Professional Documents
Culture Documents
Akibat pertempuran Padang Sibusuk itu membawa akibat yang sangat besar dalam
struktur pemerintahan kerajaan Pagaruyung selanjutnya. Semasa Adityawarman menjadi raja,
pemerintahan bersifat sentralisasi menurut sistem di Majapahit. Tetapi sesudah pertempuran
Padang Sibusuk itu, nagari-nagai di Minangkabau membebaskan diri dari kekuasaan yang
berpusat di Pagaruyung.
A.8. Kerajaan Pagaruyung Sesudah Adityawarman
Dari berita Tambo Pagaruyung dapat diketahui bagaiman keadaan Pagaruyung sesudah
Adiyawarman demikian pula wawancara dengan S.M. Taufik Thaib SH. Dikatakan mengenai
silisilah raja-raja Pagaruyung adalah sebagai berikut:
1. Adityawarman (1339-1376)
2. Ananggawarman (1376)
3. Yang Dipertuan Sultan Bakilap Alam
4. Yang Dipertuan Sultan Pasambahan
5. Yang Dipertuan Sultan Alif gelar Khalifafullah
6. Yang Dipertuan Sultan Barandangan
7. Yang Dipertuan Sultan Patah (Sultan Muning II)
8. Yang Dipertuan Sultan Muning III
9. Yang Dipertuan Sultan Sembahwang
10. Yang Dipertuan Sultan Bagagar Syah
11. Yang Dipertuan Gadih Reni Sumpur 1912
12. Yang Dipertuan Gadih Mudo (1912-1915)
13. Sultan Ibrahim 1915-1943 gelar Tuanku Ketek
14. Drs. Sultan Usman 1943 (Kepala Kaum Keluarga Raja Pagaruyung)
Dari data ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sesudah Adityawarman raja-raja di Pagaruyung
sudah menganut agama Islam sesuai dengan sebutan Sultan (pengaruh Islam).
Bila Sultan Bakilap Alam memerintah tidak disebutkan oleh tambo tersebut, tetapi dapat
diperkirakan sesudah tahun 1409, karena sampai 1409 pemerintahan Pagaruyung masih bersifat
sentralisasi seperti sewaktu pemerintahan Adityawarman. Sesudah tahun tersebut pemerintahan
Pagaruyung sudah desentralisasi dengan pengertian bahwa nagari-nagari sudah mempunyai
otonom penuh dan pemerintahan di Pagaruyung sudah mulai melemah.
Selanjutnya dikatakan bahwa di atas pemerintahan nagari-nagari terlihat adanya dua tingkat
pemerintahan yaitu Rajo Tigo Selo dan Basa Ampek Balai. Rajo Tigo Selo dimaksudkan adalah
tiga orang raja yang sekaligus berkuasa di bidang masing-masing. Raja Alam berkedudukan di
Pagaruyung sebagai pucuk pimpinan, Raja Adat berkedudukan di Buo yang melaksanakan tugastugas kerajaan dibidang adat. Raja Ibadat berkedudukan di Sumpur Kudus dan melaksanakan
urusan keagamaan kerajaan. Gambaran ini adalah lembaga pemerintahan di tingkat raja.
Sedangkan ditingkat Menteri dan Dewan Menteri yang dimaksud dengan Basa Ampek Balai
terdiri dari:
1. Bandaro (Titah) di Sungai Tarab sebagai Perdana Menteri
2. Tuan Kadi di Padang Ganting yang mengurus masalah Agama
3. Indomo di Saruaso mengurus masalah keuangan
4. Makhudum di Sumanik yang mengurus masalah pertahanan dan rantau
Masyarakat nagari dalam mengusut persoalannya berjenjang naik sampai ketingkat
kerajaan. Dibidang adat dari nagari terus ke Bandaro dan kalau tidak putus juga diteruskan lagi
kepada Raja Buo dan kalau tidak putus juga masalahnya diteruskan lagi kepada Raja Alam di
Pagaruyung yang akan memberikan kata putus. Begitu juga dalam bidang agama. Dari nagari
naik kepada tuan Kadi di Padang Ganting, terus kepada raja Ibadat di Sumpur Kudus, dan bula
tidak selesai juga akhirnya sampai kepada raja Alam yang akan memberikan kata putusnya.
Selanjutnya dikatakan bahwa Lembaga Rajo Tigo Selo dibentuk bersama dengan
pembentukan Lembaga Basa Ampek Balai. Penobatan dan pelatikan Rajo Tigo Selo dan Basa
Ampek Balai bersamaan pula dengan pengangkatan dan pengiriman Sultan Nan Salapan ke
daerah rantau Minangkabau yaitu daerah-daerah: Aceh, Palembang, Tambusai, Rao, Sungai
Pagu, Bandar Sepuluh, Siak Indra Pura, Rembau Sri Menanti dan lain-lain. Pengangkatan dan
pelantikan itu dilakukan oleh Sultan Bakilap Alam.
Dalam hal ini Bahar Dt Nagari Basa, mengatakan bahwa Basa Ampek Balai pada
mulanya terdiri dari Bandaro di Sungai Tarap, yang menjadi Payung Panji Koto Piliang; Datuk
Makhudum di Sumanik yang menjadi Pasak Kungkung Koto Piliang; Indomo di Saruaso yang
menjadi Amban Puruak (bendahara) Koto Piliang; Tuan Gadang di Batipuah yang menjadi
Harimau Campo Koto Piliang, yaitu Menteri Pertahanan Koto Piliang. Kemudian setelah Islam
masuk ke Minangkabau dimasukkan Tuan Kadhi sebagai anggota Basa Ampek Balai dan Tuan
Gadang di Batipuh ke luar dari keanggotaan itu dengan berdiri sendiri sebagai orang yang
bertanggung jawab dalam masalah pertahanan Koto Piliang. Semuanya itu terdapat di Tanah
Datar yang merupakan pucuk pimpinan di Minangkabau. Selanjutnya dikatakan yang menjadi
kebesaran Luhak Agam adalah Parik Paga dan Kebesaran Lima Puluh Kota adalah Penghulu.
By : ISWANDI