You are on page 1of 7

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No.

2, Juni 2008
101
PERBEDAAN TINGKAT NYERI PADA PENYUNTIKAN
DEKSAMETHASON 5 mg PER BOLUS INTRAVENA DENGAN CARA
MENGALIRKAN DAN MENGENTIKAN ALIRAN INFUS
DI BP RSUD KEBUMEN
Mutholib
1
, Handoyo
2
, Arnika Dwi Asti
3
1,3
Jurusan Keperawatan STIKes Muhammadiyah Gombong
2,
Prodi Keperawatan Purwokerto
ABSTRACT
Nursing intervention must be safe and comfort for patient. Bolus
intravenous injection via port infusion is more often use to patient who get
intravenous fluid therapy. This procedure is an effective method on the
emergency situation. The risk of bolus intravenous injection is irritable vein.
Doing this procedure, every nurse has many variations depanding on their
empirical experience. Dexamethamos 5 mg is the drug that more often caused
pain if it gives by intravenous injection via port infusion set.
The aim of this study is to indentify the difference of bolus intravenous
injection effectivity via port infusion set with turn on and turn of infusion flow
in terms of pain level at BP RSUD Kebumen.
This research was experimental research, with true experimental with
post test only control group design and double blind technique method. Of 30
by using respondents who get different procedure by using total sampling
technique. The bolus intravenous injection dexamethason 5 mg via port
infusion set with turn on infusion flow, 73, 3 % respondents have on 0 pain
scale and 26,7% have on 1 pain scale. The bolus intravenous injection
dexamethason 5 mg via port infusion set with turn of infusion flow , 55,3%
respondents have on 2 pain scale, and 6,7% have on 3 pain scale. There are
significant differences of pain level at p = 0,000 in terms of bolus intravenous
injection via port infusion set by turning on and turning of infusion flow.
The bolus intravenous injection deksamethason 5 mg via port infusion
set with turn on infusion flow is more effectif than bolus injection
deksamethason 5 mg via port infusion set with turn of infusion flow.
Keywords: Bolus intravenous, dexamethason, pain.
PENDAHULUAN
Penyuntikan dengan
intravena melalui port selang infus
semakin sering dilakukan. Lebih
dari 70% klien dengan pemberian
cairan intravena di rumah sakit di
Indonesia menerima tindakan ini.
Dengan alasan mempermudah
pemberian obat, mempercepat efek
yang diharapkan, bersamaan
dengan pemberian cairan intravena
dan tidak menambah prosedur
invasif. Sebenarnya tindakan ini
bukan tanpa resiko. Menurut
Potter&Perry (1997) obat akan
bereaksi dengan cepat karena obat
masuk ke dalam sirkulasi klien
secara langsung. Bila terjadi efek
samping juga timbul lebih cepat.
Selain itu dapat mengiritasi dinding
pembuluh darah sehingga timbul
rasa nyeri serta mendorong
terjadinya plebitis. Namun dalam
keadaan darurat yang dibutuhkan
reaksi obat cepat, teknik ini sangat
menguntungkan.
Banyak variasi dari prosedur
tindakan ini. Yaitu bolus intravena,
mencampur obat dalam volume
cairan yang besar, melalui infus
piggyback serta titrasi kontinyu
dengan syring pump. Dari variasi
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008
102
tersebut, paling banyak dipakai di
unit rawat inap adalah
penyuntikan bolus intravena
melalui port selang infus. Karena
prosedur ini paling praktis dan
tidak banyak membutuhkan
peralatan.
Di Kabupaten Kebumen
khususnya di Rumah Sakit Umum
Kebumen, dari studi pendahuluan
pada 13 Januari 2007 didapatkan
data 75% pasien yang
mendapatkan terapi cairan
intravena juga mendapatkan obat
dengan bolus intravena. Selain itu
juga didapatkan adanya variasi
diantara perawat dalam melakukan
prosedur ini. Dari wawancara pada
20 perawat yang dinas pagi di
ruang rawat inap Penyakit Dalam
dan Bedah, 15 (75%) perawat
disaat menginjeksikan obat melalui
port selang infus, aliran infus
dihentikan dengan alasan untuk
mencegah refluks obat. Sedangkan
5 (25%) perawat kadang
menghentikan aliran infus dengan
alasan untuk mengurangi rasa
nyeri pada pasien. Obat yang sering
menimbulkan nyeri adalah
Deksamethason (75%),
kloramphenikol (20%) dan
diazepam (5%). Pada bulan
Desember 2006 dan Januari 2007
didapatkan data 30 pasien
mendapatkan injeksi
deksamethason 5 mg/ml. Selain itu
100% perawat ketika kuliah hanya
mendapatkan teori memberikan
injeksi intravena langsung ke vena
dan tidak diajarkan mengenai teori
memberikan injeksi intravena
melalui port selang infus.
Ketrampilan ini hanya mereka
dapatkan ketika praktik klinik
dan setelah bekerja. Sehingga
pelaksanaannya bervariasi sesuai
dengan pengalaman empirik
masing-masing.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimental. Metode
yang digunakan adalah true
eksperimental design dengan desain
penelitian adalah post test only
control group design. Rancangan ini
merupakan eksperimen
sungguhan, pengukuran hanya
dilakukan setelah perlakuan dan
tidak diadakan pre-test karena
kasus telah dirandomisasi baik
kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol.
Populasi dalam penelitian ini
adalah pasien rawat inap di Unit
Penyakit Dalam BP RSUD Kebumen
yang mendapatkan therapi cairan
dan injeksi Deksamethason 5
mg/ml intravena. Pengambilan
data dilakukan pada bulan Juni
2007 sampai tercapai kuota 30
responden.
Penentuan sampel menggunakan
teknik random sampling. Dalam
penelitian ini subyek adalah
individu yang sama tetapi
menerima dua perlakuan yang
berbeda. Pertama menjadi
kelompok perlakuan dan 24 jam
berikutnya menjadi kelompok
kontrol. Kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol dibedakan
berdasarkan jenis tindakan.
Untuk menghindari bias,
ditetapkan kriteria inklusi sebagai
berikut :
1. Pasien sadar penuh, mendapat
therapi cairan kristaloid.
2. Pasien berusia 20 54 tahun.
3. Bisa baca tulis dan mudah
berkomunikasi.
4. Cairan intravena mengalir
lancar, tidak ada tanda-tanda
infiltrasi/phlebitis dan
terpasang tidak lebih dari 72
jam.
Sedangkan kriteria eksklusi yang
ditetapkan adalah :
1. Pasien berusia 20 54 tahun
tetapi mengalami gangguan
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008
103
mental, dari riwayat dan hasil
pemeriksaan dokter.
2. Pasien mengalami penyakit
yang menimbulkan nyeri kronis
Variabel yang diukur dalam
penelitian ini adalah:
1. Variabel dependen yaitu
tingkat nyeri pasien.
2. Variabel independen yaitu :
a. Pemberian injeksi bolus
intravena melalui port
selang infus tanpa
menghentikan aliran
infus sebagai kelompok
perlakuan .
b. Pemberian injeksi bolus
intravena melalui port
selang infus dengan
menghentikan aliran
infus sebagai kelompok
kontrol.
Untuk memperjelas dan
menghindari kesalahan
interpretasi, maka ditetapkan
definisi operasionalnya sebagai
berikut :
1. Tingkat Nyeri adalah
intensitas nyeri subyektif yang
dirasakan oleh pasien,
diungkapkan secara verbal ke
dalam skala nyeri numerik.
Jenis data rasio. Skala 0 =
tidak ada nyeri dan skala 10 =
nyeri berat / hebat.
2. Injeksi intravena adalah
memasukkan obat
deksamethason 5 mg/ml (1
ampul) yang diberikan melalui
port selang infus dengan
kecepatan 1ml/menit..
3. Menghentikan aliran infus
adalah menghentikan aliran
infus dengan cara selang infus
diklem atau ditekuk yang
mengakibatkan cairan infus
berhenti mengalir disaat
menginjeksikan obat.
4. Tanpa menghentikan aliran
infus adalah ketika
menginjeksikan obat melalui
port selang infus, cairan infus
tetap dibiarkan mengalir
sesuai program.
5. Aliran infus lancar adalah
cairan infus dapat mengalir
lancar 60 tetes permenit dan
tanpa tekanan tambahan pada
botol infus.
Data dikumpulkan langsung dari
pasien dengan prosedur sebagai
berikut :
1. Setelah mendapatkan ijin dari
rumah sakit, peneliti
menghubungi unit penyakit
Dalam dan Bedah untuk
menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian.
2. Mencari pasien yang sesuai
untuk menjadi subyek
penelitian.
3. Melakukan tindakan sesuai
prosedur yang ditetapkan.
4. Pengukuran nyeri dilakukan
sesaat setelah selesai
memberikan injeksi. Tingkat
nyeri diukur menggunakan
skala nyeri numerik dari
AHCPR 1992.
Setelah data terkumpul
kemudian diolah dengan
dikelompokkan secara teliti dan
teratur kedalam bentuk tabel.
Untuk mengetahui perbedaan pada
pemberian injeksi bolus intravena
melalui port selang infus dengan
menghentikn aliran infus dan
tanpa menghentikan aliran infus,
menggunakan uji hipotesis sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui perbedaan
tingkat nyeri yang dirasakan
pasien menggunakan uji beda
rerata, dengan tingkat
kemaknaan sebesar sebesar
0,05, pengolahanya
digunakan uji independent t-
test.
2. Untuk menentukan apakah
Ho atau Ha yang diterima
dengan cara melihat nilai p.
Jika nilai p < 0,05 maka
terdapat perbedaan yang
bermakna. Dengan demikian
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008
104
maka hipotesis alternatif yang
diterima dan hipotesis nol
ditolak. Tetapi jika nilai p >
0,05 menunjukkan hipotesis
nol yang diterima yang artinya
tidak ada perbedaan yang
bermakna antara pemberian
injeksi bolus intravena melalui
port selang infus dengan
menghentikan aliran infus dan
tanpa menghentikan aliran
infus.
HASIL DAN BAHASAN
Subyek penelitian ini adalah
pasien yang menjalani rawat inap
di ruang Penyakit Dalam Badan
Pengelolaan Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Kebumen.
Jumlah subyek 30 orang yang
mendapat perlakuan yang berbeda.
a. Tingkat Nyeri Pada Tindakan
Pemberian Injeksi I.V Bolus
Deksamethason 5 mg melalui
port selang infus tanpa
menghentikan aliran infus.
Tabel 1. Distribusi frekuensi skala nyeri pada pemberian
injeksi deksamethason 5 mg intravena melalui port selang infus tanpa
menghentikan aliran infus di Unit Penyakit Dalam
BP RSUD Kebumen tahun 2007.
No Tingkat Nyeri Frekuensi Persentase (%)
1 Skala : 0 11 73,3
2 Skala : 1 4 26,7
3 Skala : 2 0 0
4 Skala : 3 0 0
5 TOTAL 15 100
Pada tabel 1. diperoleh
data sebagian besar responden
(73,3 %) mengalami nyeri pada
skala 0 dan 26,7 % responden
mengalami nyeri pada skala 1.
Hal ini terjadi karena obat
mengalami pengenceran oleh
cairan infus sehingga
osmolaritas cairan tidak
melebihi ambang yang
dianjurkan. Menurut Darmawan
(2007) pemberian cairan ke
dalam vena tepi maksimal
osmolaritas yang dianjurkan
adalah kurang dari 900
mOsmol/L untuk mencegah
risiko flebitis (peradangan vena).
Serta pemakaian obat terlalu
asam atau alkali mempermudah
terjadinya phlebitis. Sesuai
dengan pernyataan
Departemen Kesehatan (Depkes)
(1995) deksamethason
mengandung deksamethason
fosfat tidak kurang dari 90,0%
dan tidak lebih dari 115,0%
dengan pH antara 7,0 dan 8,5.
Selain itu dengan
pengenceran membuat
kecepatan penetrasi obat ke
dalam dinding vaskuler
berkurang. Sesuai dengan
pernyataan Burman &
Berkowitz (1986) dalam Potter &
Perry (1997), kecepatan
pemberian obat bolus intravena
ditentukan oleh jumlah obat
yang dapat diberikan setiap
menit. Menurut Tjay & Raharja
(1979), injeksi intravena ada
bahayanya karena dengan cara
ini benda asing langsung
dimasukkan ke dalam aliran
darah dan dapat
mengakibatkan terganggunya
zat-zat koloidanya dengan
reaksi-reaksi hebat. Bahaya ini
lebih besar bila injeksi
dilakukan terlalu cepat
sehingga kadar obat setempat
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008
105
dalam darah meninggi terlalu
pesat. Karena itu injeksi
intravena sebaiknya dilakukan
amat perlahan, antara 50 dan
70 detik.
b. Tingkat Nyeri Pada Tindakan
Pemberian Injeksi I.V Bolus
Deksamethason 5 mg melalui
port selang infus dengan
menghentikan aliran infus.
Tabel 2. Distribusi frekuensi skala nyeri pada pemberian
injeksi deksamethason 5 mg intravena melalui port selang infus dengan
menghentikan aliran infus di Unit Penyakit Dalam
BP RSUD Kebumen tahun 2007.
NO TINGKAT NYERI FREKUENSI
Persentase
(%)
1 Skala : 0 0 0
2 Skala : 1 6 40
3 Skala : 2 8 53.3
4 Skala : 3 1 6.7
5 Total 15 100
Pada tabel 2. diperoleh
data 8 responden (53,3 %)
mengalami nyeri pada skala 2
dan 1 responden (6,7 %)
mengalami nyeri pada skala 3.
Hal ini terjadi karena
konsentrasi obat lebih pekat
akibat hanya sedikit mengalami
pengenceran oleh cairan infus
sehingga efek iritasi terhadap
dinding vena lebih besar.
Menurut Potter & Perry (1997)
bolus dapat menyebabkan
iritasi langsung pada lapisan
pembuluh darah, sehingga
menimbulkan nyeri pada klien
Keadaan ini merupakan faktor
predisposisi terjadinya phlebitis.
Sesuai pernyataan Luckman
(1997) phlebitis adalah infeksi
vena yang disebabkan oleh
iritasi zat cairan kimia
intravena, pengobatan, iritasi
zat kimia dari jarum/kanula
atau infeksi setempat, serta
merupakan perkembangan dari
gejala tromboplebitis. Dan
Menurut Potter & Perry (2002),
phlebitis adalah infeksi vena
yang disebabkan oleh iritasi zat-
zat kimia pada obat-obat yang
diberikan melalui intravena.
c. Perbedaan tingkat nyeri
Dari data yang diperoleh,
kemudian dilakukan uji
statistik. Tujuan uji untuk
mencari perbedaan nilai rata-
rata antara kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol. Dan
untuk menentukan apakah
hipotesa 0 (Ho) diterima atau
ditolak. Uji statistik yang
digunakan adalah Independent
Samples Test. Menurut
Riwidikdo (2006),uji ini
digunakan untuk mengetahui
perbedaan nilai rata-rata antara
dua kelompok yang tidak saling
berhubungan.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008
106
Tabel 3. Efektifitas penyuntikan bolus intravena melalui port selang
infus di Unit Penyakit Dalam BP RSUD Kebumen pada bulan Juni
2007.
No Variabel N Mean
Std
Deviation t P
1.
Injeksi Intravena
aliran infus tidak
dihentikan
15 0,27 0,46
-7,056 0,000
2.
Injeksi Intravena
aliran infus
dihentikan
15 1,67 0,62
Hasil uji, t hitung adalah
sebesar -7,056, sedangkan nilai
(p) signifikansinya adalah 0,000.
Hal ini menunjukkan Ho ditolak
yang artinya ada perbedaan
rata-rata yang signifikan pada
skala nyeri pasien antara yang
menerima tindakan pemberian
injeksi deksamethason 5 mg
melalui port selang infus
dengan menghentikan aliran
infus dengan yang menerima
tindakan pemberian injeksi
deksamethason 5 mg melalui
port selang infus tanpa
menghentikan aliran infus.
Perbedaan ini terjadi
karena nyeri yang dialami oleh
seseorang bersifat sangat
subyektif. Menurut Brunner &
Sudarth (1996), nyeri yang
dialami oleh pasien dipengaruhi
oleh sejumlah faktor yaitu
pengalaman masa lalu dengan
nyeri, ansietas, usia dan
pengharapan tentang
penghilang nyeri. Rangsang
nyeri yang sama akan
dipersePsikan berbeda oleh
individu yang berbeda. Dan
rangsang nyeri yang sama bisa
dipersepsikan berbeda oleh
individu yang sama dalam
situasi yang berbeda.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut
:
1. Penyuntikan deksamethason 5
mg bolus intravena melalui
port selang infus tanpa
menghentikan aliran infus,
terbukti lebih efektif
dibandingkan dengan
penyuntikan deksamethason 5
mg bolus intravena melalui
port selang infus dengan
menghentikan aliran infus
SARAN
1. Setiap perawat sebelum
memberikan obat intravena
hendaknya mengetahui secara
pasti tentang sifat obat, efek
samping, cara pengenceran
dan rute pemberian serta
kecepatan penyuntikan obat.
2. Dalam memberikan obat,
perawat harus tetap
memperhatikan prinsip 6
(enam) benar.
3. Setiap instansi rumah sakit
hendaknya memiliki standar
prosedur yang baku mengenai
teknik pemberian dan
penggunaan obat terutama
obat dan cairan intravena.
4. Dalam kurikulum
pembelajaran pendidikan
keperawatan dimasukkan
muatan tentang ketrampilan
berbagai cara pemberian obat
intravena sesuai dengan
perkembangan teknologi
sehingga akan dihasilkan
lulusan yang siap bekerja dan
cepat beradaptasi dengan
teknologi. 35
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008
107
DAFTAR PUSTAKA
Alimul. (2003). Riset Keperawatan
dan Teknik Penekitian
Ilmiah. Jakarta: Salemba
Medika.
Arikunto. (1998). Prosedur
Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Brunner & Sudarth. (1996). Buku
Ajar Keperawatan Medikal
Bedah edisi 8 Vol 1. Asih
(2002). (Alih Bahasa).
Jakarta: EGC
Darmawan. (2007). Therapi cairan
parenteral.
http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one_
news.asp?IDNews=446
Diakses pada 25 Juli 2007.
Departeman Kesehatan Republik
Indonesia (Depkes R.I)
(1995). Farmakop
Indonesia edisi IV. Jakarta
: Depkes R I.
Kastono. (1999). Akupunktur
Analgesi.
http://www.kalbe.co.id/file
s/cdk/files/13Akupunktur
Analgesi123.pdf/13Akupu
nkturAnalgesi123.html.
Diakses pada 25 Juli 2007.
Luckman.J. (1997). Saunders
Manual of Nursing Care,
Philadelpia : WB Saunders
Company.
Nursalam. (2003). Konsep &
Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis dan
Instrumen Penelitian.
Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry. (1997). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses dan
Praktik,Vol.1. Asih.(2005).
(Alih Bahasa).Jakarta:
EGC.
Potter & Perry. (2002). Pocket Guide
to Basic Skills and
Procedurres. M.Ester.
(2005). (Alih Bahasa).
Jakarta: EGC.
Razi. (2004). Perbandingan Nyeri
Propofol 1% dengan Propofol
2% pada Penyuntikan
intravena.
http://digilib.litbang.depke
s.go.id/go.php?node
=146jkpkbppk-gdl-res-
2004-fahrul-2397-propofol.
Diakses pada 18 Januari
2007.
Riwidikdo. (2006). Statistik
Kesehatan: Belajar Mudah
Analisis Data Dalam
Penelitian Kesehatan.
Jogjakarta : Mitra cendikia
press.
Setiyadi,dkk. (2006). Perbedaan
Penyuntikan Intramuskuler
Metode Z track dengan
Metode konvensional atau
Standar Terhadap Refluks
obat, Keluarnya darah dan
Tingkat nyeri. Jurnal Ilmu
Keprawatan Vol
01/No.01/Januari 2006.
Tjay & Raharja. (1979). Obat-Obat
Penting : Khasiat Dan
Penggunaannya. Jakarta :
Depkes R.I.

You might also like