You are on page 1of 26

PENGARUH IMPLEMENTASI AKUNTANSI LINGKUNGAN

TERHADAP KINERJA LINGKUNGAN DAN PENGUNGKAPAN


INFORMASI LINGKUNGAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP
KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN


Dian Imanina Burhany


ABSTRACT



This study examines the influence of environmental accounting
implementation on environmental performance and environmental information
disclosure and their impact on firms financial performance. Respondents are
accounting department heads of 30 general mining firms participated in PROPER
period 2008-2009. Primary data are collected by using questionnaires while
secondary data are collected from internet publication and direct from the firms.
Path analysis method is applied to test the hypotheses by using software Lisrel
8.70.
The result of this study shows that: (1) environmental accounting
implementation has significant and positive influence on environmental
performance, (2) environmental accounting implementation and environmental
performance have significant and positive influence on environmental information
disclosure, both simultaneously and partially, and (3) environmental accounting
implementation, environmental performance, and environmental information
disclosure have significant and positive influence on financial performance
simultaneously, but only environmental accounting implementation and
environmental performance have significant and positive influence on financial
performance partially.


Keywords: Environmental Accounting, Environmental Performance,
Environmental Information Disclosure, Financial Performance.













1

1. Pendahuluan
Saat ini aspek lingkungan menjadi perhatian dan sorotan terutama karena
semakin meningkatnya fenomena pemanasan global dan juga banyaknya
kerusakan lingkungan yang terjadi. Masyarakat percaya bahwa perusahaan harus
lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan karena perusahaan atau industri
merupakan sumber utama kerusakan lingkungan (Shrivastava, 1995). Kaitan atau
hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan juga telah menjadi
perdebatan di antara peneliti maupun pelaku bisnis.
Berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi menjadi bukti awal
bahwa kinerja lingkungan perusahaan di Indonesia masih buruk. Sebagai contoh
adalah kerusakan lingkungan di Porong-Sidoarjo, J awa Timur, yang diakibatkan
oleh semburan lumpur perusahaan pertambangan gas PT Lapindo Brantas,
pencemaran sungai dan laut oleh limbah tailing perusahaan pertambangan emas
PT Newmont Minahasa Raya, serta pencemaran sungai dan laut oleh limbah
tailing perusahaan pertambangan emas PT Freeport. Sementara itu, pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Negara Lingkungan Hidup telah melakukan
pemeringkatan kinerja lingkungan perusahaan melalui suatu program yang
dinamakan Program for Pollution Control, Evaluation and Rating atau PROPER.
Industri pertambangan merupakan industri yang sering dituding memiliki
paling banyak perusahaan dengan kinerja lingkungan yang buruk. Ini terlihat dari
banyaknya kasus kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Harus diakui
bahwa industri pertambangan merupakan dilema tersendiri. Di satu sisi, industri
ini berpotensi besar merusak lingkungan. Namun di sisi lain, pembangunan


2

membutuhkan sumber energi yang besar yang diperoleh dari industri ini dan
industri ini juga merupakan sumber pendapatan yang signifikan bagi negara
(Ermina Miranti, 2008).
Pembangunan yang mempertimbangkan kelestarian lingkungan sudah
merupakan keharusan. Pembangunan saat ini diarahkan pada pembangunan yang
berkelanjutan atau sustainable development. Konsep sustainable development
mulai diperkenalkan pada tahun 1980-an dan telah digunakan oleh banyak negara
sebagai bentuk pembangunan yang paling tepat. Konsep ini terus berkembang dan
pada abad ke-21 ini didefinisikan kembali sebagai development that does not
destroy or undermine the ecological, economic or social basis on which continued
development depends (Herath, 2005). Konsep ini juga sejalan dengan konsep
triple bottom line yang dikemukakan oleh Elkington (1999) yang terdiri atas
profit, planet, people atau 3P.
Walaupun saat ini semakin banyak perusahaan hijau (green firm), namun
secara umum tekanan yang kuat dari para stakeholder-lah yang menjadi pemicu
utama yang mendorong perusahaan untuk meningkatkan kepedulian terhadap
lingkungan (Gale, 2006; Islam dan Deegan, 2008; Marshall et al., 2010). Hal ini
disebabkan oleh karena perusahaan memiliki kecenderungan untuk memuaskan
stakeholder karena membutuhkan dukungan untuk melanjutkan operasinya,
sebagaimana dijelaskan oleh stakeholder theory (J ensen dan Meckling, 1976;
Gray et al., 1995a; Donaldson, 1999).
Berbagai penelitian seperti yang dilakuan oleh Spicer (1978); Russo dan
Fouts (1997); Elsayed dan Paton (2005); Earnhart dan Lizal (2006); Wiwik Utami


3

(2007); Burnet dan Hansen (2008); Henri dan J ourneault (2010); serta Moneva
dan Ortas (2010) secara konsisten menemukan bahwa kinerja lingkungan
berhubungan atau berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.
Eco-efficiency menyatakan bahwa hubungan antara kinerja lingkungan dan
kinerja keuangan diperoleh dari efisiensi biaya yang dihasilkan oleh kinerja
lingkungan yang baik. Polusi atau kinerja lingkungan yang buruk mencerminkan
sumber daya yang digunakan secara tidak lengkap, tidak efisien atau tidak efektif
sehingga meningkatkan biaya untuk mengatasi dampaknya dan akan mengurangi
laba (Porter dan Van der Linde, 1995; Birkin dan Woodward, 1997).
Menurut De Beer dan Friend (2006), salah satu faktor yang dapat
membantu peningkatan kinerja lingkungan adalah implementasi akuntansi
lingkungan. Tujuan utama akuntansi lingkungan adalah menyediakan informasi
untuk meningkatkan kinerja lingkungan dan kinerja keuangan (Deegan, 2002).
Peran akuntansi lingkungan dalam meningkatkan kinerja lingkungan dan
juga kinerja keuangan dapat dijelaskan dengan merujuk pada salah satu peran
akuntansi yaitu sebagai penyedia informasi bagi manajemen. Namun sistem
akuntansi manajemen tradisional lebih sering menggeneralisasi biaya-biaya tidak
langsung termasuk biaya lingkungan ke dalam biaya overhead sehingga
membuatnya tersembunyi dan manajer kesulitan untuk menelusuri dan
mengendalikan biaya tersebut (Dascalu et al., 2010). Dengan akuntansi
lingkungan khususnya akuntansi manajemen lingkungan atau environmental
management accounting (EMA), biaya lingkungan diidentifikasi, ditetapkan dan
dialokasikan secara tepat ke produk atau proses, sehingga memungkinkan


4

manajemen mencari peluang untuk penghematan biaya (IFAC, 2005). EMA juga
menyediakan informasi mengenai aliran fisik bahan, energi, dan air yang
digunakan serta limbah dan emisi yang dihasilkan, sehingga memudahkan
manajemen melakukan pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan kinerja
lingkungan (IFAC, 2005; Deegan, 2002).
Penelitian untuk menguji pengaruh akuntansi lingkungan terhadap kinerja
lingkungan antara lain dilakukan oleh Perez et al. (2007) serta Henri dan
J ourneault (2010) yang menemukan bahwa penyediaan informasi lingkungan
kepada manajemen berpengaruh positif terhadap kinerja lingkungan. Adapun
Muhammad J a'far dan Dista Amalia Arifah (2006) menemukan bahwa full cost
environmental accounting berpengaruh positif terhadap kinerja lingkungan.
Sementara itu, Ranganathan dan Ditz (1996); Larrinaga dan Bebbington
(2001); serta Elewa (2007) meneliti pengaruh akuntansi lingkungan terhadap
kinerja keuangan perusahaan. Ketiga peneliti tersebut menemukan bahwa
akuntansi lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Selain kepada pihak internal, akuntansi lingkungan juga menyajikan
informasi lingkungan kepada pihak eksternal perusahaan atau stakeholder.
Penelitian yang dilakukan oleh Northcut (1995); Bae (1998); Li dan McConomy
(1999); serta Cormier dan Magnan (1999) menemukan adanya pengaruh positif
akuntansi lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan.
Pengungkapan informasi lingkungan yang dimaksud di sini bukan pengungkapan
pada laporan keuangan yang bersifat wajib dan diatur dengan standar akuntansi
keuangan melainkan pengungkapan yang bersifat sukarela sebagai wujud


5

tanggung jawab lingkungan perusahaan, yang biasanya disajikan dalam laporan
tahunan, sustainability report, website, atau bentuk pengungkapan lainnya.
Sementara itu, selain menghasilkan peningkatan kinerja keuangan,
peningkatan kinerja lingkungan juga mendorong perusahaan untuk meningkatkan
pengungkapan informasi lingkungan kepada pihak eksternal. Hal ini didasari oleh
voluntary/discretionary disclosure theory yang menyatakan bahwa perusahaan
cenderung untuk mengungkapkan good news dan menyembunyikan bad news
secara sukarela (Verrecchia, 1983; Dye, 1985).
Hasil penelitian Guthrie dan Parker (1990); Al-Tuwaijri et al. (2004); serta
Clarkson et al. (2008) menemukan pengaruh positif kinerja lingkungan terhadap
pengungkapan informasi lingkungan atau sering juga disebut dengan
pengungkapan lingkungan (environmental disclosure). Selanjutnya, pengaruh
positif pengungkapan informasi lingkungan terhadap kinerja keuangan ditemukan
oleh Cormier dan Magnan (1999) serta Richardson dan Welker (2001).
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
(1) Untuk mengukur besarnya pengaruh implementasi akuntansi lingkungan
terhadap kinerja lingkungan perusahaan.
(2) Untuk mengukur besarnya pengaruh implementasi akuntansi lingkungan dan
kinerja lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan perusahaan,
baik secara simultan maupun parsial.
(3) Untuk mengukur besarnya pengaruh implementasi akuntansi lingkungan,
kinerja lingkungan, dan pengungkapan informasi lingkungan terhadap kinerja
keuangan perusahaan, baik secara simultan maupun parsial.


6

2. Metode
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel
melalui pengujian hipotesis. Penelitian seperti ini disebut penelitian pengujian
hipotesis (hypotheses testing) atau disebut juga penelitian verifikatif yaitu
penelitian yang bertujuan menguji kebenaran teori atau hasil penelitian yang
sudah ada sebelumnya, yang dirumuskan dalam hipotesis penelitian. Unit analisis
penelitian ini adalah organisasi. Adapun horizon waktunya adalah cross sectional.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan pertambangan umum yang
mengikuti PROPER periode 2008-2009 yaitu sebanyak 33 perusahaan. J umlah
responden yang menjawab kuesioner adalah berasal dari 30 perusahaan sehingga
jumlah ini yang menjadi sampel dan selanjutnya diolah datanya.
Data penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer
yaitu data variabel implementasi akuntansi lingkungan dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner yang dikombinasikan dengan wawancara. Sedangkan
data sekunder yaitu data variabel kinerja lingkungan, pengungkapan informasi
lingkungan dan kinerja keuangan diperoleh melalui publikasi di internet maupun
diperoleh langsung dari perusahaan. Data penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan metode analisis jalur (path analysis) dengan bantuan software
Lisrel 8.70.

3. Hasil dan Pembahasan
(1) Hipotesis Pertama
Pada hipotesis pertama, variabel implementasi akuntansi lingkungan (X)
merupakan variabel penyebab (eksogen), sedangkan variabel kinerja lingkungan


7

(Y1) merupakan variabel akibat (endogen). Dari hasil perhitungan analisis jalur,
diperoleh persamaan struktural untuk hipotesis pertama sebagai berikut:
Y1 = 0. 737*X, Er r or var . = 0. 457 , R = 0. 543
( 0. 128) ( 0. 122)
5. 770 3. 742

J ika digambarkan dalam bentuk diagram jalur akan tampak seperti berikut:

Gambar 1
Diagram Jalur Pengaruh Variabel Implementasi Akuntansi Lingkungan (X)
terhadap Kinerja Lingkungan (Y1)

Besarnya pengaruh variabel X terhadap variabel Y1 ditunjukkan oleh nilai
R
2
yaitu sebesar 0,543 atau 54,30%. Total pengaruh dari variabel lain di luar
variabel yang diteliti ditunjukkan oleh nilai Errorvar yaitu sebesar 0,457.
J adi dapat dijelaskan bahwa kinerja lingkungan dapat ditingkatkan jika
perusahaan mengimplementasikan akuntansi lingkungan dengan cara melakukan
perhitungan dan pencatatan secara fisik atas jumlah dan aliran input (bahan,
energi dan biaya) dan output (emisi dan limbah) serta melakukan perhitungan dan
pencatatan secara moneter atas biaya-biaya lingkungan (biaya pencegahan
lingkungan, biaya deteksi lingkungan dan biaya kegagalan internal lingkungan).
Ini sesuai dengan IFAC (2005) yang menyatakan bahwa agar dapat
mengelola dan mengurangi dampak lingkungan dari produk dan proses produksi,
perusahaan harus memiliki data yang akurat mengenai jumlah dan tujuan dari
e1
0,737
0,457
X
Y1


8

semua energi, air dan bahan yang digunakan. Harus diketahui berapa yang
digunakan, berapa yang menjadi produk akhir dan berapa yang menjadi limbah.
Informasi fisik dibutuhkan oleh manajemen untuk menentukan tingkat dampak
lingkungan yang dihasilkan sehingga dapat dikendalikan (Schaltegger dan
Hinrichsen, 1996 dalam Bosshard, 2003). Adapun informasi biaya lingkungan
berguna bagi manajemen agar dapat mengendalikan biaya tersebut sehingga dapat
dilakukan efisiensi (Burritt, 2002).
Pendekatan biaya lingkungan dengan environmental quality cost model
yang diadopsi dari quality cost model oleh Hansen dan Mowen (2007:780)
memungkinkan perusahaan untuk memprioritaskan pencegahan kerusakan
lingkungan sebelum terjadi.
Hasil ini mengonfirmasi penelitian sebelumnya oleh Muhammad J a'far dan
Dista Amalia Arifah (2006); Perez et al. (2007); Henri dan J ourneault (2010).
Hasil ini juga membuktikan bahwa indikator akuntansi lingkungan dapat
dikembangkan dengan pendekatan pada dimensi akuntansi lingkungan fisik dan
akuntansi lingkungan moneter (IFAC, 2005; Hansen dan Mowen, 2007) yang
belum pernah diuji secara empiris sebelumnya.
Karena nilai thitung >ttabel yaitu 5,770 >1,701 maka H0 ditolak. Ini berarti
bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan implementasi akuntansi
lingkungan terhadap kinerja lingkungan.
(2) Hipotesis Kedua
Pada hipotesis kedua, variabel implementasi akuntansi lingkungan (X) dan
variabel kinerja lingkungan (Y1) merupakan variabel eksogen, sedangkan variabel


9

pengungkapan informasi lingkungan (Y2) merupakan variabel endogen. Dari hasil
perhitungan analisis jalur, diperoleh persamaan struktural sebagai berikut:
Y2 = 0. 567*X + 0. 422*Y1, Er r or var . = 0. 148 , R = 0. 852
0. 109) ( 0. 109) ( 0. 0402)
5. 180 3. 860 3. 674

Gambar diagram jalur untuk persamaan struktural ini adalah:

Gambar 2
Diagram Jalur Pengaruh Variabel Implementasi Akuntansi Lingkungan (X)
dan Kinerja Lingkungan (Y1) terhadap Pengungkapan Informasi
Lingkungan (Y2)

Besarnya pengaruh variabel X dan Y1 terhadap variabel Y2 secara simultan
ditunjukkan oleh nilai R
2
yaitu sebesar 0,852 atau 85,20%. Ini menunjukkan
bahwa variabel pengungkapan informasi lingkungan dapat dijelaskan sebesar
85,20% oleh variabel implementasi akuntansi lingkungan dan kinerja lingkungan.
Tingginya pengaruh ini disebabkan oleh adanya kombinasi dari
tersedianya data untuk melakukan pengungkapan informasi lingkungan dari
pencatatan oleh sistem akuntansi lingkungan (Godschalk, 2008) dan
kecenderungan perusahaan yang berkinerja lingkungan baik untuk melakukan
pengungkapan informasi lingkungan dan sebaliknya perusahaan berkinerja buruk
untuk tidak atau sedikit saja mengungkapkan (Verrecchia, 1983; Dye, 2001).
0,567
e2
0,148
0,737
X
Y1
Y2
0,422


10

Adapun total pengaruh variabel lain selain variabel implementasi
akuntansi lingkungan ditunjukkan oleh nilai Errorvar yaitu sebesar 0,148.
Sementara itu, pengaruh variabel X terhadap variabel Y2 secara parsial adalah
sebesar 0,498 atau 49,8%, sedangkan pengaruh variabel Y1 terhadap variabel Y2
secara parsial adalah sebesar 0,354 atau 35,4%.
Selanjutnya pengujian signifikansi menunjukkan hasil sebagai berikut:
(a) Pengujian Secara Simultan
Karena Fhitung > Ftabel yaitu 77,72 >3,354, maka H0 ditolak. Ini berarti
bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan implementasi akuntansi
lingkungan dan kinerja lingkungan terhadap pengungkapan informasi
lingkungan secara simultan.
(b) Pengujian Secara Parsial (Uji t)
Pertama:
Karena nilai thitung >ttabel yaitu 5,180 >1,703 maka H01 ditolak. Artinya
adalah terdapat pengaruh positif dan signifikan implementasi akuntansi
lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan secara parsial. Hasil
ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Northcut
(1995); Li dan McConomy (1999); serta Cormier dan Magnan (1999).
Implementasi akuntansi lingkungan, selain memungkinkan penyediaan
informasi bagi manajemen untuk meningkatkan kinerja lingkungan, juga
memudahkan pengungkapan informasi lingkungan karena sebagian data yang
dibutuhkan dalam pengungkapan informasi lingkungan berasal dari catatan
akuntansi.


11

Besaran pengaruh implementasi akuntansi lingkungan terhadap
pengungkapan informasi lingkungan secara parsial adalah 49,80% yang terdiri
atas pengaruh langsung sebesar 32,20% dan pengaruh tidak langsung melalui
kinerja lingkungan sebesar 17,60%. Masih agak rendahnya besaran pengaruh
ini diduga disebabkan oleh karena belum adanya regulasi lingkungan atau
kewajiban pengungkapan informasi lingkungan yang bersifat mengikat
(disertai sanksi yang tegas) sebagai variabel lain yang pengaruhnya lebih besar
(Buhr dan Freedman, 2001). Selain itu, perusahaan cenderung menahan dan
tidak mengungkapkan terlalu banyak informasi lingkungan yang bersifat
keuangan yang sebenarnya dihasilkan oleh sistem akuntansi lingkungan
karena dirasakan tidak perlu untuk diungkapkan kepada pihak eksternal
(stakeholder).
Kedua:
Karena nilai thitung >ttabel yaitu 3,860 >1,703 maka H02 ditolak. J adi
dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan kinerja
lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan secara parsial. Hasil
ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Clarkson et al.
(2008); Guthrie dan Parker (1990); Bae (1998); Al-Tuwaijri et al. (2004);
Ignatius Bondan Suratno et al. (2006). Hasil ini juga memperkuat
voluntary/discretionary disclosure theory (Verrecchia, 1983; Dye, 1985; Al-
Tuwaijri et al., 2004; Clarkson et al., 2008). Teori ini menjelaskan bahwa
kinerja lingkungan yang baik akan mendorong perusahaan untuk melakukan
pengungkapan informasi lingkungan karena merupakan good news yang


12

perusahaan ingin agar diketahui oleh publik atau stakeholder.
Pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan informasi
lingkungan secara parsial adalah sebesar 35,40% yang terdiri atas pengaruh
langsung sebesar 17,80% dan pengaruh tidak langsung melalui implementasi
akuntansi lingkungan sebesar 17,60%. Besaran pengaruh yang rendah ini
diduga disebabkan oleh karena dengan peringkat PROPER, sebagai indikator
kinerja lingkungan, yang secara rata-rata masih berada pada kategori sedang
dengan kecenderungan rendah, ada kemungkinan perusahaan tetap melakukan
pengungkapan informasi lingkungan namun dengan sedikit manipulasi
sebagai cara perusahaan untuk melakukan greenwashing (Beets dan
Souther, 1999 dalam Ling, 2007). Dengan praktik greenwashing,
perusahaan melakukan pengungkapan informasi seolah-olah kinerjanya lebih
baik dari kondisi atau kinerja yang sebenarnya.
Selain itu, adanya pengaruh dari faktor lain juga menyebabkan
rendahnya pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan informasi
lingkungan secara parsial. Buhr dan Freedman (2001) menemukan bahwa
regulasi lingkungan dan iklim bisnis di suatu negara sebagai faktor yang
cukup dominan mempengaruhi pengungkapan informasi lingkungan oleh
perusahaan. Saat ini, di Indonesia, regulasi yang mengatur pengungkapan
informasi lingkungan masih belum memadai. Iklim bisnis juga belum terlalu
berorientasi lingkungan.
(3) Hipotesis Ketiga
Pada hipotesis ketiga, variabel implementasi akuntansi lingkungan (X),


13

kinerja lingkungan (Y1) dan pengungkapan informasi lingkungan (Y2) merupakan
variabel eksogen, sedangkan kinerja keuangan (Z) merupakan variabel endogen.
Dari hasil perhitungan analisis jalur, diperoleh persamaan struktural untuk
hipotesis ketiga sebagai berikut:
Z = 0. 430*X + 0. 372*Y1 + 0. 0994*Y2, Er r or var . = 0. 295, R = 0. 705
( 0. 222) ( 0. 196) ( 0. 277) ( 0. 0817)
1. 932 1. 895 0.359 3. 606
Gambar diagram jalur persamaan struktural ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3
Diagram Jalur Pengaruh Variabel Implementasi Akuntansi Lingkungan (X),
Kinerja Lingkungan (Y1) dan Pengungkapan Informasi Lingkungan (Y2)
terhadap Kinerja Keuangan (Z)

Besarnya pengaruh variabel X, Y1 dan Y2 secara simultan terhadap
variabel Z ditunjukkan oleh nilai R
2
yaitu sebesar 0,705 atau 70,50%. Cukup
tingginya pengaruh ini disebabkan oleh karena adanya efisiensi dan penghematan
biaya yang dihasilkan karena diimplementasikannya akuntansi lingkungan
(Environment Agency J apan, 2000; Larrinaga dan Bebbington, 2001; Dascalu et
al., 2010) dan terhindarnya perusahaan dari biaya untuk mengatasi kerusakan
lingkungan karena kinerja lingkungannya yang baik (Porter dan Van der Linde,
0,430
e3
0,295
0,372
0,737
0,099
0,840
0,878
X
Y1
Y2
Z


14

1995; Birkin dan Woodward, 1997). Adapun pengungkapan informasi
lingkungan, menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Sementara itu,
besarnya pengaruh variabel lain terhadap kinerja keuangan ditunjukkan oleh nilai
Errorvar yaitu sebesar 0,295.
Selanjutnya pengujian signifikansi menunjukkan hasil sebagai berikut:
(a) Pengujian Secara Simultan
Karena Fhitung > Ftabel yaitu 20,71 >2,975, maka H0 ditolak. Ini berarti
terdapat pengaruh positif dan signifikan implementasi akuntansi lingkungan,
kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan terhadap kinerja
keuangan secara simultan.
(2) Pengujian Secara Parsial
Pertama:
Karena nilai thitung >ttabel yaitu 1,932 >1,706 maka H01 ditolak.
Artinya terdapat pengaruh positif dan signifikan implementasi akuntansi
lingkungan terhadap kinerja keuangan secara parsial. Hasil ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan Ranganathan dan Ditz (1996);
Larrinaga dan Bebbington (2001); Elewa (2007). United Nations Division for
Sustainable Development (2001) menjelaskan bahwa dengan
mengimplementasikan akuntansi lingkungan, perusahaan dapat
mengendalikan biaya lingkungan yang mungkin sebelumnya sulit
dikendalikan karena tersembunyi dalam biaya overhead. Selanjutnya Dascalu
et al. (2010) menambahkan bahwa dengan adanya pengendalian biaya yang
didasarkan atas informasi yang disediakan oleh akuntansi lingkungan tersebut,


15

efisiensi biaya dapat dicapai sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan .
Salah satu aspek yang dihitung dan dicatat oleh akuntansi lingkungan
adalah aspek moneter atau dengan kata lain biaya lingkungan. Akuntansi
lingkungan mengitung dan mencatat biaya lingkungan karena biaya itu
memang ada dan dikeluarkan oleh perusahaan. McWilliams dan Siegel (2001)
dalam Elsayed dan Paton (2005) menjelaskan bahwa ada keseimbangan di
mana perusahaan yang tidak melakukan investasi pada aspek lingkungan dan
sosial akan memiliki biaya yang rendah namun juga harga yang rendah,
sementara perusahaan yang melakukan investasi pada aspek lingkungan dan
sosial akan memiliki biaya yang lebih tinggi namun konsumen mereka juga
akan rela membayar dengan harga yang lebih tinggi.
Pengaruh implementasi akuntansi lingkungan terhadap kinerja
keuangan secara parsial adalah sebesar 38,50% yang terdiri atas pengaruh
langsung sebesar 23,70% dan pengaruh tidak langsung melalui kinerja
lingkungan sebesar 14,80%. Selain karena adanya variabel lain yang
pengaruhnya lebih besar, masih rendahnya besaran pengaruh ini disebabkan
oleh karena belum maksimalnya pemanfaatan informasi biaya lingkungan
yang dihasilkan oleh akuntansi lingkungan oleh manajemen untuk melakukan
pengendalian biaya agar dapat dihasilkan efisiensi biaya yang pada akhirnya
akan meningkatkan kinerja keuangan. Larrinaga dan Bebbington (2001)
menyatakan bahwa sesungguhnya lebih mudah meningkatkan laba dengan
cara mengurangi biaya melalui efisiensi dibandingkan dengan cara
meningkatkan penjualan.


16

Kedua:
Karena thitung >ttabel yaitu 1,895 >1,706 sehingga H02 ditolak. Artinya
adalah terdapat pengaruh positif dan signifikan kinerja lingkungan terhadap
kinerja keuangan secara parsial. Hasil ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Spicer (1978); Russo dan Fouts (1997);
Elsayed dan Paton (2005); Earnhart dan Lizal (2006); Wiwik Utami (2007);
Burnett dan Hansen (2008); Moneva dan Ortas (2010). Hasil ini juga
mendukung konsep eco-efficiency yang menyatakan adanya hubungan antara
kinerja lingkungan dan kinerja keuangan melalui efisiensi biaya yang
dihasilkan oleh kinerja lingkungan yang baik. Menurut Porter dan Van der
Linde (1995), penurunan tingkat polusi justru meningkatkan efisiensi karena
mengurangi biaya dan pada akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan.
Moneva dan Ortas (2010) menemukan bahwa perusahaan dengan kinerja
lingkungan yang baik memiliki kinerja keuangan yang baik pula pada masa
yang akan datang. Hal ini disebabkan oleh karena kinerja lingkungan yang
baik dapat meningkatkan efisiensi, mengkonsolidasi situasi keuangan dan
memenuhi tuntutan stakeholder perusahaan. Dengan demikian, jika manajer
mengabaikan faktor lingkungan pada saat merancang kebijakan strategis maka
perusahaan akan kehilangan kemampuan bersaing (competitiveness) dalam
jangka panjang (Porter dan Kramer, 2006 dalam Moneva dan Ortas, 2010).
Dengan mengurangi emisi atau polusi jauh dibawah tingkat yang disyaratkan,
perusahaan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi sehingga
mengurangi biaya untuk mengatasi masalah atau kewajiban yang timbul atas


17

ketidakpatuhan (Shrivastava, 1995).
Pengaruh kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan secara parsial
adalah sebesar 32% yang terdiri atas pengaruh langsung sebesar 17,20% dan
pengaruh tidak langsung melalui implementasi akuntansi lingkungan sebesar
14,80%. Rendahnya besaran pengaruh ini diduga disebabkan oleh karena
kinerja lingkungan perusahaan pertambangan belum menggambarkan kondisi
yang sesungguhnya karena adanya aspek yang tidak/belum dinilai dalam
PROPER sebagai indikator kinerja lingkungan yaitu aspek kerusakan lahan.
Ketiga:
Karena thitung <ttabel yaitu 0,359 <1,706 sehingga H03 diterima. Ini
berarti tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan pengungkapan informasi
lingkungan terhadap kinerja keuangan secara parsial. Hasil ini tidak sejalan
dengan beberapa penelitian sebelumnya oleh Cormier dan Magnan (1999);
Richardson dan Welker (2001); Al-Tuwaijri et al. (2004).
Stakeholder theory menyatakan bahwa informasi merupakan salah satu
media untuk memperoleh dukungan dan mengelola hubungan dengan
stakeholder (Gray et al., 1996). Pengungkapan informasi lingkungan sering
digunakan oleh perusahaan untuk menciptakan image yang baik di mata
stakeholder khususnya pelanggan dan investor. J ika pelanggan memiliki
image yang baik mengenai perusahaan maka besar kemungkinan itu akan
mempengaruhi perilakunya dalam membeli produk perusahaan sehingga
diharapkan akan meningkatkan kinerja keuangan melalui peningkatan
penjualan (Ling, 2007).


18

Teori dan penelitian sebelumnya tersebut tidak dapat dibuktikan dalam
penelitian ini karena adanya fakta bahwa perusahaan yang tingkat
pengungkapan informasi lingkungannya sangat rendah sekalipun dapat
meningkatkan penjualannya. Dari hasil wawancara dengan responden
diketahui bahwa pangsa pasar industri pertambangan umum Indonesia terbagi
atas pasar ekspor dan pasar domestik. Perusahaan-perusahaan besar yang
memiliki pasar ekspor sangat berkepentingan untuk mengungkapkan
informasi lingkungan melalui laporan tahunan (annual report), laporan
keberlanjutan (sustainability report), maupun website, karena tuntutan dari
sebagian besar konsumen ekspor tersebut akan informasi lingkungan. Karena
tuntutan regulasi negaranya masing-masing, mereka menginginkan produk
tambang yang ramah lingkungan (memiliki emisi dengan kadar yang rendah)
yang dihasilkan dari proses dan perusahaan yang peduli terhadap lingkungan,
dan itu dapat diketahui dari pengungkapan informasi lingkungan yang
dilakukan oleh perusahaan. Pasar ekspor terbesar untuk produk mineral dan
batu bara Indonesia adalah USA, Eropa, Cina, J epang, dan negara Asia lain.
Sementara itu, pasar domestik yang menjadi target perusahaan-
perusahaan menengah kecil tidak memiliki regulasi seketat itu. Kepentingan
pasar domestik adalah dalam hal harga. Oleh karena itulah maka tingkat
pengungkapan informasi lingkungan oleh perusahaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja keuangan yang dihasilkannya. Kondisi ini
sebenarnya sudah diprediksi oleh voluntary/discretionary disclosure theory
yang dalam salah satu asumsinya menyatakan bahwa perusahaan


19

berkepentingan dengan penilaian pasar keuangan (firms are concerned with
financial market valuation) dan ini menjelaskan mengapa pengungkapan
informasi lingkungan memberi pengaruh yang berbeda pada perusahaan dan
negara yang berbeda, yaitu karena adanya perbedaan karakteristik pasar pada
setiap perusahaan dan negara (Darrough, 1993).

4. Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih dipersembahkan kepada Bapak Prof. Dr. Azhar
Susanto, SE., M.Buss., Ak. sebagai ketua tim promotor serta Bapak Prof. Dr.
Sukrisno Agoes, SE., MM., Ak. dan Ibu Dr. Hj. Nunuy Nur Afiah, SE., MS., Ak.
sebagai anggota tim promotor. Selanjutnya kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Winwin
Yadiati, SE., MS., Ak., Ibu Dr. Hj. Roebiandini Sumantri, SE., MS., Ak., Bapak
Dr. Martha Fani Cahyandito, SE., MSc., dan Ibu Dr. Nanny Dewi, SE., M.Com.,
Ak. sebagai oponen ahli, serta Bapak Prof. Dr. HM. Wahyudin Zarkasyi, SE.,
MS., Ak. sebagai representasi Guru Besar Universitas Padjadjaran. Tidak lupa
kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA. sebagai Rektor Universitas
Padjadjaran, Ibu Prof. Dr. Hj. Ernie Tisnawati Sule, MS. sebagai Dekan Fakultas
Ekonomi, Bapak Prof. Dr. Ir. Mahfud Arifin, MS. sebagai Direktur Program
Pascasarjana, Bapak Prof. Dr. Engkus Kuswarno, MS. sebagai Asisten Direktur I,
dan Bapak Dr. Sulaeman Rahman Nidar, SE., MBA. sebagai Asisten Direktur II.
Selanjutnya ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Bapak Dr. Pirman,
MSi. sebagai Direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang, Bapak Ir. Muas M, MT.
sebagai Asisten Direktur I, Bapak A. Gunawan SE., MCom., Ak. sebagai Asisten
Direktur II, Bapak Drs. Muslimin MT., M.Hum. sebagai Asisten Direktur III,


20

Bapak Dr. J umadi Tangko, MPd. sebagai Asisten Direktur IV dan Bapak Dr.
Tawakkal, SE., MSi., Ak. sebagai Ketua J urusan Akuntansi. Akhirnya, kepada
Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional, terima
kasih atas beasiswa yang telah diberikan selama penulis menempuh studi di
Universitas Padjadjaran, baik berupa BPPS maupun beasiswa Program Sandwich.


























21

DAFTAR PUSTAKA



Al-Tuwaijri, S.A., Christensen, T.E., and Hughes II, K.E. 2004. The relations
among environmental disclosure, environmental performance, and
economic performance: a simultaneous equations approach. Accounting,
Organizations and Society 29: 447471.

Bae, B.R. 1998. Accounting Choices for Reporting Environmental Liabilities:
Their Relation with Firm Characteristics and Earning Response
Coefficients. Dissertation, Temple University.

Birkin, F. and Woodward, D. 1997. Accounting for the sustainable corporation.
Environmental Management and Health 8 (2): 67-72.

Bosshard, R.E. 2003. Environmental Accounting: A Case Study of its Application
to a Small Business in Atlantic Canada. Theses, Dalhousie University
Halifax, Nova Scotia.


Burnett, R.D. and Hansen, D.R. 2008. Ecoefficiency: Defining a role for
environmental cost management. Accounting, Organizations and Society
33: 551-581.

Burritt, R.L. 2002. Stopping Australia Killing the Environment: Getting the
Reporting Edge. Australian CPA 73 (3): 70-72.

Clarkson, P.M., Li, Yue, Richardson, G.D., and Vasvari, F.P. 2008. Revisiting
the relation between environmental performance and environmental
disclosure: An empirical analysis. Accounting, Organizations and Society
33: 303327.

Cormier, D. and Magnan, M. 1999. Corporate environmental disclosure
strategies: determinants, costs and benefits. Journal of Accounting,
Auditing and Finance: 429-51.

Darrough, M.N. 1993. Disclosure Policy and Competition: Cournot vs.
Bertrand. The Accounting Review J uly: 534-561.

Dascalu, C., Caraiani, C., Lungu, C.I., Colceag, F. and Guse, G.R. 2010. The
externalities in social environmental accounting. International Journal of
Accounting and Information Management 18 (1): 19-30.





22

De Beer, P. and Friend, F. 2006. Environmental accounting: A management tool
for enhaching corporate environmental and economic performance.
Ecological Economics 58: 548-560.

Deegan, C. 2002. The legitimising effect of social and environmental disclosures
- a theoretical foundation. Accounting, Auditing & Accountability Journal
15 (3): 282311.

Donaldson, T. 1999. Making stakeholder theory whole. Academy of
Management Review 24: 237-41.

Dye, R.A. 1985. Disclosure of non-proprietary information. Journal of
Accounting Research Spring: 123-145.

Earnhart, D. and Lizal, L. 2006. Effects of ownership and financial performance
on corporate environmental performance. Journal of Comparative
Economics 34: 111-129.

Elewa, M.M. 2007. The Impact of Environmental Accounting on the Profit
Growth, Development and Sustainability of the Organization: A Case
Study on Nypro Inc. Theses University of Massachusetts Lowell.

Elkington, J . 1999. Triple bottom-line reporting. Australian CPA March: 18-
21.

Elsayed, K. and Paton, D. 2005. The impact of environmental performance on
firm performance: static and dynamic panel data evidence. Structural
Change and Economic Dynamics 16: 395412.

Environment Agency J apan. 2000. Developing an Environmental Accounting
System. Study Group for Developing a System for Environmental
Accounting Environment Agency J apan.

Ermina Miranti. 2008. Prospek Industri Batubara di Indonesia. Economic
Review 214.

Gale, Robert. 2006. Environmental management accounting as a reflexive
modernization strategy in cleaner production. Journal of Cleaner
Production 14: 1228-1236.

Godschalk, Seakle K.B. 2008. Does Corporate Environmental Accounting Make
Business Sense?. Eco-efficiency in Industry and Science 24: 249-265.

Gray, R., Kouhy, R. and Lavers, S. 1995a. Corporate social and environmental
reporting: a review of the literature and a longitudinal study of UK
disclosure. Accounting, Auditing & Accountability Journal 8 (2): 47-77.


23

Gray, R., Owen, D. and Adams, C. 1996. Accounting and Accountability;
Changes and Challenges in Corporate Social and Environmental
Reporting. Harlow: Prentice-Hall Europe.

Guthtrie, J . and Parker, L.D. 1990. Corporate social disclosure practice: a
comparative international analysis. Accounting, Auditing and
Accountability Journal: 77-108.

Hansen, D.R. and Mowen, M.M. 2007. Managerial Accounting. 8
th
Edition.
South-Western: Thomson.

Henri, J ean-Franois and J ourneault, Marc. 2010. Eco-control: The influence of
management control systems on environmental and economic
performance. Accounting, Organizations and Society 35: 6380.

Herath, G. 2005. Sustainable development and environmental accounting: the
challenge to the economics and accounting profession. International
Journal of Social Economics 32 (12): 1035-1050.

IFAC (International Federation of Accountants). 2005. International Guidance
Document: Environmental Management Accounting.

Islam, Muhammad Azizul and Deegan, Craig. 2008. Motivations for an
organisation within a developing country to report social responsibility
information, Evidence from Bangladesh. Accounting, Auditing &
Accountability Journal 21 (6): 850-874.

J ensen, M.C. and Meckling, W.H. 1976. Theory of the firm: managerial
behaviour, agency costs and ownership structure. Journal of Financial
Economics 19: 127-68.

Larrinaga, C. and Bebbington, J . 2001. Accounting change or institutional
appropiation? A case study on the implementation of environmental
accounting. Critical Perspectives on Accounting 12 (3): 269-92.

Ling, Qianhua. 2007. Competitive Strategy, Voluntary Environmental Disclosure
Strategy, and Voluntary Environmental Disclosure Quality. Dissertation
Oklahoma State University.

Li, Y. and McConomy, B. 1999. An empirical examination of factors affecting
the timing of environmental accounting standard adoption and the impact
on corporate valuation. Journal of Accounting, Auditing and Finance 14:
279-313.




24

Marshall, R.S., Akoorie, M.E.M., Hamann, R. and Sinha, Paresha. 2010.
Environmental practices in the wine industry: An empirical application of
the theory of reasoned action and stakeholder theory in the United States
and New Zealand. Journal of World Business 45: 405-414.

Moneva, J ose M. and Ortas, Eduardo. 2010. Corporate environmental and
financial performance: a multivariate approach. Industrial Management
& Data Systems 110 (2): 193-210.

Muhammad J a'far dan Dista Amalia Arifah. 2006. Pengaruh Dorongan
Manajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja
Lingkungan terhadap Public Environmental Reporting. Makalah
Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.

Northcut, D. 1995. Environmental accounting policies in firms subject to
Superfund cleanup costs. Working Paper, University of Chicago.

Perez, E.A., Ruiz, C.C., and Fenech, F.C. 2007. Environmental management
systems as an embedding mechanism: a research note. Accounting,
Auditing & Accountability Journal 20 (3): 403-422.

Porter, M and Van der Linde C. 1995. Towards a new conception of the
environment-competitiveness relationship. Journal of Economic
Perspectives 9 (4): 97-118.

Ranganathan, J . and Ditz, D. 1996. Environmental accounting: a tool for better
management. Management Accounting February: 38-40

Richardson, A.J . and Welker, M. 2001. Social disclosure, financial disclosure
and the cost of equity capital. Accounting, Organizations and Society 26
(7): 597-616.

Russo, M. and Fouts, R. 1997. A resource based perspective on corporate
environmental performance and profitability. Academy of Management
Journal 40: 534-59.

Shrivastava, P. 1995. The role of corporations in achieving ecological
sustainability. Academy of Management Review 20(4): 936960.

Spicer, B.H. 1978. Investors, corporate social performance and information
disclosure: an empirical study. The Accounting Review 53 (1): 94-111.

United Nations Division for Sustainable Development. 2001. Environmental
Management Accounting Procedures and Principles. United Nations, New
York.



25

Verrecchia, R. 1983. Discretionary disclosure. Journal of Accounting and
Economics 5: 179-194.

Wiwik Utami. 2007. Kajian Empiris Hubungan Kinerja Lingkungan, Kinerja
Keuangan dan Kinerja Pasar: Model Persamaan Struktural. Makalah
pada The 1
st
Accounting Conference Faculty of Economics
Universitas Indonesia, Depok.

You might also like