Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyakit sistemik. Preeklampsia
ditandai dengan adanya hipertensi yang disertai proteinuria, terjadi pada kehamilan
setelah minggu ke 20 dari kehamilan (terjadi lebih awal jika ada penyakit
trophoblast) dan dapat juga terjadi segera setelah kelahiran.
Hipertensi selama kehamilan menurut
Gynecologist adalah berdasarkan :1
American College
of Obstetrician and
Umur
II. ETIOLOGI
III. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi preeklampsia-eklampsia melibatkan hampir semua system organ
tubuh. Pendapat dahulu mengatakan patofisiologi primer adalah vasokonstriksi
dengan segala akibatnya, meskipun ternyata vasokontriksi memang memainkan
peranan besar. Bahkan bertentangan dengan yang diyakini sebelumnya ternyata
preeklampsia berhubungan dengan keadaan kardiovaskular yang hiperdinamik.
Kehamilan dan persalinan menyebabkan
perubahan fisiologik pada system
kardiovaskular maternal.
Proses vasokonstriksi tersebut melibatkan semua organ mayor termasuk uterus
dan plasenta. Vasokonstriksi umum ini kemudian akan menurunkan perfusi ke
seluruh tubuh sehingga menyebabkan disfungsi organ.
Volume darah
Pada kehamilan normal, volume darah meningkat sekitar 35%, volume
plasma meningkat 45% dan volume sel darah merah 20%. Hal sebaliknya terjadi
pada preeklampsia, di mana volume plasma turun sekitar 9% lebih rendah
dibandingkan wanita hamil dengan tekanan darah normal. Volume plasma pada
preeklampsia berat 30-40% lebih rendah daripada kehamilan normal pada usia
kehamilan yang sama. Tidak jelas apakah turunnya volume tersebut menyebabkan
4
atau disebabkan oleh vasokonstriksi umum. Jika pada pertengahan masa kehamilan
(20 24 minggu), volume plasma tetap rendah, maka dapat dikatakan akan terjadi
gangguan pertumbuhan janin, janin yang kecil untuk masa kehamilan. Selain
penurunan volume plasma, volume ekstravaskular dan interstitial juga meningkat.
Penurunan volume plasma juga akan menyebabkan hemokonsentrasi dan
peningkatan viskositas darah. Perubahan tersebut akan makin menyebabkan area
yang infark pada plasenta bertambah. Maternal hematokrit dan hemoglobin
berhubungan langsung dengan kekerapan infark pada plasenta.
Sistem pernafasan
Kenaikan retensi Na dan air yang disertai penurunan tekanan onkotik koloid
plasma akibat proteinuria dan kebocoran dari kapiler mengakibatkan transudasi air
ke ruang interstitial. Penurunan PaO2 menunjukkan adanya edema pulmonal.
Pasien menjadi lebih beresiko terhadap terjadinya edema pulmonal karena
pemberian cairan intravena. Edema tampak pada daerah muka, ekstremitas dan
pre lumbosakral. Edema jalan nafas atas dan laring yang terjadi pada kehamilan
menjadi lebih berat pada preeklampsia dan eklampsia. Perubahan bentuk dari
epiglotis akan menyulitkan intubasi dan pembebasan jalan nafas. Penyempitan
diameter laring dapat mencapai 5,5 mm ID sehingga menyebabkan kesulitan pada
saat intubasi.
Angka kejadian edema paru 2,9% dari pasien preeklampsia/
eklampsia dan 70% terjadi pada 72 jam pasca persalinan 4. Penyebab edema paru
adalah turunnya tekanan koloid osmotik disertai kenaikan tekanan hidrostatik
intravaskuler dan permeabilitas kapiler yang meningkat. Tekanan koloid osmotik
berfungsi mencegah cairan keluar dari kapiler dan PCWP (pullmonary capillary
wedge pressure) adalah tekanan hidrostatik yang bekerja sebaliknya.
Penyebab kenaikan tekanan hidrostatik dari kapiler paru adalah akibat
kegagalan ventrikel kiri, pemberian cairan dan kembalinya cairan ekstravaskuler ke
dalam intravaskuler pada pasca persalinan. Kenaikan PCWP pasca persalinan akan
menyebabkan mobilisasi cairan ekstravaskuler ke dalam intravaskuler dan
pemberian cairan tanpa monitoring yang ketat akan
meningkatkan resiko
5
terjadinya edema paru.
Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi preeklampsia/eklampsia disebabkan adanya vasospasme yang
hebat, vasokonstriksi arterial sistemik dan disertai volume plasma yang menurun,
Systemic Vascular Resistance meningkat, PCWP normal atau menurun dan Central
Venous Pressure yang menurun. Pada preeklampsia/eklampsia tidak terjadi
protective hypervolemia seperti pada kehamilan normal yang rata-rata mencapai
50%, tetapi justru terjadi penurunan volume. Secara klinis penurunan volume
plasma ini tampak pada preeklampsia berat. Meskipun terjadi hipovolemia ternyata
pasien tidak mampu menampung tambahan volume untuk mendapatkan cardiac
output yang normal. Akibatnya dapat mengakibatkan terjadi edema paru.
5
Terapi magnesium
Di Amerika Utara dan di banyak negara dunia ketiga pemberian magnesium
secara parenteral dianggap sebagai terapi baris pertama untuk mengontrol
preeklampsia-eklampsia. Magnesium adalah anti konvulsan yang efektif, bersifat
tokolitik dan vasodilator sistemik ringan. Mekanisme anti konvulsan magnesium
adalah kemampuannya untuk mendepresi sistem saraf pusat. Meskipun berbagai
jenis anti konvulsan lain seperti barbiturat, diazepam dan phenytoin telah pernah
digunakan, namun tidak ada yang terbukti lebih baik dari magnesium baik
efektifitasnya maupun efek sampingnya. Efek tokolitik dari magnesium
menjadikannya berguna pada preeklampsia, di mana kadang kala uterus menjadi
hiperaktif. Magnesium menyebabkan vasodilatasi ringan dengan mendepresi
kontraksi otot polos dan menekan pelepasan katekolamin
Berbagai mekanisme kerja Magnesium Sulfat pada Preeklampsia-eklampsia :
1. Antikonvulsan
2. Vasodilatasi
7
hipertensi yang pada awalnya telah terkontrol dengan hydralazine atau untuk
kontrol tekanan darah jangka panjang pada masa post partum. Efek samping
terhadap janin minimal.
Clonidine dan prazosin, 1bloker, juga sudah dipergunakan dengan hasil
baik pada preeklampsia. Penggunaan -bloker pada preeklampsia dan pada wanita
hamil dengan hipertensi juga lebih umum dilakukan. Pada mulanya dikhawatirkan
bahwa propanolol berhubungan dengan peningkatan aktivitas uterus, penurunan
aliran darah uterus dan plasenta, penurunan laju nadi janin, penurunan toleransi
janin terhadap hipoksia dan mempengaruhi kondisi janin setelah lahir. Meskipun
penelitian terhadap penggunaan bloker masih jarang, namun dikatakan bahwa
secara klinis penggunaannya aman terhadap ibu hamil dan janinnya.
Beberapa penulis tidak menganjurkan pemberian derivate thiazide karena
dapat menyebabkan diuresis pada keadaan volume darah yang sudah berkurang,
selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit, peningkatan
viskositas darah, intoleransi glukosa baik pada janin atau ibu. Thiazide juga
meningkatkan kadar asam urat dalam darah yang memang sudah meningkat.
Diuretik jarang diindikasikan untuk terapi hipertensi pada kehamilan, kecuali
sebagai terapi edema pulmonal yang disebabkan gagal jantung kongestif atau
faktor lain. Bila memberikan antihipertensi pada preeklampsia-eklampsia, laju nadi
janin harus dimonitor secara ketat. Penurunan yang tiba-tiba dari tekanan darah
maternal akan mengakibatkan gawat janin. Berikut adalah obat-obat yang sering
digunakan sebagai antihipertensi pada preeklampsia-eklampsia.
Pemberian cairan
Pasien dengan preeklampsia murni cenderung untuk mempertahankan
tekanan darahnya meskipun adanya blokade regional. Jika hal ini terjadi maka
loading cairan tidak mutlak dilakukan dan dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan cairan. Dengan demikian, loading cairan pada preeklampsia
seharusnya tidak dilakukan sebagai profilaksis atau secara rutin, namun harus
selalu dipertimbangkan dan dilakukan secara terkontrol. Hipotensi jika terjadi dapat
dikontrol dengan pemberian efedrin. Pada pasien preeklampsia kebutuhan cairan
pada bedah Caesar harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan pemberian cairan
lebih dari 500 ml, kecuali untuk menggantikan kehilangan darah, semestinya
dilakukan dengan hati-hati.
10
ditidurkan left tilt position 15 dan dilakukan preoksigenasi dengan O2 100%. Saat
intubasi posisi head up 45 dan dilakukan maneuver Sellick. Induksi dapat dilakukan
dengan lidokain 1,5 mg/kg BB, thiopental 4 mg/kg BB, suksinil kolin 1 mg/kg BB
yang kemudian dilanjutkan dengan N2O/O2 50% dan isoflurane.
Pembedahan
Caesar tidak mutlak membutuhkan relaksasi dan apabila diperlukan dapat
dipikirkan pemberian atracurium.
Setelah anak lahir pada pemberian anestesi
umum dan anestesi regional, oksitosin diberikan secara kontinyu, hal ini untuk
mengantisipasi akibat efek tokolitik dari magnesium.
Monitoring yang dilakukan selama anestesi diteruskan hingga pasca bedah.
Pemberian cairan pasca bedah harus memperhitungkan adanya mobilisasi cairan
yang terjadi mulai dalam 24 jam. Jika tidak terjadi diuresis yang memadai akibat
belum kembalinya fungsi ginjal kemungkinan dapat terjadi peningkatan cairan
intravaskuler yang beresiko terjadinya edema paru. Jumlah trombosit dan fungsinya
akan kembali 4 hari setelah persalinan. Kejang pasca bedah terjadi pada 27%
pasien. Obat anti hipertensi masih dibutuhkan selama pasca bedah. Pemberian
cairan selama masa antenatal harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah
kelebihan cairan. Total cairan intravena harus dibatasi sebanyak 1 ml/kg/jam.
12
KASUS
Identitas
Nama
: Ny. Suryani
Umur
: 29TH
Jenis Kelamin
: Perempuan
No. RM
: 04028257
Diagnosis
Tindakan
: SC
: 13,1/37/16.800/162.000
GDS : 92
13
Ur/Cr : 23/0,7
SGOT/SGPT : 310/192
Protein Total
: 6,3
Albumin
: 2,8
PT/APTT
: 13,8(17,4)/34,20(37,9)
Protein urin : ++
KESAN : ASA 3 dg Pre eklamsia Berat
14
mengenai
fisiologi
kehamilan
dan
patofisiologi
yang
obstetric.
Untuk
itu
dibutuhkan
penatalaksanaan
yang
fisik
dan
pemeriksaan
laboratorium
dilakukan
untuk
teknik
anestesi
pada
pasien
preeklampsia
harus
regional
(terutama
spinal
anestesia),
banyak
data
yang
pasien
ini
dipilih
teknik
regional
anestesi
dengan
blok
penambahan
obat
anestesi.
Post
operasi
diawasi
untuk
16
DAFTAR PUSTAKA
17
18