You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan
sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan berarti
peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu
disisi lain akan terjadi dampak negatifnya, bila kita kurang waspada
menghadapi bahaya potensial yang mungkin timbul. Hal ini tidak akan terjadi
jika dapat diantisipasi berbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan para
pekerja. berbagai risiko tersebut adalah kemungkinan terjadinya Penyakit
Akibat Kerja, Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan Kecelakaan
Akibat Kerja yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. 1
Bising yaitu kondisi di mana individu sepenuhnya atau sebagian
tidak dapat mendeteksi atau mendengar frekuensi suara yang biasanya
dapat didengar oleh manusia.2 Sasaran penelitian bahaya bising ialah
manusia pada saat bekerja dalam lingkungan.1
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan salah satu
persyaratan untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan, di samping itu
K3 adalah hak asasi setiap tenaga kerja. Di era globalisasi dan pasar bebas
Asean Free Trade Ageement (AFTA) dan World Trade Organization (WTO)
serta Asia Pacific Ecomoic Community (APEC) yang akan berlaku tahun
2020, dan untuk memenangkan persaingan bebas ternyata kesehatan dan
keselamatan kerja juga menjadi salah satu persyaratan yang harus dipenuhi
oleh industri di Indonesia.3
Kurang pendengaran akibat bising terjadi secara perlahan, dalam waktu
hitungan bulan sampai tahun. Hal ini sering tidak disadari oleh penderitanya,
sehingga pada saat penderita mulai mengeluh kurang pendengaran, biasanya
sudah dalam stadium yang tidak dapat disembuhkan (irreversibe). Kondisi
seperti ini akan mempengaruhi aktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan
menyebabkan menurunnya derajat kesehatan masyarakat pekerja. Hal ini maka
cara yang paling memungkinkan adalah mencegah terjadinya ketulian total.4

Memang kesehatan dan keselamatan kerja bukanlah segala-galanya,


namun tidak disadarinya bahwa tanpa kesehatan dan keselamatan kerja
segalanya tidak berati apa-apa. Menyadari pentingnya bising dan K3 bagi
semua orang di manapun berada maupun bekerja, serta adanya persyaratan
yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan di era globalisasi ini maka mau
tidak mau upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja harus
menjadi prioritas dan komitmen semua pihak baik pemerintah maupun swasta
dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh karyawan dalam manajemen
perusahaan. Dengan tingkat kesehatan dan keselamatan kerja yang baik jelas
mangkir kerja karena sakit akan menurun, biaya pengobatan dan perawatan
akan menurun, kerugian akibat kecelakaan akan berkurang, tenaga kerja akan
mampu bekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, keuntungan akan
meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan karyawan maupun pemberi kerja
akan meningkat(5,6,7,8). Untuk itu berbagai upaya hendaknya dilakukan untuk
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk juga penelitianpenelitian dari perguruan tinggi guna mencari solusi terbaik untuk
memperbaikinya.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, khususnya
pada U.D Cipta Mandiri Abadi di daerah Sawangan, Depok yang
merupakan

perusahaan

perorangan

minuman

jahe

sehingga

produktivitas kerja pekerja semakin mengalami kemajuan.


1.2.2

Tujuan Khusus
1. Diketahuinya keadaan umum perusahaan, alur produksi, keadaan
sanitasi dan bahaya potensial (Faktor fisik, kimia, ergonomis,
mekanik dan psikis) yang dapat terjadi pada U. D Cipta Mandiri.
2. Mencari solusi yang tepat dalam penanganan masalah yang
ditemukan dalam pelaksanaan produksi U.D Cipta Mandiri
sehingga hasil produksi mengalami peningkatan baik dari segi
kualitas dan kuantitas.

1.3 MANFAAT
1.3.1 Manfaat bagi mahasiswa

a. Melatih mahasiswa/i melakukan evaluasi kedokteran kerja pada suatu


perusahaan dalam rangka pelaksanaan program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).
b. Melatih mahasiswa/i berkomunikasi yang baik dengan masyarakat.
3.2 Manfaat bagi perusahaan
a. Mengetahui informasi mengenai bahaya potensial dan penyakit yang
dapat ditimbulkan dari bahaya potensial yang ditemui dalam proses
produksi.
b. Dapat mengeliminasi atau hanya mengurangi bahaya potensial yang
ada sehingga produktivitas yang ada semakin meningkat.

BAB II
HASIL PENGAMATAN

2.1 Gambaran Umum Perusahaan


2.1.1

Sejarah Perusahaan
Perusahaan minuman jahe ini merupakan perusahaan perorangan
yang berlokasi di Jl. Abdul Wahab Rt 03/08 No. 34 Sawangan, Depok.
Perusahaan ini didirikan oleh Bapak Narto pada tahun 2007. Pada awalnya
perusahan ini berdiri karena Bapak Narto adalah penjual/ sales minuman
jahe instant ke warung-warung kecil dan sampai suatu ketika beliau
melihat ada peluang bisnis yang cukup menjanjikan pada usaha tersebut.
Seiring dengan perkembangan, produksi minuman jahe Bapak
Narto mengalami tingkat penjualan yang cukup tinggi, sehingga beliau
meminjam modal untuk mengembangkan usahanya dan berdirilah U.D
Cipta Mandiri Abadi. Saat ini perusahaan ini telah memasarkan produknya
hingga ke seluruh Indonesia bahkan ada yang diekspor ke negara tetangga
seperti Malaysia.

2.1.2

Struktur Organisasi dan Karyawan


Struktur organisasi perusahaan pada U.D Cipta Mandiri Abadi
adalah berdasarkan kepercayaan dan kekeluargaan. Pimpinan perusahaan
mempercayakan tugasnya kepada beberapa pegawainya untuk mengurus
bagian pembelian bahan baku, produksi, pembagian gaji pegawai, dan
keuangan. Pada mulanya perusahaan ini hanya mempunyai dua karyawan
dan seiring dengan meningkatnya permintaan penjualan, maka pada saat
ini perusahaan mempunyai kurang lebih 60 orang pegawai.
U.D Cipta Mandiri Abadi memiliki alur produksi yang terdiri dari 6
alur produksi dengan jumlah pekerja yang berbeda setiap alurnya.
1. Pengolahan bahan baku

: 4 orang

2. Pemarutan bahan baku

: 5 orang

3. Penggorengan

: 14 orang

4. Penyaringan/ pengayakan

: 4 orang

5. Pengemasan

: 15 orang

6. Penyimpanan/ gudang: 5 orang

Rata-rata tingkat pendidikan para pekerja di U.D Cipta Mandiri


Abadi ini adalah tingkat pendidikan menengah, hampir sebagian
merupakan tamatan SMP dan SMA. Setiap pekerja memulai waktu
kerjanya dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Pekerja bekerja
hampir setiap hari dan hanya libur pada hari minggu dan hari besar.
2.1.3

Bahan Baku dan Alat/ Mesin Produksi


Bahan baku utama yang digunakan untuk membuat minuman jahe
adalah jahe merah, mahkota dewa, gula aren, gula tebu, ginseng
habbatussauda dan rempah-rempah lainnya. Perusahaan membeli sebagian
besar bahan baku ini pada pemasok dari wilayah Jabodetabek.
Peralatan yang digunakan oleh para pekerja adalah mesin parut,
mesin peras, penggorengan, lem, gunting, mesin pengemasan.

2.1.4

Jumlah Produksi
Hasil produksi yang dihasilkan setiap harinya U.D Cipta Mandiri
Abadi sekitar 50 karung minuman jahe instant.

2.1.5

Gambaran Secara Umum Mengenai Ruang Kerja


Ruangan proses produksi dibagi menjadi 3 lokasi. Lokasi pertama,
bangunan yang digunakan untuk alur produksi seperti pengolahan bahan
baku, pemarutan dan pemerasan.
Lokasi kedua yaitu gedung yang digunakan untuk penggorengan
serta penyaringan/ penyangakan bahan baku. Dan yang terakhir lokasi
ketiga bangunan yang digunakan untuk pengemasan dan penyimpanan.

2.2 Alur Produksi

1. Pencucian Jahe. Merupakan tahap awal dari produksi pembuatan minuman


jahe dimulai. Dimana jahe yang didatangkan dari lampung, masih dalam
karung karung, lalu mulai dikeluarkan dari karung. Sebelum dicuci hingga
bersih,biasanya jahe direndam dahulu dalam air, agar lebih mudah dan bersih
dalam proses pencuciannya.
2. Pemarutan jahe. Jahe jahe yang telah di cuci dengan bersih lalu masuk
dalam tahap pemarutan. Pemarutan disini dilakukan dengan alat pemarutan.
Setelah selesai dalam pemarutan, jahe jahe tersebut langsung di peras karena
masih mengandung banyak air dalam hasil pemarutannya.
3. Penggorengan Jahe. Setelah jahe selesai di parut dan sudah diperas. Jahe
kemudian siap untuk di goreng. Penggorengan jahe,juga di campur dengan
gula, lada hitam dan juga air jahe sisa parutan. Dalam tahap ini perlu ketelitian
lebih dari yang lain, karena jahe yang sudah dalam penggorengan mudah
sekali gosong, sehingga harus di aduk terus menerus. Begitu pun setelah jahe
masak, harus terus di aduk sampai jahe kering dalam penggorengan.
4. Penyaringan. Setelah jahe kering dalam penggorengan, lalu langsung masuk
ke dalam proses penyaringan. Penyaringannya menggunakan saringan besar,
tetapi penyaringannya masih menggunakan saringan yang menggunakan
tenaga manusia untuk menyaringnya. Disini, jahe yang halus akan langsung di
masukkan ke dalam karung untuk proses selanjutnya,tetapi jahe yang masih
kasar akan di giling kembali menggunakan alat penggilingan jahe. Setelah
jahe yang masih kasar tersebut telah digiling dan menjadi halus,tanpa di saring
kembali langsung dimasukkan dalam karung dan masuk ke dalam tahap
selanjutnya.

5. Pengemasan. Ini merupakan tahap akhir dalam pembuatan minuman jahe.


Jahe yang telah di giling halus, lalu di masukkan dalam plastik plastik kecil
dengan menggunakan alat, setelah itu jahe yang telah dam plastik di masukkan
ke dalam kantong kantong kertas yang telah di siapkan, dilem dan jahe siap
untuk di pasarkan.
2.3

Sanitasi Umum
Secara umum, kebersihan pabrik jahe ini dirasakan masih sangat
kurang. Air bekas cucian jahe kadang tidak langsung dibersihkan, tetapi di
biarkan dahulu. Sehingga bisa menjadi sarang nyamuk. Proses penggilingan
yang kadang sisa penggilingan yang tidak digunakan tidak langsung
dibersihkan, tetapi dibiarkan di sekitar tempat penggilingan tidak dibuang
pada satu tempat khusus. Pada proses penggorengan, banyak bekas bekas
minyak dan jahe yang ada di sekeliling tempat penggorengan.dan juga banyak
kabel kaber disepanjang jalan yang telah menghitam.
Sirkulasi udara dirasakan kurang,karena dalam proses penggorengan,
dengan panas yang berlebih memerlukan lebih sirkulasi udara untuk
mengimbangi panas dalam ruangan. Pencahayaan dirasakan kurang. Sinar
matahari kurang dapat masuk ke dalam ruangan penggorengan dan pada
proses pengemasan alur menggunakan lampu watt yang kurang terang.

2.4 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Perusahaan


Pada proses produksi, program K3 yang ada dirasakan kurang. Karena
keseluruhan pekerja menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sangat
minim dan sederhana pada saat bekerja. Peraturan-peraturan dan tanda-tanda
keselamatan (safety sign) tidak ditemukan. Bahkan tidak melihat alat
pemadam kebakaran yang diletakkan dekat tempat pembuata produksi jahe..
Disetiap alur terdapat air minum gallon, hanya tidak tersedia makanan
penjatahan. Tidak dilakukan check up berkala pada pekerja, pengobatan dan
pemeriksaan hanya dilakukan ketika pekerja sakit.
2.5 Identifikasi Bahaya Potensial Terhadap Kesehatan Berdasarkan alur
produksi
1. Pencucian Jahe.:
a. Faktor Fisik

Tempat pencucian jahe di ruangan terbuka dan biasanya dilakukan pada


siang hari,sehingga panas sinar matahari yang terpajan langsung.
b. Faktor Kimia
Bahan yang digunakan hanya air sehingga bahaya kimia tidak ditemukan.
c. Faktor Ergonomis

Posisi pekerja duduk membungkuk dilantai, posisi kepala 300 dari


sumbu tubuh. Leher berada dalam posisi melengkung dan statis.

Tidak ada sandaran punggung. Tulang belakang yang melengkung


memberi beban kepada diskus intervertebra atau tarikan berlebihan
pada ligamen tulang belakang. Kedua hal tersebut dapat berakibat pada
nyeri punggung. Posisi duduk yang salah (tulang belakang melengkung
dan tubuh membungkuk kearah depan) memberi tekanan berlebih pada
diskus. Lama kelamaan diskus dapat menjadi menonjol (bulging) dan
menekan syaraf yang banyak terdapat di sekitarnya. Akibatnya terjadi
nyeri pada daerah pinggang yang dapat menjalar hingga pinggul dan
paha. Jika tidak dirawat, HNP dapat berujung kepada kelumpuhan.

Waktu untuk mencuci jahe 10-15 menit. Pekerjaan repetitive dan


statis (prolonged static postures/PSP)

d. Faktor Mekanik
Tidak ditemukan bahaya mekanik.
e. Faktor Psikis

Waktu kerja seharian penuh dari jam 08.00-17.00. Pekerjaan monoton.

Waktu istirahat hanya 1 jam (pukul 12.00-13.00).

2. Pemarutan jahe :
a. Faktor Fisik

Tidak ada tempat khusus untuk pemarutan jahe. Daerahnya


berbarengan dalam ruangan penggorengan jahe.

Tempat yang terlalu panas karena asap penggorengan.

Banyak sisa jahe disekitar daerah penggilingan.

b. Faktor Kimia
Bahan yang digunakan hanya jahe dan alat parutan sehingga bahaya kimia
tidak ditemukan.
c. Faktor Ergonomis

Posisi Pekerja membungkuk ke depan <130 dalam waktu >30 menit.

Waktu pemarutan jahe 15-30 menit. Pekerjaan repetitive dan statis


(prolonged static postures/PSP)

d. Faktor Mekanik
Alat mesin pemarutan yang digunakan menimbulkan bunyi yang cukup
keras saat mesin beroperasi, sehingga dapat menimbulkan gangguan
pendengaran.
e. Faktor Psikis

Waktu kerja seharian penuh dari jam 08.00-17.00. Pekerjaan monoton.

Waktu istirahat hanya 1 jam (pukul 12.00-13.00).

3. Penggorengan Jahe:
a. Faktor Fisik

Daerah sekitar yang panas memperantarai kontak antara tubuh pekerja.

Banyak sisa sisa minyak dan jahe disekitar tempat penggorengan.

b. Faktor Kimia
Bahan yang digunakan minyak yang panas, sehingga bisa menimbulkan
bahaya bagi pekerjanya.
c. Faktor Ergonomis

Posisi penggorengan yang lebih rendah dari posisi tangan. Sehingga


pekerja harus membungkuk ke depan dalam waktu > 30 menit.

d. Faktor Mekanik
Tidak ditemukan bahaya mekanik.
e. Faktor Psikis

Waktu kerja seharian penuh dari jam 08.00-17.00. Pekerjaan monoton.

Waktu istirahat hanya 1 jam (pukul 12.00-13.00).

4. Penyaringan :
a. Faktor Fisik
-

Tidak ada ruangan khusus sehingga digabung dengan tempat


penggorengan. Daerah sekitar yang panas memperantarai kontak antara
tubuh pekerja.

Banyak sisa sisa minyak dan jahe disekitar tempat penggorengan.

b. Faktor Kimia
Lem dan kain sintetis leather yang digunakan tidak berbahaya dan
menimbulkan alergi.
c. Faktor Ergonomis
-

Posisi Pekerja membungkuk ke depan <130 dalam waktu >30 menit.

Waktu untuk menjiplak pola pada kain 30 menit 1 jam. Pekerjaan


repetitive dan statis (prolonged static postures/PSP)

d. Faktor Mekanik
Bahan disekitar yang digunakan minyak yang panas, sehingga bisa
menimbulkan bahaya bagi pekerjanya.
e. Faktor Psikis

Waktu kerja seharian penuh dari jam 08.00-17.00. Pekerjaan monoton.

Waktu istirahat hanya 1 jam (pukul 12.00-13.00).

5. Pengemasan:
a. Faktor Fisik
b. Faktor Kimia
Lem yang digunakan tidak berbahaya dan menimbulkan alergi.
c. Faktor Ergonomis

Posisi Pekerja duduk membungkuk ke depan <90 dalam waktu >30


menit di lantai dan kaki dalam posisi ditekuk

Tidak ada sandaran punggung.

Waktu untuk menjiplak pola pada kain 10-15 menit. Pekerjaan


repetitive dan statis (prolonged static postures/PSP)

d. Faktor Mekanik
Tidak ditemukan bahaya mekanik.
e. Faktor Psikis

Waktu kerja seharian penuh dari jam 08.00-17.00. Pekerjaan monoton.

Waktu istirahat hanya 1 jam (pukul 12.00-13.00).

BAB III
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
3.1

Landasan Teori
Kebisingan

adalah

bunyi

yang

tidak

dikehendaki

sehingga

mengganggu atau membahayakan.9


Menurut Kepmenaker No. 51 Tahun 1999, kebisingan adalah semua
suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses

produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran.
Dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan kebisingan
adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat
produksi yang mengganggu atau membahayakan kesehatan, khususnya
menimbulkan gangguan pendengaran.10
Polusi suara hampir tidak mungkin dihindari. Tak hanya suara
keras, kebisingan tingkat rendah secara terus menerus akan menurunkan
kemampuan dengar. Istirahatkan telinga dari suara-suara bising sebelum
budek datang. Semakin hari manusia semakin dibanjiri oleh suara-suara.
Bukan hanya suara keras yang bisa membuat sakit pendengaran seseorang,
tapi juga suara-suara biasa saja yang secara konstan terdengar oleh
manusia sepanjang hari.Dia mengatakan tingkat kebisingan rendah yang
terus menerus (kronis) juga bisa menimbulkan masalah kesehatan bagi
telinga."Dalam 30 tahun terakhir tingkat kebisingan telah meningkat
tajam. Hal ini tidak saja mengganggu ketenteraman, tapi juga
mempengaruhi kehidupan dan kesehatan sehari-hari.Bronzaft menjelaskan
ada banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara kebisingan
tingkat rendah yang terjadi secara terus menerus dapat mempengaruhi
kesehatan.Kebisingan dalam skala rendah pun bisa memicu sakit kepala,
mudah lelah, stres, insomnia, tekanan darah tinggi, masalah jantung dan
pencernaan, gangguan sistem kekebalan tubuh, perilaku agresif dan
masalah belajar anak-anak.17

3.2

Fisiologi Pendengaran 17
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang
telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani
bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang
berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan foramen
ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran
diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe dan
membran basalis ke arah bawah dan perilimfe dalam skala timpani akan
bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar. Pada waktu

istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok, dan dengan terdorongnya


membran basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini
berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium
dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang N. VIII, kemudian
meneruskan rangsangan itu kepusat sensorik pendengaran di otak melalui
saraf pusat yang ada di lobus temporalis.
3.3

Kategori kebisingan
Berdasarkan frekuensi tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga
bunyi maka bising dibagi dalam tiga kategori yaitu audible noise,
occupational noise, dan impuls noise.11
1. Audible noise (bising pendengaran), bising ini disebabkan oleh
Frekuensi bunyi antara 31,5-8000 Hz.
2. Occupational noise ( bising yang berhubungan dengan pekerjaan),
bising yang disebabkan oleh bunyi mesin ditempat kerja.
3. Impuls noise ( impact noise = Bising impulsive), bising yang terjadi
akibatadanya bunyi yang menyentak. Misalnya pukulan palu,
ledakan meriam, tembakan bedil dll.

Tabel. Intensitas dan waktu paparan bising yang diperkenankan


Intensitas bising ( dB )

Waktu paparan
Per hari dalam jam

85

87,5

90

92,5

95

100

3.4

105

110

Sumber-sumber Kebisingan 9
Sumber kebisingan diberbagai perindustrian dan tempat kerja dapat
berasal dari mesin-mesin produksi, mesin kompresor, genset atau mesin
diesel. Selain itu dapat juga berasal dari percakapan para pekerja
dilingkungan industry tersebut. Reaksi orang terhadap kebisingan
tergantung beberapa faktor, salah satunya adalah interaksi kebisingan
dengan sumber bising. Sumber bising dibedakan bentuknya atas 2 jenis
yaitu :
1. Sumber Titik (Berasal dari sumber diam)
Penyebaran kebisingannya dalam bentuk bola-bola konsentris dengan
sumber kebisingan sebagai pusatnya dan menyebar diudara dengan
kecepatan sekitar 360 m/det.
2. Sumber Garis (Berasal dari sumber bergerak)
Penyebaran kebisingannya dalam bentuk silinder-silinder konsentris
dan sumber kebisingan sebagai sumbunya dengan menyebar ke udara
dengan kecepatan sekitar 360 m/det. Sumber kebisingan ini umumnya
berasal dari kegiatan transportasi.

3.5

Jenis-jenis Bising 12
Jenis-jenis bising yang sering ditemukan adalah kebisingan
kontinu, kebisingan terputus, kebisingan impulsif dan kebisingan impulsif
berulang.
1. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas
(steady state, wide band noise). Misalnya mesin-mesin, kipas
angin, dapur pijar.
2. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady
state, narrow band noise). Misalnya gergaji sirkulasi, katup gas.
3. Kebisingan terputus-putus (intermittent). Misalnya lalu lintas, suara
4

kapal terbang dilapangan udara.


Kebisingan implusif (impact or impulsive noise). Misalnya pukulan
tukul, tembakan bedil atau meriam , ledakan.

Kebisingan

implusif

berulang.

Misalnya

mesin

tempa

di

perusahaan
3.5 Pengukuran Kebisingan
Intensitas kebisingan dinyatakan dalam dBA atau dB(A). Desibel
dB(A) adalah satuan yang dipakai untuk menyatakan besarnya pressure
yang terjadi oleh karena adanya benda yang bergetar. Makin besar desibel
umumnya semakin besar suaranya. Sedangkan frekuensi dinyatakan dalam
jumlah getaran /detik (Hertz/ Hz)dan telinga manusia mampu mendengar
frekuensi antara 16-20.000 Hz Alat utama yang digunakan dalam
pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter Alat ini mengukur
bebisingan diantara 30-130 dB(A) dan dari frekuensi antara 20-20.000 Hz.
(Niken Diana Hapsari, 2003:32). Selain alat yang digunakan penentuan
lokasi pengukuran merupakan bagian terpenting dari proses pengukuran
tingkat kebisingan. Lokasi dapat ditentukan dikawasan/didaerah orang
banyak bermukim atau melakukan aktifitasnya. Titik pengukuran
diusahakan ditempat yang berbeda.9
3.6 Pengaruh Kebisingan
Kebisingan dapat menimbulkan pengaruh yang luas. Bising tidak
hanya mempengaruhi kapasitas pendengaran kita, tetapi juga fungsi-fungsi
tubuh yang lain. Pengaruh kebisingan terhadap tubuh sama seperti
pengaruh stress terhadap tubuh manusia.13
Beberapa industri utama diduga mempunyai bahaya bising yang
dapat menyebabkan hilangnya daya dengar antara lain:
1) Pembuatan besi dan baja.
2) Pabrik produk .
3) Otomotif.
4) Perkayuan.
5) Kontruksi berat.
6) Pembuatan dan perbaikan kapal.
7) Pertanian mekanik.
8) Industri tekstil.
Menurut Depkes RI Pusat Kesker menyebutkan bahwa tidak semua
kebisingan dapat mengganggu para pekerja. Hal tersebut tergantung dari
beberapa faktor yaitu: 14
a. Intensitas bising
Nada 100 Hz dengan intensitas 85 dB(A). Kebisingan yang
intensitasnya melebihi 85 dB(A) dapat mengganggu pendengaran.
Jika dipergunakan selama 4 jam tidak membahayakan kesehatan

pendengaran, intensitas menentukan derajat kebisingan.


b. Frekuensi bising.
Bising dengan frekuensi tinggi lebih berbahaya dari pada bising
dengan frekuensi rendah.
c. Lamanya berada dalam lingkungan bising.
Semakin lama berada dalam lingkungan bising semakin berbahaya
untuk pendengaran.
d. Sifat bising.
Bising yang didengar terus menerus lebih berbahaya dari pada bising
yang terputus-putus.
e. Waktu di luar lingkungan bising.
Waktu kerja di lingkungan bising diselingi dengan beberapa jam
sehari di lingkungan tenang akan mengurangi bahaya mundurnya
pendengaran.
f. Kepekaan seseorang.
Kepekaan seseorang mempunyai kepekaan luas. Secara teliti hanya
dapat dilakukan dengan pemeriksaan Audiogram secara berulangulang.
g. Umur.
Orang yang berumur lebih dari 40 tahun akan lebih mudah tuli akibat
bising.
3.7 Gangguan Kebisingan
Di tempat kerja tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin
dapat merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan
kesehatan. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan akibat bising pada
tenaga kerja bermacammacam. Mulai dari gangguan fisiologi sampai pada
gangguan permanen seperti kehilangan pendengaran. Efek atau gangguan
kebisingan dapat dibagi menjadi 2 yaitu : 9
3.7.1 Gangguan pada indera pendengaran (Audiotori effect )
1) Trauma Akustik
Merupakan gangguan pendengaran yang disebabakan
pemaparan tunggal (Single exprosure) terhadap intensitas yang
tinggi dan terjadi secara tiba-tiba, sebagai contoh gangguan
pendengaran atau ketulian yang disebabkan suara ledakan bom.
Hal ini dapat menyebabkan robeknya membran tympani dan
kerusakan tulang-tulang pendengaran.
2) Temporary Threshold Shift (TTS) atau kurang pendengaran akibat
bising sementara (KPABS) Adalah efek jangka pendek dari

pemaparan bising, berupa kenaikan ambang sementara yang


kemudian setelah berakhirnya pemaparan terhadap bising akan
kembali normal. Faktor yang mempengaruhi terjadinya TTS
adalah intensitas dan frekuensi bising, lama waktu pemaparan
dan lama waktu istirahat dari pemaparan, tipe bising dan
kepekaan individual.
3) Permanent Threshold shift (PTS) atau kurang pendengaran akibat
bising tetap (KPABT) Adalah kenaikan ambang pendengaran
yang bersifat irreversibel, sehingga tidak mungkin terjadi
pemulihan. Ini dapat disebabkan oleh efek komulatif pemaparan
terhadap bising yag berulang selama bertahun-tahun.
3.7.2

Gangguan bukan pada indera pendengaran (Non Audiotori


Effect)
Gangguan bukan pada indera non pendengaran dapat
disebut juga keluhan yang dirasakan oleh seseorang ( keluhan
subyektif). Mengenai keluhan tersebut ada beberapa ahli yang
memukakan pendapatnya. Beberapa ahli mengemukakan bahwa
gangguan yang terjadi berupa gangguan percakapan, gangguan
pelaksanaan tugas, gangguan perasaan, gangguan tidur.

3.7.3

Gangguan Percakapan
Kebisingan bisa

mengganggu

percakapan

sehingga

mempengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung (tatap


muka/via telepon). Tingkat kenyaringan suara yang dapat
menggangu percakapan perlu diperhatikan secara seksama karena
suara yang mengganggu percakapan sangat bergantung kepada
konteks suasana.
Kebisingan mengganggu tenaga kerja bila mengadakan
percakapan dengan orang lain. Jika ingin percakapan tidak
tergangggu, maka kebisingan harus dijaga dibawah 60 dB(A).
Untuk kebisingan berspektrum luas intensitas kebisingan tidak
boleh melampaui 70 dB(A), apabila tingkat kebisingan melampaui
70 dB(A) pada kantor yang sibuk tenaga kerja akan mulai berteriak
agar dapat didengar, untuk keperluan komunikasi ditempat kerja
suatu perkataan yang diucapkan baru dapat dipahami apabila

intensitas ucapan paling sedikit 10 dB(A) lebih tinggi dari latar


belakang suara.
Kebisingan dapat mengganggu pembicaraan sebagai alat
komunikasi, sehingga kita tidak dapat menangkap dan mengerti
apa yang dibicarakan oleh orang lain. Agar pembicaraan dapat
dimengerti dalam lingkungan yang bising, maka pembicara harus
diperkeras dan harus dalam kata serta bahasa yang dimengerti oleh
penerima.
Kriteria Gangguan Percakapan didalam Ruangan
No.
Jenis Ruangan Untuk Keperluan
1
2
1 Pertunjukan music, opera
2 Auditorium besar, pertunjukan drama,

Tingkat Kebisingan dB (A)


3
21 - 30
30

gereja ( kondisi mendengar yang


3
4
5

baik)
Studio rekaman, televisi,broadcast
Auditorium kecil, kapel, konverensi
Rumah sakit, kamar tidur,

34
42
34 47

6
7

pemukiman, apartemen, hotel, motel


Kantor, rapat, kuliah, perpustakaan
Ruang tamu dan sejenisnya untuk

38 47
38 47

percakapan atau mendengar televisi

3.7.4

8
9

dan Radio
Toko, kafetaria, restoran, kantor besar
Lobi, laboratorium, ruang gambar

42 52
47 56

10
11

teknik
Ruang reparasi, dapur
Bengkel, ruang kontrol pembangkit

52 61
56 - 66

Gangguan Tidur
Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa
tahap mulai dari keadaan terjaga sampai tidur lelap. Kebisingan
bisa menyebabkan gangguan dalam bentuk perubahan tahap tidur.
Gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
motifasi
kebisingan

bangun,
dan

kenyaringan,
umur

manusia.

lama

kebisingan,

Standar

fluktuasi

kebisingan

yang

berhubungan dengan gangguan tidur sulit ditetapkan karena selain


tergantung faktor-faktor tersebut diatas, gangguan kebisingan

terhadap tidur juga berhubungan dengan karakteristik individual.


Gangguan tidur akibat kebisingan adalah sebagai berkut :
1) Terpapar 40 dB(A) kemungkinan terbangun 5%
2) Terpapar 70 dB(A) kemungkinan terbangun 30%
3) Terpapar 100 dB(A) kemungkinan terbangun 100%
3.7.5

Gangguan Pelaksanaan Tugas


Kebisingan menganggu pelaksanaan tugas. Ditempat bising
berfikir sukar dilakukan. Konsentrasi biasanya buyar di tempat
bising, demikian pula hitung menghitung, mengetik dan lain
sebagainya terganggu oleh kebisingan. Kebisingan menganggu
perhatian sehingga konsentrasi dan kesigapan mental menurun.
Gangguan kebisingan terhadap pelaksanaan pekerjaan terutama
dalam hubungan sebagai berikut:
1) Kebisingan tak terduga datangnya atau yang sifatnya datang
hilang lebih menganggu dari pada bunyi yang menetap.
2) Nada-nada tinggi lebih mendatangkan gangguan dari pada
frekuensi rendah.
3) Pekerjaan yang paling terganggu adalah kegiatan yang
memerlukan konsentrasi pikiran secara terus menerus
4) Kegiatan-kegiatan yang bersifat belajar lebih dipengaruhi
dari pada kegiatan rutin.
Kebisingan mengganggu perhatian yang terus menerus
dicurahkan. Maka dari itu, tenaga kerja yang melakukan
pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau
hasil dapat melakukan kesalahan-kesalahan. Akibat kebisingan
juga dapat meningkatkan kelelahan.

3.7.6

Gangguan Perasaan
Perasaan terganggu

oleh

psikologis

kebisingan.

terhadap

suatu

kebisingan

adalah

Faktor-faktor

reaksi
yang

mempengaruhi gangguan perasaan adalah sebagai berikut :


1) Perasaan gangguan semakin besar pada tingkat kebisingan yang
tinggi dan pada nada-nada yang lebih tinggi pula
2) Rasa terganggu lebih besar disebabkan oleh kebisingan yang
tidak menetap atau datang hilang

3) Pengalaman masa lampau menentukan kebisingan yang menjadi


sebab perasaan terganggu
4) Sikap perseorangan terhadap kebisingan menentukan adanya
gangguan atau tidak
5) Kegiatan orang yang bersangkutan dan terjadinya kebisingan
adalah faktorfaktor penting.
Tenaga kerja menjadi mudah marah dan mudah tersinggung.
3.8 Lama Pemaparan Kebisingan
Lama pemaparan kebisingan dapat diartikan sebagai lama waktu
bekerja dalam melakukan pekerjaan atau masa kerja pekerja pada ruangan
yang sama. Dalam penelitian ini, lama pemaparan kebisingan dihitung
dari segi masa kerja tenaga kerja yang dikategorikan menjadi 3 (tiga)
yaitu:
1) Masa kerja baru : < 6 tahun
2) Masa kerja sedang : 6 -10 tahun
3) Masa kerja lama : > 10 tahun
3.9 Keluhan Subyektif Tenaga Kerja
Keluhan subyektif tenaga kerja yaitu keluhan yang dirasakan oleh
tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya.
Dalam penelitian ini data tentang keluhan subyektif tenaga kerja
diperoleh dengan kuesioner yang diisi oleh tenaga kerja. Keluhan
subyektif dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu:
1. Keluhan Rendah : < Mean
2. Keluhan Tinggi : > Mean
3.10 NAB (Nilai Ambang Batas)
Nilai ambang batas yang kemudian disingkat NAB, adalah
standar factor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaannya
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu.15
3.11 Pencegahan dan Pengendalian Bising

Kebisingan yang melampaui batas dan berlangsung dalam


waktu yang sama, harus dilakukan pengendalian dan pencegahan agar
tidak menggangu kesehatan. Pengendalian bising dapat dilakukan
dengan

beberapa

pengendalian

cara

secara

seperti

teknis,

Perundang-undangan/peraturan,

pengendalian

secara

administrasi,

pengendalian secara medis, dan penggunaan alat pelindung telinga


(APT).
3.11.1 Pengendalian melalui Undang-undang
Pengendalian

menurut

undang-undang

yaitu

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep 51/Men 1999


tentang Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisik di tempat kerja
yaitu intensitas kebisingan tidak boleh melebihi 85 dB(A)
untuk 8 jam kerja setiap hari.
3.11.2 Pengendalian bising secara teknis
Pengendalian bising secara teknis adalah sebagai derikut :16
1) Mengubah cara kerja dari yang menimbulkan bising menjadi
berkurang suara yang menimbulkan bisingnya
2) Menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang
kedap suara
3) Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan
4) Subtitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang
bising
5) Menggunakan pondasi mesin yang baik agar tidak ada
sambungan yang goyang dan menganti bagian-bagian logam
dengan karet
6) Modifikasi mesin-mesin atau proses
7) Merawat mesin dan alat secara teratur dan periodik sehingga
dapat mengurangi sumber bising
3.11.3 Pengendalian secara administratif
Administratif

teknik

atau

pengendalian

secara

administratif adalah suatu cara yang dipakai untuk mengurangi


exprosure time dan level pada tenaga kerja dengan mengatur
work pattern sedemikian rupa sehingga waktu dan level
exprosurenya masih dalam batas aman. Adapun pengendalian

secara administratif meliputi :


1) Jadwal yang sesuai
2) Rotasi pekerjaan
3) Informasi tentang bahaya bising
4) Penggunaan alat pelindung perorangan
3.11.4 Pengendalian secara medis
Usaha untuk melindungi tenaga kerja dari kebisingan
dengan

cara

melakukan

pemeriksaan

medis

sebaiknya

dilakukan sebelum tenaga kerja tersebut bekerja atau diterima


kerja. Pemeriksaan sebelum penempatan hendaknya mencakup
riwayat medis pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada
tajam pendengaran.
Selain itu, pengendalian secara medis juga dapat
dilakukan

dengan

pengadaan

pemeriksaan

berkala.

Pemeriksaan berkala pada dasarnya sama dengan pemeriksaan


sebelum penempatan. Pemeriksaan ini hendaknya dilakukan
setahun sekali.16
3.11.5 Penggunaan APT (Alat Pelindung Telinga)
Pengendalian dengan cara penggunaan alat pelindung
telinga

(APT)

ini

merupakan

alternatife

terakhir

bila

pengendalian yang lain telah dilakukan. Alat pelindung telinga


ini berfungsi untuk melindungi alat pendengaran (telinga) dan
bahaya kebisingan dan melindungi telinga dari percikan api
atau logam yang panas. Alat pelindung telinga dapat dibagi
menjadi dua yaitu :
1). Sumbat telinga (ear plug)
Sumbat telinga (ear plug) yaitu alat pelindung telinga yang
cara penggunaannya dimasukan pada liang telinga
Keuntungan sumbat telinga:
1. Mudah dibawa atau karena kecil
2. Pada tempat kerja yang panas lebih nyaman
3. Tidak membatasi gerakan pada kepala
4. Lebih mudah dipakai bersama kaca mata dan helm
Kerugian dari sumbat telinga antara lain:

1. Memasang tepat sekali sukar


2. Sulit mengontrol
3. Saluran telinga relative mudah terkena infeksi, dan
apabila sakit maka ear plug tidak dapat dipakai

2). Tutup telinga (ear muff)


Tutup telinga (ear muff) yaitu alat pelindung telinga yang
penggunaanya ditutupkan pada saluran daun telinga
Keuntungan ear muff:
1. Ukurannya mudah untuk berbagai ukuran telinga
2. Mudah diawasi
3. Walaupun telinga terinfeksi tetap dapat dipakai
Kelemahannya antara lain:
1. Harganya relatif mahal
2. Tidak nyaman dipai untuk tempat kerja panas
3. Sukar dipakai bersama kacamata dan helm
4. Membatasi gerak kepala
5. Kurang praktis karena ukurannya besar

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, bahaya potensial yang harus


diperhatikan pada UD.Cipta Mandiri Abadi adalah pada masalah lingkungan fisik,
kebisingan dan faktor psikis pekerja.Ditemukan suatu permasalahan fisik berupa
bising yang harus di intervensi guna meningkatkan kenyamanan, keselamatan,
efektivitas dan dan efisiensi kerja.
Beberapa hal yang dapat diintervensi pada UD. CIPTA MANDIRI ABADI yaitu :
A. Faktor Fisik
Beberapa hal yang ditemui di UD. CIPTA MANDIRI ABADI seperti ruangan
kerja yang bersamaan, penyimpanan bahan yang tidak rapi, sisa hasil produksi yang
berserakan dan tidak dibersihkan dapat mengganggu produktivitas para pekerja. Oleh
karena itu UD. CIPTA MANDIRI ABADI dapat melakukan beberapa perubahan
dengan merapihkan alat dan bahan yang berserakan, menyiapkan tempat khusus untuk
sisa hasil produksi dan membersihkan sisa hasil produksi yang berceceran.
B. Faktor Pengendalian Bising
Pada

proses

penggilingan

lada,

disarankan

dalam

pelaksanaanya

menggunakan alat pelindung telinga yang disesuaikan dengan Nilai Ambang Batas
(NAB) faktor fisik di tempat kerja yaitu intensitas kebisingan tidak boleh melebihi 85
dB(A) untuk 8 jam kerja setiap hari.
Penggunaan APT (Alat Pelindung Telinga)
Pengendalian dengan cara penggunaan alat pelindung telinga (APT) ini
merupakan alternatife terakhir bila pengendalian yang lain telah dilakukan.
Alat pelindung telinga ini berfungsi untuk melindungi alat pendengaran
(telinga) dan bahaya kebisingan dan melindungi telinga dari percikan api atau
logam yang panas. Alat pelindung telinga dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1). Sumbat telinga (ear plug)
Sumbat telinga (ear plug) yaitu alat pelindung telinga yang cara
penggunaannya dimasukan pada liang telinga
Keuntungan sumbat telinga:
1. Mudah dibawa atau karena kecil
2. Pada tempat kerja yang panas lebih nyaman
3. Tidak membatasi gerakan pada kepala
4. Lebih mudah dipakai bersama kaca mata dan helm
Kerugian dari sumbat telinga antara lain:

1. Memasang tepat sekali sukar


2. Sulit mengontrol
3. Saluran telinga relative mudah terkena infeksi, dan apabila sakit maka ear
plug tidak dapat dipakai
2). Tutup telinga (ear muff)
Tutup telinga (ear muff) yaitu alat pelindung telinga yang
penggunaanya ditutupkan pada saluran daun telinga
Keuntungan ear muff:
1. Ukurannya mudah untuk berbagai ukuran telinga
2. Mudah diawasi
3. Walaupun telinga terinfeksi tetap dapat dipakai
Kelemahannya antara lain:
1. Harganya relatif mahal
2. Tidak nyaman dipai untuk tempat kerja panas
3. Sukar dipakai bersama kacamata dan helm
4. Membatasi gerak kepala
5. Kurang praktis karena ukurannya besar
C. Faktor Psikis
Adanya pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja,
waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat
kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu kerja
dan waktu istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja
selama 8 (delapan) jam / hari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui,
apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau
perbanyakkan kerja shift. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan,
karena dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta meningkatnya
angka kecelakaan kerja dan sakit.
Jam kerja paling optimal adalah :

8 jam/hari
40 jam/minggu
Hanya boleh lembur 1 jam
Dalam 8 jam termasuk 1 jam makan siang, 2 x breaks, masing-masing
15 menit.

DAFTAR PUSTAKA
1. www.depkes.co.iddownload/ergonomi.pdf

2. Wikipedia.

Hearing

Impairment.

Arrived

from:

http://en.wikipedia.org/wiki/Hearing_impairment. September, 2009.


3. ejournal.unud.ac.id/.../hambatan%20penerapan%20ergonomi%20dan
%k3%20di%20baliLubis, Agustina. Dampak Kebisingan Frekuensi 6000 dan
8000

Hz

Terhadap

Ketulian

K-3.

Arrived

http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%202/Sukar2_1.pdf.

from:
April,

2003.
4. Grandjean, E.(1993). Fitting the task to the Man.. A Texbook of
Occupational Ergonomics. 4th Ed.London.Taylor & Francis.
5. Manuaba, A. (1998). Penerapan Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas
Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas. Bunga Rampai Ergonomi Vol.1
6. Sutjana, I D.P. (2004). Penelitian K3 Pada Beberapa Perusahaan di Bali.
Konvensi NasionalK3, 25-26 Agustus. Di Jakarta.
7. Adiputra, N.;Sutjana, D.P.; Suyasning, H.I.;Tirtayasa, K. (2001). Gangguan
Muskuloskeletal Karyawan Beberapa Perusahaan Kecil di Bali. Jurnal
ErgonomiIndonesia. Vol.1 No.1 Juni: 6-9.
8. Arjani, I.A.M.S. (2003). Penggunaan Meja Conveyor Menurunkan Beban
Kerja dan Keluhan Muskuloskeletal Serta Meningkatkan Produktivitas kerja
Pekerja Penggergajian Kayu Dengan mesin Benso di Desa Sangeh. Tesis.
Prgram Magiester Prgogram Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.
9. Sasongko

dkk.

Kebisingan

Lingkungan.

Arrived

from:

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01b6/860098e
7.dir/doc.pdf. Semarang. 2003.
10. Anggraeni, Dian. Hubungan Antara Lama Pemaparan Kebisingan Menurut
Masa Kerja dengan Keluhan Subjektif Tenaga Kerja Bagian Produksi PT.
Sinar

Sosro

Ungaran

Semarang.

Arrived

from:

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01b6/860098e
7.dir/doc.pdf. Semarang. 2003.
11. Gabriel. JF. Fisika Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 1996.
12. Sumamur PK. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko
Gunung Agung. 1996.
13. Wahyuningsih dkk. Kebisingan diperkotaan. Semarang: UNDIP. 2002.
14. Depkes RI Pusat Kesker. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja.
Jakarta. 2003.

15. Agus Priyana. Hiperkes Aspek Fisik. Semarang : Hiperkes Jawa Tengah.
2003.
16. Niken Diana Hapsari. Bunga Rampai Hiperkes & KK. Semarang. Badan
Penerbit Undip. 2003.
17. Soetirto I. Tuli akibat bising ( Noise induced hearing loss ). Dalam : Soepardi
EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI.2004 h. 37-9.

You might also like