You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman sekarang ini banyak sekali penyakit yang diakibatkan oleh beragam
efek,misalnya banyak penyakit yang diakibatkan oleh obat yang di konsumsi oleh banyak
konsumen itu sendiri.Keamanan suatu obat dalam bidang kefarmasian sangatlah harus di
perhatikan agar tercapai efek dan sasaran dari kinerja obat tersebut. Hampir semua obat
pada dosis yang cukup besar dapat menimbulkan toksik dan pada akhirnya dapat
menimbulkan kematian. Untuk menilai keamanan dari suatu obat dalam bidang
farmakologi dilakukan percobaan terhadap bonatang coba. Keamanan dari dosis
maksimal yang diberikan pun harusnya terakurasi, dengan metode Penentuan LD 50
merupakan tahap untuk mengetahui keamanan bahan yang akan digunakan manusia
dengan menentukan besarnya dosis yang menyebabkan kematian 50% pada hewan uji
setelah pemberian dosis tunggal. LD50 bahan obat mutlak harus ditentukan karena nilai
ini digunakan dalam penilaian rasio manfaat (khasiat) dan daya racun.
Suatu sediaan obat selain harus mempunyai potensi juga harus terjamin
keamanannya. Keamanan suatu sediaan obat dapat dilihat dari nilai index terapeutiknya
yaitu suatu nilai yang merupakan perbandingan dari nilai LD 50 dengan ED 50. Yaitu
suatu tingkat dosis yang dapat membunuh (LD 50) atau menimbulkan efek (ED) pada 50%
hewan percobaan. Semakin lebar jarak nilai antara ED 50 dengan LD 50, semakin aman
sediaan obat tersebut. Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk menentukan LD 50
ini tapi yang paling banyak dipakai adalah metode yang dikembangkan oleh Kruskall dan
Wallis.
Sedangkan pada keracunan pestisida yang sering menimbulkan keracunan adalah
kelompok senyawa klor organik, senyawa fosfor organik dan karbanat, serta kelompok
pestisida alam termasuk didalamnya piretrum dan rotenone. Akan tetapi yang paling
banyak dijumpai dilapangan adalah senyawa fosfor organik dan karbanat.




1.2 Tujuan Praktikum
Mempelajari ED dan LD suatu sediaan obat dengan hewan percobaan katak.
Mempelajari batas keamanan suatu sediaan obat.
Mempelajari gejala dan penanganan keracunan pestisida

1.3 Hipotesis
A. LD 50
Di harapakan suatu sediaan obat mempunyai potensi, yang terjamin keamananya
dimana dapat dilihat dari suatu nilai indek terapeutiknya dengan perbandingan
nilai LD 50 dengan ED 50.
Pemberian Procain 2% dalam dosis 900 mg/kg BB secara subkutan pada hewan
coba katak, akan menimbulkan kematian satu atau lebih jumlah semua hewan
coba dalam waktu kurang lebih 2 jam.

B. Keracunan Pestisida
Pemberian insektisida tetraetilpirofosfat dengan mengolesi pada punggung tikus
yang telah dicukur, akan menimbulkan bintik-bintik merah pada punggung tikus.
Pemberian injeksi atropin sulfat secara intraperitoneal sebelum mengolesi
insektisida tetraetilpirofosfat pada punggung tikus, keracunan yang ditimbulkan
lebih lama dibandingkan pada tikus yang sebelumnya tidak di injeksi atropin
sulfat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Suatu sediaan obat selain harus mempunyai potensi juga harus terjamin
keamananya. Keamanan suatu sediaan obat dapat dilihat dari index terapeutiknya yaitu
nilai yang merupakan perbandingan dari nilai LD 50 dengan ED 50, yaitu tingkat dosis
yang dapat membunuh (LD 50) atau menimbulkan efek (ED 50) pada 50% hewan
percobaan. Semakin lebar jarak nilai antara ED dengan LD,semakin aman obat terserbut.
Menurut Environmental Protection Agency (EPA 2002), LD50 digunakan untuk
mengetahui kematian 50% hewan percobaan dalam 24-96 jam. Pengaruh LD50 secara
umum diukur menggunakan dosis bertingkat. Dosis bertingkat terdiri dari kelompok
kontrol dan beberapa tingkat dosis yang berbeda. Toksisitas akut dilakukan untuk
mengetahui respon hewan percobaan terhadap dosis yang diberikan. Penghitungan LD50
didasarkan pada jumlah kematian hewan percobaan. Pengamatan hewan percobaan
dilakukan selama 24 jam. Pada kasus tertentu sampai 7-24 hari (Donatus 1998).
Gejala yang timbul setelah pemberian obat merupakan hasil interaksi antara obat
dengan reseptor. Untuk mencapai reseptor dari tempat pemberiannya obat harus
mencapai reseptor, dari tempat pemberian obat yang diabsorbsi untuk kemudian
mencapai reseptor memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap onset obat.
Kisaran tingkat dosis yang digunakan yaitu dosis terendah yang hampir tidak
mematikan seluruh hewan percobaan dan dosis tertinggi yang dapat menyebabkan
kematian seluruh atau hampir seluruh hewan percobaan. Setiap hewan percobaan akan
memberikan reaksi yang berbeda pada dosis tertentu. Perbedaan reaksi akibat pemberian
suatu zat diakibatkan oleh perbedaan tingkat kepekaan setiap hewan (Guyton dan Hall
2002).
Banyak obat yang mencapai dan menduduki reseptor menentukan intensitas kerja
obat sedangkan lamanya obat berada di reseptor menentukan durasi atau lamanya kerja
obat. Selain mengalami absorbsi dan distribusi sebagian obat mengalami metabolisme
kemudian dieksresikan ke luar tubuh. Kecepatan metabolisme dan ekskresi dapat
menentukan cara kerja obat dan durasinya.
Setiap manupulasi yang berakibat pada perubahan kecepatan da jumlah obat yang
diabsorbsi, distribusi, mencapai reseptor, dimetabolisme, dan diekskresikan akan
mempengaruhi obat yang timbul. Dimana proses absorpsi juga berpebgaruh mengalami
perubahan sehingga memberikan absorpsi efek..
Mekanisme obat Aborpsi obat adalah proses penyerapan obat dari tempat mulai
dicerna sampai obat bekerja dan kadarnya tidak secara umum.
Metode Thomson dan Weil mulai digunakan pada tahun 1952. Metode Thomson
dan Weil memiliki kelebihan dari pada metode-metode sebelumnya. Metode Thomson
dan Weil mempunyai tingkat kepercayaan yang cukup tinggi (Anonimous 2006). Metode
ini merupakan metode yang sering digunakan karena tidak memerlukan hewan percobaan
yang cukup banyak. Perhitungan LD50 tidak menggunakan kertas probit logaritma. Uji
heterogenitas data tidak dilakukan dalam metode Thomson dan Weil (Anonimous 2006).
Metode ini menggunakan daftar perhitungan LD50 sehingga hasil lebih akurat. Bentuk
rumus dari metode Thomson dan Weil adalah sebagai berikut :
Perhitungan LD 50 dilakukan dengan rumus berikut :
Log LD 50 = Log D a + d (f + 1)
Untuk mengetahui kisaran LD 50 digunakan rumus :
Log LD 50 2 .df
Dimana : D = dosis terkecil yang digunakan
d = logaritma kelipatan
f = suatu factor pada tabel (di cari n=4, k=3 adalah jumlah katak per
kelompok)
k = jumlah kelompok mencit -1
df = dicari pada tabel ( n=4, K= 3)

Toksisitas banyak ditimbulkan karena efek dari obat yang diberikan pemeriksaan
obat dan zat kimia menjadi sangat rumit dan semuanya dilakukan untuk mencegah
kejadian yang dapat berefek pada hewan coba atau konsumen yang menkonsumsi suatu
obat tersebut.
Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia merupakan bagian dari toksikologi,
karena pergunaan harus diuji. Bila ada zat tambahan makanan atau yang terkontaminasi
tanpa sengaja atau yang lainnya maka haru memmperhatikan tahap tahap yang berlaku.
Suatu faktor keamanan kemudian diperhitungkannya untuk uji toksikologi. Jadi harus
diperhatikannya.
Hasil LD 50 zat kimia atau obat sering diambil sebagai patokan pada manusi jika
tidak yang menyarankan pada efek lain. Efek yang terjadi biasanya keracunan.
Lethal Dose 50 adalah suatu besaran yang diturunkan secara statistik, guna
menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau
menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan coba setelah perlakuan. LD 50
merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis
letal. Ada beberapa pendapat yang menyatakan tidak setuju, bahwa LD 50 masih dapat
digunakan untuk uji toksisitas akut. Namun ada juga beberapa kalangan yang masih
setuju, dengan pertimbangan: pemberian, suhu lingkungan, kelembaban, sirkulasi udara.

Dalam mencari harga LD 50 diperlukan ketepatan atau jika dilihat dari taraf
kepercayaan tertentu, harga tersebut hanya sedikit sekali bergeser dari harga sebenarnya,
atau berada pada rentang atau interval yang sempit.
Untuk mencapai tujuan itu, Weil memanfaatkan tabel yang dibuat oleh Thompson
dan Weil (1952). Pada penggunaan tabel itu, percobaan harus memenuhi beberapa syarat
berikut:
1) Jumlah hewan uji tiap kelompok peringkat dosis sama.
2) Interval merupakan kelipatan (d) atau faktor geometrik (R) tetap.
3) Jumlah kelompok paling tidak 4 peringkat dosis. Jika umumnya digunakan K=3 maka
jumlah kelompok harus paling tidak (K+1) peringkat dosis.
Da adalah dosis terendah, f adalah faktor yang diperoleh dari tabel Thompson dan
Weil, dan d adalah logaritma kelipatan dosis (Ngatidjan, 1997).
Menurut Farmakope Indonesia III penelitian toksisitas akut harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
1) Menggunakan seri dosis dengan pengenceran berkelipatan harus tetap.
2) Jumlah hewan percobaan atau biakan jaringan tiap kelompok harus sama.
3) Dosis diatur sedemikikan rupa, sehingga memberikan efek dari 0% sampai 100%.
Striknin
Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap
transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan pascasinaps, dimana glisin
juga bertindak sebagai transmiter penghambat pascasinaps yang terletak pada pusat
yanng lebih tinggi di SSP. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat ini merupakan
obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan coba konvulsi ini berupa
ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini
berbeda dengan konvulsi oleh obat yang merangsang langsung neuron pusat.
Sifat khas lainnya dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang
diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan perabaan.
Konvulsi seperti ini juga terjadi pada hewan yang hanya mempunyai medula spinalis.
Striknin ternyata juga merangsang medula spinalis secara langsung. Atas dasar ini efek
striknin dianggap berdasarkan kerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut
konvulsi spinal. (Louisa dan Dewoto, 2007)

Pestisida merupakan senyawa kimia pembunuh hama yang banyak digunakan di
berbagai bidang dengan tujuan untuk mengurangi gangguan organisme pengganggu. Pestisida
adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama
dalam arti luas (jasad pengganggu). Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan
cida yang berarti pembunuh. Pestisida artinya pembunuh hama (jasad pengganggu) yang
bertujuan meracuni hama, tetapi kurang cocok atau tidak meracuni tanaman atau hewan
(Triharso 1994).
Pestisida meliputi insektisida, fungisida, herbisida, nematisida dan rodentisida
(Prasojo 1984). Insektisida adalah pestisida yang paling sering menimbulkan keracunan
selain herbisida, dibandingkan pestisida lainnya. Hal ini disebabkan oleh penggunaannya di
masyarakat yang semakin meningkat terutama berkaitan dengan serangga kesehatan.
Insektisida yang telah dikenal sebagai pemberantas hama tanaman yaitu insektisida
organis dan insektisida sintetis. Insektisida sintetis mengandung racun yang lebih berbahaya
terhadap manusia dan ternak dibandingkan dengan insektisida organis (Soetodjo 1989). Saat
ini penggunaan insektisida sintetis semakin banyak karena daya bunuhnya terhadap serangga
lebih hebat.
Pestisida dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam. Menurut Prasojo (1984), ditinjau
dari jenis binatang maupun tanaman yang akan dilawan, pestisida terdiri dari bakterisida
(mematikan bakteri), fungisida (mematikan cendawan/jamur), herbisida (mematikan tumbuhan
pengganggu), nematisida (mematikan bangsa nematoda), insektisida (mematikan serangga), dan
rodentisida (mematikan rodentia). Ditinjau dari wujudnya, pestisida dibedakan atas bentuk padat
(dust dan butiran/granule), bentuk cairan (wettable powder, soluble powder dan emulsfiiable
concentrate), dan bentuk gas/asap. Berdasarkan cara kerja, pestisida dibedakan atas racun perut
(stomach poison), racun kontak (contact poison), racun sistemik (systemic poison), fumigant,
attracttant dan repellent.








BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan penentuan LD 50
Larutan prokain atau strignin
Katak
Timbangan hewan
Alat suntik

3.2 Cara Kerja
a. penetuan LD 50
Suntikan prokain atau strignin secara subkutan pada 4 katak yg telah di hitung
masing-masing dosisnya.
Kelompok I: 400 mg/kg bb
Kelompok II :600 mg/kg bb
Kelompok III :900mg/kg bb
Kelompok IV :1350mg/kg bb

b. Keracunan Pestisida
Alat yang digunakan :
Timbangan hewan
Spuit
Alat pencukur
Pengukur waktu (stopwatch)
Kapas
Bahan yang digunakan :
Hewan coba mencit
Larutan atropin sulfat 0,1%
Sediaan insektisida yang mengandung tetraetilpirophosphate/TEPP (baygon)



Cara Kerja
1. Prosedur A
Diamati kondisi biologis hewan coba.
Dicukur bulu tikus didaerah punggung.
Dioleskan TEPP pada punggung tikus yang telah dicukur dengan kapas secara
hati-hati.
Diamati waktu mulai timbulnya gejala keracunan.
Diamati gejala keracunan.
Dicatat waktu kematian tikus bila ada.
Bila pada pengolesan pertama gejala belum terlihat dilakukan pengulangan
pengulasan setiap 10 menit sampai gejala muncul.
2. Prosedur B
Disuntikkan atropin sulfat 0,1% dosis 1mg/kg bb ip
Dilakukan pengolesan 15 menit setelah pemberian atropin sulfat
Pengamatan dilakukan seperti pada tikus yang pertama















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan dan Perhitungan
Katak kelompok 1
Sebelum
disuntik
Sesudah disuntik Waktu onset
Katak 1
Katak 2
Katak 3
Katak 4
Lemas
Lincah
Lincah
Lincah
Menit pertama kejang
tetonik
Menit pertama kejang
tetonik
Menit pertama kejang
tetonik
Menit pertama kejang
tetonik

5 menit 20 detik
6 menit 32 detik
8 menit 30 detik
8 menit 32 detik


Katak kelompok 2
Sebelum
disuntik
Sesudah disuntik Waktu onset
Katak 1
Katak 2
Katak 3
Katak 4
Lemas
Lincah
Lincah
Lincah
Menit pertama kejang
tetonik
Menit pertama kejang
tetonik
Menit pertama kejang
tetonik
Menit pertama kejang
5 menit 20 detik
6 menit 32 detik
8 menit 30 detik
8 menit 32 detik

tetonik



Katak kelompok 3
Sebelum
disuntik
Sesudah disuntik Waktu onset
Katak 1
Katak 2
Katak 3
Katak 4
Lemas
Lincah
Lincah
Lincah
Menit pertama kejang
tetonik
Menit pertama kejang
tetonik
Menit pertama kejang
tetonik
Menit pertama kejang
tetonik

5 menit 20 detik
6 menit 32 detik
8 menit 30 detik
8 menit 32 detik


Katak kelompok 4
Sebelum
disuntik
Sesudah disuntik Waktu onset
Katak 1
Katak 2
Katak 3
Katak 4
Lemas
Lincah
Lincah
Lincah
Menit pertama kejang
tetonik
Menit pertama kejang
tetonik
Menit pertama kejang
tetonik
Menit pertama kejang
tetonik
5 menit 20 detik
6 menit 32 detik
8 menit 30 detik
8 menit 32 detik



Perhitungan dosis

Katak kelompok 1
Katak 1

400 mg
kg/BB 1000
400 mg
33,5 g 1000
=


= 13,4 mg

konsentari yang di suntikkan :
2000 13,4 mg
100 y
y =


y = 0,67 ml

Katak 2
400 mg
88,4 g 1000
=


= 35,36 mg


2000 35,36 mg
100 y
y =


y = 1.70 ml

Katak 3

400 mg
44,3 g 1000
=


= 17,72 mg

2000 17,72 mg
100 y
y =


y = 0,886 ml

Katak 4

400 mg
78,4 g 1000
=


= 31,36 mg

2000 31,36 mg
100 y
y =


y = 1.568 ml

Katak kelompok 2
Katak 1
600 mg
46,7 g 1000
=


= 28,02 mg

2000 28,02 mg
100 y
y =


y = 1,401 ml

Katak 2
600 mg
93,7 g 1000
=


= 56,22 mg

2000 56,22 mg
100 y
y =


y = 2,811 ml

Katak 3
600 mg
49,6 g 1000
=


= 29,76 mg



2000 29,76 mg
100 y
y =


y = 1,488 ml

Katak 4
600 mg
47,5 g 1000
=


= 28,5 mg

2000 28,5 mg
100 y
y =


y = 1,425 ml

Katak kelompok 3
Katak 1
900 mg
52,8 g 1000
=


= 47,52 mg

2000 47,52 mg
100 y
y =


y = 2,375 ml

Katak 2
900 mg
86,9 g 1000
=


= 78,21 mg

2000 78,21 mg
100 y
y =


y = 3,91 ml


Katak 3
900 mg
46,0 g 1000
=


= 41,4 mg

2000 41,4 mg
100 y
y =


y = 2,0 ml

Katak 4
900 mg
95,2 g 1000
=


= 85,68 mg

2000 85,68mg
100 y
y =


y = 4,3 ml

Katak kelompok 4
Katak 1
1350 mg
89,0 g 1000
=


= 120,15 mg

2000 120,15 mg
100 y
y =


y = 6,0 ml

Katak 2
1350 mg
58,5 g 1000
=


= 78,975 mg

2000 78,975 mg
100 y
y =


y = 3,94 ml

Katak 3
1350 mg
89,3 g 1000
=


= 120,555mg

2000 120,55 mg
100 y
y =


y = 6,02 ml

Katak 4
1350 mg
49,5 g 1000
=


= 66,825 mg

2000 66,825 mg
100 y
y =


y = 3,34 ml
Waktu onset
Katak Kelompok
1
Katak Kelompok
2
Katak Kelompok
3
Katak Kelompok
4
Katak 1
Katak 2
Katak 3
Katak 4
49 menit 39 detik
34 menit 38 detik
50 menit 48 detik
-
17 menit 19detik
8 menit 12 detik
9 menit 22 detik
8 menit 42 detik

9 menit 39 detik
5 menit 48 detik
8 menit 15 detik
8 menit 35 detik
5 menit 30 detik
10 menit
3 menit 48 detik
13 menit 55 detik

Data kodok yang hidup dan yang mati
Kelompok Hidup Mati
katak kelompok 1 1 3
katak kelompok 2 - 4
Katak kelompok 3 - 4
Katak kelompok 4 - 4

Perhitungan LD 50
Log LD 50 = log D + d ( f + 1 )
d = log 600/400 =log 900/600=log 1350/200= log 1 = 0,176
f = 0,000
df = 0,28868
Log LD50 = log 400 + log 1 1/2 (f +1 )
= 2,602 + 0,303
= 2,91
LD 50 = 812,83 mg/kg
Kisaran dari LD 50
Log Ld50 2d. f
2,91 2 log 1 x 0,28868
2,91 2 x 0,176 x 0,28868
2,91 0,1016
2,8084.....3,0116
Anti log dari harga 2,8084 dan 3,0116, maka kisaran LD 50 adalah : mg/kg sampai mg/kg


b. kelompok 2
Log LD 50 = log D + d ( f + 1 )
d = log 600/400 =log 900/600=log 1350/200= log 1 = 0,176
f = 0,000
df = 0,28868
Log LD50 = log 600 + log 1 1/2 (f +1 )
= 2,778 + 0,303
= 3,081
LD 50 = 0,4885 mg/kg
Kisaran dari LD 50
Log Ld50 2d. f
0,4885 2 log 1 x 0,28868
0,4885 2 x 0,176 x 0,28868
0,4885 0,1016
0,3869.....0,5901
Anti log dari harga 0,3869dan 0,5901, maka kisaran LD 50 adalah : mg/kg sampai mg/kg
c. kelompok 3
Log LD 50 = log D + d ( f + 1 )
d = log 600/400 =log 900/600=log 1350/200= log 1 = 0,176
f = 0,000
df = 0,28868
Log LD50 = log 900 + log 1 1/2 (f +1 )
= 2,954 + 0,303
= 3,257
LD 50 = 3,257 mg/kg
Kisaran dari LD 50
Log Ld50 2d. f
3,257 2 log 1 x 0,28868
3,257 2 x 0,176 x 0,28868
3,257 0,1016
3,1554.....3.3586
Anti log dari harga 3,1554 dan 3.3586, maka kisaran LD 50 adalah : mg/kg sampai mg/kg

d. kelompok 4
Log LD 50 = log D + d ( f + 1 )
d = log 600/400 =log 900/600=log 1350/200= log 1 = 0,176
f = 0,000
df = 0,28868
Log LD50 = log 1350 + log 1 1/2 (f +1 )
= 3,13 + 0,303
= 3,433
LD 50 = 3,433mg/kg
Kisaran dari LD 50
Log Ld50 2d. f
3,433 2 log 1 x 0,28868
3,433 2 x 0,176 x 0,28868
3,433 0,1016
3,3314.....3,5346
Anti log dari harga 3,3314dan 3,5346, maka kisaran LD 50 adalah : mg/kg sampai mg/kg

a. Keracunan Pestisida
Berat badan tikus = 97,6 gram
Konsentrasi = 0,1% = 0,1 g/100 ml = 10mg/100ml








Atropin sulfat yang disuntikkan :



a. Tabel keadaan normal tikus yang di oleskan baygon tanpa penyuntikan atropin
sulfat
Pengamatan
Berat badan
Frekuensi
jantung
Laju nafas
Refleks
Tonus otot
Kesadaran
Rasa nyeri
Gejala lain :
Urinasi
Salivasi
96,0 gram
108 /menit
112 /menit
+++
+++
+++
+++

-
+++
+++
+++
Defekasi +++

b. Tabel keadaan normal tikus dengan penyuntikan atropin sulfat
Pengamatan Sebelum perlakuan
Berat badan
Frekuensi jantung
Laju nafas
Refleks
Tonus otot
Kesadaran
Rasa nyeri
Gejala lain :
Urinasi
Salivasi
Defekasi

97,6 gram
140/menit
120/menit
+++
+++
+++
+++

+++
+++
+++

Tabel hasil pengamatan
Perlakuan
terhadap
hewan coba
Waktu Pengamatan
I (10menit) II (10 menit) III (10 menit )
Tikus yang
hanya di oleskan
baygon
Pada menit ke 5
timbul sedikit
bintik-bintik
merah.

Pada menit ke 15,
bintik bintik
merah agak
banyak.
Aktivitas tikus
menurun
Timbul iritasi
pada kulit dan
bintik bintik
merah semakin
banyak.
Tikus menjadi
diam
Tikus yang
disuntikan
atropin sulfat dan
di oleskan
baygon
Kondisi tikus
tetap stabil
Pada menit ke 15
di oleskan baigon
Tidak
menunjukan
adanya iritasi n
bintik merah


4.2 Pembahasan
Penentuan LD 50 dengan metode Thommson dan Weil
Dosis efektif 50% adalah dosis suatu obat yang dapat berpengaruh terhadap 50%
dari jumlah hewan yang diuji, sedangkan, dosis lethal 50% adalah, dosis suatu obat atau
bahan kimia yang dapat menyebabkan kematian sampai 50% dari jumlah hewan yang
diuji.
Bahan racun adalah semua bahan kimia yang dapat menyebabkan
kerusakan/kesakitan pada makhluk hidup. Sebagai akibat dari kerusakan tersebut ialah
adanya gangguan pada struktur anatomi dan fisiologik dari jaringan yang menderita,
bahkan dapat menimbulkan kematian. Semua bahan kimia mungkin akan beracun bila
diberikan berlebihan atau rute pemberian yang tidak lazim.
Pada praktikum kali ini, bahan yang digunakan adalah striknin, praktikum ini
bertujuan agar mahasiswa mampu menentukan nilai ED dan LD50 suatu sediaan , dan
agar mengetahui batas keamanannya dalam teraupetik. Striknin sendiri tidak dipakai
untuk kepentingan teraupetik, tetapi hanya untuk percobaan dalam membantu
perkembangan didalam ilmu pengetahuan.
Dalam literatur efek samping serius dari pemberian prokain adalah hipersensitasi,
yang kadang-kadang pada dosis rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian
serta reaksi alergi terhadap kombinasi prokain penisilin.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, jumlah kematian katak
kelompok 1 adalah 3 selama 2 jam dengan prokain konsentrasi 2% dan dosis
400mg/kgBB yang hidup hanya 1 pada kelompok 1, kelompok 2 adalah 4 selama 2 jam
dengan prokain konsentrasi 2% dan dosis 600mg/kgBB, kelompok 3 adalah 4 selama 2
jam dengan prokain konsentrasi 2% dan dosis 900mg/kgBB, kelompok 4 adalah 4 selama
2 jam dengan prokain konsentrasi 2% dan dosis 1350mg/kgBB. Hasil nilai LD 50 yaitu
didapatkan nilai sebesar 2,8084mg/kg dan 3,0116mg/kg maka kisaran dari LD 50 ini
didapat sampai 1.044,9608 mg/kg bb. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai
letal dosis suatu zat, maka tingkat kematian hewan percobaan semakin tinggi. Semakin
kecil nilai LD50 menunjukkan sediaan tersebut semakin beracun.

Keracunan Pestisida
Pada percobaan ini pestisida yang digunakan adalah sediaan insektisida komersial
yaitu baygon yang mengandung racun tetraethilpirophosphate. Hewan coba yang
digunakan adalah 2 ekor tikus. Punggung tikus dicukur untuk tempat masuknya pestisida
kedalam tubuh tikus, kemudian akan menimbulkan efek keracunan. Cara masuk racun
pestisida pada hewan yaitu bisa melalui kulit. Gejala yang ditimbulkan dari keracunan
pestisida ini yaitu tikus mengalami keracunan ditandai dengan iritasi kulit yaitu terdapat
bintik-bintik merah, dan aktivitas tikus menjadi lebih menurun yang tadinya agresif
kemudian setalah diberi TEPP menjadi sangat diam. Penanganan keracunan pestisida
dengan memberikan atropin sulfat, tikus yang disuntikkan atropin sulfat secara
intraperitoneal tikus tetap dalam keadaan stabil kemudian di menit ke 15 di oleskan
baygon tidak menimbulkan adanya iritasi dan bintik merah. Hal ini dapat terjadi karena
atropin sulfat merupakan senyawa antimuskarinik yang bekerja sebagai antagonis
kompetitif asetilkoline pada reseptor muskarinik dan juga merupakan parasimpatolitik
yang menghambat pelepasan asetil kolin di ganglion parasimpatik sehingga menghambat
respon stimulasi divisi parasimpatik sehingga racun sejenis pestisida dapat dihambat.



KESIMPULAN

Dosis efektif 50% adalah dosis suatu obat yang dapat berpengaruh terhadap 50% dari
jumlah hewan yang diuji, sedangkan, dosis lethal 50% adalah, dosis suatu obat atau
bahan kimia yang dapat menyebabkan kematian sampai 50% dari jumlah hewan yang
diuji.
Semakin tinggi nilai LD50 suatu zat, maka tingkat kematian hewan percobaan semakin
tinggi. Semakin kecil nilai LD50 menunjukkan sediaan tersebut semakin beracun atau
semakin rendah keamanannya, maka sediaan tersebut perlu perhatian dalam
penggunaannya.
Tikus yang diberikan atropin sulfat menunjukkan gejala keracuanan lebih lambat dari
pada tikus yang tidak diberikan atropine sulfat.















DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2006. Buku Penuntun Praktikum Toksikologi. FKH IPB.
Connel DW dan Miller GJ. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Yanti K, Penerjemah.
Penerbit University Indonesia. Jakarta. Terjemahan dari Chemistry and Toxicology of
Pollution.
Donatus. 1998. Toksikologi Dasar. Yogyakarta. UGM Press.
EPA. 1998. Health effect Test Guidlines. OPPTS 870.1100. Acute Toxicity Testing- Acute
Oral Toxicity. EPA 712-C-98-190.
Guyton AC dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Setiawan I, Tengadi
KA, Santoso A, Penerjemah: Setiawan I, Editor. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Terjemahan dari : Textbook of Medical Physiology.
Katzung, BG 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. EGC : Jakarta
Mien R & E. Mulyati.2013. Penuntun Praktikum Farmakologi Toksikologi. FMIPA : UNPAK
Bogor.

You might also like