Professional Documents
Culture Documents
TRAUMA ABDOMEN
Oleh:
Riyono Pinasthi.
09.06.0008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (Dorland, 2002). Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung
pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi
rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau
berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh pembuluh darah
abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen.
Penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor juga dapat
menderita cedera deceleration karena gerakan yang berbeda dari bagian badan
yang bergerak dan yang tidak bergerak, pada hati dan limpa yang sering
terjadi (organ bergerak) ditempat jaringan pendukung (struktur tetap) pada
tabrakan tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah
antara diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011). Trauma abdomen
adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma
abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Trauma perut merupakan luka
pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut
dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat
pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995). Trauma Abdomen adalah
terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997)
B. Epidemiologi
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas
biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.
Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam.
Pada trauma tumpul dengan velositas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya
menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas
tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel. Pada intraperitoneal,
trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organlimpa (40-55%), hati
(35-45%), dan usus halus (5-10%) (Cho et al, 2012). Sedangkan pada
retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang
paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter (Demetriades, 2000). Pada
trauma tajam abdomen paling sering mengenai hati(40%), usus kecil (30%),
C. Anatomi
Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara
diaphragma di bagian atas dan pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk
kepentingan klinik, biasanya abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua
garis vertikal, dan dua garis horizontal. Masing-masing garis vertikal melalui
pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis. Garis
horizontal
yang
atas
merupakan
bidang
subcostalis,
yang
mana
menghubungkan titik terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal
yang bawah merupakan bidang intertubercularis, yang menghubungkan
tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini terletak setinggi corpus vertebrae
lumbalis V (Williams, 2013).
Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen bagian atas : regio
hypochondrium kanan, regio epigastrium dan regio hypocondrium kiri. Pada
abdomen bagian tengah : regio lumbalis kanan, regio umbilicalis dan regio
lumbalis kiri. Pada abdomen bagian bawah : regio iliaca kanan, regio
hypogastrium dan regio iliaca kiri (Williams, 2013).
Sedangkan pembagian abdomen juga dipermudah menjadi empat
kuadran dengan menggunakan satu garis vertikal dan satu garis horisontal
yang saling berpotongan pada umbilicus. Kuadran tersebut adalah kuadran
kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan bawah dan kuadran kiri bawah
(Williams, 2013).
Dinding
perut
mengandung
struktur
muskulo-aponeurosis
yang
dipisahkan
oleh
perlekatan
peritonium
ligamentum
Untuk
membantu
proses
ini,
maka
mukosanya
diliputi
peritonium,
dan
sisanya
terletak
duodeno-jejunalis.
Batas
anterior
pada
dan
ileum
berakhir
pada
junctura
colon
tranversum, colon
dan
permukaan
depan
colon
ascenden
dan
b. Organ Retroperitoneal
1. Ginjal
Berperan penting dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit
dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam basa darah.
Kedua ginjal berfungsi mengekskresi sebagian besar zat sampah
metabolisme
dalam
bentuk
urin.
Ginjal
berwarna
coklat-
D. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya
deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan
(noncomplient organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan
intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada abdomen secara umum
dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :
E. Klasifikasi
Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :
1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama
perdarahan
2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala
utama adalah peritonitis (Odle, 2007).
Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :
a. Organ Intraperitoneal
Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa,
lambung, colon transversum, usus halus, dan colon sigmoid (Odle, 2007).
Ruptur Hati
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun
trauma tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami
laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk
didiagnosis. Pada trauma tumpul abdomen dengan ruptur hati
sering ditemukan adanya fraktur costa VII IX. Pada pemeriksaan
fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas.
Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai
perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum
( 2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul
abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas.
Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada
abdomen yang hasilnya menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi
pasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan
laparotomi
untuk
melihat
perdarahan
intraperitoneal.
Ruptur Limpa
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi
trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang
membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa
terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan
untuk mengalami perlukaan. Limpa membantu tubuh kita untuk
melawan infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua
material yang tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh
yang sudah rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan
berbagai jenis dari sel darah putih. Robeknya limpa menyebabkan
banyaknya darah yang ada di rongga abdomen. Ruptur pada limpa
biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri atas atau
abdomen kiri bawah. Kejadian yang paling sering meyebabkan
ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan
kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya
limpa segera setelah terjadi trauma pada abdomen.
Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena
perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan
adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri
atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga
mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada
jam pertama atau jam kedua setelah terjadi trauma. Tanda
peritoneal seperti nyeri tekan dan defans muskuler akan muncul
setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua
pasien dengan gejala takikardi atau hipotensi dan nyeri pada
abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat ruptur limpa
sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan diagnosis dengan
menggunakan CT scan. Ruptur pada limpa dapat diatasi dengan
splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan limpa.
abdomen
dengan
ditemukannya
udara
dalam
Ruptur Ginjal
Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan
kendaraan bermotor. Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan
adanya fraktur pada costa ke XI XII atau adanya tendensi pada
flank. Jika terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus segera
ditentukan. Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara ekstensif ke
dalam ruang retroperitonial. Gejala klinis : Pada ruptur ginjal
Ruptur Pankreas
Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan
kasus diketahui dengan eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan
harus dicurigai setelah terjadinya trauma pada bagian tengah
abdomen, contohnya pada benturan stang sepeda motor atau
benturan setir mobil. Perlukaan pada pankreas memiliki tingkat
kematian yang tinggi. Perlukaan pada duodenum atau saluran
kandung empedu juga memiliki tingkat kematian yang tinggi.
Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang terjadi
pada abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada
bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke
punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas
dapat terlihat dengan adanya gejala iritasi peritonial.
penanganan
dapat
berupa
tindakan
operatif
atau
Ruptur Ureter
Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan
luka yang mematikan. Trauma sering kali tak dikenali pada saat
pasien datang atau pada pasien dengan multipel trauma.
Kecurigaan adanya cedera ureter bisa ditemukan dengan adanya
hematuria paska trauma.
Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan
tiba-tiba dari deselerasi/ akselerasi yang berkaitan dengan
hiperekstensi, benturan langsung pada Lumbal 2 3, gerakan tibatiba dari ginjal sehingga terjadi gerakan naik turun pada ureter yang
menyebabkan terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction. Pada
pasien dengan kecurigaan trauma tumpul ureter biasanya
didapatkan gambaran nyeri yang hebat dan adanya multipel trauma.
Gambaran syok timbul pada 53% kasus, yang menandakan
terjadinya perdarahan lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma
tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena seringnya
ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi
ditetapkan pada trauma dengan gejala yang jelas.
Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma,
waktu kejadian, kondisi pasien, dan prognosis penyelamatan. Hal
terpenting dalam pemilihan tindakan operasi adalah mengetahui
Disease)
dan
bencana
vaskular
(trombosis
dari
pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan
tegang atau distended (Molmenti, 2004).
Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling
terasa sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari
yang ditunjuik pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi
penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus
akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena
peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak
bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat
terdengar normal (Molmenti, 2004).
Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral
yang sangat sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang
paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen
yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara
bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans
muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai
peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses
refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi
kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan (Molmenti, 2004).
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan
setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks
untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau
tekanan setempat (Molmenti, 2004).
Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum,
adanya udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi
melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan
peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani
karena adanya udara bebas tadi (Molmenti, 2004).
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan
pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu
G. Pemeriksaan Fisik
Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis
gawat abdomen. Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang
cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor meliputi :kejadian apa, dimana,
kapan terjadinya dan perkiraan arah dari datangnya ruda paksa tersebut. Sifat,
letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting. Demikian juga
muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan, defans
muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda
penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting
untuk menegakkan diagnosis (John, 2005).
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut
nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan
pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan
infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan (John, 2005).
Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan
secara sistematik meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi (Win de
Jong, 2005).
bunyi
usus
pada
auskultasi
toraks
kemungkinan
tulang akibat fraktur pelvis, dan tinja harus dievaluasi untuk gross atau occult
blood. Evaluasi tonus rektal penting untuk menentukan status neurology
pasien dan palpasi high-riding prostate mengarah pada trauma salurah kemih
(John, 2005).
Pemeriksaan abdominal tap merupakan pemeriksaan yang penting untuk
mendapatkan tambahan keterangan bila terjadi pengumpulan darah dalam
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
hemoperitonium. Hal ini dapat diketahui dengan DPL atau FAST scan.
Pemeriksaan radiografik abdomen diindikasikan pada pasien stabil saat
pemeriksaan fisik dilakukan (Joseph, 2007).
Radiografi
1) Radiografi dada membantu dalam diagnosis trauma abdomen
seperti ruptur hemidiafragma atau pneumoperitonium.
2) Radiografi pelvis atau dada dapat menunjukkan fraktur dari tulang
thoracolumbar.
3) Mengetahui fraktur costa dapat memperkirakan kemungkinan
organ yang terkena trauma.
4) Tampak
udara
bebas
intra
intraperitoneal,
atau
udara
Ultrasonografi
1) Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi hemoperitonium dan
diinterpretasikan positif jika cairan ditemukan dan negatif jika tidak
tampak cairan.
2) Pemeriksaan FAST berdasar pada asumsi bahwa kerusakan
abdomen berhubungan dengan hemoperitonium. Meskipun, deteksi
cairan bebas intraperitoneal berdasar pada faktor-faktor seperti
lokasi trauma, adanya perdarahan tertutup, posisi pasien, dan
jumlah cairan bebas.
3) Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan pasien
terlentang. Lokasi tersebut adalah perikardiak, perihepatik,
perisplenik, dan pelvis. Penggambaran perikardial digunakan
lubang subcosta atau transtoraksis. Memberikan 4 bagian
penggambaran
jantung
dan
dapat
mendeteksi
adanya
pada
ruang
pleura
kiri
dan
ruang
subphrenik.
Pelvis
Prosedur Diagnostik :
mempunyai
keuntungan
termasuk
sensitivitas
tinggi,
interpretasi cepat, dan segera. Positif palsu dapat terjadi jika jalan
infraumbilikal digunakan pada pasien fraktur pelvis. Sebelum
dilakukan DPL, vesica urinaria dan lambung harus di dekompresi.
6) Dengan
kemampuan
yang
cepat,
noninvasive,
dan
lebih
I. Penatalaksanaan
Terapi Medis
Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life
Support merupakan latihan menilai dengan cepat jalan napas pasien dengan
melindungi tulang belakang, pernapasan dan sirkulasi. Kemudian diikuti
dengan memfiksasi fraktur dan mengontrol perdarahan yang keluar. Pasien
trauma merupakan risiko mengalami kemunduran yang progresif dari
perdarahan berulang dan membutuhkan transport untuk pusat trauma atau
fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi jalan napas,
menempatkan jalur intravena, dan memberi cairan intravena, kecuali
keterlambatan transport. Prioritas selanjutnya pada primary survey adalah
penilaian status sirkulasi pasien. Kolaps dari sirkulasi pasien dengan trauma
tumpul abdomen biasanya disebabkan oleh hipovolemia karena perdarahan.
Volume resusitasi yang efektif dengan mengontrol darah yang keluar infuse
larutan kristaloid melalui 2 jalur (Dorland 2002).
Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien
menggunakan Glasgow Coma Scale. Pasien tidak menggunakan pakaian dan
dijaga tetap bersih, kering, hangat (Dorland 2002).
Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai
indikasi dalam pemeriksaan fisik (Dorland 2002).
Manajemen Non Operative Trauma Tumpul Abdomen
Strategis manajemen nonoperatif berdasarkan pada CT scan dan
kestabilan
hemodinamik
pasien
yang
saat
ini
digunakan
dalam
penatalaksanaan trauma organ padat orang dewasa, hati dan limpa. Pada
trauma tumpul abdomen, termasuk beberapa trauma organ padat, manajemen
nonoperatif yang selektif menjadi standar perawatan. Angiografi merupakan
keutamaan pada manajemen nonoperatif trauma organ padat pada orang
dewasa dari trauma tumpul. Digunakan untuk kontrol perdarahan (Brunner &
Suddarth, 2002).
Terapi Pembedahan
Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tandatanda peritonitis, perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran
klinis selama observasi, dan adanya hemoperitonium setelah pemeriksaan
FAST dan DPL (Snell, 1997).
Ketika indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi
midline biasanya menjadi pilihan. Saat abdomen dibuka, kontrol perdarahan
dilakukan dengan memindahkan darah dan bekuan darah, membalut semua 4
kuadran, dan mengklem semua struktur vaskuler. Kerusakan pada lubang
berongga dijahit. Setelah kerusakan intra-abdomen teratasi dan perdarahan
terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi abdomen dengan teliti kemudian
dilihat untuk evaluasi seluruh isi abdomen (Snell, 1997).
Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis
harus diinspeksi. Jangan memeriksa hematom pelvis. Penggunaan fiksasi
eksternal fraktur pelvis untuk mengurangi atau menghentikan kehilangan
darah pada daerah ini. Setelah sumber perdarahan dihentikan, selanjutnya
menstabilkan pasien dengan resusitasi cairan dan pemberian suasana hangat.
Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan laparotomy dengan teliti
dengan mengatasi seluruh struktur kerusakan (Snell, 1997).
Follow-Up :
Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan mengulangi
pemeriksaan fisik. Peningkatan temperature atau respirasi menunjukkan
adanya perforasi viscus atau pembentukan abses. Nadi dan tekanan darah
dapat berubah dengan adanya sepsis atau perdarahan intra-abdomen.
Perkembangan
peritonitis
berdasar
pada
pemeriksaan
fisik
yang
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA