You are on page 1of 1

Mensyukuri yang Sedikit

Publikasi: 17/06/2004 17:46 WIB


eramuslim - Orang yang tidak pernah memuji Allah atas nikmat air dingin yang
bersih dan segar, ia akan lupa kepada-Nya jika mendapatkan istana yang indah,
kendaraan yang mewah, dan kebun-kebun yang penuh buah-buahan yang ranum.
Orang yang tidak pernah bersyukur atas sepotong roti yang hangat, tidak akan
pernah bisa mensyukuri hidangan yang lezat dan menu yang nikmat. Orang yang
tidak pernah bersyukur dan bahkan kufur tidak akan pernah bisa membedakan antara

yang sedikit dan yang banyak. Tapi ironisnya, tak jarang orang-orang seperti itu

yang pernah berjanji kepada Allah bahwa ketika nanti Allah menurunkan nikmat
kepadanya dan menyirami mereka dengan nikmat-nikmat-Nya maka mereka akan
bersyukur, memberi dan bersedekah.
Dan, di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, "Sesungguhnya
jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan
bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh." Maka setelah
Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan
karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu
membelakangi (kebenaran). (QS At-Taubah: 75-76)
Setiap hari kita banyak melihat manusia model ini. Hatinya hampa, pikirannya
kotor, perasaannya kosong, tuduhannya kepada Rabbnya selalu yang tidak senonoh,
yang tidak pernah memberi karunia yang besarlah, tidak pernah memberinya
rezkilah, dan yang lainnya. Dia mengucapkan itu ketika badannya sangat sehat dan

serba kecukupan. Dalam kemudahan yang baru seperti itu saja, dia sudah tidak
bersyukur. Lalu bagaimana jika harta yang melimpah, rumah yang indah, dan istana

yang megah telah menyita waktunya? Yang pasti dia akan lebih kurang ajar dan
akan lebih banyak durhaka kepada Rabbnya.
Orang yang bertelanjang kaki, karena tidak punya alas kaki mengatakan, "Saya
akan bersyukur jika Rabbku memberiku sepatu." Tapi orang yang telah memiliki
sepatu akan menangguhkan syukurnya sampai dia mendapatkan mobil mewah.
Kurang ajar sekali. Kita mengambil kenikmatan itu dengan kontan, namun
mensyukurinya dengan mencicil. Kita tak pernah bosan mengajukan
keinginan-keinginan kita, tapi perintah-perintah Allah yang ada di sekeliling
kita lamban sekali dilaksanakan.
***
Sumber: Laa Tahzan (Jangan Bersedih!), karya Dr. Aidh Al-Qarni, terbitan Qisthy
Press.

You might also like