You are on page 1of 8

PERCOBAAN II

PENENTUAN KADAR GLUKOSA


(KUANTITATIF)

A. Tujuan
Untuk menentukan kadar glukosa dalam darah secara kuantitatif
menggunakan metode enzimatik.

B. Dasar Teori
1. Darah
Darah merupakan media transpor dalam tubuh. Darah yang beredar
membawa oksigen dari paru ke jaringan, makanan dari saluran cerna ke
jaringan, sisa metabolisme dari jaringan untuk dikeluarkan melalui ginjal,
karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru, hormon
dari kelenjar endokrin ke jaringan tempat kerja hormon, dan panas dari
tempat produksinya ke bagian-bagian tubuh yang lebih dingin.
Darah merupakan cairan merah menyerupai sirup dengan berat jenis
dan kekentalan dua kali setengah air. Bila darah didiamkan pada posisi
tegak dan dicegah terjadinya pembekuan, darah akan terpisah menjadi
tiga lapisan karena pengaruh gaya berat. Sel-sel darah merah yang lebih
padat padat, mengendap ke dasar, sel-sel darah putih yang agak kurang
padat membentuk lapisan antara (lapisan kuning tua), lapisan paling atas
mengandung cairan berwarna kekuningan disebut plasma (Green, 2005).
Plasma merupakan media sirkulasi elemen-elemen darah yang
membentuk sel darah merah, sel darah putih, dan sel pembeku darah. Di
samping itu juga sebagai media transportasi bahan-bahan organik dan
anorganik dari suatu organ/jaringan ke organ/jaringan lain. Plasma darah
adalah cairan berwarna kuning yang dalam reaksinya bersifat alkali.
Susunan plasma darah terdiri atas air 90%, protein 8%, mineral 0,9%,
sisanya terdiri dari bahan organik. Plasma juga berisi oksigen dan karbon
dioksida, hormon-hormon, enzim dan antigen. Plasma berfungsi sebagai
medium (perantara) untuk menyalurkan makanan, mineral, lemak,
glukosa dan asam amino ke jaringan, juga merupakan medium untuk
mengangkut bahan buangan seperti urea, asam urat dan karbondioksida
(Syaifudin, 2012).
Bila darah ditumpahkan maka cepat ia menjadi lekat dan segera
mengendap sebagai zat kental berwarna merah. Gumpalan ini mengerut
dan mengeluarkan cairan bening berwarna kuning jerami. Cairan ini
disebut serum. Bila darah yang tumpah diperiksa dengan mikroskop akan
terlihat benang-benang fibrin yang tidak dapat larut. Benang-benang ini
terbentuk dari fibrinogen dalam plasma oleh kerja trombin. Benang-
benang ini menjerat sel darah dan bersama-sama dengannya membentuk
gumpalan. Bila darah yang tumpah dikumpulkan dalam tabung reaksi,
maka gumpalan ini akan terapung-apung dalam serum (Pearce, 2002).
Serum juga merupakan bagian darah yang mengandung zat anti
(antibodi) terhadap macam-macam racun (toksin) yang dikeluarkan
bakteri atau virus. Oleh karena itu, imunisasi melalui suntikan biasanya
dilakukan dengan penyuntikan suatu zat yang dinamakan antiserum
(Wibowo, 2005).
2. Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat kurangnya kualitas
insulin, sekresi insulin atau keduanya. Diabetes melitus berhubungan
dengan berbagai komplikasi, terjadi komplikasi ini sangat erat
berhubungan dengan kontrol glukosa darah (Munadi, 2008).
Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki komplikasi
paling banyak dan dampak yang signifikan terhadap kesehatan seseorang.
Menurut data WHO (World Health Organization) tahun 2006 terdapat
sedikitnya 171 juta orang mengalami diabetes. Indonesia menempati
urutan ke-4 terbesar dalam jumlah pasien DM di dunia. Selanjutnya,
berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan tahun 2030 akan
terdapat 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun dengan asumsi
prevalensi diabetes melitus pada daerah urban sebesar 12 juta
(Unairawati, 2011).
Diabetes melitus dikenal sebagai salah satu penyakit kronis. Diabetes
melitus dapat menyerang berbagai usia, namun pada umumnya
menyerang penderita usia senja atau kurang peduli dengan pola makan
yang sehat. Selain konsumsi obat, perawatan utama penyakit ini adalah
diet sehat denagan komposisi makanan yang seimbang (Perwira, 2012).
Bila kadar gula dalam darah melebihi atau kurang dari batas normal
maka sistem metabolisme dalam tubuh akan terganggu. Darah manusia
normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi tetap, yaitu
antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah ini dapat bertambah
setelah kita makan makanan sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam
setelah itu, jumlah glukosa darah akan kembali pada keadaan semula.
Salah satu contoh penyakit yang disebabkan oleh kelainan kadar glukosa
yaitu diabetes mellitus. Diabetes mellitus atau yang lebih dikenal dengan
kencing manis merupakan penyakit yang timbul karena suatu gangguan
dari pankreas, yaitu organ tubuh yang biasa menghasilkan insulin dan
sangat berperan dalam metabolisme glukosa bagi sel tubuh. Seseorang
yang terkena diabetes mellitus selalu ditandai oleh naiknya kadar gula
darah (hiperglikemia) dan tingginya kadar gula dalam urine (Achjadi
2003).
Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa,
karena mempunyai sifat dapat memuta cahaya terpolarisasi ke arah
kanan. Di alam, glukosa terdapat dala buah-buahan dan madu lebah.
Darah manusia normal mengandung glukosa dalam jumlah atau
konsentrasi tetap, yaitu antara 70 100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa
darah dapat bertambah setelah kita makan-makanan sumber karbohidrat,
namun kira-kira 2 jam setelah itu, jumlah glukosa darah akan kembali
pada keadaan semula. Pada penderita diabetes melitus, jumlah glukosa
darah lebih besar dari 130 mg per 100 ml darah ( Podjiadi, 1994).
Dalam tubuh glukosa diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam
sel-sel tubuh. Glukosa diubah menjadi glikogen untuk keperluan glukosa
dimasa mendatang dalam hepar dan otot sehingga menurunkan kadar
glukosa darah. Nilai glukosa darah normal adalah 60-100 mg/dl dan
glukosa serum 70-110 mg/dl. Ketika kadar glukosa darah lebih besar dari
180 mg/dl, dapat terjadi glukosuria (gula dalam urin). Peningkatan kadar
gula darah bertindak sebagai diuretik osmotik, menyebabkan poliuria.
Bila gula darah tetap tinggi maka terjadi diabetes melitus (Kee, 1996).
Pada penderita diabetes melitus glukosa menumpuk dalam darah
terutama setelah makan. Jika penderita diabetes tersebut diberi glukosa
secara oral dengan dosis tertentu (misalnya 75 g) maka gula darahnya
akan meningkat lebih tinggi daripada darah normal dan turunnya pun
juga akan lebih lambat (Mahendra, 2008).
Kadar glukosa darah akan meningkat seiring dengan pencernaan dan
penyerapan glukosa dari makanan pada individu sehat dan normal. Kadar
tersebut tidak melebihi sekitar 140 mg/dl karena jaringan akan menyerap
glukosa dari darah. Menyimpannya untuk digunakan kemudian akan
mengoksidasinya untuk menghasilkan energi. Setelah makanan dicerna
dan diserap, kadar glukosa darah menurun karena sel terus
memetabolisme glukosa.
Apabila kadar glukosa terus meningkat setelah makan, konsentrasi
glukosa yang tinggi dapat menyebabkan keluarnya air dari jaringan
akibat efek osmotik glukosa. Jaringan akan mengalami oksidasi dan
fungsinya akan terganggu (Mark, 1996).
Diagnosis (pemeriksaan) diabetes melitus dilakukan dengan
beberapa tes:
a. Tes kadar glukosa darah
Kadar glukosa darah yang diuji setiap waktu dan sepanjang hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Jika kadar glukosa
darah sama atau diatas 200 mg/dl, hal itu menunjukkan adanya
diabetes melitus.
b. Tes glukosa darah puasa
Tes ini memerlukan puasa 12 sampai 14 jam sebelum darah
diambil untuk pemeriksaan. Puasa adalah keadaan tanpa suplai
makanan (kalori) selama minimal 8 jam tetapi tetap diperbolehkan
minum air putih. Jadi, bukan puasa makan dan minum seperti yang
telah biasa dilakukan. Jadi kadar glukosa darah puasa sama atau
lebih dari 126 mg/dl maka dikatagorikan diabetes melitus.
Berdasarkan sumber dari Pekumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI), berikut ini klasifikasi penentuan darah seseorang
terkena diabetes atau tidak.
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah
tidak puasa
Plasma vena
Darah kapiler


<110
<80


110-200
80-200


200
200
Kadar glukosa darah
puasa
Plasma vena
Darah kapiler


<110
<90


110-126
90-110


200
110
(Wijayakusuma, 2004)
Kadar glukosa darah ditetapkan secara enzimatik dengan
pereaksi GOD PAD dan absorbansi dibaca dengan spektrofotometer
UV-Visible pada panjang gelombang 500 nm. Reaksi yang terjadi
adalah glukosa dioksidasi oleh enzim glukosa oksidase (GOD)
dengan adanya O
2
menjadi asam glutamat disertai pembentukan
H
2
O
2
(hidrogen peroksida) yang terjadi dengan adanya enzim
peroksidase (PAD) akan membebaskan O
2
yang selanjutnya
mengoksidasi akseptor kromogen intensitas warna tersebut
berbanding lurus dengan glukosa yang ada. Selanjutnya absorbansi
dibaca dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 500 nm
(Bararah, 2011).
Metode pemeriksaan darah meliputi metode induksi enzimatik
dan lainnya. Metode yang paling sering digunakan adalah metode
enzimatik, yaitu metode Glukosa Oksidase (GOD) dan metode
heksokinase. Metode GOD banyak digunakan pada saat ini. Akurasi
dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi
pertama). Tetapi reaksi kedua rawan interfen (tak spesifik). Interfen
yang bisa menggangu antara lain bilirubin, asam urat dan asam
askorbat. Harga normal dalam menentukan kadar glukosa darah
adalah :
1) Kadar gula darah sewaktu : 60120 mg/dl;
2) Kadar gula darah puasa : 50100 mg/dl.
( Hendromartono, 1998)

















DAFTAR PUSTAKA

Achjadi K. 2003. Penyakit Gangguan Metabolisme. IPB Press: Bogor
Bararah, F. 2011. Uji Efek Antiglikemik Ekstrak Etanol Daun Kaca Piring
(Gordenia gugasta Merr.) pada Tikus Putih Jantan. Jurnal Ilmiah
Kefarmasian Volume 1 Nomor 1
Green. 2005. Pengantar Fisiologi Tubuh Manusia . Gapura Aksara: Tanggerang
Hendromartono. 1998. Consensus on the Management of Diabetes Mellitus.
Jurnal AP Volume 8 No. 3
Kee, J.L. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. EGC: Jakarta
Mahendra, T. 2003. Pengaruh Pemberian Porstealin Terhadap Kadar Insulin dan
Kadar Glukosa Darah pada Tikus Putih. Jurnal AP Volume 5 No. 1
Mark, B. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Penelitian Klinis. EGC:
Jakarta
Munadi, D. 2008. Perubahan Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus
Tipe 2 yang Terkontrol Setelah Mengkonsumsi Kurma. Majalah
Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 1
Pearce, E. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta
Peodjiadi, Anna. 1994. Dasar dasar Biokimia. UI Press: Jakarta
Perwira, R. 2012. Sistem Untuk Konsultasi Menu Diet Bagi Penderita Diabetes
Melitus Berbasis Aturan. Jurnal Teknologi Volume 5 No. 2
Syaifudin, H. 2012. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4. EGC: Jakarta
Unairawati, W. 2011. Efek Senam Diabetes Terhadap Penurunan Kadar Glukosa
Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RW II Krembang Bhakti Surabaya.
Jurnal Teknik Volume IV No. 2
Wibowo. 2005. Anatomi Tubuh Manusia Edisi I. Grasindo : Jakarta
Wijayakusuma, H. 2004. Diabetes Melitus Ala Hembing. Puspa Swara: Jakarta

You might also like