You are on page 1of 30

Mari bergabung dengan komunitas Wikipedia bahasa Indonesia!

[tutup]
Lesi ulseratif
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah
dirapikan, tolong hapus pesan ini.
Lesi Ulseratif - Ulkus merupakan kondisi diskontinuitas jaringan yang meluas hingga ke
dermis hingga ke subcutis dan selalu terjadi pada kondisi patologis (Wolff dan Johnson,
2009). Menurut Regezi dan Sciubba (1993), berdasarkan penyebabnya, ulkus dikelompokkan
menjadi 5, yaitu lesi reaktif, infeksi bakteri, infeksi jamur, kondisi yang berhubungan dengan
disfungsi immunologi dan neoplasma. Menurut Birnbaum dan Dunne (2010), ulkus dapat
dikelompokkan menjadi 5 berdasarkan penyebabnya, yaitu traumatik, infeksi, neoplasma,
sistemik dan lain-lain.
1. LESI REAKTIF
Pengertian dan Etiologi Pada umumnya, lesi ini disebabkan oleh trauma mekanis dan
hubungan antara penyebabnya diketahui. Ulkus traumatik tergolong lesi reaktif dengan
gambaran klinis berupa ulkus tunggal pada mukosa yang dapat disebabkan oleh adanya
trauma fisik atau mekanik, perubahan thermal, kimia dan radiasi yang mengakibatkan
kerusakan jaringan (Regezi dan Sciubba, 1993).
a. Trauma mekanik atau fisik Penyebabnya antara lain maloklusi, kesalahan pada pembuatan
protesa, menyikat gigi yang terlalu keras, kebiasaan pasien yang suka menggigit-gigit pipi
atau bibir dan oral piercing (Greenberg dkk., 2008). Menurut Birnbaum dan Dunne (2010),
trauma mekanik dapat disebabkan oleh karena tergigit baik disengaja maupun tidak
disengaja. Lokasinya bisa bersebelahan dengan gigi yang karies atau patah, tepi plat gigi
tiruan atau ortodontik. Neville dkk. (2009) menuliskan bahwa pada anak-anak, ulkus
traumatik disebut Riga-Fede yang muncul pada permukaan ventral lidah. Ulkus ini bersifat
kronis, dengan gambaran histopatologis yang disebut ulserasi eosinofilik (traumatic
granuloma, traumatic ulcerative granuloma with stromal eosinophilia [TUGSE], eosinophilic
granuloma of the tongue).
b. Trauma termal Greenberg dkk. (2008) menuliskan bahwa trauma termal dapat disebabkan
karena makanan yang panas sehingga menimbulkan luka bakar pada lidah dan palatum, atau
dapat disebabkan oleh berkontaknya instrument dental yang panas dengan mukosa
(iatrogenic). Pada umumnya, jejas yang ditimbulkan akibat thermal food burns terletak pada
palatum maupun mukosa bukal bagian posterior. Lesinya berwarna kemerahan (eritema) pada
bagian tengah ulkus dengan epitelium yang nekrosis pada bagian tepinya (Neville dkk.,
2009). Salah satu contoh food burns adalah pizza burns yang diakibatkan oleh keju panas,
dan paling banyak terdapat pada palatum (Regezi dan Sciubba, 1993).
c. Trauma kimiawi Trauma kimiawi dapat disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang
bersifat kaustik, seperti obat kumur dengan kandungan tinggi alkohol, hidrogen peroksida
dan fenol dan penggunaan aspirin sebagai obat sakit gigi. Selain itu, sodium perborate dan
turpentin juga dapat menyebabkan terjadinya ulkus (Neville dkk., 2009). Penggunaan aspirin
baik dalam tablet maupun yang digunakan secara topikal pada mukosa dapat menyebabkan
ulkus pada mukosa (Greenberg dkk., 2008). Material endodontik yang berfungsi sebagai
bahan devitalisasi pulpa seperti pasta arsen atau paraformaldehide dapat menyebabkan
terjadinya nekrosis pada gingiva dan tulang yang diakibatkan oleh bocornya bahan
devitalisasi dari kamar pulpa menuju ke jaringan sekitar. Sodium hypochlorite juga dapat
menimbulkan efek yang sama apabila mengalir ke jaringan sekitar. Pada penggunaan cotton
roll, juga dapat menyebabkan timbulnya ulkus pada mukosa rongga mulut. Kejadian ini
disebut cotton roll burn atau cotton roll stomatitis (Neville dkk., 2009).
d. Terapi radiasi dan kemoterapi Manifestasi oral akibat terapi radiasi adalah oral mucositis
yang timbul pada minggu kedua setelah terapi, dan akan sembuh perlahan 2-3 minggu setelah
terapi dihentikan. Area yang terkena adalah mukosa yang disinari langsung oleh sinar X.
Pada kemoterapi, mukosa yang terkena adalah mukosa nonkeratinisasi, seperti mukosa bukal,
ventrolateral lidah, palatum mole, dan dasar mulut. Lesi awal berwarna keputihan dengan
sedikit deskuamasi pada keratin, yang kemudian menimbulkan atrofi pada mukosa dengan
gambaran edematous dan eritematous. Selanjutnya ulkus akan ditutupi oleh membran
fibrinopurulen. Ulkus terasa nyeri dengan sensasi rasa terbakar, serta tidak nyaman (Neville
dkk., 2009).
Gambaran klinis Lesi ini ditandai dengan adanya membran fibrin purulen berwarna
kekuningan yang disertai dengan timbulnya rasa nyeri (Regezi dan Sciubba, 1993). Menurut
Neville dkk. (2009), tepi ulkus traumatik ditandai dengan area berwarna kekuningan yang
dikelilingi oleh halo eritematous, namun pada beberapa kasus, tepi ulkus dapat berwarna
putih karena adanya hiperkeratosis. Ulkus traumatik dapat terjadi pada lidah, bibir dan
mukosa bukal. Selain itu, dapat juga terjadi pada gingiva, palatum dan fornix. Lesi ini dapat
sembuh dalam beberapa hari atau minggu setelah penyebab traumanya dihilangkan. Rasa
nyeri akan hilang dalam waktu 3 atau 4 hari (Wood dan Goaz, 1997), dan akan sembuh dalam
jangka waktu 10-14 hari. Jika ulkus tidak sembuh dalam kurun waktu 2 minggu, maka
diindikasikan untuk dilakukan biopsy (Neville dkk., 2009).
Gambaran Histopathologi Ulkus terdiri dari jaringan granulasi yang berisi sel inflamasi
seperti limfosit, histiosit, neutrofil dan sel plasma (Neville dkk., 2009).
Perawatan dan Prognosis Ulkus traumatik dapat sembuh apabila sumber trauma atau faktor
iritasi telah dihilangkan. Untuk mempercepat proses penyembuhan, dapat diberikan aloclair
pada permukaan ulkus. Aloclair mengandung air, maltodextrin, propylene glycol,
polyvinylpyrrolidone (PVP), ekstrak aloe vera, kalium sorbate, natrium benzoate,
hydroxyethylcellulose, PEG 40, hydrogenated glycyrrhetic acid (MIMS,2009). Kandungan
PVP akan membentuk lapisan protektif tipis di atas ulkus yang akan menutupi dan
melindungi akhiran saraf yang terbuka sehingga mengurangi rasa nyeri dan mencegah iritasi
pada ulkus. Ekstrak Aloe vera mengandung kompleks polisakarida dan gliberellin.
Polisakarida berikatan dengan reseptor permukaan sel fibroblast untuk memperbaiki jaringan
yang rusak, menstimulasi dan mengaktivasi pertumbuhan fibroblast, sedangkan gliberellin
mempercepat penyembuhan ulkus dengan cara menstimulasi replikasi sel (Plasket, 2008).
2. INFEKSI
a. Bakteri - Syphilis Disebabkan oleh Treponema Pallidum. Syphillis terdiri dari 2 tipe, yaitu:
1. Syphilis primer Ulkus berbentuk bulat dan tidak sakit, lokasi pada bibir dan ujung lidah. 2.
Syphilis sekunder Muncul 3-12 minggu setelah lesi primer, ulkus tidak sakit, berbentuk datar
dengan tepi irregular, dan ditutupi oleh membran keabuan (snail truck ulcer). Lesi ini
menyatu membentuk bercak membulat yang dikenal sebagai mucous patch. Lokasi ulkus ini
pada palatum, tonsil, tepi lateral lidah, dan bibir.
- Tuberculosis Disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Ulkus yang terjadi berwarna
pucat disertai lendir kental pada dasar ulkus. Lokasi ulkus pada dorsum lidah dan jarang pada
bibir dan palatum.
- Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG) Merupakan infeksi akut pada jaringan
gingiva. ANUG menimbulkan rasa nyeri pada saat mengunyah, demam, malaise, dengan
karakteristik pembesaran pada papilla interdental dan ulserasi yang ditutupi oleh
pseudomembran. Margin gingiva juga berwarna merah dan sangat nyeri. Ulser pada ANUG
banyak terdapat pada mukosa bukal dan orofaring. Limfonodi submandibula dapat membesar
dan nyeri tekan.
b. Jamur - Histoplasmosis Disebabkan oleh Histoplasma capsulatum. Ulkus ini pada
umumnya berbentuk nodular dan bulat, serta muncul pada bibir, lidah, palatum, gingival, dan
mukosa bukal.
- Mucormicosis/Phycomycosis Disebabkan oleh Mucor dan Rhizopus. Ulkus terjadi pada
penderita imunosupresi dan berlokasi pada palatum, gingival, dan bibir. Ulkus ini berukuran
lebih dari 1 cm. - Selain itu, Coccidioides immitis dapat menyebabkan coccoidiodomycosis,
Blastomyces dermatiditis menyebabkan blastomycosis.
c. Virus - Primary Herpetic Gingivostomatitis Disebabkan oleh herpes virus hominis tipe 1
(HVH-1), dan sering disebut dengan herpes simpleks. Lesi diawali dari gingiva tepi yang
berwarna merah dan membesar, serta sangat nyeri. Vesikel berukuran kecil muncul pada
gingiva bebas, palatum, lidah, mukosa bukal, dan bibir. Ulkus dapat bergabung menjadi area
erosif yang luas dan mudah berdarah. Infeksi sekunder dari herpes virus simpleks disebut
dengan herpes labialis yang selalu muncul pada vermilion border. Herpes labialis diawali
dengan vesikel, yang kemudian akan pecah dan bergabung membentuk krusta berwarna
kuning. Lesi ini diawali dengan gejala prodromal, dan menimbulkan rasa nyeri.
- Varicella dan Herpes zoster Varicella (chickenpox) dan herpes zoster (shingles) disebabkan
oleh herpesvirus varicella-zoster. Varicella merupakan infeksi primer, sedangkan infeksi
rekuren disebut herpes zoster. Vesikel pada varicella memiliki tampilan yang disebut dew-
drop on a rose petal yang terlihat seperti tetesan air pada kulit. Lesi pada rongga mulut
diawali dengan bentuk vesikel yang akan menjadi aphthous pada tahap lanjut, dan banyak
ditemukan pada palatum. Pada kulit, varicella akan memberikan gambaran herald-spot dan
sembuh membentuk jaringan parut. Herpes zoster diawali dengan sindrom prodromal seperti
itching, tingling, rasa terbakar, dan nyeri pada lokasi dimana vesikel akan erupsi (Bricker
dkk., 1994).

3. NEOPLASMA a. Squamous Cell Carcinoma Lokasi ulkus pada lidah, dasar mulut, dan
mukosa bukal. Lesi berbentuk bulat dan tidak beraturan. - Karsinoma pada bibir Karsinoma
pada bibir bawah lebih sering terjadi daripada bibir atas. Penyebab yang paling penting
adalah sinar UV dan merokok menggunakan pipa. Lesi ini berkembang dari vermillion dan
tampak sebagai ulkus kronis yang tidak sembuh. - Karsinoma pada lidah SCC pada lidah
merupakan keganasan yang palig sering terjadi pada rongga mulut, dengan persentase 25-
40%. Karsinoma pada lidah bersifat asimtomatik pada awalnya. Pada tahap akhir, terjadi
invasi yang dalam menyebabkan timbulnya rasa nyeri atau disfagia. Selain itu, timbul ulkus
yang tidak sembuh, indurasi, dapat berupa lesi berwarna merah, putih, atau sebagai lesi
berwarna merah-putih. Lokasi yang paling banyak terlibat pada SCC lidah adalah bagian
posterior-lateral lidah (45%). Lesi sangat jarang ditemukan pada dorsum lidah atau ujung
lidah. - Karsinoma pada dasar mulut Dasar mulut merupakan lokasi kedua yang paling sering
pada SCC (15-20%). Karsinoma ini lebih sering muncul pada laki-laki yang merokok dan
peminum kronis. Ulkus yang timbul tidak sakit, tidak sembuh, dan indurasi, dengan
gambaran berupa patch berwarna outih atau merah. Lesi ini umumnya terletak pada dasar
lidah yang menyebabkan berkurangnya pergerakan lidah. Metastase ke limfonodi
submandibula sering ditemukan pada SCC dasar lidah. - Karsinoma pada mukosa bukal dan
gingiva Gambaran klinis ulkus pada SCC ini adalah patch berwarna putih, tidak sembuh, dan
eksofitik. Lesi ini tumbuh lambat dan jarang metastase, serta memiliki prognosis yang cukup
baik. - Karsinoma pada palatum Sangat jarang terjadi pada palatum durum. Lesi yang timbul
bersifat asimtomatik, dengan plak berwarna merah atau putih; atau berupa massa yang
terulserasi dan mengalami keratosis.
b. Kaposi sarcoma Terjadi pada pasien yang menderita AIDS dengan lesi berbentuk soliter
maupun multipel, dan berwarna biru/merah/ungu.
c. Non-Hodgkin Lymphoma (NHL) NHL dapat bermanifestasi pada rongga mulut dan rahang
dengan prevalensi 2-3%. Lesi pada rongga mulut berwarna merah (eritematous), pembesaran
tanpa rasa sakit, dan terdapat ulser sebagai akibat dari trauma sekunder. Lokasi ulkus yang
paling sering adalah pada lidah, palatum, gingiva, mukosa bukal, bibir, dan orofaring.
4. KONDISI SISTEMIK DAN DISFUNGSI IMMUNOLOGI a. Reccurent Aphthous
Stomatitis (RAS) Aphthous stomatitis disebut juga canker sore yang ditandai dengan
timbulnya rasa nyeri dan kerusakan pada membran mukosa. RAS terjadi pada 10% populasi
dengan prevalensi wanita lebih tinggi daripada pria (Jurge dkk., 2006). Gambaran Klinis
RAS pada umumnya terjadi pada lining mucosa rongga mulut yang tidak mengalami
keratinisasi, seperti pada lidah, mukosa bukal, dan mukosa labial. Perkembangan RAS
biasanya ditandai dengan adanya gejala prodromal, seperti rasa terbakar, kesemutan
(tingling), atau mukosa yang berwarna kemerahan (Zunt, 2001). Ulkus pada RAS berbentuk
bulat atau oval dengan pusat berwarna putih kekuningan yang dikelilingi oleh area berwarna
kemerahan.

Klasifikasi RAS diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu minor, mayor, dan herpertiform.
Minor aphthous ulcers merupakan ulkus yang paling sering terjadi, yaitu sekitar 80-85% dari
seluruh kasus yang ada. Major aphthous ulcer terjadi pada 5-10% kasus, dan herpetiform
terjadi pada 5-10% kasus.
Minor aphthous ulcers Pada umumnya, ulkus ini berbentuk bulat atau oval dengan bagian
tengah berwarna putih kekuningan dan dikelilingi oleh halo eritematous. Ulkus ini sembuh
dalam waktu 14 hari tanpa terbentuknya jaringan parut (Zunt, 2001). Lokasi lesi ini biasanya
pada mukosa nonkeratinisasi, seperti pada mukosa bukal, mukosa labial, dan dasar mulut.
Namun, dapat juga terjadi pada mukosa keratinisasi, seperti palatum keras, gingiva, dan
dorsum lidah. Lesi ini dapat multipel dengan diameter 2-5 mm (Neville dkk., 2009; Birnbaum
dan Dunne, 2010).
Major aphthous ulcer (Suttons disease) Ulkus ini lebih dalam daripada ulser aftosa minor
dengan tepi lesi yang irregular, dan diameter > 1cm. Ulkus ini dapat sembuh dalam waktu
beberapa minggu hingga bulan dan sering terbentuk jaringan parut. Pada lesi ini, perlu
dicurigai adanya keterlibatan kondisi sistemik, seperti defisiensi nutrisi atau gangguan
hematologis (Zunt, 2001). Biasanya ulkus ini ditemukan pada bagian posterior mulut,
palatum mole, dan daerah tonsila. Jumlah ulserasi bisa soliter atau multipel, ukurannya lebih
besar dari 1 cm, bisa juga mencapai 5 cm, bentuknya bulat atau lonjong, dasar lesi
kekuningan, keabuan, tepi lesi merah meradang, bisa lebih menonjol dibandingkan jaringan
sekitarnya, jaringan dasar tetap lunak dan tidak mengalami indurasi (Birnbaum dan Dunne,
2010).
Herpetiform aphthous ulcer Lesi ini merupakan lesi yang multipel, rekuren dan menimbulkan
rasa nyeri, serta lebih banyak ditemukan pada wanita (Zunt, 2001). Lokasinya pada lidah,
dasar mulut, dan mukosa bukal. Jumlah lesi multipel, bisa mencapai 100 lesi pada saat yang
bersamaan. Beberapa lesi dapat bergabung menjadi satu. Ukuran kecil, diameter 1-3 mm,
bentuknya tidak beraturan, dasar lesi keabuan, tepi lesi tidak tegas, ditemukan daerah
kemerahan yang luas pada membran mukosa (Birnbaum dan Dunne, 2010). Lesi ini sama
seperti pada primary herpetic gingivostomatitis (Silverglade, 2011).
Penyebab Menurut Nally (1997), faktor penyebab RAS belum diketahui, namun beberapa
penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara kejadian RAS dengan respon system
imun yang abnormal. Birnbaum dan Dunne (2010) menyatakan bahwa faktor yang dapat
berkaitan dengan munculnya RAS meliputi trauma, stress psikologis, menstruasi dan alergi
makanan, misalnya coklat dan pengawet makanan. Selain itu, defisiensi Fe, asam folat, dan
vitamin B12 juga dapat menyebabkan RAS. Menurut Cawson dan Odell (2002), faktor
etiologi yang mungkin untuk RAS adalah genetik, respon terhadap trauma, infeksi,
abnormalitas imunologi, gangguan gastrointestinal, kekurangan hematologi, gangguan
hormonal, dan stress. Lesi ini biasanya kambuhan, penyebabnya tidak diketahui tetapi
kemungkinan karena kerusakan sistem imun pada mediasi oleh sel T, dipacu oleh adanya
stress, trauma dan faktor lain yang mempengaruhi immunitas (Regezi dan Sciubba, 1993).
Menurut Neville dkk. (2009), pemeriksaan darah perifer pada pasien RAS menunjukkan
adanya penurunan rasio CD4+ terhadap CD8+ pada limfosit T, dan peningkatan T cell
reseptor + dan tumor necrosis factor- (TNF- ). Lesi awal pada RAS adalah lesi inflamasi
preulseratif yang terdapat pada epitel rongga mulut yang ditandai dengan peningkatan jumlah
limfosit T. Sel T sitotoksik tampak pada lokasi dimana banyak terdapat antigen atau di dalam
keratinosit. Pelepasan bermacam-macam sitokin dan kemokin imunoreaktif menginduksi
respon yang dimediasi oleh sel yang diyakini sebagai hasil dari lisisnya keratinosit
(Silverman dkk., 2001).
Beberapa penyakit pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan ulkus pada rongga mulut
adalah: -Celiac disease Merupakan gangguan autoimun yang ditandai dengan adanya
intoleransi terhadap gluten pada usus halus. Campisi dkk. (2008) melaporkan bahwa lesi pada
rongga mulut seperti RAS dapat berfungsi sebagai tanda adanya gangguan gastrointestinal
kronis yang disebabkan oleh adanya malabsorpsi. -Chrons disease Merupakan penyakit
kronis pada gastrointestinal yang ditandai dengan adanya pembengkakan pada saluran
pencernaan, nyeri abdomen, nausea, diare, kehilangan berat badan, demam, dan perdarahan
rectal. Pada 10-20% pasien chrons disease terjadi ulkus pada rongga mulut, dengan
karakteristik yang disebut cobble stone. Apabila terdapat ulkus rekuren dengan sebab yang
tidak jelas pada rongga mulut, maka penyakit ini dapat dipertimbangkan sebagai salah satu
faktor etiologi ulkus (Katsanos dkk., 2003). -Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Merupakan salah satu gangguan gastrointestinal yang disebabkan oleh keluarnya asam
lambung menuju esophagus. Asam lambung yang keluar hingga ke rongga mulut dapat
menyebabkan terjadinya keruasakan pada mukosa yang bersifat erosif dan dapat berakhir
sebagai ulkus. Selain itu, GERD juga dapat menyebabkan timbulnya faringitis, laringitis,
bronchitis, dan pneumonia.
b. Behcets Syndrome Adanya keterkaitan rongga mulut merupakan komponen yang penting
pada Behcets syndrome dengan manifestasi pada rongga mulut sebesar 99%. Lesi ini serupa
dengan aphthous ulcerations pada orang sehat dengan durasi dan frekuensi yang sama, namun
pada pasien dengan Behcets syndrome, lesi dapat berjumlah 6 atau lebih. Lesi dapat terjadi
pada palatum lunak dan orofaring, dengan tepi yang bergelombang dan dikelilingi oleh area
eritema yang difus. Pada penderita Behcets syndrome, ketiga jenis RAS dapat muncul,
namun minor RAS paling banyak terjadi pada pasien ini. Selain pada rongga mulut, lesi pada
genital dan ocular (mata) juga muncul pada pasien ini.
c. Erythema Multiforme Lesi timbul tiba-tiba, nyeri, penyebaran luas, biasanya sembuh
sendiri. Gambaran klinisnya bervariasi sehingga disebut multiformis, multiple, pada bibir
berbentuk krusta disertai bercak darah.
d. Lupus Erytematosus Eritematus dan ulkus pada mukosa bukal, gingiva dan vermilion,
dengan area putih keratosis mengelilingi ulkus dan biasanya nyeri












Ayu Dani
Selasa, 21 Juni 2011
LESI-LESI JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT

suatu kelainan patologis pada jaringan yang menimbulkan gejala/simptom.
Lesi juga merupakan Zona jaringan yang fungsinya terganggu akibat penyakit dan trauma.

ETIOLOGI
Trauma Lokal
Infeksi
Penyakit Sistemik
Penggunaan obat obatan
Terapi radiasi

JENIS-JENIS LESI JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT
LESI PRIMER
LESI SEKUNDER
JENIS LESI
LAINNYA

Lesi Primer
Makula
Bercak pada kulit/mukosa, Batas jelas, Bentuk & ukuran bervariasi, Datar (tak ada peninggian) hanya
berupa perubahan warna.
Warna : Merah, coklat keputihan, merah kebiruan, biru kecoklatan
Contoh penyakit :

Hyperemia
petechiae, purpura, ecchymoses

Papula
Adalah bercak putih pada kulit/mukosa, berbatas jelas, ada peninggian
Ukuran: dari titik sampai < 1 cm
Warna bervariasi: kemerahan, kekuningan, abu2 keputihan
Contoh: Lichen planus (pada mukosa) dan Fordyces spot

Plak
Suatu bentuk variasi dari papula; diameter > 1 cm; warna : putih keabuan
Mengadakan perluasan ke tepi; timbul bentuk yang melandai
Permukaan halus, menonjol atau bentuk fisura
Contoh: Leukoplakia

Nodula
Pemadatan massa jaringan yang berbatas jelas dan berisi jaringan ikat dilapisi epitel
Dasar nodula: Melibatkan submukosa dan daerah dibawah epidermis
Dapat terjadi karena iritasi kronis
Contoh: Iritasi fibroma

Vesikula
Peninggian pada kulit atau mukosa yang berisi bahan cair (serum, plasma, darah).
Ukuran: dari titik 1 sampai 5 mm; jumlah: bisa tunggal atau banyak.
Bentuk vesikula karena infeksi virus
Contoh: Herpes.

Bula
Adalah bentukan seperti vesikula tetapi diameternya > 5 mm.
Bila pecah dapat menjadi ulser/ulkus yang sembuh dengan jaringan parut.
Contoh: pemphigus vulgaris.

Pustula
Adalah bentukan yang sama seperti vesikula/bula tetapi berisi nanah /pus.
Contoh: penyakit impetigo, pada kulit berupa bisul-bisul kecil

Keratosis
Adalah penebalan yang tidak normal dari lapisan terluar epitel (stratum korneum).
Warna: putih sampai keabuan.
Contoh: linea alba bukalis, leukoplakia, lichen planus.

Wheals
Adalah bentukan yang sama seperti papula, diameter lebih kecil, cepat sembuh.
Berisi serum.
Contoh: bintil karena gigitan serangga

Tumor
Istilah yang dipakai pada massa padat dari jaringan, diameter > 1 cm.
suatu neoplasma yang pertumbuhan jaringan bebas, baru, pembelahan sel yang progresif dan tidak
terkontrol, tidak punya kegunaan fisiologis.
Dapat berwarna apapun.
Lokasi: pada jaringan lunak RM manapun.
Klinis: Lesi bulat menimbul dan tumor menetap bertangkai/ulseri ditengahnya

Gelegata
Gelegata merupakan elevasi sementara kulit yang disebabkan oleh edema dermis dan dilatasi kapiler
sekitarnya. Biasanya berkaitan dengan respon alergi terhadap bahan asing.

Lesi Sekunder
Yaitu merupakan lesi yang muncul setelah lesi primer muncul pada jaringan lunak rongga mulut.
Ada beberapa macam lesi sekunder, antara lain :
Erosi
Dapat sembuh tanpa jaringan parut.
Contoh: Lichen Planus tipe erosi

Ulseri
Rasa nyeri bertambah dan bila ditekan menimbulkan perdarahan karena kerusakan sampai lamina
propia
Contoh: ulkus traumatikus; stomatitis aftosa rekuren

Fisura
Ini merupakan retakan kecil yang meluas melalui epidermis dan memaparkan dermis.
Dapat terjadi pada kulit kering dan pada inflamasi kronik

Sikatriks
Adalah bentukan jaringan baru yang berlebihan pada penyembuhan luka
Contoh: Keloid

Deskuamasi
Adalah pengelupasan lapisan epitel (stratum korneum)
Bisa fisiologis pengelupasan epitel sehingga kulit mengalami regenerasi

Pseudomembran
Adalah membran palsu.
Contoh: Kandidiasis Pseudomembran Akut.

Eschars
Adalah cacat atau kerusakan pada kulit / mukosa akibat luka bakar.

Krusta
Ini terbentuk dari serum, darah atau nanah yang mengering pada kulit.
Masing-masing dapat dikenal dengan warna berikut : merah kehitaman (krusta darah), kuning
kehitaman (krusta nanah), berwarna madu (krusta serum).
Contoh: Eritema Multiformis

Sinus
Adalah suatu saluran atau fistula yang memanjang dari rongga supuratif, kista atau abses ke
permukaan epidermis.
Contoh: Aktinomikosis.

Lesi - Lesi lainya
Jenis lesi-lesi lainnya pada jaringan lunak rongga mulut yaitu :
lesi putih, lesi merah dan lesi berpigmen.

Lesi Merah Rongga Mulut
Merupakan lesi yg paling sering terjadi
Penyebab lesi merah rongga mulut:
Inflamasi pada mukosa
Erosi
Atrofi
Purpura
Vaskuler
neoplasma

Lesi- Lesi Putih
Penyebab utama dari lesi putih rongga mulut:
Leukodema
Penyebab lokal
Keturunan (misalnya nevus spon putih)
Leukoplakia
Neoplasama
infeksi
Penyakit mukokutan

Lesi Mukus Berpigmen
Merupakan perubahan warna mukosa rongga mulut, dimana daerah antara warna coklat ke warna
hitam.
Jenis: intrinsik dan ekstrinsik
Penyebab dari pigmentasi rongga mulut terdiri dari :
Pigmentasi ras
Inflamasi kronis
Tatto amalgam
Tatto grafit
Obat-obatan


Perawatan dan Pencegahan pada Penderita Lesi Jaringan Lunak Rongga Mulut
Perawatan Lesi Jaringan Lunak
Untuk kasus ringan, jenisnya bisa berupa obat salep yang berfungsi sebagai topical coating agent
yang melindungi lesi dari gesekan dalam rongga mulut saat berfungsi dan melindungi agar tidak
berkontak langsung dengan makanan yang asam atau pedas.
Pada kasus yang sedang hingga berat, dapat diberikan salep yang mengandung topikal steroid.

Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:
Hindari stres yang berlebihan
Perbaiki pola makan
Jaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut.
Diposkan oleh Ayu Dani di 11.22





















Akhwat Dentist
ingin menjadi sesosok dokter gigi yang bermanfaaat bagi islam,bagi masyarakat,dan bagi
semua
catatan kecil :)
my story ^^
Minggu, 24 November 2013
Lesi precancer Rongga Mulut
BAB I
PENDAHULUAN

Lesi pra-ganas adalah kondisi penyakit yang secara klinis belum menunjukkan tanda-tanda yang
mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya sudah terjadi perubahan-perubahan patologis yang
merupakan pertanda akan terjadinya keganasan. Hal ini perlu diperhatikan mengingat pada
umumnya kelainan yang terjadi di dalam rongga mulut, terutama pada mukosa rongga mulut,
kurang mendapat perhatian karena lesi tersebut sama sekali tidak memberikan keluhan.
Di Asia Tenggara, frekuensi tumor ganas rongga mulut lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara
lainnya di seluruh dunia. Keadaan yang demikian diduga ada hubungannya dengan kebiasaan
mengunyah tembakau yang dilakukan sebagian masyarakat di kawasan Asia.
Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang paling mudah mengalami perubahan, karena
lokasinya yang sering berhubungan dengan pengunyahan, sehingga sering pula mengalami iritasi
mekanis. Di samping itu, banyak perubahan yang sering terjadi akibat adanya kelainan sistemik.
Perlu diingat bahwa kelainan yang terjadi pada umumnya memberikan gambaran yang mirip antara
yang satu dengan yang lainnya, sehingga dapat menimbulkan kesukaran dalam menentukan
diagnosis yang tepat. Untuk itu, diperlukan diagnosis banding, karena di antara kelainan yang terjadi
ada yang berpotensial menjadi maligna (keganasan). Pemahaman mengenai pentingnya pendekatan
patologik akan meningkatkan kemampuan para dokter gigi pada era globalisasi. Ada beberapa
macam lesi pra-ganas rongga mulut, antara lain erithroplakia, carsinoma in situ, dan lai-lain. Tetapi,
lesi yang paling sering ditemukan pada rongga mulut adalah leukoplakia.

1.1 Rumusan Masalah
1. bagaimanakah syarat suatu lesi dikatakan sebagai praganas ?
2. Apa saja macam-macam lesi praganas (etiologi, patogenesis, HPA dan gambaran klinis) ?

1.2 Tujuan
1. mengetahui syarat suatu lesi dikatakan sebagai lesi praganas
2. mengetahui Macam-macam lesi praganas (etiologi, patogenesis, HPA dan gambaran klinis)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

LESI RONGGA MULUT

Masalah kedokteran gigi tidak hanya membahas gigi geligi tetapi meluas ke rongga mulut yang
terdiri dari jaringan keras maupun jaringan lunak. Penyakit jaringan lunak pada rongga mulut dewasa
ini, menjadi perhatian serius para ahli terutama dengan meningkatnya kasus kematian yang
disebabkan kanker yang ada di rongga mulut khususnya pada negara-negara berkembang di Asia
(Saranath dkk,1991).
Salah satu penyakit jaringan lunak pada rongga mulut adalah lesi putih yang merupakan lesi jaringan
lunak yang relatif sering terjadi dan dapat berubah menjadi lesi ganas khususnya jika keadaan ini
persisten di dalam mulut (Holmstrup dkk, 1992).
Lesi atau kelainan pada jaringan lunak rongga mulut sering kali didiagnosis berdasarkan riwayat
penyakit dan pemeriksaan klinis yang singkat, tetapi sering kali cara tersebut tidak tepat dan
mengarah ke diagnosis yang tidak tepat sehingga penatalaksanaannya pun tidak tepat. Hal tersebut
kemungkinan disebabkan karena lesi pada jaringan lunak rongga mulut mempunyai kemiripan
manifestasi klinis antara satu kelainan dengan kelainan lainnya. Ketepatan pemeriksaan klinis
memerlukan proses pendeskripsian lesi yang akurat untuk mengidentifikasikan penyakit pada
jaringan lunak rongga mulut maupun kulit, karena kebanyakan kelainan yang menyerang jaringan
lunak rongga mulut juga menyerang kulit. Identifikasi lesi secara tepat membutuhkan pemahaman
tentang anatomi jaringan lunak rongga mulut dan lesi-lesi dasar.

EPITEL MUKOSA RONGGA MULUT

Berdasarkan struktur histologisnya, epitel/mukosa rongga mulut terbagi menjadi 2, yaitu Epitel
Rongga Mulut dan LaminaP ropia

1. Struktur histologi
A. Epitel rongga mulut
Fungsi:
a. Sekresi,
b. Pertukaran gas dan absorpsi nutrisi dengan lingkungan,
c. Proteksi terhadap sinar UV, perlindungan fisik terhadap infeksi, dan pigmentasi,
d. Ekskresi mengeluarkan nitrogen,
e. Reseptor stimulus sensasi kemotatik: penciuman & pengecapan

B. Struktur epitel rongga mulut adalah Stratified Squamous Epithelium
Stratified Squamous Epithelium
a.Terletak diatas membrana basalis,
b. Biasanya terdiri dari sel-sel squamous, seringkali terdiri dari sel-sel polimorfik.

C. Sel-sel epitel rongga mulut
a. Keratinocyte, sel epitel mukosa rongga mulut (stratified epithelial cells) yang
mengalamidiferensiasi.
b. Non-keratinocyte, sel pigmen dendritik atau sel tipe lain dalam epitel secara kolektif.

D. Stratifikasi epitel rongga mulut (dari arah luar ke dalam)
a. Stratum Korneum = Keratinized Layer:
Sel terletak di permukaan,
Sel pipih, heksagonal & takberinti

b. Stratum Lusidum
Tidakada
Kalau ada, tidak berkembang dengan baik
c. Stratum Granulosum = Granular Layer
Sel paling besar & pipih
Sel berinti
Sitoplasma granula keratohialin basofilik
d. Stratum Spinosum = Prickle Cells Layer
Di atas sel basal,
Bentuk sel Polihidral,
Berduri (Spiny) perlekatan antar sel,
Sel berinti,
Masih terjadi mitosis, dan
Bersama-sama dengan stratum basale disebut Stratum Malpighi.
e. Stratum Basalis = Basal Cells Layer
Melekat pada membrana basalis,
Bentuk sel silindris Stratum Silindrikum,
Sel berinti, dan
Pembelahan (mitosis) & penggantian sel rusak atau mati Stratum Germinativum.
Catatan: makin ke permukaan sitoplasma lebih eosinofil.

E. Stratifikasi epitel rongga mulut
a. Lamina propia
b. Komponen lamina propia terdiri dari:
Serabut kolagen (collagenfibres), struktur tersusun tiga dimensi yang menentukan:
- Stabilitas mekanik
- Mempertahankan bentuk dan ekstensibilitas jaringan
Serabut elastik (elastic fibres)
- jumlah sedikit
- bantu mempertahankan bentuk jaringan
Serabut retikulin (reticulin fibres)
- mengikat serabut kolagen
- dominan pada membrana basalis
Sistem serabut tersebut berada dalam substansi dasar (matriks), yang terdiri dari:
a. Kompleks karbohidrat-protein
b. Fibroblas:
- sel yang bertanggung jawab pada sekresi
- serabut dan matriks
2. Saraf, pembuluh darah, dan pembuluh limfe
3. Papillary layer
a. serabut kolagen halus ( 0,3 - 3 m) tersusun sebagai jaringan ikat kendor.
b. bagian atas: melekat pada membran basalis.
c. bagian lebih dalam: melekat pada reticuler layer
4. Retikuler layer
Serabut kolagen lebih kasar dan padat ( 10 - 40 m).

EFEK MEROKOK TERHADAP MUKOSA MULUT

Bahan-bahan kimia dan gas dalam asap rokok, seperti: amonia, hidrogen Sianida, nikotin, dan
sebagainya, merangsang infeksi mukosa. Merokok dapat memperlambat penyembuhan luka. Dry
Socket terjadi empat kali lebih banyak pada perokok daripada bukan perokok Merokok
menyebabkan perubahan panas pada jaringan mukosa mulut. Initasi kronis dan panas menyebabkan
perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur. Rangsangan asap rokok yang lama dapat
menyebabkan perubahan-perubahan yang bersifat merusak bagian mukosa mulut yang terkena,
yang bervariasi dan penebalan menyeluruh bagian epitel mulut (smoker's keratosis) sampai bercak
putih keratotik yang menandai leukoplakia dan kanker mulut. Leukoplakia bervariasi dan lesi putih
yang rata/halus sampai lesi yang tebal dan keras. Kira-kira 3% 5% kasus yang didiagnosis
leukoplakia akan berkembang menjadi kanker. Oral leukoplakia merupakan lesi prekanker.
Tembakau merupakan penyebab keratosis yang paling sering dalam mulut. Pasien sering kali
mempunyai kebersihan mulut yang buruk dan berada pada dekade kehidupan ke lima atau enam.
Lebih sering menyerang pria daripada wanita dan ada hubungan antara jumlah rokok dan jumlah
serta keparahan lesi. Jumlah rokok yang dihisap lebih penting daripada lamanya merokok.
Kerentanan individu tampaknya menjadi faktor yang penting dalam menentukan derajat dan sifat
dan hyperkeratosis.
Pada perokok yang menggunakan pipa, sering dijumpai adanya stomatitis nikotina. Gejalanya antara
lain adanya kemerahan di daerah palatum, yang akhirnya menjadi keabuabuan dan kemungkinan
mengkerut. Pada waktunya, terlihat pertumbuhan bercak putih yang kecil pada palatum molle dekat
duktus kelenjar liur. Stomatitis seperti in janang berkembang menjadi kanker. Menghentikan
kebiasaan merokok dengan pipa, biasanya akan menyelesaikan masalah ini.
Pada perokok sigaret, perubahan mulut biasanya lebih luas. Mukosa bukal pipi tampak berwanna
putih susu, terutama pada daerah cominisura, dan menghilang ke daerah gigi geraham besar. Pasien
yang sering membiarkan sigaret tetap tergantung di bibir sering mengalami pembentukan groove
yang dapat terkeratinisasi. Karsinoma mukosa mulut terutama disebabkan oleh karsinogen bahan
kimia di samping fisik dan virus. Berkembangnya neoplasma pada individu akibat stimulus
karsinogenik ini
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keturunan/genetik, diet, hormonal, jenis kelamin, dan
sebagainya. Merokok mempunyai efek karsinogenik pada mukosa mulut. Tembakau mengeluarkan
efek karsinogenik yang tampaknya bersifat kimia
Terdapat hubungan yang bermakna antara merokok dengan kanker di berbagai bagian mulut. Keller
(1967) mengungkapkan adanya asosiasi yang bermakna antara merokok dengan kanker mulut (tidak
termasuk bibir) , juga melaporkan adanya asosiasi yang bermakna secara statistik antara merokok
dengan kanker bibir Merokokdiperkirakandapatmeningkatkan terjadinyakanker mulut sebanyak dua
sampai empat kali. Sementara itu, penelitin prospektif di Universitas California, San Fransisco
mengungkapkan bahwarisiko terkena kanken mulut bagi perokok kira-kira lima kali daripada bukan
perokok.

BAB III
PEMBAHASAN

1. SYARAT SUATU LESI DIKATAKAN SEBAGAI PRAGANAS
a. Ganas jika mengandung karsinoma: kemampuan metastasis yaitu kemampuan untuk menyebar,
b. Inti sel lebih gelap,
c. Sitoplasma lebih kecil,
d. Sel basal tidak teratur,
e. Inti membelah tp sitoplasma tidak, dan
f. Displasia sel.

2. MACAM-MACAM, ETIOLOGI, PATOGENESIS, HPA & GAMBARAN KLINIS LESI PRAGANAS
a. Eritroplakia
Eritroplakia didefinisikan sebagai bercak merah seperti beludru, menetap, yang tidak dapat
digolongkan secara klinis sebagai keadaan lain manapun. Istilah ini seperti leukoplakia tidak
mempunyai arti histologist ; tapi sebagian besar adri eritoplakia didiagnosis secara histologis sebagai
dysplasia epitel atau lebih jelek lagi karena mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk menjadi
karsinoma. Eritroplakia dapat terjadi si setiap tempat di rongga mulut, orofaring, dan dasar mulut.
Merahnya lesi adalah akibat dari atrofi mukosa yang menutupi submukosa yang banyak
vaskularisasinya. Tepi lesi biasanya berbatas jelas. Tidak ada predileksi jenis kelamin dan paling
sering mengenai pasien-pasien yang berusia di atas 60 tahun.
Telah dikenal 3 varian klinis dari eritroplakia :
- Bentuk homogen, yang merahnya tampak rata
- Eritroleukoplakia, yang mempunyai bercak-bercak merah yang bercampur dengan beberapa
daerah leukoplakia
- Bercak leukoplakia, yang mengandung bintik-bintik atau granula-granula putih yang menyebar di
seluruh lesinya.
Biopsy adalah keharusan untuk semua tipe eritroplakia, karena 91% dari eritroplakia menunjukkan
dysplasia yang parah, karsinoma in situ, karsinoma sel skuamosa yang invasive.
Frekuansi tertinggi berkenaan dengan lokasi terjadinya eritroplasia sama dengan kanker mulut, yang
paling umum adalah dasar mulut, pilar tonsil, palatum lunak, dan permukaan latera; dan ventral
lidah. Eritroplasia paling umum dijumpai pada pasien-pasien perokok berat dan alkoholik.

b. Leukoplakia,

Merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga mulut. Meskipun leukoplakia tidak
termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering meluas sehingga menjadi suatu lesi pre-cancer.
Leukoplakia merupakan suatu istilah lama yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu bercak
putih atau plak yang tidak normal yang terdapat pada membran mukosa. Pendapat lain mengatakan
bahwa leukoplakia hanya merupakan suatu bercak putih yang terdapat pada membran mukosa dan
sukar untuk dihilangkan atau terkelupas. Tidak dapat dihilangkan dengan dikerok. Untuk
menentukan diagnosis yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti baik secara klinis maupun
histopatologis, karena lesi ini secara klinis mempunyai gambaran yang serupa dengan lichen
plannus dan white sponge naevus.
Etiologi

Devisiensi Vitamin A,B,&C
Candidiasis,
Iritasi kronis,
Malnutrisi,
Tembakau,
Alcohol,
Iritasi mekanis&kemis,
Defisiensi asam folat,
Xerostomia

Faktor lokal
Biasanya merupakan segala macam bentuk iritasi kronis, antara lain:
a. Trauma
Trauma dapat berupa gigitan tepi atau akar gigi yang tajam
Iritasi dari gigi yang malposisi
Pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi
Adanya kebiasaan jelek, antara lain kebiasaan jelek menggigit-gigit jaringan mulut, pipi, maupun
lidah.
b. Kemikal atau termal
Pada penggunaan bahan-bahan yang kaustik mungkin diikuti oleh terjadinya leukoplakia dan
perubahan keganasan.
Faktor-faktor kaustik tersebut antara lain:
Tembakau
Terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya disebabkan oleh asap rokok dan panas
yang terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat juga disebabkan oleh zat-zat yang terdapat di dalam
tembakau yang ikut terkunyah. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa pipa rokok juga merupakan
benda yang berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi yang spesifik pada palatum yang disebut
stomatitis Nicotine. Pada lesi ini, dijumpai adanya warna kemerahan dan timbul pembengkakan
pada palatum. Selanjutnya, palatum akan berwarna putih kepucatan, serta terjadi penebalan yang
sifatnya merata. Ditemukan pula adanya multinodulair dengan bintik-bintik kemerahan pada pusat
noduli. Kelenjar ludah akan membengkak dan terjadi perubahan di daerah sekitarnya. Banyak
peneliti yang kemudian berpendapat bahwa lesi ini merupakan salah satu bentuk dari leukoplakia.
Alkohol
Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor yang memudahkan terjadinya
leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat menimbulkan iritasi pada mukosa.
Bakterial
Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit periodontal yang disertai higiene
mulut yang jelek.
c. Faktor sistemik
Adanya kemungkinan konstitutional karakteristik, karena ada yang berpendapat bahwa penyakit ini
lebih mudah berkembang pada individu yang berkulit putih dan bermata biru. Pendapat ini
dikemukakan oleh Shaffer dan Burket. Kemungkinan lain adalah adanya penyakit sistemik, misalnya
sipilis. Pada penderita dengan penyakit sipilis pada umumnya ditemukan adanya syphilis glositis.
Candidiasis yang kronik dapat menyebabkan terjadinya leukoplakia. Hal ini telah dibuktikan oleh
peneliti yang melakukan biopsi di klinik. Ternyata, dari 171 penderita candidiasis kronik, 50 di
antaranya ditemukan gambaran yang menyerupai leukoplakia.
Untuk mengetahui diagnosis yang pasti dari leukokplakia, sebaiknya dilakukan pemeriksaan klinik,
histopatologi, serta latar belakang etiologi terjadinya lesi ini.
Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan keratinisasi dari susunan
epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa respiratorius. Beberapa ahli menyatakan bahwa
leukoplakia di uvula merupakan manifestasi dari intake vitamin A yang tidak cukup. Apabila kelainan
tersebut parah, gambarannya mirip dengan leukoplakia. Selain itu, pada percobaan dengan
menggunakan binatang tikus, dapat diketahui bahwa kekurangan vitamin B kompleks akan
menimbulkan perubahan hiperkeratotik.
Gambaran Klinik
Dari pemeriksaan klinik, ternyata oral leukoplakia mempunyai bermacam-macam bentuk. Secara
klinis lesi ini sukar dibedakan dan dikenal pasti karena banyak lesi lain yang memberikan gambaran
yang serupa serta tanda-tanda yang hampir sama. Pada umumnya, lesi ini lebih banyak ditemukan
pada penderita dengan usia di atas 40 tahun dan lebih banyak pria daripada wanita. Hal ini terjadi
karena sebagian besar pria merupakan perokok berat. Lesi ini sering ditemukan pada daerah
alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum lunak dan keras, daerah dasar mulut, gingival, mukosa lipatan
bukal, serta mandibular alveolar ridge. Bermacam-macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi
tergantung dari awal terjadinya lesi tersebut, dan setiap individu akan berbeda.
Secara klinis, lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir, barbatas jelas, dan permukaannya
tampak melipat. Bila dilakukan palpasi akan terasa keras, tebal, berfisure, halus, datar atau agak
menonjol. Kadang-kadang lesi ini dapat berwarna seperti mutiara putih atau kekuningan. Pada
perokok berat, warna jaringan yang terkena berwarna putih kecoklatan. Ketiga gambaran tersebut di
atas lebih dikenal dengan esbutan speckled leukoplakia.
Mempunyai 3 bentuk klinis yang utama
1. Homogenous leukoplakia: mengacu pada suatu lesi setempat atau bercak putih yang luas, yang
memperlihatkan suatu pola yang relatif konsisten, sekalipun permukaan lesi tersebut mungkin
digambarkan secara bermacam-macam seperti misalnya, berombak-ombak dengan pola garis-garis
halus, keriput atau papilomatous.
2. Nodular (bintik-bintik) leukoplakia mengcu pada suatu lesi campuran merah dan putih, dimana
nodul-nodul keratotik ynag kecil tersebar pada bercak-bercak atrofik dari mukosa. Varian klinis ini
sangat penting karena sangat tingginya angka transformasi keganasan yang ditimbulkannya,.
3. verrucous leukoplakia sebagai suatu istilah kurang popular dalam literatur, sekalipun banyak
peneliti yang telah menggunakannya untuk menggambarkan lesi putih di mulut dimana
permukaannya terpecah oleh banyak tonjolan seperti papila yang mungkin juga berkeratinisasi
tebal, serta menghasilkan suatu lesi yang agak mirip pada dorsum lidah.
Stadium Leukoplakia
Leukoplakia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:
Homogenous leukoplakia
Merupakan bercak putih yang kadang-kadang berwarna kebiruan, permukaannya licin, rata, dan
berbatas jelas. Pada tahap ini, tidak dijumpai adanya indurasi.
Erosif leukoplakia
Erosif leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti perak dan pada umumnya sudah disertai
dengan indurasi. Pada palpasi, permukaan lesi mulai terasa kasar dan dijumpai juga permukaan lesi
yang erosive.
Speckled atau Verocuos leukoplakia
Permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi tidak mengkilat. Timbulnya indurasi
menyebabkan permukaan menjadi kasar dan berlekuk-lekuk. Saat ini, lesi telah dianggap berubah
menjadi ganas. Karena biasanya dalam waktu yang relatif singkat akan berubah menjadi tumor
ganas seperti squamus sel karsinoma, terutama bila lesi ini terdapat di lidah dan dasar mulut.
Oral leukoplakia tanpa EBV candida oral leukoplakia non-homogenous leukoplakia
Gambaran Histopatologik

Pemeriksaan mikroskopis akan membantu menentukan penegakan diagnosis leukoplakia. Bila diikuti
dengan pemeriksaan histopatologi dan sitologi, akan tampak adanya perubahan keratinisasi sel
epitelium, terutama pada bagian superfisial. Gambaran HPA-nya anytara lain: keratin tebal,
hyperkeratosis, hiperpara keratosis, jarang ditemukan displasia, pembelahan inti tapi tidak diikuti
pelbelahan sitoplasma.
Secara mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu:
Hiperkeratosis
Proses ini ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang abnormal dari lapisan ortokeratin atau
stratum corneum, dan pada tempat-tempat tertentu terlihat dengan jelas. Dengan adanya sejumlah
ortokeratin pada daerah permukaan yang normal maka akan menyebabkan permukaan epitel
rongga mulut menjadi tidak rata, serta memudahkan terjadinya iritasi.
Hiperparakeratosis
Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat timbulnya pengerasan pada
lapisan keratinnya. Parakeratin dalam keadaan normal dapat dijumpai di tempat-tempat tertentu di
dalam rongga mulut. Apabila timbul parakeratosis di daerah yang biasanya tidak terdapat penebalan
lapisan parakeratin maka penebalan parakeratin disebut sebagai parakeratosis. Dalam pemeriksaan
histopatologis, adanya ortokeratin dan parakeratin, hiperparakeratosis kurang dapat dibedakan
antara satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, pada pemeriksaan yang lebih teliti lagi akan
ditemukan hiperortokeratosis, yaitu keadaan di mana lapisan granularnya terlihat menebal dan
sangat dominan. Sedangkan hiperparakeratosis sendiri jarang ditemukan, meskipun pada kasus-
kasus yang parah.
Akantosis
Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari lapisan spinosum pada suatu
tempat tertentu yang kemudian dapat menjadi parah disertai pemanjangan, penebalan,
penumpukan dan penggabungan dari retepeg atau hanya kel

c. oral submukous fibrosis

oral submukous fibrosis merupakan suatu penyakit progresif yang lambat dimana terbentuk pita
fibrosis di dalam mukosa mulut, yang pada akirnya akan menyebabkan suatu hambatan yang hebat
terhadap pergerakan mulut, termasuk lidah.
penyakit ini disertai dengan reaksi radang juksta epithelial yang disusul denagn suatu perubahan
fibroelastik dari lamina propria dan kemudian atropi epitel sebagai akibatnya. Perubahan-perubahan
ini disertai dengan rasa panas terbakar di mulut dan kadang-kadang dengan vesikel pada mukosa.
Dalam bentuk yang sudah berkembang semurna, gambaran klinis yang mencolok adalah epitel
atropik yang tampak pucat

klinis
pada tahap akir : lamina propria digantikan jaringan fibrous

etiologi
etiologi dari keadaan ini tidak diketahui; hipersensitivitas terhadap rempah-rempah dan buah
pinaang pernah dicurigai tetapi tidak terbukti.

d. Dyskeratosis kongengital
Genodermatosis yang diwariskan secara resesif ini, tidak lazim dijumpai dalam insiden yang tinggi
dari kanker mulut yang terjadi pada anak-anak muda. Ini merupakan suatu penyakit yang jarang
terjadi, hampir selalu dijumpai pada kaum pria, dan ditandai dengan serentetan perubahan mulut
yang pada akhirnya menyebabkan suatu atrofik, leukoplakik dari mukosa mulut dan yang paling
sering terkena adalah daerah lidah dan pipi. Perubahan mulut terjadi disertai dengan kuku yang
distrofik yang hebat dan hiperpigmentasi retukulasi yang mencolok dari kulit muka, leher, dan dada.
Lesi mulut mulai terjadi sebelum usia 10 tahun sebagai kumpulan vesikel dengan bercak-bercak
putih dari mukosa nekrotik yang terinfeksi dengan kandida; ulserasi dan perubahan erythroplakik,
serta distrofi kuku menyusul kemudian, disertai dengan lesi leukoplakik dan karsinoma yang
menyerang lesi mulut ini pada individu menjelang masa dewasa.

e. pipe smoker keratosis

Etiologi : tembakau
Klinis : awalnya eritema, lama-kelamaan meluas dan berlipat-lipat
Lesi tampak spt plak putih atau luka dengan bagian tepi mukosa eritematus
HPA : penebalan epitel, displasia, subepitelial fibrosis, rete peg tumpul/datar

f. snuff-dippers keratosis
Suatu daerah kuning berkerut pada lipatan mukosa gusi dan mukosa pipi atau bibir dari rahang
bawah adalah indicator penggunaan intraoral dari tembakau tanpa dibakar. Tembakau yang tidak
dibakar dapat digunakan dalam berbagai bentuk (dihisap baunya, dicelup, disumbatkan atau
dikunyah) dan meninggalkan tanda-tanda khasnya di daerah yang biasa disisipi tembakau tersebut.
Daerah-daerah posterior umum dipakai untuk mencelup, menyumbat, atau mengunyah, sedangkan
daerah-daerah anterior lebih disukai untuk mencium. Orang yang meletakkan tembakau di tempat
yang berbeda-beda akan mempunyai lesi yang banyak dan kurang mencolok. Pria-pria belasan tahun
paling sering terkena keadaan ini, terutama karena iklan-iklan pemasaran yang intensif dari
perusahaan-perusahaan tembakau.
Bercak-bercak snaff-dippers yang dini berwarna merah muda pucat, dengan permukaan tampak
berkerut-kerut dan berlipat-lipat. Perubahan menjadi putih, putih-kuning dan coklat-kuning dapat
terjadi sebagai hyperkeratosis dan terjadi perwarnaan eksogen.
Penggunaan tembakau tanpa dihisap yang kronis dikaitkan dengan perubahan-perubahan
periodontal, karies, perubahan-perubahan displastik epidermal dan karsinoma veroukosa. Untuk
mendapat kesimpulan, dianjurkan menghentikan pemakaiannya. Jika penampilan normalnya tidak
kembali dalam 14 hari setelah pemakaian tembakau dihentikan, maka perlu dibiobsi.

g. Liken planus


Liken planus merupakan suatu dermatosis yang relative sering terjadi pada kulit dan membrane
mukosa mulut. Lesi ini mungkin hanya terbatas pada salah satu tempat atau mungkin juga terjadi
pada kedua lokasi tersebut dalam satu pasien. Kurang lebih 50% dari pasien yang memiliki liken
planus di mulut juga memuliki lesi di kulit. Lesi di kulit ini, relative konstan, dalam bentuk papula
yang rata dan berwarna keunguan dengan sisik yang halus pada permukaannya. Lesi bias
bermanifestasi dalam enam bentuk yang berlainan, seringkali disertai dengan lebih dari satu bentuk
lesi yang terlihat dalam satu pasien. Karena beberapa lesi dari liken planus di mulut sifatnya erosir
dan yang lainnya bolusa pada bentuk nonerosif, nonbolusa dari liken planus, sekalipun proses
patologik dasar yang sama mungkin telibat dalam semua bentuknya.
Nama liken planus mengacu pada kemiripan superficial dari lesi liken planus retikuler dengan pola
seperti kisi-kisi yang ditimbulkan oleh simbiosis koloni algae dan jamur pada permukaan batu-batuan
di alam (lichens). Nama ini kurang tepat karena tidak ada hubungan antara liken planus dan
mikroorganisme safrofitik, dan nama tersebut hanya menyebabkan menambah kecemasan pasien
tentang penyakit itu.

Etiologi
Etiologi liken planus mungkin melibatkan suatu degenerasi yang ditimbulkan oleh system
imunologi dari lapisan sel basal epitel. Liken planus mungkin hanya merupakan satu varietas dari
suatu rentang yang lebih luas dari penyakit tersebut, dimana lesi likenoid yang diinduksi oleh system
imunologik ini merupakan suatu denominator yang lazim. Jadi ada banyak kemiripan klinis dan
histologis antara liken planus dan dermatosis likenoid dan stomatitides yang diakibatkan oleh obat,
beberapa penyakit imunologik, reaksi penjamu versus tandur alihnya, dan beberapa bentuk
limfoma. Sementara liken planus bisa bermanifestasi sebagai suatu lesi yang karakteristik jelas
sekali, namun diagnosa banding dari lesi ini cukup luas.
inveksi jamur/virus, dan beberapa penyakit imunologi ternyata juga dapat menimbulkan liken
planus

Gambaran Klinik
Terlepasnya dari bentuk erosive dan bulous dari penyakitnya, liken planus cukup sering
bermanifestasi sebagai suatu lesi yang tidak sakit dan indolent, kekuningan, lesi striae putih, tidak
sakit, serta papula pink yang sering sekali sudah terdapat di dalam mulut pasien sejak lama sebelum
disadari sebelum pemeriksaan rutin atau oleh pasien itu ssendiri yang menemukan mukosa pipi dan
bibirnya lebih kasar dari biasanya. Gambaran klinis dari lesi ini pada pasien tertentu seringkali
beragam seiring waktu, baik dalam hal morfologi dari lesi klinis dan perluasannya maupun dengan
daerah erosi dari mukosa yang atrofik.
Bentuk reticular terdiri dari garis putih halus yang sedikit lebih tinggi dari sekitarnya (Wickhams
striae), yang menimbulkan lesi seperti kisi-kisi (bentuk renda), suatu pola garis halus yang menyebar
atau lesi anular. Ini merupakan bentuk yang paling lazim dan paling mudah dikenali dari liken planus
ini kadang memperlihatkan beberapa daerah dengan bentuk reticular. Pipi dan lidah merupakan
tempat yang terutama sering terserang pada banyak pasien penderita liken planus ini, bibir, gingival,
dasar mulut dan palatum agak jarang terkena. Karena lesi reticular merupakan bentuk yang paling
lazim, maka bentuk tersebut paling sering ditemukan di pipi dan lidah dan dalam banyak kasus
sebagai lesi bilateral. Lesi papula yang berwarna keputihan dan lebih tinggi dari sekitarnya (0,5 mm
sampai 1 mm), biasanya terlihat pada daerah berkeratinisasi dengan baik pada mukosa mulut, akan
tetapi lesi yang besar seperti plak (plaquelike lesion) yang sering kali sulit untuk dibedakan dari
leukoplakia dapat terjadi pada pipi, lidah dan gingiva.
Liken planus yang atrofik menggambarkan daerah yang meradang dari mukosa mulut, yang ditutupi
oleh epitel berwarna merah dan lebih tipis. Lesi erosive mungkin timbul sebagai komplikasi dari
proses atrofik ketika epitel yang tipis tersebut mengalami abrasi atau ulserasi. Lesi popular, lesi
seperti plak, dan lesi erosive seringkali disertai dengan lesi reticular. Suatu pemeriksaan yang teliti
untuk menemukan lesi ini merupakan bagian yang penting dari evaluasi klinis terhadap seorang
pasien yang dicurigai menderita liken planus, dan bila dibiopsi hanya memberikan suatu diagnosa
yang tidak spesifik (seperti, peradangan akut dan kronis), maka diagnosa likem planus sering dapat
dikonfirmasi dengan mengidentifikasi suatu daerah dengan pola reticular, sekalipun kadang hanya
satu bercah kecil seperti flame dari striae atau garis-garis putih yang tersusun secara radial.
Daerah yang terserang dari mukosa mulut ini khas sekali dan tidak menjadi kaku atau menjadi tidak
elastic oleh liken planus, dan garis-garis putih keratotik tidak dapat dihilangkan dengan menarik
mukosa mulut atau menggosok permukaannya.
Literature tentang liken planus di mulut, sering menunjukkan kepribadian dari pasien dengan
penyakit ini sebagai seorang neurotic dan terlalu cemas dengan kesehatannya, pekerjaan dan
masalah lainnya dan terhadap lesi yang berasal dari psikosomatik, yang berkembang atau memburuk
sehubungan dengan masa-masa penuh tekanan emosi yang berat, konflik yang tidak terpecahkan,
dan bahkan tekanan fisik. Sementara itu banyak dari karakteristik ini yang mungkin dapat ditemukan
pada pasien yang datang berkonsultasi sehubungan dengan liken planus, kepribadian seperti ini
lazim dijumpai di antara pasien dengan lesi mulut yang kronis lainnya.
Sehubungan dengan pernah dikemukakan antara liken planus di mulut, diabetes militus, dan
hipertensi. Triad ii disebut sebagai syndrome Grin span dan telah dicurigai sebagai faktor
predisposisi untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa. Penyelidikan berikutnya terhadap
sekumpulan pasien lain yang menderita liken planus tidak mempertegas penemuan Grinspin ini,
selain dari satu proporsi dari pasien yang mengalami gangguan mulut kronis yang mungkin terbukti
menderita diabetes dan hipertensi.

Gambaran Histopatologik
Biasanya ada tiga gambaran yang dianggap sangat penting untuk diagnosa histopatologik dari liken
planus yaitu; daerah hiperparakeratosis atau hiperortokeratosis, sering disertai dengan penebalan
lapisan lapisan sel glanular dan gambaran gigi gergaji pada rete peg; degenerasi liquefaction atau
nekrosis pada lapisan sel basal yang sering digantikan dengan pita eosinofilik dan suatu pita
subepithelial yang padat dan limfosit. Terlihat kerusakan membrane basalis, infiltrasi sel limfosit
disertai membentuk untaian, eosinofilik material pd daerah lamina propria, dan bentuk rete peg
seperti gergaji

Gambaran diagnostic yang utama dari liken planus yang mirip dengan reaksi likenoid lainnya adalah
kerusakan pada lapisan sel basal, termasuk perubahan vacuolar dan kematian sel. Perubahan
vacuolar (degenerasi liquefaction) ditandai dengan vakuola intraseluler, edema, separasi sel basal,
dan terlepasnya lamuna propria dari sel-sel basal. Perubahan vacuolar intraselular, edema, separasi
sel basal, dan terlepasnya lamina propria dari sel-sel basal. Serpihan-serpihan artifactual di daerak ini
sering dijumpai pada specimen yang dikirim untuk pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, dan
menimbulkan kecurigaan tentang kemungkinannya sebagai suatu lesi vesikobulosa, dan bila
memang timbul pada daerah ini dalam liken planus bolusa. Kematian sel-sel epidermal yang terlihat
dalam penyakit ini biasanya melibatkan satu sel-sel basal yang akan mengkerut dengan sitoplasma
eosinofilik dan satu atau lebih fragmen nuclear piknotik. Sel-sel yang mati ini disebut sebagai Civatte
bodies, dan terdapat bukti ultrastruktural bahwa keadaan tersebut terjadi melalui suatu proses yang
unik disebut sebagai apoptosis, dimana sel-sel dikonversi menjadi badan filamentous yang difagosit
oleh makrofag atau sel basal di dekatnya. Apoptosis ini menimbulkan reaksi peradangan kecil bila
dibandingkan dengan sel-sel yang mati akibat nekrosis, dan sel-sel yang mengalami apoptosis dalam
lapisan basal dari sel epitel likenoid di tempat lain sering disebut sel-sel diskeratotik. Sebagian dari
sel-sel basal yang mati tidak dapat difagositosis dan menonjol keluar, masuk ke dalam dermis di
bawahnya dimana kemudian akan diselubungi oleh immunoglobulin terutama IgM dan disebut
sebagai badan koloid.

h. lupus erythematous
Lupus eritematosus (LE) ada dalam 3 bentuk :
Lupus eritematosus discoid kronis (CDLE) ,yang hanya mengenai kulit.
CDLE ,bentuk jinak dari penyakit tersebut adalah murni kelainan mukokutan. Dapat timbul pada
setiap usia ,tetapi terutama pada wanita diatas 40 tahun.
CDLE secara klasik ditandai oleh suatu bercak seperti kupu-kupu ,merah ,simetris yang terjadi
melintang batang hidung. Daerah daerah wajah yang sangat fotosensitif lainnya ,termasuk pipi,
daerah malar ,dahi ,kulit kepala ,dan kulit telinga juga terkena .
Kadang-kadang CDLE timbul sebagai plak-plak putih yang terpisah. Mukosa pipi adalah daerah
intraoral yang paling sering terkena ,diikuti oleh lidah ,palatum ,dan gusi. Garis merah dan putih
sejajar yang bergantian dalam susunan radial adalah tanda diagnostic yang penting ,bersama dengan
gambaran lesi multiple pada beberapa permukaan. Lesi lesi ini dapat berupa lichen planus tetapi lesi
pada telinga membantu menyingkirkan diagnose lichen planus .
Lupus eritematosus sistemik (SLE) ,yang mengenai banyak system organ.
SLE adalah penyakit kolagen autoimun yang ditandai oleh pembentukan antibody anti nuclear dan
anti DNA yang ikut berperan dalam cedera jaringan yang terjadi secara imunologik. Pasien seringkali
mengeluh lelah ,demam ,dan sakit sendi. Seringkali ada limfadenopati umum tanpa nyeri. Juga dapat
dijumpai hepatomegali ,splenomegali ,neuropati perifer dan kelainan kelaian hematologic .
Lupus eritematosus kutan subakut ,yaitu suatu varian kutan dengan gejala-gejala sistematis ringan

Lesi lesi LE bersifat kronis dengan periode kekambuhan dan remisi. Lesi yang masak menunjukkan 3
daerah ; suatu pusat atrofik yang dibatasi oleh daerah tengah hiperkeratotik yang dikelilingi oleh
suati eritematosus di perifernya. Seringkali ada hipopigmentasi dari lesi akibat kerusakan melanositik
di pertemuan epidermal-dermal. Lesi lesi tersebut biasanya terbatas pada bagian atas dari tubuh
,terutama kepala dan leher .
Duapuluh sampai empatpuluh persen dari penderita LE mempunyai lesi oral. Lesi ini dapat timbul
sebelum atau sesudah lesi kulit timbul. Lesi kulit umumnya merah dengan tepi bersisik yang putih
sampai keperak-perakan. Bibir bawah yang terpajan matahari di tepi vermilion adalah daerah yang
umum ,sedangkan bibir atas biasanya terkena sebagai akibat dari perluasan langsung dari lesi lesi
kulit. Lesi intraoral seringkali difus dan eritematosus dengan komponen ulseratif dan putih .

i. karsinoma in situ
Karsinoma in situ arti katanya adalah kanker yang masih berada pada tempatnya, merupakan kanker
dini yang belum menyebar atau menyusup keluar dari tempat asalnya. Meskipun istilah karsinoma
in-situ tidak digunakan luas pada lesi rongga mulut, deskripsi ini menunjukan bahwa secara
histologis karsinoma masih terlokalisir dalam epitel skuamus berlapis dan belum ada invasi kedalam
jaringan ikat dibawahnya. Karsinoma in situ bukan merupakan kanker, dan terjadi gangguan seluruh
lapisan epitel. Biasa ditemukan 5 th sebelum karsinoma invasive.
Etiologi :
Tidak diketahui. Umumnya terjadi 5 tahun sebelum karsinoma invasif. Banyak ditemukan pada usia
di bawah 30 tahun.

Karakteristik :
Epitel yang menunjukkan perubahan keganasan tetapi tidak menunjukkan invasi ke bawah jaringan
ikat.

Klinis :
Bervariasi, banyak lesi yang hanya menunjukkan perubahan minimal. Daerah yang terkena sedikit
cembung atau rata atau cekung, kemerah-merahan. Permukaan cenderung bergranula atau seperti
beledu, ada yang memberi gambaran atrofi berkilat, lebih merah dari mukosa sekitarnya. Ada yang
menamakannya dengan eritroplasia untuk menekankan reaksi ini. Daerah karsinoma in situ mungkin
berbaur dengan leukoplakia (secara klinis) atau dapat juga mirip leukoplakia.

Mikroskopis :
Kriteria yang paling penting untuk mendiagnosis karsinoma in situ adalah disorganisasi yang
sempurna dari sel-sel semua lapisan epidermis atau mukosa. Sel-sel bervariasi dalam ukuran,
bentuk, hiperkromatik dengan inti yang besar. Aktivitas mitosis banyak dijumpai, juga mitosis
abnormal. Lapisan basal sudah terkena dan membentuk batas yang jelas, namun membran basalis
masih utuh. Lapisan jaringan ikat di bawahnya meunjukkan reaksi peradangan kronis, dapat juga
normal. Peralihan dari epitel normal ke karsinoma in situ dapat sangat tiba-tiba atau perlahan-lahan
tanpa daerah batas yang jelas. Mukosa sekitar bervariasi dari hiperplasia, displasia sampai karsinoma
in situ.

Prognosis :
Banyak karsinoma in situ yang tidak diobati berubah menjadi karsinoma invasif meskipun kecepatan
progresivitasnya bervariasi. Biasanya karsinoma in situ dalam mulut lebih cepat invasinya
dibandingkan dengan leher mulut rahim. Dengan pengobatan adekuat, prognosis karsinoma in situ
mulut seharusnya baik.
Tak bermetastasis, dapat tumbuh ke dalam atau menyebar ke lateral ke mukosa sekitar. Meskipun
prognosis karsinoma in situ yang terlokalisasi relatif baik, tetapi harus dipertimbangkan adanya
resiko keganasan yang tinggi dan karenanya perkembangannya harus terus dipantau.

j. sipilis leukoplakia
Etiologi
Etiologi dari sifilis tersier ini ialah bakteri Treponema pallidum. Resiko lesi yang disebabkan oleh
bakteri ini untuk menjadi ganas sangat tinggi. Biasanya sifilis leukoplakia ini terletak pada bagian
dorsum lidah. Lesi ini memiliki bentuk yang tidak teratur dan outline yang tidak berbatas jelas.
Terdapat invasif carcinoma dan erosi. Carcinoma terletak dibagian tengah dari dorsum lidah.
Seringkali disertai dengan dysplasia, hyperkeratosis dan akantosis. Sel-sel radang yang terdapat ialah
sel plasma, giant sel, dan granuloma.


k. sublingual keratosis
Istilah ini digunakan untuk lesi putih yang terdapat di dasar mulut dan ventral dari lidah. Lesi ini
mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menjadi ganas (30%).
Gejala klinis yang ditunjukkan ialah berwarna putih, terdapat plak yang halus, tidak teratur namun
berbatas jelas. Biasanya lesi ini tidak diikuti dengan infiltrasi sel-sel radang.
Gambaran histologi untuk sublingual keratosis sama dengan gambaran histologi pada leukoplakia
lainnya, yakni adanya parakeratosis atau orthokeratosis atau keduanya dalam area yang berbeda.
Keratin tersebut menimbulkan warna putih pada lesi tersebut. Epiteliumnya tampak atrofi
(mengecil) dan biasanya disertai dengan akantosis. Kebanyakan leukoplakia tidak menunjukkan
adanya dysplasia, walaupun sebagian kecil menunjukkan adanya perubahan dysplasia dari mild
dysplasia menuju severe dysplasia. Untuk sel-sel yang mengalami dysplasia biasanya diikuti dengan
reaksi radang dari limfosit dan sel plasma.

l. diskeratosis kongengital
Etiologi dari diskeratosis kongenital ialah genetik, yaitu bawaan dari orang tua. Resiko lesi ini untuk
berubah menjadi ganas tinggi.

m. displasia
Merupakan keadaan dimana sel-sel neolpastik terdapat pada seluruh lapisan epitel. Perubahan pra
kanker lain yang tidak sampai meligatkan seluruh lapisan epitel serviks disebut displasia yang dibagi
menjadi ringan, sedang dan berat. Displasia adalah neoplasia servikal intraepitelial (CIN),
tingkatannya adalah CIN 1 (displasia ringan ) CIN 2 (displasia sedang) dan CIN 3 (displasia berat dan
karsinoma in situ).
WHO mengklasifikasikan epithel dysplasia menurut tingkat keparahannya menjadi:
a. Mild dysplasia
Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat ringan dengan pembentukan 1 atau 2 lapisan
basaloid sel di atas membrana basalis tanpa ditandai adanya atipia sel.
b. Moderate dysplasia
Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat sedang dengan pembentukan lapisan basaloid sel
hingga lapisan prikel ditandai dengan atipia sel.
c. Severe dysplasia
Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat sedang dengan pembantukan lapisan basaloid sel
hingga menggantikan seluruh epithelium sel ditandai adanya atipia sel yang jelas, dan sering disebut
karsinoma in situ.

Etiologi
Secara pasti belum diketahui penyebabnya, tetapi umumnya diderita oleh wanita dengan usia lanjut,
kadang-kadang juga pada wanita yang lebih muda, juga sering terjadi pada multi gravida dengan
pernah melahirkan 4 kali atau lebih, insidensi lebih tinggi pada wanita yang telah kawin aripada yang
tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama pada usia amat muda (< 16 tahun ), jarang
ditemukan pada perawan (virgo), insiden meningkat dengan tingginya paritas, apalagi jika jarak
persalinannya terlalu dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (higiene seksual yang
jelek,aktifitas seksual yang berganti-ganti pasangan), jarang dijumpai pada masyarakat yang
suaminya mendapatkan sirkumsisi, sering dijumpai pada wanita yang mengalai Human Papiloma
Virus (HPV) tipe 16 atau 18, wanita perokok juga mempunyai resiko yang besar.

Tanda dan gejala
Pada awal perkembangannnya kanker serviks tidak memberikan tanda-tanda dan keluhan, pada
pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang
fisiologik atau patologik.Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan, makin lama makin
berbau busuk akibat dari infeksi dan nekrosis jaringan. Perdarahah yang dialami segera setelah
sehabis senggama (perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 80 %). Perdarahan
spontah juga dapat terjadi, umumnya pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III) terutama pada
tumor yang eksofitik.Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang.
Rasa nyeri juga timbul sebagai akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.

Patofisiologi
Tidak ada tanda dan gejala yang spesifik dari penyakit ini, perdarahan merupakan satu-satunya
gejala yang nyata, tetapi sering tidak terjadi pada awal penyakit sehingga kanker sudah lamjut pada
saat ditemukan.

BAB IV
KESIMPULAN

1. Syarat suatu lesi dikatakan sebagai lesi praganas
a. Ganas jika mengandung karsinomaInti sel lebih gelap,
b. Sitoplasma lebih kecil,
c. Sel basal tidak teratur,
d. Inti membelah tapi sitoplasma tidak, dan
e. Displasia sel.
2. Leukoplakia, merupakan suatu istilah lama yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu
bercak putih atau plak yang tidak normal yang terdapat pada membran mukosa.
3. oral submukous fibrosis merupakan suatu penyakit progresif yang lambat dimana terbentuk pita
fibrosis di dalam mukosa mulut, disertai dengan reaksi radang juksta epithelial yang disusul denagn
suatu perubahan fibroelastik dari lamina propria dan kemudian atropi epitel sebagai akibatnya.
4. Dyskeratosis kongengital diwariskan secara resesif dan ditandai dengan serentetan perubahan
mulut yang pada akhirnya menyebabkan suatu atrofik, leukoplakik dari mukosa mulut
5. snuff-dippers keratosis ; Suatu daerah kuning berkerut pada lipatan mukosa gusi dan mukosa pipi
atau bibir dari rahang bawah adalah indicator penggunaan intraoral dari tembakau tanpa dibakar.
6. Liken planus merupakan suatu dermatosis yang relative sering terjadi pada kulit dan membrane
mukosa mulut
7. lupus erythematous ada dalam 3 bentuk :
Lupus eritematosus discoid kronis (CDLE) ,yang hanya mengenai kulit.
Lupus eritematosus sistemik (SLE) ,yang mengenai banyak system organ.
Lupus eritematosus kutan subakut ,yaitu suatu varian kutan dengan gejala-gejala sistematis ringan
8. displasia, Merupakan keadaan dimana sel-sel neolpastik terdapat pada seluruh lapisan epitel.
9. diskeratosis kongengital Etiologi dari diskeratosis kongenital ialah genetik.
10. sublingual keratosis digunakan untuk lesi putih yang terdapat di dasar mulut dan ventral dari
lidah.
11. sipilis leukoplakia. Seringkali disertai dengan dysplasia, hyperkeratosis dan akantosis. Sel-sel
radang yang terdapat ialah sel plasma, giant sel, dan granuloma.
12. Karsinoma in situ arti katanya adalah kanker yang masih berada pada tempatnya, merupakan
kanker dini yang belum menyebar atau menyusup keluar dari tempat asalnya.
13. Eritroplakia didefinisikan sebagai bercak merah seperti beludru, menetap, yang tidak dapat
digolongkan secara klinis sebagai keadaan lain manapun.

You might also like