You are on page 1of 51

1

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny.Y
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : Tamat SLTA
Alamat : Tanjung Pinang RT 15.

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
2.1 Keluhan Utama
Penglihatan mata kiri mulai semakin kabur sejak 2 bulan yang lalu
2.2 Keluhan tambahan :
- Penglihatan mata kanan semakin kabur dan sulit melihat secara jelas 1
tahun yang lalu.
- Merasa ada yang mengganjal di mata kiri.


2

2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit
- 1 tahun yang lalu, penglihatan mata sebelah kanan pasien mulai terasa kabur
dan tidak jelas. pasien merasa seperti melihat ada asap atau berkabut, namun
tidak menganggu kesehariannya maka diabaikan oleh pasien. Pasien juga
sering mengeluhkan mata nya silau, agak berair dan terdapat rasa mengganjal
pada mata pasien tetapi tidak disertai rasa nyeri. Gatal pada mata (-), kotoran
mata (-), melihat pelangi (-). Namun krn keluhan pasien tidak terlalu
menganggu pasien tidak berobat ke Rumah sakit.
- 6 bulan yang lalu, pasien mulai merasa pandangan mulai terasa kabur dan
tidak jelas pada mata sebelah kiri. Pasien juga merasa seperti melihat kabut,
mata sebelah kiri merasa silau. Pasien juga mengeluhkan pandangan agak
terbatas dan terdapat yang mengganjal di mata seblah kiri, gatal pada mata (-),
kotoran mata (-), nyeri (-), melihat pelangi (-). Pasien juga mengeluhkan
kadang mata berair.
- 2 bulan yang lalu pandangan Pasien sebalah kiri mulai semakin kabur dan
seperti melihat asap atau kabut,dan juga mengeluh mata seperti ada yang
mengganjal di mata. Pasien juga mengeluhkan mata sebelah kiri sudah mulai
terasa kabur dan tidak jelas.

2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma (-)
Riwayat Penyakit Sistemik :
- Riwayat Hipertensi (+)
- Riwayat penyakit Diabetes Mellitus (+) 5 tahun yang lalu.
2.5 Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien
3

Riwayat keluarga dengan Hipertensi dan Diabetes Mellitus (+) dari pihak
ibu pasien.
2.6 Riwayat Gizi : Baik
2.7 Keadaan Sosial Ekonomi : Menengah
III. PEMERIKSAAN FISIK
3.1 Status Generalis
Keadaan umum : tampak baik
Kesadaran : kompos mentis
TB / BB : 150 cm / 50 kg
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respiratory rate : 20 x/menit
Suhu : afebris
3.2 Penyakit Sistemik
Trac. Respiratorius : Tidak ada keluhan
Trac. Digestivus : Tidak ada keluhan
Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
Endokrin : Tidak ada keluhan
Neurologi : Tidak ada keluhan
THT : Tidak ada keluhan
Kulit : Tidak ada keluhan
4

3.3 Status Oftalmologikus
Pemeriksaan eksternal
OD OS
Visus Dasar 1/300 2/60
TIO : Digital Normal Normal
Kedudukan bola mata
Ortoforia

ortoforia

Pergerakan bola mata



Duksi : baik
Versi : baik




Duksi : baik
Versi : baik






Arkus senilis keruh





Arkus senilis keruh
pterygium sebagian
Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Palpebra Superior
Palpebra Inferior
edema (-)
edema (-)
edema (-)
edema (-)
Konjungtiva tarsus Papil (-), folikel (-),
lytiasis (-).
Papil (-), folikel (-),
lythiasis (-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi (-), hiperemis (-) Injeksi (-), hiperemis (+)
tampak selaput berbentuk
segitiga dari nasal dan

5

apex melewati limbus dan
ditepi kornea.
Kornea Jernih

Terdapat jaringan
fibrovaskuler di tepi
kornea
Bilik Mata Depan Sedang Sedang
Iris Kripta iris normal Kripta iris normal
Pupil
Diameter
Bulat, Isokor
3 mm
Bulat, Isokor
3mm
Lensa Keruh Keruh
Pemeriksaan Slit Lamp
Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Conjungtiva tarsus Papil (-), folikel (-). Papil (-), folikel (-)
Conjungtiva bulbi Injeksi (-), hiperemis (-) Injeksi (-), hiperemis (+),
tampak selaput berbentuk
segitiga dari nasal dan
apex melewati limbus dan
ditepi kornea.
Kornea Jernih Terdapat jaringan
fibrovaskuler di tepi
kornea
Bilik mata depan Sedang Sedang
Iris Kripta iris normal Kripta iris normal
Lensa Keruh, iris shadow test (-) Keruh sebagian di anterior,
iris shadow test (+)
TONOMETRI
DIGITAL
NORMAL
TONOMETRI
SCHIOTZ
TIDAK DILAKUKAN
6

VISUAL FIELD TIDAK DILAKUKAN
FUNDUSKOPI TIDAK DILAKUKAN
IV. RESUME
Seorang perempuan , 64 tahun, datang dengan keluhan mata kiri dan kanan semakin
kabur. Awalnya pandangan mata kanan mulai kabur seperti melihat asap sejak 1 tahun yang
lalu tetapi semakin lama pandangan semakin berkabut, keluhan lain seperti mata merah,
sakit, gatal, sekret, berair tidak ada. Os juga mengeluhkan mata sebelah kiri mulai kabur
dan melihat seperti kabut dan merasa ada yang mengganjal dan menutupin pandangan OS.
Riwayat DM dan HT ada. Sedangkan dikeluarga, tidak ada keluarga OS juga menderita
katarak. Pada pemeriksaan fisik, secara umum tampak baik, dan status optalmologikus
ditemui mata kanan : Visus 1/300 OS adanya kekeruhan lensa orbita dextra dengan iris
shadow (-), dan mata kiri : Visus 2/60 OD lensa keruh sebagian di anterior dan iris shadow
(+), pada konjungtiva bulbi terdapat hiperemis (+), tampak selaput berbentuk segitiga dari
nasal dan apex melewati limbus dan ditepi kornea..
V. DIAGNOSIS KERJA
Katarak senilis imatur OS dengan pterygium grade I dan katarak senilis matur OD
VI. ANJURAN PEMERIKSAAN
USG mata
Biometri
Cek Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Darah rutin (WBC, RBC, Hb, Ht)
EKG

VII. PENATALAKSANAAN
1. Anjuran Operasi Katarak dengan memakai lensa

VIII. PROGNOSIS
7

Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI LENSA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, vaskular, tidak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Lensa tidak mempunyai asupan darah ataupun inervasi syaraf,
dan bergantung sepenuhnya pada akuos humor untuk metabolisme dan pembuangan.
Lensa terletak di belakang iris dan di depan korpus vitreous. Posisinya ditopang oleh
Zonula Zinni, terdiri dari serabut-serabut kuat yang melekat ke korpus siliaris. Diameter
lensa adalah 9-10 mm dan tebalnya bervariasi sesuai dengan umur, mulai dari 3,5 mm
(saat lahir) dan 5 mm (dewasa). Lensa dapat membiaskan cahaya karena memiliki
indeks refraksi, normalnya 1,4 di sentral dan 1,36 di perifer. Dalam keadaaan
nonakomodatif, kekuatannya 15-20 dioptri (D).
1

Struktur Lensa terdiri dari Kapsul yang tipis, transparan, dikelilingi oleh
membran hialin yang lebih tebal pada permukaan anterior dibanding posterior. Lensa
disokong oleh serabut zonular berasal dari lamina nonpigmented epithelium pars plana
dan pars plikata daripada korpus siliaris. Zonular ini masuk ke dalam Lensa di regio
ekuator. Diameter serabut adalah 5-30 m. Epitel berada tepat di belakang kapsul
8

anterior Lensa terdapat satu lapisan sel epitel. Di bagian ekuator, sel ini aktif membelah
dan membentuk serabut
Gambar 2.1 anatomi mata
Lensa baru sepanjang kehidupan. Nukleus pada bagian sentralnya terdiri serabut-
serabut tua. Terdiri beberapa zona berbeda, yang menumpuk ke bawah sesuai dengan
perkembangannya. Korteks pada bagian perifer terdiri dari serabut-serabut lensa yang
muda.
1


Gambar 2.2 Anatomi Lensa
Enam puluh lima persen Lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :
1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung.
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
9

3. Terletak di tempatnya.
4. Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
5. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,
6. Keruh atau apa yang disebut Katarak.
7. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan
berat.
1
2.2 ANATOMI KONJUNGTIVA
Konjungtiva adalah membran mukosa tembus cahaya yang melapisi
permukaan aspek posterior dari kelopak mata dan anterior bola mata. Nama
konjungtiva (conjoin: bergabung) diberikan kepada membran mukosa ini karena
fakta bahwa ia menhubungkan bola mata dengan kelopak mata. Membentang dari
pinggir kelopak mata ke limbus, dan membungkus ruang kompleks yang disebut
sakus konjungtiva yang terbuka di depan fisura palpebral.
2

Konjungtiva dapat dibagi menjadi 3 bagian :
1. Konjungtiva palpebralis. Bagian ini melapisi permukaan dalam kelopak mata
dan melekat kuat pada tarsus. Konjungtiva palpebralis terbagi 3 yakni
konjungtiva marginal, tarsal, orbital.
2,3
Konjungtiva marginal membentang dari
tepi kelopak mata sekitar 2 mm pada bagian belakang kelopak sampai ke alur
dangkal, yakni sulkus subtarsalis. Bagian ini sebenarnya zona transisi antara
kulit dan konjungtiva lebuih tepatnya. Konjungtiva tarsal tipis, transparan dan
banyak mengandung vaskular. Bagian ini melekat kuat pada seluruh tarsal
kelopak mata atas. Pada kelopak mata bawah, hanya melekat pada setengah
bagian tarsal. Konjungtiva orbital terletak longgar antara tarsal dan forniks.
2

2. Konjungtiva bulbaris. melekat longgar pada sclera dan melekat lebih erat
pada limbus kornea. Di sana epitel konjungtiva bergabung dangan epitel
kornea.
2,3
bagian ini dipisahkan dari sklera anterior oleh jaringan episcleral dan
kapsul Tenon. Terdapat sebuah dataran tinggi 3-mm dari konjungtiva bulbaris
sekitar kornea disebut konjungtiva limbal.
2

10

3. Konjungtiva fornix, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi. Lain halnya dengan konjungtiva palpebra yang melekat erat
pada struktur sekitarnya, konjungtiva fornix ini melekat secaralonggar dengan
struktur dibawahnya yaitu fasia muskulus levator palpebra superior serta
muskulus rektus. Karena perlekatannya bersifat longgar, maka konjungtiva
fornix dapat bergerak bebas bersama bola mata ketika otot-otot tersebut
berkontraksi.
3
Secara histologis, konjungtiva terdiri dari tiga lapisan yaitu epitel, lapisan adenoid,
dan lapisan fibrosa.
2

1. Epitel. Lapisan sel epitel di konjungtiva bervariasi pada masing-masing daerah dan
dalam bagian-bagian sebagai berikut: Konjungtiva marginal memiliki 5 lapis epitel
sel gepeng bertingkat. Konjungtiva tarsal memiliki 2 lapis epitel: lapisan superficial
terdiri dari sel-sel silinder dan lapisan dalam terdiri dari sel-sel datar. Konjungtiva
forniks dan bulbaris memiliki 3 lapis epitel: lapisan superfisial terdiri dari sel silindris,
lapisan tengah terdiri dari sel polyhedral dan lapisan dalam terdiri dari sel kubus.
Limbal konjungtiva memiliki lagi lapisan yang banyak (5 sampai 6 lapis) epitel
berlapis gepeng.
2. Lapisan adenoid. Lapisan ini disebut juga lapisan limfoid dan terdiri dari retikulum
jaringan ikat halus dengan jerat dimana terdapat limfosit. Lapisan ini paling pesat
perkembangannya di forniks. Lapisan ini tidak ditemukan ketika bayi lahir tapi akan
berkembang setelah 3-4 bulan awal kehidupan. Hal ini menjelaskan bahwa
peradangan konjungtiva pada bayi tidak menghasilkan reaksi folikuler.
3. Lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat kolagen dan serat elastis. Lapisan ini
lebih tebal dari lapisan adenoid, kecuali di daerah konjungtiva tarsal, di mana lapisan
ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh dan saraf dari konjungtiva. Lapisan
ini bersatu dengan mendasari kapsul Tenon di daerah konjungtiva bulbar.
3

Konjungtiva berisi dua jenis kelenjar, yakni kelenjar sekresi musin dan kelenjar
lakrimalis aksesoris. Kelenjar ini terdiri dari sel goblet (kelenjar uniseluler yang terletak di
dalam epitel), Crypts of Henle (terdapat di konjungtiva tarsal) dan kelenjar Manz
(ditemukan dalam konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini mensekresi mucus yang
11

penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva. Kelenjar lakrimalis aksesoris terdiri
dari: Kelenjar Krause (terdapat pada jaringan ikat subconjunctival forniks, sekitar 42 buah
di atas forniks dan 8 buah di bawah forniks) dan kelenjar Wolfring (terdapat di sepanjang
batas atas tarsus superior dan sepanjang batas bawah tarsus inferior).
2,4

Gambar 2.3. Konjungtiva terdiri dari konjungtiva bulbaris, konjungtiva forniks,
konjungtiva palpebralis.


12

Gambar 2.4. Vaskularisasi Konjungtiva
Plica semilunaris merupakan lipatan seperti bulan sabit berwarna merah muda dari
konjungtiva yang terdapat di kantus medial. Batas bebas lateralnya berbentuk cekung.
Korunkula adalah massa kecil, oval, merah muda, terletak di canthus bagian dalam. Pada
kenyataannya, massa ini merupakan potongan modifikasi kulit dan ditutupi dengan epitel
gepeng bertingkat dan berisi kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan folikel rambut.
2
Arteri yang memperdarahi konjungtiva berasal dari tiga sumber yakni arkade arteri
perifer palpebra, arkade arteri marginal kelopak mata, dan arteri ciliaris anterior.
Konjungtiva palpebralis dan forniks diperdarahi oleh cabang-cabang dari arkade arteri
perifer dan marginal palpebra. Konjungtiva bulbar diperdarahi oleh dua set pembuluh darah
yaitu: arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arteri kelopak mata, dan
arteri konjungtiva anterior yang merupakan cabang dari arteri ciliaris anterior. Cabang
terminal arteri konjungtiva posterior membentuk anastomosis dengan arteri konjungtiva
anterior dan membentuk arkade pericorneal. Vena konjungtiva bermuara ke dalam vena
pleksus kelopak mata dan beberapa mengelilingi kornea dan bermuara ke vena ciliaris
anterior. Sistem limfatik konjungtiva tersusun dalam dua lapisan, yakni superficial dan
profunda. Sistem ini dari sisi lateral bermuara ke limfonodus preaurikuler dan sisi medial
bermuara ke limfonodus submandibular.
2,4
Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus. Saraf ini memiliki serabut nyeri
yang relatif sedikit.
4


2.3 DEFINISI KATARAK
Katarak adalah kekeruhan pada lensa. Katarak adalah suatu keadaan patologik
lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa, ataupun terjadi akibat keduanya.
13



Gambar 2.5 Gambar mata normal dan katarak
2.4 KLASIFIKASI KATARAK
Terdapat banyak jenis klasifikasi katarak. Dalam penggunaan klinis klasifikasi-
klasiikasi ini sering dikombinasikan misalnya katarak senile matur atau katarak polar
kongenital.
5
Berdasarkan usia, katarak dibagi menjadi:
a. Katarak kongenital
Katarak yang terjadi pada usia dibawah 1 tahun. Gangguan mata ini timbul sejak
bayi berada dalam kandungan atau setelah dilahirkan karena adanya infeksi atau
kelainan metabolisme saat pembentukan janin. Katarak congenital sering ditemukan
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella, diabetes mellitus,
toksoplasmosis dan galaktosemia. Ada pula katarak congenital yang menyertai
kelainan herediter pada mata lainnya seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma,
keratokonus, ektopia lentis, megalokornea dan heterokromia iris. Kekeruhan pada
katarak congenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan gambaran morfologik.
Penanganan tergantung unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata lain dan saat
terjadinya katarak. Katarak congenital prognosisnya kurang memuaskan karena
bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi
ambliopia. Bila terdapat nistagmus maka keadaan ini menunjukkan hal yang buruk.
Pada pupil mata bayi yang menderita congenital katarak akan terlihat bercak putih
atau suatu leukokoria yang memerlukan pemerikasaan lebih teliti untuk
14

menyingkirkan diagnosa banding. Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi
di nukleus lensa (nukleus fetal atau nukleus embrional), bergantung pada waktu
stimulus karaktogenik atau di kutub anterior atau posterior lensa apabila
kelainannya terletak di kapsul lensa.
5
b. Katarak juvenile
Katarak yang terjadi pada usia diatas 1 tahun . Katarak juvenile biasanya merupakan
kelanjutan katarak congenital. Katarak juvenile juga biasanya merupakan penyulit
penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti:


Katarak metabolic
- Katarak diabetik dan galaktosemia
- Katarak hipokalsemia
- Katarak defisiensi gizi
- Katarak Aminoasiduria
- Penyakit Wilson
- Katarak yang berhubungan dengan kelainan metabolic lain
Katarak traumatik
Katarak komplikata
- Kelainan congenital dan herediter
- Katarak degeneratif
- Katarak anoksik
- Toksis
- Katarak radiasi
- Katarak yang berhubungan dengan sindrom-sindrom tertentu, disertai
dengan kelainan kulit, tulang, dan kromosom
c. Katarak Pre-senile
Katarak yang terjadi pada usia 40-50 tahun
d. Katarak Senile
15

Katarak yang terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Jenis katarak inilah yang banyak
terjadi di Indonesia. kelainan terutama mengenai nukleus (sklerosis nukleus),
korteks (kekeruhan koroner atau kuneiformis), atau daerah subkapsul posterior.
Secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur.
Berdasarkan Lokasinya, katarak dibagi menjadi :
1. Katarak Kapsular
a. Katarak kapsular anterior
b. Katarak kapsular posterior
2. Katarak Subkapsular
a. Katarak subkapsular anterior
b. Katarak subkapsular posterior
3. Katarak kortikal
4. Katarak Supranuklear .
5. Katarak Nuklear
6. Katarak Polar
a. Katarak Polar anterior
b. Katarak Polar Posterior
Klasifikasi katarak berdasarkan penyebab:
1. Degeneratif (Katarak Senilis)
Ada banyak teori yang menjelaskan tentang konsep penuaan antara lain teori
putaran biologik, teori imunologis, teori mutasi spontan, teori radikal bebas dan
teori reaksi silang (across link). Pada usia lanjut memang terjadi perubahan-
perubahan pada lensa antara lain kapsulnya menebal dan kurang elastis, epitelnya
makin tipis, seratnya lebih ireguler, korteksnya tidak bewarna, dan nukleusnya
mengeras (sclerosis). Pembentukan lapisan baru serat kortikal secara konsentris
menyebabkan lensa mengalami kompresi dan pengerasan (sclerosis). Protein lensa
(crystallins) diubah melalu modifikasi kimia dan aggregasi menjadi protein dengan
berat molekul yang tinggi. Modifikasi kimia protein lensa menyebabkan pigmentasi
yang progresif. Perubahan lainnya yang terkait usia diantaranya adalah menurunnya
16

konsentrasi gluthion dan kalium, meningkatnya konsentrai natrium dan kalsium
serta meningkatnya hidrasi.
2. Traumatika
Trauma tumpul (blunt contusion) atau trauma tembus (penetrating injury) juga
trauma akibat operasi mata seperti pada vitrektomi pars plana dan iridektomi
perifer. Pada trauma tembus dan trauma akibat operasi dapat terjadi kerusakan serat-
serat dan perforasi kapsul lensa sehingga aqueous humor masuk ke dalam lensa dan
material lensa membengkak sedangkan pada trauma tumpul terjadi fokal nekrosis
pada epitel lensa akibat tekanan.
3. Komplikasi akibat penyakit mata lainnya seperti:
- Inflamasi : Uveitis kronik, endoftalmitis, toxoplasmosis
- Tumor: Melanoma koroid
- Distrofi : Retinitis Pigmentosa
- Malformasi : Mikroftalmus, PHPV, Aniridia
- Glaucomflecken (Acute angle closure glaucoma)
- Miopia tinggi
4. Penyakit sistemik:
- Kelainan metabolik : Diabetes Mellitus, Galaktosemia dan defisiensi
galaktokinase, defisiensi a-galaktosidase (Fabry disease), tetani
(hipokalsemia), Myotonic dystrophy, degenerasi hepatolentikular (Wilson
disease)
- Kelainan sirkulasi : Stenosis karotid (oftalmopati iskemik), Takayu disease.
- Kelainan kulit (Syndermatotic Cataract): dermatitis atopik, Werner
syndrome.
5. Toksin akibat obat-obatan misalnya steroid, klorpromazin, parasimpatomimetik
local dan amiodarone.
6. Radiasi:
- Ionizing : Sinar-X, sinar-b , sinar-g
- Non-inonizing: sinar UV, sinar infra merah, microwave, sengatan listrik
8. Herediter (diwarisi melalui autosom dominan) Seperti pada katarak congenital
17

9. Sekunder (Posterior Capsular Opacification/PCO) yaitu, kekeruhan kapsul posterior
setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.

2.5 KATARAK SENILIS
2.5.1 Definisi
Katarak senilis adalah katarak primer yang terjadi pada usia lebih dari 50 tahun.

Namun, jika disertai dengan penyakit lainnya seperti diabetes mellitus yang akan terjadi
lebih cepat. Kedua mata dapat terlihat derajat kekeruhan yang sama atau berbeda.
6,7


2.5.2 Epidemiologi Katarak senilis
Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak. Katarak akibat penuaan
merupakan penyebab umum gangguan penglihatan. Berbagai studi cross-sectional
melaporkan prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun adalah sebanyak
50%; prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu diatas 75 tahun. Tidak ada
perbedaan ras dan jenis kelamin terhadap penurunan penglihatan
8,9


2.5.3 Klasifikasi Katarak Senilis
a. Berdasarkan morfologisnya, yakni sebagai berikut :
10

1. Katarak nuclear
2. Katarak kortikal
3. Katarak kupuliform
b. Berdasarkan maturitas yakni sebagai berikut :
10

1. Stadium insipient
2. Stadium imatur
3. Stadium matur
4. Stadium hipermatur
2.5.4 Etiologi Katarak Senilis
Penyebab katarak senilis belum diketahui secara pasti. Diduga terjadi karena:
1. Proses pada nukleus
18

Oleh karena serabut- serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu
terdorong kearah tengah, maka serabut-serabut lensa bagian tengah menjadi
lebih padat (nukleus), mengalami dehidrasi, penimbunan ion calcium dan
sclerosis. Pada nucleus ini kemudian terjadi penimbunan pigmen. Pada
keadaan ini lensa menjadi lebih hipermetrop. Lama-kelamaan nucleus lensa
yang pada mulanya bewarna putih, menjadi kekuning-kuningan, lalu menjadi
coklat, dan kemudian menjadi kehitam-hitaman. Kadang itulah dinamakan
katarak brunesen atau katarak nigra.
6
2. Proses pada korteks
Timbulnya celah-celah diantara serabut-serabut lensa, yang berisi air
dan penimbunan calcium, sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih cembung,
dan membengkak, menjadi lebih miop.berhubung adanya perubahan refraksi
kea rah myopia pada katarak kortikal, penderita seolah-olah mendapatkan
kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah.
6
2.5.5 Patofisiologi Katarak Senilis
Epitel lensa diyakini mengalami perubahan yang berkaitan dengan usia,
khususnya penurunan kepadatan sel epitel lensa dan penyimpangan diferensiasi sel
serat lensa. Akumulasi penurunan epitel dalam skala kecil dapat menyebabkan
perubahan pembentukan serat lensa dan homeostasis, akhirnya menyebabkan
penurunan transparansi lensa. Terjadi perubahan pada kecepatan transpor air, nutrien
dan antioxidant yang dapat menyebabkan air dan metabolit larut air berat molekul
rendah dapat memasuki sel-sel inti lensa melalui epitel dan korteks Akibatnya katarak
senilis akan terbentuk. berbagai studi menunjukkan peningkatan produk oksidasi
(misalnya, glutathione teroksidasi) dan penurunan vitamin antioksidan dan enzim
superoksida dismutase menyebabkan proses oksidatif pada cataractogenesis.
Mekanisme lain yang terlibat adalah soluble low-molecular weight cytoplasmic lens
proteins to soluble high molecular weight aggregates, insoluble phases, and insoluble
membrane-protein matrices. Hal itu menyebabkan adanya perubahan pada protein
19

yang menyebabkan fluktuasiyang tiba-tiba pada indeks bias lensa, sinar cahaya
tersebar, dan mengurangi transparansi.
8

2.5.6 Diagnosis
Berdasarkan maturitasnya, katarak diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Stadium insipien
Stadium yang paling dini yang belum menimbulkan gangguan visus. Dengan
koreksi, visus masih dapat 5/5-5/6.
6
Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia oleh
karena indeks refraksi yang tidak sama semua bagian lensa. Bila dilakukan uji
bayangan iris akan positif.
10
Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak
seperti baji (jari-jari roda) dan daerah jernih diantaranya terutama mengenai korteks
anterior. Gambaran inilah yang disebut spokes of a wheel, yang nyata bila pupil
dilebarkan. Pada stadium lanjut, gambaran baji dapat dilihat pula pada pupil yang
normal.
6

b. Stadium imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Kekeruhan itu terutama
terdapat dibagian posterior dan bagian belakang nucleus lensa. Kalau tidak ada
kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk kedalam mata tanpa ada yang
dipantulkan. Oleh karena kekeruhan dibagian posterior lensa, maka sinar oblik yang
mengenai bagian yang keruh ini, akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan
terlihat dipupil ada daerah yang terang sebagai reflex pemantulan cahaya pada
daerah lensa yang keruh dan daerah yang gelap akibat bayangan iris pada bagian
lensa yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+). Pada stadium ini mungkin
terjadi terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa menjadi cembung, sehingga
indeks refraksi berubah karena daya biasnya bertambah dan mata menjadi myopia.
Keadaan ini dinamakan intumesensi. Dengan mencembungnya lensa, iris terdorong
kedepan, menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi lebih sempit, sehingga dapat
menimbulkan glaucoma sebagai penyulitnya.
6
20



Gambar.2.6 Katarak Imatur.



c. Stadium Matur
Pada stadium ini terjadi pengeluaran air, sehingga lensa akan berukuran
normal kembali, sudut bilik mata depan normal kembali. Pada stadium ini lensa
telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga semua sinar yang melalui pupil
dipantulkan kembali dipermukaan anterior lensa. Tak ada bayanganiris (shadow test
(-)). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara. Iris shadow test membedakan
stadium matur dari imatur dengan syarat harus diperiksa lebih lanjut dengan
midriatika. Dengan melebarkan pupil akan tampak bahwa kekeruhan hanya terdapat
pada daerah pupil saja. Kadang-kadang, walaupun masih stadium imatur (iris
shadow test (+)), dengan koreksi, visus tetap buruk, hanya dapat menghitung jari,
bahkan dapat lebih buruk lagi 1/300 atau satu tak hingga, hanya ada persepsi
cahaya, walaupun lensanya belum keruh seluruhnya. Keadaan ini disebut stadium
vera matur.
2





21







Gambar 2.7. Katarak matur.


d. Stadium Hipermatur
Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah mencair, sehingga
nucleus lensa turun oleh karena daya beratnya, kebawah. Melalui pupil pada daerah
yang keruh nucleus ini terbayang sebagai setengah lingkaran dibagian bawah,
dengan warna yang lain dari pada bagian yang diatasnya yaitu kecoklatan.


Gambar 2.8 Katarak hipermatur.

Pada stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa, yang menjadi lebih
permeable, sehingga isi korteks yang cair dapat keluar dan lensa menjadi kempis,
yang dibawahnya terdapat nucleus lensa. Keadaan ini disebut katarak morgagni.
Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans, tak menempel pada lensa, sehingga
pada pergerakkan bola mata, iris bergetar. Masa lensa yang masuk kedalam bilik
mata depan dapat menimbulkan penyulit glaucoma (proses fakolitik) dan uveitis
(proses fakotoksik).
6
22

Tabel 1. Perbedaan Stadium Katarak Senilis
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Visus 6/6 (6/6 1/60) (1/300-1/~) (1/300-1/~)
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis + Glaukoma



Diagnose katarak menjadi sempurna, bila disebutkan:
6
1. Klasifikasi menurut umur
2. Keadaan stadiumnya
3. Ada tidaknya intumesensi
Klasifikasi katarak menurut morfologinya yaitu :
a. Katarak nuklear
Inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dab menjadi sklerotik.
Lama kelamaan isi lensa yang mulanya menjadi putih kekuning-kuningan menjadi
coklat dan kemudian menjadi kehitam-hitaman. Keadaan ini disebut katarak
brunesen atau nigra.
10




23


Gambar 2.9 Katarak nuklear.

b. Katarak kortikal
Pada katarak kortikal terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi
cembung dan terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi lensa. Pada keadaan
ini penderita seakan-seakan mendapat kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia
yang bertambah.
10
Merupakan kekeruhan pada korteks lensa. Perubahan hidrasi serat lensa
menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola radial disekeliling daerah
ekuator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik. Derajat gangguan
fungsi peglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan dengan sumbu
penglihatan.
8



Terdapat 2 jenis katarak kortikal yakni :
1. Tipe koronal (penampang frontal dan melintang)kekeruhan berbentuk gada di
perifer dengan bagian sentralnya jernih, progesifitas lambat
2. Tipe kuneiformis : spikula multipel di perifer dengan bagian sentralnya jernih,
progresivitas lambat.
8


Gambar 2.10 Katarak Kortikal.
c. Katarak kupuliform
24

Katarak kupuliform dapat terlihat pada stadium dini katarak kortikal atau
nuclear. Kekeruhan terletak dilapis korteks posterior dan dapat memberikan
gambaran miring. Makin dekat letaknya terhadap kapsul makin cepat bertambahnya
katarak. Katarak ini sering sukar dibedakkan dengan katarak komplikata.
10

2.5.7 Penyulit Katarak
1. Glaucoma , melalui proses : - Fakotopik
- Fakolitik
- Fakotoksik
2. Dislokasi Lensa
2.5.8 Penatalaksanaan
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai
menjadi cukup padat (Matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namin
pada stadium perkembangan yang paling dini katarak dapat didekteksi melalui pupil
yang berdilatasi maksimum dengan oftalmoskop, loupe atau slitlamp. Dengan
penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan
mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris shadow). Bila letak
bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan
dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur. Katarak hipermatur, lensa akan
mengeriput sehingga shadow test akan menunjukkan hasil yang negatif.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan
slitlamp, funduskopi bila mungkin, tonometer juga pemeriksaan prabedah lainnya
seperti adanya infeksi pada kelopak mata dan konjungtiva karena dapat
menimbulkan penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah. Sebelum
pembedahan juga harus dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan untuk melihat
apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam penglihatan. Misalnya pada
katarak nuclear tipis dengan myopia tinggi akan terlihat tajam penglihatan yang
tidak sesuai sehingga mungkin penglihatan yang turun adalah akibat dari kelainan
retina dan bila dilakukan pembedahan akan memberikan hasil tajam penglihatan
yang tidak memuaskan. Penatalaksanaan katarak dilakukan berdasarkan
25

pemeriksaan pasien dan faktofaktor penyulit yang mungkin ada. Evaluasi pasien
yang penting antara lain: apakah penurunan kemampuan visual pasien dapat
ditolong dengan operasi, apakah akan terjadi perbaikan visus jika operasi dilakukan
tanpa komplikasi, apakah pasien atau keluarga dapat dipercaya untuk perawatan
posoperatif, apakah opasitas lensa berpengaruh terhadap kondisi sistemik dan okuler
pasien. Beberapa pengobatan non-bedah mungkin efektif sementara untuk fungsi
visual pasien katarak. Sebagai contoh, keadaan refraksi dapat ditingkatkan dengan
koreksi untuk penglihatan jauh dan dekat. Dilatasi pupil mungkin dapat membantu
pada katarak aksialis yang kecil dengan cahaya yang lewat melalui bagian perifer
lensa.
Penatalaksanaan medical pada katarak secara ketat dilakukan. Penghambat
aldose reduktase bekerja dengan menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol,
menunjukkan pencegahan katarak karena gula. Agen antikatarak lainnya termasuk
sorbitol lowering agent, aspirin, glutathione raising agent dan antioksidan vitamin C
dan E. Obat yang dikenal di pasaran dapat memperlambat proses pengeruhan antara
lain Catalin, Quinax, Catarlen dan Karyuni. Beberapa pasien dengan fungsi visual
terbatas dapat dibantu dengan alat Bantu optik bila operasi belum bisa dilakukan.
Dengan monokuler 2,5x2,8 dan 4x lebih dekat ke objek, penggunaan magnifier,
teleskop dapat membantu membaca dan kerja dekat. Katarak akan mengurangi
kontras dan menyebabkan kabur. Panjang gelombang yang pendek menyebabkan
penyebaran warna, intensitas dan jarak cahaya, jika pasien mampu mengatasinya
terutama pada kondisi terang, penggunaan lensa absortif mampu mengurangi
disabilitas. Pasien dapat dioperasi bila ada kemauan dari pasien itu sendiri untuk
memperbaiki visus yang biasanya baru disadari setelah terjadi gangguan pekerjaan
atau aktivitas sehari-hari.
10

Keputusan untuk melakukan operasi harus didasarkan pada kebutuhan visual
pasien dan potensi kesembuhannya. Secara umum, indikasi operasi katarak bila
terdapat kondisi stereopsis, penyusutan lapangan pandang perifer dan gejala
anisometropia. Indikasi medical dilakukannya operasi termasuk pencegahan
komplikasi seperti glaucoma fakolitik, glaucoma fakomorfik,uveitis facoantigenik
26

dan dislokasi lensa ke bilik mata depan. Indikasi tambahanya adalah untuk
diagnosis atau penatalaksanaan penyakit okuler lainnya, seperti retinopati diabetik
atau glaucoma. Pengobatan katarak pada intinya hanya dapat dilakukan dengan
pembedahan. Namun berbagai macam cara pengobatan non-bedah dapat membantu
pada berbagai macam kondisi tertentu sampai proses operasi pembedahan dapat
dilakukan
1. Pengobatan non-bedah
a. Pengobatan penyebab dari katarak
Pengobatan penyebab dari katarak sangat penting dilakukan untuk
menghentikan atau memperlambat perjalanan penyakit katarak sehingga proses
pembedahan dapat ditunda.
- Mengobati dan mengkontrol Diabetes Mellitus
- Penghentian pemakaian obat-obatan yang bersifat kataraktogenik seperti
kortikosteroid, phenothiazine, dan miotics
b. Meningkatan kemampuan penglihatan pada penderita katarak imatur dan katarak
insipien
- Pemakaian kaca mata hitam pada penderita katarak sentralakan sangat
membantu
- Refraksi, di mana dapat berubah dalam jangka waktu yang lumayan singkat,
harus selalu dikontrol secara berkala
- Pengaturan pencahayaan. Pada pasien dengan kekeruhan lensa bagian perifer,
pencahayaan yang terang dapat membantu meningkatan kemampuan
penglihatan. Sebaliknya, pada penderita katarak dengan kekeruhan lensa bagian
sentral membutuhkan pencahayaan yang redup untuk mendapatkan penglihatan
yang baik.
- Penggunaan mydriatic dapat membantu menigkatkan penglihatan.
- Penghambat aldose reduktase bekerja dengan menghambat konversi glukosa
menjadi sorbitol, menunjukkan pencegahan katarak karena gula.
27

- Agen antikatarak lainnya termasuk sorbitol lowering agent, aspirin, glutathione
raising agent dan antioksidan vitamin C dan E juga dapat menghambat proses
kekeruhan lensa.
2. Pembedahan
Indikasi :
- Memperbaiki kemampuan penglihatan Tindakan pembedahan dilakukan jika katarak
tersebut telah mengganggu aktivitas sehari-hari penderita
- Adanya Indikasi medis Terkadang visus penderita masih bagus dan masih dapat
melakukans kegiatan sehari-hari, namun tindakan pembedahan dapat dianjurkan jika
ada indikasi medis seperti:
o Lens Induced glaucoma
o Phacoanaphylactic endophtalmitis
o Penyakit-penyakit pada retina seperti retinopati diabetes atau ablasi retina di mana
pengobatannya dihambat oleh adanya kekeruhan lensa
- Indikasi kosmetik Untuk mendapatkan kembali pupil yang bewarna hitam
3. Evaluasi preoperatif
Sebelum melakukan tindakan pembedahan, pemeriksaan secara keseluruhan harus
dilakukan.
- Pemeriksaan kesehatan umum
- Pemeriksaan mata
- Pemeriksaan fungsi retina
- Menilai apakah ada infeksi local pada mata
- Pemeriksaan bilik mata depan dengan slit lamp
- Pemeriksaan tekanan bola mata
4. Pengobatan Preoperatif
- Antibiotik topical
- Preparasi pada mata sebelum operasi dilakukan
- Informed consent
- Menurunkan tekanan bola mata (TIO)
- Menjaga agar pupil tetap berdilatasi
28

Teknik anestesi yang digunakan:
1. Lokal
Pada Operasi katarak teknik anestesi yang umumnya digunakan adalah anestesi lokal.
Adapun anestesi lokal dilakukan dengan teknik:
a. Topikal anestesi
b. Sub konjungtiva ( sering digunakan ) obat anestesi yang dipakai Lidokain
+ Markain (1:1)
c. Retrobulbaer
d. Parabulbaer
2. Umum
Anestesi umum digunakan pada pasien yang tidak kooperatif, bayi dan anak.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari
bertahun- tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang kuno
hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang
digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi. Bergantung
pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract
ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan
dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang
sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.
Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh
lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata
melalui incisi korneal superior yang lebar. Oleh karena itu, zonule atau ligamen
hialoidea yang telah berdegenasi dan lemah adalah salah satu dari indikasi dari metode
ini. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan
dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan
pembedahan yang sangat lama populer. Dapat dilakukan di tempat dengan fasilitas
bedah mikroskopis yang terbatas, pada kasus-kasus yang tidak stabil seperti
intumescent, hipermatur, dan katarak luksasi, jika zonular tidak berhasil dimanipulasi
untuk mengeluarkan nukleus dan korteks lensa melalui prosedur ECCE.
29


Gambar 2.11. Pembedahan Katarak dengan Metode ICCE
Kontraindikasi:
Kontraindikasi absolut pada katarak anak dan dewasa muda dan kasus ruptur kapsula
traumatic. Sedangkan kontraindikasi relatif pada high myopia, marfan syndrome,
katarak morgagni, dan adanya vitreous di bilik mata depan.
Komplikasi:
Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis,
endoftalmitis, dan perdarahan.

Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek
lensa dapat keluar melalui robekan meninggalkan kapsul posterior yang masih intak.
ECCE melalui ekspesi nukleus prosedur utama pada operasi katarak. Pelaksanaan
prosedur ini tergantung dari ketersediaan alat, kemamppuan ahli bedah dan densitas
nukleus. Pada saat ini hampir semua kasus untuk katarak dilakukan pembedahan dengan
teknik ini kecuali jika ada kontraindikasi.9 Pembedahan ini dilakukan pada pasien
katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi
lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya
30

prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya
mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi,
untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya
katarak sekunder. Kontraindikasi yaitu adanya subluksasi dan dislokasi dari lensa.
Prosedur ECCE memerlukan keutuhan dari zonular untuk pengeluaran nukleus dan
materi kortikal lainnya. Oleh karena itu, ketika zonular tidak utuh pelaksanaan prosedur
yang aman melalui ekstrakapsular harus dipikirkan lagi.

Gambar 2.12. Metode dengan ECCE
Keuntungan ECCE dibandingkan dengan ICCE:
1. ECCE dapat dilakukan pada penderita di semua usia kecuali jika zonule tidak intak,
sedangkan pada ICCE tidak dapat dilakukan pada penderita usia di bawah 40 tahun.
2. Pada ECCE dapat dilakukan implantasi IOL sedangkan pada ICCE tidak dapat
dilakukan
3. Komplikasi postoperative yang berhubungan dengan vitreous (herniasi pada bilik
mata depan, papillary blok, vitreous touch syndrome) hanya dapat terjadi pada ICCE,
sedangkan pada ECCE komplikasi tersebut tidak dapat terjadi.
4. Insidens untuk komplikasi seperti endoftalmitis, cystoid macular edema, dan ablasi
retina lebih kecil pada ECCE dibandingkan dengan teknik ICCE
31

5. Kemungkinan astigmatisme postoperative lebih kecil pada ECCE dibandingkan
dengan ICCE karena insisi yang dilakukan lebih kecil
Keuntungan ICCE dibandingkan dengan ECCE:
1. Teknik ICCE lebih simple, mudah dilakukan, lebih murah dan tidak memerlukan alat
yang canggih.
2. Komplikasi kekeruhan lensa posterior pasca operasi sangat mungkin terjadi pada
proses ECCE, tidak dengan teknik ICCE
3. ICCE membutuhkan waktu yang relatif singkat, cocok untuk operasi massal
Ada 3 macam tipe dari ECCE:
Phakoemulsifikasi
Prosedur ekstrakapsular dengan mengemulsifikasi nukleus lensa menggunakan
gelombang ultrasonic (40.000 MHz) kemudian diaspirasi. Pada tehnik ini diperlukan
irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan
untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan
jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat
kembali melakukan aktivitas sehari-hari.10 Tehnik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada
katarak senilis padat, dan keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan
dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra
okular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.
32


a. SICS
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik
pembedahan kecil. Di negara yang berkembang, teknik ini lebih dipilih karena biaya
yang lebih murah, teknik yang lebih mudah dipelajari, lebih aman untuk dilakukan dan
mempunyai aplikasi yang lebih luas. Sesudah ekstraksi katarak mata tak mempunyai
lensa lagi yang disebut afakia. Tanda-tandanya adalah bilik mata depan dalam, iris
tremulans dan pupil hitam. Pada (pseudofakia)
Menggunakan lensa kontak
Menggunakan kacamata afakia, kacamata ini tebal, berat, dan tidak nyaman.
Kacamata untuk penglihatan jauh dan dekat sebaiknya diberikan dalam dua
kacamata untuk menghindarkan aberasi sferis dan aberasi khromatis.
33


Kelebihan Conventional ECCE dibandingkan SICS:
Teknik yang lebih simple yang dapat dipelajari dalam waktu yang relatif lebih singkat
Kekurangan Conventional ECCE dibandingkan SICS:
Insisi yang panjang (10-12mm)
Jahitan yang dibutuhkan banyak
Membutuhkan tindakan lepas jahitan yang rentan terhadap infeksi
Iritasi dan abses pada suture postoperasi
Insiden yang cukup tinggi untuk astigmatisme pasca operasi
Prolaps iris, bilik mata depan menjadi dangkal, kebocoran jahitan dapat terjadi
Prolaps vitreous, operative hard eye, dan expulsive choroidal hemorrage dapat
34

terjadi
Keuntungan SICS dibandingkan dengan phacoemulsifikasi
Dapat dilakukan pada semua jenis katarak, termasuk hard cataract grade IV dan V
Prosedur yang lebih mudah untuk dipelajari dibandingkan dengan teknik
phacoemulsifikasi
Keuntungan yang paling signifikan dari SICS adalah tidak bergantung pada mesin
dan dapat dilakukan di mana saja
Komplikasi postoperasi lebih jarang
Waktu operasi yang dibutuhkan relatif lebih singkat
Biaya yang dibutuhkan lebih murah
Kekurangan SICS dibandingkan dengan phacoemulsifikasi
Injeksi konjungtiva selama 5-7 hari pada tempat dilakukannya pembedahan
Nyeri tekan yang ringan karena adanya insisi pada sclera
Terkadang postoperative hyphema dapat terjadi
Astigmatisma post operasi lebih mungkin terjadi karena insisi SICS (6mm) lebih
besar dibandingkan dengan phakoemulsifikasi.
Pemasangan Lensa Tanam (IOL)

Merupakan pilihan utama untuk kasus aphakia. Bahan dasar IOL yang dipakai sampai saat
ini yaitu polymethylmethacrylate (PMMA). Ada beberapa tipe dari IOL berdasarkan
metode fiksasinya di mata:
35

1. Anterior Chamber IOL
Lensa jenis ini berada di depan iris dan disuport oleh anterior chamber. ACIOL ini dapat ditanam
setelah proses ICCE dan ECCE. Jenis ini jarang dipakai karena mempunyai resiko tinggi terjadinya
bullous Keratopathy.
2. Iris-Supported lenses
Lensa difiksasi di iris dengan bantuan jahitan. Lensa jenis ini juga telah jarang dipakai
karena mempunya insidens yang tinggi terjadinya komplikasi post operatif

3. Posterior chamber lenses
PCIOL ini terletak di bagian belakang iris yang disuport oleh sulkus siliar atau oleh
capsular bag. Ada 3 jenis dari PCIOL yang sering dipakai:
o Rigid IOL
Terbuat secara keseluruhan dari PMMA
36

o Foldable IOL
Dipakai untuk penanaman melalui insisi yang kecil(3,2mm) setelah tindakan
phacoemulsifikasi dan terbuat dari silikom, akrilik, hydrogel dan collaner
o Rollable IOL
IOL yang paling tipis dan biasa dipakai setelah mikro insisi pada phakonit teknik,
terbuat dari hydrogel.


Indikasi pemasangan IOL:
Sebaliknya pemasangan IOL dilakukan pada setiap operasi katarak, kecuali ada
kontraindikasinya.
Pseudophakia
Adalah keadaan aphakia ketika sudah dipasang lensa tanam (IOL). Keadaan setelah
pemasangan lensa tanam:
Emmetropia
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam tepat. Pasien yang demikian hanya
membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan dekat saja
Consecutive Myopia
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam overkoreksi. Pasien yang demikian
membutuhkan kacamata untuk menangani myopia dan juga membutuhkan kacamata
plus untuk penglihatan dekatnya
Consecutive Hypermetropia
37

Keadaan dimana kekuatan lensa yang ditanam underkoreksi sehingga membutuhkan
kacamata plus untuk penglihatan jauhnya dan tambahan +2D dan +3D untuk penglihatan
dekatnya.
Tanda-tanda pseudophakia:
o Surgical scar, biasanya dapat dilihat di dekat limbus
o Anterior chamber biasanya sedikit lebih dalam dibandingkan dengan mata normal
o Iridodonesis ringan
o Purkinje image test menunjukkan empat gambaran.
o Pupil bewarna kehitam-hitaman tetapi ketika sinar disenter ke arah pupil maka akan
terlihat pantulan reflex. Ada tidaknya IOL dapat dikonfirmasi dengan mendilatasi
pupil.
o Status visus dan refraksi dapat bermacam-macam, sesuai dengan IOL yang ditanam.
Perawatan Pasca Bedah
Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak
dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda beratselama sekitar
satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanyadapat dibalut selama
beberapa hari pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari
pertama pasca operasi dan matanya dilindungi pakaikacamata atau dengan pelindung
seharian. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi
biasanya pasien dapat melihat dengan baik melalui lensa intraokuler sambil menantikan
kacamata permanen ( Biasanya 6-8 minggu setelah operasi ) Selain itu juga akan diberikan
obat untuk :
Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat maka
diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa jam setelah
hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan
Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan perlu
diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang tidak
sempurna.
38

Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk mengurangi
reaksi radang akibat tindakan bedah.
Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.
2.10 Komplikasi
1. Komplikasi preoperative
Kecemasan, dapat diberikan obat-obatan anxiolitik seperti diazepam 2-5 mg pada
saat sebelum tidur.
Mual dan gastritis, dapat menderita mual dan gastritis akibat obat yang diberikan
sebelum tindakan operasi seperti acetazolamide, glycerol sehingga dapat diberikan
antasid oral untuk meredakan gejala
Konjungtivitis iritan atau alergi, terjadi karena obat topical antibiotik yang diberikan
sebelum tindakan operasi sehingga tindakan operasi harus ditunda sampai 2 hari dan
dilakukan penghentian obat tersebut
Abrasi kornea, terjadi karena tindakan pengukuran tonometri yang salah sehingga
harus diberikan antibiotik ointment dan tindakan ditunda selama 2 hari.
2. Komplikasi yang terjadi karena anestesi local
Pendarahan Retrobulbar karena adanya blok pada retrobulbar sehingga harus
diberikan pilocarpine 2% dan tindakan ditunda selama 1 minggu
Oculocardiac reflex di mana dapat terjadi bradikardia dan aritimia karena adanya
blok pada retrobulbar sehingga dapat diberikan atropine intravena.
Perdarahan subkonjungtiva yang kadang-kadang dapat terjadi namun tidak
memerlukan tindakan lebih lanjut.
Dislokasi dari lensa secara spontan terutama pada pasien dengan zonul yang lemah
dan telah berdegenerasi terutama pada katarak yang hipermatur.
3. Komplikasi tindakan pembedahan
Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi
suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, injuri pada iris/
iridodialisis, jatuhnya nucleus ke dalam rongga vitreous.
39

Komplikasi dini pasca operatif
o Hyphema
o COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan
yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar,
edema stroma dan epitel , hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea
perifer dengan daerah sentral yang bersih paling sering)
o Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
o Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak
adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang
tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis.
o Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi.
Komplikasi lambat pasca operatif
- Ablasio retina
- Cystoid macular Edema, yaitu akumulasi cairan dengan bentuk kista di
lapisan henle pada macula. Pada pemeriksaan fundus, terlihat honeycomb
appearance.
- Endoftalmitis kronik yang timbul karena organisme dengan virulensi
rendah yang terperangkap dalam kantong kapsuler
- Penumbuhan epitel konjungtiva ke anterior chamber melalui defek pada
insisi yang lama-kelamaan dapat menyebabkan glaukoma.
- Glaukoma yang terjadi karena aphakia dan pseudoaphakia.
- Sisa-sisa dari kekeruhan lensa yang berada di antara anterior dan posterior
kapsul yang dikelilingi oleh jaringan fibrin atau darah.
- Tipe proliferative karena adanya sel-sel epitel anterior yang tertinggal yang
dapat tumbuh ke arah kapsul posterior dan dapat menyebabkan kekeruhan.
4. Komplikasi yang berhubungan dengan pemasangan IOL
Cystoid Macular Edema, kerusakan pada epitel kornea, uveitis, dan glaucoma
sekunder
Malposisi dari IOL
Sun set syndrome (Subluksasi inferior dari IOL)
40

Sun rise syndrome (Subluksasi superior dari IOL)
Lost lens syndrome yaitu dislokasi IOL ke vitreous cavity.
5.5.8 PROGNOSIS
Saat operasi tidak disertai dengan penyakit mata lain sebelumnya, yang akan
mempengaruhi hasil secara signifikan seperti degenerasi makula atau atropi saraf optik,
standar ECCE yang berhasil tanpa komplikasi atau fakoemulsifikasi memberikan
prognosis penglihatan yang sangat menjanjikan mencapai sekurang-kurangnya 2
baris snellen chart. Penyebab. Faktor risiko utama yang mempengaruhi prognosis
visual adalah adanya diabetes melitus dan retinopati diabetik.
10



















41




PTERIGIUM

I. DEFENISI

Pterigium merupakan kelainan yang paling sering terjadi pada mata yang
patogenesisnya masih belum jelas.
2
Pterigium (L. Pterygion = sayap) adalah suatu proses
degeneratif dan hiperplastik dengan fibrovaskular berbentuk segitiga (sayap) yang muncul
pada konjungtiva, tumbuh terarah dan menginfiltrasi permukaan kornea antara lain lapisan
stroma dan membrana Bowman.
2,11
Pterigium pertama kali ditemukan oleh Susruta (India)
dokter ahli bedah mata pertama di dunia 1000 tahun sebelum masehi.
11
Pterigium dapat
bervariasi bentuknya dari yang kecil, lesi atrofi sampai lesi fibrovaskular besar yang
tumbuh agresif dan cepat yang dapat merusak topografi kornea, dan yang selanjutnya,
mengaburkan bagian tengah optik kornea.
12
Dulu penyakit ini dianggap sebagai suatu kondisi degeneratif, pterigium juga
menampilkan ciri-ciri seperti tumor, seperti kecenderungan untuk menginvasi jaringan
normal dan tingkat rekurensi yang tinggi setelah reseksi, dan dapat hidup berdampingan
dengan lesi premalignan sekunder. Banyak literatur melaporkan faktor-faktor etiologi
berikut yang mungkin menjadi penyebab terjadinya pterigium: radiasi ultraviolet (UV),
radang mata kronis, efek toksik zat kimia. Baru-baru ini, beberapa virus juga memiliki
kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi.
2,11

II. ETIOLOGI
Etiologi pterigium sepenuhnya diketahui. Tetapi penyakit ini lebih sering pada orang
tinggal di iklim panas. Oleh karena itu, anggapan yang paling mungkin adalah pengaruh
efek berkepanjangan faktor lingkungan seperti terpapar sinar matahari
(sinar ultraviolet), panas, angin tinggi dan debu. Baru-baru ini, beberapa virus juga
memiliki disebut-sebut sebagai faktor etiologi mungkin.
2,11

42

Efek merusak dari sinar UV menyebabkan penurunan sel induk limbal pada kornea,
yakni menyebabkan terjadinya insufisiensi limbal. Hal ini mengaktifkan faktor
pertumbuhan jaringan yangmenginduksi angiogenesis dan proliferasi sel.
1
Radiasi cahaya
UV tipeB menjadi faktor lingkungan yang paling signifikan dalam patogenesis pterigium.
Penelitian terbaru telah melaporkan bahwa gen p53 dan human papillomavirus dapat juga
terlibat dalam patogenesis pterigium.
13


III. KLASIFIKASI
Pterigium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe, stadium,
progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera, yaitu:
5,14
1. Berdasarkan tipenya pterigium dibagi atas 3:
Tipe I: Pterigium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi
kornea pada tepinya saja. Lesi meluas <2 mm dari kornea. Stockers line atau
deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterigium. Lesi sering
asimptomatis, meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien yang
memakai lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
Tipe II: disebut juga pterigium tipe primer advanced atau pterigium rekuren
tanpa keterlibatan zona optic. Pada tubuh pterigium sering nampak kapiler-
kapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau
rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan
astigmat.
Tipe III: pterigium primer atau rekuren dangan keterlibatan zona optic.
Merupakan bentuk pterigium yang paling berat. Keterlibatan zona optic
membedakan tipe ini dengan tipe yang lain. Lesi mengenai kornea >4mm dan
mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat
berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan
biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.
2. Berdasarkan stadium pterigium dibagai ke dalam 4 stadium yaitu:
13,14

Stadium 1 : invasi minimum, pertumbuhan lapisan yang transparan dan tipis,
pertumbuhan pembuluh darah yang tipis hanya terbatas pada limbus kornea.
43

Stadium 2: lapisan tebal, pembuluh darah profunda tidak kelihatan dan
menginvasi kornea tapi belum mencapai pupil.
Stadium 3:lapisan tebal seperti daging yang menutupi pupil, vaskularisasi yang
jelas
Stadium 4: pertumbuhan telah melewati pupil.
3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterigium dibagi menjadi 2 yaitu:
2,13

Pterigium progresif: tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrate di kornea di
depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium)
Pterigium regresif:tipis,atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk
membrane, tetapi tidak pernah hilang.
4. Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterigium dan harus diperiksa
dengan slitlamppterigium dibagi 3 yaitu:
13

T1(atrofi):pembuluh darah episkleral jelas terlihat.
T2(intermediet):pembuluh darah episkleral sebagian terlihat.
T3(fleshy,opaque):pembuluh darah tidak jelas.

IV. PATOFISIOLOGI
Meskipun paparan sinar ultraviolet kronis memainkan peran utama, patogenesis
pterigium belum sepenuhnya dipahami. Infeksi virus, mekanisme imunologi, remodeling
matriks ekstraseluler, faktor pertumbuhan, sitokin, antiapoptotic mekanisme, dan faktor
angiogenik berbagai semuanya telah terlibat dalam pathogenesis.
13,14
Patogenesis pterigium
ditandai dengan degenerasi kolagen dan elastotic proliferasi fibrovaskular yang menutupi
epitel. Radiasi sinar UV dapat menyebabkan mutasi pada gen seperti gen supresor tumor
p53, sehingga berakibat pada terekspresinya gen ini secara abnormal pada epitel pterigium.
Temuan ini menunjukkan bahwa pterigium bukan hanya lesi degeneratif, tetapi bisa
menjadi manifestasi dari proliferasi sel yang tak terkendali. Matriks metalloproteinase
(MMP) dan jaringan inhibitor MMPs (TIMPs) pada pinggir pterigium mungkin
bertanggung jawab untuk proses inflamasi, tissue remodeling, dan angiogenesis yang
menjadi ciri pterigium, serta perusakan lapisan Bowman dan invasi pterigium ke dalam
kornea. Sinar UV menyebabkan mutasi pada gene suppressor tumor TP53 di sel basal
44

limbal dan fibroblast elastic gene di epitel limbal (gambar 3). Karen kerusakan pada
program apoptosis p53 oleh sinar UV, mutasi juga terjadi pada gen lainnya. Hal ini
menyebabkan multistep perkembangan pterigium dan tumor sel limbal oleh ekspresi p53
pada sel epitel limbal.
12,

Mutasi pada gen TP53 atau family TP53 pada sel basal limbal juga menyebabkan
terjadinya produksi berlebih dari TGF- melalui jalur p53-Rb-TGF-. Oleh karena itu,
pterigium merupakan tumor secreting TGF-. Banyaknya sekresi TGF- oleh sel pterigium
dapat menjelaskan macam-macam perubahan jaringan dan ekspresi MMP yang terjadi pada
pterigium. Pertama, sel pterigium (sel epitel basal limbal) menghasilkan peningkatan
MMP-2, MMP-9, MTI-MMP, dan MT2-MMP, yang menyebabkan terputusnya perlekatan
hemidesmosom. Awalnya, sel pterigium akan bermigrasi secara sentrifugal ke segala arah
menuju ke adjacent dan limbal corneal, limbus, dan membrane konjungtiva. Karena
produksi TGF- oleh sel ini, terjadi penipisan jumlah lapisan pada daerah di atas, dan
tidak ada massa tumor yang nampak tapi sebagai tumor yang tidak kelihatan. Selanjutnya,
setelah perubahan pada seluruh sel basal limbus berkembang dan semua hemidesmosom
lepas dari sel-sel ini, terjadi migrasi sel ke kornea diikuti oleh epitel konjungtiva, yang
mengekspresikan 6 jenis MMP dan berkontribusi terhadap penghancuran lapisan bowman
pada kornea. Sebagai tambahan, TGF- yang diproduksi oleh sel pterigium menyebabkan
peningkatan monosit dan pembuluh darah kapiler dalam lapisan epitel dan stroma.
Kemudian, sekelompok fibroblast normal berkumpul dibawah invasive epitel limbus di
depan tepi yang rusak dari lapisan Bowman dan diaktivasi oleh jalur TGF--bFGF untuk
memproduksi MMP-1 dan MMP-3 yang juga membantu dalam penghancuran lapisan
bowman. Beberapa sitokin-sitokin ini mengaktivasi fibroblast untuk bermigrasi untuk
membentuk pulau kecil fibroblast yang memproduksi MMP 1 dan juga berperan dalam
penghancuran membran bowman. Semua proses di atas dapat dilihat pada gambar. 4.



45


Gambar2.7. Kemungkinan jalur yang berperan dalam proses munculnya pterigium

Tseng dkk juga berspekulasi bahwa pterigium mungkin dapat terjadi pada daerah
yang kekurangan limbal stem cell.

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea.
Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi conjungtivalization pada permukaan
kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea,
vaskularisasi inflamasi kronis, kerusakan membrane mbuhan jaringan fibrotic. Tanda ini
juga ditemukan pada pterigium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa
pterigium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral
46

limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar UV terjadi kerusakan stem cell di daerah
interpalpebra.
13,14



Gambar 5. A. Patogenesis pterigium: kerusakan limbal fokal oleh karena sinar UV
memicu migrasi mutasi limbal stem cell ke central kornea. B. defisiensi limbal stem cell
menyebabkan conjungtivalization kornea dari segala arah.

Patogenesis pterigium bisa bisa melibatkan respon inflamasi, seperti sejumlah besar
limfosit infiltrasi sebagian besar sel-T (CD3 +), ditemukan di substantia propria spesimen
pterigium. Hasil ini menunjukkan bahwa mekanisme imunologi, mungkin dari tipe
hipersensitivitas 1, 3 dan 4 dapat berkontribusi pada patogenesis pterigium.
14

V. GAMBARAN KLINIS
Pterigium lebih sering terjadi pada pria tua yang melakukan pekerjaan di luar
rumah. Ptrygium mungkin terjadi unilateral atau bilateral. Penyakit ini muncul sebagai
lipatan segitiga konjungtiva yang mencapai kornea, biasanya di sisi nasal. tetapi juga dapat
terjadi di sisi temporal. Deposisi besi kadang-kadang terlihat pada epitel kornea anterior
disebut garis Stocker. Pterigium terdiri dari tiga bagian
47

Apeks (bagian apikal pada kornea),
Collum (bagian limbal), dan
Corpus (bagian scleral) membentang antara limbus dan yang canthus
5,13

Pterigium hanya akan bergejala ketika bagian kepalanya menginvasi bagian tengah
kornea. Kekuatan tarikan yang terjadi pada kornea dapat menyebabkan astigmatisme
kornea. Pterigium lanjut yang menyebabkan skar pada jaringan konjungtiva juga dapat
secara perlahan-lahan mengganggu motilitas okular, pasien kemudian akan mengalami
penglihatan ganda atau diplopia.
5,13


Gambar 6. Pterigium

VI. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, gatal, mata
sering berair, gangguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan adanya riwayat mata
merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar
matahari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwyat trauma sebelumnya.
12

Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskuler pada permukaan
kojungtiva. Pterigium dapat memberikan gambaran vaskular dan tebal tetapi ada juga
pterigium yangb avaskuler dan flat. Pterigium paling sering ditemukan pada konjungtiva
48

nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterigium pada daerah
temporal.
12
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterigium adalah topografi
kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang di
sebabkan oleh pterigium.
12

VII. PENATALAKSANAAN

Karena kejadian pterigium berkaitan dengan aktivitas lingkungan, penanganan
pterigium asimptomatik atau dengan iritasi ringan dapat diobati dengan kacamata sinar UV-
blockking dan salep mata. Anjurkan pasien untuk menghindari daerah berasap atau berdebu
sebisa mungkin. Pengobatan pterigium yang meradang atau iritasi dengan topikal
dekongestan atau kombinasi antihistamin dan atau kortikosteroid topikal ringan empat kali
sehari.
6,13
Bedah eksisi adalah satu-satunya pengobatan yang memuaskan, yang dapat
diindikasikan untuk: (1) alasan kosmetik, (2) perkembangan lanjutan yang mengancam
daerah pupil (sekali pterigium telah mencapai daerah pupil, tunggu sampai melintasi di sisi
lain), (3) diplopia karena gangguan di gerakan okular.
Tujuan utama pembedahan adalah untuk sepenuhnya mengeluarkan pterigium dan
untuk mencegah terjadinya rekurensi. Berbagai teknik bedah yang digunakan saat ini untuk
pengelolaan pterigium.
12

1. Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan permukaan
sclera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi pasca
pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.
12

2. Simple closure: menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, dimana teknik
ini dilakukan bila luka pada konjungtiva relative kecil.
2,12

3. Sliding flap : dibuat

insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
49

4. Rotational flap: dibuat insisi berbentuk huruf U disekitar luka bekas eksisi untuk
membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan pada bekas
eksisi.
12

5. Conjungtival graft: menggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva
bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian dipindahkan
dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat jaringan.
2, 12


Rekurensi menjadi masalah setelah dilakukan bedah eksisi yakni sekitar 30-50%.
Tapi hal ini dapat di minimalisir dengan cara berikut:
2,12
1. Penggunaan mitomicin C intra dan post operasi
2. Post poerasi beta iradiasi
3. Conjungtival autograft
4. Limbal and limbalconjunctival transplantation
5. Amniotic membrane transplantation
6. Cultivated conjunctival transplantation
7. Lamellar keratoplasty
8. Fibrin glue

VIII. PROGNOSIS

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakn pasien
dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan pterigium rekuren dapat
dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva auto graft atau transpalantasi
membrane amnion.
14






50

BAB III
PEMBAHASAN

1. ANAMNESIS
Pasien usia 64 tahun masuk ke kategori katarak senilis, datang dengan mata kiri dan
kanan mengalamin penurunan penglihatan sejak 2 bulan yang lalu seperti ditutupi
kabut awan yang semakin tebal, dan mata sebelah kiri seperti ada yang mengganjal
dari keluhan utama kita ketahui kemungkinan terganggunya media refraksi pasien
Dari anamnesis yang dilakukan pada pasien diketahui pasien mengalami penurunan
tajam penglihatan secara perlahan dan mata tenang.
Mata pasien merah (-), secret (-), sakit kepala(-), gatal (-) jadi diagnosis banding
mata merah dapat disingkirkan.
Menurut tinjauan pustaka, kondisi yang dialami os alami pada mata kiri sesuai
dengan gejala dari katarak imatur dengan pterygium grade I. Untuk mata kanan os
menjalani gejala katarak matur.
Dari anamnesis riwayat penyakit sistemik tidak ada keluhan, akan tetapi masih
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.

2. PEMERIKSAAN VISUS DAN MEDIA REFRAKSI
Dari pemeriksaan visus didapati pada mata kanan tajam penglihatannya 1/300,
sedangkan mata kirinya 2/60, versi dan duksi baik.
Dari pemeriksaan TIO diketahui TIO pasien normal, jadi glaucoma simplek untuk
sementara dapat disingkirkan namun masih diperlukan pemeriksaan eksternal dan
tambahan lainnya dikarenakan peningkatan TIO pada glaucoma simpleks tidak
terlalu signifikan.

3. PEMERIKSAAN EKSTERNAL
Pada pupil pasien isokor,irisnya normal dan lensa sebelah kanan keruh seluruh
serta shadow test (-), COA sedang kemungkinan pasien mengalami katarak matur
dan lensa sebelah kiri keruh sebagian di anterior serta iris shadow test (+), dan
51

terdapat di konjungtiva bulbi hiperemis (+), tampak selaput berbentuk segitiga dari
nasal dan apex melewati limbus dan ditepi kornea kemungkinan pasien mengalamin
katarak imatur dan pterygium grade I. Hal ini dikarenakan dilihat dari visus yang
sangat menurun dan dilihat dari kelainan diatas. Jika dilihat dari stadium katarak
senilis maka diketahui perbedaan pemeriksaan eksternalnya yaitu :
Insipient Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Massif
Besar lensa Normal Lebih besar Normal Kecil
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
COA Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik
mata
Normal Sempit Normal Terbuka
Penyulit Normal Glaucoma Uveitis
Glaucoma

Dari pemeriksaan eksternal tersebut juga kita dapat menyingkirkan glaucoma
simpleks dari pupilnya pada glaucoma melebar, tekanan intra okulernya nya
meningkat, sedangkan pada pasien tidak ada, jadi dapat disingkirkan.
Pada penatalaksanaan sebaiknya dilakukan operasi katarak

You might also like