasan, Ridwan, Rizal, Akif, Fajri, Nisa, Nia, Fela, Fida, Ulya, Luluk, Nela, Aim, Slamet, Suhono dll). Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan yang sesuai dari Allah. Amin. Penulis menyadari ada banyak kesalahan dalam skripsi ini. Oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai pembelajaran untuk pencapaian yang lebih baik di masa mendatang.
Semarang, 8 Desember 2011
Penulis
xi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................... i HALAMAN NOTA PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ........................................................... iv HALAMAN MOTTO ....................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................ vi ABSTRAKSI ..................................................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................... viii DAFTAR ISI ..................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah .................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .......................................................... 5 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 6 1.4. Telaah Pustaka .................................................................. 6 1.5. Metode Penelitian ............................................................. 9 1.6. Sistematika Penulisan ....................................................... 12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AMAR MARUF NAHI MUNKAR DALAM PERSPEKTIF DAKWAH 2.1. Tentang Amar maruf nahi munkar .................................... 14 2.2. Rukun-Rukun Amar maruf nahi munkar ........................... 23 2.3. Tentang Dakwah ............................................................... 24 2.4. Unsur-unsur Dakwah ....................................................... 26
xii
BAB III PROFIL M. QURAIS SHIHAB DAN ISI KANDUNGAN TAFSIR AL-MISBAH KARYA QURAISH SHIHAB TENTANG AMAR MARUF NAHI MUNKAR
3.1. Profil M. Qurais Shihab.................................................. ..... 28 3.2. Profil Tafsir Al-Misbah ...................................................... 34 3.3. Ayat-ayat tentang Amar maruf nahi munkar ..................... 36 3.4. Kandungan makna Amar maruf nahi munka ..................... 55 BAB IV ANALISIS 4.1. Analisis Konsep Amar maruf nahi munkar ....................... 69 4.2. Relevansi dalam perspektif dakwah masa kini.................... 88
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ....................................................................... 91 5.2. Saran ................................................................................ 92 5.3. Penutup ............................................................................. 92
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIODATA PENULIS
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang menugaskan umatnya untuk menyebarluaskan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat, hal ini berlangsung sepanjang zaman, kapanpun, dimanapun, dan kepada siapapun. Sebagai agama dakwah, Islam disebar luaskan dan diperkenalkan kepada manusia melalui aktifitas dakwah, tidak melalui kekerasan, pemaksaan, terhadap umatnya, agar mau memeluk agama (Amin, 1989:5). Jadi Islam menginginkan setiap orang memeluk agama Islam dengan sukarela, ikhlas dan damai tanpa paksaan, karena pada dasarnya esensi dakwah adalah ajakan bukan paksaan. Dakwah Islamiyah adalah menyampaikan seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia agar menerima dan mempercayai keyakinan dan pandangan hidup Islam, di dalam pembicaraan tentang dakwah akan ditemukan beberapa istilah yang dimaksud pengertiannya sama dengan dakwah atau berhubungan dengan dakwah, diantaranya nahi munkar (Yaqub, 1973:11). Dalam menyampaikan dakwah selalu terkait dengan pembahasan amar maruf nahi munkar, seorang dai harus berpedoman pada sumber utama Al- Quran dan Al-Hadist, di dalam Al-Quran dan Al-Hadist diberikan tuntunan tentang cara-cara berdakwah yang bisa digunakan sebagai pedoman pokok tentang metode dan teknik berdakwah, seperti dalam firman Allah SWT, dalam QS An- Nahl ayat 125, yaitu: 2
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk(QS.16: 125)(Depag RI, 1978: 421).
Dakwah pada hakekatnya adalah mengajak baik pada diri sendiri ataupun kepada orang lain. Untuk berbuat baik sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta meninggalkan perbuatan yang tercela (yang dilarang Allah) dan Rasul-Nya. Dakwah bisa diidentifikan dengan amar maruf nahi munkar. Berkenaan dengan masalah perintah dan larangan, kita perlu memahami kembali peranan amar maruf nahi munkar (menyeru kepada yang maruf dan mencegah yang munkar) yang diajarkan Islam kepada umatnya. Karena banyak diantara kita yang belum memahami hakikat, fungsi dan kedudukanya diantara ibadah-ibadah lainnya. Semuanya itu menyebabkan kurang berfungsinya konsep amar maruf nahi munkar dalam kehidupan kita sehari-hari, apabila pada era modernisasi yang tidak pernah sepi dari kemunkaran. Pembahasan masalah kebaikan dan kemunkaran sangat luas dan beragam bentuknya, namun sampai pada saat ini banyak orang-orang Islam yang mengkonsumsi kebaikan hanya untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Demikian halnya terhadap kemunkaran, mereka hanya mencegah kemunkaran dari dirinya pribadi dan membiarkan orang lain. 3
Tujuan beramar maruf nahi munkar yang diturunkan di atas bumi ini adalah sebagai rahmatan lil alamin yakni sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Untuk mewujudkan tersebut dalam kenyataan, sekaligus untuk mempertahankan kedudukan orang mukmin sebagai umat yang terbaik yang ditampilkan Allah di arena kehidupan ini, maka sangat diperlukan suatu konsepsi yang harus dilaksanakan secara konsekuen. Konsep itu tak lain melaksanakan amar maruf nahi munkar tanpa adanya cadangan sesuai dengan Al-Quran. Terlebih dalam kemajuan dimasa ini dimana kehidupan senantiasa diwarnai dengan pertarungan dan pertentangan yang demikian dahsyat, maka dengan adanya keberanian sikap untuk melaksanakan amar maruf nahi munkar tersebut sangat diperlukan demi terwujudnya Izlul Islam wal muslimin. Nahi munkar artinya melarang kepada perbuatan yang munkar (Syukir, 1983: 11). Menurut Shihab (2001: 162), kata munkar dipahami banyak ulama sebagai segala sesuatu, baik ucapan maupun perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan agama, akal, dan adat istiadat. Penekanan kata munkar lebih banyak pada adat-istiadat. Demikian juga kata maruf yang dipahami dalam arti adat istiadat yang sejalan dengan tuntunan agama. Amar maruf nahi munkar, digunakan syariat Islam untuk pengertian memerintahkan atau mengajak diri dan orang lain melakukan hal-hal yang dipandang baik oleh agama, dan melarang atau mencegah diri dan orang lain dari melakukan hal- hal yang dipandang buruk oleh agama. Ulama fikih sepakat bahwa amar maruf nahi munkar adalah prinsip yang harus dimiliki setiap muslim. 4
Muhammad Quraish Shihab dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal. Berdasarkan pada latar belakang keilmuan yang kokoh yang ia tempuh melalui pendidikan formal serta ditopang oleh kemampuanya menyampaikan pendapat dan gagasan dengan bahasa yang sederhana, tetapi lugas, rasional, dan kecenderungan pemikiran yang moderat, ia tampil sebagai penceramah dan penulis yang bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat. Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar al-Quran di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan menyampaikan pesan-pesan al-Quran dalam konteks kekinian dan masa moderen membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Quran lainnya. Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudui (tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Quran yang terbesar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat al-Quran tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat Al-Quran sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat (Shihab, 1990:3). Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya, khususnya di tingkat pasca 5
sarjana, agar berani menafsirkan Al-Quran, tetapi dengan tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang sudah dipandang baku. Menurutnya, penafsiran terhadap al-Quran tidak akan pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran baru sejalan dengan perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Beliau tetap mengingatkan perlunya sikap teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan al-Quran sehingga seseorang tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat al-Quran. Bahkan, menurutnya adalah satu dosa bila seseorang memaksakan pendapatnya atas nama al-Quran. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis terdorong mengangkat tema dengan judul: Konsep amar maruf nahi munkar dalam tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab dalam perspektif dakwah.
1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan suata upaya untuk mengatakan secara tersurat tentang suatu masalah yang akan di teliti atau pertayaan-pertanyaan apa saja yang ingin di cari jawabannya (Suriasumantri, 1993:312). Titik tolak dan pengertian tersebut dan berdasarkan pada latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi pokok permasalahan yaitu: Bagaimana konsep amar maruf nahi munkar dalam perspektif dakwah dalam tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab?
6
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah: a. Penelitian ini tidak lepas dari permasalahan, untuk itu maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep amar maruf nahi munkar dalam perspektif dakwah dalam tafsir Al Misbah karya Quraish Shihab. b. Manfaat dari penelitian ini adalah: Secara teoritis, diharapakan dapat menambah khasanah keilmuwan dakwah khususnya dalam bidang komunikiasi penyiaran islam terutama dalam bidang ke Islamannya. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat utama tentang ke Islaman,sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
1.4. Telaah pustaka Berdasarkan penelitian di perpustakaan ditemukan beberapa skripsi yang berhubungan dengan judul skripsi di atas: Pertama, Skripsi yang disusun oleh Sumarsih (2006), Semantik Nahi Munkar Dalam Al - Quran. Pada intinya penulis skripsi ini menjelaskan bahwa yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana nahi munkar, dalam Al- Quran ditinjau dari segi semantik. Metode penelitian ini menggunakan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa perkataan munkar disebut sebanyak 37 kali dalam Al-Quran, antara lain disebut dalam QS Al- Maidah 5:79. Dari membaca ayat itu saja sulit diketahui apa makna yang sesungguhnya. Ayat itu berbunyi demikian: 7
Artinya: Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang telah mereka perbuat, sesungguhnya amat buruk lah apa yang selalu mereka perbuat itu (Q.S. Al- Maidah:79).
Dalam ayat tersebut hanya diterangkan sebab-sebab dari perbuatan munkar itu, yakni sikap durhaka dan melampui batas. Jika kita baca ayat sebelumnya, maka yang di maksud dengan mereka yang telah melakukan perbuatan munkar itu adalah sebagian kaum Yahudi keturunan Dawud dan Isa ibn Maryam. Dalam ayat selanjutnya dijelaskan pula bahwa kaum Yahudi itu tolong menolong dengan orang-orang musyrik yang menentang kenabian Muhammad SAW. Dalam ayat sebelumnya disebutkan pula bahwa kaum Yahudi yang disebutkan juga sebagai ahlul-kitab itu telah berlebih-lebihan (melampui batas) dengan cara yang tidak benar dalam agama. Mereka juga telah mengikuti hawa-nafsu, menyesatkan sebagian manusia dan mereka itulah orang-orang tersebut dari jalan yang lurus. Jika dihubungkan dengan sikap maruf, salah satu ciri perbuatan munkar adalah berlebih-lebihan dan melampui batas, sebagai lawan dari yang sepantasnya atau wajar. Penelitian ini menitik beratkan pembahasan pada perspektif semantic dan sama sekali tidak menyentuh pemikiran tokoh. Sedangkan penelitian saat ini mengambil pemikiran tokoh dan di hubungkan dengan dakwah. Kedua,skripsi yang disusun Rika Nuraini (2007), Telaah Pemikiran TM. Hasbi ash-shiddieqy tentang Amar Maruf Nahi Munkar ( Kajian pesan dakwah). Pada intinya penulis skripsi ini menjelaskan bahwa yang menjadi 8
rumusan masalah adalah bagaimana pemikiran TM.Hasbi ash-shiddieqy tentang Amar Maruf Nahi Munkar, Metode penelitian ini menggunakan komparasi. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa menurutnya untuk memperbaiki perilaku munkar harus melihat dan memenuhi syarat syarat bahwa suatu perbuatan itu benar -benar munkar. Syarat -syarat tersebut antara lain (a) harus jelas bahwa perbuatan tersebut merupakan kemunkaran, Permasalahan Ijtihad dalam masalah-masalah khilafiyah bukanlah suatu kemunkaran; (b) Kemunkaran tersebut jelas, serta diketahui oleh khalayak umum (manusia), Tanpa harus harus semata-mata si pelaku kemunkaran itu, dan (c) Kemunkaran tersebut betul- betul terjadi pada saat itu, peristiwanya tidaklah terjadi sudah lama atau pun juga akan terjadi pada masa mendatang. Perbedaan antara penelitian saat ini dengan yang lain, untuk menitik beratkan pada pesan, sedangkan penelitian ini lebih di titik beratkan pada pemikiran tokoh dalam hubungannya dengan dakwah. Ketiga, skripsi yang disusun Uud Nurkhadiq (2005), Amar Maruf Nahi Munkar Menurut Mutazilah dan Asariyyah (studi Komporatif ). Pada intinya penulis skripsi ini menjelaskan bahwa yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana kelebihan dan kekurangan mutazilah dan asariyyah tentang konsep Ama Maruf Nahi Munkar. Metode penelitian ini menggunakan hermeneutik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada intinya amar maruf nahi munkar merupakan prinsip yang erat hubungannya dengan masalah amaliah, sebagai menifestasi dari pada iman yang ada di dalam hati. Di dalam Al quran banyak di sebutkan tentang perintah ini antara lain : surat Ali imron ayat 104, surat 9
lukman ayat 17 dan sebagainya. Dari prinsip ini menunjukkan bahwa Mutazilah memandang sama pentingnya antara aqidah dan amaliah antara iman dan amal. Oleh sebab itu perlu orang disuruh untuk mengerjakan kebaikan dan menjauhkan perbuatan jahat. Pelaksanaan prinsip ini bila mana perlu dengan kekerasan, sebab Mutazilah berkeyakinan bahwa orang-orang yang tidak sepaham dipandang sesat dan perlu diluruskan. Penelitian ini, dahulu menitik beratkan pembahasan pada aliran. Sedangkan penelitian sekarang lebih menitik beratkan pada pemikiran tokoh dalam hubungannya dengan dakwah Islam.
1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Jenis, Pendekatan, dan Spesifikasi Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 1997:3). Dalam meneliti data tidak diwujudkan dalam bentuk angka, namun data-data tersebut diperoleh dengan penjelasan dan berbagai uraian yang berbentuk tulisan. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kepustakaan (library research). Kepustakaan yang dimaksud berupa sejumlah buku, bulletin, jurnal skripsi, tesis, dan lain-lain. Spesifikasi penelitian ini adalah amar maruf nahi munkar.
10
1.5.2. Definisi Konseptual Untuk lebih memperjelas dalam penelitian ini, maka penulis mendifinisikan judul secara konseptual bahwa yang dimaksud amar ma,ruf nahi munkar dalam tema skripsi ini yaitu suruhan untuk berbuat baik serta mencegah dari perbuatan jahat. Dari pengertian ini maka yang menjadi indikator amar maruf nahi munkar yaitu: (a). adanya pihak yang menyuruh berbuat baik sesuai dengan apa yang digariskan dalam al-Quran dan hadis; (b). adanya pihak yang berusaha mencegah perbuatan munkar. 1.5.3 Data dan Sumber data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data mengenai konsep tafsir Al- Misbah karya Quraish Shihab yang diimplementasikan dalam konsep amar maruf nahi munkar dalam perspektif dakwah. Adapun sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah sumber primer dan sumber sekunder. ( Irawan, 1999 : 65-87 ). a. Sumber Primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah tafsir Al- Misbah. Sumber primer ini di kembangkan melalui terjemahan dan tafsir- tafsir lainnya. b. Sumber Sekunder Sumber sekunder yang dijadikan data pelengkap dan pendukung data primer (Surachmad, 1990: 134), yang diambil dari buku - buku yang ada relevansinya dengan tema penelitian ini. Adapun buku penunjang tafsir 11
Al-Maraghi karangan Imam Ahmad al Maraghi, tafsir Al-Azhar karangan Hamka, dan lain sebagainya. 1.5.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik dokumentasi dalam mengumpulkan data, maka peneliti menggunakan library research yang dalam hal ini meneliti sejumlah kepustakaan yang revelan dengan tema skripsi ini. Kepustakaan yang dimaksud yaitu berupa buku-buku atau kitab tafsir dan lain-lain. 1.5.4. Analisis data Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya dalam suatu pola, kategori dan satuan kategori dan dianalisis secara kualitatif. Adapun metode yang digunakan adalah Metode analisis Hermeneutik yaitu studi tentang prinsip-prinsip metodologis interpretasi dan ekplanasi, yang dimaksudkan untuk menguraikan tentang makna. Beberapa permasalahan yang dikemukakan, pada rumusan masalah akan dipecahkan menggunakan analisis dari teori Formula hermeneutika Dilthey yaitu suatu prosedur yang di dasarkan atas hubungan sistematis antara hidup atau pengalaman, ekspresi dan pemahaman. Teori Dilthey memfokuskan dalam mengembangkan metode memperoleh interpretasi obyektivitas yang valid dari ekpresi kehidupan, dan cara berfikir dari ilmu alam, dan menggunakanya untuk studi manusia (Palmer, 2010: 110-112). 12
Metode ini penulis terapkan dengan cara menganalisis data tentang tafsir di klasifikasikan dengan tafsir lainnya. Dengan metode ini penulis akan menjelaskan tentang bagaimana konsep amar maruf nahi munkar dalam perspektif dakwah. Dengan mempersatukan ini akan dapat menarik kesimpulan, berdasarkan hasil penelitian dalam gagasan yang spesifik (Noeng, 2000:305). 1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi di bawah ini di buat sedemikian rupa, sehingga dapat diketahui topik-topik bahasanya beserta alur pembahasanya. Sistematika penulisan skripsi yang digunakan adalah sebagai berikut: BAB I: Berisi pendahuluan mencakup ruang lingkup penulisan, yaitu merupakan gambarangambaran umum dari keseluruhan isi skripsi meliputi: pendahuluan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penelusuran pustaka, metode penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II: Berisi tinjauan umum tentang amar maruf nahi munkar , Rukun- rukun amar maruf nahi munkar dan dakwah BAB III: Berisi tentang isi dan kandungan tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab tentang amar maruf nahi munkar, yang mencakup isi ayat amar maruf nahi munkar, dan kandungan makna di dalam tafsir Al- Misbah. BAB IV: Berisi analisis yang meliputi isi tafsir Al- Misbah karya Quraish Shihab tentang amar maruf nahi munkar, relevansi dalam 13
perspektif dakwah tentang amar maruf nahi munkar dengan dakwah saat ini. BAB V: Merupakan bab penutup dari skripsi penulis, yang di dalamnya mencakup tentang kesimpulan pokok hasil penelitian beserta saran- saran dan penutup. Setelah terselesainya penulisan dari Bab I hingga Bab V, penulis melengkapinya dengan daftar kepustakaan, lampiran-lampiran serta riwayat hidup penulis.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AMAR MARUF NAHI MUNKAR DAN DAKWAH
2. 1. Tentang Amar Maruf Nahi Munkar Menurut Nurcholis Madjid, dalam berkembangnya dakwah di tengah masyarakat cenderung mengarah pada nahi munkar, yakni tekanan-tekanan untuk melawan atau perjuangan reaktif, dan kurang amar marufnya, yang mengajak pada kebaikan, kebersamaan, suatu cita-cita dalam bentuk perjuangan proaktif. Barangkali ini sebabnya sikap proaktif masih menjadi tantangan besar kaum muslim (Madjid, 1999:97). Secara sosiologis, keduanya, yakni al-maruf dan al-munkar menunjuk pada kenyataan bahwa kebaikan dan keburukan itu terdapat dalam masyarakat. Umat Islam dituntut untuk mengenali kebaikan dan keburukan yang ada dalam masyarakat, kemudian mendorong, memupuk, dan memberanikan diri kepada tindakan-tindakan kebaikan, dan pada waktu yang sama ia mampu mencegah, menghalangi, dan menghambat tindakan-tindakan keburukan. Menurut Muhiddin (2002:57) tiga terma, yakni; penyeruan pada al-khayr, amar maruf dan nahi munkar, hal inilah yang menjadi dasar keunggulan umat Islam atas umat yang lain sehingga umat Islam disebut sebagai yang beruntung, yang menang atau yang bahagia (al-muflihun). Tentu, semua ini tidak dapat disepakati dan diterima apa adanya secara statis. Karena yang pertama dari term tadi, yakni seruan kepada al-khayr, menuntut sikap dinamis, mempertajam kemampuan tersebut umat Islam untuk memahami nilai-nilai etis dan moral universal. Tanpa kemampuan tadi, tidak mungkin ditemukan satu pedoman yang jelas untuk menghadapi masa depan. Aspek kedua, yakni amar maruf; menuntut kemampuan memahami lingkungan hidup sosial, politik, dan kultural, sebagai lingkungan yang menjadi wadah terwujudnya al-khayr secara konkret, dalam konteks ruang dan waktu (Muhiddin,2002:58). Aspek ketiga, yakni nahi munkar menuntut kemampuan umat Islam untuk mengidentifikasi faktor lingkungan hidup kultural, sosial, politik, juga ekonomi, dapat menjadi wadah bagi munculnya tindakan dan perbuatan yang berlawanan dengan hati nurani (tindakan yang tidak maruf) kemudian diusahakan untuk mencegah dan menghambat pertumbuhan lingkungan yang buruk itu. Menyerukan manusia kepada kebajikan, menyuruh maruf dan mencegah munkar ialah mengajak manusia kepada agama Allah dengan berbagai upaya yang menarik, menganjurkan, mengajak dan menyuruh para manusia berbuat maruf dan melarang orang mengerjakan munkar serta menghilangkan kemunkaran, dengan jalan-jalan yang benarkan syara. Maruf ialah setiap pekerjaan (urusan) yang diketahui dan dimaklumi berasal dari agama Allah dan syara-Nya. Masuk ke dalamnya segala yang wajib, yang mandub. Maruf itu diartikan juga kesadaran, keakraban persahabatan, lemah lembut terhadap keluarga dan lain-lain. Munkar ialah setiap pekerjaan yang tidak bersumber dari agama Allah dan syara-Nya, setiap pekerjaan yang dipandang oleh syara. Masuk ke dalamnya segala yang haram dan segala yang makruh. Adapun mubah, ialah yang tidak maruf dan tidak pula dipandang munkar. Menyerukan manusia kepada agama Allah, disebut dakwah. Adapun pekerjaan menyuruh maruf dan mencegah munkar dinamai hisbah. Yang melakukan hisbah dinamai muhtasib (Hasbi, 2001: 347-348). Amar maruf nahi munkar merupakan tuntunan yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabnya di sampaikan oleh rasul-rasulnya, dan merupakan bagian dari syariat Islam. Risalah Allah, ada yang berupa berita (akhbar) dan ada juga berupa tuntunan berupa (insya). Akhbar disini menyangkut zatnya, makhluknya, seperti tauhidullah dan kisah-kisah yang mengandung janji baik dan buruk (waad dan waiid). Adapun isinya adalah perintah (amar), larangan (nahi) dan pembolehan (ibadah) (Taimiyyah, 1990:15). Ungkapan ini tersebut dalam hadist Qul huwallahu ahad setara dengan seper tiga Al-Quran (HR. Abu Daud, Turmidi, nasaI). Yang seperti itu adalah tauhid. Sedang isi kandungan Al-Quran berupa kisah-kisah, tauhid dan amar. Allah SWT berfirman. .. Artinya: ...Ia (Muhammad) menyuruh mereka mengerjakan yang maruf dan melarang mereka mengerjakan yang mungkar, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan segala yang buruk...(Al-Araf 157).
Isi ayat tersebut diatas merupakan kejelasan risalah beliau. Allah lah yang memerintah lidah beliau untuk mengemukakan segala yang maruf dan melarang segala yang munkar, menghalalkan semua yang baik dan mengharamkan segala kekejian dan keburukan dalam suatu hadist dinyatakan: Artinya: Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemulyaan akhlak (Imam Maliki dalam Al-Muwaththa jilid 5 hal 251).
Dengan diutusnya beliau, Allah menyempurnakan Din yang mengandung perintah yang makruf dan larangan bagi segala yang munkar, menghalalkan yang baik dan mengharamkan semua yang buruk. Sedang rasul-rasul terdahulu, ada yang mengharamkan sebagian yang baik untuk umatnya, seperti firmannya, Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulu) dihalalkan bagi mereka (An Nisaa:160). Tidak semua kekejian diharamkan oleh mereka, seperti Firman-Nya. Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil, kecuali yang diharamkan oleh Israil (Yaqub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.(Ali Imran: 93). Adapun pengertian nahi munkar adalah mengharamkan segala bentuk kekejian, sedang amar maruf berarti memerintahkan semua yang baik yang diperintahkan Allah. Perintah melakukan semua yang baik dan melarang semua yang keji akan terlaksana secara sempurna karena diutusnya Rasulallah Saw oleh Allah Swt, untuk menyempurnakan akhlak mulai bagi umatnya. Jelas, Allah telah menyempurnakan agama ini untuk kita, telah melengkapi nikmat kepada kita, juga ridho Islam sebagai satu satuannya agama bagi umat manusia. Oleh karena itu umat Muhammad Saw, sebagai umat yang terbaik, seperti firman-Nya. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang munkar, dan kepada Allah. (Ali Imran;110).
Dengan jelas Allah menegaskan bahwa umat ini adalah sebaik-baiknya umat yang senantiasa berbuat ihsan sehingga keberadaannya sangat besar manfaatnya bagi segenap umat manusia. Dengan amar maruf nahi munkar itu mereka menyempurnakan seluruh kebaikan dan kemanfaatan bagi umat manusia. Sedangkan bagian umat yang lain tidak ada yang memerintahkan untuk meleksanakan semua yang maruf bagi kemaslahatan seluruh lapisan manusia, dan tidak pula melarang semua orang dari berbuat kemunkaran. Mereka tidak berjihad untuk itu. Bahkan di antara mereka ada yang sama sekali tidak pernah berjihad, seperti Bani Israil, mereka lebih banyak melakukan penganiayaan dan pengusiran serta pembunuhan terhadap musuh-musuh mereka. Semua ini mereka melakukan bukan dalam rangka mengarahkan mereka (musuh) kepada hidayah dan kebaikan atau menyeru mereka menjelaskan yang maruf nahi munkar (Taimiyyah, 1990:15- 18). Ali bin Abi Tholib r.a. pernah berkata,Kegagalan pertama yang akan kautemui dalam berjihad, adalah berjihad dengan tangan, kemudian berjihad dengan lisan, kemudian dengan hati. Karenanya, apabila hati sudah tidak lagi mengenali yang maruf dan tidak mengingkari yang munkar, maka hati seperti itu akan dibalikkan sehingga yang tadinya di atas berbalik menjadi di bawah. Sahl bin Abdullah r.a. pernah berkata, Siapa pun yang melakukan suatu kebaikan untuk dirinya sendiri berkaitan dengan agamanya sesuai dengan yang diperintahkan kepadanya, atau meninggalkan suatu keburukan yang dilarang mengerjakanya, sementara hatinya tetap merasa mantap dengan hal itu, meski zaman telah rusak dan keadaan umum telah membingungkan, maka sesungguhnya ia termasuk orang yang melaksanakan amar maruf nahi munkar di zamannya itu. Artinya, apabila ia tidak mampu selain mengendalikan diri sendiri, dan pada saat yang sama mengingkari dalam hati tentang keburukan yang dilakukan orang di zamannya itu, maka ia dapat dikatakan telah cukup melaksanakan perintah ber- amar maruf nahi munkar. Berkaitan dengan ini, pernah ditanyakan kepada Al- Fudhail, Mengapa Anda tidak ber-amar maruf nahi munkar? Jawab Al-Fudhail, Telah ada sesuatu kaum yang melakukannya lalu mereka menjadi kafir (yakni menjadi putus harapannya kepada Allah). Hal itu disebabkan mereka tidak tahan bersabar ketika menderita kesusahan akibat gangguan masyarakat terhadapnya. Pernah pula dinyatakan kepada Ats-Tsauri,Mengapa Anda tidak ber-amar maruf nahi munkar?Jawabnya, Jika gelombang samudra sudah begitu dahsyatnya, siapa kiranya yang mampu mencegah?. Jelaslah sudah, bahwa pelaksanaan amar maruf nahi munkar adalah wajib hukumnya, dan bahwa kewajiban itu tidak akan gugur sepanjang ada kemampuan untuk melaksanakannya. Kecuali apa bila telah ada orang-orang lain yang melaksanakanya secara cukup (Ghozali, 2003:32-33). Dalam tafsir Al-Misbah mengemukakan tentang amar ma'rf nh munkar bahwa penggunaan dua kata yang berbeda itu menunjukan keharusan adanya dua kelompok dalam masyarakat Islam. Kelompok pertama yang bertugas mengajak, dan kelompok kedua yang bertugas memerintah dan melarang. Kelompok kedua ini tentulah memiliki kekuasaan di bumi ajaran ilahi di bumi ini bukan sekedar nasehat petunjuk dan penjelasan ini adalah salah satu sisi, sedang sisi yang kedua adalah melaksanakan kekuasaan pemerintah dan melarang, agar maruf dapat wujud dan kemunkaran dapat sirna. Demikian anntara lain tutur Sayyid Quthub. Perlu dicatat bahwa apa yang diperintahkan oleh ayat diatas sebagaimana terbaca barkaitan pula dengan dua hal, mengajak dikaitkan dengan al-khair, sedang memerintah jika berkaitan dengan perintah melakukan dikaitkan dengan al-maruf, sedang perintah untuk tidak melakukan, yakni melarang dikaitkan dengan al- munkar. Ini berarti mufasir tersebut mempersamakan kandungan al-khoir dengan al- maruf dan bahwa lawan dari al-khoir adalah al-munkar. Padahal, hemat penulis, tidak ada dua kata yang berbeda, walau sama akar katanya kecuali mengandung pula perbedaan makna. Tanpa mendiskusikan perlu tidaknya ada kekuasaan yang menyuruh kepada kebaikan mencegah kemungkaran penulis mempunyai tinjauan lain. Semua kita mengetahui bahwa Al-Quran dan sunnah melalui dakwahnya mengamanahkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu ada yang bersifat mendasar, universal dan abadi, serta ada juga yang bersifat praktis, lokal, dan temporal sehingga dapat berbeda antara satu tempat atau waktu dan dan tempat atau waktu yang lain. perbedaan, perubahan, dan perkembangan nilai itu dapat diterima oleh Islam selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai universal. Al-Quran mengisyaratkan kedua nilai diatas dalam firmannya ini dengan kata () al-khoir atau kebajikan dan al-maruf. Al-khoir adalah nilai universal yang diajarkan oleh al-Quran dan sunah. Al-khoir menurut rasul SAW. Sebagai mana dikemukakan oleh ibn katsir dalam tafsirnya adalah: (Mengikuti al-quran dan sunahku). Sedang al-maruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum satu masyarakat selama sejalan dengan al-khoir. Adapun al-munkar, ia adalah sesuatu yang dinlai buruk suatu masyarakat serta bertentangan dengn nilai-nilai ilahi. Karena itu, ayat diatas menekankan perlunya mengajak kepada al-khoir atau kebaikan, memerintahkan yang maruf dan mencegah yang munkar. Jelas terlihat betapa mengajak kepada al-khoir didahulukan, kemudian memerinahkan kepada maruf dan melarang melakukan yang munkar. Dalam al-Quran ada tiga puluh delapan kata al-maruf dan enam belas kata al-munkar (Taimiyah, 1983:1). Munkar adalah segala sesuatu yang dianggap buruk dan dibenci oleh syariah yang mencakup seluruh apa yang dilarang. Sedangkan maruf mencakup segala sesuatu yang diperintahkan (Darwis, 1996:5). Menurut ilmu bahasa, arti Amar Maruf Nahi Munkar ialah: Menyuruh kepada kebaikan, mencegah dari kejahatan. Amar = menyuruh; maruf = kebaikan; nahi = mencegah; munkar = kejahatan. Dipandang dari sudut syariyah, perkataan amar ma'rf nh munkar itu sudah menjadi istilah yang merupakan ajaran pokok agama Islam, malah menjadi tujuannya yang utama. Mengenai hal ini, Abdul Ala al Maududi menjelaskan: The main objective of the Shariah is to construch human life on the basis of marufat and to cleanse it of the munkarat.
Artinya: Tujuan yang utama dari syariat ialah untuk membangun kehidupan manusia di atas marufat (kebaikan) dan membersihkannya darin hal-hal yang munkarat (kejahatan) (Maududi, 1995:71).
Lebih jauh, dalam bukunya itu, Maududi memberikan definisi tentang apa yang dimaksud dengan maruf dan munkar itu sebagai berikut: Istilah marufat (jamak atau murfod dari maruf) itu menunjukkan semua kebaikan. Kebaikan dan sifat-sifat yang baik yang sepanjang masa ditrima oleh hati nurani manusia sebagai sesuatu yang baik (good). Sebaiknya, istilah munkarat (jamak dari munkar) menunjukkan semua dosa dan kejahatan-kejahatan yang sepanjang masa telah dikutuk oleh watak manusia sebagai satu hal yang jahat (evil). Pendeknya, maruf itu adalah serasi atau sesuai dengan umumnya watak manusia dan kebutuhan-kebutuhannya, sedang munkarat ialah kebalikan dari itu. Syariat memberikan satu pandangan yang jelas tentang marufat dan munkarat itu dan menyatakan-nya sebagai norma-norma yang merekalah orang-prang yang berjaya (Q.S. Ali imron: 104) (Depag RI, 1978:93). Dalam ayat tersebut, terdapat kata amar ma'rf nh munka secara lengkap. Ayat di atas mengandung beberapa pengertian: (1) hendaklah ada di antara kamu sekelompok umat; (2) yang (tugas atau misinya) menyeru pada kebaikan; (3) (yaitu) menyuruh pada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; dan (4) merekalah yang berjaya atau orang-orang yang beruntung (Muhiddin, 2002: 56). Adapun ayat 110 dari surat Ali Imran mengandung kalimat yang mirip dengan ayat sebelumnya, yaitu:
Artinya: Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Menyuruh kepada yang maruf dan mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah (Depag RI, 1978:93).
Dari ayat di atas terdapat dua kesimpulan. Pertama, kamu adalah unat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Kedua, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar serta beriman kepada Allah. Pada ayat 103, Allah SWT, menyerukan agar dalam suatu umat dibentuk satu kelompok atau organisasi yang misinya adalah menegakkan amar ma'rf nh munkar.
2.2. Rukun-Rukun Amar maruf nahi munkar Amar ma'rf nh munkar terdiri atas empat rukun: Pertama, pelaku amr maruf nahi munkar (al-muhtasib);kedua, yang ditujukan kepadanya amr maruf nahi munkar (al-muhtasb alaihi); ketiga, perbuatan yang menjadi obyek amr maruf nahi munkar (al-muhtasab fihi); dan keempat, hakikat amr maruf nahi munkar itu sendiri (al-ihtisab) (Ghozali, 2003:35). 1. Al-Muhtasab (pelaku amr maruf nahi munkar ) Kewajiban ber amar ma'rf nh munkar berlaku atas setiap muslim yang mukallaf (yang telah berlaku hukum-hukum agama atas dirinya) dan memiliki kemampuan. Oleh sebab itu, tidak ada kewajiban atas seorang gila atau anak kecil. atau kafir atau yang tidak berkemampuan. Dalam kewajiban ini termasuk semua penduduk negeri (yang memenuhi persyaratan di atas), walaupun tidak mendapat izin khusus dari penguasa negeri. Dan terrnasuk pula orang yang fasik (yang biasa melakukan perbuatan dosa), budak dan perempuan. 2. Al-Muhtasab alaihi (pelaku yang ditunjukkan kepadanya amar ma'rf nh munkar) Syarat untuk diajukannya amar ma'rf nh munkar, ialah adanya seseorang (manusia) yang memenuhi suatu sifat tertentu, sehingga menjadikan setiap perbuatan terlarang yang dilakukanya, termasuk dalam kategori kemungkaran. Tidak diisyaratkan ia seorang mukallaf (yakni yang telah berlaku kewajiban agama atas dirinya), mengingat bahwa seperti telah dijelaskan sebelum ini seandainya seorang anak kecil (yang belum baligh) minum khamr, wajib atas yang mengetahui hal itu untuk melarangnya. Tidak diisyaratkan pula ia seorang yang berakal waras, dan karena itu, seandainya seorang gila berzina dengan seorang perempuan gila juga, wajiblah mencegahnya dari perbuatan tersebut. 3. Al-Muhtasab fihi (perbuatan yang menjadi obyek amar ma'rf nh munkar) Yaitu setiap kemungkaran yang ada saat sekarang, tampak (atau diketahui secara jelas) bagi yang hendak ber amar maruf nahi munkar tanpa harus memata-matai, dan dikenal secara meluas sebagai kemunkaran, tanpa memerlukan ijtihad. 4. Al-Ihtisab (bentuk amr maruf nahi munkar) Ada berbagai tingkatan cara ber-amar maruf nahi munkar. Yaitu (1) Menyelidiki kemungkaran. (2) Memberitahu kepada si pelaku kemungkaran. (3) Melarang. (4) Menasehati. (5) Mengecam. (6) Mengubah melalui tindakan. (7) Mengancam akan memukul. (8) Memukul. (9) Mengancam dengan senjata. (10) Mengatasi dengan cara mengumpulkan kawan dan pasukan. 2. 3. Tentang Dakwah Dalam pengertian yang integralistik, dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang islami (Hafidhudin, 2000:77). Dakwah setiap usaha rekontruksi masyarakat yang masih mengandung unsur-unsur jahili agar menjadi masyarakat yang Islami (Rais, 1999:25). Oleh karena itu Abu Zahra menegaskan bahwa dakwah Islamiah itu diawali dengan amar ma'rf dan nh munkar, maka tidak ada penafsiran logis lain lagi mengenai makna amar maruf kecuali menegaskan Allah secara sempurna, yakni menegaskan pada zat sifat-Nya (Zahra, 1994:25). Lebih jauh dari itu, pada hakikatnya dakwah islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu system kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cari merasa, berpikir, bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosio kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu (Achmad, 1983: 2). Adapun tujuan dakwah adalah untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, dan bertindak manusia pada dataran individual dan sosiokultural dalam rangka terwujudnya ajaran islam dalam semua segi kehidupan (Ahmad, 1991: 2). Salah satu tugas pokok dari Rasulullah adalah membawa amanah suci berupa menyempurnakan akhlak yang mulia bagi manusia. Dan akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah Al-Quran itu sendiri sebab hanya kepada Al-Quran lah setiap pribadi Muslim itu akan berpedoman. Atas dasar ini tujuan dakwah secara luas, dengan sendirinya adalah menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun masyarakat, sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan sesuai dengan ajaran tersebut (Tasmara, 1997: 47). Secara umum tujuan dakwah dalam al-Quran adalah: Aziz (2004: 68). 1. Dakwah bertujuan untuk menghidupkan hati yang mati. 2. Agar manusia mendapat ampunan dan menghindar azab dari Allah. 3. Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan Nya 4. Untuk menegakkan agama dan tidak terpecah-belah 5. Mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus 6. Untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke dalam lubuk hati masyarakat. Unsur-Unsur dakwah adalah segala aspek yang ada sangkut pautnya dengan proses pelaksanaan dakwah, dan sekaligus menyangkut tentang kelangsungannya (Anshari, 1993: 103). Unsur unsur tersebut adalah daI (pelaku dakwah), madu (obyek dakwah), materi dakwah maddah, wasilah (media dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah). a. Dai(Pelaku dakwah) Kata dai ini secara umum sering disebut dengan sebutan mubaligh ( orang yang menyampaikan ajaran Islam) namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit karena masyarakat umum cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan seperti penceramah agama, khatib ( orang yang berkhutbah ), dan sebagainya. b. Madu (Penerima dakwah) Unsur dakwah yang kedua adalah madu, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan
c. Media Dakwah Media dakwah, yaitu alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah ( ajaran Islam ) kepada madu (Syukir, 1983: 163). Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah. d. Thariqah (metode) Hal yang sangat erat kaitanya dengan metode wasilah adalah metode dakwah thariqah (metode) dakwah. Kalau wasilah adalah alat-alat yang dipakai untuk mengoperkan atau menyampaikan ajaran Islam maka thariqah adalah metode yang digunakan dalam dakwah. e. Atsar (efek dakwah) Demikian jika dakwah telah dilakukan oleh seorang dai dengan materi dakwah, wasilah, thariqah, tertentu maka akan timbul respons dan efek (atsar) pada madu, (penerima dakwah). Atsar itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Arab yang berarti bekasan/sisa, atau tanda. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk menunjukkan suatu ucapan atau perbuatan yang berasal dari sahabat atau tabiin yang pada perkembangan selanjutnya dianggap sebagai hadis, karena memiliki cirri-ciri sebagai hadis (Nata, 1998: 363).
BAB III PROFIL MUHAMMAD QURAIS SHIHAB DAN ISI KANDUNGAN TAFSIR AL-MISBAH KARYA QURAISH SHIHAB TENTANG AMAR MARUF NAHI MUNKAR
3.1. Profil Muhammad Qurais Shihab Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab. Ia lahir tanggal 16 Februari 1944 di Rapang, Sulawesi Selatan. Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya, Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di Ujungpandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujungpandang. Ia juga tercatat sebagai rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959-1965 dan IAIN 19721977. Sebagai seorang yang berpikiran progresif, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan adalah merupakan agen perubahan. Sikap dan pandangannya yang demikian maju itu dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya, yaitu Jamiatul Khair, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Murid-murid yang belajar di lembaga ini diajari tentang gagasan-gagasan pembaruan gerakan dan pemikiran Islam. Hal ini terjadi karena lembaga ini memiliki hubungan yang erat dengan sumber-sumber pembaruan di Timur Tengah seperti Hadramaut, Haramaian dan Mesir. Banyak guru-guru yang didatangkarn ke lembaga tersebut, di antaranya Syaikh Ahmad Soorkati yang berasal dari Sudan, Afrika. Sebagai putra dari seorang guru besar, Quraish Shihab mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama setelah magrib. Pada saat-saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihatnya yang kebanyakan berupa ayat-ayat al-Qur'an. Quraish kecil telah menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap al-Quran sejak umur 6-7 tahun. Ia harus mengikuti pengajian al- Quran yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Selain menyuruh membaca al-Quran, ayahnya juga menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam al-Quran. Di sinilah, benih-benih kecintaannya kepada al-Quran mulai tumbuh. Pendidikan formalnya di Makassar dimulai dari sekolah dasar sampai kelas 2 SMP. Pada tahun 1956, ia di kirim ke kota Malang untuk nyantri di Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyah. Karena ketekunannya belajar di pesantren, 2 tahun berikutnya ia sudah mahir berbahasa arab. Melihat bakat bahasa arab yg dimilikinya, dan ketekunannya untuk mendalami studi keislamannya, Quraish beserta adiknya Alwi Shihab dikirim oleh ayahnya ke al-Azhar Cairo melalui beasiswa dari Propinsi Sulawesi, pada tahun 1958 dan diterima di kelas dua I'dadiyah Al Azhar (setingkat SMP/Tsanawiyah di Indonesia) sampai menyelasaikan tsanawiyah Al Azhar. Setelah itu, ia melanjutkan studinya ke Universitas al-Azhar pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir dan Hadits. Pada tahun 1967 ia meraih gelar LC. Dua tahun kemudian (1969), Quraish Shihab berhasil meraih gelar M.A. pada jurusan yang sama dengan tesis berjudul al-Ijaz at-Tasryrii al-Qur'an al-Karim (kemukjizatan al- Qur'an al-Karim dari Segi Hukum). Pada tahun 1973 ia dipanggil pulang ke Makassar oleh ayahnya yang ketika itu menjabat rektor, untuk membantu mengelola pendidikan di IAIN Alauddin. Ia menjadi wakil rektor bidang akademis dan kemahasiswaan sampai tahun 1980. Di samping mendududki jabatan resmi itu, ia juga sering mewakili ayahnya yang uzur karena usia dalam menjalankan tugas-tugas pokok tertentu. Berturut-turut setelah itu, Quraish Shihab diserahi berbagai jabatan, seperti koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia bagian timur, pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental, dan sederetan jabatan lainnya di luar kampus. Di celah-celah kesibukannya ia masih sempat merampungkan beberapa tugas penelitian, antara lain Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia (1975) dan Masalah Wakaf Sulawesi Selatan (1978). Untuk mewujudkan cita-citanya, ia mendalami studi tafsir, pada 1980 Quraish Shihab kembali menuntut ilmu ke almamaternya, al-Azhar Cairo, mengambil spesialisasi dalam studi tafsir al-Qur'an. Ia hanya memerlukan waktu dua tahun untuk meraih gelar doktor dalam bidang ini. Disertasinya yang berjudul Nazm ad-Durar li al-Biqai Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian dan analisa terhadap keotentikan Kitab Nazm ad-Durar karya al-Biqai) berhasil dipertahankannya dengan predikat dengan predikat penghargaan Mumtaz Maa Martabah asy-Syaraf al-Ula (summa cum laude). Pendidikan Tingginya yang kebanyakan ditempuh di Timur Tengah, Al-Azhar, Cairo ini, oleh Howard M. Federspiel dianggap sebagai seorang yang unik bagi Indonesia pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat. Mengenai hal ini ia mengatakan sebagai berikut: "Ketika meneliti biografinya, saya menemukan bahwa ia berasal dari Sulawesi Selatan, terdidik di pesantren, dan menerima pendidikan tingginya di Mesir pada Universitas Al-Azhar, di mana ia menerima gelar M.A dan Ph.D-nya. Ini menjadikan ia terdidik lebih baik dibandingkan dengan hampir semua pengarang lainnya yang terdapat dalam Popular Indonesian Literature of the Quran, dan lebih dari itu, tingkat pendidikan tingginya di Timur Tengah seperti itu menjadikan ia unik bagi Indonesia pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat. Dia juga mempunyai karier mengajar yang penting di IAIN Makassar dan Jakarta dan kini, bahkan, ia menjabat sebagai rektor di IAIN Jakarta. Ini merupakan karier yang sangat menonjol". Tahun 1984 adalah babak baru tahap kedua bagi Quraish Shihab untuk melanjutkan kariernya. Untuk itu ia pindah tugas dari IAIN Makassar ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum Al- Quran di Program S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998. Di samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai dosen, ia juga dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun 1998, hingga kemudian dia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir merangkap negara Republik Djibouti berkedudukan di Kairo. Kehadiran Quraish Shihab di Ibukota Jakarta telah memberikan suasana baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai aktivitas yang dijalankannya di tengah-tengah masyarakat. Di samping mengajar, ia juga dipercaya untuk menduduki sejumlah jabatan. Di antaranya adalah sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), anggota Lajnah Pentashhih Al- Qur'an Departemen Agama sejak 1989. Dia juga terlibat dalam beberapa organisasi profesional, antara lain Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se- Indonesia (ICMI), ketika organisasi ini didirikan. Selanjutnya ia juga tercatat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syariah, dan Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian journal for Islamic Studies, Ulumul Qur 'an, Mimbar Ulama, dan Refleksi jurnal Kajian Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta. Di samping kegiatan tersebut di atas, M.Quraish Shihab juga dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal. Berdasar pada latar belakang keilmuan yang kokoh yang ia tempuh melalui pendidikan formal serta ditopang oleh kemampuannya menyampaikan pendapat dan gagasan dengan bahasa yang sederhana, tetapi lugas, rasional, dan kecenderungan pemikiran yang moderat, ia tampil sebagai penceramah dan penulis yang bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat. Kegiatan ceramah ini ia lakukan di sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti Masjid al-Tin dan Fathullah, di lingkungan pejabat pemerintah seperti pengajian Istiqlal serta di sejumlah stasiun televisi atau media elektronik, khususnya di.bulan Ramadhan. Beberapa stasiun televisi, seperti RCTI dan Metro TV mempunyai program khusus selama Ramadhan yang diasuh olehnya. Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar al-Qur'an di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan al-Qur'an dalam konteks kekinian dan masa post modern membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Qur'an lainnya. Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudui (tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat al-Qur'an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat al-Qur'an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat al-Qur'an sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat. Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya, khususnya di tingkat pasca sarjana, agar berani menafsirkan al-Qur'an, tetapi dengan tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang sudah dipandang baku. Menurutnya, penafsiran terhadap al-Qur'an tidak akan pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran baru sejalan dengan perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Meski begitu ia tetap mengingatkan perlunya sikap teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan al-Qur'an sehingga seseorang tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat al-Qur'an. Bahkan, menurutnya adalah satu dosa besar bila seseorang mamaksakan pendapatnya atas nama al-Qur'an. Quraish Shihab adalah seorang ahli tafsir yang pendidik. Keahliannya dalam bidang tafsir tersebut untuk diabdikan dalam bidang pendidikan. Kedudukannya sebagai Pembantu Rektor, Rektor, Menteri Agama, Ketua MUI, Staf Ahli Mendikbud, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan, menulis karya ilmiah, dan ceramah amat erat kaitannya dengan kegiatan pendidikan. Dengan kata lain bahw ia adalah seorang ulama yang memanfaatkan keahliannya untuk mendidik umat. Hal ini ia lakukan pula melalui sikap dan kepribadiannya yang penuh dengan sikap dan sifatnya yang patut diteladani. Ia memiliki sifat-sifat sebagai guru atau pendidik yang patut diteladani. Penampilannya yang sederhana, tawadlu, sayang kepada semua orang, jujur, amanah, dan tegas dalam prinsip adalah merupakan bagian dari sikap yang seharusnya dimiliki seorang guru (Shihab, 1998: 56). 3.2. Profil Tafsir Al-Misbah karya Muhammad Quraish Shihab M. Quraish Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-maksud firman Allah swt sesuai kemampuan manusia dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada lingkungan budaya dan kondisisosial dan perkambangan ilmu dalam menangkap pesan-pesan al-Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecederungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu. Seorang mufassir di tuntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakatnya, sehingga al-Quran dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq dan bathil serta jalan keluar bagi setiap probelam kehidupan yang dihadapi, Mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalah pahaman terhadap al- Quran atau kandungan ayat-ayat. M. Quraish Shihab juga memasukkan tentang kaum Orientalis mengkiritik tajam sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil melemparkan kesalahan kepada para penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada bagian-bagian al- Quran yang ditulis pada masa awal karier Nabi Muhammad saw. Contoh bukti yang dikemukakannya antara lain adalah: QS. Al-Ghasyiyah. Di sana gambaran mengenai hari kiamat dan nasib orang-orang durhaka, kemudian dilanjutkan dengan gambaran orang-orang yang taat. Kemudian beliau mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-tokohnya seperti: Fakhruddin ar-Razi (606 H/1210 M). Abu Ishaq asy-Syathibi (w.790 H/1388 M), Ibrahim Ibn Umar al-Biqai (809-885 H/1406-1480 M), Badruddin Muhammad ibn Abdullah Az-Zarkasyi (w.794 H) dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat al- Quran/keserasian hubungan bagian-bagian al-Quran. Ada beberapa prinsip yang dipegangi oleh M. Quraish Shihab dalam karya tafsirnya, baik tahll maupun mawdh, di antaranya bahwa al-Quran merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam al-Mishbh, beliau tidak pernah luput dari pembahasan ilmu al-munsabt yang tercermin dalam enam hal: keserasian kata demi kata dalam satu surah; keserasian kandungan ayat dengan penutup ayat (fawshil); keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya; keserasian uraian awal/mukadimah satu surah dengan penutupnya; keserasian penutup surah dengan uraian awal/mukadimah surah sesudahnya; Keserasian tema surah dengan nama surah. Tafsr al-Mishbh banyak mengemukakan uraian penjelas terhadap sejumlah mufasir ternama sehingga menjadi referensi yang mumpuni, informatif, argumentatif. Tafsir ini tersaji dengan gaya bahasa penulisan yang mudah dicerna segenap kalangan, dari mulai akademisi hingga masyarakat luas. Penjelasan makna sebuah ayat tertuang dengan tamsilan yang semakin menarik atensi pembaca untuk menelaahnya. Begitu menariknya uraian yang terdapat dalam banyak karyanya, pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M. Federspiel, merekomendasikan bahwa karya-karya tafsir M. Quraish Shihab pantas dan wajib menjadi bacaan setiap Muslim di Indonesia sekarang. Dari segi penamaannya, al-Mishbah berarti lampu, pelita, atau lentera, yang mengindikasikan makna kehidupan dan berbagai persoalan umat diterangi oleh cahaya al-Quran. Penulisnya mencitakan al-Quran agar semakin membumi dan mudah dipahami. Tafsr al-Mishbh merupakan tafsir Al-Quran lengkap 30 juz pertama dalam 30 tahun terakhir, yang ditulis oleh ahli tafsir terkemuka Indonesia : Prof. Dr. M. Quraish Shihab. Ke-Indonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk memperkaya khasanah pemahaman dan penghayatan kita terhadap rahasia makna ayat-ayat Allah. Mari terangi jiwa dan keimanan kita dengan Tafsr al-Mishbh sekarang juga (Shihab, 1999:673).
3.3. Ayat-ayat tentang Amar Maruf Nahi Munkar Ayat-ayat yang dibahas dalam tafsir al-Misbah ini dapat kita akses melalui suatu prosedur yang didasarkan atas hubungan sistematis antara pengalaman, ekspresi dan pemahaman yang dikemukakan dalam teori Hermeneutika Dilthey. a) Surat Ali-Imran 104
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Ali Imran: 104) (Shihab, 2010: 208). Ayat ini dapat kita akses melalui suatu prosedur yang didasarkan atas hubungan sistematis antara pengalaman, ekspresi dan pemahaman. 1) Pengalaman Pengalaman merupakan suatu unit yang secara kehidupan sudah kita lampui, dengan demikian pengalaman dalam peristiwa hidup langsung didapati dalam keseharian (Palmer, 2010: 120). Suatu pengalaman dalam ayat ali-Imran 104 ini, seorang penafsir dari al- Quran bertingkat-tingkat. Maksudnya, kebanyakan manusia berbeda-beda sehingga apa yang diungkapkan dalam penafsiran ini sebagian golongan umat muslim menyeru kebajikan dengan berpedoman kepada kebaikan dan menjauhi larangan-Nya. Firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia, sehingga suatu pengalaman melukiskan apa yang penuh makna, misalnya mungkin mencakup banyak perjumpaan dengan pengalaman atau penafsir lain jadi pengalaman lain yang dijumpai dapat ditambahkan dalam pengalaman tafsir ini. Dalam makna sangat rinci pemikiranya dan untuk memahami isi kandungan ayat tersebut jika dalam perilaku kesadaran untuk menjalani hidup dengan amar makruf nahi munkar( menjalankan yang baik menjauhi yang jelek). 2) Ekspresi Sebuah ekspresi terutama bukanlah merupakan pembentukan perasaan seseorang namun lebih sebuah ekspresi hidup sebuah eskpresi mengacu pada ide, hukum, bentuk sosial, bahasa dalam kehidupan manusia (Palmer, 2010: 126). Pembentukan ekspresi dalam tafsir al-Misbah, dalam ayat tersebut terdapat ekspresi pada ide yang menjalankan kebaikan dan menjauhi yang munkar mendapat keberuntungan, hukum yang ada dalam menjalankan amar makruf nahi munkar wajib bagi setiap muslim, sehingga kita menjalankan kegiatan ini dalam masyarakat akan terlaksana dengan baik. Nilai-nilai kehidupan ada pada ayat tersebut yang menjalankan kebaikan dapat keberuntungan. 3) Pemahaman Ilmu tentang tafsir sangat luas dan banyak di kaji beberapa tokoh, pemahaman dalam kehidupan dengan menjalankan perintah-perintah Allah SAW ayat ini menerangkan segolongan umat yang mengajak kebajikan untuk menempuh jalan yang lurus, yaitu menuju kebenaran yang kita ikuti serta mengajak orang mukmin untuk menghindari kejelekan. Pengetahuan yang dimiliki seseorang kemampuanya mengamalkan sesuatunya sangat berkurang, bahkan terlupakan atau hilang. Jika tidak ada yang mengingatkan dalam al-Quran maka pemahaman yang mendorong kita berbuat baik, semua umat muslim tidak akan mendapan keberuntungan. b) Surat Ali-Imran 113-114 *
Artinya: Mereka itu tidak sama; di antara Ahl al- Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka bersujud * Mereka beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh (QS. Ali Imran: 113-114) (Shihab, 2010: 227). 1) Pengalaman Apa yang dikemukakan ayat-ayat ini dialami oleh orang-orang Yahudi sejak dahulu kala dan berlanjut sampai setelah turunya al-Quran berabad-abad lamanya. Namun, harus diingat bahwa al-Quran tidak mengeneralisasi. Dalam Surah al- Isra, Allah menceritakan keselamatan mereka dan menegaskan: Mudah-mudahan Tuhan akan melimpahkan rahmat-Nya, kepada kamu dan sekiranya kamu kembali kepada kedurhakaan, niscaya kami kembali mengazabmu(QS. Al-Isra (17): 8). Karena itu, ayat 113 dan 114 menegaskan dalam pengalaman bahwa: mereka itu, yakni Ahli al-Kitab, orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak sama dalam sikap dan kelakuan mereka terhadap Allah dan manusia. Ada golongan yang berlaku lurus, yakni menerima dan melaksanakan secara sempurna tuntunan nabi-nabi mereka sehingga bersedia untuk percaya kepada kebenaran dan mengamalkan nilai-nilai luhur (Shihab, 2010: 227) 2) Ekspresi Menjalankan amar makruf nahi munkar berbeda-beda, dengan mengerjakan hal-hal yang baik ada dengan kejahatan dulu dan ada yang menjalankan langsung kebaikan, umat Islam diperintahkan untuk menjalankan kebaikan dengan cara nilai-nilai luhur. Pada umumnya, ulama-ulama tafsir memahaminya kelompok yang memeluk agama Islam tidak mengenal sholat tapi dapat diartikan tubduk dan patuh, jadi ekspresi yang digunakan ayat ini bermacam-macam mengenal Islam.
3) Pemahaman Al-Quran sering kali menggunakan istilah semacam termasuk orang-orang yang saleh, atau termasuk orang-orang mukmin, dan lain-lain untuk menggambarkan pemahaman seseorang masuk dalam kelompok orang-orang mukmin. Ungkapan semacam ini dinilai oleh para ulama lebih baik dan lebih tinggi kualitasnya daripada menyatakan dia adalah orang saleh atau orang mukmin. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama: bahwa masuknya seseorang dalam kelompok pilihan menunjukkan kemantapan dan kepiawaiannya dalam persoalan atau sifat yang menandai kelompok itu. Yang kedua: untuk menggambarkan sikap kebersamaan yang merupakan ciri ajaran Ilahi. Yang masuk dalam satu kelompok berarti ia tidak sendiri, tetapi bersama semua anggota kelompok itu, dan sepeti diketahui bantuan Allah dianugrahkan-Nya kepada yang berjamaah, dan serigala tidak menerkam kecuali domba yang sendirian (Shihab, 2010:229). c) Surat At-Taubah 71
.. Artinya : Dan orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang makruf, mencegah yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat(QS. At- Taubah: 71) (Shihab, 2005: 649-650). 1) Pengalaman Melalui ayat ini Allah menguraikan keadaan orang-orang mukmin yang sepenuhnya bertolak belakang dengan keadaan orang munafik. Sekaligus sebagai dorongan kepada orang-orang munafik dan selain mereka agar tertarik mengubah sifat buruk mereka. Dan orang-orang mukmin yang mantap imannya dan terbukti kemantapanya melalui amal-amal mereka, sehingga pengalaman yang didapat banyak sekali dalam melaksanakan jalan kebaikan. Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin lelaki atau perempuan, surge yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka didalamnya, dan tempat yang bagus di surge, itu adalah keberuntungan yang besar. 2) Ekspresi Bukti kemantapan iman mereka adalah mengepresikan melakukan yang maruf, mencegah perbuatan yang munkar dengan melaksanakan shalat dengan khusu dan berkesinambungan, menunaikan zakat dengan sempurna, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya menyangkut segala tuntunan-Nya. Dan mereka akan dirahmati Allah dengan rahmat khusus, sesungguhnya Allah Maha Perkasa tidak dapat dikalahkan kehendak-Nya oleh siapapun lagi Maha Bijaksana, dalam semua ketetapan (Shihab,2005: 650) 3) Pemahaman Kenikmatan yang diberikan yang tercantum dalam surat at-Taubah ayat 71 ini, setiap orang mukmin maupun kelompok mereka ditemukan antara kenikmatan berhubungan dengan Allah swt, dan pada ketenangan batin yang dihasilkan dari segala bencana, persatuan dan kesatuan serta kesediaan setiap anggota masyarakat muslim untuk berkorban demi semuanya. Ini antara lain yang diraih di dunia, adapun yang diraih di akhirat maka tiada kata yang dapat di sampaikan Rasul saw.
d) Surat Al-Maidah 78-79
* Artinya : Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.(QS. Al-Maidah: 78-79) (Shihab, 2001: 174-175).
1) Pengalaman Surat diatas merupakan larangan melakukan kesesatan dan mengikuti orang-orang yang sesat, diingatkan-Nya melalui ayat ini bahwa para nabi yang mereka agungkan tidak merestui sikap mereka. Karena itu, ditegaskan-Nya melalui ayat ini bahwa: telah dilaknat, dikutuk oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya, orang-orang kafir yang merupakan umat dari bani Israil disebabkan oleh lisan yakni ucapan lidah Daud yang melaksanakan syariatMusa as. dan juga dengan lisan Isa putra Maryam, yang datang mengukuhkan syariat Musa as. yang demikian itu yakni kutukan kedua nabi agung itu, tidak lain kecuali, disebabkan karena mereka, yakni orang-orang yahudi dan Nasrani telah durhaka dengan melakukan dosa-dosa mereka kepada Allah dan Rasul-Nya dan masih selalu melmpui batas kewajaran, baik dalam beragama maupun dalam kehidupan sehari- hari. 2) Ekspresi Ayat ini salah satu bentuk ekspresi melaksanakan kedurhakaan karena melakukan dosa-dosa tidak menjalankan amar maruf nahi munkar, kata munkar dipahami banyak ulama sebagai segala sesuatu baik maupun perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan agama, akal dan istiadat. 3) Pemahaman Ala lisan Daud berarti disebabkan yang sekaligus mengandung makna kemantapan, sehingga kata itu mengisyaratkan bahwa kutukan itu benar-benar diucapkan oleh lidah beliau, bukan atas namanya, bukan juga dengan bahasa yang digunakanya. sehingga pada akhirnya ayat ini mengandung makna bahwa kutukan tersebut tidak lain kecuali karena kedurhakaan mereka. Ada juga ulama yang mempersamakan kandungan makna durhaka dan melampui batas. Melampui batas mengakibatkan kedurhakaan, dan kedurhakaan adalah pelampauan batas. Jika demikian, dua kata berbeda itu pada akhirnya mengandung makna yang sama. Kendati bentuk kata yang digunakannya berbeda, makna yang dikandungnya pun mengandung perbedaan karena memakai madhi dan mudhari (Shihab, 2010: 174- 175). e) Surat Ali-Imran 110 .. Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah(QS. Ali Imran: 110) (Shihab, 2010: 221).
1) Pengalaman Ayat ini kewajiban berdakwah atas umat Islam, mereka dituntut kini di kemukakan bahwa kewajiban itu pada hakikatnya lahir dari kedudukan umat. Umat ini sebagai sebaik-baik umat, sejak dahulu dalam pengetahuan Allah adalah umat yang terbaik karena adanya sifat-sifat yang menghiasi diri kalian. Umat yang dikeluarkan, yakni diwujudkan dan ditampakkan untuk manusia seluruhnya sejak Adam hingga ahir zaman. 2) Ekspresi Dalam melakukan nilai-nilai Ilahi dengan mencegah kemunkaran, yakni yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur, pencegahan yang sampai pada batas menggunakan kekuatan dank arena kalian beriman kepada Allah dengan iman yang benar sehingga atas dasarnya kalian percaya dan mengamalkan tuntunan- Nya dan tuntunan Rasul-Nya, serta melakukan amar maruf dan nahi munkar itu sesuai dengan cara dan kandungan yang diajarkannya. 3) Pemahaman Ayat di atas, dengan demikian ia menggunakan makna wujudnya sesuatu pada masa lampau tanpa diketahui kapan itu terjadi dan tidak juga mengandung isyarat bahwa ia pernah tidak ada atau suatu ketika akan tiada. f) Surat Al-Araf 165
. Artinya: Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik (QS. Al-Araf: 165) (Shihab, 2005: 165).
1) Pengalaman Tujuan yang diterangkan dengan perbincangan serta nasihat berkelanjutan yang terbaca pada ayat yang lalu adalah mengantar para pendurhaka itu sadar dan bertakwa, tetapi mereka tetap lengah dan lupa. Maka tatkala mereka melupakan, yakni mengabaikan apa yang diperingatkan kepada mereka oleh siapapun antara lain peringatan bahwa Allah boleh jadi menunda hukuman tapi sama sekali tidak akan mengabaikan, kami selamatkan orang-orang yang terus menerus melarang keburukan dan kami timpakan kepada orang-orang yang zalim antara lain kepada mereka yang mengail pada hari sabtu siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. 2) Ekspresi Peringatan kepada umat muslim bermacam-macam misalnya dengan adanya gempa, tanah longsor, dan gunung meletus itu semua peringatan yang dilihatkan untuk kita, supaya kita bisa berfikir bagaimana kita bisa melewati itu semua. Banyak siksaan yang kita trima orang-orang yang melakukan keburukan, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. 3) Pemahaman Siksa Allah disebabkan karena melecehkan tuntunan-Nya dan mengabaikan peringatan-Nya. Adapun lupa maka ia pada hakikatnya menjadi sebab gugurnya kewajiban dan tidak jatuhnya sanksi, karena itu yang dimaksud dengan lupa pada ayat ini adalah mengabaikan. Lebih lanjut ulama itu menulis, manusia selalu dikelilingi oleh bimbingan Allah yang mengingatkannya tentang kewajiban- kewajiban penting yang ditetapkan Allah swt. Kalau ia istiqamah dan konsisten maka itulah yang diharapkan, dan kalau ia mengabaikan konsistensi dan tidak merasakan teguran, kecaman batin serta rasa perihakibat pelanggaran yang dilakukanya. Tetapi jika pelanggaran itu berulang tanpa taubat, maka kedurhakaan berlanjut, maka bertambah lemah pula teguran dan kecaman batin sampai akhirnya hilang sama sekali sehingga ada atau tidaknya peringatan sama saja buat mereka, dan inilah yang dimaksud dengan mereka melupakan peringatan, yakni tidak berbekas lagi dan terhenti sudah pengaruhnya dalam jiwa bagaikan hilang sama sekali (Shihab,2005: 287). g) Surat Al-Hajj 41
. Artinya : (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan (QS. Al-Hajj: 41) (Shihab, 2001: 143).
1) Pengalaman Kedudukan dalam surat ini merupakan ajakan untuk setiap muslim dalam melaksanakan kebaikan di dunia dan ahirat, melaksanakan rukun-rukun Islam yang tertera di ayat tersebut. Melaksanakan kebaikan setiap muslim dengan mengamalkan ajaran dan berbuat makruf untuk semua nilai, maksudnya menjalankan dan membantu orang-orang yang kesusahan, Allah selalu memudahkan kepada orang-orang yang berbuat baik.
2) Ekspresi Perbuatan yang maruf dengan cara kita beribadah kepada Allah saw yang selalu memberikan kemudahan dan pencerahan buat umatnya, menunaikan zakat bagi orang yang mampu karena peduli kepada orang-orang di sekeliling kita yang masih membutuhkan bantuan berbentuk apapun. 3) Pemahaman Kedudukan di muka bumi ini sangatlah sederhana, dengan kita menjalankan perintah-perintah Allah saw. yang selalu kita jalankan dengan menjauhkan diri pada keburukan karena akan membuat kita tersesat kelak, dalam hal ini kita harus melihat dan memperhatikan apa yang kita jalankan selama ini dengan kebaikan atau keburukan. h) Surat Al-Maidah 2 . .
Artinya: .Dan tolong - menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. Al-Maidah: 2) (Shihab, 2005: 9). 1) Pengalaman Ayat yang selalu memerintah dan ayat ini melarang, demikian dalam al-Quran menyebut dua hal yang bertolak belakang secara bergantian ditemukan lagi disini. Dapat juga dikatakan bahwa ayat ini berbicara uraian tentang apa yang dikecualikan-Nya. Ayat ini merinci apa yang disinggung di atas, rincian itu dimulai dengan hal-hal yang berkaitan dengan haji dan umrah, ayat yang lalu telah disinggung yakni tidak menghalalkan berburu ketika sedang dalam keadaan berihram. 2) Ekspresi Allah menyeru orang-orang beriman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah dalam ibadah haji dan umrah bahkan semua ajaran agama, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, yakni Dzul Qaidah dan lainya jangan mengganggu binatang yang akan disembelih di Mekah dan sekitarnya. 3) Pemahaman Janganlah sekali-kali kebencian yang telah mencapai puncaknya sekalipun kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjid al-Haram, mendorong kamu berbuat aniaya kepada mereka atau selain mereka. Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan, yakni segala bentuk dan macam hal yang membawa kepada kemaslahatan duniawi dan atau ukhrawi dan demikian juga tolong menolonglah dalam ketakwaan, yakni segala upaya yang dapat menghindarkan bencana duniawi dan ukhrawi, walaupun dengan orang- orang yang tidak seiman dengan kamu, dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Shihab, 2004: 10). i). Surat Al-Maidah 63
.
Artinya: Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu (QS. Al-Maidah: 63) (Shihab, 2004: 143). 1) Pengalaman Ayat yang menegaskan ketiadaan iman mereka, dengan membuktikan kebenaran penegasan tersebut, yakni buktinya adalah bahwa engkau wahai Muhammad atau siapa pun yang dapat melihat akan melihat dari saat kesaat dengan mata kepala atau pikiranmu, banyak dari mereka yang terus dosa, permusuhan, yakni agresi dan pelampauan batas kewajaran dan memakan yang haram, seperti riba dan sogok. Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. 2) Ekspresi Orang-orang yang menjauhkan diri dari gemerlapan duniawi untuk mendekatkan diri kepada Allah saw atau para cendekiawan, orang-orang bijaksana serta pemuka-pemuka masyarakat dan pendeta-pendeta mereka yang paham seluk beluk agama, tidak menghalangi mereka dari saat kesaat dari perkataan mereka yang dosa, seperti berbohong dan pelecehan agama dan tidak juga melarang memakan makanan mereka yang haram, sesungguhnya amat buruk apa yang telah yakni amat terampil dan terbiasa yang mereka kerjakan itu. 3) Pemahaman Dosa yang dimaksud di sini adalah ucapan-ucapan bohong, serta pelecehan mereka terhadap agama dan penganjur-penganjurnya sebagaimana dipahami dari ayat 63. Dengan demikian, ayat di atas menggambarkan dua jenis keburukan mereka, yakni dalam ucapan dan juga dalam perbuatan, yang dicerminkan oleh dua hal, yaitu permusuhan, baik antar mereka satu dengan yang lain maupun terhadap umat Islam, dan memakan riba (Shihab,2004: 144). j) Surat Hud 116 . Artinya: Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang- orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi. (QS. Hud: 116) (Shihab, 2005: 370). 1) Pengalaman Kelompok ayat ini adalah menutup surat ini, dengan berbicara tentang umat yang dibinasakan Allah dengan tujuan antara lain kiranya kisah mereka menggugah hati kaum musyrikin yang enggan menerima kebenaran al-Quran serta tuntunan Nabi Muhammad saw. 2) Ekspresi Perintah ayat tersebut adalah istiqamah sambil melarang melampui batas dan cenderung mengandalkan orang-orang yang zalim. Ayat-ayat yang lalu berpesan jangan berlaku sebagaimana halnya umat-umat terdahulu yang tidak banyak tampil di antara mereka orang-orang yang mencegah kemunkaran, sehingga jatuh siksa Allah terhadap mereka. Sungguh disayangkan mengapa tidak ada dari umat- umat yang lalu dan seterusnya. 3) Pemahaman Umat-umat yang menjelaskan, mempunyai keutamaan karena memiliki akal yang sehat, jiwa yang bersih dan amal-amal kebaikan yang senantiasa melarang anggota masyarakatnya mengerjakan dan menyetujui perusakan di muka bumi, tidak ada yang melakukan hal tersebut kecuali sedikit, yaitu orang-orang yang telah kami selamatkan di antara mereka, dan sebagian besar di antara mereka yaitu orang-orang yang zalim tidak melarang kemunkaran dan perusakan dan mereka diangkuhkan serta dilengahkan oleh nikmat kemewahan yang ada pada mereka, sehingga mereka melampui batas, serta bergemilang dalam dosa dan mereka adalah para pendurhaka yang telah mendarah daging dan membudaya kedurhakaannya. Karena kebanyakan mereka durhaka, maka Allah membinasakan mereka, tetapi itu bukan kesewenangan dari Allah karena sekali-kali Allah tidak menzalimi siapa pun (Shihab, 2004: 371). k) Surat An-Nisa 135
. Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar- benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu.(QS. An-Nisa:135) (Shihab, 2005: 615). 1) Pengalaman Ayat-ayat al-Quran merupakan serat yang membentuk tenunan hidup seseorang muslim. Karena itu seringkali pada saat al-Quran berbicara tentang aspek tertentu, tiba-tiba ayat yang lain muncul berbicara tentang aspek dan dimensi lain yang secara sepintas terkesan tidak saling berkaitan bagi yang tekun mempelajarinya akan menemukan keserasian yang amat mengagumkan, serupa dengan keserasian hubungan yang memadukan bisikan-bisikan hati manusia yang saling berbeda, sehingga pada akhirnya dimensi dan aspek yang tadinya terkesan kacau menjadi terangkai dan terpadu indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung dan pangkalnya, atau seperti vas bunga yang dihiasi oleh aneka kembang berbeda-beda dan warna-warni tetapi pada akhirnya menghasilkan pemandangan yang sangat indah. 2) Ekspresi Dalam menegakkan keadilan menjadi saksi-saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika, ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. 3) Pemahaman Nasihat dan peringatan diatas, dikemukakan juga dalam ayat ini, hasil dari segala bimbingan sebelum ini terhadap semua umat beriman yaitu, wahai orang-orang yang beriman, jadilah penegak keadilan yang sempurna lagi sebenar-benarnya, menjadi saksi-saksi karena Allah, yakni selalu merasakan kehadiran Ilahi memperhitungkansegala langkah kamu dan menjadikannya demi karena Allah biarpun keadilan yang kamu tegakkan itu terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. l) Surat An-Nisa 114
. Artinya: Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar (QS. An-Nisa: 114) (Shihab, 2005: 585). 1) Pengalaman Ayat yang merupakan pendidikan yang sangat berharga bagi masyarakat, yakni hendaklah anggota masyarakat saling terbuka,sedapat mungkin tidak saling merahasiakan sesuatu. Keahasiaan mengandung makna ketidakpercayaan, sedang keterbukaan dan keterusterangan menunjukkan keberanian pembicara. Keberanian atas dasar kebanaran dan ketulusan. Karena itu, ayat ini menyatakan bahwa tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka manusia. Dari sini juga dapat dipahami larangan Nabi saw. Melakukan pembicaraan rahasia di hadapan orang lain. 2) Ekspresi Kaum muslimin dan siapa pun menyangkut perbincangan dengan mengecam perbincangan yang selama ini banyak dilakukan oleh manusia, utamanya orang- orang munafik. Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka yang melakukan bisikan, siapa pun mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh orang lain memberi sedekah atau berbuat makruf, yakni kebajikan yang direstui agama dan masyarakat atau mengadakan perdamaian di antara manusia yang berselisih. Dan barang siapa yang berbuat demikian, yakni ketiga hal yang tersebut di atas karena bersungguh-sungguh mencari keridhaan Allah, maka kelak dan pasti kami menganugrahkan kepadanya di akhirat pahala yang besar, banyak, lagi agung. 3) Pemahaman Pelajaran yang sangat berharga menyangkut pembicaraan yang direstui agama, sekaligus mengingatkan bahwa amal-amal lahiriah hendaknya selalu disertai dengan keikhlasan serta keterbatasan dari tujuan duniawi yang sifatnya menggugurkan amal itu. Perintah bersedekah, perintah melakukan maruf dan upaya melakukan perbaikan antar manusia, ketiga hal yang dikecualikan dari pembicaraan rahasia yang buruk, menunjukkan bahwa amal-amal dapat menjadi terpuji bila dilakukan secara rahasia, seperti bersedekah, melakukan perbaikan antara manusia serta amal-amal maruf tertentu. m) Surat Al-Hujurat 9
. Artinya: Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah (QS. Al-Hujurat: 9) (Shihab, 2003: 243).
1) Pengalaman Sebagaimana menghadapi berita-berita yakni keharusan meneliti kebenaranya dan merujuk kepada sumber pertama guna mengetahuinya, ayat-ayat di atas berbicara tentang perselisihan antara kaum mukminin yang antara lain disebabkan oleh adanya isu yang tidak jelas kebenaranya. Dan jika ada dua kelompok yang telah menyatu secara factual atau berpotensi untuk menyatu dari yakni kedua kelompok itu, sedang atau masih terus menerus berbuat aniaya itu sehingga ia yakni kelompok itu, sedang atau masih terus menerus berbuat aniaya itu sehungga ia kembali kepada perintah Allah yakni kebenaran, jika ia telah kembali kepada perintah Allah itu maka demikianlah antara keduanya dengan adil dan dapat ditrima dengan baik. 2) Ekspresi Memerintahkan untuk melakukan kebaikan dengan tindakan terhadap kebaikan yang baik, dalam menindakan hal-hal yang dikerjakan untuk dimanfaatkan untuk masyarakat, dapat diterapkan dalam beribadah kepada Allah yang selalu memberikan kita nikmat iman dan ihsan dalam kehidupan kita. 3) Pemahaman Ada dua kelompok dari orang-orang yang mukmin bertikai maka demikianlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya itu sehingga ia kembali kepada perintah Allah, jika ia telah kembali maka demikianlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil dalam segala hal, karena Allah akan memberikan kebaikan kepada orang-orang mukmin semua.
3.4. Kandungan makna ayat - ayat tentang Amar maruf nahi munkar a) Surat Ali-Imran 104 Dengan konsep maruf, al-Quran membuka pintu yang cukup lebar guna menampung perubahan nilai-nilai akibat perkembangan positif masyarakat. Hal ini agaknya ditempuh al-Quran karena ide atau nilai yang dipaksakan atau tidak sejalan dengan perkembangan budaya masyarakat tidak akan didapat diterapkan. Karena itu, al-Quran, disamping memperkenalkan dirinya sebagai pembawa ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia, ia juga melarang pemaksaan nilai-nilainya walau merupakan nilai yang amat mendasar seperti keyakinan akan keesaan Allah SWT. Perlu dicatat bahwa konsep maruf hanya membuka pintu bagi perkembangan positif masyarakat, bukan perkembangan negatifnya. Dari sini, filter al-khair harus benar-benar difungsikan. Demikian juga halnya dengan munkar, yang pada gilirannya dapat memengaruhi pandangan tentang muruah, identitas dan intgritas seseorang (Shihab, 2010 : 212). Ayat ini mengandung perintah yang wajib dilaksanakan, disamping menjelaskan bahwa keberuntungan hanya dapat dicapai melalui pelaksanaan hal tersebut sebagaimana yang ditunjukkan oleh penutup ayat,dan merekalah orang- orang yang beruntung. Dapat pula disimpulkan bahwa perintah tersebut merupakan fardhu kifayah, dan bukan fardhu ain,dan karenanya jika telah ada (secara cukup) segolongan umat yang melaksanakanya, maka kewajiban tersebut dapat dianggap gugur berkaitan dengan orang-orang selain mereka. Sebab disini Allah Swt.tidak menyatakan, hendaklah kalian semuanya menjadi orang-orang yang menyeru kepada kebijakan tetapi hendaklah ada di antara kalian Oleh sebab itu, jika telah ada satu orang saja atau sekelompok orang yang melaksanakannya (secara cukup), maka gugurlah kewajiban tersebut berkaitan dengan orang-orang selain mereka. Walaupun yang beroleh keberuntungan hanya mereka yang melaksanakanya saja. Sebaiknya, apabila tak seorang pun dari mereka yang melaksanakan perintah itu, maka dosanya pasti ditanggung oleh mereka semua yang memiliki kemampuan.
b) Surat Ali-Imran 113-114 Ayat 113-114 menegaskan bahwah mereka itu, yakni ahli al-kitab, orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak sama dalam sikap dan kelakuan mereka terhadap Allah dan manusia, diantara Ahl al-qitab itu ada golongan berlaku lurus, yakni menerima dan melaksanakan secara sempurna tuntunan nabi-nabi mereka sehingga bersedia untuk percaya kepada kebenatan dan mengamalkan nilai-nilai luhur. Ini disebabkan mereka selalu membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud, yakni tunduk patuh atau shalat. Mereka beriman kepada Allah dan hari kemudian sehingga tampak buahnya dalam prilaku mereka, terbukti antara lain bahwa mereka berbeda dengan kelompok yang durhaka. Mereka menyuruh kepada yang maruf dan mencegah yang munkar dan bersegera tidak bermalas-malas seperti orang-orang munafik apalagi mengabaikan; seperti orang-orang kafir, mengerjakan pelbagai kebajikan; mereka itu orang-orang yang jujur lagi lurus keberagamaannya dan mereka itu termasuk orang-orang soleh, yakni yang memelihara nilai-nilai luhur yang diamanakan Allah (Shihab, 2010: 227-228). Dalam ayat ini, Allah Swt. Tidak begitu saja menggolongkan mereka dalam kelompok orang-orang saleh, semata-mata karena mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhir saja, tetapi menambahkan pula perbuatan mereka yang ber-amar maruf dan nahi munkar.
c) Surat At-Taubah 71 Melalui ayat ini Allah menguraikan keadaan orang-orang mukmin yang sepenuhnya bertolak belakang dengan keadaan orang munafik. Sekaligus sebagai dorongan kepada orang-orang munafik dan selain mereka agar tertarik mengubah sifat buruk mereka. Dan orang-orang mukmin yang mantap imannya dan terbukti kemantapannya melalui amal-amal saleh mereka, lelaki dan perempuan, sebagian mereka dengan sebagian yang lain, yakni menyatu hati mereka, dan senasib serta sepenanggungan mereka, sehingga sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain dalam segala urusan dan kebutuhan mereka. Bukti kemantapan iman mereka adalah mereka menyuruh melakukan yang maruf, mencegah perbuatan yang munkar, melaksanakan shalat dengan khusuk dan bersinambung, menunaikan zakat dengan sempurna, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya menyangkut segala tuntunan-Nya. Mereka itu pasti akan di rahmati Allah dengan rahmat khusuk; sesungguhnya Allah Maha Perkasa tidak dapat dikalahkan atau dibatalkan kehendak-Nya oleh siapa pun lagi Maha Bijaksana, dalam semua ketetapan-Nya (Shihab, 2005: 650). Sehingga Allah melukiskan orang-orang beriman sebagai orang-orang yang menyuruh mengerjakan yang maruf dan mencegah dari yang munkar. Dapatlah disimpulkan bahwa mereka yang meninggalkan amar maruf dan nahi munkar tidak termasuk dalam kelompok kaum beriman seperti disebutkan dalam ayat ini.
d) Surat Al-Maidah 78-79 Kandungan ayat ini melarang melaukan kesesatan dan mengikuti orang-orang yang sesat, diingatkan-Nya melalui ayat ini bahwa para nabi yang mereka agungkan tidak merestui sikap mereka. Karena itu, ditegaskan-Nya melalui ayat ini bahwa: Telah dilaknat, dikutuk oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya, orang-orang kafir yang merupakan umat dari Bani Israel disebabkan oleh lisan yakni ucapan lidah Daud yang melaksanakan syariat Musa as. Dan juga dengan lisan Isa putra Maryam, yang datang mengukuhkan syariat Musa as. Yang demikian itu yakni kutukan kedua nabi agung itu, tidak alain kecuali, disebabkan karena mereka, yakni orang-orang Yahudi dan Nasrani telah durhaka dengan melakukan dosa-dosa mereka kepada Allah dan Rasul-Nya dan masih selalu melampui batas kewajaran baik dalam beragama maupun dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk kedurhakaan mereka, khusunya Ulama dan cerdik cendekia mereka, sekaligus menjelaskan mereka yang mungkin muncul dalam benak, yakni bagaimana satu umat secara keselurahan dapat dikutuk! Ini dijelaskan dan dijawab dalam firman- Nya diatas bahwa: Mereka senantiasa dan sejak dulu hingga kini tidak saling melarang tindakan munkar yang mereka perbuat, yakni tidak saling melarang mengulangi perbuatan munkar yang diperbuat sebagian mereka. Sungguh umat yang buruklah apa yang mereka perbuat itu (Shihab, 2010: 174-176). Dalam ayat ini sungguh merupakan puncak kecaman keras, mengingat pernyataan Allah Swt. bahwa adanya mereka layak dilaknat adalah semata-mata karena mereka meninggalkan tindakan mencegah kemunkaran di antara mereka. e) Surat Ali-Imron 110 Setelah menjelaskan kewajiban berdakwah atas umat Islam, pada ayat 104, persatuan dan kesatuan mereka yang dituntut, ini dikemukakan bahwa kewajiban itu dan tuntutan itu pada hakikatnya lahir dari kedudukan umat ini sebagai sebaik- baiknya umat. Ini yang membedakan mereka yang sementara Ahl-Kitab yang justru yang mengambil sikap bertolak dengan itu tanpa ketiga hal tersebut oleh ayat ini kedudukan ini sebagai sebaik-baiknya umat tidak dapat mereka pertahankan. Kamu, wahai seluruh umat Muhammad dari generasi kegenerasi berikutnya sejak dahulu dalam pengetahuan Allah adalah umat yang terbaik karena adanya sifat-sifat yang menghiasi diri kalian. Umat yang dikeluarkan, yakni diwujudka dan ditampakkan umat manusia seluruhnya sejak Adam hingga akhir zaman. Ini karena kalian adalah umat yang terus menerus tanpa bosan menyuruh kepada yang makruf yakni apa yang dinilai baik oleh masyarakat selama serjalan dengan nilai-nilai Illahi, dan mencegah yang munkar yakni yang bertentangan nilai-nilai luhur, pencegahan yang sampai pada batas yang menggunakan kekuatan dan karena kalian beriman kepada Allah, dengan iman yang benar sehingga atas dasarnya kalian percaya dan mengamalkan tuntunan-Nya dan tuntunan Rasul-Nya, serta melakukan amar maruf dan nahi munkar itu sesuai dengan cara dan kandungan yang di ajarkannya. Inilah yang menjadikan kalian meraih kebajikan, tapi jangan juga Allah pilih kasih sekiranya Ahl-Kitab, yakni orang Yahudi dan Nasrani beriman sebagaimana keimanan mereka tidak bercerai berai tentulah itu baik juga bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman sebagaimana iman kalian, sehingga demikian merekapun meraih kebijakan itu dan menjadi pula bagian dari sebaik-baiknya umat, tetapi jumlah mereka tidak banyak kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Yakni keluar dari ketaatan kepada tuntutan- tuntutan Allah swt (Shihab, 2010: 221-222). Ayat ini menunjukkan betapa besarnya fadhilah (keutamaan) amar maruf dan nahi munkar, mengingat bahwa dengan melaksanakannya mereka menjadi umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. f) Surat Al-Araf 165 Tujuan perbincangan serta nasihat berkelanjutan yang terbaca pada ayat yang lalu adalah mengantar para pendurhaka itu sadar dan bertakwa, tetapi mereka tetap lengah dan lupa. Maka tatkala mereka melupakan, yakni mengabaikan apa yang diperingatkan kepada mereka oleh siapapun antara lain peringatan bahwa Allah boleh jadi menunda hukuman tapi sama sekali tidak akan mengabaikan, Kami selamatkan orang-orang yang terus menerus melarang keburukan dan kami timpakan kepada orang-orang yang zalim antara lain kepada mereka yang mengail pada hari sabtu siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu perbuat fasik (Shihab, 2005: 286). Jadi ayat ini, Allah menjelaskan bahwa mereka memperoleh keselamatan disebabkan mereka melarang perbuatan buruk dan hal itu menunjukkan bahwa yang demikian itu adalah sesuatu yang diwajibkan.
g) Surat Al-Hajj 41 Dalam ayat ini diterangkan kalau orang-orang yang diusir dari kampung halamannya ialah orang-orang yang apabila Kami meneguhkan kedudukan mereka di dalam negeri, lalu mereka mengalahkan kaum musyrikin. Lalu, mereka taat kepada Allah, mendirikan shalat seperti yang diperintahkan kepada mereka, mengeluarkan zakat harta yang telah diberikan kepada mereka, menyeru manusia untuk mentauhidkan Allah dan taat kepadaNya, menyuruh orang untuk mengerjakan apa yang diperintahkan oleh syariat, dan melarang melakukan kemusyikan serta kejahatan. Sesungguhnya Allah menyejajarkan amar maruf dan nahi munkar dengan pelaksanaan shalat dan zakat sebagai sifat-sifat utama kaum mukminin yang baik- baik. h) Surat Al-Maidah 2 Dalam surat Al-Maidah ayat 2 ini tentang memerintah dan melarang. Demikian kebiasan al-Quran menyebut dua hal yang bertolak belakang secara bergantian ditemukan lagi disini. Dapat juga dikatakan bahwa ayat yang lalu berbicara secara umum, termasuk uraian tentang apa yang dikecualiakn-Nya. Ayat ini merinci apa yang disinggung diatas. Rincian itu dimulai dengan hal-hal yang berkaitan dengan haji dan umrah, yang pada ayat lalu telah disinggung, yakni tidak tidak menghalalkan berburu ketika sedang dalam keadaan berihram. Di sini sekali lagi Allah menyeru orang-orang beriman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah dalam ibadah haji dan murah bahkan semua ajaran agama , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, yakni Dzul Qaidah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab, jangan mengganggu binatang al-hadya, yaitu binatang yang akan disembelih di Mekah dan sekitarnya, dan yang dijadikan sebagai persembahan kepada Allah, demikian pula jangan mengganggu al-qalaid, yaitu binatang-binatang yang dikalungi lehernya sebagai tanda bahwa ia adalah persembahan yang sangat istimewa, dan jangan juga mengganggu para pengunjung Bairullah, yakni siapa pun yang ingin melaksanakan ibadah haji atau umrah sedang mereka melakukan hal tersebut dalam keadaan mencari dengan sungguh-sungguh karunia keuntungan duniawi dan keridhaan ganjaran ukhrawi dari Tuhan mereka (Shihab 2004:10). Ayat ini merupakan perintah yang tegas. Adapun makna bertolong- menolong ialah saling mendorong melakukannya, melapangkan jalan untuk perbuatan kebajikan dan menutup pintu-pintu kejahatan dan pelanggaran dengan sekuat tenaga dan kemampuan. i) Surat Al-Maidah 63 Setelah menegaskan ketiadan iman mereka, ayat ini membuktikan kebenaran penegasan tersebut, yakni buiktinya adalah bahwa engkau wahai Muhammad atau siapa pun yang dapat melihat akan melihat dari saat ke saat dengan mata kepala atau pikiran pikiranmu banyak dari mereka yang terus menerus bersegera bagaikan berlomba dengan orang lain dalam melakukan dosa, permusuhan, yakni agresi dan pelampuan batas kewajaran dan memakan yang haram, seperti riba dan sogok. Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. Mengapa ar-Rabbaniyyun, yaitu orang-orang yang menjauhkan diri dari gemerlapan duniawi untuk mendekatkan diri pada Allah atau para cendikiawan, orang-orang bijaksana serta pemuka-pemuka masyarakat dan pendeta-pendeta mereka yang paham seluk beluk agama, tidak menghalangi mereka dari saat kesaat dari perkataan mereka yang dosa, seperti berbohong dan pelecehan agama dan tidak juga melarang memakan makanan mereka yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah yakni amat terampil dan terbiasa yang mereka kerjakan itu. Yusariun fi al- istm, / bersegerah dalam dosa dst, berarti melakukan dosa- dosa dengn penuh antusias, bagaikan orang yang berlomba ingin meraih kemenangan. Penggunaan kata fi/ dalam bukan ila/ menuju yang dalam, sehingga mereka tidak mudah keluar dari dalam jurang itu. Di sisi lain, jika dikatakan ila/menuju maka ia dapat memberi kesan bahwa mereka pernah meninggalkan wadah dosa, permusuhan dan maka riba itu. Dosa yang dimaksud di sini ucapan- ucapan bohong, serta pelecehan mereka terhadap agama dan penganjur- penganjurnya sebagaimana di pahami dalam ayat tersebut (Shihab, 2004:143). Jadi di sini Allah Swt. menegaskan bahwa para pendeta itu telah berdosa karena meninggalkan pencegahan dari perbuatan kejahatan. j) Surat Hud 116 Kelompok ayat-ayat ini adalah penutup surah ini, yang sebelumnya telah berbicara tentang umat-umat yang dibinasakan Allah dengan tujuan antara lain kiranya kisah mereka menggugah hati kaum musyrikin yang enggan menerima kebenara al-Quran serta tuntunan Nabi Muhammad saw (Shihab, 2004: 370). Penjelasan dalam ayat ini, Allah Swt. menjelaskan bahwa ia telah memusnahkan mereka, kecuali sebagian kecil dari mereka yang diselamatkan, yaitu yang senantiasa melarang dari perbuatan kerusakan. k) Surat An- Nisa 135 Dikemukakan dalam ayat ini natijah/hasil dari segala bimbingan sebelum ini terhadap semua umat beriman yaitu Wahai orang-orang yang beriman, jadilah penegak-penegak keadilan yang sempurna lagi sebenar-benarnya, menjadi saksi- saksi karena Allah, yakni selalu merasakan kehadiran Ilahi memperhitungkan segala langkah kamu dan menjadikannya demi karena Allah biarpun keadilan yang kamu tegakkan itu terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu, misalnya terhadap anak atau saudara dan paman kamu sendiri. Jika ia, yakni pribadi yang disaksikan, kaya yang boleh jadi kamu harapankan bantuannya atau ia disegani dan ditakuti atau pun miskin yang biasanya dikasihi sehingga menjadikan kamu bertindak tidak adil guna memberinya manfaat atau menolak mudharat yang dapat jatuh atas mereka maka sekali-kali jangan jadikan kondisi itu alas an untuk tidak menegakkan keadilan karena Allah lebih utama dan lebih tahu kemaslahatan mereka sehingga tegakkanlah keadilan demi karena Allah (Shihab, 2010: 757). Ayat ini menjelaskan, itulah amar maruf yang ditujukan kepada kedua orang tua dan kaum kerabat.
l) Surat An-Nisa 114 Ayat ini menuntun kaum muslimin dan siapapun menyangkut perbincangan dengan mengecam perbincangan yang selama ini banyak dilakukan oleh manusia, utamanya orang-orang munafik. Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka yang melakukan bisikan, siapa pun mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh orang lain memberi sedekah, atau berbuat makruf, yakni kebajikan yang direstui agama dan masyarakat atau mengadakan perdamaian di antara manusia yang berselisih,. Dan barang siapa yang berbuat demikian, yakni ketiga hal disebut diatas karena bersungguh-sungguh mencari keridhaan Allah, maka kelak dan pasti Kami menganugrahkan kepadanya di akhirat pahala yang besar, banyak, lagi agung. Ayat ini juga mengandung pelajaran yang sangat berharga menyangkut pembicaraan yang direstui agama, sekaligus mengingatkan bahwa amal-amal lahiriah hendaknya selalu disertai dengan keikhlasan serta keterbatasan dari tujuan duniawi yang sifatnya menggugurkan amal itu (Shihab, 2010: 716). m) Surat Al- Hujurat 9 Dalam surat Al-Hujarat ayat 9 ini berbicara tentang perselisihan antara kaum mukminin yang antara lain disebabkan oleh adanya isu yang tidak jelas kebenaranya. Dan jika ada dua kelompok yang telah menyatu secara faktual atau berpotensi untuk menyatu dari yakni sedang mereka adalah orang-orang mukmin bertikai dalam bentuk sekecil apapun maka demikianlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya yakni kedua kelompok itu, sedang atau masih terus menerus berbuat aniaya terhadap kelompok yang lain sehingga enggan menerima kebenaran dan atau perdamaian maka tindaklah kelompok yang berbuat aniaya itu sehingga ia yakni kelompok itu kembali kepada perintah Allah yakni menerima kebenaran, jika ia telah kembali kepada perintah Allah itu maka demikianlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah dalm segala hal agar putusan kamu dapat diterima dengan baik oleh semua kelompok. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (Shihab, 2003: 243). Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya, khususnya di tingkat pasca sarjana, agar berani menafsirkan Al-Quran, tetapi dengan tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang sudah dipandang baku. Menurutnya, penafsiran terhadap al-Quran tidak akan pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran baru sejalan dengan perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Beliau tetap mengingatkan perlunya sikap teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan al-Quran sehingga seseorang tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat al-Quran. Bahkan, menurutnya adalah satu dosa bila seseorang memaksakan pendapatnya atas nama al-Quran. Jadi ayat ini upaya mendamaikan antara kedua golongan orang-orang mukmin yang bertikai merupakan pencegahan terhadah pelanggaran atas hak orang lain dan upaya mengembalikan mereka kepada ketaatan kepada Allah Swt. yang apabila tidak mereka turuti, maka Allah telah memerintahkan agar mereka diperangi, seperti dalam penghujung ayat di atas. Dan yang demikian itu termasuk nahi munkar.
BAB IV ANALISIS
4.1. Analisis konsep amar maruf nahi munkar dalam tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab 4.1.1. Amar maruf nahi munkar Konsep amar maruf nahi munkar dalam tafsir Al-Misbah dapat di analisis melalui teori dalam bukunya Palmer yang berjudul Hermeneutika teori baru mengenai interpretasi, metode yang digunakan adalah Metode analisis Hermeneutik yaitu studi tentang prinsip-prinsip metodologis interpretasi dan ekplanasi, yang dimaksudkan untuk menguraikan tentang makna. Pada rumusan masalah yang dipecahkan menggunakan analisis dari teori Formula hermeneutika Dilthey yaitu suatu prosedur yang di dasarkan atas hubungan sistematis antara hidup atau pengalaman, ekspresi dan pemahaman. Teori Dilthey memfokuskan dalam mengembangkan metode memperoleh interpretasi obyektivitas yang valid dari ekpresi kehidupan, dan cara berfikir dari ilmu alam, dan menggunakanya untuk studi manusia (Palmer, 2010: 110-112). a) Surat Ali-Imran 104 Dalam tafsir Al-Misbah terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang amar maruf nahi munkar antara lain; Surat Ali-Imran ayat 104 di sini terdapat kata ada ulama yang memahaminya dalam arti sebagian, dengan demikian perintah berdakwah yang dipesankan oleh ayat ini tidak tertuju kepada setiap orang. Bagi yang memahaminya demikian, ayat ini buat mereka mengandung dua macam perintah, yang pertama kepada seluruh umat Islam agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok khusus yang bertugas melaksanakan dakwah, sedang perintah yang kedua adalah kepada kelompok khusus itu untuk melaksanakan dakwah kepada kebajikan dan makruf serta mencegah kemunkaran. Ada juga ulama yang memfungsikan dalam arti penjelasan sehingga ayat ini merupakan perintah kepada setiap orang muslim untuk melaksanakan tugas dakwah, masing-masing sesuai kemampuannya. Selanjutnya, ditemukan bahwa ayat di atas menggunakan dua kata yang berbeda dalam rangka perintah berdakwah. Pertama, adalah kata yakni mengajak, dan kedua adalah yakni memerintah (Shihab, 2010:209-210). Dilihat dari segi pengalaman dalam ayat ini, seorang Mufasirin dari al-Quran bertingkat-tingkat. Maksudnya, keberadan manusia mempunyai tipologi pemikiran berbeda-beda dalam penafsiran ini sebagian golongan umat muslim yang menyeru kepada kebajikan dengan berpedoman kepada kebaikan dan menjauhi larangan-Nya. Firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia, sehingga suatu pengalaman melukiskan apa yang penuh makna, misalnya mungkin mencakup banyak perjumpaan dengan pengalaman atau penafsir lain jadi pengalaman lain yang dijumpai dapat ditambahkan dalam pengalaman tafsir ini. Kesimpulany adalah seseorang mufasirin harus menegakan yang maruf dan menjauhi yang munkar. Tafsir al-Misbah dalam ayat tersebut terdapat ekspresi pemikiran yang mewujudkan kebaikan dan menjauhi yang munkar mendapat keberuntungan, wajib hukumnya bagi seoarang muslim untuk menegakan amar maruf nahi munkar, sehingga terwujudnya tatanan masyarakat yang beriman dan bertaqwa. Nilai-nilai kehidupan ada pada ayat tersebut yang menjalankan kebaikan dapat keberuntungan. Ilmu tentang tafsir sangat luas dan banyak dikaji beberapa tokoh, pemahaman dalam kehidupan dengan menjalankan perintah-perintah Allah SAW ayat ini menerangkan segolongan umat yang mengajak kebajikan untuk menempuh jalan yang lurus, yaitu menuju kebenaran yang kita ikuti serta mengajak orang mukmin untuk menghindari kejelekan. Pengetahuan yang dimiliki seseorang kemampuanya mengamalkan sesuatunya sangat berkurang, bahkan terlupakan atau hilang. Dalam hal mewujudkan kebaikan dan menjauhi larangan dapat di kemukakan dalam ini. b) Surat Ali-Imran 113-114 Sedangkan dalam Surat Ali-Imran ayat 113-114, mereka dilukiskan oleh ayat di atas dengan yang penulis terjemahkan dengan bersegera mengerjakan berbagai kebajikan, bukanya bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebajikan; seperti sementara penerjemah menerjemahkannya. Pilihan penulis itu disebabkan ayat ini tidak menggunakan kata ( \ ) yang arti menuju ke, tetapi ayat ini menggunakan () yang berarti berada di dalam. Ini memberi kesan bahwa sejak semula mereka telah berada dalam koridor atau wadah kebajikan. Mereka berpindah dari satu kebajikan kepada kebajikan yang lain karena mereka telah berada di dalamnya, bukan berada di luar koridor itu. Bila mereka berada di luar koridor kebajikan, itu berarti mereka dalam kesalahan yang mengharuskan mereka pindah dari sana menuju kebajikan. Ayat 113 dan 114 menegaskan dalam pengalaman bahwa: mereka itu, yakni Ahli al-Kitab, orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak sama dalam sikap dan kelakuan mereka terhadap Allah dan manusia. Ada golongan yang berlaku lurus, yakni menerima dan melaksanakan secara sempurna tuntunan nabi-nabi mereka sehingga bersedia untuk percaya kepada kebenaran dan mengamalkan nilai- nilai luhur. Dengan menjalankan yang baik dan keburukan berbeda-beda, dengan mengerjakan hal-hal yang baik ada dengan kejahatan dulu dan ada yang menjalankan langsung kebaikan, umat Islam diperintahkan untuk menjalankan kebaikan dengan cara nilai-nilai luhur. Pada umumnya, ulama-ulama tafsir memahaminya kelompok yang memeluk agama Islam tidak mengenal sholat tapi dapat diartikan tubduk dan patuh, jadi ekspresi yang digunakan ayat ini bermacam-macam mengenal Islam. Al-Quran sering kali menggunakan istilah semacam termasuk orang-orang yang saleh, atau termasuk orang-orang mukmin, dan lain-lain untuk menggambarkan pemahaman seseorang masuk dalam kelompok orang-orang mukmin. Ungkapan semacam ini dinilai oleh para ulama lebih baik dan lebih tinggi kualitasnya daripada menyatakan dia adalah orang saleh atau orang mukmin. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama: bahwa masuknya seseorang dalam kelompok pilihan menunjukkan kemantapan dan kepiawaiannya dalam persoalan atau sifat yang menandai kelompok itu. Yang kedua: untuk menggambarkan sikap kebersamaan yang merupakan ciri ajaran Ilahi. Yang masuk dalam satu kelompok berarti ia tidak sendiri, tetapi bersama semua anggota kelompok itu, dan sepeti diketahui bantuan Allah dianugrahkan-Nya kepada yang berjamaah, dan serigala tidak menerkam kecuali domba yang sendirian, itulah yang dikemukakan dalam surat tersebut. c) Surat At-Taubah 71 Dalam surat At-Taubah 71, firman-Nya sebagian mereka adalah penolong sebagian yang lain berbeda redaksinya dengan apa yang dilukiskan menyangkut orang munafik. Ayat 67 yang lalu menggambarkan mereka sebagai badhuhum min badh/sebagian mereka dari sebagian yang lain. Perbedaan ini menurut al-Biqai untuk mengisyaratkan bahwa kaum mukminin tidak saling menyempurnakan dalam keimanannya, karena setiap orang di antara mereka telah mantap imannya, atas dasar dalil-dalil pasti yang kuat, bukan berdasar taklid. Pendapat serupa dikemukakan oleh Thahir Ibnu Asyur yang menyatakan bahwa yang menghimpun orang-orang mukmin adalah keimanan yang mantap yang melahirkan tolong-menolong yang diajarkan Islam. Tidak seorang pun yang bertaklid kepada yang lain atau mengikutinya tanpa kejelasan dalil. Ini tulis Ibnu Asyur- dipahami dari kandungan makna auwliya yang mengandung makna ketulusan dalam tolong menolong. Berbeda dengan kaum munafikin yang kesatuan antar mereka lahir dari dorongan sifat-sifat buruk. Menunaikan zakat dengan sempurna menjadikan kenikmatan yang diberikan yang tercantum dalam surat at-Taubah ayat 71 ini, setiap orang mukmin maupun kelompok mereka ditemukan antara kenikmatan berhubungan dengan Allah swt, dan pada ketenangan batin yang dihasilkan dari segala bencana, persatuan dan kesatuan serta kesediaan setiap anggota masyarakat muslim untuk berkorban demi semuanya. Dan mereka akan mendapat balasan atau kenikmatan yang di dapatnya di dunia. d) Surat Al-Maidah 78-79 Ayat ala pada firman-Nya: ala lisan Daud berarti disebabkan yang sekaligus mengandung makna kemantapan, sehingga lidah beliau, bukan atas namanya, bukan juga dengan bahasa yang digunakanya. Menurut Thahir Ibn Asyur, gabungan dari tiga hal yang dikandung ayat diatas dzalika/itu, ala/sebab dan jawaban terhadap adanya pertanyaan di atas, ketiganya melahirkan pembatasan, sehingga pada akhirnya ayat ini mengandung makna bahwa kutukan tersebut tidak lain kecuali karena kedurhakaan mereka. Asy-Syarawi memahami kata ashauw/mereka durhaka pada ayat ini dalam arti melakukan pelanggaran yang akibatnya hanya menimpa diri sendiri, sedang kata yatadun/ mereka melampaui batas adalah kedurhakaan yang menimpa pihak lain. Sedangkan ayat selanjutnya bahwa kata yatanahaun/saling melarang dalam arti bila ada yang melakukan suatu kemunkaran, maka yang lain melarangnya, dan bila suatu ketika yang melarang itu melakukan kemunkaran serupa/berbeda, maka ada lagi yang yang tampil melarangnya, baik yang dahulu pernah dilarang maupun anggota masyarakat lain. Kata yatanahaun dapat juga dipahami dalam arti berhenti, yakni tidak melakukan, sehingga jika dipahami demikian, dengan penambahan kata la/tidak, ayat ini berarti bahwa mereka terus menerus dan tidak henti-hentinya melakukan kemunkaran. Ayat ini merupakan salah satu dasar menyangkut dasar kewajiban melaksanakan amar maruf nahi munkar (Shihab, 2004:174-176). Melalui ayat ini Allah menguraikan keadaan orang-orang mukmin yang sepenuhnya bertolak belakang dengan keadaan orang munafik. Sekaligus sebagai dorongan kepada orang-orang munafik dan selain mereka agar tertarik mengubah sifat buruk mereka. Dan orang-orang mukmin yang mantap imannya dan terbukti kemantapanya melalui amal-amal mereka, sehingga pengalaman yang didapat banyak sekali dalam melaksanakan jalan kebaikan. Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin lelaki atau perempuan, surge yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka didalamnya, dan tempat yang bagus di surge, itu adalah keberuntungan yang besar. Dijelaskan dalam bukti kemantapan iman mereka adalah mengepresikan melakukan yang maruf, mencegah perbuatan yang munkar dengan melaksanakan shalat dengand khusu dan berkesinambungan, menunaikan zakat dengan sempurna, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya menyangkut segala tuntunan-Nya. Dan mereka akan dirahmati Allah dengan rahmat khusus, sesungguhnya Allah Maha Perkasa tidak dapat dikalahkan kehendak- Nya oleh siapapun lagi Maha Bijaksana, dalam semua ketetapan. e) Surat Ali-Imran 110 Dalam tafsir Qurais Shihab (2010: 222) ayat 110 kata kuntum, yang digunakan ayat di atas, ada yang memahaminya sebagai kata kerja yang sempurna, kana tammah sehingga ia diartikan wujud, yakni kamu wujud dalam keadaan sebaik-baik umat. Ada juga yang memahaminya dalam arti kata kerja yang tidak sempurna, kana naqishah, dan dengan demikian ia mengandung makna wujudnya sesuatu pada masa lampau tanpa diketahui kapan itu terjadi dan tidak juga mengandung isyarat bahwa ia pernah tidak ada atau suatu ketika akan tiada. Jika demikian, ayat ini berarti kamu dahulu dalam ilmu Allah adalah sebaik-baik umat. Surat ini juga menggunakan ummah/umat. Kata ini digunakan untuk menunjuk semua kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, seperti agama yang sama, waktu atau tempat yang sama, baik yang penghimpunanya secara terpaksa maupun atas kehendak mereka. Demikian ar- Raghib dalam al- Mufradat fi gharib al-Quran. Kalimat tuminuna billah dipahami oleh pengarang tafsir al-Mizan, dalam arti percaya kepada ajakan bersatu untuk berpegang teguh pada tali Allah, tidak bercerai berai. Kewajiban dalam berdakwah atas umat Islam, mereka dituntut kini di kemukakan bahwa kewajiban itu pada hakikatnya lahir dari kedudukan umat. Umat ini sebagai sebaik-baik umat, sejak dahulu dalam pengetahuan Allah adalah umat yang terbaik karena adanya sifat-sifat yang menghiasi diri kalian. Umat yang dikeluarkan, yakni diwujudkan dan ditampakkan untuk manusia seluruhnya sejak Adam hingga ahir zaman. Nilai-nilai Ilahi dengan mencegah kemunkaran, yakni yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur, pencegahan yang sampai pada batas menggunakan kekuatan dank arena kalian beriman kepada Allah dengan iman yang benar sehingga atas dasarnya kalian percaya dan mengamalkan tuntunan-Nya dan tuntunan Rasul-Nya.
f) Surat Al-Araf 165 Thabathabai mengomentari ayat 165 dalam tafsir ini, falamma nasu ma zdukkiru bih/maka tatkala mereka melakukan apa yang diperingatkan kepada mereka bahwa yang dimaksud dengannya adalah terhentinya peringatan itu dalam jiwa mereka, walaupun mereka masih mengingat peringatan itu. Siksa Allah disebabkan karena melecehkan tuntunan-Nya dan mengabaikan peringatan-Nya. Dalam ayat ini menganjurkan untuk orang yang tatkala melupakan-Nya, yakni mengabaikan apa yang diperingatkan kepada mereka oleh siapapun antara lain peringatan bahwa Allah boleh jadi menunda hukuman tapi sama sekali tidak akan mengabaikan, tapi kami selamatkan orang-orang yang terus menerus melarang keburukan dan kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan. Keterkaitan dengan pembahsan diatas bahwasanya musibah yang akan dialami umat muslim yang selalu menjalankan yang munkar bermacam-macam misalnya dengan adanya gempa, tanah longsor, dan gunung meletus itu semua peringatan yang dilihatkan untuk kita, supaya kita bisa berfikir bagaimana kita bisa melewati itu semua. Banyak siksaan yang kita trima orang-orang yang melakukan keburukan. Bencana dan musibah hadir dikarenakan manusia lupa akan perintah dan larangan Allah SWT. Lebih lanjut ulama itu menulis, manusia selalu dikelilingi oleh bimbingan Allah yang mengingatkannya tentang kewajiban-kewajiban penting yang ditetapkan Allah swt. Tetapi jika pelanggaran itu berulang tanpa taubat, maka kedurhakaan berlanjut, maka bertambah lemah pula teguran dan kecaman batin sampai akhirnya hilang sama sekali sehingga ada atau tidaknya peringatan sama saja buat mereka, dan inilah yang dimaksud dengan mereka melupakan peringatan, yakni tidak berbekas lagi dan terhenti sudah pengaruhnya dalam jiwa bagaikan hilang sama sekali. Berarti tujuan dari ini untuk mempersadarkan para orang yang berbuat kejelekan supaya sadar apa yang dikerjakan dalam dunia, dan supaya bisa segera bertaubat kepada Allah saw. g) Surat Al-Hajj 41 Ajakan untuk setiap muslim dalam melaksanakan kebaikan di dunia dan ahirat dengan kedudukan di dalam ayat ini, melaksanakan rukun-rukun Islam yang tertera di ayat tersebut. Melaksanakan kebaikan setiap muslim dengan mengamalkan ajaran dan berbuat makruf untuk semua nilai, maksudnya menjalankan dan membantu orang-orang yang kesusahan, Allah selalu memudahkan kepada orang-orang yang berbuat baik, dengan cara kita beribadah kepada Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan dan pencerahan buat umatnya, maruf yang dimkasud. Kedudukan di muka bumi ini sangatlah sederhana, dengan kita menjalankan perintah-perintah Allah saw. yang selalu kita jalankan dengan menjauhkan diri pada keburukan karena akan membuat kita tersesat kelak, dalam hal ini kita harus melihat dan memperhatikan apa yang kita jalankan selama ini dengan menjalan amar maruf dan meninggalan kemunkaran. h) Surat Al-Maidah 2 Kata syaa ir adalah jamak dari kata syairah yang berarti tanda, atau bisa juga dinamai syiar. Ketika menafsirkan, penilis mengemukakan bahwa syiar seakar dengan kata syuur yang berarti rasa. Tanda-tanda agama dan ibadah yang ditetapkan dalam ibadah, tanda-tanda itu dinamai syiar karena ia seharusnya menghasilkan rasa hormat dan agung kepada Allah. Ada bermacam-macam tanda itu ada yang merupakan tempat, seperti shofa dan marwa serta masyar al-haram, ada juga berupa waktu, seperti bulan-bulan haram dan ada lagi dalam wujud sesuatu seperti al-hadya dan al-qolaid, yakni binatang kurban yang dipersembahkan kepada Allah. i) Surat Al-Maidah 63 Dalam ayat ini tidak ditemukan kata permusuhan dalam konteks teguran dari para pemuka agama mereka, kalaupun sebelumnya hal tersebur telah dicatat sebagai salah satu keburukan mereka. Ini boleh jadi karena dosa dan permusuhan merupakan hal yang sama, yakni keduanya adalah pelampauan batas. Tetapi pendapat ini dihadang oleh keduanya kata qaul atau ucapan yang dirangkaikan dengan kata itsm, sehingga dengan demikian, teguran dimaksud hanya berkaitan dengan ucapan yang melampaui batas, belum termasuk tindakan melampaui batas. Orang-orang alim banyak dari mereka yang terus melakukan dosa, permusuhan, yakni agresi dan pelampauan batas kewajaran dan memakan yang haram, seperti riba dan sogok. Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu, orang yang selalu menjalankan perbuatan dosa dengan kriteria diatas merupakan orang yang tidak beriman. Orang-orang yang menjauhkan diri dari gemerlapan duniawi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, orang yang selalu mencegah perkataan mereka yang dosa, seperti berbohong dan pelecehan agama dan tidak juga melarang makanan mereka yang haram, sehingga hidupnya di dunia ini hanya untuk Allah SWT. Dari sini kita bisa ambil kesimpulan bahwa, ayat di atas menggambarkan ada dua jenis keburukan, yakni dalam ucapan dan juga dalam perbuatan. j) Surat Hud 116 Kata laula atau mengapa pada mulanya digunakan untuk mendorong dan menganjurkan. Tetapi karena ayat diatas berbicara tentang umat yang lalu, yang tentunya sudah tidak dapat didorong atau dianjurkan untuk melakukan sesuatu, maka pengertian kata ini bila berbicara tentang persistiwa lalu mengandung makna penyesalan dan rasa iba sekaligus mengandung anjuran kepada yang lain untuk tidak melakukan hal serupa. Nah, itulah yang dimaksud disini. Atas dasr itu ayat ini dapat dipahami sebagai anjuran kepada umat Islam agar melakukan marmaruf nahi munkar, karena kalu tidak, mereka juga akan ditimpah apa yang menimpah umatnya. Kelompok ayat ini adalah menutup surat ini, dengan berbicara tentang umat yang dibinasakan Allah dengan tujuan antara lain kiranya kisah mereka menggugah hati kaum musyrikin yang enggan menerima kebenaran al-Quran serta tuntunan Nabi Muhammad saw. Ayat-ayat yang lalu berpesan jangan berlaku sebagaimana halnya umat-umat terdahulu yang tidak banyak tampil di antara mereka orang-orang yang mencegah kemunkaran, sehingga jatuh siksa Allah terhadap mereka. Sungguh disayangkan mengapa tidak ada dari umat-umat yang lalu dan seterusnya. Umat-umat yang menjelaskan, mempunyai keutamaan karena memiliki akal yang sehat, jiwa yang bersih dan amal-amal kebaikan yang senantiasa melarang anggota masyarakatnya mengerjakan dan menyetujui perusakan di muka bumi, tidak ada yang melakukan hal tersebut kecuali sedikit, yaitu orang-orang yang telah kami selamatkan di antara mereka, dan sebagian besar di antara mereka yaitu orang- orang yang zalim tidak melarang kemunkaran dan perusakan dan mereka diangkuhkan serta dilengahkan oleh nikmat kemewahan yang ada pada mereka, sehingga mereka melampui batas, serta bergemilang dalam dosa dan mereka adalah para pendurhaka yang telah mendarah daging dan membudaya kedurhakaannya. Karena kebanyakan mereka durhaka, maka Allah membinasakannya. k) Surat An-Nisa 135 dan114 Sedangkan surat Annisa ayat 135 dan 114, firman-Nya kunu quwwamina bi al-qisth/jadilah penegak-penegak keadilan merupakan redaksi yang sangat kuat. Perintah berlaku adil dapat dikemukakan dengan menyatakan: Idilu/berlaku adillah. Lebih tegas dari ini adalah kunu muqsithin/jadilah orang-orang adil dan lebih tegas dari ini adalah kunu qaimina bi al-qisth/jadilah penegak- penegak keadilan yang sempurna lagi sebenar-benarnya. Dalam kata syuhada lillah/menjadi saksi-saksi karena Allah mengisyaratkan juga bahwa persaksian yang ditunaikan itu, hendaknya demi karena Allah, bukan untuk tujuan-tujuan duniawi yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Ilahi. Najwahum/pembicaraan rahasia mereka. Kata najwa terambil dari kata an-najwa yang berarti tempat yang tersembunyi, siapa yang menuju ke sana, tidak akan ditemukan oleh yang mencarinya. Kata najwa dapat berarti pelaku pembicaraan dan dapat juga berarti pembicaraan rahasia. Ayat diatas dapat dipahami dengan kedua makna itu, jadi ayat ini merupakan pendidikan yang sangat berharga bagi masyarakat, yakni hendaklah anggota masyarakat saling terbuka, sedapat mungkin tidak saling merahasiakan sesuatu. Al- Quran merupakan serat yang membentuk tenunan hidup seseorang muslim. Karena itu seringkali pada saat al-Quran berbicara tentang aspek tertentu, tiba-tiba ayat yang lain muncul berbicara tentang aspek dan dimensi lain yang secara sepintas terkesan tidak saling berkaitan bagi yang tekun mempelajarinya akan menemukan keserasian yang amat mengagumkan, serupa dengan keserasian hubungan yang memadukan bisikan-bisikan hati manusia yang saling berbeda, sehingga pada akhirnya dimensi dan aspek yang tadinya terkesan kacau menjadi terangkai dan terpadu indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung dan pangkalnya, atau seperti vas bunga yang dihiasi oleh aneka kembang berbeda- beda dan warna-warni. Saksi-saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika, ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. Nasihat dan peringatan diatas, dikemukakan juga dalam ayat ini, hasil dari segala bimbingan sebelum ini terhadap semua umat beriman yaitu, wahai orang-orang yang beriman, jadilah penegak keadilan yang sempurna lagi sebenar-benarnya, menjadi saksi-saksi karena Allah, yakni selalu merasakan kehadiran Ilahi memperhitungkansegala langkah kamu dan menjadikannya demi karena Allah. Pendidikan yang sangat berharga bagi masyarakat, yakni hendaklah anggota masyarakat saling terbuka,sedapat mungkin tidak saling merahasiakan sesuatu. Keahasiaan mengandung makna ketidakpercayaan, sedang keterbukaan dan keterusterangan menunjukkan keberanian pembicara. Keberanian atas dasar kebanaran dan ketulusan. Karena itu, ayat ini menyatakan bahwa tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka manusia. Dari sini juga dapat dipahami larangan Nabi saw. Melakukan pembicaraan rahasia di hadapan orang lain. Kaum muslimin dan siapa pun menyangkut perbincangan dengan mengecam perbincangan yang selama ini banyak dilakukan oleh manusia, utamanya orang-orang munafik. Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka yang melakukan bisikan, siapa pun mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh orang lain memberi sedekah atau berbuat makruf, yakni kebajikan yang direstui agama dan masyarakat atau mengadakan perdamaian di antara manusia yang berselisih. Dan barang siapa yang berbuat demikian, yakni ketiga hal yang tersebut di atas karena bersungguh- sungguh mencari keridhaan Allah, maka kelak dan pasti kami menganugrahkan kepadanya di akhirat pahala yang besar, banyak, lagi agung. Pelajaran yang sangat berharga menyangkut pembicaraan yang direstui agama, sekaligus mengingatkan bahwa amal-amal lahiriah hendaknya selalu disertai dengan keikhlasan serta keterbatasan dari tujuan duniawi yang sifatnya menggugurkan amal itu. Perintah bersedekah, perintah melakukan maruf dan upaya melakukan perbaikan antar manusia.
l) Surat Al-hujarat 9 Surat Al-Hujarat ini ayat 9, menggunakan kata in ini untuk menunjukkan bahwa pertikaian antara kelompok orang beriman sebenarnya diragukan atau jarang terjadi. Bukankah mereka adalah orang-orang yang memiliki iman yang sama sehingga tujuan mereka pun seharusnya sama. Kata iqtatalu terambil dari kata qatala. Ia dapat berarti membunuh atau berkelahi atau mengutuk, karena itu kata iqtatalu tidak harus diartikan berperang atau saling membunuh, sebagaimana diterjemahkan oleh sementara orang. Kata iqtatalu berbentuk jamak, sedang thaifatan berbentuk dual. Sepintas mestinya kata iqtatalu berbentuk dual juga. Tetapi tidak demikian kenyataanya. Hal tersebut menurut sementara pakar disebabkan karena jika terjadi perkelahian atau peperangan antara dua kelompok, maka masing-masing anggota kelompok melakukan perkelahian atau peperangan yang tentunya ketika itu berjumlah lebih dari dua orang. Namun sebelum terjadinya perkelahian dan peperangan begitu juga setelah terhentinya, maka seluruh anggota yang terlibat kembali ke kelompoknya, dan dengan demikian mereka hanya terdiri dari dua pihak saja (Shihab, 2003: 244). Penjelasan tentang ayat ini, perselisihan antara kaum mukminin yang antara lain disebabkan oleh adanya isu yang tidak jelas kebenaranya. Dan jika ada dua kelompok yang telah menyatu secara factual atau berpotensi untuk menyatu dari yakni kedua kelompok itu, sedang atau masih terus menerus berbuat aniaya itu sehingga ia yakni kelompok itu, sedang atau masih terus menerus berbuat aniaya itu sehungga ia kembali kepada perintah Allah yakni kebenaran, jika ia telah kembali kepada perintah Allah itu maka demikianlah antara keduanya dengan adil dan dapat ditrima dengan baik. Kebaikan dengan tindakan terhadap kebaikan yang baik, dalam menindakan hal-hal yang dikerjakan untuk dimanfaatkan untuk masyarakat, dapat diterapkan dalam beribadah kepada Allah yang selalu memberikan kita nikmat iman dan ihsan dalam kehidupan kita. Ada dua kelompok dari orang-orang yang mukmin bertikai maka demikianlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya itu sehingga ia kembali kepada perintah Allah, jika ia telah kembali maka demikianlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil dalam segala hal, karena Allah yang selalu memberikan ketentraman dalam dunia dan ahirat. Semua yang diterangkan di atas dapat di tarik kesimpulan dalam tafsir Al-Misbah berbicara tentang amar ma'rf nh munkar. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab dua bahwa menurut Quraish Shihab, dalam tafsir Al-Misbah mengemukakan tentang amar ma'rf nh munkar bahwa penggunaan dua kata yang berbeda itu menunjukan keharusan adanya dua kelompok dalam masyarakat Islam. Kelompok pertama yang bertugas mengajak, dan kelompok kedua yang bertugas memerintah dan melarang. Kelompok kedua ini tentulah memiliki kekuasaan di bumi ajaran ilahi di bumi ini bukan sekedar nasehat petunjuk dan penjelasan ini adalah salah satu sisi, sedang sisi yang kedua adalah melaksanakan kekuasaan pemerintah dan melarang, agar maruf dapat wujud dan kemunkaran dapat sirna. Di dalam pembicaraan tentang "dakwah" akan ditemukan beberapa istilah yang maksud pengertiannya sama dengan dakwah atau berhubungan dengan dakwah, di antaranya "nh munkar". Nh munkar artinya melarang kepada perbuatan yang munkar. Menurut Qurais Shihab Al-Quran dan sunnah melalui dakwah Rasullah SAW mengamanahkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu ada yang bersifat mendasar, universal dan abadi, serta ada juga yang bersifat praktis, lokal, dan temporal sehingga dapat berbeda antara satu tempat atau waktu dan dan tempat atau waktu yang lain. Bagaimana yang diungkapkan Quraish Shihab dimana dalam mengajak seseorang untuk melakukan hal yang maruf dan mencegah hal yang munkar, hal tersebut merupakan hal yang mendasar dan praktis namun kesemuanya itu diharuskan menyesuaikan dengan tempat dan waktu, dikarenakan sasaran yang kita jadikan objek itu berbeda-beda. Dari sini terlihat bahwa pada hakikatnya manusia makhluk yang berbagai macam sifat di antaranya melalui proses interaksi. Karena itu menurut penulis, seorang penyeru kebaikan harus berinteraksi dengan mad'u, melalui interaksi dan pendekatan yang sesuai dengan kondisi tempat dan waktu si madu. Istilah amar ma'rf nh munkar ini digunakan syariat Islam untuk pengertian memerintahkan atau mengajak diri dan orang lain melakukan hal-hal yang dipandang baik oleh agama, dan melarang atau mencegah diri dan orang lain dari melakukan hal-hal yang dipandang buruk oleh agama. Adapun hukum amar ma'rf nh munkar bagi al-muhtasib adalah fardu ain. Artinya, bagi petugas wilayah al-hisbah, tugas amar ma'rf nh munkar merupakan kewajibannya, dan ia dianggap lalai dan berhak diberhentikan jika ia tidak melaksanakan tugas amar ma'rf nh munkar tersebut. Ulama Muktazilah (aliran teologi Islam yang rasional dan liberal) mejadikan amar ma'rf nh munkar sebagai salah satu prinsip dasar mereka, yang dikenal dengan al-usul al-khamsah (prinsip-prinsip yang lima). Atas dasar itu, mereka menyatakan bahwa amar ma'rf nh munkar merupakan fardu ain (kewajiban individu) setiap muslimin, tanpa membedakan apakah ia seoranga- muhtasib maupun bukan. Muhammad Abduh, seorang tokoh pembaruan pemikiran Islam, berpendirian sama dengan prinsip Muktazilah di atas. Menurutnya, hukum amar ma'rf nh munkar bagi setiap mukmin adalah fardu ain. Pendapatnya ini didasarkan atas penafsirannya terhadap kata depan (lafal) "min" dalam surah Ali-'Imran ayat 104 di atas. Menurutnya, lafal tersebut bukan bermakna tab'id (sebagian), tetapi bermakna tabyin (menjelaskan), sehingga pengertian ayat itu yang paling tepat menurutnya "Hendaklah kamu menjadi umat... yang menyeru kepada yang ma'rf dan mencegah dari yang munkar."(Abduh, 1999: 54). Amar maruf nahi munkar dalam wilayah al-Hisbah harus memenuhi petugas khusus yang di tunjuk untuk melaksanakan kebaikan, dan melaksanakan perbuatan yang menjadi sasaran amar maruf nahi munkar. Orang yang menjadi sasaran tersebut yang melaksanakan kewajiban untuk memberikan kebaikan dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dengan menjalankan syarat untuk melakukan kebaikan yaitu mukalaf, iman, adil, dan Qadir untuk mampu diberikan baik secara langsung atau tertulis kepada umatnya.
4.2. Relevansi dalam perspektif dakwah tentang amar maruf nahi munkar dengan dakwah saat ini. Dalam Al-Quran, istilah amar maruf nahi munkar secara berulang dinyatakan sebagai istilah yang utuh, artinya tidak dipisahkan antara amar maruf dan nahi munkar. Istilah itu berulang sampai Sembilan kali sekalipun hanya dalam lima surat. Kata maruf sendiri, baik dalam rangkaian kata amar maruf nahi munkar maupun berdiri sendiri, kata ini memiliki arti harfiah sebagai yang dikenal atau yang dapat dimengerti dan dapat dipahami serta dapat ditrima oleh masyarakat. Perbuatan yang maruf itu jika dikerjakan dapat ditrima dan dapat dipahami oleh manusia, dan dipuji karena begitulah yang patut dikerjakan oleh manusia yang mengfungsikan akalnya sebagai ciri khas kedirianya. Kebalikan dari kata maruf adalah munkar, yakni yang benci, tidak disenangi, dan ditolak oleh masyarakat karena tidak patut, tidak pantas, tidak selayaknya dikerjakan oleh manusia berakal. Dengan mengutip pendapat Hamka, Dewan Rahardjo menjelaskan alasan tidak dapat dipisahkannya anjuran pada yang maruf dan pencegah pada yang munkar, sebagaimana penuturannya berikut: Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan mana yang maruf dan mana yang munka. Sebab itu, maruf dan munkar itu tidaklah terpisah. Kalau ada orang berbuat maruf, seluruh masyarakat umumnya, menyetujui membenarkan, dan memuji. Kalau ada perbuatan munkar, seleruh masyarakat menolak, membenci dan tidak menyetujui. Sebab itu, bertambah tinggi kecerdasan beragama, bertambah kenal akan yang maruf dan bertambah benci kepada yang munkar(Rahardjo, 2002:625). Berdasarkan pandangan di atas, perbuatan yang baik dan yang buruk itu ditentukan oleh pendapat umum. Pandangan masyarakat menjadi barometer apakah sesuatu itu maruf atau munkar. Menurut Nurcholish Madjid; al-maruf berarti yang telah diketahui, yakni yang telah diketahui sebagai baik dalam pengalaman manusia menurut ruang dan waktunya pada waktu dia hadir. Dengan demikian, perkataan maruf berkaitan dengan perkataan al-urf yang berarti adat, dalam hal ini adat yang baik. Dalam pengertiannya sebagai adat yang baik itulah (al-urf) diakui eksistensi dan fungsinya dalam Islam, sehingga dalam teori ushul al- fiqh disebutkan bahwa adat dapat dijadikan hukum (al-adah muhakkah). Dalam pengertian yang lebih dalam, al-maruf dapat berarti kebaikan yang diakui atau diketahui hati nurani manusia sebagai fitrah kehanifannya, sebagai bagian dan kelanjutan dari kebaikan universal sebagaimana disebutkan diatas. Oleh karena itu, al-maruf dalam pngertian ini merupakan lawan dari al-munkar. Sebab, al-munkar berarti apa saja yang diingkari, yakni diingkari oleh fitrahnya atau ditolak oleh hati nurani. Di sinilah terletak kaitan antara amar maruf nahi munkar dan dakwah sebab salah satu tugas dakwah adalah membentuk pendapat umum (public opinion) tentang sesuatu yang baik atau yang buruk. Dari sini pula penulis menilai adanya relevansi dalam konsep amar maruf nahi munkar dalam Al-Misbah karya Quraish Shihab saat ini. Alasanya adalah karena dakwah saat ini menghadapi tantangan yang besar dan makin rumit. Persoalan demi persoalan terus berkembang, seiring dengan itu bertaburan sejumlah kemaksiatan. Namun memberantas kemaksiatan tidak semudah itu, resiko dan akibat pasti akan dirasakan bagi para pendakwah. Penulis melihat tidak sedikit pendakwah atau daI yang berusaha menyuruh ma'rf dan mencegah kemunkaran, tapi sejalan dengan itu pula banyak kemunkaran yang makin berkembang. Kontradiksi seperti ini bukan sesuatu yang sulit dipahami, mengingat tidak sedikit orang melakukan respon negatif ketika diseru amar ma'rf nh munkar. Karena itu Qurais Shihab menggulirkan gagasan bahwa untuk memperbaiki perilaku munkarat harus melihat temapt dan waktu sehingga seorang dalam menyampaikan hal yang maruf atau dalam menanamkan nilai-nilai Al-Quran cepat masuk sehingga bisa merubah hal-hal yang munkar.
1
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Konsep Amar maruf nahi munkar dalam tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab yaitu, Amar maruf nahi munkar digunakan syariat Islam untuk pengertian memerintahkan atau mengajak diri dan orang lain melakukan hal-hal yang dipandang baik oleh agama, dan melarang atau mencegah diri dan orang lain dari melakukan hal- hal yang dipandang buruk oleh agama. Bahwasannya ayat-ayat yang telah dibahas terkait konsep amar maruf nahi munkar di dalam skripsi ini yaitu Dengan konsep maruf, al-Quran membuka pintu yang cukup lebar guna menampung perubahan nilai-nilai akibat perkembangan positif masyarakat, Mereka menyuruh kepada yang maruf dan mencegah yang munkar dan bersegera tidak bermalas-malas seperti orang-orang munafik apalagi mengabaikan, Allah menguraikan keadaan orang-orang mukmin yang sepenuhnya bertolak belakang dengan keadaan orang munafik, menjelaskan kewajiban berdakwah atas umat Islam, Allah menjelaskan bahwa mereka memperoleh keselamatan disebabkan mereka melarang perbuatan buruk dan hal itu menunjukkan bahwa yang demikian itu adalah sesuatu yang diwajibkan. Menurut Qurais Shihab Al-Quran dan sunnah melalui dakwahnya mengamanahkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu ada yang bersifat mendasar, universal
2
dan abadi, serta ada juga yang bersifat praktis, lokal, dan temporal sehingga dapat berbeda antara satu tempat atau waktu dan dan tempat atau waktu yang lain.
B. Saran-saran Dalam mengajak seseorang untuk melakukan hal yang maruf dan mencegah hal yang munkar, hal tersebut merupakan hal yang mendasar dan praktis namun kesemuanya itu diharuskan menyesuaikan dengan tempat dan waktu, dikarenakan sasaran yang kita jadikan objek itu berbeda-beda. Untuk itu supaya lebih mudah dan faham tentang perilaku amar maruf nahi munkar kita gali lagi oleh peneliti-peneliti yang lain.
C. Penutup Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan ridhanya pula tulisan ini dapat diangkat dalam bentuk skripsi. Peneliti menyadari bahwa Ia sana-sini terdapat kesalahan dan kekurangan baik dalam paparan maupun metodologinya. Karenanya dengan sangat menyadari, tiada gading yang tak retak, maka kritik dan saran membangun dari pembaca menjadi harapan peneliti. Semoga Allah SWT meridhoinya. Wassalam
DAFTAR PUSTAKA Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Primadura 1983 Ahmadi Abu dan Rohani Ahmad, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta 1991 Anshari Hafi, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah, Surabaya:Al-Ikhlas 1993 Al-Ghozali Muhammad, Amr maruf nahi munkar, Bandung: Karisma 2003 Aziz Moh Ali, Ilmu dakwah, Jakarta: Pranada Media 2004 Darwis, Shaleh bin Abdullah, Konsep amar maruf nahi munkar di dunia modern, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya 1996 Depag, RI, Al-Quran dan terjemahan, Surabaya:Surya Cipta Aksara 1978 Hafidudin didin, Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani 2000 Hasbi ash-Shiddieqy, Al-Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2001 Irawan Soehartono, Metodologi Penelitian Sosial, Bandung: PT Remaja Rosdakarya 1999 Moleong. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rusdakarya 1997 Muhadjir Noeng, Metode penelitian kualitatif edisi IV, Yogyakarta: Rake Sarasin 2000 Maududi Abdul Ala, The Islamic law and Constation,terjmh Asep Lukman Hukum dan Konstitusi system politik Islam, Jakarta: Bulan Bintang 1995 Nata Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada Palmer E.Richard, Hermeneutika teori mengenai Interpretasi, Yogyakarta:Pustaka Belajar 2010 Rais Amin, Cakrawala Islami antara Cita dan Fakta, Bandung: Mizan 1999 Shihab M Quraish, Pesan Kesan dan Keserasian al-Quran, Jakarta: Lentera Hati 2005 Shihab M Quraish, membumikan al-Quran, Bandung: Mizan 2001 Syukir Asmuni, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas 1983 Shihab M Quraish, Pesan Kesan dan keserasian al-Quran, Jakarta: Lentera Hati 2001 Shihab M Quraish, Pesan Kesan dan Keserasian al-Quran, Jakarta: Lentera Hati 2010 Singa Rimbun, Masrih dan Sofyan Afendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3S 1987 Surya Sumantri. Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1993 Shihab M Quraish, Pesan Kesan dan Keserasian al-Quran, Jakarta: Lentera Hati 2004 Syadzirin Amin, Mengenal Ajaran Tarajumah Rifaiyah, Jakarta Pusat: Jamaah masjid Baiturrohman 1989 Surachmad Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah(dasar-dasar metodik teknik), Bandung:Rosdak, Transito 1990 Shihab M Quraish, Pesan Kesan dan Keserasian al-Quran, Jakarta: Lentera Hati 2003 Tamiyyah Ibnu, Etika Beramar Maruf Nahi Munkar, Jakarta: Gema Insani 1990 Taimiyah Ibnu, Menuju Umat Amar maruf nahi munkar, Jakarta: Pustaka panjimas 1983 Tasmara Toto, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Baru Pertama 1997 Yaqub Hamzah, Publisistik Islam, Seni dan teknik Dakwah, Bandung: CV. Diponegoro 1973 Zahra Abu, Dakwah Islamiyah, Bandung: PT Remaja Rosda Karya 1994 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Nurul Atiqoh NIM : 071211044 Tempat / tgl. lahir : Kendal, 18 Desember 1987 Alamat Asal : Jl. Raya Putat - Pegandon Rt:2/3, Pegandon Kendal Pendidikan : - SDN 1 Gubugsari Pegandon lulus th. 2000 - SMP NU 04 Sunan Abinawa Pegandon lulus th. 2003 - SMA NU Al-Hidayah Kendal lulus th. 2006 - Fakultas Dakwah Komunikasi Penyiaran Islam Dakwah IAIN Walisongo Semarang 2011 Demikian daftar riwayat hidup pendidikan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan harap maklum adanya.