You are on page 1of 4

EVALUASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH

RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA (RSPP) JAKARTA


EVALUATION IN WASTE WATER TREATMENT PLANT (WWTP)
RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA (RSPP) JAKARTA
Dianuari Kusumawardani
1)
Agus Jatnika Effendi
2)
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,
Jl Ganesha 10 Bandung 40132
1)
dianuarik@hotmail.co.id
2)
jatnika@indo.net.id

Abstrak : Air limbah rumah sakit mengandung polutan yang bersifat toksik, infeksius, bahkan radioaktif
sehingga berpotensi menimbulkan dampak terhadap pencemaran lingkungan. Kegiatan di rumah sakit juga akan
menghasilkan timbulan air limbah domestik yang juga perlu untuk dikelola sebelum dibuang ke badan air
penerima. Rumah Sakit Pusat Pertamina memiliki unit pengolahan limbah cair domestik yang memanfaatkan
teknologi extended aeration yang terintegrasi dengan teknologi pengolahan limbah lainnya, sehingga
menghasilkan effluen yang dapat digunakan kembali untuk keperluan lain pada rumah sakit ini. Effluen dari unit
pengolahan ini memiliki kualitas yang dapat digunakan untuk kegiatan pertamanan dan cuci kendaraan setelah
melalui filtrasi menggunakan sand-carbon filtration. Kualitas air hasil olahan IPAL RSPP ini telah memenuhi
baku mutu yang diatur pada Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 tahun 2005 tentang baku mutu limbah cair
domestik.
Kata kunci : limbah cair domestik, IPAL, extended aeration, sand-carbon filtration
Abstract : Hospital wastewater contains pollutants which are toxic, infectious, and even radioactive that
potentially contribute to the environmental pollution. The hospital everyday activities will also produce
domestic wastewater that need to be treated to be an environmentally safe fluid waste stream. Rumah Sakit
Pusat Pertamina (RSPP) has their own domestic wastewater treatment plant that use extended aeration
technology which is integrated with the other treatment to produce treated effluent that suitable for reuse. The
effluent from the wastewater treatment plant in this hospital has reached the quality that can be use for watering
the park or washing cars after being treated by sand-carbon filtration. The effluent quality has met the
regulatory standard, which Jakarta Governor Decree No. 122 of 2005 about domestic effluent quality standard.
Keywords : domestic wastewater, Wastewater Treatment Plant (WWTP), extended aeration, sand-carbon
filtration.

PENDAHULUAN
Dalam rangka mengatasi permasalahan pencemaran badan air oleh air limbah rumah tangga,
pemerintah provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Pergub Provinsi DKI Nomor 122 tahun 2005 tentang
pengelolaan air limbah domestik individual, bahwa seluruh air limbah rumah tangga baik air limbah
toilet maupun air limbah non toilet harus diolah dengan unit pengolahan air limbah setempat,
selanjutnya air olahannya dibuang ke saluran umum. Salah satu sarana pelayanan masyarakat yang
menaruh perhatian tinggi terhadap pengelolaan limbah domestiknya dengan mengembangkan sistem
pengolahan setempat adalah Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) di Jakarta. Teknologi yang
diterapkan pada IPAL di RSPP adalah extended aeration yang terintegrasi dengan teknologi
pengolahan limbah lainnya sebagai tahap pengolahan pendahulu. Efluen dari IPAL ini kemudian
diproses dengan sand-carbon filtration untuk dipergunakan kembali sebagai air penyiram tanaman
dan cuci kendaraan.

KONDISI EKSISTING
Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) berfungsi untuk mengurangi beban zat-zat organik
yang terkandung dalam air limbah hasil dari kegiatan rumah sakit. Prinsip dan dasar dari proses
pengolahan adalah mengembangbiakkan serta mempertahankan kehidupan bakteri aerob di dalam air
untuk menurunkan kadar organik dalam air limbah. Jumlah limbah cair di lingkungan RS Pusat
Pertamina harus dikelola dalam IPAL ditentukan berdasarkan asumsi bahwa 80% dari pemakaian air
bersih akan terbuang dalam bentuk limbah cair.
Dari pendekatan tersebut maka setiap hari Instalasi Pengolahan Air Limbah harus mengelola
limbah rata rata sebanyak 498,27 m
3
. Dari 498,27 m
3
/hari limbah cair tersebut, tidak seluruhnya
disalurkan ke IPAL untuk diolah karena 10% dari total limbah cair tersebut merupakan buangan yang
aman dan dapat langsung dibuang menuju badan air penerima. Sumber-sumber yang dianggap aman
tersbut diantaranya adalah tempat wudhu dan wastafel (cuci tangan atau cuci muka). Sedangkan 90%
sisanya harus diolah di IPAL terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air. Dari jumlah yang masuk
ke IPAL, 40% nya merupakan limbah cair infeksius yang harus dilakukan pre-treatment sebelum
masuk IPAL, seperti terlihat pada Gambar 1. Pre-treatment ini dilakukan pada air buangan yang
berasal dari perawatan atau klinik, kegiatan operasi, rawat intensif, persalinan, dan pembersihan
jenazah.

Gambar 1 Skema Pengelolaan Air Limbah RSPP
Secara umum, proses pengolahannya adalah air limbah rumah sakit ditampung kedalam bak
penampung (Bak Sum Pit) yang berfungsi untuk bak kontrol aliran dan juga untuk memisahkan
padatan dari air secara fisik. Air limbah dari bak penampung ini selanjutnya dipompa ke unit IPAL
yang tertera pada Gambar 2. Di dalam unit IPAL tersebut, air limbah pertama masuk ke dalam bar
screen lalu menuju bak ekualisasi dan selanjutnya masuk ke kolam aerasi. Setelah proses proses aerasi
pada dua kolam sebelumnya, air dialirkan menuju bak pengendap. Dari bak ini, lumpur yang
mengandung mikroorganisme dan sudah mengendap, dialirkan kembali menuju kolam pengolahan
pertama dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan dari bak pengendap kemudian dialirkan
menuju proses chlorinasi dengan pembubuhan Chlorine 60%, lalu ditampung pada bak penampung.
Sebagian dari air olahan ini kemudian dialirkan menuju sand-carbon filter untuk selanjutnya
digunakan sebagai air untuk kebutuhan pertamanan. Air yang tidak difiltrasi kemudian langsung
dialirkan menuju sungai yang berada persis di sebelah Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta yaitu
Anak Sungai Ciliwung yaitu kali Jelawe.

(a)

(b)

(c)

(d)


ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari pengolahan limbah cair pada RS Pusat Pertamina ini,
dapat ditentukan dengan menghitung efisiensi pengolahannya yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Efisiensi Pengolahan pada IPAL RSPP
Parameter Influen Efluen Baku mutu
Efisiensi
(%)
pH 7,3 7 6 - 9

KMnO
4
(mg/l) 115,65 2,12 85 98,2
TSS (mg/l) 41 2 50 95,1
NH
3
(mg/l) 27,77 2,55 10 90,8
Minyak dan
Lemak (mg/l)
0 0 10 0
Metilen Blue
(mg/l)
0,2 0,03 2 85
COD (mg/l) 137,82 3,85 80 97,2
BOD (mg/l) 87,85 1,05 50 98,8
(Sumber : Data Uji Agustus 2010)

Berdasarkan data hasil uji pada influen serta efluen IPAL RSPP, terlihat bahwa air hasil olahan
telah memenuhi baku mutu yang ditentukan yaitu Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor
122 tahun 2005 tentang baku mutu limbah cair domestik. Hasil ini didapat setelah air limbah melalui
proses pengolahan pada IPAL, diantaranya

a. Bar screen
Screen pada proses pengumpulan air limbah difungsikan untuk membuang atau mengurangi
bahan pencemar padat (solid particle) yang akan berpengaruh terhadap pengolahan selanjutnya. Jenis
saringan berupa saringan kasar dengan bukaan screening 20 -102 mm. Saringan halus sebagai sarana
peningkatan efisiensi IPAL bukaannya kurang dari 0,5 inch. Efisiensi pada tahap ini 30 35 % beban
hidrolis.
b. Kolam ekualisasi
Kolam ekualisasi yang terdapat pada RS Pusat Pertamina ini berbentuk persegi panjang dan
terdapat dua buah kolam yang disusun secara seri. Berdasarkan kriteria desain, kedalaman minimum
yang diperbolehkan untuk sebuah bak ekualisasi adalah 1,5 2 meter, dan kedalaman yang dimiliki
oleh kolam ekualisasi di IPAL RS Pusat Pertamina ini adalah 3,9 m sehingga dapat disimpulkan
bahwa perencanaannya sudah sesuai.


Gambar 2. a. Bar Screen; b. Kolam Aerasi; c. Kolam Effluen; d. Sand-carbon filter

c. Kolam Aerasi
Kriteria desain yang diambil untuk mengevaluasi perencanaan kolam aerasi ini merupakan
kriteria desain untuk proses activated sludge, sesuai dengan proses yang terjadi pada IPAL RS Pusat
Pertamina ini. Berikut ini merupakan perhitungan waktu detensi untuk kolam aerasi berdasarakan
kondisi eksisting.
Kontrol Desain Kolam Aerasi
1. Waktu Aerasi (td)
Terdapat dua kolam aerasi yang disusun secara seri dengan dimensi yang sama.


(tidak memenuhi)
2. Organik Loading



kg / m
3
hari (tidak memenuhi)

d. Bak Sedimentasi
Lumpur yang mengendap pada dasar clarifier sebagian akan dipompakan ke tangki aerasi yang
kemudian akan diaerasi kembali. Bak sedimentasi yang terdapat pada IPAL RS Pusat Pertamina
memiliki bentuk persegi dengan panjang sisi 8 meter dan kedalaman 3,95 meter. Hal ini telah sesuai
dengan kriteria desain yang ditentukan untuk bak sedimentasi menurut Metcalf & Eddy (2003).
e. Kolam Klorinasi
Metode desinfeksi yang digunakan dalam IPAL RS Pusat Pertamina adalah pembubuhan klor.
Pada bak klorinasi ini harus terdapat sistem pembubuhan dan pengadukan antara klorin dengan air.
Pengadukan akan efektif jika terjadi aliran turbulen, oleh karena itu kolam klorinasi pada IPAL ini
dilengkapi dengan sistem baffle yang dapat menciptakan aliran turbulen yang dapat mengoptimalkan
pengadukan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan terhadap teknologi pengolahan air limbah di RS Pusat
Pertamina, menunjukkan air hasil olahan telah memeuhi kulitas baku mutu yang ditentukan oleh
peraturan daerah setempat. Namun, bila dilihat dari parameter BOD dan COD pada air limbah yang
belum diolah, menunjukkan konsentrasi yang kecil untuk limbah domestik dan cenderung sudah
mendekati baku mutu yang ditentukan. Oleh karena itu, pihak pengelola sebaiknnya melakukan
tinjauan lebih lanjut mengenai efisiensi pengolahan limbah cair domestik yang menggunakan proses
biologis ini dengan mempertimbangkan nilai BOD/COD yang kecil dan juga efisiensi pengolahan
yang terus menerus mengalami penurunan.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 2008. Pengaruh Limbah Rumah Sakit terhadap Kesehatann. FKUI
Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 tahun 2005
tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta. Jakarta
Metcalf & Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse. Mc Graw Hill. New Dehli
[admin],http://en.wikipedia.org/wiki/Sewage_treatment#Treatment_in_the_receiving_environment,
diakses tanggal 25 Juni 2012

You might also like