You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Metode pengolahan air limbah dengan menggunakan system Lumpur Aktif Konvensional
merupakan metode yang banyak digunakan dalam pengolahan air limbah di industry.
Terdapat beberapa alas an yang mendasari hal tersebut yakni efisiensi pengolahan cukup
tinggi (penyisihan BOD + 85 %), desain reaktornya sderhana, dan rentang dari jenis limbah
cair yang dapat diolah cukup luas. Alasan yang lain yaitu kandungan organic dalam libah
industry masih berada dalam rentang yang sesuai untuk diolah dengan menggunakan metode
ini.

1.2 Tujuan Percobaan
Setelah melaksanakan praktikum ini, mampu :
Menentukan konsentrasi awal kandunga organic dalam lumpur aktif dan konsentrasi
kandungan organic sertelah percobaan berlangsung selama seminggu,
Menentukan kandungan mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang mewakili
kandungan mikroorganisme dalam lumpur aktif
Menentukan konsentrasi nutrisi bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah dalam
lumpur aktif
Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan bahan
organic yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam lumpur aktif
terhadap kandungan bahan organic mula-mula.





BAB II
LANDASAN TEORI

Proses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara anaerobik dan secara
aerobic. Pada pengolahan air limbah secara anaerobik mikroorganisme pendekomposisi bahan-
bahan organic dalam air limbah akan terganggu pertumbuhannya atau bahkan akan mati jika
terdapat oksigen bebas (O
2
) dalam sistem pengolahannya. Dalam pengolahan air limbah secara
aerobic mikroorganisme mengoksidasi dan mendekomposisi bahan-bahan organik dalam air
limbah dengan menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam
mikroorganisme. Pada waktu yang sama mikroorganisme mendapat energy sehingga
mikroorganisme baru dapat bertumbuh.
Berdasarkan pertumbuhan mikroba dalam peralatan pengolah air limbah terdapat dua
macam pertumbuhan mikroorganisme yakni pertumbuhan secara tersuspensi dan pertumbuhan
secara terlekat. Pertumbuhan mikroba secara tersuspensi dalah tipe pertumbuhan mikroba
dimana mikroba pendegradasi bahan-bahan organik bercampur secara merata dengan air limbah
dalam peralatan pengolah air limbah. Sedangkan pertumbuhan mikroba secara terlekat adalah
jenis pertumbuhan mikroba yang melekat pada bahan pengisi yang terdapat pada peralatan
pengolah air limbah. Contoh peralatan pengolah air limbah secara anaerobic yang menggunakan
system pertumbuhan mikroba tersuspensi diantaranya yaitu Laguna Anaerobik dan UP-Flow
Anaerobic Sludge Blanked. Sedangkan filter Anaerobik, dan Anaerobic Fluidized Bed Reactor
merupakan contoh peralatan pengolah air limbah/reactor yang menggunakan system
pertumbuhan mikroba terlekat secara anaerobic. Contoh peralatan pengolahan airlimbah yang
menggunakan system pertumbuhan mikroba tersuspensi secara aerobic diantaranya yaitu
Lumpur Aktif dan Laguna Teraerasi. Sedangkan reactor yang menggunakan system
pertumbuhan mikroba terlekat secara aerobic diantaranya yaitu Trickling Filter, dan Rotating
Biological Contractor.
Reaksi dekomposisi/degradasi bahan organic secara aerobic dan reaksi pertumbuhan
mikroorganisme yang terjadi dalam system pengolahan air limbah ditunjukan sebagai berikut:
[bahan organic] + O
2
+ nutrisi CO
2
+ NH
3
+ mikroba baru + produk akhir yang lain(1)
[mikroba] + 5O
2
5CO
2
+ 2H
2
O + NH
3
+ energi ..(2)
Proses degradasi bahan-bahan organic dan proses pertumbuhan mikroba dapat
berlangsung dengan baik jika terdapat kondisi lingkungan yang mendukung. Derajat keasaman
(pH) yang relative netral, yaitu pH 6,5 8,0; suhu normal, yaitu dalam rentang 23-35
0
C; dan
tidak terdapat senyawa toksik yang merugikan. Kondisi lingkungan diatas dan tersedianya
peralatan pengolah air limbah merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk berlangsungnya
proses pengolahan secara efektif.
Proses pengolahan secara biologi yang paling sering digunakan adalah proses pengolahan
dengan menggunakan metode Lumpur Aktif. Metode ini memanfaatkan kerja mikroba aktif yang
mendegradasi bahan-bahan organic secara aerobic. Karena mikroba aktif ini wujud fisiknya
menyerupai lumpur maka kemudian disebut sebagai lumpur aktif. Selain metode lumpur aktif
secara konvensional terdapat beberapa modifikasi metode lumpur aktif seperti Oxidation Ditch,
Extended Aeriation Activated Sludge, Sequencing Batch Reactor, dan Contact Stabilization.
Namun pada prinsipnya semua metode mempunyai fungsi yang serupa sehingga kemiripan
komponen-komponen unitnya. Terdapat empat komponen dalam metode Lumpur Aktif yakni
Tangki Aeriasi, tangki pengendap, Sistem Pengendalian Lumpur, dan Sistem Pembubuhan
Nutrisi. Ketiga komponen unit dilakukan secara otomatis tetapi Unit Pembubuhan Nutrisi
biasanya dilakukan secara manual.
Sistem Lumpur Aktif Konvensional sudah dikenal masyarakat industry sejak lama. Dlam
aplikasi di lapangan/industri alur pengoperasian proses lumpur aktif konvensional dapat dilihat
pada Gambar 1.
Penyuntingan udara kedalam tangki aerasi dilakukan secara difusi (penyemprotan) atau
secara mekanis atau gabungan keduanya. Di depan Tangki Aerasi terdapat Tangki
Pengendap/Sedimentasi Primer diperuntukkan bagi pengendapan partikel-partikel padatan
terendapkan (settleable solid) yang berukuran > 1,2 m. Sedangkan tangki sedimentasi akhir
yang biasa disebut dengan Clarifier berfungsi untuk mengembalikan sebagai lumpur aktif yang
terbawa oleh aliran efluen. Sekitar 2 30 % lumpur yang masuk ke dalam Clarifier dikirim
kembali ke Tangki Aerasi sedangkan lumpur yang lainnya dibiarkan selama 2 3 jam dalam
tangki sedimentasi akhir untuk diendapkan. Setelah diendapkan sedimen lumpur dalam clarifier
dikerok dan dibuang dalam pengumpul lumpur. Lumpur dalam pengumpul lumpur dibuang
dengan cara pengentalan (thickening) dan dehidrasi.
Nutrisi/makanan yang diberikan bagi mikroorganisme pendegradasi limbah dalam
Lumpur Aktif Konvensional diberikan sesuai dengan perbandingan BOD:N:P=100:5:1. Glukosa
digunakan sebagai sumber karbon, KNO3 sebagai sumber nitrogen, dan KH2PO4 sebagai
sumber pospor. Dalam percobaan ini nutrisi yang diberikan bagi mikroba berupa air limbah
sintetis. Hal ini dimaksudkan agar penentuan efisiensi pengolahan limbah dalam Lumpur Aktif
Konvensional dapat dihitung dengan lebih akurat.
Air limbah beserta mikroba tersuspensi dalam air limbah tersebut biasa disebut dengan
mixed liquor. Untuk mengetahui kuantitas mikroba pendekomposisi atau pendegradasi air
limbah maka ditentukan dengan mengukur kandungan padatan tersuspensi yang mudah menguap
(mixed liquor volatile suspende solids/MLVSS) dalam reactor. Rasio kuantitas nutrisi yang
ditambahkan kedalam mixed liquor terhadap kuantitas mikroba tersuspensi digunakan sebagai
ukuran sehat tidaknya pertumbuhan mikroba tersebut. Rasio food to microorganism (F/M) yang
ideal untuk system lumpur aktif konvensional berkisar antara 0,2 0,5 kg BOD/hari/kg MLVSS.
Jika rasio F/M terlalu besar maka akan terdapat dominasi pertumbuhan bakteri filamen yang
menyebabkan lumpur aktif sulit mengendap. Jika F/M terlalu kecil maka akan terbentuk busa
yang berasal dari pertumbuhan bakteri pembentuk busa. Maka nilai F/M yang ideal merupakan
parameter kunci yang menjadi acuan keberhasilan pengoperasian system lumpur aktif.
Proses lumpur aktif erupakan proses pengolahan secara biologis aerobic dengan
mempertahankan jumlah massa mikroba dalam suatu reaktor dan dalam keadaan tercampur
sempurna. Suplai oksigen adalah mutlak dari peralatan mekanis, yaitu aerator dan blower, karena
selain berfungsi untuk suplai oksigen juga dibutuhkan pengadukan yang sempurna. Perlakuan
untuk memperoleh massa mikroba yang tetap adalah dengan melakukan resirkulasi lumpur dan
pembuangan lumpur dalam jumlah tertentu. Pengaturan jumlah massa mikroba dalam sistem
lumpur aktif dapat dilakukan dengan baik dan relatif mudah karena pertumbuhan mikroba dalam
kondisi tersuspensi sehingga dapat terukur dengan baik melalui analisa laboratorium. Tetapi jika
dibandingkan dengan sistem sebelumnya operasi sistem ini jauh lebih rumit. Khususnya untuk
limbah industri dengan karakteristik khusus.
Permasalahan dalam lumpur aktif antara lain :
Membutuhkan energi yang besar
Membutuhkan operator yang terampil dan disiplin dalam mengatur jumlah massa
mikroba dalam reaktor
Membutuhkan penanganan lumpur lebih lanjut.



















BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan bahan
Alat
Labu Erlenmeyer 250 ml 2 buah
Corong Buchner 1 buah
Cawan porselin 2 buah
Desikator 1 buah
Oven 1 buah
Furnace 1 buah
Hach COD Digester 1 buah
Tabung Hach 3 buah
Buret lengkap dengan dosimat 1 buah
Bahan
Glukosa
KNO
3

FAS
Indicator ferroin
H2SO4
HgSO4
Kertas saring
3.2 Flow chart kerja
3.2.2 Penentuan kandungan organic (Chemical Oxygen Demand) dari sampel












1.5ml H
2
SO
4


3.5ml
Kalium bikromat
2.5 ml sampel
Tabung Hach
Hach COD Digester selama 2 jam
pada suhu 150
0
C
Mengeluarkan tabung Hach dan
biarkan dingin pada udara terbuka

Indicator ferroin
2 atau 3 tetes






3.2.3 Penentuan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)


















endapan




Terjadi perubahan warna dari hijau
menjadi coklat
Lakukan percobaan untuk aquadest
sebagai blanko
Cawan pijar Kertas saring
Furnace

Oven

Pemanasan selama 1
jam pada suhu 600
0
C

Pemanasan selama 1
jam pada suhu 105
0
C
Menimbang (a gram)

Menimbang (b gram)
Desikator

40 ml sampel air
limbah
Menyaring Filtrat
Memasukan kertas saring yang
berisi endapan kedalam cawan
pijar
Memanaskan dalam oven pada
suhu 105
0
C selama 1 jam












3.2.4 Penentuan kandungan nutrisi bagi mikroorganisme

















Menimbang cawan yang berisi
kertas saring(c gram)
Memanaskan dalam furnace
pada suhu 600
0
C selama 2 jam
Menimbang cawan yang berisi
kertas saring(c gram)
300 mg BOD/L dengan
perbandingan BOD:N:P = 100:5:1

Glukosa
Dicampurkan dalam aquadest 100 ml
Nitrogen dari
KNO
3

Phospor dari
KH
2
PO
4

Memasukan larutan nutrisi kedalam
tangki lumpur aktif
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEGOLAHAN DATA

4.1 Penentuan Kandungan COD dari sampel
Volume titrasi blanko = 2.858 ml
Volume titrasi sampel = - (tidak terjadi perubahan warna)

Oleh karena itu kandungan COD tidak dapat ditentukan


4.2 Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspenden Solid (MLVSS)
Berat cawan kosong (a) = 29.79 gram
Berat kertas saring (b) = 0.7391 gram
Berat cawan + sampel setelah pemanasan selama 1 jam (c) = 31.56 gram
Berat cawan + sampel setelah pemanasan selama 2 jam (d) = 30.38 gram
Berat sampel setelah pemanasan 1 jam = 1.77 gram
Berat sampel setelah pemanasan 2 jam = 1.18 gram

TTS (mg L) =


x 10
6

=

x 10
6

= 44250 mg/L

VSS (mg / L) =


x 10
6

=

x 10
6

= 29500 mg/L

FSS (mg /L) = TSS VSS
= 44250 29500
= 14750 mg/L
4.3 Penentuan Konsentrasi Nutrisi bagi Mikroorganisme
C
6
H
12
O
6
+ 6 O
2
6 CO
2
+ 6 H
2
O
1 mol C
6
H
12
O
6
= 6 mol O
2

Mr C
6
H
12
O
6
= 180
Mr 6O
2
= 6 (32) = 192

Maka, jumlah yang ditambahkan untuk :
Glukosa =

x 11 L x 300 mg/L
=

x 11 L x 300 mg/L
= 3093,75 mg = 3.09 gram
Beradasarkan perbandingan BOD : N :P yaitu 100 : 5 : 1, maka :
KH
2
PO
4
=

x 3.09 gram
=

x 3.09 gram
= 0.1076 gram
KNO
3
=

x 3.09 gram
=

x 3.09 gram
= 1.1157 gram

BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum penentuan BOD pada lumpur aktif bertujuan untuk menentukan jumlah oksigen
yang dibutuhkan dalam lumpur agar dapat mengolah limbah dengan baik. Lumpur aktif
adalah lumpur yang mengandung banyak mikroba aktif sehingga dapat menguraikan bahan
pencemar.
Oleh karena itu, agar mikroba tersebut dapat terus aktif dan teregenerasi dengan baik,
diperlukan suau nutrisi yang berupa glukosa. Jumlah glukosa yang ditambahkan harus sesuai
dengan jumlah BOD yang terdapat dalam lumpur, yang disubstitusi dengan persamaan reaksi
C
6
H
12
O
6
+ 6 O
2
6 CO
2
+ 6 H
2
O
Dimana jumlah BOD yang mengidentifikasikan kebutuhan O
2
di substitusi dengan koefisien
dan molekul relative dari glukosa dan jumlah dari volume lumpur aktif itu sendiri, maka akan
didapatkan jumlah glukosa yang harus ditambahkan.
Selain penambahan glukosa, dilakukan juga penambahan phosphor dan nitrogen. Jumlah
penambahan phosphor dan nitrogen ini berdasarkan perbandingan antara jumlah nutrisi,
dengan atom N dan P sebesar 100 : 5 :1.
Pada penentuan COD dalam sampel, Senyawa organik dalam air dioksidasi oleh kalium dikromat
dalam suasana asam pada temperatur 150
o
C. K
2
Cr
2
O
7
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing
agent). Kelebihan kalium dikromat dititrasi oleh larutan ferro amonium sulfat (FAS) dengan indikator
ferroin.
Sebagian besar zat organic dioksidasi olehlarutan K
2
Cr
2
O
7
dalam keadaan asam yang mendidih.
Adapun reaksi yang terjadi :
C
n
H
2n
O
n
+ Cr
2
O
7
2-
+ H
+
CO
2
+ H
2
O + 2 Cr
3+

Perak Sulfat Ag
2
SO
4
ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercapat reaksi. Selain itu, Ag
2
SO
4

adalah penyebab warna larutan menjadi hijau.
K
2
Cr
2
O
7
berfungsi unuk mengoksidasi zat organic, jadi untuk memastikan hampir semua zat organic
teroksidasi, maka K
2
Cr
2
O
7
harus tersisa setelah proses digester. K
2
Cr
2
O
7
yang tersisa dalam larutan
tersebut digunakan untuk menentukan kadar oksigen yang terpakai. Sisa K
2
Cr
2
O
7
tersebut ditentukan
melalui titrasi dengan ferro amonium sulfat (FAS). Indikator ferroin yang digunakan akhir titrasi
yaitu dengan perubahan warna kuning kecoklatan hijau merah bata.

Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik hampir teroksidasi maka zat pengoksidasi K
2
Cr
2
O
7

yang sesudah direfluks masih harus tersisa. yang tersisa dalam larutan tersebut digunakan untuk
menentukan kadar oksigen yang telah terpakai.
Akan tetapi pada hasil praktikum yang didapatkan, bahwa warna larutan setelah didigester adalah hijau.
Hal tersebut merupakan indikasi bahwa tidak terjadi oksidasi pada saat digester. Selain itu, tidak terjadi
perubahan warna pada saat titrasi berlangsung K
2
Cr
2
O
7
. Hal tersebut diperkirakan terjadi karena sampel
lumpur berada pada kondisi basa yaitu pada pH 8.95. Oleh karena itu penambahan asam pada saat akan
didigester hanya untuk menetralkan larutan. Oleh karena itu peristiwa oksidasi tidak dapat terjadi. Selain
itu konsentrasi larutan K
2
Cr
2
O
7
yang terlalu pekat sementara peristiwa oksidasi tidak berlangsung, maka
jumlah K
2
Cr
2
O
7
tidak berkurang. Oleh karena itu di perkirakan jumlah FAS yang digunakan untuk titrasi
akan cukup besar.
Untuk mengetahui jumlah mikroba pengkomposisi atau pendegradasi air limbah maka
ditentukan dengan mengukur padatan tersuspensi yang menguap (mixed liquor volatile supended
solids). Dari hasil percobaan diperoleh bahwa kandungan total suspense adalah 250 mg/L
sedangkan padatan tersuspensi yang mudah menguap adalah 29500 mg/L sehingga didapatkan
harga padatan tersusupensi yang tidak menguap adalah 14750 mg/L. Hal ersebut menandakan
bahwa jumlah kandungan mikroba pendekomposisi tersebut cukup rendah. Hal tersebut
berhubungan dengan pH yang terdapat pada lumpur aktif trsebut yang terlalu tinggi yaitu 8.95.
Sedangkan pH ideal untuk pertumbuhan mikroba adalah netral, yaitu sekitar 6.5 7.5.










BAB VI
KESIMPULAN

Suasana pH lumpur aktif dan konsentrasi larutan pengoksidasi sangat berpengaruh
pada penentuan COD.
Total padatan tersuspensi pada percobaan yaitu 44250 mg/L
Padatan tersuspensi yang mudah menguap (VSS) pada percobaan yaitu 29500 mg/L
Padatan tersuspensi yang tidak menguap (FSS) pada percobaan yaitu 14750 mg/L
Penentuan konsentrasi nutrisi untuk mikroba berdasarkan perbandingan BOD,
nitrogen, dan phosphor.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Jakarta: ANDI
Budiastuti, Herawati. tt. Jobsheet Praktium PLI Lumpur Aktif Konvensional.
Bandung: Politeknik Negeri Bandung.
www.andylucygroup/chemicaloxygendemand.co.id

You might also like