You are on page 1of 18

1

The Effectiveness of Piper betle Lotio Against Tinea Versicolor in


Terms of Quality of Life and KOH Examination
Efektivitas Losio Piper Betle pada Tinea Versikolor Ditinjau
dari Kualitas Hidup dan Pemeriksaan KOH
Berthy Al Mungiza
1
, Dian Novitawati
2
, Nindya Puspita Sari
3
1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY
Abstract
Malassezia is a fungus that can be found on the human skin in a variety of conditions including dandruff , dermatitis , tinea
versicolor , sobborhea dermatitis , and folliculitis . Betel leaf ( Piper betle ) is one of the medicinal plants that grow in Indonesia . The
leaves have a distinctive aroma because they contain essential oils which there phenol and terpene . Biologically active compounds that
have a very strong antiseptic power ( bactericidal and fungisid ) but not sporosid .
The purpose of this study was to determine the effectiveness of 10% of Piper betle lotio for treatment in the incidence of tinea
versicolor in terms of quality of life assessment using the Dermatology Life Quality Index (DLQI ) and KOH examination and relation
between the result of both examination. This research is Randomized Controlled Trials ( RCT ) with a double- blind clinical trial design
in parallel so that each subject will only receive one type of intervention . This study compares two kinds of drugs so that there will be
two groups of subjects , namely group A with 10% of Piper betle lotio and group B with 2 % of ketoconazole lotio. Each group consisted
of 15 subjects and the study will be monitored for 14 days .
The results of this study showed a mean difference of DLQIs scores that decrease in both groups were statistically significant
( p = 0.04 ) , there is a significant differences in the cure rate based on KOH examination at day 7 ( A = 13,30 %; B = 46 ,70 % ) but at
day 14 was not found a significant differences in both groups ( A and B = 86.70 % ) and there is no relationship between the assessment
of quality of life and KOH examination in both groups ( p = 0,69; p = 0,42 ) . This study concluded that 10 % of Piper betle lotio equally
effective when compared with 2 % of ketoconazole lotio as the standard treatment by KOH examination but is less effective when judged
on quality of life in patients with tinea versicolor.

Keyword : Piper betle, Tinea versicolor, Antifungal

Abstrak
Malassezia merupakan sejenis jamur yang dapat ditemukan pada kulit manusia dalam berbagai kondisi termasuk ketombe,
dermatitis, tinea versikolor, dermatitis sobborhea, dan folikulitis. Daun sirih (Piper betle) merupakan salah satu tanaman obat yang
banyak tumbuh di Indonesia. Daun ini memiliki aroma yang khas karena mengandung minyak atsiri yang didalamnya terdapat fenol dan
terpene. Senyawa biologis aktif tersebut mempunyai daya antiseptik sangat kuat (bakterisid dan fungisid) tetapi tidak sporosid.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas terapi losio daun sirih 10% terhadap kejadian tinea versikolor dinilai
dari segi kualitas hidup menggunakan Indeks Kualitas Hidup Dermatologi (IKHD) dan pemeriksaan KOH serta hubungan antara hasil
kedua pemeriksaan. Jenis penelitian ini adalah Randomized Controlled Trials (RCT) dengan uji klinis buta ganda desain paralel sehingga
setiap subyek hanya akan mendapat satu macam intervensi. Penelitian ini membandingkan 2 macam obat sehingga akan terdapat dua
kelompok subyek yaitu kelompok A dengan pengobatan losio daun sirih 10% dan kelompok B dengan pengobatan lotion ketokonazol
2%. Setiap kelompok terdiri dari 15 subyek penelitian dan akan dipantau selama 14 hari.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan rerata penurunan skor IKHD pada kedua kelompok yang bermakna secara
statistik (p=0,04), adanya perbedaan bermakna pada angka kesembuhan berdasarkan pemeriksaan KOH pada hari ke 7 (A=13,30%;
B=46,70%) tetapi pada hari ke 14 tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kedua kelompok (A dan B=86,70%) dan tidak adanya
hubungan pada penilaian kualitas hidup dan pemeriksaan KOH pada kedua kelompok (p=0,69; p=0,42). Penelitian ini menyimpulkan
bahwa losio daun sirih 10% setara efektifnya jika dibandingkan dengan lotion ketokonazol 2% sebagai pengobatan standar berdasarkan
pemeriksaan KOH tetapi kurang efektif bila dinilai berdasarkan kualitas hidup pada penderita tinea versikolor.

Kata kunci : Piper betle, Tinea versikolor, Antifungi




2

Pendahuluan
Malassezia merupakan sejenis jamur
yang dapat ditemukan pada kulit manusia
dalam berbagai kondisi termasuk ketombe,
dermatitis, tinea versikolor, dermatitis
sobborhea, dan folikulitis
1
. Tinea versikolor
atau yang lebih dikenal dengan panu adalah
penyakit universal dan terutama ditemukan
di daerah tropis seperti Indonesia dengan
prevalensi 50%
2
.
Daun sirih (Piper betle) merupakan
salah satu tanaman obat yang banyak
tumbuh di Indonesia. Daun ini memiliki
aroma yang khas karena mengandung
minyak atsiri yang didalamnya terdapat
fenol dan terpene. Senyawa biologis aktif
tersebut mempunyai daya antiseptik sangat
kuat (bakterisid dan fungisid) tetapi tidak
sporosid
3
. Hydroxychavicol merupakan
salah satu contoh unsur utama yang
merupakan turunan fenol yang dilaporkan
berperan dalam fungsi anti jamur pada
daun sirih
4
.
Penelitian ini penting dilakukan, selain
untuk mengetahui keefektifan daun sirih
dalam upaya mengobati tinea versikolor
yang disebabkan oleh Malassezia furfur
tanpa efek samping yang membahayakan
penderita, penelitian ini juga
membandingkan efektivitas losio daun
sirih 10% dengan pengobatan standar tinea
versikolor yaitu ketokonazol 2%.
Bahan dan Cara
Jenis penelitian ini adalah
Randomized Controlled Trials (RCT)
dengan uji klinis buta ganda desain paralel
sehingga setiap subyek hanya akan
mendapat satu macam intervensi.
Penelitian ini membandingkan 2 macam
obat sehingga akan terdapat dua kelompok
subyek. Kelompok obat A akan mendapat
pengobatan losio daun sirih 10% dan
3

kelompok obat B akan mendapat
pengobatan losio ketokonazol 2%.
Populasi target adalah masyarakat
yang berdomisili di Yogyakarta dan
diduga menderita penyakit tinea
versikolor. Sampel pada penelitian ini
adalah populasi yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi pada
penelitian ini meliputi : 1) subyek laki-laki
atau perempuan berumur 15-65 tahun
dengan diagnosis tinea versikolor
berdasarkan klinis dengan skor keparahan
2 dan pada pemeriksaan mikologis
berupa pemeriksaan KOH 10% didapatkan
gambaran spaghetti dan meatball, 2)
Kondisi kesehatan umum baik, 3)
Mengerti prosedur penelitian dan efek
samping yang dapat terjadi, 4) Bersedia
tidak menggunakan pengobatan lain untuk
tinea versikolor selama penelitian
berlangsung, 5) Bersedia menandatangani
formulir persetujuan penelitian.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini
meliputi: 1) Dinyatakan sedang hamil atau
menyusui berdasarkan wawancara, 2)
Mendapat terapi imunosupresi, 3)
Mendapat terapi anti mikotik oral/topical
dalam waktu 4 minggu sebelum penelitian,
4) Mempunyai riwayat
hipersensitivitas/alergi terhadap komponen
dalam losio dan 5) Malnutrisi, bila subyek
memiliki Indeks Masa Tubuh <18,5.
Besar sampel pada penelitian ini
dihitung berdasarkan rumus penghitungan
proporsi dan didapatkan besar sampel
minimal yang dibutuhkan pada setiap
kelompoknya sebesar 15 orang.
Variabel bebas dalam penelitian adalah
pemberian losio daun sirih 10% selama 14
hari sedang variabel terikat adalah hasil
penilaian kualitas hidup subyek dan
pemeriksaan KOH.
Bahan yang digunakan pada penelitian
ini adalah KOH Parker 10%, ekstrak daun
sirih dengan alkohol 70%, losio daun sirih
4

dengan konsentrasi 10% dan losio
ketokonazol 2%.
Alat yang digunakan pada penelitian
ini adalah lembar persetujuan
keikutsertaan dalam penelitian adalah
kuesioner data pribadi, kartu kontrol,
lembar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan KOH, petunjuk untuk subyek
penelitian, set alat tulis, object glass
Microscope slides CAT.NO.7101, selotip
Transparent tape Scotch
TM
dari 3M ukuran
2,4 mm, dan mikroskop.
Penelitian ini telah dilakukan di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta, Laboratorium Riset dan
Mikrobiologi FKIK UMY selama 10 bulan
dimulai dari bulan Maret-Desember 2013.
Subyek dikumpulkan dengan cara
consecutive sampling yaitu setiap subyek
yang memenuhi kriteria penelitian
dimasukkan dalam penelitian sampai
kurun waktu tertentu sehingga jumlah
pasien yang diperlukan terpenuhi.
Pelaksanaannya diawali dengan
penyusunan proposal, persiapan alat dan
bahan untuk pembuatan ekstrak dan losio
daun sirih, pembuatan ekstrak dan losio
daun sirih, pengujian kestabilan losio daun
sirih, pencarian subyek penelitian, subyek
yang memenuhi kriteria mengisi lembar
informed consent dan kuesioner data
pribadi, dilakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pengerokan lesi pada penderita,
kemudian penderita mengisi lembar
kuesioner Indeks Kualitas Hidup
Dermatologi (IKHD), pemeriksaan KOH
dilakukan di Laboratorium Riset dan
Mikrobiologi FKIK UMY, subyek akan
dibagi menjadi dua kelompok perlakuan
secara acak (random), subyek diberi diberi
satu paket yang berisi obat, sabun mandi,
dan kartu kontrol yang wajib diisi oleh
subyek selama 14 hari setiap pagi dan
sore, subyek dipantau oleh peneliti selama
14 hari setelah pemberian paket obat,
subyek wajib mengoleskan obat yang
5

diberikan oleh peneliti, subyek wajib hadir
pada hari ke-7 dan hari ke-14 untuk
pemeriksaan fisik dan KOH, mengolah
dan menganalisis data yang diperoleh, dan
terakhir menarik kesimpulan dari hasil
penelitian yang dilakukan.
Pembuatan ekstrak dimulai dari
menyiapkan daun sirih sebanyak 8 kg
dicuci bersih lalu dikeringkan terlebih
dahulu, daun sirih dimasukkan dalam oven
dengan suhu 70
0
C selama 1 hari 1 malam,
daun dikeluarkan dari oven lalu
dimasukkan dalam alat pembuat serbuk,
nyalakan dan tunggu hingga proses
penyerbukan selesai. Setelah itu serbuk
akan dimaserasi dengan perbandingan
antara serbuk daun sirih dengan alkohol
70% 1:7 selama 5 hari tanpa remaserasi.
Selama 5 hari maserasi, larutan diaduk
setiap pagi dan sore selama 30 menit. Pada
hari ke-5, larutan disaring menggunakan
kain flannel dan corong sehingga didapat
ampas dan filtrat. Filtrat yang dihasilkan
dimasukkan kedalam wajan yang
diletakkan diatas panci berisi air yang
sebelumnya sudah ditaruh diatas kompor
listrik. Kompor listrik dinyalakan dan
angin dari kipas angin diarahkan ke wajan
supaya pembuatan ekstrak lebih cepat.
Filtrat terus diaduk hingga mengental dan
terbentuk ekstrak kental daun sirih.
Ekstrak diukur beratnya dan dimasukkan
ke dalam wadah.
Ekstrak yang sudah dibuat akan
menjadi bahan utama dalam membuat
formulasi losio daun sirih dengan
konsentrasi 10%. PGA yang telah dihitung
ditimbang kadarnya menggunakan
timbangan digital (gunakan kertas
perkamen untuk menimbang). PGA yang
telah ditimbang dimasukkan kedalam
mortar. Akuades ditambahkan sebanyak
1,5 x jumlah PGA kedalam mortir berisi
PGA, corpusnya dibuat sampai
mengembang dengan cara diaduk. Setelah
korpus PGA mengembang dan larut, akan
6

dipindahkan kedalam cawan porselen.
imbang ekstrak daun sirih yang telah
dihitung ditimbang kadarnya
menggunakan timbangan digital
(menggunakan kaca arloji untuk
menimbang). Ekstrak yang telah
ditimbang dimasukkan kedalam mortir
bekas pembuatan corpus PGA tadi sambil
ditetesi alkohol sedikit demi sedikit dan
diaduk hingga ekstrak larut dan
homogeny. Nipagin yang telah dihitung
ditimbang kadarnya menggunakan
timbangan digital (gunakan kertas
perkamen untuk menimbang). Nipagin
yang telah ditimbang dimasukkan kedalam
mortir berisi ekstrak, lalu diaduk sampai
homogen. Nipasol yang telah dihitung
kadarnya ditimbang menggunakan
timbangan digital (gunakan kertas
perkamen untuk menimbang). Nipasol
yang telah ditimbang dimasukkan kedalam
mortir berisi ekstrak, dan diaduk sampai
homogeny. korpus PGA yang ada di
cawan dimasukkan kedalam mortir sedikit
demi sedikit secara merata sambil diaduk
hingga homogen. Terakhir, ekstrak
dilarutkan sesuai volume yang diinginkan
menggunakan akuades.
Analisis data yang digunakan untuk
menilai kualitas hidup adalah Independent
Sample T-Test dan untuk menganalisis
hasil pemeriksaan KOH digunakan uji chi
square. Sedangkan hubungan antara
penilaian kualitas hidup dan pemeriksaan
KOH terhadap efek terapi losio daun sirih
10% dibandingkan losio ketokonazol 2%
pada penderita tinea versikolor akan
dianalisis dengan Spearman.
Hasil Penelitian
Hasil pengamatan yang dilakukan
dengan mencatat penilaian skor IKHD pada
hari ke 0 dan 14 serta hasil pemeriksaan
KOH pada hari ke 0, 7 dan 14. Hasil
pengamatan pada kelompok losio daun
sirih 10% (A) dan kelompok losio
7

ketokonazol 2% (B) diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Penilaian Skor IKHD dan Pemeriksaan KOH Selama Terapi 14 Hari

No
Obat
Skor
IKHD
Pemeriksaan
KOH
No
Obat
Skor
IKHD
Pemeriksaan
KOH
Subyek
Hari
0
Hari
14
Hari
0
Hari
7
Hari
14
Subyek
Hari
0
Hari
14
Hari
0
Hari
7
Hari
14
1 A 17 18 + + - 16 B 14 6 + - -
2 A 12 20 + + - 17 B 2 4 + - -
3 A 12 9 + + - 18 B 14 1 + + -
4 A 15 2 + + - 19 B 9 0 + - -
5 A 18 2 + + - 20 B 4 1 + + -
6 A 6 4 + - - 21 B 12 5 + - -
7 A 8 4 + + - 22 B 20 0 + + -
8 A 4 2 + + - 23 B 23 0 + + -
9 A 4 6 + - - 24 B 17 3 + - -
10 A 6 0 + + - 25 B 3 1 + + -
11 A 12 0 + + + 26 B 16 0 + - -
12 A 18 9 + + - 27 B 17 1 + + +
13 A 13 5 + + - 28 B 13 4 + + +
14 A 0 0 + + + 29 B 19 0 + + -
15 A 19 3 + + - 30 B 10 0 + - -




Tabel 2. Efektivitas Terapi berdasarkan Penilaian Kualitas Hidup IKHD

Variabel Kelompok Losio
Daun Sirih 10%
Kelompok Losio
Ketokonazol 2%

Skor
Sebelum 10,935,96 12,866,30
Sesudah 5,606,15 1,732,08
p 0,01 0,00

Pada Tabel 2 tampak bahwa rata-rata
skor IKHD kelompok A pada hari ke 0
memiliki rata-rata 10,935,96 dan pada
hari ke 14 adalah 5,606,15. Perbedaan
skor sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok daun sirih bermakna secara
statistik (p=0,01). Lalu rata-rata skor pada
kelompok losio ketokonazol 2% pada hari
8

ke 0 adalah 12,866,30 dan pada hari ke
14 adalah 1,732,08. Rata-rata skor
sebelum dan sesudah pada kelompok
losio ketokonazol 2% memiliki
perbedaan bermakna secara statistik
(p=0,00). Ini menunjukkan bahwa baik
losio daun sirih 10% maupun losio
ketokonazol 2% sama-sama efektif
sebagai terapi tinea versikolor.
Sedangkan untuk penurunan skor,
pada kelompok losio daun sirih memiliki
rata-rata 5,336,97 dan kelompok losio
ketokonazol 2% 11,137,06. Kedua
kelompok ini memiliki perbedaan yang
bermakna secara statistik (p=0,03).
Kelompok losio ketokonazol 2%
memiliki penurunan skor IKHD yang
lebih baik secara bermakna dibandingkan
kelompok losio daun sirih sebagaimana
terlihat pada. (Gambar 1) .

Gambar 1. Grafik Penurunan Skor

Hasil pemeriksaan KOH negatif
pada kelompok losio daun sirih pada hari
ke-7 terjadi pada 2 subyek (13,30%) dan
kelompok losio ketokonazol 2% terjadi
pada 7 subyek (46,70%). Perbedaan hasil
pada kedua kelompok bermakna secara
0
2
4
6
8
10
12
14
1 2
R
a
t
a
-
r
a
t
a

S
k
o
r

I
K
H
D


Kelompok
Hari ke 0
Hari ke 14
A
p=0,032
B
9

statistik (p=0,04). Hasil pemeriksaan
KOH negatif pada kelompok daun sirih
pada hari ke-14 terjadi pada 13 subyek
(86,70%) dan kelompok losio
ketokonazaol terjadi pada 13 subyek
(86,70%). Hasil pada kedua kelompok
tidak memiliki perbedaan yang bermakna
secara statistik (p=1,00).

Gambar 2. Hasil Pemeriksaan KOH Negatif

Pada grafik diatas menunjukkan
pada hari ke 7 tampak adanya perbedaan
persentase kesembuhan dan terlihat losio
ketokonazol 2% lebih baik dibandingkan
losio daun sirih 10%. Pada hari ke 14,
baik kelompok losio daun sirih 10%
maupun kelompok losio ketokonazol 2%
memiliki angka kesembuhan yang sama.
Hubungan atau korelasi dilihat
dari penurunan skor IKHD dengan
kesembuhan yang dilihat dari
pemeriksaan KOH. Untuk kelompok
losio daun sirih 10% tidak menunjukkan
hubungan (p=0,69) dengan koefisien
korelasi (r=0,11) sedangkan untuk
kelompok losio ketokonazol 2% juga
0%
13.30%
86.70%
0%
46.70%
86.70%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
1 2 3
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

K
e
s
e
m
b
u
h
a
n



Hari Ke
Kelompok A
Kelompok B
0 7 14
p=1.00 p=0.046
p=1.00
10

tidak menunjukkan hubungan (p=0,42)
dengan koefisien korelasi (r=0,23) seperti
yang dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan Penilaian Kualitas Hidup dan Pemeriksaan KOH

Variabel (Hari ke 14) Kelompok p r
Penilaian Kualitas Hidup
Pemeriksaan KOH
Losio Daun Sirih 10% 0,69 0,11
Losio Ketokonazol 2% 0,42 0,23

Kedua kelompok sama-sama
menunjukkan bahwa penilaian kualitas
hidup yang dilihat dari penurunan skor
IKHD dengan kesembuhan berdasarkan
hasil pemeriksaan KOH pada penderita
tinea versikolor tidak memiliki hubungan
(p=0,69; p=0,42) dan kekuatan
hubungannya sangat lemah (r=0,11)
untuk kelompok losio daun sirih 10% dan
untuk kelompok losio ketokonazol 2%
kekuatan hubungannya lemah (r=0,23)
5
.
Diskusi
Hasil penelitian ini berdasarkan
Tabel 2. menunjukkan rata-rata penilaian
kualitas hidup berdasarkan penurunan
skor IKHD untuk losio ketokonazol 2%
lebih efektif dibandingkan dengan losio
daun sirih 10% dihitung dengan uji
Independent Sample T-Test (p=0,03).
Hal ini mungkin disebabkan
karena pada umumnya perubahan pada
penampilan fisik merupakan
kekhawatiran utama pada penderita tinea
versikolor yang nantinya akan
mempengaruhi kualitas hidup mereka.
Hipopigmentasi dan hiperpigmentasi
yang terjadi pada penderita dapat
bertahan selama berbulan-bulan setelah
pengobatan tinea versikolor berhasil, dan
dapat menyebabkan penderita
11

menganggap bahwa pengobatan telah
gagal
6
.
Sediaan dari losio daun sirih 10%
sendiri dinilai masih memiliki beberapa
kekurangan. Baunya yang menyengat,
warnanya yang kurang menarik, serta
lengket bila setelah dipakai sehingga
terkadang sering menempel pada pakaian,
mungkin membuat subyek pada
penelitian ini merasa tidak nyaman
sehingga mereka merasa dengan
pengobatan ini belum meningkatkan
kualitas hidup mereka.
Rata-rata kesembuhan
berdasarkan pemeriksaan KOH pada hari
ke 7 pada kedua kelompok bermakna
secara statistik (p=0,04). Namun
kemudian, pada hari ke 14, rata-rata pada
kedua kelompok tidak memiliki
perbedaan yang bermakna secara statistik
(p=1,00). Ini menunjukkan bahwa baik
losio daun sirih 10% dan losio
ketokonazol 2% sama efektifnya.
Pada hari ke 7 ada perbedaan
angka kesembuhan pada kelompok losio
daun sirih 10% dan losio ketokonazol
2%. Kelompok losio ketokonazol 2%
memiliki persentase kesembuhan lebih
tinggi. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh
pertama, kepatuhan subyek dalam
menggunakan obat. Tingkat kepatuhan
subyek pada setiap kelompok pasti akan
berbeda dan sulit untuk dikendalikan. Hal
ini dapat mempengaruhi lamanya
kesembuhan pada tinea versikolor.
Kedua, karena pada penelitian ini
dilakukan ekstraksi menggunakan alkohol
70% dengan metode maserasi.
Pertimbangan pemilihan metode tersebut
karena maserasi merupakan metode
sederhana, mudah dilakukan dan cukup
efektif untuk mencari senyawa aktif dari
daun kering. Sedangkan pemilihan
alkohol 70% diharapkan dapat mencari
sebanyak mungkin minyak atsiri dari
12

daun sirih karena minyak atsiri relatif non
polar7 Trianan & Indah, 2002)..
Daun sirih (Piper betle) memiliki
berbagai fitokimia antara lain, senyawa
terpene umum seperti carvacrol, linalool
dan eugenol yang telah dikenal untuk
menunjukkan aktivitas antijamur terhadap
beberapa spesies
8
. Kandungan
hydroxychavicol yang merupakan turunan
dari fenol juga dikenal sebagai anti jamur
dengan aksinya mengubah struktur
membran sel, sehingga permeabilitas dari
struktur membran pertahanan mikroba
terganggu dan menyebabkan kematian
sel
4
.
Tetapi kandungan yang dimiliki
daun sirih pada ekstrak alkohol ternyata
tidak mengandung semua komponen yang
diharapkan bisa memaksimalkan efek
antifungi seperti pada di sediaan
keringnya.


Tabel 4. Analisis Fitokimia Ekstrak Daun Sirih
8

No Nama Senyawa Ekstrak Air Ekstrak Alkohol Ekstrak Minyak
1 Alkaloids + +
+
2 Tannins + + +
3 Anthraquinones - - -
4 Glycosides + - -
5 Reducing sugar + + +
6 Saponins + - -
7 Flavonoids - - +
8 Phenolics - + +
9 Phlobatannis - - -
10 Terpenoids - - +
Keterangan : + = ditemukan ; - = tidak ditemukan
Pada penjelasan sebelumnya
telah disebutkan bahwa kandungan daun
sirih yang memiliki efek antifungi adalah
senyawa fenol dan terpenin atau
terpenoids, sedangkan pada Tabel 4
menunjukkan bahwa kedua senyawa
13

tersebut tidak ditemukan pada ekstrak air,
pada ekstrak alkohol ditemukan senyawa
fenol tetapi tidak ditemukan senyawa
terpenin, dan pada ekstrak minyak, kedua
senyawa tersebut berhasil ditemukan.
Losio daun sirih 10% menggunakan
ekstrak alkohol sebagai bahan utama
formula, dan berdasarkan tabel dapat
dikatakan bahwa efek antifungi menjadi
tidak maksimal karena salah satu dari
komponen antifungi yang dimiliki daun
sirih tidak ditemukan. Hal ini membuat
efek terapinya pada penderita tinea
versikolor tidak secepat pada losio
ketokonazol 2%. Mungkin perlu
dilakukan penelitian yang menggunakan
bahan kimia yang dapat mencari senyawa
aktif pada daun sirih lebih signifikan
sehingga efek antifungi yang dimiliki
lebih maksimal.
Hasil penelitian ini menunjukkan
pada hari ke 14 pada kedua kelompok
tidak memiliki hubungan (p=0,69;
p=0,42) dan kekuatan hubungannya
sangat lemah (r=0,11) untuk kelompok
losio daun sirih 10% dan untuk kelompok
losio ketokonazol 2% kekuatan
hubungannya lemah (r=0,23)
5
.
Keluhan yang sering membuat
penderita tinea versikolor cemas dan
depresi adalah adanya perubahan
pigmentasi kulit yang membuat
penampilan mereka berubah. Melalui
penilaian kualitas hidup berdasarkan
IKHD dapat diketahui seberapa jauh hal
itu mengganggu hidup mereka.
Pengobatan tinea versikolor juga
membutuhkan waktu yang tidak sebentar
untuk menghilangkan perubahan
pigmentasi tersebut. Sekalipun
pengobatan sudah berhasil membunuh sel
jamur yang menyebabkan gejala klinis
seperti gatal dan lesi berskuama, tetapi
bila keluhan warna kulit belum hilang,
maka penderita tinea versikolor akan
tetap merasa cemas dan depresi sehingga
14

mereka akan menilai kualitas hidupnya
belum membaik
9
.
Pada pemeriksaan KOH akan
ditemukan hasil negatif apabila sudah
tidak ditemukan tanda khas Malassezia
furfur yaitu spaghetti and meatball pada
lesi yang diambil. Hasil ini tidak
dipengaruhi oleh masih ada atau tidaknya
perubahan pigmentasi yang pada tubuh
penderita, karena hilangnya keluhan
tersebut pada pengobatan tinea versikolor
akan membutuhkan waktu lebih lama
dibandingkan hilangnya sel jamur pada
lesi yang umumnya hanya membutuhkan
waktu sekitar dua minggu setelah
pengobatan
6
. Inilah yang membuat
mengapa penilaian kualitas hidup tidak
memiliki hubungan dengan hasil negatif
pada pemeriksaan KOH.
Genetik, imunosupresi, dan usia
merupakan faktor internal yang
berpengaruh terhadap kejadian tinea
versikolor. Sejak awal pencarian subyek
penelitian, ketiga factor tersebut sudah
diantisipasi melalui kriteria inklusi dan
eksklusi penelitian. Pada penelitian ini
rerata usia kedua kelompok
(A=32,8614,73; B=4413,28) memiliki
perbedaan bermakna secara statistik
(p=0,04). Hal ini disebabkan karena
metode dari penelitian ini adalah
consecutive sampling dimana setiap
subyek yang memenuhi kriteria penelitian
langsung dimasukkan dalam penelitian
sampai kurun waktu tertentu sehingga
jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi,
sehingga sejak awal peneliti memang
tidak menentukan rata-rata usia subyek
setiap kelompok. Tetapi hal ini tidak
berpengaruh pada penelitian, karena pada
umumnya penyakit mikosis superfisialis
seperti tinea versikolor lebih sering
menyerang penduduk di Indonesia yang
berada dalam kisaran usia 25-44 tahun
yang banyak mempunyai faktor
15

predisposisi, misalnya pekerjaan yang
banyak berkeringat, basah dan trauma
10
.
Untuk faktor eksternal seperti
malnutrisi, hiperhidrosis, penggunaan
minyak kulit topikal, kontrasepsi oral
juga telah disingkirkan melalui kriteria
eksklusi dan inklusi pada awal pencarian
subyek. Untuk faktor eksternal lain
seperti paparan cuaca panas dan lembab
memang sulit untuk dikendalikan dan
dapat menjadi faktor pengganggu dalam
penelitian.
Penelitian ini sepengetahuan
penulis merupakan penelitian pertama di
Indonesia yang membandingkan
efektivitas losio daun sirih 10% dengan
losio ketokonazol 2% serta merupakan
penelitian in vivo pertama yang
membandingkan kedua obat tersebut.
Efek kuratif daun sirih terhadap tinea
versikolor tampak pada hasil penelitian
pada variabel yang menentukan
efektivitas. Skor IKHD pada kelompok
losio daun sirih 10% pada hari ke 0
memiliki rata-rata 10,935,96 dan pada
hari ke 14 adalah 5,606,15. Perbedaan
skor pada kelompok daun sirih bermakna
secara statistik (p=0,01). Hasil pada
kelompok ini menunjukkan losio daun
sirih 10% efektif sebagai terapi untuk
tinea versikolor. Lalu pada angka
kesembuhan pada pemeriksaan KOH
pada hari ke 14 juga menunjukkan bahwa
efektivitas losio daun sirih 10% sama
dengan losio ketokonazol 2% (p=1,00).
Kelemahan dari penelitian ini
terletak pada sediaan losio daun sirih dan
bahan kimia dalam pembuatan ekstrak
daun sirih. Sediaan obat yang berbau
kurang sedap, lengket dan memiliki
warna yang kurang menarik berpengaruh
terhadap penilaian kualitas hidup subyek
penelitian dan bahan kimia yang kurang
mengidentifikasi dan mencari senyawa
alami dari daun sirih membuat fungsi
16

daun sirih sebagai antifungi kurang maksimal.

Kesimpulan
Hasil Penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Efektivitas terapi losio daun
sirih 10% kurang efektif
dibandingkan dengan losio
ketokonazol 2% berdasarkan
penilaian kualitas hidup pada
penderita tinea versikolor.
2. Efektivitas terapi losio daun
sirih 10% setara dengan losio
ketokonazol 2 % berdasarkan
pemeriksaan KOH pada
penderita tinea versikolor.
3. Tidak ada hubungan antara
hasil penilaian kualitas hidup
dengan pemeriksaan KOH
pada penderita tinea
versikolor.
Saran
Dari penelitian di atas, dapat
diajukan saran sebagai berikut :
1. Perlu penelitian dengan
berbagai macam lama
pengobatan dan waktu
pengamatan lebih lama untuk
mengetahui lama terapi efektif
dan kekambuhan jangka
panjang.
2. Perlu penelitian yang
menggunakan jumlah sampel
lebih banyak bila ingin
menentukan efektivitas losio
daun sirih 10% berdasarkan
penilaian kualitas hidup
penderita tinea versikolor
untuk mendapatkan hasil yang
setara atau lebih dibandingkan
losio ketokonazol 2%.
3. Perlu dilakukan penelitian
yang menggunakan bahan
17

kimia yang dapat mencari
senyawa aktif pada daun sirih
lebih signifikan sehingga efek
antifungi yang dimiliki lebih
maksimal.
4. Perlu dilakukan formulasi
dengan tambahan bahan-bahan
kimia tertentu yang dapat
megurangi kelemahan
formulasi losio daun sirih 10%
seperti bau yang tidak sedap,
lengket, dan warna yang tidak
menarik.
Daftar Pustaka
1. Saunders, Charles W., Anika, S., & Joseph,
H. 2012. Malassezia Fungi Are Specialized to
Live on Skin and Associated with Dandruff,
Eczema, and Other Skin Diseases. Diakses 5
Oktober 2012, dari
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc3380
954/pdf/ppat
2. Pramita, S., Setyarini. 2010. Perbandingan
Efek Antifungi Ekstrak Lengkuas (Alpinia
galanga Linn) dengan Ketokonazol pada
Isolat Malssezia furfur. Diakses 5 Oktober
2012, dari
http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/jurnal/ma
ndala%20mei%202011/PERBANDINGAN%
20EFEK%20ANTIFUNGI%20EKSTRAK%2
0LENGKUAS.pdfs
3. Soemiati A, Berna E. 2002. Uji Pendahuluan
Efek Kombinasi Antijamur Infus Daun Sirih
(Piper betle L.), Kulit Buah Delima (Punica
granatum L.), dan Rimpang Kunyit (Curcuma
domestica Val.) Terhadap Jamur Candida
Albicans. Diakses 5 Oktober 2012, dari
http://journal.ui.ac.id/science/article/view/259
4. Intzar, A., Farrah G.K., Krishan A.S., et al.
2010. In Vitro Antifungal Activity of
Hydroxychavicol Isolated from Piper Betle L.
Annals of Clinical Microbiology and
Antimicrobials. Diakses 5 Oktober 2012, dari
http://www.ann-clinmicrob.com/content/9/1/7
5. Siti A., et al. 2013. Buku Modul Blok
Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakartya. pp 92-93
6. Goldstein, Beth G., Adam O.G. 2012, 12
April. Tinea Versicolor. Diakses 5 April
2013, dari
http://www.uptodate.com/contents/tinea-
versicolor
7. Himratul, A.W.H., Mohd A.F.N., Fathilah
A.R. 2011. Determination of the Percentage
Inhibition of Diameter Growth (PIDG) of
Piper Betle Crude Aqueous Extract Against
Oral Candida Species. Journal of Medicinal
Plants Research, 5(6), 878-884.
8. Balaji, K., Lisa T., Sarnnia, et al. 2011.
Antibacterial Activity of Piper Betel Leaves.
18

International Journal of Pharmacy Teaching
& Practices, 2(3), 129-132.
9. Kaymak Y., Taner E. 2008. Anxiety and
Depression in Patients with Pityriasis Rosea
Compared to Patients with Tinea Versicolor.
Dermatol Nurs, 20(5), 367-70, 377.
10. Afif, N.H., Sunarso S., Desy H.P., Emilian S.
2009. Mikosis Superfisialis di Divisi
Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Tahun 2003-2005. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit & Kelamin, Artikel 1. Diakses 30
November 2013, dari
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/mikosis%2
0superfisialis%20vol%2021%20no%201.pdf

You might also like