You are on page 1of 45

Pengertian

Tidur adalah bagian ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina. Kebutuhan tidur bervariasi
pada masing-masing orang, umumnya 6-8 jam per hari. Agar tetap, yang perlu diperhatikan adalah
kualitas tidur (www.depkes.go.id)
Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur yang bias bersifat sementara
atau persisten (Kaplan & Sadock, 1997)
Insomnia adalah salah satu fenomena umum dalam gangguan pola tidur, Jangka panjang dapat
menyebabkan menderita gejala somatic dan perkembangan penyakit. Ia bahkan dapat menimbulkan
penyakit mental dengan dimensi (www.ncbi.nlm.nih.gov)
Penyebab
Karena kondisi medis : tiap kondisi yang menyakitkan atau tidak menyenangkan, sindroma apnea tidur,
restless legs syndrome, factor diet, parasomnia, efek zat langsung (drugs/alcohol), efek putus zat,
penyakit endokrin/metabolic, penyakit infeksi, neoplastic, nyeri/ ketidaknyamanan, lesi batang
otak/hipotalamus, akibat penuaan.
Sekunder karena kondisi psikiatric kecemasan, ketegangan otot-otot, perubahan lingkungan, gangguan
tidur irama sirkandian, depresi primer, stress pasca traumatic, skizofrenia (Kaplan & Sadock, 1997)

Dampak insomnia
Insomnia dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan, yaitu
Depresi
Kesulitan untuk berkonsentrasi
Akitivitas sehari-hari menjadi terganggu





INSOMNIA PADA USIA LANJUT


PENDAHULUAN
- secara luas gangguan tidur pada usia lanjut dapat dibagi menjadi :
1. kesulitan masuk tidur (Sleep Onset Problem).
2. kesulitan mempertahankan tidur nyenyak ( Deep Maintenence Problem).
3. bangun terlalu pagi ( Early Morning Awakening).

- secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik, yaitu :
1. International Code of Diagnostic (ICD) 10.
2. Diagnostic and Stastical Manual of Mental disorders (DSM) IV.
3. International Clasification of Sleep Disorder (ICSD).

- ICD (International Code of Diasnogtic) diabagi menjadi 2, yaitu:
1. Organik :
--> dysomnias : gangguan pada lama, kualitas, dan waktu tidur.
--> parasomnias : ada episode abnormal yg muncul selama tidur seperti mimpi buruk, berjalan sambil
tidur dll.
2. Non Organik.

- dalam DSM (Diagnostic Statistical Manual of Mental disorder) IV, gangguan tidur dibagi menjadi 4 tipe,
yaitu :
1. gangguan tidur yang berkolerasi dengan gangguan mental yang lain.
2. gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum.
3. gangguan tidur yang di insuksi oleh bahan-bahan/keadaan tertentu.
4. gangguan tidur primer ( gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi mental,
penyakit, ataupun obat-obatan).

EPIDEMIOLOGI
- pada penelitian The Gallop Organization : 50% penduduk Amerika pernah mengalami gangguan tidur.
- sulit tidur pada usia lanjur di Amerika ditemukan 36% pada laki-laki dan 54% pada perempuan.


PENYEBAB
1). perubahan--perubahan irama sikardian.
2). gangguan tidur primer ( SDB, DLMS, RDB).
3). penyakit-penyakit fisik (hipertiroid athritis).
4). penyakit-penyakit jiwa (depresi, gangguan kecemasan).
5). pengobatan Polifarmasi, alkohol, kafein.
6). Demensia/pikun.
7). kebiasaan higiene tidur yayng tidak baik.

GAMBARAN KLINIS
- terbangun tanpa sebab.
- nokturia (BAK berlebihan pada malam hari).
- nyeri kepala.
- kepala terasa ringan.
- terus mengantuk
- gangguan kognitif.
- penurunan intelektual
- perubahan perilaku dan kepribadian
- depresi.
- penurunan gairah seksual.


PEMERIKSAAN PENUNJANG
- laboraturium klinik : Blood Gaze Analyzes (BGA).
- pemeriksaan di laboraturium tidur. dengan perhitungan :
1. Apneu-hipopneu index (AHI).
2. Multiple Sleep Lately Test (MSLT).
3. Repeated Test of Sustained Wakefullnes (RTSW).
- pencitraan :
> refleksi akustik
> Somnofluooroskopi
> pemeriksaan radiologi sefalometri.
> CT-Scan jalan napas ( kemungkinan Tumor Nasofaring/Orofaring posterior).
> MRI.



PENGOBATAN
>> edukasi.
pada penderita insomnia usia lanjut lebih baik diberikan edukasi untuk dapat mencegah atau
menghindari insomnia, agar bisa menghindari obat-obatan yang dapat tidak perlu untuk diberikan
kepada penderita. oleh karena itu pemahaman dan ketaatan penderita sangatlah diperlukan.
edukasi yang dapat diberikan pada penderita yaitu :
1). tunggu sampai terasa sangat mengantuk sebelum naik ke tempat tidur.
2). bila dalam 20 menit berbaring belum dapat tidur maka lebih baik bangun lagi, lakukan kegiatan lagi
dengan tenang dan lakukan relaksasi. bila mengantuk baru kembali ke tempat tidur.
3). hindari penggunaan kamar tidur untuk bekerja, membaca atau menonton televisi.
4). bangun tidur pagi hari pada jam yang sama, tidak peduli sudah berapa lama ia tidur.
5). hindarkan minum kopi atau merokok.
6). lakukan olah raga ringan setiap pagi setelah bangun tidur.
7). kurangi tidur siang, lakukan kegiatan/hobi yang mnyenangkan.
8). kurangi jumlah minum setelah makan malam, hindari minum alkohol.
9). pelajari teksnik relaksasi atau lakukan meditasi.
10). hindarkan gerakan badan berlebihan saat di tempat tidur.
11). berdoa sebelum tidur.
12) ubah gaya hidup (life style) yang tidak baik, untuk memperbaiki faktor fisis dan psikis yang
mendasari terjadinya ganggian tidur usia lanjut.

pada pengobatan medikamentosa, dapat diberikan :
- obat-obat psikoterapi (untuk pasien dengan ansietas dan depresi).
- Benzodiazepin (untuk insomnia akut).
- Melatonin (merupakan obat tidur).






Pengertian Lansia (Lanjut Usia)

Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan
adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia
dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian
mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap
fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usa) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55
tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima
nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia
lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan
itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia digolongkan menjadi 4, yaitu:
Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
Lanjut usia tua (old) 75 90 tahun
Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan
Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Constantinides, 1994).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk
lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap
serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya.
Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan
ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif
sebagai beban keluarga dan masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat,
penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan
mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya
hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas
sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997).
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana
orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan
kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial
sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia
bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang
berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai
masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad
berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap- sikap yang berkisar antara
kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci
dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental
mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis. Menurut
Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka.
Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis,
karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu
tersedia pada berbagai sumber data kependudukan.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan
dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak
berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah ( 1983)
berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap
praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan
berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya.



Oleh:
dr. Anjab Akmal Sya'roni
PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK Unsri, Palembang
BAB I
PENDAHULUAN
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi dengan
baik. Masyarakat awam belum begitu mengenal gangguan tidur sehingga jarang mencari
pertolongan.Insomnia atau masalah tidur lainnya pada lansia sering keliru dianggap sebagai bagian
normal dari penuaan. Insomnia merupakan masalah umum pada lansia.1-3.
Insomnia adalah laporan subjektif atas tidur kurang atau tak-menyegarkan meskipun peluang cukup
untuk tidur.4 Foley dkk. melaporkan insidensi tahunan insomnia pada sekitar 5% pada usia lanjut.
Insidensi keseluruhan insomnia adalah serupa pada laki-laki dan perempuan, tetapi lebih tinggi di
antara pria 85 tahun dan lebih tua.5 Pendapatan lebih rendah, pendidikan lebih rendah, dan menjadi
seorang janda dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk insomnia. Prevalensi insomnia dilaporkan
dalam daerah dari Amerika Serikat2,6,7 dan di negara lain8-9 adalah serupa dan berkisar antara 30%
dan 60%. 10
Insomnia juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang signifikan, bahkan dapat meningkatkan
mortalitas. Ada beberapa dampak serius insomnia pada lansia misalnya mengantuk berlebihan di siang
hari, gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak
semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Kripke dkk melaporkan bahwa seseorang yang tidur 7 jam
setiap malamnya memiliki kemampuan survival yang lebih baik. Sedangkan mereka yang lama tidurnya
8 jam atau lebih mengalami peningkatan risiko mortalitas yang signifikan, seperti halnya mereka yang
tidur 6 jam atau kurang.11
Insomnia dan penggunaan yang lama atas obat-obatan sedatif dapat mengakibatkan kecelakaan,
hilangnya produktivitas, peningkatan morbiditas dan mortalitas, penyalahgunaan alkohol, serta depresi.
Insomnia sendiri bukanlah menjadi alasan utama pasien mendatangi dokter, hanya 5% dari sekitar 65
juta warga Amerika yang mengeluhkan insomnia pada dokter mereka. 12-13
Berdasarkan banyaknya akibat yang disebabkan oleh kelainan ini baik dari segi klinis, ekonomi, maupun
kualitas hidup, maka penting bagi para dokter untuk dapat mendeteksi dan menangani insomnia secara
efektif terhadap pasien-pasien lansianya.
Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana insomnia sehingga
diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang insomnia.

BAB II
INSOMNIA
II.1. TIDUR
II.1.1 Fisiologi Tidur
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Dengan
tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus
24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian.
Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi proses deaktivasi sistem saraf pusat. Jadi, seseorang yang
tertidur, susunan saraf pusatnya sedang bekerja. Dimana neuron-neuron di substansia retikularis ventral
batang otak melakukan sinkronisasi.
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo
retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang
menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai
pusat penggugah (arousal center).

II.1.2. Stadium Tidur Normal14
Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup. Fase ini ditandai dengan
gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus otot meningkat. Aktivitas alfa menurun
dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada fase mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.
Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium 1 NREM adalah
perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total waktu tidur. Pada fase ini terjadi
penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah,
sinyal campuran, predominan beta dan teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas
bola mata melambat, tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang
mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur.
Gambar 1. Gambaran gelombang EEG

Stadium 2 (light sleep) ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh aktivitas teta,
voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan tidur adalah gelombang ritmik
pendek dengan frekuensi 12-14 siklus per detik. Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase
tinggi, diikuti oleh gelombang lebih lambat, frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas positif, dengan
durasi 500 mdetik. Tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2
dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.
Stadium 3 (deep sleep) ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per detik,
amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata.
Stadium 4(slow-wave deep sleep)terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit
dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta. Stadium 3 dan 4 disebut
juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur
total. Tidur ini terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat
bila seseorang mengalami deprivasi tidur. 14
Stadium 5ditandai dengan aktivitas gelombang delta yang mencapai lebih dari 50%. Pada stadium ini
tidak tampak aktivitas bola mata yang cepat dan tonut otot yang menurun daripada stadium
sebelumnya. 15
Stadium I dan II disebut dengan tidur ringan, sedangkan stadium II dan IV disebut sebagai tidur dalam.
Stadium I-IV dikenal juga dengan stadium non-REM (NREM).
Tidur REM ditandai dengan rekaman EEG yang hampir sama dengan tidur stadium 1. Pada stadium ini
terdapat letupan periodik gerakan bola mata cepat. Refleks tendon melemah atau hilang. Tekanan
darah dan nafas meningkat. Pada pria terjadi ereksi penis. Pada tidur REM terdapat mimpi-mimpi. Fase
ini menggunakan sekitar 20%-25% waktu tidur. Latensi REM sekitar 70-100 menit pada subyek normal
tetapi pada penderita depresi, gangguan makan, skizofrenia, gangguan kepribadian ambang, dan
gangguan penggunaan alkohol durasinya lebih pendek.
Sebagian tidur delta (NREM) terjadi pada separuh awal malam dan tidur REM pada separuh malam
menjelang pagi. Tidur REM dan NREM berbeda dalam hal dimensi psikologik dan fisiologik. Tidur REM
dikaitkan dengan mimpi-mimpi sedangkan tidur NREM dengan pikiran abstrak. Fungsi otonom bervariasi
pada tidur REM tetapi lambat atau menetap pada tidur NREM.
Jadi, tidur dimulai pada stadium 1, masuk ke stadium 2, 3, dan 4. Kemudian kembali ke stadium 2 dan
akhirnya masuk ke periode REM 1, biasanya berlangsung 70-90 menit setelah onset. Pergantian siklus
dari NREM ke siklus REM biasanya berlangsung 90 menit. Durasi periode REM meningkat menjelang
pagi.16


Gambar 2. Gambaran Perbedaan Gelombang EEG setiap fase
Kondisi tidur siang hari dapat dinilai dengan multiple sleep latency test (MSLT). Subyek diminta untuk
berbaring di ruangan gelap dan tidak boleh menahan kantuknya. Tes ini diulang beberapa kali (lima kali
pada siang hari). Latensi tidur yaitu waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur.Waktu ini diukur untuk
masing-masing tes dan digunakan sebagai indeks fisiologik tidur. Kebalikan dari MSLT yaitu maintenance
of wakefulness test (MWT).Subyek ditempatkan di dalam ruangan yang tenang, lampu suram, dan
diinstruksikan untuk tetap terbangun. Tes ini juga diulang beberapa kali. Latensi tidur diukur sebagai
indeks kemampuan individu untuk mempertahankan tetap bangun.

II.1.3 Peranan Neurotransmitter
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary Activity System).
Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang
tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter
seperti sistem serotonergik, noradrenergik, kolinergik, histaminergik.
a. Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino triptopan. Dengan
bertambahnya jumlah triptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan
menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari triptopan terhambat pembentukannya,
maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/jaga.
Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe
dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis di nukleus raphe dorsalis
dengan tidur REM.
b. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin terletak di badan sel nukleus cereleus di
batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya
REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktivitas neuron noradrenergik akan
menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
c. Sistem Kolinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi
episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam
keadaan jaga. Gangguan aktifitas kolinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini
terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM.
Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus
maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
d. Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
e. Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti ACTH, GH, TSH, dan
LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitari anterior melalui
jalur hipotalamus. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin,
dopamin, serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur dan bangun.
II.1.4 Perubahan Tidur pada Lansia Normal15
Manusia memiliki pola tidur-bangun yang berbeda seiring bertambahnya umur. Ketika masa neonatus
sekitar 50% waktu tidur total adalah tidur REM. Lama tidur kurang lebih 18 jam. Mulai menurun ketika
usia satu tahun, yaitu sekitar 13 jam dan 30 % adalah tidur REM. Waktu tidur menurun dengan tajam
setelah itu. Dewasa muda membutuhkan waktu tidur 7-8 jam dengan NREM 75% dan REM 25%.
Kebutuhan ini menetap sampai batas lansia.
Lansia menghabiskan lebih banyak waktunya di tempat tidur, mudah jatuh tidur, namun juga mudah
terbangun dari tidurnya. Terdapat perubahan yang sangat menonjol yakni adanya pengurangan pada
gelombang lambat, terutama stadium 4, gelombang alfa menurun, dan meningkatnya frekuensi
terbangun di malam hari atau meningkatnya fragmentasi tidur karena seringnya terbangun. Selain itu
juga terdapat gangguan pada dalamnya tidur sehingga lansia sangat sensitif terhadap stimulus
lingkungan.
Selama tidur malam, seorang dewasa muda normal akan terbangun sekitar 2-4 kali. Tidak begitu halnya
dengan lansia, ia lebih sering terbangun. Walaupun demikian, rata-rata waktu tidur total lansia hampir
sama dengan dewasa muda. Ritmik sirkadian tidur-bangun lansia juga sering terganggu. Jam biologik
lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju. Seringnya terbangun pada malam hari menyebabkan
keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada siang hari. Dengan perkataan lain, bertambahnya
umur juga dikaitkan dengan kecenderungan untuk tidur dan bangun lebih awal. Toleransi terhadap fase
atau jadual tidur-bangun menurun, misalnya sangat rentan dengan perpindahan jam kerja.
Adanya gangguan ritmik sirkadian tidur juga berpengaruh terhadap kadar hormon yaitu terjadi
penurunan sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, tiroid, dan kortisol pada lansia. Hormon-hormon ini
dikeluarkan selama tidur dalam. Sekresi melatonin juga berkurang. Melatonin berfungsi mengontrol
sirkadian tidur. Sekresinya terutama pada malam hari. Apabila terpajan dengan cahaya terang, sekresi
melatonin akan berkurang.16
Pada usia lanjut, terdapat perubahan tidur secara subjektif dan objektif. Survei epidemiologik
menunjukkan bahwa pada usia lanjut yang tinggal di rumah atau panti werda menunjukkan bahwa 15-
75 persen dari mereka tidak puas dalam lamanya dan kualitas tidur malam hari. Pada usia lanjut wanita
sehat secara subjektif lebih merasakan kesulitan tidur dari pada pria. Perubahan pola tidur pada usia
lanjut dapat dilihat pada tabel15 berikut ini.
Tabel 1.Pola Tidur pada Usia Lanjut


Struktur tidur pada usia lanjut berubah dengan meningkatnya stadium I sehingga terjadi fragmentasi
atau disrupsi dari struktur tidur. Berkurangnya tidur mempunyai dampak padapemulihan fungsi tidur.
Gangguan tidur ini dapat diakibatkan oleh penyakit-penyakit sistematik yang jelas (misalnya gagal
jantung kongestif), sedangkan yang lain tanpa adanya penyebab. Deprivasi tidur pada usia lanjut
berkaitan dengan keletihan, iritabilitas, fungsi kognitif yang terganggu, koordinasi yang kurang dan
halusinasi. Terdapat peningkatan jaga dan penurunan stadium IV, serta berkurangnya jumlah absolut
tidur REM. Tidur REM terjadi lebih awal dan lebih lama dalam durasinya. Berkurangnya tidur REM
berhubungan dengan sindrom otak organik dan aliran darah otak.
Secara ringkas, perubahan dalam struktur tidur pada usia lanjut dapat kita lihat pada tabel15 di bawah
ini.



Tabel 2. Perubahan Struktur Tidur pada Usia Lanjut






Gambar 3. Struktur tidur pada lansia dibandingkan dewasa muda11
II.2. INSOMNIA
II.2.1 Definisi Insomnia
National Institutes of Health mendefinisikan insomnia sebagai suatu pengalaman tidur yang tidak
adekuat atau kurang berkualitas yang ditandai oleh kesulitan untuk jatuh tidur, kesulitan untuk tetap
tidur, bangun terlalu pagi, atau tidur yang tidak menyegarkan. Konsekuensinya, ketika siang hari individu
tersebut merasa kelelahan, kurang berenergi, sulit ebrkonsentrasi, dan iritabilitas.17

II.2.2 Penyebab Insomnia10
Insomnia diklasifikasikan sebagai sementara (tidak lebih dari beberapa malam), akut (kurang dari 3-4
minggu), dan kronis (lebih dari 3-4 minggu).
Insomnia sementara atau akut biasanya terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat gangguan tidur
dan sering berhubungan dengan penyebab yang dapat diidentifikasi.
18 Pencetus insomnia akut termasuk penyakit medis akut, perumahsakitan, perubahan pada lingkungan
tidur, obat-obatan, jet lag, dan stresor psikososial akut atau berulang.18 Insomnia kronis atau jangka
panjang dapat dikaitkan dengan berbagai dasar kondisi medis, perilaku, dan lingkungan4,18-20 dan
berbagai obat-obatan4,19-21 seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.Penyabab Insomnia












II.2.3. Faktor yang dapat Menyebabkan Insomnia
II.2.3.1 Faktor Risiko23
Di bawah ini dipaparkan beberapa faktor risiko potensial untuk terjadinya insomnia
berdasarkan bukti yang mendukung adanya hubungan kuat antara keluhan insomnia dan suatu faktor
spesifik, antara lain:
Usia
Umur yang lebih tua dikaitkan dengn insomnia dan, sebagian, diakibatkan oleh adanya peningkatan
prevalensi dari masalah medis lainnya yang mengganggu tidur. Sebagai tambahan, terdapat pula
perubahan tidur normal terkait usia yang menjadi predisposisi orang yang lebih tua untuk menderita
insomnia.24
Jenis kelamin
Penelitian tentang jenis kelamin memberikan bukti bahwa wanita berisiko 1,2 sampai 1,5 kali untuk
menderita insomnia dibandingkan pria.25
Status sosio-ekonomik
Seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan mereka yang memiliki pendidikan rendah berisiko lebih
tinggi untuk mengidap insomnia.26
Lainnya
Seseorang yang berpisah atau bercerai, sakit secara medis, dan mereka yang dengan depresi, ansietas,
atau masalah penyalahgunaan zat juga dilaporkan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengidap
insomnia.26
II.2.3.2 Faktor Predisposisi24
Faktor predisposisi untuk timbulnya insomnia yaitu adanya predisposisi keluarga atau kebiasaan
yang didapat, ansietas yang tidak terdeteksi dan tidak diobati, kekhawatiran, dan peninkatan respon
stres dengan konsekuensi metabolik
II.2.3.3 Faktor Pencetus
Faktor pencetus dapat diringkas dengang pertanyaan mengapa sekarang?. Contoh umumnya yaitu
respon akut terhadap stressor dari hubungan, keluarga, dan pekerjaan, sama halnya dengan faktor
ekonomi, lingkungan sekitar, dan ritme sirkadian (termasuk jet lag). Bagi kebanyakan orang, tidur
kembali normal ketika stressor atau faktor dihilangkan.
II.2.3.4 Faktor Penetap
Faktor yang dapat menyebabkan insomnia menetap ini dapat berasal dari faktor psikologis atau
kebiasaan, merupakan konsekuensi dari insomnia sekaligus mempertahankannya.
Faktor Psikologis
o Keliru menyimpulkan tentang penyebab insomnia
o Menganggap enteng kebutuhan tidur
o Ekspektasi tidur malam yang buruk
o Ansietas, stres atau depresi
Faktor Kebiasaan
Waktu bangun tidur yang ireguler
Tidak ada struktur siang ke malam (misalnya tidak memiliki pekerjaan reguler)
Berbaring di tempat tidur untuk waktu lama ketika bangun
Tidur siang yang lama
Tidak ada
II.2.4 Efek Insomnia
Kelelahan
Perasaan yang mudah berubah
Iritabilitas atau marah
Mengantuk di siang hari
Kecemasan tentang tidur
Kurang konsentrasi
Ingatan yang buruk
Kualitas perfoma yang jelek di tempat kerja
Kurang motivasi dan energi
Sakit kepala atau tegang
Rasa tidak enak di perut
Kesalahan/kecelakaan ketika bekerja atau menyetir

II.2.5 Klasifikasi Insomnia
II.2.5.1 Insomnia Primer22,23
Insomnia Idiopatik
Insomnia yang muncul saat bayi atau masa kanak-kanak yang persisten dan cenderung menetap.
Penyebabnya tidak jelas, ada dugaan disebabkan oleh ketidakseimbangan neurokimia otak di formasio
retikularis batang otak atau disfungsi forebrain.
Insomnia Psikofisiologik
Insomnia yang muncul bersamaan dengan adanya level ansietas dan kekhawatiran yang berlebihan
terkait tidur dan kondisi tidak bisa tidur, diakibatkan oleh respon maladaptif yang terkondisi, dimana
pasien belajar untuk berhubungan dengan lingkungan di sekitar tempat tidur dimana kondisi bangun
lebih banyak daripada tidur. Onsetnya sering dikaitkan dengan peristiwa yang menyebabkan insomnia
akut, dengan gangguan tidur menetap meskipun terdapat resolusi faktor presipitasi.
Insomnia Paradoksikal
Sering disebut juga mispersepsi status tidur, yaitu insomnia yang ditandai oleh ketidaksesuaian yang
nyata antara deskripsi durasi tidur pasien dan temuan objektif polisomnografi.
II.2.5.1.1 Perjalanan Gangguan Insomnia Primer14
Faktor-faktor yang mempresipitasi insomnia berbeda-beda. Onsetinsomnia bisa bersifat tiba-tiba.
Insomnia biasanya terjadi akibat stresor psikologik, fisik dan sosial. Insomnia sering berlanjut meskipun
kausanya sudah dapat diatasi. Hal ini disebabkan terjadinya pengkondisian negatif atau kewaspadaan
yang meningkat. Misalnya, seorang lansia yang menderita nyeri dapat menghabiskan waktunya di
tempat tidur dan sulit tidur karena nyerinya. Pengkondisian negatif dapat terjadi. Kondisi ini dapat
bertahan meskipun nyeri sudah tidak ada lagi.
Insomnia juga dapat berkembang dalam konteks stresor psikologik akut atau gangguan mental.
Perjalanan insomnia dapat bervariasi. Insomnia harus dibedakan dari gangguan mental yang salah satu
gambaran kliniknya insomnia (skizofrenia, gangguan depresi berat, gangguan cemas menyeluruh).
Insomnia primer tidak ditegakkan jika insomnia terjadi secara eksklusif selama adanya gangguan mental
lain. Diagnosis insomnia primer dibuat jika gangguan mental lain tidak dapat menerangkan insomnia,
atau jika insomnia dan gangguan mental mempunyai perjalanan yang berbeda. Jika insomnia merupakan
manifestasi gangguan mental dan secara eksklusif terjadi selama gangguan mental lain, diagnosis yang
lebih cocok adalah insomnia terkait gangguan mental lain. Diagnosis dibuat jika keluhan insomnia sangat
menonjol dan perlu mendapat perhatian klinik tersendiri.16
II.2.5.2 Insomnia Sekunder22,23
Insomnia Penyesuaian
Disebut juga insomnia akut atau insomnia jangka pendek. Biasanya disebabkan oleh sumber stres
dan/atau stresor psikososial aktif, serta cenderung berlangsung hanya hitungan hari sampai minggu.
Higien tidur yang tidak cukup
Insomnia jenis ini disebabkan oleh kebiasaan tidur yang buruk dan/atau gaya hidup yang menganggu
tidur.
Insomnia akibat Kelainan Psikiatrik
Insomnia karena gangguan kejiwaan yang aktif, seperti ansietas atau depresi.
Insomnia akibat Kondisi Medis
Insomnia karena kondisi seperti sindrom kaki gelisah, nyeri kronis, batuk atau dispnea nokturnal,
atau hot flashes.
Insomnia akibat Obat atau Zat Tertentu
Insomnia karena konsumsi atau penghentian obat, penyalahgunaan obat, alkohol, atau kafein.
II.2.6 Pendekatan Insomnia
Langkah pertama dalam mengevaluasi masalah tidur pada usia lanjut adalah menetapkan bahwa
orang tersebut benar-benar telah insomnia. Langkah berikutnya adalah untuk menentukan gangguan
tidur yang dominan. Ketika mempertimbangkan pola tidur pasien akan sangat membantu untuk berpikir
tentang kualitas, lamanya, jumlah terbangun, dan waktu. Hal ini sering berguna untuk memiliki pasien
yang buku catatan harian tidur lengkap 1 minggu 1 atau 2-minggu. Catatan ini harus menunjukkan tidur
biasanya pasien, waktu terbangun, tempo dan kuantitas makanan, penggunaan alkohol, olahraga, obat-
obatan (resep dan obat bebas), dan deskripsi lamanya dan kuantitas tidur setiap hari.



II.2.6.1 Obat-obatan yang diketahui berkontribusi terhadap Insomnia24
Ada beberapa obat-obatan yang diketahui dapat menyebabkan insomnia, antara lain:
Anti konvulsan
Lamotrigine
Anti depresan
Bupropion
Fenelzin
Protriptilin
Fluoxetin
Tranilsipromin
Venlafaxin
Penyekat beta (beta blockers)
Propanolol
Pindolol
Metoprolol
Bronkodilator
Teofilin
Dekongestan
Fenilpropanolamin
Pseudoefedrin
Steroid
Prednison
Stimulan
Dekstroamfetamin
Metamfetamin
Metilfenidat
Modafinil
Pemolin
II.2.7 Kuesioner Skrining Insomnia25
Kuesioner skrining insomnia ini adalah alat yang dapat digunakan oleh klinisi untuk membantu diagnosis
dari gangguan tidur primer atau sekunder yang menyebabkan insomnia.
Tabel 4. Kuesioner Skrining Insomnia

Bulan lalu
Lingkari Jawaban Terbaik
Tidak
pernah
Jarang Kadang-
kadang
Hampir tiap
hari/malam
Selalu

1 Apakah anda memiliki
masalah untuk jatuh
tertidur?
1 2 3 4 5
2 Apakah anda memiliki
masalah untuk tetap
tidur?
1 2 3 4 5
3 Apakah anda merasa
bangun pagi tidak
menyegarkan?
1 2 3 4 5
4 Apakah anda
mengkonsumsi sesuatu
untuk membuat anda
tidur?
1 2 3 4 5
5 Apakah anda
mengkonsumsi alkohol
untuk membantu anda
tidur?
1 2 3 4 5
6 Apakah anda memiliki
masalah medis yang
menganggu tidur anda?
1 2 3 4 5
7 Apakah anda kehilangan
minat terhadap hobi
atau aktivitas?
1 2 3 4 5
8 Apakah anda merasa
sedih, mudah marah,
dan kehilangan
harapan?
1 2 3 4 5
9 Apakah anda merasa
gugup atau khawatir?
1 2 3 4 5
10 Apakah anda berpikir
ada yang salah dengan
tubuh anda?
1 2 3 4 5
11 Apakah anda bekerja
shift atau apakah jadwal
tidur anda tidak teratur?
1 2 3 4 5
12 Apakah kaki anda gelisah
dan/atau tidak nyaman
sebelum tidur?
1 2 3 4 5
13 Apakah ada yang pernah
mengatakan bahwa
anda gelisah atau
menendang kaki anda
ketika tidur?
1 2 3 4 5
14 Apakah anda memiliki
kebiasaan atau gerakan
yang tidak biasa ketika
tidur?
1 2 3 4 5
15 Apakah anda
mendengkur?
1 2 3 4 5
16 Apakah ada yang pernah
mengatakan bahwa
anda berhenti bernapas,
sesak, mendengkur, atau
seperti tercekik ketika
tidur?
1 2 3 4 5
17 Apakah anda memiliki
kesulitan untuk tetap
terjaga ketika siang hari?
1 2 3 4 5

Kuesioner skrining insomnia ini merupakan alat yang digunakan dokter untuk evaluasi klinis insomnia. Ini
digunakan untuk skrining gangguan tidur primer. Berdasarkan aturan umum di bawah ini, dokter harus
melakukan evaluasi klinis lengkap dan/atau merujuk ketika diperlukan.
Dasar diagnostik:
Insomnia : pertanyaan 1-6
Gangguan psikiatrik : pertanyaan 7- 10
Kelainan ritme Sirkadian : pertanyaan 11
Kelainan gerakan : pertanyaan 12-13
Parasomnia : pertanyaan 14
Gangguan bernapas saat tidur (sleep apnea): pertanyaan 15-17
Panduan umum interpretasi kuesioner skrining insomnia:
Pasien yang menjawab 3, 4, 5 pada banyak pertanyaan lebih mengarah ke diagnosis insomnia. Jika
mereka menjawab 3, 4, atau 5 pada dua atau lebih item dan memiliki gangguan saat siang hari yang
signifikan, maka dibutuhkan evaluasi dan tatalaksana lebih lanjut. Jika tidak ada bukti adanya gangguan
tidur primer dan/atau penyebab sekunder insomnia tidak dapat diidentifikasi, maka disebut insomnia
terkondisi.
Pasien yang menjawab 4 atau 5 pada pertanyaan 6-9 harus diskrining lebih lanjut untuk kelainan
psikiatri. Pertanyaan 9 merujuk ke kelainan somatisasi, dimana umumnya berhubungan dengan
insomnia dan dapat menggambarkan adanya gangguan somotoform sebelumnya dimana hal ini
membutuhkan pengobatan spesifik.
Pasien yang menjawab 4 atau 5 pada pertanyaan 11 lebih mengarah pada gangguan irama sirkadian.
Pertanyaan lebih lanjut dan mendalam mengenai shift kerja atau adanya fase tidur yang terlambat harus
dilakukan.
Jawaban 4 atau 5 pada item lainnya merupakan hal signifikan dan berkontribusi besar pada gejala pasien
insomnia atau tidur yang tidak menyegarkan. Pertanyan 12 merujuk ke sindrom kaki gelisah dan
pertanyaan 13 merujuk pada gangguan gerakan kaki periodik.
Jawaban 2-5 pada pertanyaan 14 harus mendapat perhatian lebih terutama ketika kejadian atau
gerakan tersebut berpotensi menimbulkan kekerasan atau cidera pada pasien atau pasangan tidurnya.
Menjawab 4 atau 5 pada pertanyan 15 atau 16 memerlukan evaluasi klinis lebih lanjut mengenai apnea
tidur. Jawaban di atas 3 pada pertanyaan 15 dan 16 atau 15 dan 17 juga memberi kecurigaan terhadap
apnea tidur dan dibutuhkan evaluasi lebih lanjut.
BAB III
PENATALAKSANAAN GANGGUAN TIDUR
Langkah pertama untuk mengatasi insomnia sekunder terhadap gangguan medik atau psikiatrik adalah
mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang mendasarinya. Cara nonfarmakologik dan farmakologik
diperlukan untuk terapi gangguan tidur baik primer maupun sekunder.15,16
III.1. NON FARMAKOLOGIK
III.1.1 Higiene Tidur14
Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur merupakan syarat mutlak untuk
gangguan tidur. Jadwal tidur-bangun dan latihan fisik sehari-hari yang teratur perlu dipertahankan.
Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat
sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk menumpahkan kemarahan. Perubahan
kebiasaan, sikap, dan lingkungan ini efektif untuk memperbaiki tidur. Edukasi tentang higiene tidur
merupakan intervensi efektif yang tidak memerlukan biaya.
III.1.2 Terapi Pengontrolan Stimulus14,29
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau
jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan reaktif yang sering ditemukan pada
insomnia. Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita insomnia:
Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk.
Batasi aktivitas di tempat tidur hanya untuk tidur dan seks.
Jangan menonton TV, membaca, makan, dan menelpon di tempat tidur.
Jangan berbaring-baring di tempat tidur karena bisa bertambah frustrasi jika tidak bisa tidur.
Jika tidak bisa tidur (setelah 15 menit) harus bangun, pergi ke ruang lain, kerjakan sesuatu yang tidak
membuat terjaga seperti membaca dengan lampu redup, mendengarkan musik atau melakukan
relaksasi pernapasan. Jangan buka internet, nonton tv atau mengerjakan tugas kantor atau rumah. Jaga
agar pencahayaan tetap redup. Masuk kamar tidur setelah kantuk datang kembali.
Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu tidur, total tidur, atau hari
(misalnya hari Minggu).
Menghindari tidur di siang hari.
Jangan menggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll) dalam 4-6 jam sebelum tidur.
Hasil terapi ini jarang terlihat pada beberapa bulan pertama. Bila kebiasaan ini terus dipraktikkan,
gangguan tidur akan berkurang baik frekuensinya maupun beratnya.
II.1.3 Terapi Pembatasan Tidur14,26
Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu mengkonsolidasikan tidur. Terapi ini bermanfaat
untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa tertidur. Misalnya, bila pasien mengatakan
bahwa ia hanya tertidur lima jam dari delapan jam waktu yang dihabiskannya di tempat tidur, waktu di
tempat tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari harus dihindari. Lansia dibolehkan tidur sejenak di
siang hari yaitu sekitar 30 menit.
Pembatasan tidur dilakukan dengan mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat tidur sebanyak 30
menit setiap 3-4 hari, baik dari waktu tidur atau waktu bangun, hingga waktu yang dihabiskan di tempat
tidur sama dengan waktu yang di habiskan untuk tidur. Perlu dicatat bahwa waktu yang kurang dari 5
jam tidak selalu direkomendasikan. Waktu yang dihabiskan di tempat tidur akan meningkat secara
perlahan seiring tidur membaik.
Pasien juga sebaiknya dilibatkan dalam proses tersebut. Bantu mereka untuk memperkirakan efisiensi
tidur mereka (waktu tidur biasa dibagi dengan waktu yang dihabiskan di tempat tidur). Sebagai contoh,
bila 6 dari 8 jam dihabiskan untuk tidur, maka efisiensi tidur adalh 75%. Tidur yang baik memiliki
efisiensi lebih dari 85%, yang berarti waktu tidur dan waktu di tempat tidur kurang lebih sama. Bila
efisiensi tidur pasien mencapai 85% (rata-rata setelah lima hari), waktu di tempat tidurnya boleh
ditambah 15 menit. Terapi pembatasan tidur, secara berangsur-angsur, dapat mengurangi frekuensi dan
durasi terbangun di malam hari.
Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnosis diri sendiri, relaksasi progresif, dan
latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien
membutuhkan latihan yang cukup dan serius.14
Biofeedback yaitu memberikan umpan-balik perubahan fisiologik yang terjadi setelah relaksasi.14 Cara
ini menggunakan elektromiografi dan EEG. Biofeedback memberikan relaksasi melalui sinyal yang
diberikan ke pasien yang dapat menggambarkan level tegangan, baik berdasarkan elektromiografi atau
aktivitas EEG. Teori yang mendasari pengobatan ini adalah bahwa pasien akan lebih baik belajar
bagaimana mencapai relaksasi ketika diberikan umpan-balik segera atas peningkatan atau penurunan
tegangan yang diakibatkan oleh usaha untuk mengontrol tegangan ini.24
Umpan balik ini dapat meningkatkan kesadaran diri pasien tentang perbaikan yang didapat. Teknik ini
dapat dikombinasi dengan higene tidur dan terapi pengontrolan tidur.
III.2 FARMAKOLOGIK
Beberapa jenis obat yang diresepkan untuk pengobatan insomnia termasuk benzodiazepin, agonis
reseptor benzodiazepin, anti-depresan sedatif. Golongan benzodiazepin yang disetujui oleh Food and
Drug Administration(FDA) untuk digunakan dalam pengobatan insomnia termasuk obat-obatan dengan
waktu paruh lama, menengah, dan pendek; sedangkan agonis reseptor benzodiazepin yang disetujui
adalah golongan dengan waktu paruh menengah, pendek, dan sangat pendek. Singkatnya dapat dilihat
pada tabel23 di bawah ini.
III.2.1 Benzodiazepine
Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan pilihan utama untuk mengatasi
insomnia baik primer maupun sekunder.14 Benzodiazepin merupakan agen hipnotik dimana indikasi
pemberiannya adalah untuk pengobatan tunggal, insomnia jangka pendek atau sebagai agen
tambahan.13 Benzodiazepin bekerja melalui kompleks reseptor benzodiazepin-?-aminobutiric-acid
http://infopenyakitdalam.com/berita-156-diagnosis-dan-penatalaksanaan-insomnia-pada-lanjut-
usia.html
dengan mempengaruhi perpindahan klorida. Reseptor agonis benzodiazepin berikatan dengan kompleks
reseptor yang sama namun memiliki afinitas yang berbeda terhadap berbagai sub kelas reseptor.13
Tabel 5. Pengobatan yang disetujui oleh FDA

Benzodiazepin diklasifikasikan berdasarkan waktu paruh dan durasi kerja.27,28,29 Prototopik
benzodiazepin aksi pendek, triazolam, memiliki efek terapeutik yang cepat dan sedikit efek yang tidak
diinginkan dibandingkan agen yang bekerja lebih lama. Triazolam memiliki waktu paruh kurang lebih 2
sampai 6 jam, dengan metabolit klinis yang signifikan, serta cepat diserap. Namun, pengobatan ini sering
dikaitkan dengan rebound insomnia yang parah27dan aksinya yang pendek tidak optimal bagi
pengobatan terbangun pada dini hari yang umum dijumpai pada populasi lansia. Agen aksi pendek
merupakan obat pilihan untuk membantu orang-orang yang sulit masuk tidur.
Temazepam merupakan prototipik benzodiazepin aksi menengah, dengan waktu paruh kurang lebih 10-
17 jam. Temazepam diserap cepat dan mencapai puncak konsentrasi plasma dalam 2 jam,
dimetabolisme oleh jalur konjugasi (fase II metabolisme) dan tidak memiliki metabolit aktif yang
signifikan.27,30,31 Karena aksi menengahnya (temazepam, estazolam, alprazolam, oxazepam,
loraepam, halazepam, chlordiazepoxide) memiliki onset aksi yang lebih lambat dan waktu paruh
eliminasi yang lebih lama dibandingkan agen kerja pendek, perhatian khusus dibutuhkan ketika
meresepkan obat ini. Golongan ini berguna untuk penderita yang mengalami interupsi tidur.
Benzodiazepine kerja lama (diazepam, flurazepam, clonazepam, quazepam) memiliki onset yang lebih
lambat dibandingkan agen kerja pendek dan menengah. Obat-obatan tersebut memiliki solubilitas lipid
yang tinggi, olume distribusi yang luas, metabolit aktif, dan waktu paru yang lama (>24 jam) yang dapat
berakumulasi dan mengakibatkan somnolen, linglung di siang hari serta meningkatkan risiko fraktur
panggul.32,33 Agen-agen ini sebaiknya dihindari untuk lansia.
Benzodiazepin dapat mengganggu ventilasi pada apnea tidur. Efek samping berupa penurunan kognitif
dan terjatuh akibat gangguan koordinasi motorik sering ditemukan. Oleh karena itu, penggunaan
benzodiazepin pada lansia harus hati-hati dan dosisnya serendah mungkin.
Sebagian obat golongan benzodiazepin dimetabolisme di hepar. Oleh karena itu, pemberian obat-obat
yang menghambat oksidasi sitokrom (seperti simetidin, estrogen, INH, eritromisin, dan fluoxetine) dapat
menyebabkan sedasi berlebihan di siang hari.13
Triazolam tidak menyebabkan gangguan respirasi pada pasien COPD ringan-sedang yang mengalami
insomnia. Neuroleptik dapat digunakan untuk insomnia sekunder terhadap delirium pada lansia. Dosis
rendah-sedang benzodiazepin seperti lorazepam digunakan untuk memperkuat efek neuroleptik
terhadap tidur.
II.2.2 Non-Benzodiazepine
II.2.2.1 Zolpidem
Zolpidem merupakan agen hipnotik imidazopiridin non-benzodiazepine yang tidak memiliki banyak
substansi relaksan otot, anxiolitik, dan anti-konvulsan. Waktu paruh dari agen aksi pendek ini adalah 1.5
sampai 2.4 jam, dengan onset aksi yang cepat, yaitu 2 jam per oral, dan tanpa metabolit aktif. Pada
lansia, waktu paruhnya memanjang hingga 2.5 jam, sehingga memerlukan pengurangan dosis ketika
digunakan pada populasi ini.34
Zolpidem tidak memiliki toleransi terhadap gejala withdrawal, dan memiliki aktivitas supresan yang
sedikit pada pasien dengan penyakit paru. Lebih lanjut lagi, zolpidem merangsang pola tidur yang mirip
dengan tidur fisiologis.34 Zolpidem juga memiliki efek mengantuk di siang hari yang sedikit atau efek
pada ingatan.
Zolpidem dapat ditoleransi dengan baik, namun reaksi yang tidak diinginkan seperti pusing, somnolen,
rasa tidak nyaman di gastrointestinal, serta nyeri pernah ditemukan.35 Efek yang lebih luas berkaitan
dengan dosis dan terjadi lebih sering pada pasien berusia 65 tahun ke atas yang menggunakan dosis
malam lebih dari 5 mg.
Ketika mengganti zolpidem dari benzodiazepin, dianjurkan untuk menurunkan dosis benzodiazepine 1-2
minggu termasuk periode bersih sekitar 2-3 hari sebelum memulai pemberian zolpidem.27,36
II.2.2.2 Zaleplon
Zaleplon berasal dari kelas baru golongn sedatif yang tidak berhubungan dengan agen hipnotik
manapun di pasaran, yitu pirazolopirimidin. Zalepon diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek
untuk insomnia pada pasien dewasa, termasuk lansia. Penelitian menunjukkan bahwa zaleplon
berikatan secara selektif dengan komplek reseptor GABAA dan potensiasi pengikatan t-butil-
bisilofosforotionat.
Zaleplon diserap cepat, dengan akhir waktu paruh kurang ebih 1 jam dan tidak berakumulasi dengan
dosis tunggal per hari. Setelah administrasi per oral, zaleplon dimetabolisme secara luas tanpa ada
metabolit aktif. Pada lansia, farmakokinetiknya tidak jauh berbeda, walaupun demikian, dosis harus
dikurangi pada pasien dengan gangguan hati ringan sampai sedang, dan harus dihindari pada gangguan
berat.
Penggunaan dosis 5 atau 10 mg, zaleplon memiliki efek subjektif rebound insomnia yang minimal dan
tidak memiliki efek objektif setelah malam pertama penghentian obat. Namun penggunaan dosis 20 mg,
baik efek subjektif maupun objektif rebound insomnia terjadi pada malam pertama setelah penghentian
obat. Namun selanjutnya efek rebound ini akan menghilang pada malam kedua setelah withdrawal.37
II.2.2.3 Anti Depresan
The National Heart, Lung, and Blood Institute Working Group on Insomnia menyimpulkan bahwa ada
sedikit data untuk merekomendasikan penggunaan antidepresan pada pasien insomnia tanpa
depresi.38 Namun ketika diberikan pada pasien dengan depresi mayor, anti depresan sedatif (seperti
amitriptilin, doxepin, imipramin) meningkatkan penilaian subjektif dan objektif insomnia, dan gejala
tidur pada depresi meningkat lebih cepat dibandingkan gejala lainnya.39
II.2.2.4 Melatonin
Melatonin adalah hormon yang disekresikan oleh glandula pineal. Salah satu dari fungsi primernya
adalah regulasi dari ritme sirkadian dan tidur. Berdasarkan peran fisiologisnya, melatonin eksogen telah
lama digunakan untuk memanipulasi ritme sirkadian dan merangsang tidur.40 Sampai baru-baru ini,
melatonin hanya tersedia dengan basis nama pasien. Tablet melatonin 2 mg modified release (MR);
Circadin, Lundbeck; sekarang tersedia sebagai monoterapi untuk pengobatan jangka pendek (kurang
dari 3 minggu) untuk pasien insomnia primer pada pasien berumur ? 55 tahun.41,42 Melatonin MR
melepaskan melatonin selama 8-10 jam, meniru profil fisiologis dari melatonin endogen.41
Melatonin diketahui dapat merangsang tidur dengan mengganggu fungsi dari komplek reseptor GABAA-
benzodiazepin.43,55 Karena melatonin adalah hipnotik alami, maka cocok untuk penggunaan jangka
lama pada lansia karena toksisitasnya yang rendah dan efek samping yang sedikit. Terapi penggantian
melatonin dilaporkan baik untuk mengobati pasien insomnia lansia dengan meningkatkan kualitas dan
waktu tidur total secara signifikan, serta dengan mengurangi onset tidur yang terlambat.4
II.2.2.4.1 Ramelteon
Ramelteon (Rozerem; Takeda Pharmaceuticals, Osaka, Jepang) adalah analog hipnotik melatonergik
yang telah dilaporkan keefektifan dan keamanannya pada uji klinis. Tahun 2005, ramelteon disetujui
oleh FDA Amerika Serikat untuk pengobatan insomnia. Ramelteon merupakan agonis selektif pada
reseptor MT1/MT2 di nuclei suprachiasmaric tanpa afinitas signifikan pada reseptor lain.47,48 Studi
pengikatan in vitro menunjukkan bahwa afinitas ramelteon untuk reseptor MT1 dan MT2 3-16 kali lebih
tinggi daripada melatonin. Dilaporkan bahwa selektivitas ramelteon pada MT1 lebih besar dibandingkan
pada reseptor MT2. Selektivitas reseptor MT1 oleh ramelteon menargetkan onset tidur lebih spesifik
dibandingkan melatonin itu sendiri.49
Ramelteon biasanya diadministrasikan per oral dan diabsorbsi lebih cepat oleh traktus
gastrointestinal.50 Waktu paruh ramelteon yang bersirkulasi antara 1-2 jam, dimana ini lebih lama
daripada melatonin. Pengaruh umur dan jenis kelamin pada farmakokinetik dan farmakodinamik
ramelteon dievaluasi pada sukarelawan sehat (muda, 18-34 tahun; lansia, 63-79 tahun) setelah
pemberian dosis tunggal ramelteon. Dibandingkan dengan dewasa muda, klirens ramelteon menurun
secara signifikan pada lansia. Tidak ada efek signifikan ditemukan pada jenis kelamin.50
II.2.2.4.2 Agomelatine
Adanya gangguan tidur dan ritme sirkadian merupakan salah satu gejala depresi, obat-obatan
antidepresan yang juga efektif untuk menyingkirkan gangguan tidur dapat memiliki nilai terapeutik pada
pengobatan gangguan depresi.51
Agomelatine diizinkan oleh EMEA untuk pengobatan kelainan depresi mayor. Diperkirakan bahwa
agomelatine memiliki mekanisme aksi yang unik karena efeknya dimediasi oleh reseptor melatonergik
MT1/MT2 dan reseptor serotonergik 5-HT2C, beraksi berbeda pada tiap fase sirkadian yang berbeda
pada siklus siang/malam.
Sebagai anti depresan melatonergik pertama, agomelatin menunjukkan mekanisme aksi non-
monoaminergik yang unik, sedangkan anti depresan lainnya bekerja melalui mekanisme
monoaminergik.52
Dosis agomelatin sebanyak 25-50 mg menyebabkan peningkatan signifikan pada status klinis pasien
dibandingkan dengan plasebo. Agomelatine juga digunakan pada pengobatan gangguan afektif bipolar.

BAB IV
KESIMPULAN
Tidur merupakan suatu proses di otak yang dibutuhkan seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik.
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Sekitar 67% lansia mengalami
gangguan tidur.
Diagnosis insomnia dilakukan dengan penelusuran mendalam pada pola tidur pasien. Penggunaan
kuesioner skrining insomnia dapat membantu penegakan diagnosis insomnia.
Benzodiazepin dan non-benzodiazepin telah digunakan selama lebih dari 40 tahun untuk
penatalaksanaan insomnia, namun banyaknya efek yang tidak diinginkan (seperti gangguan kognitif dan
memori, retardasi psikomotor, dan next day hangover) membuat klinisi tidak mau menggunakan obat-
obat ini dalam jangka waktu lama. Obat-obatan non-benzodiazepin mengurangi onset terlambatnya
tidur namun tidak begtu efektif dalam meningkatkan waktu tidur total.
Melatonin adalah hormon regulator ritme sirkadian dan tidur. Saat ini telah beredar analog hormon
tersebut di pasaran. Berdasarkan laporan konsensus terbaru pada British Association for
Psychopharmacology pada pengobatan berbasis bukti pada insomnia, melatonin harus diberikan
pertama kali pada pasien insomnia dengan usia di atas 55 tahun.49

Daftar Pustaka
Mellinger GD, Balter MB, Uhlenhuth EH. Insomnia and its treatment. Prevalence and correlates. Arch
Gen Psychiatry 1985;42:22532.
Foley DJ, Monjan AA, Brown SL, Simonsick EM, Wallace RB, Blazer DG. Sleep complaints among elderly
persons: an epidemiologic study of three communities. Sleep 1995;18:425432.
Jensen E, Dehlin O, Hagberg B, Samuelsson G, Svensson T. Insomnia in an 80-year-old population:
relationship to medical, psychological and social factors. J Sleep Res 1998;7:1839.
Woodward M. Insomnia in the elderly. Aust Fam Physician. 1999;28:653-658.
Foley DJ, Monjan A, Simonsick EM, et al. Incidence and remission of insomnia among elderly adults: an
epidemiologic study of 6,800 persons over three years. Sleep. 1999;22(S2):S366-S372.
Schubert CR, Cruickshanks KJ, Dalton DS, et al. Prevalence of sleep problems and quality of life in an
older population. Sleep. 2002;25:889-893.
Baber SI, Enright PL, Boyle P, et al. Sleep disturbances and their correlates in elderly Japanese American
men residing in Hawaii. J Gerontology A Biol Sci Med Sci. 2000;55A:M406-M411.
Sukying C, Bhokakul V, Udomsubpayakul U. An epidemiological study on insomnia in an elderly Thai
population. J Med Assoc Thai. 2003;86:316-324.
Chlu HFK, Leung T, Lam LCW, et al. Sleep problems in Chinese elderly in Hong Kong. Sleep.1999;22:717-
726.
Maggi S, Langlois J



Problema Geriatri Ditinjau dari Aspek Psikoneuroendokrinologi
Sindrom Gagal Pulih
Gambaran Klinis dan Diagnosis Asites
Horison Baru dalam Terapi Stress Ulcer dan Perdarahan Ulkus Peptikum
Patogenesis, Gambaran Klinis dan Tatalaksana Batu Empedu

1 Komentar :

Penangkal Petir
05 Juli 2013 - 12:47:19 WIB

makasih atas info kesehatan yg sangat bermanfaat sekali bagi saya dan pembaca lainnya..
















Asuhan keperawatan pada lansia dengan pola tidur dan aktifitas


Asuhan keperawatan pada lansia dengan pola tidur dan aktifitas(binti kholifatul muakhirin)
Pendahuluan
Istirahat dan tidur menjalankan sebuah fungsi pemulihan, baik secara fisiologis maupun psikologis.
Secara fisiologis, tidur mengistirahatkan organ tubuh, menyimpanenergi, menjaga irama biologis, dan
memperbaii kesadaran mental dan efisiensi neurologist,. Secara psikologis, tidur mengurangi
ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera.
Lansia yang terganggu waktu tidurnya menjadi cepat lupa, diorientasi dan konfusi: orang yang
mengalami kerusakan kognitif menunjukkan peningkatan kegelisahan, perilaku keluyuran, dan
syndrome sundowner (komfusi, agitasi, dan perilaku terganggu selama sore menjelang senja).
Kualitas tidur dapat dipengaruhi oleh perubahan terkait usia, konsumsi banyak obat, dan
gangguan organic atau mental.

Pola tidur pada lansia
Tidur yang normal terdiri atas komponen gerakan bola mata cepat(rapid eye movement, REM) dan non
REM. Tidur non REM dibagi menjadi empat tahap: padsa tahap 1, jatuh tertidur, orang tersebut mudah
dibangunkan dan tidak menyadari ia telah tertidur. Kedutan atau sentakan otot menandakan relaksasi
selama tahap ini. Pada tahap 2 dan 3, meliputi tidur dalam yang progresif. Pada tahap 4, tingkat
terdalam, sulit untuk dibangunkan.
Tidur tahap 4 sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik. Tahap ini sangat jelas terlihat menurun
pada lansia, tetapi mereka belum mengetahui akibat dari penurunan ini. Pola tidur pada lansia ditandai
dengan sering terbangun, penurunan tahap 3 dan 4 waktu non-REM, lebih banyak terbangun pada
malam hari disbanding tidur, dan lebih banyak tidur selama siang hari. Tidur siang hari dapat
mengurangi waktu dan kualitas tidur di malam hari pada beberapa lansia.
Dari tahap 4, orang tersebut berlanjut ke tidur REM. Tidur REM terjadi beberapa kali dalam siklus tidur
dimalam hari tetapi lebih sering terjadi pagi hari sekali. Pada tidur REM, aktifitas dan tanda-tanda vital
mengalami akselerasi, yang menyebabkan peningkatan kesenangan dan pelepasan ketegangan yang
dimanifestasikan dengan tersentak dan berbalik, kedutan otot, dan peningkatan frekuensi pernafasan,
frekuensi jantung, dan tekanan darah. Tidur REM membantu melepaskan ketegangan dan membantu
metabolisme system saraf pusat. Kekurangan tidur REM telah terbukti menyebabkan iritasi dan
kecemasan.

Manifestasi klinis
Gangguan tidur pada lansia
Sebagian besar lansia beresiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat berbagai factor. Proses patologis
terkait usia dapat menyebabkan gangguan pola tidur. Perubahan- perubahan mencakup kelatenan tidur,
terbangun pada dini hari, dan peningkatan jumlah tidur siang. Diantar lansia yang sehat terdapat
beberapa lansia yang mengalami berbagi masalah medis dan psikososial yang mengalami gangguan
tidur. Antara lain:
Penyakit psikiatrik, terutama depresi
Penyakit Alzheimer dan penyakit degeratif neuro lainnya
Penyakit kardivaskuler dan perawatan pasca operasi bedah jantung
Inkompetensi jalan nafas atas
Penyakit paru
Penyakit prostatik
Endokrinopati
Tiga keluhan atau gangguan utama dalam memulai dan mempertahankan tidur terjadi di kalangan
lansia:

1. Insomnia
Insomnia adalah gangguan ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan untuk melakukannya.
Keluhan insomnia meliputi ketidakmampuan untuk tertidur, sering terbangun, ketidakmampuan untuk
tidur kembali dan terbangun pada dini hari. Maka perhatian harus diberikan pada factor biologis,
emosional dan medis yang berperan.

2. Hipersomnia
Hipersomnia dicirikan dengan tidur lebih dari 8atau 9 jam per periode 24 jam, dengan keluhan tidur
berlebihan. Orang tersebut dapat menunjukkan mengantuk di siang hari yang persisten, mengalami
serangan tidur , tampak mabuk dan kemotose, atau mengalami mengantuk pascaensefalitik. Keluhan
keletihan, kelemahan dan kesulitan mengingat atau belajar merupakan hal yang sering terjadi.

3. Apnea tidur
Apnea tidur adalah berhentinya pernafasan selama tidur. Gangguan ini diidentifikasi dengan gejala
mendengkur, berhentinya pernafasan minimal 10 detik, dan rasa kantuk di siang hari yang luar biasa.
Gejala apnea tidur antara lain:
Dengkuran yang keras dan periodic
Aktifitas malam hari yang luar biasa, seperti: duduk tegak, berjalan dalam tidur, terjatuh dari tempat
tidur
Gangguan tidur dengan seringnya terbangun di malam hari
Perubahan memori
Depresi
Rasa kantuk yang berlebihan di siang hari
Nokturia
Sakit kepala di pagi hari
Ortopnea akibat apnea tidur
Pasien di anjurkan untuk menghindari alcohol dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi respon
terbangun dan untuk menggunakan bantal tambahan atau tidur di atas kursi.
Diagnosa
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
Pola tidur penderita
Pemakaian obat-obatan, alkohol atau obat terlarang
Tingkatan stres psikis
Riwayat medis
Aktivitas fisik.

Pengobatan
Pengobatan insomnia tergantung kepada penyebab dan beratnya insomnia. Penderita insomnia
hendaknya tetap tenang dan santai beberapa jam sebelum waktu tidur tiba dan menciptakan suasana
yang nyaman di kamar tidur; cahaya yang redup dan tidak berisik.
Pengobatan insomnia biasanya dimulai dengan:
Menghilangkan kebiasaan (pindah tempat tidur, memakai tempat tidur hanya untuk tidur, dll)
Jika tidak berhasil dapat diberikan obat golongan hipnotik (harus konsultasi dengan psikiater).

Penatalaksanaan gangguan tidur pada lansia
1. Pencegahan Primer
tidur seperlunya
waktu bangun yang teratur di pagi hari memperkuat siklus sirkadian dan menyebabkan awitan tidur
yang teratur
jumlah latihan yang stabil setiap harinya
bunyi bising yang bersifat kadang-kadang
ruangan yang terlalu hangat dapat mengganggu pola tidur
rasa lapar dapat mengganggu tidur
pil tidur yang kadang-kadang saja digunakan akan bersifat menguntungkan
kafein di malam hari dapat mengganggu tidur
alcohol membantu orang-orang yang tegang untuk tertidur lebih mudah
orang-orang yang merasa marah dan frustasi harus menyalakan lampu dan melakukan hal lain yang
berbeda
menggunakan tembakau secara kronis dapata mengganggu tidur
2. Pencegahan Sekunder
Pengkajian oleh perawat harus mencakup factor-faktor berikut:
berapa baik lansia tersebut tidur di rumah?
Berapa kali lansia tersebut terbangun di malam hari?
Kapan lansia tersebut pergi ke tempat tidur dan terbangun?
Ritual apa yang terjadi menjelang tidur?
Berapa jumlah dan jenis latihan yang di lakukan setiap hari?
Apakah posisi yang paling di sukai pada saat tidur?
Aktifitas apa yang di lakukan beberapa jam sebelum tidur?
Berapa banyak waktu yang di habiskan orang tersebut dalam hobinya?
Persepsi orang tersebut tentang kepuasan hidup dan status kesehatannya?
3. Pencegahan Tersier
Jika terdapat gangguan tidur seperti apnea tidur yang mengancam kehidupan, kondisi pasien
memerlukan rehabilitasi untuk tindakan-tindakan seperti pengangkatan jaringan yang di mulut dan
mempengaruhi jalan napas.

Penatalaksanaan terapeutik
1). Pergi tidur hanya jika mengantuk
2). Gunakan temapat tidur hanya untuk tidur
3). Jika tidak dapat tidur, bangun dan pindah ke ruangan lain
4). Siapkan alarm dan bangun di waktu yang sama setiap pagi
5). Jangan tidur di siang hari

Intervensi keperwatan
Pertahankan kondisi yang kondusif untuk tidur
Bantu orang tersebut untuk rileks pada saat menjelang tidur
Memeberikan posisi yang tepat, menghilangkan nyeri dan memberi kehangatan
Jangan biarkan pasien meminum kafein
Lakukan tindakan-tindakan yang masuk akal seperti memutar musik lembut di raio dan menawarkan
susu hangat


IMOBILITAS DAN INTOLERANSI AKTIVITAS PADA LANSIA
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang untuk
berpartisipasi dalam menikmati kehidupan.
Intoleransi aktivitas
Definisi suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada seseorang untuk
bertahan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang dibutuhkan atau diinginkan.
Batasan karakteristik :
1. Secara verbal melaporkan keletihan atau kelemahan.
2. Denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas.
3. Rasa tidak nyaman atau dipsnea setelah beraktivitas.
4. Perubahan elektro kardiografis yang menunjukkan adanya disritmia atau iskemia.

Faktor-faktor yang berhubungan :
- Faktor internal :
1. Penurunan fungsi muskuluskeletal : otot (atrofi, distrofi, cedera), tulang (infeksi, fraktur, tumor,
osteoporosis atau osteomalaisia), sendi (atritis dan tumor), kombinasi struktur (kanker dan obat-
obatan).
2. Perubahan fungsi neurologis : infeksi (misalnya ensefalitis), tumor, trauma, obat-obatan, penyakit
vaskuler, penyakit demielinasi (misalnya sklerosis multipel), penyakit degeneratif, terpajan produk
racun, gangguan metabolik, gangguan nutrisi.
3. Nyeri : penyebabnya multipel dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.
4. Defisit perseptual : kelebihan atau kekurangan masukkan persepsi sensori.
5. Berkurangnya kemampuan kognitif : gangguan proses kognitif seperti dimensia berat.
6. Jatuh : efek fisik (cedera atau fraktur), efek psikologis (sindrom setelah jatuh).
7. Perubahan hubungan sosial : faktor aktual (misalnya kehilangan pasangan, pindah jauh dari
keluarga atau teman-teman), faktor persepsi (misalnya perubahan pola fikir seperti depresi).
8. Aspek psikologis : ketidakberdayaan dalam belajar, depresi

- Faktor eksternal :
Program terapeutik, karakteristik tempat tinggal dan staf, pemberian askep, hambatan-hambatan, dan
kebijakan institusi.

Manifestasi klinis
1. Penurunan konsumsi oksigen maksimum: intoleransi ortostatik
2. Penurunan fungsi ventrikel kiri; peningkatan denyut jantung, sinkop
3. Penurunan curah jantung: penurunan toleransi latihan
4. Penurunan volume sekuncup: penurunan kapasitas kebugaran
5. Peningkatan katabolisme protein: penurunan massa otot tubuh, atrofi maskuler, penurunan
kekuatan otot
6. Peningkatan pembuangan kalsium: osteoporosis
7. Perlambatan fungsi usus: konstipasi
8. Pengurangan miksi: penurunan evakuasi kandung kemih
9. Gangguan metabolisme glukosa: intoleransi glukosa
10. Penurunan ukuran thoraks: penurunan kapasitas fungsional residual
11. Penurunan aliran darah pulmonal: atelektasis, peningkatan pH
12. Penurunan cairan tubuh total: penurunan volume plasma, penuruna keseimbangan natrium
13. Gangguan sensori: perubahan kognisi, depresi dan ansietas, perubahan persepsi
14. Gangguan tidur: bermimpi di siang hari, halusinasi

Penatalaksanaan
1. Pencegahan primer
Latihan sangat bermanfaat bagi lansia yang sehat maupun untuk mereka yang mengalami masalah fisik
atau mental yang kronik. Aktifitas dan latihan yang dianjurkan yang dapat meningkatkan energi,
mempertahankan mobilitas, dan meningkatkan kemampuan kardiovaskuler dan pulmonal. Lansia
mengalami peningkatan status kesehatan yang signifikan dengan aktivitas fisik tingkat rendah sampai
sedang dalam waktu luangnya ketika aktivitas-aktifitas ini di praktikkan secara teratur dan dengan durasi
yang dan intensitas yang sesuai, tetapi manfaat utama dari latihan adlah pemeliharaan dan peningkatan
fungsi fisik, mental, emosional, dan sosial terhadap diri sendiri dan kemandirian yang lebih besar.
2. Hambatan terhadap latihan
Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi sosial yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telsh
meninggal, perilaku gaya hidup tertentu, depresi, gangguan tidur, kurangnya transportasi, dan
kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan
kondisi iklim yang tidak mendukung.
3. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis
keperwatan yang dihubungkan dengan pencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik.
4. Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitaif untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin
yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktifis sosial dan
keluarga serta teman-teman.

Pengkajian
Kemunduran muskuluskletal: penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot, rentang
gerak sendi dan kekuatan skeletal
Kemunduran kardiovaskuler: tanda-tanda tromboflebitis (eritema, edema, nyeri tekan, dan tanda
homans positif).
Kemunduran respirasi: atelektasis, pneumonia, peningkatan temperatur dan denyut jantung,
perubahan pergerakan dada, perkusi bunyi nafas, dan gas darah arteri
Perubahan- perubahan integumen: reaksi inflamasi
Perubahan-perubahan fungsi urinaria: berkemjh sedikit dan sering, distensi abdomen bagian
bawah, dan bagian atas kandung kemih yang tidak dapat di raba
Perubahan-perubahan gastrointestinal: konstipasi, rasa tidak nyaman pada abdomen bagian
bawah, rasa penuh, anoreksia, mual, muntah, kelemahan dan sakit kepala
Faktor-faktor lingkungan: di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas,
penerangan yang tidak adekuat, tangga yang licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat
menurunkan mobilitas klien
Mengkaji fungsional klien
A.KATZ Indeks
Termasuk katagori yang mana:Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian,
pergi ke toilet, berpindah,dan mandi.
Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain.
Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang
menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.
B. Indeks ADL BARTHEL (BAI)
NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan rangsang
pembuangan tinja
0
1
2
Tak terkendali/tak teratur (perlu
pencahar).
Kadang-kadang tak terkendali (1x
seminggu).
Terkendali teratur.
2 Mengendalikan rangsang berkemih 0
1
2
Tak terkendali atau pakai kateter
Kadang-kadang tak terkendali
(hanya 1x/24 jam)
Mandiri
3 Membersihkan diri (seka muka,
sisir rambut, sikat gigi)
0
1
Butuh pertolongan orang lain
Mandiri
4 Penggunaan jamban, masuk dan
keluar (melepaskan, memakai
celana, membersihkan, menyiram)
0
1
2
Tergantung pertolongan orang lain
Perlu pertolonganpada beberapa
kegiatan tetapi dapat mengerjakan
sendiri beberapa kegiatan yang lain.
Mandiri
5 Makan 0
1
2
Tidak mampu
Perlu ditolong memotong makanan
Mandiri
6 Berubah sikap dari berbaring ke
duduk
0
1
2
3
Tidak mampu
Perlu banyak bantuan untuk bias
duduk
Bantuan minimal 1 orang.
Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0 Tidak mampu
1
2
3
Bisa (pindah) dengan kursi roda.
Berjalan dengan bantuan 1 orang.
Mandiri
8 Memakai baju 0
1
2
Tergantung orang lain
Sebagian dibantu (mis: memakai
baju)
Mandiri.
9 Naik turun tangga 0
1
2
Tidak mampu
Butuh pertolongan
Mandiri
10 Mandi 0
1
Tergantung orang lain
Mandiri
TOTAL SKOR
Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan
medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin dan SGOT pada kerusakan
otot.
MASALAH KEPERAWATAN
Kerusakan mobilitas fisik
Gangguan rasa nyaman nyeri
Resiko terhadap kerusakan integritas kulit
Gangguan perfusi jaringan perifer
Kurang perawatan diri
Resiko terhadap cidera
Resiko terjadi infeksi
konstipasi
Intervensi keperwatan
Kontraksi otot isometric adalah untuk memepertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam
keadaan berdiri
Kontraksi otot isotonic adalah untuk mempertahankan kekuatan otot-otot dan tulang
Latihan kekuatan adalah untuk meningkatkan kekuatan dan massa otot serta mencegah
kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam tubuh
Latihan aerobic
Latihan rentang gerak adalah latihan aktif dapat menbantu fleksibilitas sendi dan kekuatan otot
Daftar pustaka
Maryam R Siti,dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Tamher S. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Stochlager L Jaime. 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta: EGC
Stanley Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC



Insomnia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa menjamin bahwa informasi
kedokteran yang diberikan di halaman ini adalah benar.
Mintalah pendapat dari tenaga medis yang profesional sebelum melakukan pengobatan.


Potensi komplikasi pada Insomania.
[1]

Insomnia adalah gejala
[2]
kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan
tidur walaupun adakesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun.
Insomnia sering disebabkan oleh adanya suatu penyakit atau akibat adanya permasalahan psikologis. Dalam
hal ini, bantuan medis atau psikologis akan diperlukan. Salah satu terapi psikologis yang efektif menangani
insomnia adalah terapi kognitif.
[3]
Dalam terapi tersebut, seorang pasien diajari untuk memperbaiki kebiasaan
tidur dan menghilangkan asumsi yang kontra-produktif mengenai tidur.
Banyak penderita insomnia tergantung pada obat tidur dan zat penenang lainnya untuk bisa beristirahat.
Semua obat sedatif memiliki potensi untuk menyebabkan ketergantungan psikologis berupa anggapan bahwa
mereka tidak dapat tidur tanpa obat tersebut.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Diagnosa
2 Penyebab
3 Gejala
4 Pengobatan
5 Durasi tidur dan kematian
6 Referensi
Diagnosa[sunting | sunting sumber]
Spesialis tidur kedokteran memenuhi syarat untuk mendiagnosis berbagai gangguan tidur. Pasien dengan
berbagai penyakit termasuk sindrom fase tidur tertunda sering salah didiagnosis sebagai Insomnia.
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
Pola tidur penderita sakit jiwa
Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
Tingkatan stres psikis.
Riwayat medis.
Aktivitas fisik.
Diagnosis berdasarkan kepada kebutuhan tidur secara individual.
Penyebab[sunting | sunting sumber]
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti
kelainan emosional,kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan.
Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan
gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan.
Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah.
Dengan bertambahnya usia, waktu tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga berubah, dimana stadium 4
menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menghilang, dan pada semua stadium lebih banyak terjaga.
Perubahan ini, walaupun normal, sering membuat orang tua berfikir bahwa mereka tidak cukup tidur.
Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur secara normal
tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit untuk tertidur kembali.
Kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada
usia berapapun, merupakan pertanda dari depresi.
Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang terbalik, mereka tertidur bukan pada
waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur.
Hal ini sering terjadi sebagai akibat dari:
Jet lag (terutama jika bepergian dari timur ke barat).
Bekerja pada malam hari.
Sering berubah-ubah jam kerja.
Penggunaan alkohol yang berlebihan.
Efek samping obat (kadang-kadang).
Kerusakan pada otak (karena ensefalitis, stroke, penyakit Alzheimer).
Gejala[sunting | sunting sumber]
Penderita mengalami kesulitan untuk tidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan
kelelahan. Awal proses tidur pada pasien insomnia mengacu pada latensi yang berkepanjangan dari waktu
akan tidur sampai tertidur. Dalam Insomnia psiko-fisiologis, pasien mungkin mengeluh perasaan cemas,
tegang, khawatir, atau mengingat secara terus-menerus masalah-masalah di masa lalu atau di masa depan
karena mereka berbaring di tempat tidur terlalu lama tanpa tertidur. Pada insomnia akut, dimungkinkan ada
suatu peristiwa yang memicu, seperti kematian atau penyakit yang menyerang orang yang dicintai. Hal ini
dapat dikaitkan dengan timbulnya insomnia. Pola ini dapat menjadi tetap dari waktu ke waktu, dan pasien
dapat mengalami insomnia, berulang terus-menerus. Semakin besar usaha yang dikeluarkan dalam mencoba
untuk tidur, tidur menjadi lebih sulit diperoleh. Menonton jam saat setiap menit dan jam berlalu hanya
meningkatkan perasaan terdesak dan usaha untuk tertidur. Tempat tidur akhirnya dapat dipandang sebagai
medan perang, dan tidur lebih mudah dicapai dalam lingkungan yang asing.
[4]

Pengobatan[sunting | sunting sumber]
Pengobatan insomnia tergantung kepada penyebab dan beratnya insomnia.
Orang tua yang mengalami perubahan tidur karena bertambahnya usia, biasanya tidak memerlukan
pengobatan, karena perubahan tersebut adalah normal.
Penderita insomnia hendaknya tetap tenang dan santai beberapa jam sebelum waktu tidur tiba dan
menciptakan suasana yang nyaman di kamar tidur; cahaya yang redup dan tidak berisik.
Jika penyebabnya adalah stres emosional, diberikan obat untuk mengurangi stres. Jika penyebabnya adalah
depresi, diberikan obat anti-depresi.
Jika gangguan tidur berhubungan dengan aktivitas normal penderita dan penderita merasa sehat, bisa
diberikan obat tidur untuk sementara waktu. Alternatif lain untuk mengatasi insomnia tanpa obat-obatan adalah
dengan terapi hipnosis atau hipnoterapi.
Durasi tidur dan kematian[sunting | sunting sumber]
Sebuah survei dari 1,1 juta penduduk di Amerika yang dilakukan oleh American Cancer Society menemukan
bahwa mereka yang dilaporkan tidur sekitar 7 jam setiap malam memiliki tingkat kematian terendah,
sedangkan orang-orang yang tidur kurang dari 6 jam atau lebih dari 8 jam lebih tinggi tingkat kematiannya.
Tidur selama 8,5 jam atau lebih setiap malam dapat meningkatkan angka kematian sebesar 15%.
Insomnia kronis - tidur kurang dari 3,5 jam (wanita) dan 4,5 jam (laki-laki) juga dapat menyebabkan kenaikan
sebesar 15% tingkat kematian. Setelah mengontroldurasi tidur dan insomnia, penggunaan pil tidur juga
berkaitan dengan peningkatan angka kematian.
Referensi[sunting | sunting sumber]
1. ^ Mayo Clinic > Insomnia > Complications By Mayo Clinic staff. Retrieved on May 5, 2009
2. ^ Rowley, James A.; Nicholas Lorenzo (7 September 2005). "Insomnia". eMedicine from WebMD. Diakses 13-11-2008.
"That insomnia is a symptom, not a disease, is important to note; ..."
3. ^ "Insomnia Behavioural and Cognitive Intervention" (pdf). WHO. 7 September 2005. Diakses 13-11-2008.
4. ^ (Inggris) Christopher G. Goetz, MD (2007). Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed. Saunders. ISBN-13: 978-1-4160-
3618-0.

Artikel bertopik kedokteran atau medis ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia
dengan mengembangkannya.
wikipedia

You might also like