You are on page 1of 123

Andi Rahman, M.

A
Dosen Pembimbing

Ushuluddin I - Insitut PTIQ

Jurusan Tafsir Hadis


Fakultas Ushuludddin

Tahun Akademik 2010 - 2011

OLEH
Fakultas Ushuluddin
Angkatan 40 IPTIQ
Semester I

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN


JAKARTA SELATAN

2010 - 2011

Salam Redaksi

Kritik dan saran:


ushuluddin40th.iptiq@gmail.com.
Bagi yang berminat memiliki kajian takhrij ini dalam
bentuk PDF, dapat di dapatkan dengan free di link
berikut:
id.scribd.com/UNITY40IPTIQ/documents atau
id.scribd.com/19BS/documents
Join with us (FB GROUP):
www.facebook.com/groups/186250101481849, dan
www.facebook.com/groups/103482476409962.

Blog UNITY 40th IPTIQ:


(ptiq40.blogspot.com).

Terima Kasih !

UNITY 40TH IPTIQ JAKARTA

Team Redaksi

Prakata
Puji syukur kehadirat Tuhan semesta Alam. Tuhan yang menciptakan,
memelihara dan mengadakan segala sesuatu serta hanya kepada-Nyalah segala
sesutu akan kembali. Segala bentuk pujian hanyalah Untuk-Nya dan tidak ada
sekutu bagi-Nya. Berkat segala limpahan Rahmat dan Hidaya-Nya sehingga kita
semua masih dapat melakukan beragai macam aktivitas dalam hidup ini. Harapan
kita, mudahan mudahan kehidupan ini senantiasa penuh dengan ridha dan kasih
sayang-Nya serta menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang selamat di
Dunia dan di Akhirat. Amin !!!
Slawat dan Salam semoga senantiasa dihanturkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, para sahabat, keluarga, dan para pengikutnya sampai dihari
kiamat. Dalam sejarah awal perjuagan Islam di Makkah, Kehidupan manusia
penuh dengan corak hidup Jahiliyah. Berkat risalah Nabi Muhammad-lah yang
Beliau emban dengan penuh ketabahan dan kegigihan dapat memberikan
pengaruh yang sangat besar dalam tatanan kehidupan ketika itu. Akhirnya,
Ketentraman dan kedamaian hidup dapat dirasakan olah masyarakat Arab ketika
itu. Kita semua sebagai ummat Nabi Muhammmad memiliki kewajiban untuk
tetap mempertahankan nilai-nilai keislaman tersebut yaitu dengan senantiansa
berpedoman pada Al-Quran-Hadis. Rasulullah SAW bersabda :

) (

Artinya : Aku tinggalkan dua perkara diantara kalian, tidaklah kalian tersesat
selama kalian berpegang kapada keduanya yaitu, Kitab Allah (Al-Quran) dan
Sunnah Nabi-Nya (Hadis.1 (H.R. Imam Malik)
Hadis merupakan sumber hukum kedua dalam Islam setelah Al-quran.
Karena itu, mempelajari Hadis merupakan salah satu kewajiban bagi ummat
Islam. Sebagai realisasi dari hal itu, kami persembahkan kumpulan-kumpulan
makalah ulumul hadis ini kepada seluruh insan yang berminat memperdalam
pengetahuan tentang hadis. Adapun issi dan penjelasan dalam karya ini
1

Imam Malik, Al-Muwattha, Kitab al-Jami, Bab (


) , No. 3338

PRAKATA

merupakan hasil diskusi kami dalam mata kuliah ulumul hadis, Ushuluddin Prodi
Tafsir Institut PTIQ Jakarta. Ini merupakan realisasi atas usaha dan kesungguhan
kami dalam memenuhi satuan kredit semester (SKS) pada studi tafsir hadis untuk
semester satu. Dengan senantiasa memohon Ridha Allah dalam melaksanakan
tugas ini sampai selesai. Juga tidak terlepas atas pertisipasi dari temen-teman
ushuluddin serta bimbingan dari para dosen kami. Segala bimbingan dan
pengarahan mereka adalah bekal yang sangat berharga dalam menyelesaikan
karya ini. Khususnya kami sampaikan kepada Bapak Andi Rahman, M.A selaku
pembimbing mata kuliah ulumul hadis. Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kami hanturkan dan semoga jasa-jasa mereka bernilai ibadah disisi Allah SWT.
Dalam karya tulis ini, pembaca akan menemui berbagai macam studi
dalam kajian ilmu hadis sebagaimana pada umumnya. Pemaparannya kami
sajikan dengan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan penjelasan dan
berupaya memadukan berbagai referensi dalam setiap pembahasannya. Kumpulan
materi yang terdapat di dalamnya berlandaskan pada mata kuliah dalam
memenuhi standar SKS. Karena itu, asih banyak kajian ulumul hadis lainnya yang
tidak termuat di dalamnya. Namun kami berharap, mudah-mudahan karya ini
dapat menjadi amal ibadah di sisi Allah SWT.
Akhirnya, kumpulan makalah-makalah ini dapat kami selesaikan dengan
harapan dapat menjadi salah satu media dan sumber pembelajaran Ulumul Hadis.
Kami menyadari atas segala keterbatasan dalam menyusun makalah ini. Oleh
karena itu, hal-hal yang berupa saran, kritikan dan masukan sangat kami nantikan
dari segenap pelajar, pembaca dan khususnya para ahli dalam bidang hadis.
Semoga Allah senantiasa menyertai kita, Amin !!!

Jakarta, 19 Januari 2011 M


14 Safar 1432 H

Team Penulis
PRAKATA

VI

Daftar Isi

SALAM REDAKSI.... III


TEAM REDAKSI .... IV
PRAKATA...... V
DAFTAR ISI...... VII
ISI
BAB I
PENGENALAN HADIS
[Oleh : Badri, Muh. Mumtaz Nur Faqih, Nasaruddin]
A. Definisi Hadis, Khabar, Naba, Atsar dan Sunnah........ 2
a. Hadis..... 2
b. Khabar... 3
c. Naba.... 4
d. Atsar.. 4
e. Sunnah..... 4
B. Definisi Sanad dan Matan..... 5
a. Sanad... 5
b. Matan... 6
C. Definisi Rawi, Muhaddits, Hafids, Amirul Mukminin dan Hakim.. 7
a. Rawi. 7
b. Muhaddits.... 7
c. Hafidz... 8
d. Hakim.. 8
e. Amirul Mukminin... 8
D. Kesimpulan..... 9
Daftar Pustaka.. 10
BAB II
KEDUDUKAN DAN FUNGSI SUNNAH DALAM ISLAM
[Oleh : Al-Fauzi, Ricki Saputra, Syifa An-Nafi]
Daftar Isi

VII

A. Pengertian Sunnah..................................................... 12
a. Sunnah Menurut Bahasa.. 12
b. Sunnah Menurut Syara..... 13
c. Sunnah Menurut Amalan Sahabat... 14
d. Sunnah Menurut Orientalis... 14
B. Kedudukan Sunnah dalam Islam.... 15
C. Fungsi Sunnah dalam Islam. 18
a. Bayan al-Taqrir.. 18
b. Bayan al-Tafsir... 19
c. Bayan al-Tasyri..... 21
d. Bayan Taqyid al-Muthlaq..... 21
D. Penutup.. 22
Daftar Pustaka.. 23
BAB III
PENGENALAN ULUMUL HADIS
[Oleh : Akbar Romdon, Fuad Hakim dan H. Cecep Muhtadin]
A. Kemunculan dan Perkembnagan Ulumul Hadis.......... 25
a. Ilmu Hadis Riwayah Pra Kodifikasi.. 25
b. Ilmu Hadis Dirayah Pra Kodifikasi... 26
B. Sejarah dan Perkembangan Ulumul Hadis Pasca Kodifikasi.. 27
a. Ilmu Hadis Riwayah Pasca Kodifikasi.. 27
b. Ilmu Hadis Dirayah Pasca Kodifikasi... 28
C. Objek Kajian Ulumul Hadis 32
a. Ilmu Rijal al-Hadis. 32
b. Ilmu Jarh wa al-Tadil...... 32
c. Ilmu Fan al-Mubhamat..... 32
d. Ilmu Ilal al-Hadis..... 32
e. Ilmu Gharib al-Hadis..... 33
f. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh.... 33
g. Ilmu Talfiq al-Hadis.. 33
h. Ilmu Tashif wa al-Tahrif... 33
i. Ilmu Asbab al-Wurud al-Hadis..... 33
j. Mushthalah al-Hadis.... 34
Daftar Isi

VIII

D. Manfaat/Faedah Ulumul Hadis... 35


E. Penutup.. 35
Daftar Pustaka.. 36
BAB IV
KLASIFIKASI HADIS DITINJAU
DARI DITERIMA ATAU DITOLAKNYA
[Oleh : Abdul Hakim, Ali Muzakkir, Dzikron]
A. Hadis Shahih........ 38
B. Hadis Hasan... 39
C. Hadis Dhaif... 42
D. Al-Shahih al-Muhtaf bi al-Qoroin..... 42
Daftar Pustaka.. 44
BAB V
HADIS HASAN
[Oleh : Abdu Sami, Andi Purnomo dan Muh. Saharuddin]
A. Definisi Hadis Hasan.................................................. 46
B. Syarat Hadis Hasan...... 47
C. Contoh Hadis Hasan..... 47
D. Macam-macam Hadis Hasan....... 48
a. Hadis Hasan Lidzatih. 48
b. Hadis Hasan Lighairih... 48
E. Kitab-kitab yang Memuat Hadis Hasan dan Penulisnya. 49
a. Sunan al-Tirmidzi. 49
b. Sunan Abu Daud... 50
c. Sunan al-Daruquthni.... 51
F. Pemaduan Imam al-Tirmidzi antara Hadis HAsan dan Hadis Shahih.. 51
G. Berhujjah dengan Hadis Hasan... 51
Daftar Pustaka.. 52
BAB VI
MACAM-MACAM HADIS DHAIF I
[Oleh : Muh. Zaky Fathoni, Saofi Ahmadi dan Zaidan Anshari]
A. Hadis Maudhu........ 54
Daftar Isi

IX

a. Definisi Hadis Maudhu. 54


b. Contoh Hadis Maudhu.. 55
B. Hadis Matruk.... 55
a. Pengertian Hadis Matruk.. 55
b. Contoh Hadis Matruk... 56
C. Hadis Munkar... 57
a. Pengertian Hadis Munkar . 57
b. Contoh Hadis Munkar... 57
BAB VII
MACAM-MACAM HADIS DHAIF II
[Oleh : Anas Mujahidin, Muh. Nur Wahid dan Muh. Sani Abdul Malik]
A. Hadis Muallal/Malul........ 60
a. Definisi Muallal/Malul Menurut Bahasa dan Istilah. 60
b. Macam-Macam Illat.. 61
B. Hadis Mubham..... 63
a. Definisi Mubham Menurut Bahasa dan Istilah... 63
b. Manfaat Pembahasan Hadis Mubham..... 63
c. Contoh Hadis Mubham.... 63
C. Hadis Maqlub.... 65
a. Definisi Maqlub Menurut Bahasa dan Istilah... 65
b. Macam-macam Hadis Maqlub.. 65
D. Hadis Mudththarib... 68
a. Definisi Mudhthrib Menurut Bahasa dan Istilah.... 68
b. Macam-macam Hadis Mudhthrib. 68
E. Hadis Mushahhaf.. 69
a. Definisi Mushahhaf Menurut Bahasa dan Istilah... 69
b. Macam Tashhif.. 69
F. Syads...... 69
a. Definisi Syads Menurut Bahasa dan Istilah.... 69
b. Macam Syads. 70
G. Penutup.. 71
Daftar Pustaka.. 72
Daftar Isi

BAB VIII
MACAM-MACAM INQITHA
[Oleh : Idham Cholid, Lukman Rozi, TB Syaiful Fikri]
A. Definisi dan Macam Inqitha al-Sanad.......... 74
B. Hadis Muallaq..... 74
a. Pengertian... 74
b. Contoh Hadis Muallaq... 75
c. Hukum Hadis Muallaq..... 75
C. Hadis Mursal..... 76
a. Pengertian... 76
b. Contoh Hadis Mursal.... 77
D. Hadis Muanan dan Hadis Muannan... 77
a. Pengertian Hadis Muanan... 77
b. Contoh Hadis Muanan ... 78
c. Hukum Pengamalan Hadis Muanan... 78
d. Pengertian Hadis Muannan..... 79
e. Contoh Hadis Muannan... 79
E. Hadis Mudallas..... 80
a. Pengertian... 80
b. Pembagian Hadis Mudallas... 80
Daftar Pustaka.. 83
BAB IX
KLASIFIKASI HADIS BERDASARKAN
KUANTITAS PERAWI
[Oleh : Alit Nur Hidayat, Muh. Masrur, Muh. Muslihan dan Sodik]
A. Hadis/Khabarul Mutawatir....... 85
a. Pengertian Mutawatir Menurut Bahasa dan Istilah... 85
b. Syarat Hadis Mutawatir Menurut Ulama Mutaakhirin... 85
c. Pembagian Hadis Mutawatir..... 85
B. Hadis/Khabarul Ahad.. 87
a. Pengertian Ahad Menurut Bahasa dan Istilah..... 87
b. Pembagian Hadis Ahad.. 87
Daftar Isi

XI

c. Berhujjah dengan Hadis Ahad.. 89


Daftar Pustaka.. 90
BAB X
KLASIFIKASI HADIS BERDASARKAN NISBAT
[Oleh : Ahmad Zulki, Fathu Rozy, Safidin dan Hasrul]
A. Macam-Macam Hadis Ditinjau dari Nisbat/Sumber Berita....... 92
B. Hadis Qudsi... 93
a. Definisi Hadis Qudsi...... 93
b. Bentuk-betuk Periwayatan Hadis Qudsi... 93
c. Contoh Hadis Qudsi... 95
C. Hadis Marfu...... 96
a. Definisi Hadis Marfu.. 96
b. Macam Hadis-hadis Marfu.... 96
c. Contoh Hadis Marfu... 99
d. Kehujjahan Hadis Marfu... 101
D. Hadis Mauquf.. 101
a. Definisi Hadis mauquf..... 101
b. Contoh Hadis Mauquf.. 102
c. Kehujjahan Hadis Mauquf... 103
E. Hadis Maqthu..... 103
a. Definisi Hadis Maqthu.... 103
b. Contoh Hadis Maqthu.... 104
c. Kehujjahan Hadis Maqthu... 105
d. Kitab yang Banyak Mengandung Hadis Mauquf dan Hadis Maqthu 105
Kesimpulan.. 106
Daftar Pustaka.... 107
TENTANG PENULIS......... 108
TENTANG EDITOR.... 109

Daftar Isi

XII

Bagian Ke Satu

Pengenalan Hadis

Oleh Kelompok 1

Badri
M. Mumtas Nur Faqih
Nasruddin

Ulumul Hadis

[BAB I]

PEMBAHASAN
A. Definisi Hadits, Khabar, Naba, Atsar dan Sunnah
a. Hadits

((

Pengertian hadits secara harfiah berarti al-Jadd ) ( atau baru, bentuk jama
dari hadts adalah ahdts, lawan katanya qiys. Dalam terminologi Islam istilah
hadts berarti melaporkan/mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi
Muhammad SAW. Kata hadts itu sendiri adalah bukan kata infinitif 1, melainkan
kata benda2.
Namun seiring perjalanan, kata hadts mengalami perluasan makna, sehingga
disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda),
perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW. yang
dijadikan ketetapan ataupun hukum3. Dari sini berkembang pengertianpengertianistilah hadts, diantaranyadiartikan sebagai sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun sifat.

Sebagian yang lain mendefinisikan hadts sebagai sesuatu yang disandarkan


kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat, keadaan
ataupun himmah5 Nabi SAW. Ada perbedaan pendapat dalam hukum himmah itu
sendiri. Menurut Imam Syafii bahwa menjalankan himmah itu termasuk sunnah,

IbnManthr,Lisn al-Arab, vol. 2, hal. 350; Kairo: Dar al-Hadith.

Abu al-Baqaal-Kafawi, al-Kuliyt, hal. 370; Al-Rislah Publishers. Frase terakhir oleh al-Qasimi
dalam Qawid al-Tahdith, hal. 61, Beirut: Dar al-Nafais.
3

"Hadith," Encyclopedia of Islam.

Ath-Thahhn, TaysrMusthalh Al-Hadts.., hlm. 15, Surabaya: Al-Haramain.

Himmah adalah hasrat Nabi SAW. yang belum terealisir, contohnya hadits riwayat Ibnu Abbas :
Dikala Raslullah SAW.berpuasa pada hari Asura dan memerintahkan untuk dipuasai, para sahabat
menghadap kepada Nabi, mereka berkata, Ya Rasulullah, bahwa hari ini adalah yang diagungkan oleh
Yahudi dan Nasrani, Rasulullah menjawab, Tahun yang akan datang, Insya Allah aku akan berpuasa pada
tanggal sembilan. (HR Muslim dan Abu Dawud). tetapi Rasulullah tidak sempat merealisasikannya,
disebabkan beliau telah wafat.

Makalah | Pengenalan Hadis

Ulumul Hadis

[BAB I]

tetapi Imam Syaukani mengatakan tidak termasuk sunnah karena belum


dilaksanakan oleh Rasulullah SAW.
Contoh hadts qauliy (perkataan):


((
:

,


,
6

.))

Contoh hadts filiy (perbuatan):





:

7
. ,
Contoh hadts taqririy (ketetapan):



,
:




8
. ,
b. Khabar

)(

Khabar menurut bahasa berarti an-Nab ) ( atau berita9, bentuk jama dari
khabar adalah akhbr. Menurut istilah terdapat 3 pendapat10, yaitu:

1. Sinonim dari hadts; memiliki arti sama dengan hadts.


2. Berbeda dengan hadts. Hadtsberasal dari Nabi SAW, sedangkan khabar
berasal selain dari Nabi SAW.
3. Lebih general dari hadts. Hadtsberasal dari Nabi SAW, sedangkan khabar
adalah yang berasal dari Nabi SAW maupun dari selain Nabi SAW.

Ibn Hajar al-Asqalniy, Bulugh al-Maram, hal. 74,hadts no. 390.

Ibid, hal. 78,hadts no. 415.

Ibid, hal. 73,hadts no. 385.

Ath-Thahhn, TaysrMusthalhal-Hadts.., hlm. 15.

10

Ibid.

Makalah | Pengenalan Hadis

Ulumul Hadis

[BAB I]

c. Naba )(
Menurut bahasa berarti berita. Menurut istilah an-naba sinonim dari al-khabar,
artinya memiliki definisi yang sama dengan al-khabar.

d. Atsar

)(

Menurut bahasa berarti


yaitu sisa atau jejak.11 Menurut istilah
terdapat dua pendapat:
1. Sinonim dari hadts, dengan kata lain memiliki memiliki pengertian yang
sama dengan hadts.
2. Memiliki pengertiang yang berbeda dengan hadts, yaitu berarti sesuatu
yang disandarkan kepada para shahabat dan tabiin, baik berupa perkataan
maupun perbuatan.
Imam Nawawi mengatakan bahwa para ahli hadts menamakan Hadts
Marfdan Hadts Mauqf sebagai atsar.

e. Sunnah )(
Menurut bahasa sunnah berarti
yaitu suatu perjalanan yang diikuti,
baik itu dinilaisebagai perjalanan yang baik ataupun perjalanan yang buruk12.
Menurut istilah ulama ahli hadts, sunnah sinonim hadts atau memiliki
pengertian yang sama dengan istilahhadts yang telah berkembang. Sebagian
Ulama yang mendefinisikan dengan ungkapan singkat :



13

( Segalaperkataan Nabi SAW, perbuatan beliau dan segala

tingkah laku beliau).

11

Ibid.,hlm. 16

12

Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ulumul Hadis, hlm. 5.

13

Ibid.

Makalah | Pengenalan Hadis

Ulumul Hadis

[BAB I]

B. Definisi Sanad dan Matan


Secara struktur, hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad / isnad
(rantai perawi) dan matan (redaksi). Contoh:

,
,

: ,
, :

, : ,
, ,
14
.)


( :

a. Sanad

)(

Menurut bahasa kata sanad berarti al-mutamad ) (yaitu sesuatu yang


dijadikan sandaran, pegangan dan pedoman. Disebut demikian karena hadits
disandarkan atau bersandar kepadanya.
Menurut istilah ahli hadts ialah

15




(mata rantai para

perawi hadits yang menghubungkan sampai kepada matan hadits). Dari contoh
hadts di atas maka yang disebut sanad adalah:

,
,

: ,
, :

...: ,
,
,
Dalam Ilmu Hadits, sanad ini merupakan neraca untuk menimbang derajat atau
tingkatan satu hadts. Andaikata salah satu rawi (orang yang meriwayatkan harts)
dalam satu jalur sana dada yang fasik, tertuduh dusta atau ada sebab yang
menggugurkan keadilan seorang rawi, maka hadits tersebut tidak dikategorikan

14

Shahh Muslim, Juz 2, Hal. 64, Kitb al-Janiz, Bb (9) al-Mayyit Yuadzdzab bi Buk Ahlih
Alaih, no. 16-(927).
15

Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ulumul Hadis, hlm.97.

Makalah | Pengenalan Hadis

Ulumul Hadis

[BAB I]

sebagaihadts shahih.Dari matan inilah sebagian besar keputusan suatu hadts


untuk dapat dijadikan hukum atau tidak.
Sebuah hadts dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah pe-rawi berfariasi
dalam lapisan sanad-nya, lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah.
Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan
menentukan derajat hadits tersebut. Jadi yang perlu dicermati dalam memahami
hadts terkait dengan sanad-nya ialah : keutuhan sanad, jumlah sanad dan perawi
akhirnya.

b. Matan )(
Secara bahasa matan berarti tanah yang keras dan naik ke atas. Sedangkan
menurut istilah berarti kalimat setelah berakhirnya sanad hadts.


Dalam definisi lain matan adalah 17
( lafadz16

lafadhadits yang menegakkanmaknahaditsitusendiri).Dan dalam pengertian yang


lain matanialahlafadzhadts, atauisihadts. Atau diistilahkan sebagai redaksi
hadits.Dalam contoh hadits di atas berikut yang disebut matan hadts:

:

,

Terkait dengan matan atau redaksi hadits, maka yang perlu dicermati dalam mamahami
hadts ialah:

1. Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi


Muhammad SAW atau bukan.
2. Matan hadts itu sendiri dalam hubungannya dengan hadts lain yang lebih
kuat sanad-nya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan
selanjutnya dengan ayat dalam Al-Quran (apakah ada yang bertolak
belakang atau tidak).

16

Ath-Thahhn, Taysr Musthalh al-Hadts, hlm. 16.

17

Jalal ad-Dnas-Suyth, Tadribar-Rwi., hlm. 26.

Makalah | Pengenalan Hadis

Ulumul Hadis

[BAB I]

C. Defini Rawi, Muhaddiss, Hafids, Hakim dan Amirul Mikmnin


Hadts
a. Rawi

)(

Rawi yaitu orang yang menyampaikan hadits. Perbuatannya menyampaikan hadits


tersebut dinamakan merawi atau meriwayatkan hadts dan orang yang
melakukannya disebut perawi hadits.
Dalam meriwayatkan hadits ada dua jalan, yang keduanya tidak dilarang oleh
Rasulullah SAW, yaitu:
1. Denganlafadz yang samapersisdariRasulullah.
2. Dengan maknanya saja, sedang redaksinya disusun sendiri oleh yang
meriwayatkannya.

b. Muhaddits

)(

Menurut ulama hadits mutaqaddimin, al-Hafidz dan al-Muhaddits memiliki satu


arti, tetapi menurut ulama hadits muta-akhirin, al-Hafidz lebih khusus dari alMudaddits. Menurut at-Taj as-Subki, muhaddits adalah seorang yang mengetahui
segala permasalahan Hadits, baik dari segi sanad, illat-illat, nama para perawi,
l dan nzil, hafal sejumlah besar matan hadts, dan mempelajaria al-Kutub asSittah di samping Musnad Ahmad, Sunan al-Baihaqi, Mujam ath-Thabrani serta
seribu juz hadts18.
Ulama Hadits yang mendapat gelar ini antara lain Atha bin Abi Rabah (seorang
mufti Mekkah, wafat 115 H), Muhammad al-Murtadha az-Zabidi (penyusun
Syarh Ihya Ulm ad-Dn), dan lain-lain.

18

Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ulumul Hadis, hlm. 108.

Makalah | Pengenalan Hadis

Ulumul Hadis

c. Hafidz

[BAB I]

)(

Menurut banyak pakar hadts, al-hfidz artinya sama dengan muhaddits. Ada yang
berpendapat bahwa al-hfidz martabatnya lebih tinggi dari al-Muhaddits, karena
ia lebih banyak mengetahui dari pada ketidak tahuannnya terhadap setiap
tingkatan (thabaqt) para perawi Hadits.
Menurut sebagian pendapat, al-hfidz harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadts19. Muadditsin yang mendapat gelar ini antara lain Al-Iraqi,
Syarafuddin Ad-Dimyathi, Ibnu Hajar Al-Asgalani, dan lain-lain.

d. Hkim

)(

Menurut sebagian ahli ilmu hadts, al-hkim berarti orang yang pengetahuannya
mencakup seluruh hadts, hanya sedikit saja yang tidak diketahuinya 20.
Muhadditsin yang mendapat gelar ini antara lain Ibnu Dinar (w. 162 H), Al-Laits
(w. 175 H), Imam Malik (w. 179 H) dan Imam Syafii (w. 204 H).

e. Amrul Mukminn)(
Amrul Mukminn dalam ilmu Hadts tidak terkait dengan kekhalifahan dalam
politik/kenegaraan,

melainkan

berkaitan

dengan

penguasaan

hadits

seseorang.Amirul Mukminin dalam Ilmu Hadts merupakan gelar tertinggi dalam


Ilmu Hadits yang diberikan kepada seorang penghafal hadits dan mengetahui Ilmu
Dirayah dan Riwayah hadts pada masa tertentu, sehingga ia menjadi imam atau
raja hadts yang banyak dikagumi oleh para ulama 21.

19

Ibid, hlm. 106.

20

Ath-Thahhn, TaysrMusthalhal-Hadts, hlm. 17.

21

Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ulumul Hadis, hlm. 105.

Makalah | Pengenalan Hadis

Ulumul Hadis

[BAB I]

Ulama mutaqaddimin yang mendapatkan gelar ini antara lain Syubahbin AlHajjaj, Sufyan Ats-Tsawari, Ishaq bin Rahawaih, Ahmad bin Al-Bukhari, AdDaruquthni, dan lain-lain. Sedang di kalangan muta-akhirin antara lain AnNawawi, Al-Mizzi, Adz-Dzahabi, dan Al-Asqalani.

KESIMPULAN
Ulumul Hadits merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk
hadits, yang terbagi dalam Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.
Melalui Ulumul Hadits ini dapat diketahui kualitas suatu hadts ditinjau dari
berbagai sudut pandang, sehingga dapat diputuskan hadts tersebut dapat
dijadikan dalil dalam agama ataupun kehidupan sehari-hari atau tidak.

Hadits tersusun dari sanad dan matan (isi hadits). Sanad inilah yang menjadi
neraca untuk menimbang derajat atau kualitas suatu hadits. Hadts tidak dapat
dijadikan hujjahjika terdapat persyaratan yang tidak terpenuhi dalam keshahihan
suatu hadts, walaupun mungkin hadits tersebut pada hakikatnya benar, demi lebih
berhati-hati dalam menentukan suatu hukum. Terutama pada hadts-hadts yang
menyinggung masalah aqidah. Namun, dalam hadts-hadts sosial selama tidak
menyalahi kemashlahatan ummat dan tidak bersinggungan dengan aqidah, walau
derajat hadits bukan shahih sebagian pendapat membolehkan untuk dipakai.

Makalah | Pengenalan Hadis

Ulumul Hadis

[BAB I]

DAFTAR PUSTAKA

Al-Asqalni, Ibnu Hajar, Bulgh al-Marm, Indonesia: Dr Ihya alKutub al-Arabiyah.


Al-Kafawi, Abu al-Baqa, Al-Kuliyt, Al-Rislah Publishers.
Al-Qurn al Karm
As-Suyth, Jalal ad-Dn, 2004.Tadrbar-Rwi, Kairo: Dr al-Hadts.
Ath-Thahhn, Mahmud,TaysrMusthalh al-Hadts, Surabaya: AlHaramain.
Khon,Dr. H. Abdul Majid, M.Ag., Ulumul Hadis,
Manthr, Ibn, Lisn al-Arab, vol. 2, Kairo: Dar al-Hadith.
Muslim, 1997. Shahh Muslim, Juz 2, Dr al Hadts: Kairo.

Makalah | Pengenalan Hadis

10

Bagian Ke Dua
Kedudukan dan
Fungsi Sunnah
dalam Islam

Oleh Kelompok 2

Al-Fauzi
Ricki Saputra
Syifa An-Nafi

Ulumul Hadis

[BAB II]

A. Pengertian Sunnah
a. Sunnah Menurut Bahasa
Adapun pengertian sunnah menurut bahasa ialah :

:
Artinya:
Sunnah adalah jalan dan sirah, baik yang terpuji maupun tercela.1
Dalam Al-Quran Allah SAW berfirman : (Surat al-Anfal:38)

Artinya:

Katakan lah kepada orang-orang yang kafir itu (abu sufyan


dan

teman

teman

nya),

jika

mereka

berhenti

dari

kekafirannya),niscaya Allah akan mengampuni dosa -dosa nya


yang telah lalu,dan jika mereka kembali lagi ( memerangi
nabi)sungguh,berlaku(kepada mereka) sunnah Allah terhadap
orang- orang dahulu dibinasakan.
Dalamsebuah hadis Rasulullah SAW.di sebutkan




Artinya:
Barang siapa yang menghidupkan sunnah dalam islam dengan sunnah
yang baik,maka baginya pahala dan pahala orang yang mengikutinya
sesudah nya, tanpa mengurangi

dari pahala pahala mereka sedikit

pun,dan barangsiapa menghidupkan sunnah dalam Islam dengan sunnah


1

Ibnul manzhur al-Ifriqi,lisanul arab,darus sodir,beirut,cet 1,akar kata sunnah,jilid 13 hal 225

Makalah | Kedudukan dan Fungsi Sunnah dalam Islam

12

Ulumul Hadis

[BAB II]

yang buruk,maka baginya dosa dan dosa orang yang mengerjakannya


sunnah yang buruk tersebut sesudahnya dengan tidak mengurangi dosadosa mereka sedikit pun. 2
b. Sunnah Menurut Syara
Dalam pengertian syara, kata As-Sunnah dimaksudkan sebagai segala
sesuatu yang di perintahkan, dilarang atau pun dianjurkan oleh Nabi SAW. Baik
berbentuk sabda maupun perbuatan, oleh karena itu dikatakan bahwa dalil-dalil
syara adalah Al-Quran dan As-Sunnah, yakni Al-Quran dan Al-Hadis. Kata
sunnah secara etimologis (lughowiyah atau harfiyah) berartitata cara tradisi dan
priaku hidup baik yang terpuji maupun tidak. Pengertian etimologis ini sudah
dipakai dalam islam. Pengertian ini kemudian di gunakan secara khusus untuk tata
cara nabi SAW sedang pengertian yang pertama tetap dipakai dalam arti sempit.
Disisi lain, kata Sunnah itu sama sekali bukan istilah animis (jahiliah) sementara
umat Islam juga tidak pernah menggunakan untuk arti kebiasaan masyarakat
Berbeda dengan ulama usul ataupun ulama fiqih lebih jelasnya
diterangkan sebagai berikut:
1) Ulama hadis Membahas segala sesuatu dari Rasulullah SAW. Dalam
kapasitas beliau sebagai imam yang memberi petunjuk dan penuntun yang
memberikan nasehat yang diberitakan oleh Allah SWT, sebagai teladan dan
figur bagi kita. Sehingga mereka mengambil segala seuatu yang berkenaan
dengan Nabi SAW, baik berupa tingkah laku, postur tubuh, dan perbuatan
beliau baik membawa konsekuensi hukum atau tidak.
2) Ulama ushul membahas segala sesuatu dari Rasulullah SAW dalam kepasitas
beliau sebagai pembentuk syarit yang menjelaskan kepada manusia undangundang kehidupan dan meletakkan kidah-kaidah bagi para mujtahid
sepeninggal beliau. oleh karena itu yang menjadi perhatian setiap mereka
adalah sabda, perbuatan, dan taqrir beliau yang membawa konsekuensi
hukum dan menetapkannya.

Ibnul manzhur al-Ifriqi,lisanul arab,darus sodir,beirut,cet 1,akar kata sunnah,jilid 13 hal 225

Makalah | Kedudukan dan Fungsi Sunnah dalam Islam

13

Ulumul Hadis

[BAB II]

3) Sedangkan ulama fiqih membahas segala sesuatu dari Nabi Muhammad


SAW.Yang perbuatan beliau menunjukkan ketentuan syara mereka mengkaji
hukum syara berkenaan dengan perbutan manusia baik dari segi, wajib,
haram, makkruh dan lain-lain.
c. Sunnah Menurut Amalan Sahabat
Kadang-kadang ulama memahami sunnah sebagai amalan sahabat. Baik
yang berkenaan dengan yang ada di dalam Al-Quran atau dari Nabi SAW. Karena
ia merupakan wujud mengikuti sunnah yang ada pada mereka atau ijtihad yang
merupakan konsensus diantara mereka. Seabgai contohnya ialah hukum peminum
khomar, pengumpulan Al-Quran di zaman Abu Bakar atas dasar usulan atau
saran dari Umar bin Khattab.
d. Sunnah Menurut Orentalis
Dalam bukunya Origins of Muhammadan Jurisprudence Schact mengatakn
bahwa

teori

fiqih

klasik memberikan

definisi

bahwa

sunnah adalah

perbuatan-perbuatan Nabi SAW yang ideal. Pendapat ini juga di gunakan oleh
mazhab imam Syafii. Bagi imam Syafii sunnah atau sunnah rasul adalah dua
kata yang sinonim, tetapi arti sunnah yang paling tepat adalah contoh-contoh yang
sudah berlalu dan tata cara hidup. Goldziher, menjelaskan bahwa kata sunnah iu
semula adalah istilah animis kemudian dipakai oleh orang orang Islam. Begitu
pula kesimpulan Margolio, bahwa pengertian sunnah sebgai sumber hukum pada
mulanya adalah masalah yang ideal atau norma yang dikenal dalam masyarakat,
kemudian pada masa-masa belakangan pengertian itu hanya terbatas hanya untuk
perbuatan-perbuatan Nabi saja. 3

The origins,p.51

Makalah | Kedudukan dan Fungsi Sunnah dalam Islam

14

Ulumul Hadis

[BAB II]

B. Kedudukan Sunnah dalam Islam


a. Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Kedua
Seluruh umat Islam telah bersepakat bahwa hadis rasul merupakan sumber
dan dasar hukum dalam Islam setelah al-Quran. Umat Islam diwajibkan mengikuti
hadis sebagai mana diwajibkan mengikuti Al-Quran. Al-Quran dan hadis
merupakan dua sumber dalam hukum syariat Islam yang tetap. Orang Islam tidak
mungkin memahami syariat Islam secara mendalam dan lengkap dengan tanpa
kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang alim
pun tidak diperboleh hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya.
Banyak al-Quran dan hadis yang memberikan pengertian bahwa hadis
itu merupakan sumber hukum Islam selain al-Quran yang wajib dikuti, baik dalam
bentuk perintah maupun larangannya. Uraian dibawah ini merupakan paparan
tentang kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam dengan melihat beberapa
dalil, baik naqli maupun aqli.
1) Dalil Al-Quran
Banyak

ayat

Al-Quran

yang

menerangkan

tentang

kewajiban

mempercayai dan menerima segala yang di sampaikan oleh rasul kepada umatnya
untuk dijadikan pedoman hidup. Diantara ayat ayat dimaksud adalah:

Artinya:

Katakanlah taatlah kalian kepada Allah dan Rasulnya;jika


kamu berpaling,maka

sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang kafir. (QS.Ali-Imron(3):32)


Kemudian di ayat yang lain Allah juga berfirman :

Artinya:
Dan apa yang diberikan rasul kepadamu, terimahlah dan apa apa

yang

dilarang

olehnya,

maka

tinggalkan

lah.

Dan

Makalah | Kedudukan dan Fungsi Sunnah dalam Islam

15

Ulumul Hadis

[BAB II]

bertaqwalah kepada Allah,sesungguh nya Allah sangat keras


hukuman-nya.(QS.al-Hasyr(59):7)
Masih banyak lagi ayat-ayat al-Quran sejenisnya yang menjelaskan
permasalahan ini. Dicantumkan nya beberapa ayat di atas dimaksudkan hanya
sebagai contoh dan gambaran dari beberapa ayat yang tidak dimuat dalam
Al-Quran. Selalu di barengi dengan perintah taat kepada rasulnya. Demikian pula
mengenai peringatan (ancaman) karena durhaka kepada Allah SWT sering di
sejajarkan dengan ancaman karena durhaka kepada Rasul SAW.
Bentuk-Bentuk ayat

seperi ini menunjukkan betapa pentingnya

kedudukan penetapan kewajiban terhadap semua yang di sampaikan oleh Rasul


SAW. Caracara penyajian Allah SWT seperti ini hanya diketahui oleh orang
yang mengusai bahasa arab

dan

memahami ungkapanungkapan serta

pemikiran-pemikiran yang terkandung di dalamnya, yang akan memberi masukan


dalam memahami

maksud ayat

tersebut. Dari sinilah sebetulnya dapat

dinyatakan bahwa ungkapan wajib taat ke pada rasul saw dan larangan
mendurhakainya. Merupakan suatu kesepakatan yang tidak di perselisihkan oleh
umat Islam.
2) Dalil Hadis
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan harus
menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, di samping Al-Quran sebagai pedoman
utamanya. Beliau bersabda:


)(
Artinya:
Aku tinggalkan dua pusaka untuk musekalian,yang kalian
tidak akan tersesat selagi kamu masih berpegang

kepada

keduanya,yaitu berupa kitab allah dan sunnah rasulnya.


(H. Malik) 4
4

Imam jalal al-Din Abdurrahman ibn Abu Bakar al- Suyuti al-Jamial-Shogir 1,op cit,. Hlm 505

Makalah | Kedudukan dan Fungsi Sunnah dalam Islam

16

Ulumul Hadis

[BAB II]

Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabda:


) (
Artinya:
Wajib

bagi kalian berpegang teguh pada sunnah ku dan

sunnah

al-Khulafaa al-Rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang


teguh lah kamu sekalian dengan nya. (HR.Abu Daud dan Ibnu Majah).5
Hadis-hadis tersebut di atas,menunjukkan kepada kita bahwa berpegang
teguh pada hadis atau menjadikan hadis sebagai pegangan dan pedoman hidup itu
adalah wajib,sebagai mana berpegng teguh kepada al-Quran.
3) Kesepakatan Ulama (ijma)
Umat Islam telah sepakat menjadikan hadis sebagai salah satu dasar
hukum beramal,karena sesuai dengan yang di kehendaki oleh Allah.penerimaan
mereka terhadap hadis sama dengan penerimaan mereka terhadap al-Quran,
karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber hukum Islam.
Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima dan
mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadis ternyata sejak
Rasulullah masih hidup. Sepeniggal beliau, semenjak masa khulafa al-Rasyidin
hingga masa-masa selanjutnya, tidak ada yang mengingkarinya. Banyak di antara
mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya akan
tetapi mereka manghafal, memelihara bahkan menyebar luaskan kepada
generasi-generasi selanjutnya. Banyak peristiwa menunjukkan adanya
kesepakatan menggunakan hadis rasulullah sabagai sumber hukum Islam antara
lain dapat diperhatikan peristiwa di bawah ini:

ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah ,ia pernah berkata saya tidak
akan meninggalkan sedikitpun sesuatu yang di amalkan atau dilakukan oleh
Rasul SAW.Sesungguhnya saya takut tersesat

bila meninggalkan

perintahnya. 6

Ibid juz 5 hal : 13-1

Abu Abdillah Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmadbin Hambal, juz 1. (Bairut : al-Makkab
al-Islamy.t.t) hal : 164.
7
Ibid. juz 1. Hal : 378

Makalah | Kedudukan dan Fungsi Sunnah dalam Islam

17

Ulumul Hadis

Diceritakan

[BAB II]

dari

Said

bin

Musayyab

bahwaUsman

bin

Affan

berkataSaya duduk sebagai mana duduknyaRasulallah SAW,saya makan


sebagai mana makannya Rasulullah,dan saya sholat sebagai mana sholatnya
Rasulallah SAW. 7
Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa apa yang di
perintahkan, dilakukan dan di serukan, niscaya diikuti oleh umatnya ,dan apa yang
dilarang selalu ditinggalkan oleh mereka.
C. Fungsi Sunnah dalam Islam
Al-Quran dan hadis sabagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran
dalam Islam, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Keduanya
merupkan satu kesatuan. Al-Quran sebagai sumber pertama dan utama banyak
memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu kehadiran
hadis sebagai sumber ajaran ke dua tampil untuk menjelaskan (albayyan)
keutamaan isi Al-Quran tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

Artinya:

"Dan kami turunksn ke padamu al-Quran agar kamu menerangkan


kepada umat manusia

dan supaya mereka berfikir". (QS.Al-

Nahl(16):44)
Untuk karena itu, fungsi hadis Rasulullah sebagai penjelas (Bayyan)
trehadap Al-Quran itu bermacam- macam, diantatranya :
a. Bayan at-Taqrir
Bayan at-takrir disebut juga dengan bayyan al-takid . Yang dimaksud
dengan bayyan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah
diterangkan di dalam Al-Quran. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh

Makalah | Kedudukan dan Fungsi Sunnah dalam Islam

18

Ulumul Hadis

[BAB II]

isi kandungan al-Quran. Satu contoh hadis yang diriwayat kan muslim dan Ibnu
Umar.Yang berbunyi :

) (

Artinya:

Apabila kalian melihat ruyah ( bulan),maka berpuasalah,juga apa bila


melihat ruyah itu maka berbukalah. (HR.Muslim) 8
Hadis ini datang mentakrir ayat Al-Quran dibawah ini:

Artinya:

Maka barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan,


hendak lah ia ber puasa (SQ. Al-Baqoroh(2);185)
b. Bayan at-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayyan al-Tafsir adalah bahwa kehadiran hadis
berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Quran
yang masih bersifat global

(mujmal), memberikan penjelasan atau batasan

(taqyid) ayat-ayat Al-Quran yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan terhadap


ayat-ayat al-Quran yang bersifat umum seperti shalat dan puasa . Oleh karena itu
Rasulullah SAW. Melalui hadisnya menafsirkan dan menjelaskan masalahmasalah tersebut. Beberapa hadis yang berfungsi sabagai bayyan al tafsir ialah :

) (
Artinya:
Sholatlah sebagai mana engkau melihat aku shalat 9
Hadis ini menjelaskan bagai mana kita mengerjakan atau mendirikan
sholat.Sebab dalamAl -Quran tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang
memerintahkan shalat adalah:

Hadis ini terdapat dalam kitab al-Shiyam dalam imam Muslim.Shahih Muslim,jild 1 (Bairut.Dar
al-Fikri). Hal;481
9
Muhammad bin Ismail al-Kahlani,subul assalam,juz 1v,(Bandung Dahlan t.t),hal 27

Makalah | Kedudukan dan Fungsi Sunnah dalam Islam

19

Ulumul Hadis

Artinya:

[BAB II]

Dan kerjakanlah sholat,tunaikan zakat,dan rukulah bersama orangorang yang ruku. (QS.Al-Baqoroh(2):43)
Contoh hadis yang membatasi (taqyid) ayat-ayat Al-Quran yang bersifat
mutlak. Antara lain seperti sabda Rasulullah SAW. Yang artinya, Rasulullaah
SAW didatangi seseorang dengan membawa seorang pencuri lalu beliau
memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.
Contoh hadis yang membatasi (taqyid) ayat-ayat Al-Quran yang bersifat
mutlak. Antara lain seperti sabda Rasulullah SAW. Yang artinya, Rasulullaah
SAW didatangi seseorang dengan membawa seorang pencuri lalu beliau
memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.
Hadis ini mentaqyid, QS. Surah Al Maidah yang berbunyi:

Artinya:

Laki laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,potonglah


tangan keduanya (sebagai)pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagian siksaan dari Allah SWT.
Sedangkan hadis yang berfungsi untuk mentakhshih Ke umuman ayatayat Al-Quran adalah sebagaimana Rasulullah SAW Bersabda :

) (
Artinya:
Tidaklah orang muslim mewarisi dari orang kafir.Begitu juga kafir
tidak dari orang muslim. (HR.Bhukhori) 10
Hadis ini mentakhsiskan keumuman ayat:

10

Hadis no.6764 dari kitab al- Faraidh,dalam imam Bukhari,op.cit.juaz 8. Hal .14

Makalah | Kedudukan dan Fungsi Sunnah dalam Islam

20

Ulumul Hadis

[BAB II]

Artinya:
Allah mensyariatkan bagi mu tentang(pembagian pusaka untuk)anakanakmu.Yaitu bagian anak laki laki sama denga sebahagian anakanak perempuan.(QS.al- Nisa(4);11)
c. Bayan al-Tasyri
Bayan al-Tasyri

adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran

yang tidak di dapati dalam Al-Quran atau dalam al-Quran hanya terdapat pokokpokok nya saja Abbas al-Mutawalli hammadah juga menyebut bayan ini
denganzaid ala al-Kitab al- Karim. Hadis rasul SAW dalam segala bentuknya
(basik yang qauli,fili maupun taqrir) berusaha menunjukkan suatu kepastian
hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul, yang

tidak terdapat dalam

Al-Quran. Adapun hadis yang termasuk dalam kelompok ini .Yaitu hadis tentang
zakat fitrah:

) (
Artinya:
Bahwasanya Rasulullah Saw.Telah mewajibkan zakat fitrah kepada
umat Islam pada bulan Ramadhan satu sukat (sha)kurma atau
gamdum untuk setiap orang,baik merdeka atau hamba sahaya,laki
laki atau perempuan muslim.(HR.Muslim)
Hadis

Rasulullah

yang

termasuk

bayan

atasyri

ini

wajib

di

amalkan,sebagai mana kewajiban mengamal kan hadis-hadis lainnya. Ibnu alQayyim berkata,bahwa hadis hadis Rasul SAW yang berupa tambahan terhadap
al-Quran,merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati,tidak boleh menolak
atau mengingkarinya,dan ini bukanlah sikap Rasulullah mendahului al-Quran
melainkan semata mata karena perintah Allah SWT.
d. Bayan Taqyid al-Muthlaq
Untuk bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat
tajam. Ada yang mengikuti dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap

Makalah | Kedudukan dan Fungsi Sunnah dalam Islam

21

Ulumul Hadis

[BAB II]

sebagian hukum al-Quran dan ada juga yang menolaknya. kata nasihk menurut
bahasa berarti ibthal (membatal kan) izalah (menghilangkan), tawil (memindah
kan)dantaghyir( mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-Nask ini banyak
yang melalui pendekatan bahasa, sehingga diantara mereka terjadi perbedaan
pendapat dalam mentarifkannya. Termasuk perbedaan pendapat antara ulama
mutaqoddimin dengan ulama mutaakhirin.menurut pendapat yang dapat dipegang
dari ulama mutaqoddimiin bahwa terjadinya naskh ini karena adanya dalil syara
yang mengubah suatu hukum (ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir
masa keberlakuannya serta tidak bisa di amalkan lagi dan syara(pembuat syariat).
D. Penutup
Sekianlah uraian makalah tentang (Pembahasan Kedudukan Dan Fungsi
Sunnah Dalam Islam) yang dapat kami ketengahkan. Selaku insan, pasti
mempunyai kekurangan dan ketidaktahuan dalam penulisan maupun dalam
menyampaikan isi makalah ini. Saran beserta kritik yang produktif lagi
konstruktif adalah harapan penulis dalam merevisi subtansi makalah ini.
Mudah-mudah makalah yang singkat ini, dapat menambah wawasan
pengetahuan kita dalam memahami isi kandungan Al-Quran. Semoga Allah selalu
mencurahkan ilmu-Nya dan membimbing kita kejalan yang Dia ridhai.

Makalah | Kedudukan dan Fungsi Sunnah dalam Islam

22

Ulumul Hadis

[BAB II]

Daftar Pustaka
Al-Ifriqi, Ibnul Manzhur. lisanul Arab Darus Sodir. Cet. Ke-1
Beirut : Akar Kata Sunnah.
Al-Kahlani, Muhammad bin Ismail. subul Assalam. (Bandung
Dahlan t.t)

Makalah | Kedudukan dan Fungsi Sunnah dalam Islam

23

Bagian Ke Tiga

Pengenalan
Ulumul Hadis

Oleh Kelompok 3

Akbar Ramdan. D
Fuad Hakim
H. Cecep Muhtadin

Ulumul Hadis

[BAB III]

A. Kemunculan dan Perkembangan Ulumul Hadits


Ilmu hadits dalam perkembangannya terkelompokkan menjadi dua bagian
penting, yaitu ilmu hadts riwyah dan ilmu hadts diryah. Di antara keduanya
itu, yang muncul pertama kali adalah ilmu hadts riwyah. Kemunculannya
ditandai dengan munculnya hadits yang pertama kali diriwayatkan dari Rasulullah
Saw, yaitu hadits permulaan wahyu. Dari sinilah ilmu hadits riwyah mulai
dikenal,lalu berkembang seiring dengan proses transmisi yang berkesinambungan.
Adapun ilmu hadts diryah juga sudah mulai muncul sejak masa-masa awal
proses transmisi. Hal yang demikian itu adalah sebuah keniscayaan, karena
sebuah proses transmisi tidak akan berjalan dengan solid tanpa diiringi proses
otentifikasi. Dan proses otentifikasi inilah yang membidani lahirnya ilmu hadts
diryah dengan berbagai cabangnya. Kemudian dari kedua kelompok ilmu hadits
ini, kita akan mencoba untuk mengenal lebih jauh turats hadits dan sejarah
perkembangannya dari masa ke masa.

a. Ilmu Hadts Riwyah Pra Kodifikasi


Masa pra kodifikasi hadits dimulai dari sejak munculnya hadits pertama
yang diriwayatkan dariRasulullah Saw, sampai turunnya perintah resmi dari
khalifah Umar ibn Abdul Aziz kepada para ulama untuk melakukan kodifikasi
hadits. Dengan demikian, rentang waktu yang dilalui masa pra kodifikasi ini
mencakup dua periode penting dalam sejarah transmisi hadits, yaitu periode
kenabian dan periode Sahabat.
Pada dua periode ini,

metode transmisi yang digunakan kebanyakan

adalah metode lisan. Meskipun demikian, tidak sedikit juga para Sahabat yang
melakukan pencatatan hadits secara personal, dan itu mendapatkan izin dari
Rasulullah Saw. Benar pada permulaan turunnya wahyu, Rasulullah Saw pernah
melarang para sahabat untuk mencatat selain al-Quran. Akan tetapi larangan
tersebut bukanlah larangan yang bersifat mutlak, atau larangan tersebut
merupakan larangan yang bersifat sementara, sampai para Sahabat benar-benar
dapat membedakan antara al-Quran dan yang lainnya. Hal itu terbukti dengan
adanya beberapa Sahabat yang mendapatkan izin dari beliau untuk melakukan
pencatatan hadits, seperti Abdullah bin Amr ra, Rafi' bin Khadija ra, Abu Syah

Makalah | Pengenalan Ulumul Hadis

25

Ulumul Hadis

[BAB III]

dan yang lainnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pada masa pra kodifikasi ini
sebagian besar hadits telah ditransmisikan melalui lisan dan hafalan. Namun hal
ini sama sekali tidak mengurangi tingkat keotentikan hadits-hadits tersebut.
Karena para Sahabat yang menjadi agen transmiter dalam hal ini, disamping sosok
mereka yang sangat loyal terhadap Rasul Saw dan terpercaya, mereka juga
dikaruniai hafalan yang kuat, sehingga dengan itu, kemampuan mereka untuk
mentransmisikan hadits dari Rasulullah Saw secara akurat tidak diragukan lagi.
Selain itu, metode lisan ini juga tidak menafikan adanya sejumlah
Sahabat yang telah mentransmisikan hadits melalui catatan-catatan yang mereka
buat. Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya bebrerapa shahifah yang pernah
ditulis pada rentang masa tersebut.Berikut ini adalah beberapa nama shahifah
yang dimaksud:
1) Shahfah al-Shadiqah, ditulis oleh Abdullah bin Amr ra.,
2) Shahfah Jabir bin Abdullah ra.,
3) Shahfah Ali bin Abi Thalib ra.,
4) Shahfah Hammam bin Munabbih, ditulis oleh Hammam dari riwayat Abu
Hurairah ra.,
5) Shahfah Samurah bin Jundub ra.,
6) Shahfah Sa'd bin Ubadah ra.

b. Ilmu Hadits Diryah Pra Kodifikasi


Pada masa pra kodifikasi ini, sudah mulai muncul benih-benih yang akan
menjadi titik tolak berkembangnya ilmu hadts diryah. Hal itu dapat dilihat dari
sikap para Sahabat yang sangat teliti dan hati-hati dalam meriwayatkan hadits.
Sikap tatsabbut yang diperlihatkan oleh para Sahabat tersebut merupakan titik
awal dalam sejarah perkembangan ilmu hadts diryah.
Kemudian paska terjadinya fitnah, sikap yang demikian itu semakin
nampak ke permukaan. Hal itu telah digambarkan oleh Ibnu Abbas ra. dengan
jelas, dia berkata, "Jika kami mendengar ada seseorang berkata, "Rasulullah Saw
bersabda", maka kami langsung mendatanginya, dan mendengarkan apa yang
dikatakannya. Lalu ketika orang-orang sudah mulai melakukan apa saja, tanpa
membedakan antara hal yang terpuji dan yang tercela (paska terjadinya fitnah),

Makalah | Pengenalan Ulumul Hadis

26

Ulumul Hadis

[BAB III]

maka kami tidak mengambil (hadits) dari mereka, kecuali apa yang kami tahu
(kebenarannya)". Sikap tatsabbut yang dikembangkan oleh para Sahabat tersebut
merupakan sebuah bentuk usaha otentifikasi hadits. Dan itu merupakan inti dari
ilmu hadts diryah itu sendiri. Karena ilmu hadts diryah sebenarnya adalah
bentuk aplikasi dari usaha otentifikasi yang dilakukan oleh para ulama.

B. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Hadits Paska Kodifikasi


a. Ilmu Hadts Riwyah Paska Kodifikasi
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz (101 H.) merupakan aktor penting dalam
sejarah kodifikasi hadits. Beliaulah orang yang pertama kali menyerukan secara
resmi kepada semua ulama untuk mengumpulkan hadits-hadits yang masih
terpencar dan mencatatnya dalam sebuah buku. Salah satu ulama yang beliau
minta untuk melakukan hal itu adalah Ibnu Syihab al-Zuhri (125 H.) Kemudian
setelah era al-Zuhri, gerakan kodifikasi terus mengalami perkembangan, sampai
akhirnya mencapai masa keemasan pada abad ketiga Hijriyah.
Perlu diketahui bahwa dalam melakukan kodifikasi tersebut, para ulama
tidaklah menempuh satu metode saja. Hal itu dapat kita ketahui melalui hasil-hasil
karya mereka yang beragam selama kurun waktu paska kodifikasi tersebut. Masa
awal kodifikasi banyak dari mereka yang menggunakan metode mushannaft,
kemudian setelah itu muncul penulisan dengan metode masnid, lalu jawmi' dan
sunan, hingga abad keempat hijriyah muncul metode mustadrakt dan ma'jim.
Berikut ini adalah beberapa karya besar para ulama paska kodifikasi, dari
sejak awal masa kodifikasi, sampai pada abad keempat Hijriyah. Karya-karya
ulama pada abad kedua Hijriyah:
1) al-Sunan, karya Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij (150 H),
2) al-Sunan, karya Muhammad bin Ishaq bin Yasar (151 H),
3) al-Jami', karya Ma'mar bin Rasyid (153 H),
4) al-Muwatha', karya Ibnu Abi Dzi'b (156 H),
5) al-Sunan, Ibnu Abi Arubah (157 H),
6) al-Muwatha', karya Malik bin Anas (179 H), dan
7) al-Zuhd, karya Abdullah ibnul Mubarak (181 H).

Makalah | Pengenalan Ulumul Hadis

27

Ulumul Hadis

[BAB III]

Dan masih banyak lagi, baik karya-karya yang sampai kepada kita atau
pun yang tidak. Karya-karya ulama pada abad ketiga Hijriyah:
1) Musnad Abu Dawud al-Thayalisi (204 H),
2) Mushannaf Abdurrazaq,
3) karya Abdurrazaq ibn Hammam (211 H),
4) Musnad al-Humaidi (219 H),
5) al-Sunan, karya Sa'id ibn Manshur (227 H),
6) Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (235 H),
7) Kutubuttis'ah minus al-Muwatha' Malik,
8) Musnad Ishaq bin Rahuyah (238 H), dan yang lainnya.
Adapun karya-karya Ulama abad keempat Hijriyah ialah:
1) Shahih Ibnu Hibban (354 H),
2) Ma'ajim, al-Shaghir,
3) al-Wasth dan al-Kabir, semuanya karya al-Thabrani (360 H),
4) Sunan ad-Daruquthni (385 H),
5) Mustadrak al-Hakim (405 H), dan yang lainnya.

b. Ilmu Hadts Diryah Paska Kodifikasi


Ilmu hadts diryah pada masa paska kodifikasi ini mengalami
perkembangan yang cukup pesat, seiring dengan berkembangnya ilmu hadts
riwyah. Pada awal masa kodifikasi, ilmu ini diperkenalkan oleh para ulama
secara tercampur dalam karya-karya mereka yang mempunyai kosentrasi lain,
seperti ilmu riwyah dan disiplin ilmu lainnya. Hal itu seperti yang dilakukan oleh
Imam asy-Syafi'i dalam kitabnya ar-Risalah, kemudian Imam Muslim dalam
Muqaddimah shahih-nya, dan juga Imam at-Tirmidzi dalam kitab ilal-nya.
Pada perkembangan selanjutnya, masing-masing disiplin ilmu telah
terpisah dan mandiri dari disiplin-disiplin ilmu lainnya. Peristiwa ini terjadi pada
abad ke-4 Hijriah. Ilmu Hadis telah menjadi suatu disiplin ilmu yang mapan.
Perkembangan ini terjadi akibat semakin marak lahirnya disiplin-disiplin ilmu
baru dan persinggungan budaya dengan bangsa lain yang kian mendorong upaya
pembukuan masing-masing disiplin ilmu itu sendiri.

Makalah | Pengenalan Ulumul Hadis

28

Ulumul Hadis

[BAB III]

Dalam disiplin ilmu Hadis, perkembangan ini ditandai dengan lahirnya


karya al-Qadli Abu Muhammad bin al-Hasan bin Abd al-Rahman bin Khalan bin
al-Ramahurmuzi (w. 360 H), Al-Muhaddis al-Fashil baina al-Rawi wa al-Wai,
yang memuat beberapa cabang penting dari ilmu Hadis. Namun upayanya itu
belum maksimal, karena masih banyak cabang penting lainnya dalam ilmu Hadis
yang belum diapresiasi dalam karya itu. Meski demikian, al-Ramahurmuzi diakui
sebagai orang pertama yang menyusun kitab ilmu Hadis dengan ketercakupan
pembahasan yang cukup memadai. Dan karyanya itu memang sebuah terobosan
baru dalam dunia ilmu Hadis dan paling menonjol di antara karya-karya yang ada
pada masanya. Kemudian setelah itu, satu persatu ulama mulai mulakukan
kodifikasi secara terpisah terhadap ilmu hadts diryah.
Pola kajian Hadis yang ada mulai al-Ramahurzi sampai al-Miyanzi
tampaknya tak jauh berbeda dengan perkembangan yang terjadi pada masa-masa
awal. Dalam bahasa yang sederhana dapat digambarkan bahwa grafiknya masih
datar, tidak ada peningkatan juga tidak terjadi penurunan. Sorotan kajiannya
masih berkutat pada bagaimana memahami suatu Hadis, memilah mana Hadis
yang shahih dan mana yang saqim, dan mulai ada sedikit perbincangan mengenai
munkir al-sunnah.
Perkembangan kajian ilmu Hadis mencapai puncaknya ketika Abu Amr
Usman bin Abd al-Rahman al-Syahrazuri. Nama yang terakhir disebut ini lebih
populer dengan nama Ibnu Shalah (w. 643 H) yang menulis karya ilmiah sangat
monumental dan fenomenal, berjudul Ulum al-Hadis, yang kemudian kondang
dengan sebutan Muqaddimah Ibn al-Shalah. Kitab ini merupakan upaya yang
sangat maksimal dalam melengkapi kelemahan di sana-sini karya-karya
sebelumnya, seperti karya-karya al-Khatib dan ulama lainnya. Dalam kitabnya itu,
ia menyebutkan secara lengkap 65 cabang ilmu Hadis dan menuangkan segala
sesuatunya dengan detail. Mungkin ini pula yang menyebabkan kitab ini tidak
cukup sistematis sesuai dengan judul babnya.
Secara metodologis juga materi pembahasan, karya-karya yang muncul
belakangan tidak bisa melepaskan diri untuk selalu mengacu pada kitab ini.
Popularitas kitab ini disebabkan karena ketercakupan bahasannya yang mampu

Makalah | Pengenalan Ulumul Hadis

29

Ulumul Hadis

[BAB III]

mengapresiasi semua pembahasan ilmu Hadis. Bahkan keunggulan kitab ini telah
menarik para ulama, khususnya yang datang sesudahnya, untuk memberikan
komentar kitab tersebut. Tidak kurang dari 33 kitab telah membahas kitab Ibnu alShalah itu, baik berupa ikhtishar (ringkasan), syarh (ulasan), nazhm (puisi, syair),
dan muradhah (perbandingan) .
Dalam bentuk ulasan (syarh), muncul beberapa kitab yang sangat detail
memberikan ulasannya. Misalnya Al-Taqyid wa al-Idhah lima Athlaqa wa
Aghlaqa min Kitab Ibn al-Shalah karya al-Iraqi (w. 608 H), Al-Ifshah an Nuqat
Ibn al-Shalah karya al-Asqalani (w. 852 H), dan karya al-Badar al-Zarkasyi (w.
794 H) yang belum diketahui judulnya. Sedang dalam bentuk ringkasan (ikhtisar),
antara lain memunculkan kitab Mahasin al-Ishthilah wa Tadlmin Kitab Ibn alShalah karya al-Bulqini. Kitab ini meski berupa ringkasan, namun banyak
memberikan ulasan penting, catatan, dan beberapa penjelasan tambahan.
Masih dalam bentuk ringkasan, muncul kitab Al-Irsyad yang kemudian
diringkas lagi oleh penulisnya sendiri, Imam al-Nawawi (w. 676 H), dengan judul
Al-Taqrib wa al-Taisir li Marifat Sunan al-Basyir wa al-Nadzir. Anehnya, kitab
yang merupakan ringkasan dari kitab-kitab sebelumnya, kemudian diberikan
syarh oleh al-Suyuti (w. 911 H) dalam kitab yang diberinya judul Tadrib al-Rawi
fi Syarh Taqrib al-Nawawi. Al-Suyuti juga menulis kitab Al-Tadznib fi al-Zaid
ala al-Taqrib yang menambal di sana-sini kekurangan kitab al-Nawawi.
Ringkasan terhadap karya Ibn al-Shalah terus saja dilakukan para ahli
Hadis. Badr al-Din Muhammad bin Ibrahim bin Jamaah al-Kannani (w. 733 H),
misalnya, menulis kitab Al-Minhal al-Rawi fi al-Hadis al-Nabawi, yang kemudian
diberikan syarh oleh Izz al-Din Muhammad bin Abi Bakar bin Jamaah dengan
judul Al-Manhaj al-Sawi fi Syarh al-Minhal al-Rawi. Abu al-Fida Imad al-Din
Ismail bin Katsir (w. 774 H) juga tidak ketinggalan. Ia menulis ikhtisar terhadap
karya Ibn al-Shalah itu ke dalam satu kitab yang diberinya judul Al-Bais alHasis. Upaya serupa juga dilakukan oleh Ala al-Din al-Mardini, Baha al-Din alAndalusi, dan beberapa ualama lainnya.

Makalah | Pengenalan Ulumul Hadis

30

Ulumul Hadis

[BAB III]

Selain dalam bentuk syarh dan ikhtisar, karya Ibn al-Shalah ini juga
mendorong para ulama untuk menuliskan bait-bait syair yang berisi kaidah-kaidah
pokok ilmu Hadis sesuai yang tercantum dalam kitab Muqaddimah Ibn al-Shalah.
Upaya ini dikenal dengan nama nazham yang untuk pertama kalinya dilakukan
oleh al-Zain al-Iraqi Abd al-Rahim bin al-Husain (806 H). Bahkan ia menulis
hingga seribu-an (alfiyah) bait-bait itu dalam Nazhm al-Durar fi Ilm al-Atsar yang
lebih mashur dengan julukan Alfiyah al-Iraqi.
Entah mengapa al-Iraqi kemudian juga memberikan syarh terhadap baitbaitnya sendiri. Ada dua syarh yang ditulis oleh al-Iraqi. Syarh yang ringkas dan
yang panjang lebar. Syarh yang ringkas diberinya judul Fath al-Mughis bi Syarh
Alfiyah al-Hadis, sedang yang panjang belum diketahui judulnya. Di samping itu,
bait-bait yang diciptakan al-Iraqi itu juga memacu para ulama untuk memberikan
syarh terhadap syair gubahan al-Iraqi itu. Ada banyak ahli Hadis yang menulis
sebuah karya khusus mengomentari bait-bait itu, seakan tak henti-hentinya
menguras energi ide para ulama. Di antara sekian banyak karya itu, karya alSakhawi yang diberi judul sama dengan syarh yang ditulis al-Iraqi, Fath alMughis fi Syarh Alfiyah al-Hadis, merupakan karya yang paling cukup dikenal.
Mungkin melihat popularitas Alfiyah al-Iraqi yang sedimikian hebat, alSuyuti ulama yang dikenal rival ilmiah al-Sakhawi lalu menulis kitab alfiyah
tentang ilmu Hadis yang berisi beberapa tambahan penjelasan penting terhadap
materi dalam Alfiyah al-Iraqi. Al-Suyuti juga memberikan syarh sendiri terhadap
bait-bait yang dibuatnya itu. Namun, syarh yang diberinya judul Al-Bahr al-Ladzi
Zakhar fi Syarh Alfiyah al-Atsar, tak selesai ia rampungan secara keseluruhan.
Belakangan hari, karya itu dilengkapi oleh ulama Indonesia asli, Syekh Mahfuz
al-Tirmasi. Ulama kelahiran Tremas, dekat Ngawi, menulis sebuah syarh yang
berjudul Manhaj Dzawi al-Nadhar fi Syarh Mandhumat Ilm al-Atsar, yang hingga
kini masih dijadikan rujukan di beberapa perguruan tinggi di Timur Tengah.
Pendeknya, karya-karya yang mengapresiasi Muqaddimah Ibn al-Shalah
itu tak pernah berhenti mengalir dari pena-pena ulama-ulama ahli Hadis. Memang
Muqaddimah Ibn al-Shalah mempunyai pesona yang luar biasa, sehingga tidak
mungkin semua karya itu dapat dituliskan di sini satu persatu. Pendeknya, energi

Makalah | Pengenalan Ulumul Hadis

31

Ulumul Hadis

[BAB III]

karya-karya yang ditulis dalam ilmu Hadis selalu merupakan apresiasi atas karya
Ibn al-Shalah itu. Memang gaung Muqaddimah Ibn al-Shalah begitu luar biasa
dahsatnya.

C. Objek kajian Ulumul Hadits


a. Ilmu Rijal al- Hadits1
Ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari Sahabat, dari tabiin
maupun dari periode sesudahnya. Dengan ilmu ini kita dapat mengetahui keadaan
para perawi yang menerima hadits dari Rasululloh dan keadaan para perawi yang
menerima hadits dari sahabat dan seterusnya.Didalam ilmu ini diterangkan tarikh
ringkas dari riwayat hidup para perawi, madzhab yang dianut oleh para perawi
dan keadaan- keadaan para perawi itu menerima hadits.
b. Ilmu Jarhi wat Tadil2
Ilmu Jarhi wat Tadil pada hakikatnya satu bagian dari ilmu rijalul hadits,
akan tetapi oleh karena bagian ini dipandang penting, kemudian jadilah suatu ilmu
yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan Ilmu Jarhi wat Tadil adalah ilmu
yang menerangkan tentang hal catatan-catatan yang dihadapkan kepada para
perawi dan tentang pentadilanya (memandang adil para perawi) dengan memakai
kata-kata yang khusus dan tentang martabat- martabat kata-kata itu.
c. Ilmu Fan al-Mubhamat3
Adalah ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut
namanya didalam matan atau didalam sanad.
d. Ilmu Ilal al- Hadits4
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang
dapat mencacatkan hadits, jelasnya ilmu ini membahas tentang sualu ilat yang

Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,(Bulan Bintang : Jakarta,
1954), h.153
2
Ibid, h.155
3
Endang Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah (Mimbar Pustaka : Bandung, 2008),
h.205
4
Ibid, h.204

Makalah | Pengenalan Ulumul Hadis

32

Ulumul Hadis

[BAB III]

berupa memutashilkan yang munqathi, merafakan yang mauquf, memasukkan


suatu hadits kedalam hadits yang lain.
e. Ilmu Gharib al- Hadits5
Adalah ilmu yang menerangkan mana kalimat yang terdapat dalam matan
hadits yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.
Yang dibahas oleh ilmu ini adalah lafadz yang musykil dan susunan kalimat yang
sukar difahami, tujuanya untuk menghindarkan penafsiran menduga-duga.
f. Ilmu Nasikh wa al- Mansukh6
Adalah ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah dimansukhkan
dan yang menasikhkanya. Ilmu ini bermanfaat untuk pengamalan hadits bila ada
dua hadits maqbul yang tanaqudh (bertentangan) yang tidak dapat dikompromikan
atau dijama. Bila dapat dikompromikan, hanya sampai pada tingkat mukhtalif alHadis, kedua hadits maqbul tersebut dapat diamalkan. Bila tidak bisa dijama
(dikompromikan), maka hadits maqbul yang tanaqudh tadi ditarjih atau dinaskh.
g. Ilmu Talfiq al- Hadits7
Adalah ilmu yang membahas tentang cara mengamalkan hadits-hadits
yang berlawanan lahirnya. Ilmu ini juga disebut dengan ilmu Mukhtalif al- Hadits.
Bila dua hadits maqbul yang lahir maknanya bertentangan dapat dijama atau
dikompromikan, maka kedua hadits tersebut diamalkan. Cara talfiq al- hadits
anatara lain mentakhshish mana hadits yang umum, mentaqyidkan hadits yang
muthlaq.
h. Ilmu Tashif wat Tahrif8
Adalah ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah diubah titiknya
(mushahhaf) dan bentuknya yang dinamakan muharraf.
i. Ilmu Asbab Wurud al- Hadits9
Adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan
sabdanya dan masa-masanya Nabi SAW menuturkan.

Endang Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayahh.200


Ibid, h.202-203
7
Ibid, h.203
8
Ibid, h.205
9
Ibid, h.201-202
6

Makalah | Pengenalan Ulumul Hadis

33

Ulumul Hadis

[BAB III]

Ilmu ini mempunyai kaitan erat dengan ilmu Tarikh al-Matan dan mempunya
kaidah seperti ilmu Asbab Nuzul al-Quran. Ilmu asbab wurud al- hadits titik
berat pembahasanya pada latar belakang dan sebab lahirnya hadits.
Manfaat mengetahui asbab al-wurud al-hadits adalah untuk memahami dan
menafsirkan hadits serta mengetahui hikmah-hikmah yang berkaitan dengan
wurudnya hadits tersebut, atau mengetahui kekhususan konteks mana hadits.
Cara mengetahui sebab wurudnya hadits adalah dengan melihat aspek riwayat
atau sejarah yang berkaitan dengan peristiwa wurudnya hadits.
j. Ilmu Mushthalah al- Hadits
Adalah ilmu yang menerangkan tentang pengertian-pengertian (istilahistilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadits.
Sedangkan penulisan kitab-kitab Ilmu Hadits, hal tersebut dimulai dengan
munculnya kitab-kitab `Ilal dan Jarh wa Ta`dl yang merupakan materi utama
bagi kajian sanad, di samping juga beberapa kaedah seleksi riwayat semisal yang
disebutkan oleh Imam Asy-Syfi'i dalam buku Ar-Rislah dan yang disebutkan
oleh Imam Muslim dalam pengantar (muqaddimah) buku Shahh-nya. Setelah itu
kemudian

muncul

kitab-kitab Ulumul Hadits yang lebih luas semisal karya

Al-Hkim dan karya Ar-Rmahurmz.


Penulisan terhadap aneka cabang keilmuan Hadits selanjutnya mendapatkan
perhatian besar dari Al-Khathb Al-Baghddy yang menulis Al-Kifyah dan
beberapa kitab Ulumul Hadits secara terpisah. Lalu aneka ragam cabang Ulumul
Hadits ini dihimpun, dirangkum, dan dimodifikasi oleh Ibnush Shalh dalam
Muqaddimah-nya. Dan karya-karya ilmu hadits berikutnya lebih sebagai
ringkasan, syarah, atau komentar dan tambahan bagi kitab Ibnush Shalah tersebut,
dan dengan itu kitab Ulumul Hadits kemudian menjadi dikenal sebagai kitab
Musthalah karena memang lebih fokus pada pendefinisian terma-terma
dibanding kaedah-kaedah inti. Kitab-kitab itu misalnya yang ditulis oleh AnNawawi, Ibnu Katsir, Al-`Irqy (w. 806), Ibnu Hajar (w. 852), As-Sakhwy
(w.902), dan As-Suyuthy (w. 911). Di zaman ini, ada pula karya-karya Ulumul
Hadits yang senada dengan rumpun kitab Ibnush Shalah (metode Muta'akhkhirin)
seperti karya Manna` Al-Qaththn dan Subh Ash-Shlih, tapi ada juga yang

Makalah | Pengenalan Ulumul Hadis

34

Ulumul Hadis

[BAB III]

memperjuangkan kembali metode-metode Mutaqaddimin seperti karya-karya


Syekh Hatim Al-`Auny dan Syekh Hamzah Al-Malibry.

D. Manfaat / faedah Ulumul Hadits


Jika dilihat dari segi tujuan masing-masing ilmu, maka ilmu hadis riwayah
bertujuan untuk: memelihara syariat Islam dan otentitas Sunnah Nabi saw
sementara ilmu hadis dirayah bertujuan untu: meneliti hadis berdasarkan kaidahkaidahatau persyaratan-persyaratan dalam periwayatan.
Adapun jika kedua ilmu tersebut dilihat dari segi faedahnya, maka faedah
mempelajari ilmu hadis riwayah adalah: menjauhkan kasalahan dalam
periwayatan, sementara faedah mempelajari ilmu hadis dirayah adalah untuk
mengetahui mana

hadis yang maqbul (diterima) dan mana yang mardud

(tertolak).
Meskipun tampak secara dzahir bahwa anatara Ilmu Hadis Riwayah dan
Ilmu Hadis Dirayah berbeda dari tiga sisi yakni; obyek, tujuan, dan faedah- akan
tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan karena hubungan keduanya merupakan
satu ssistem yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lain (syaiaini
mutalazimaini) atau dengan kata lain ilmu hadis dirayah sebagai in put dan Ilmu
Hadis Riwayah sebagai out put

E. Penutup
Demikianlah makalah ini kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat, dan
memberikan gambaran singkat kepada kita tentang turats ilmu hadits. Adapun apa
yang saya sampaikan ini tentu banyak kekurangannya, karena hanya sebatas apa
yang kami ketahui.

Wallahu A'lam bi Ash-Shawab

Makalah | Pengenalan Ulumul Hadis

35

Ulumul Hadis

[BAB III]

Daftar Pustaka

Zainul Abidin, Lc. adalah kandidat Master Universitas al-Azhar


Jurusan Hadits, (Sumber: http://www.mediamuslim.net)
Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadits, (Bulan Bintang : Jakarta, 1954), h.153
Endang Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah (Mimbar
Pustaka: Bandung, 2008), h.205

Makalah | Pengenalan Ulumul Hadis

36

Bagian Ke Empat

Klasifikasi Hadis
Ditinaju dari
Diterima atau Ditolaknya

Oleh Kelompok 4

Abdul Hakim
Ali Muzakir
Dzikron

Ulumul Hadis

[BAB IV]

A. Hadist Shahih
Ash-shohih secara bahasa lawan dari kata As-saqiim. Sedangkan menurut
istilah yaitu hadis bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh rangkaian perawi
hadis yang adil, dhabit, , tiada 'illah, serta tiada syaz. Syarat syarat hadist sohih :
1. Ittisholus sanad, yaitu Setiap perawi yang meriwayatkan hadis telah
menerima hadis tersebut daripada gurunya secara lansung yang bermula dari
awal sanad(sahabat) sampai kepada Rasulullah
2. Perawi yang adil, yaitu yang beragama isalam,berakal, tidak fasik,baligh
dan tidak melakukan perkara yang aib.
3. Perawi yang dhabit yaitu perawi yang kuat ingatannya. Tiada perubahan jika
diriwayatkan melalui lisan atau tulisan.
Para Ulama membagi sifat dhabit ini menjadi dua macam :

1. Dhabit shadar artinya ia memiliki daya ingat dan hafal yang kuat semenjak
ia menerima
saat

hadits dari seorang syekh atau gurunya sampai dengan pada

menyampaikanya

kepda

orang

lain

dan

dia

mampu

untuk

menyapaikanya kapan saja di perlukan kepada orang lain.


2. Dhabit kitab artinya tulisan haditsnya sajak mendengar dari gurunya
terpelihara dari perubahan, pergantian, dan kekurangan.singkat kata tidak
terjadi kesalahan-kesalahan tulis kemudihan di ubah dan diganti. Karma hal
itu akan mengundang keraguan atas kedhabitan seseorang.
Tiada syadz yaitu hadist yang diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah
(terpercaya) lagi diterima, menyelisihi rawi yang lebih utama darinya . Tiada
illah yaitu Tiada kecacatan atau kelemahan tersembunyi. Contoh hadist sohih :



1

Semua ahli hadist bersepakat dapat diamalkan dan dijadikan hujjah. Hadits
sahih dibagi menjdi 2 yaitu : 2
1

Al Imam bukhori, kitab shohih bukhori bab adzan. Dar el kutub.

Makalah | Klasifikasi Hadis ditinjau dari Diterima atau


Ditolak

38

Ulumul Hadis

[BAB IV]

1. Sahih lidzatihi (sahih dengan sendirinya) karena telah memenuhi 5 syarat


hadits sahih sebagaimana definisi, contoh, dan keterangan di atas.
2. Sahih li ghairihi (sahih karma yang lain ) yaitu hadits hasan lidzatihi ketika
ada periwayatan melalui jalan lain yane sama atau lebih kuat dari padanya
contoh :
Hadits yang diriwayatkan oleh imam tirmizi melalui jalan Muhammad ibnu
amar dari abu salamah dari abu hurairah bahwa rasulallah bersabda :


Seandainya aku tidak khawatir memberatka atas umatKu, tentu aku
perintah mereka bersiwak ketika setiap solat.3
Hadits diatas ini berkualitas hasan lidzatihi karena semua perawinya
bersifat tsiqoh kecuali Muhammad ibnu amr. Ia bertitel shoduk ( banyak
benarnya) tetapi hadist ini mempunyai jalan lain yang diriwayatkan oleh Al
Bukhari dan muslim melalui jalan Abu Azzanad dari Al aaraj dari abu hurairoh.
Maka hadist diatas kualitasnya dapat naik menjadi sohih li ghairihi.

B. Hadist Hasan
a. Definisi Hadis Hasan
Secara bahasa, Hasan adalah sifat yang bermakna indah. Sedangkan secara
istilah, para ulama mempunyai pendapat tersendiri seperti yang disebutkan berikut
ini:
1. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkomentar tentang definisi hadits Hasan ialah
Hadits yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya,
yang muttashil (bersambung-sambung sanadnya), yang musnad jalan
datangnya sampai kepada nabi SAW dan yang tidak cacat dan tidak punya
keganjilan.

Doktor Mahmud Tohhan, kitab taisir mustholahul hadist, Hal. 51 al haromaini.


DIriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, kitab shohih tirmidzi bab Thaharoh dan diriwayatkan juga
oleh Imam bukhari dan Muslim dengan jalur yamg berbeda.
4
Al Imam Ibnu hajar As qolani, kitab Nukhbah fikr, hal. 29.
3

Makalah | Klasifikasi Hadis ditinjau dari Diterima atau


Ditolak

39

Ulumul Hadis

[BAB IV]

2. At-Tirmizy tentang pengertian hadits hasan ialah Hadits selamat dari


syuadzudz dan dari orang yang tertuduh dusta dan diriwayatkan seperti itu
dalam banyak jalan.5
3. Al-Khattabi menyebutkan tentang pengertian hadits hasan ialah Hadits yang
orang-orangnya dikenal, terkenal makhrajnya dan dikenal para perawinya.
Yang dimaksud dengan makhraj adalah dikenal tempat di mana dia
meriwayatkan hadits itu. Seperti Qatadah buat penduduk Bashrah, Abu
Ishaq as-Suba'i dalam kalangan ulama Kufah dan Atha' bagi penduduk
kalangan Makkah.6
4. Jumhur ulama: Hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil (tapi) tidak
begitu kuat ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat
illat serta kejanggalan matannya.
Maka bisa disimpulkan bahwa hadits hasan adalah hadits yang pada
sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan
pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai
banyak jalan) yang sepadan maknanya.
Adapun Perbedaan hadits Shahih dan hasan terletak pada kedhabithannya.
Jika hadits Shahih tingkat dhabithnya harus tinggi, maka hadits hasan tingkat
kedhabithannya berada dibawahnya. Contoh hadist:








7


...


Hukum Hadits Hasan dapat diamalkan dan dijadikan hujjah. Sebagaiman

yang di amalkan oleh semua para fuqoha dan kebanyakan muhadditsin dan
ushuliyin.

Hadist ini menurut Imam Turmudzi hadist hasan gharib, dan hal itu

menurut beliau di karnakan rijal sanadnya empat (4) orang yang tsiqot kecuali
jafar bin sulaiman adhdobaI, oleh karena itu maka turunlah martabat sohih

Al Imam tirmidzi, Tuhfatul ahwadzi, syarah jaami Tirmidzi bab illal jilid 10, hal. 519
Al khotobi, kitab maalim assunan. Jilid 1. hal. 11
7
At tirmidzi. kitab Tuhfatul Ahwadzi syarah Jaami Tirmidzi bab. Fadhoilul jihad jilid. 5 .hal 300
8
Kitab Tadribu arrawi. Jil 1. hal. 160
6

Makalah | Klasifikasi Hadis ditinjau dari Diterima atau


Ditolak

40

Ulumul Hadis
menjadi hasan.

[BAB IV]

Adapun kita sering mendengar kalimat muttafaqun alaihi. Ini

menunjukan bahwa Imam Bukhori dan Imam Muslim

telah sepakat dalam

keshohihan hadist atau para ulama telah sepakat tentang kesohihannya. Hadist
hasan dibagi menjadi dua:
1. hasan li dzatihi adalah hadist hasan dengan sendirinya karena telah
memenuhi semua criteria dan persyaratan yang ditentukan oleh hadist
hasan.
2. hasan li ghairihi, ada beberapa pendapat ulama di dalam pembahasan hasan
li ghairihi ini. Diantaranya sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa
hasan li ghairihi adalah hadist dhoif jika diriwayatkan melalui jalan (sanad)
lain yang sam atau lebih kuat. Ada juga yang mengatakan hadist hasan li
ghairihi adalah hadist dhoif jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab
kedhoifannya bukan karena fasik atau dustanya perawi.
Dari dua definisi diatas kita bisa memahami bahwa hadist dhoif bisa naik
menjadi hasan li ghoirihi dengan dua syarat yaitu :
1. harus ditemuka periwayatan sanad lain yang seimbang atau lebih kuat
2. sebab kedhoifan hadist tidak berat seperti dueta dan fasik.
Contoh riwayat ibnu majah dari al hakam bin abdul malik dari qotadah
dari said ibnu musayyib dari aisyah, nabi bersabda ;


Allah melaknat kalajengking janganlah engkau membiarkannya baik
dalam keadaan solat atau yang lain, maka bunuhlah ia ditanah halal
atau ditanah haram
Hadist diatas dhoif karena al hakam bin abdul malik seorang dhoif tetapi
dalam sanad lain riwayat ibnu khuzaimah terdapat sanad lain yang berbeda perawi
dikalangan muttabi yaitu melalui syuhbah dari qotadah maka ia naik derajatnya
menjadi hasan li ghaiyrihi.

Al imam ibnu hajar Asqolani, kitab Tahdzibul tahdzib. Jil 2. hal 96

Makalah | Klasifikasi Hadis ditinjau dari Diterima atau


Ditolak

41

Ulumul Hadis

[BAB IV]

C. Hadist Dhaif
Secara bahasa dhoif berarti lemah atau lawan dari kuat. Yang dimaksud
dengan hadist doif disini ialah apa-apa yang belum terkumpul didalamnya sifat
hasan. Contoh hadis dhoif sebagai berikut:

)
)
Lalu Imam Tirmidzi pun berkata setelah meriwayatkannya, kami tidak
tahu hadits ini melainkan dari hadist hakim al asrom dari abi taymiyyah al hijmi
dari abi hurairoh.10 Para Ulama berbeda pendapat di dalam hukum menggunakan
hadist dhaif.dan jumhur ulama mengistihabkan penggunaan hadist doif di dalam
fadilah amal akan tetapi dengan tiga syarat sebagaimana yang telah di jelaskan
oleh Ibnu Hajar :
1. hadist tak terlalu dhoif, 11
2. masuk kedalam katgori hadist yang diamalkan seperti hadist muhkam
(hadist maqbul yg tidak terjadi pertentangan dengan hadist lain),

12

dan

3. tidak diyakini secara yakin kebenaran hadist itu dari nabi tetapi Karena
berhati-hati semata atau ikhtiyat.13

C. As shohih al muhtaf bil qoroin


Muhtaf bil qoroin adalah yang terdapat dan menunjukan kepada kelebihan
padanya atas apa-apa yang di syaratkan oleh maqbul. As sohih almuhtaf bil
qoroin itu memiliki beberapa macam, yang paling mashur adalah :

10

Imam tirmidzi, kitab jaami tirmidzi. jil 1. hal 419-420


Kitab Tadriburrawi, jil.1 hal. 298-299 dan Fathul mughist, jil.1 hal. 268.
12
Ibid, Hal. 268.
13
Ajaj al khatib, kitab Mukhtashor al wajiz, hal. 157-160
11

Makalah | Klasifikasi Hadis ditinjau dari Diterima atau


Ditolak

42

Ulumul Hadis

[BAB IV]

a. Apa-apa yang telah diriwayatkan oleh Syekhoni di sohihnya dan belum sampai
ke batas mutawatir. Hal ini didukung oleh beberapa pendorong :
1) Dikarnakan ke besaran beliau berdua di dalam ilmu hadist
2) Keunggulan kitab SOHIH beliau berdua diantara kitab yang lain
3) Ulama menerima serta mempelajari kitab beliau

b. Al-masyhur apabila memiliki turuq yang sangat jelas dan semuanya selamat
dari lemahnya periwayatan dan Illal.
c. Khabar musalsal, khabar musalsal secara bahasa adalah bersambungnya sesuatu
dengan sesuatu yang lain. Adapun secara istilah hadits adalah hadits yan di
riwayatkan oleh banyak orang

sanadnya atas satu sifat ataw satu

keadaan.khabar mulsalsal yang dapat menjadi muhtaf bil qoroin apabila di


riwayatkan oleh para imam-imam yang dapat dipercaya dan meyakinkan,
selama periwayatnya tidak asing.
Seperti hadits yang di riwayatkan imam ahmad dari iama syafi`i dan imam
syafi`I meriwayatkanya dari imam malik dan orang yang meiwayakanya dari
imam syafi`I banyak lagi selain imam ahmad begitu pula banyak orang pula yang
meriwayat kanya dari imam malik. Contoh hadist:




.

Hukumnya hadist muhtaf bil qoroin adalah hadist yang paling kuat dari
khabar manapun yang diterima. Seandainya khabar muhtaf bilqorooin itu
bertentangan dengan hadist maqbul yang lainnnya maka yang didahulukan atau
yang diambil adalah hadist muhtaf bil qorooin. 14

14

Doktor mahmud tohhan, kitab taisier mustolah hadist, hal, 55. haromaini.

Makalah | Klasifikasi Hadis ditinjau dari Diterima atau


Ditolak

43

Ulumul Hadis

[BAB IV]

Prakata
Doktor Mahmud tohhan, Taisier mustolah hadist.
Imam Tirmidzi, jaami tirmidzi.
Ajaj al khatib, kitab mukhtasor al wajiz.
Imam Ibnu Hajar asqolani. Tadriburrawi dan Nukhbah al fikr
Imam bukhori, shahih Bukhori.
Imam Muslim, shohih Muslim.
Al khatobi, maalimissunan.

Makalah | Klasifikasi Hadis ditinjau dari Diterima atau


Ditolak

44

Bagian Ke Lima

Hadis Hasan

Oleh Kelompok 5

Abdus Sami
Andi Purnomo
M. Saharuddin

Ulumul Hadis

[BAB V]

A. Definisi Hadits Hasan


Dari segi bahasa, kata hasan berasal dari kata al husnu, bermakna
al-jamal yang berarti keindahan.
Adapun menurut

istilah,

para

ulama

(termasuk

imam Tirmidzi)

memberikan definisi secara beragam. Namun yang lebihkuat adalah pendapat


yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam kitabAn Nukhbah,
yaitu:


,
Artinya:
Khabarahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna
kedhobitannya, bersambung sanadnya, tidak berillat, dan tidak ada
syadz1 dinamakan

shohih

lidzhati. Jika kurang kurang sedikit

ke-dhobith-annya, maka di sebut hasan lidzati2.


Dengan kata lain hadis hasan adalah:


Artinya:
Hadis hasan adalah hadis yang bersanbung sanadnya, diriwayatkan
oleh orang yang adil, kurangsedikitke-dhobith-annya,

tidak ada

keganjilan(syadz), dan tidak ada illat3.


Adapun definisi menurut Imam At Tirmidzi, hadis hasan yaitu hadis yang
diriwayatkan, yang di dalamnya tidak ada rawi yang tertuduh dusta, haditsnya
tidak syadz, diriwayatkan pula haditsnya melalui jalan lain.4 Dengan demikian,
maka yang dimaksud hadis hasan adalah hadis yang memenuhi syarat-syarat hadis
shahih seluruhnya, hanya saja semua atau sebagian perawinya mempunyai tingkat
kedhobitan yang lebih rendah dibandingkan ke-hobithan para perawi hadis
shahih.5
1

Lihat, Prof.Dr.M.Syuhudi Ismail,(2007), Metodologi Penelitian Hadits Nabi, cet ke-2, Jakarta:
Bulan Bintang, hal 81.
2
Dr. Abdul Majid Khon, (2008), Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, hal 159.
3
Ibid.
4
Dr. Mahmud Thahan,(2005), Ilmu Hadits Praktis, Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah, hal 51
5
Dr. Muhammad Ajaj Al Khatib, (2007), Ushul Al Hadits, hal 229

Makalah | Hadis Hasan

46

Ulumul Hadis

[BAB V]

Kriteria hadis hasan memang hamper sama dengan hadis shahih.


Perbedaanya hanya terletak pada sisi ke-dhobith-annya. Hadis shahih ke-dhobithannya seluruh perawinya harus sempurna, sedangkan dalam hadis hasan, kurang
sedikit ke-dhobith-annya jika dibandingkan dengan hadis shahih. Tetapi, jika
dibandingkan dengan ke-dhobith-an hadis dhoif, tentu tidak seimbang karena kedhobith-an perawi hadish asan lebih unggul.6 Jadi, hadis hasan memiliki
kedudukan di tengah-tengah, antara hadis shahih dan hadis dhoif.

B. Syarat-Syarat Hadis Hasan


Semua syarat-syarat yang menjadi kategori hadis hasan telah disebutkan dalam
definisi di atas, adapun secara ringkas yaitu:
1. Bersambung sanadnya.
2. Perawinyaadil.
3. Perawinyadhobith, tetapilebihrendah dari padake-dhobith-an hadisshahih.
4. Tidak ada illat.
5. Tidak ada syadz.

C. Contoh Hadis Hasan


Adapun salah satu contoh hadis hasan adalah hadis yang menjelaskan tentang usia
umat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban, dari Al Hasan bin Urfah Al Maharibi,
dari Muhammad bin Amir, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi
Shlallallahu alaihi wasallam bersabda:


Artinya:
Usia ummatku hanya sekitar 60 sampai 70 tahun, dan hanya
sedikit sekali yang melewati demikian itu.
Semua perawi dalam hadis di atas tsiqah semua kecuali Muhammad bin Amir,
dia adalah shaduq, artinyasangat benar. Para ulama hadis manilai bahwa
shoduq tidak mencapai dhobithtamm, sekalipun telah mencapai keadilan. 7

6
7

Dr. Abdul Majid Khon, (2008), Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, hal 159.
Ibid, hal 160.

Makalah | Hadis Hasan

47

Ulumul Hadis

[BAB V]

D. Macam-Macam Hadis Hasan


Sebagimana hadis shahih terbagi menjadi dua macam, maka hadis hasan pun
terbagi menjadi dua macam, yaitu hadis hasan lidzatih dan hadis hasan
lighayrih.
a. Hadis Hasan Lidzatih
Hadis hasan lidzatih adalah hadis yang hasan dengan sendirinya karena telah
memenuhi segala kriteria dan persyaratan yang ada dan bukan faktor lain di
luarnya.8

b. Hadis Hasan Lighairih


Hadis hasan lighairih adalah kebalikan dari hadis hasan lidzatih, yaitu hadis
awalnya dhoif dan menjadi hadis hasan karena ada riwayat lain yang sama dan
lebih kuat.
Mengenai hadis hasan lighairih ini, ada beberapa pendepat, di antaranya:


Artinya:
Yaitu hadis dhoif jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang
sama atau lebihkuat.9
Pendapat lain mengatakan:


Artinya:
Yaitu hadis dhoif jika berbilang jalan sanadnya dan sebab
kedhoifannya bukan karena kefasikan atau kedustaan perawinya.10

Ibid, lihat pula, Dr. Muhammad Ajaj Al Khatib, (2007), Ushul Al Hadits, Jakarta: Gaya Media
Pratama, hal 300.
9
Dr. Abdul Majid Khon, (2008), Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, hal 160.
10
Ibid

Makalah | Hadis Hasan

48

Ulumul Hadis

[BAB V]

Dari definisi-definisi di atas dapat kita pahami bahwa hadis dhoif bisa
naik menjadi hasan lighairih dengan dua syarat, yaitu:
1. Harus ditemukan periwayatan sanad (jalan) yang lain yang seimbang atau
lebih kuat.
2. Sebab kedhoifannya tidak berat seperti dusta dan fasik, tetapi hal yang
ringan, seperti hafalan yang kurang dan sebagainya.11
Contoh hadis hasan lighoirih, diriwayatkan oleh Ibnu majah dari Al Hakam bin
Abdul Malik, dari Qatadah, dari Said bin Musyayyab, dari Aisyah Radhiyallahu
anha, bahwa Nabi Shallallahu alaihi Wasallam bersabda:


Artinya:
Allah

melaknat

kalajengking,

maka

janganlah

Engkau

membiarkannya, baik dalam keadaan shalat, maupun yang lain, maka


bunuhlah ia di tanah halal atau di tanah haram12
Hadis di atas adalah hadis dhoif karena Al hakam bin Abdul Malik adalah
seorang yang dhoif, tetapi terdapat sanad yang lain yang diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah dari Qatadah, dari said bin Musyayyab sampai kepada Nabi.
Maka hadis ini naik derajatnya menjadi hasan lighairih.13

D. Kitab-kitab yang Memuat Hadis Hasan


dan Yang Mengarangnya
Di antara kitab-kitab yang memuat hadis hasan, di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Sunan At-tirmidzi
Kitab ini di karang dan pertama kali diperkenalkan oleh Imam Tirmidzi. Pada
awalnya pembagian hadis berdasarkan kualitasnya hanya ada dua, yaitu hadis
shahih dan hadis dhoif. Sehingga jika ada hadis yang setelah mempertimbangkan
11

Ibid
Ibid hal 160
13
Ibid
12

Makalah | Hadis Hasan

49

Ulumul Hadis

[BAB V]

ternyata terdapat cacat sedikit saja, misalnya dhobith yang kurang sempurna
sedikit, maka hadis ini dimasukkan kedalam golongan hadis dhoif, maka dari
sinilah muncul kesimpulan untuk mengambil jalan tengah, yaitu hadis hasan. Di
dalam kitab inilah Imam tirmidzi mempopulerkan istilah hadits hasan, dan
tergolong orang yang sering menyebutkannya. 14

Menurut Abdullah ibnu Muhammad Al Anshary,

kitab-kitab At

Tirmidzi lebih bermanfaat dari pada kitab Al Bukhari dan Muslim karena yang
dapat mengambil faidah dari kitab Al Bukhari dan Muslim hanyalah orang-orang
yang sudah memiliki ilmu yang luas.15 Menurut An Nawawi, kitab Tirmidzi ini
pertama kali memunculkan hadis hasan, yang memperkenalkan dan banyak
menyebut dalam kitabnya, walaupun secara terpisah di temukan pada sebagian
syeikh pada generasi sebelumnya.16

Ibnu Taimiyah mempertegas bahwa At Tirmidzi-lah orang yang pertama kali


memperkenalkan pembagian hadis dari segi kualitasnya kepada shahih, hasan dan
dhoif.17

b. Sunan Abu Dawud


Kitab ini dikarang oleh Imam Abu Dawud. Di dalam hadis ini terdapat hadis
shahih, hasan, bahkan hadis dhoif tetapi tetap dijelaskan kedhoifannya. Adapun
hadis yang tidak jelaskankedhoifannya dan tidak pula dijelaskan keshahihannya,
maka para ulama menilai hadis ini sebagai hadis hasan. Abu Dawud sendiri
mengatakan :
Aku telah menulis hadits Rasul sebanyak 500.000 hadits , kemudian
aku pilih sejumlah 4.800 lalu aku masukkan ke dalam kitab ini 18

14

Dr. Mahmud Thahan,(2005), Ilmu Hadits Praktis, Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah, hal 56
, Prof.Dr.M.Syuhudi Ismail,(2007), Metodologi Penelitian Hadits Nabi, cet ke-2, Jakarta: Bulan
Bintang, hal 256
16
Dr. Abdul Majid Khon, (2008), Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, hal 162
17
Ibid
18
Prof.Dr. Teungku Muhammad hasbi Ash Shadiqiy,(2009), sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, hal 75
15

Makalah | Hadis Hasan

50

Ulumul Hadis

[BAB V]

c. Sunan Ad Daruquthni
Kitab ini dikarang oleh Imam Ad Daruquthni, dan di dalam kitab ini banyak
memuat hadis hasan.

D. Pemaduan Tirmidzi Antara Hadis Hasan dan Shahih


(Hadis Hasan-Shahih)

Sering sekali terhadap suatu hadis, Imam Tirmidzi mengatakan : Hasan Shahih.
Hadis yang dinilai oleh Imam Tirmidzi sebagai hadis hasan shahih berarti
memiliki lebih dari satu sanad, artinya beliau menilai salah satu sanad itu shahih
dan yang lainnya hasan.
Adapun makna secara terperici tentang ungkapan At Tirmidzi Hadis Hasan
Shahih , adalah sebagai berikut:
1. Hadis tersebut memiliki dua sanad, yang satus hahih dan yang lain hasan.
2. Terjadi perbedaan dalam penilaian hadis, artinya sebagian berpendapat
shahih dan sebagian berpendapat hasan.
3. Dinilaihasanlidzatih dan shahihlighairih.19

D. Berhujjah dengan Hadis Hasan

Hadis hasan dengan kedua jenisnya dapat dijadikan hujjah dan diamalkan
sebagaimana hadis shahih, meskipun hadis hasan ini memiliki kekuatan di bawah
hadis shahih. Semua ulama fiqhi dan sebagian ulama hadis telah mengamalkan
hadis hasan ini, kecuali hanya sedikit sekali dari kalangan orang yang sangat ketat
dalam mempersyaratkan dalam menerima hadis. Bahkan sebagian Muhadditsin
(ulamahadis) yang mempermudah dalam persyaratan shahih memasukkannya
kedalam hadis shahih, seperti Imam Al Hakim, Ibnu Hibban dan Ibnu
Khuzaimah.

19

Dr. Abdul Majid Khon, (2008), Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, hal 162

Makalah | Hadis Hasan

51

Ulumul Hadis

[BAB V]

Daftar Pustaka
Al Khatib, Muhammad Ajaj, 2007, Ushul al Hadits, cet. Ke-4, Jakarta:Gaya
Media Pratama.
Thahan, Mahmud, 2005, Ilmu Hadits Praktis, Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah.
Khon, Abdul Majid, 2008, Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH.
Ash Shadiqiy, Teungku Muhammad Hasbi, 2009, Sejarah dan Pengantar ilmu
Hadits, Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Ismail, Muhammad Shuhudi, 2007, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, cet.ke-2,
Jakarta: bulan bintang.

Makalah | Hadis Hasan

52

Bagian Ke Enam

Macam-macam
Hadis Dhaif I

Oleh Kelompok 6

M. Zaky Fathoni
Saofi Ahmadi
Zaidan Anshari

Ulumul Hadis

[BAB VI]

A. HADIS MAUDHU (PALSU)


a. Pengertian Hadis Maudhu
Menurut bahasa maudhu adalah ismul maful dari wadhoa yang artinya
meletakkan. Maka menurut bahasa arti kata maudhu adalah diletakkan. Dinamakn
seperti itu karena rendahnya derajatha disini.
Adapun menurut istilah, hadis maudhu berarti suatu riwayat bohong, yang
dibuat-buat, yang dinisbatkan kepada Nabi SAW. Kebohongan dari suatu riwayat
dapat dilihat apabila dalam salah satu sanadnya terdapat seorang periwayat yang
dikenal sebagai pernah meriwayatkan riwayat bohong yang disandarkan keada
Nabi SAW.
Hadis maudhu adalah jenis hadis-hadis dhoif yang paling rendah
tingkatannya dan paling buruk. Bahkan ada sebagian ulama hadis yang
menyatakan bahwa hadis maudhu bukanlah termasuk dalam jenis hadis dhoif,
melainkan ia jenis yang berdiri sendiri. Untuk mengetahui sebuah hadis itu
maudhu dapat melalui berbagai cara, di antaranya:1
1. Dengan pernyataan perowi bahwasannya dia telah membuat riwayat yang
bohong yang dinisbatkan kepada Rosul SAW. Seperti pengakuan Abu
Ashim Nuh bin Abi Maryam bahwa dia telah memalsukan hadis tentang
fadhilah surat-surat Al Quran dari Ibn Abbas.
2. Atau dengan sesuatu yang menandakan bahwa sang perowi berbohong,
seperti apa bila seorang perowi meriwayatkan dari seorang Syekh kemudian
dia ditanya kelahiran Syekh tersebut, lantas menyebutkan tanggal yang
mana tanggal wafatnya lebih dahulu dari pada tanggal kelahirannya, dan
tidak diketahui hadis itu kecuali dari perowiterebut.
3. Atau dengan indikasi dari perowi, seperti perowi yang berasal dari kalangan
Syiah yang meriwayatkan hadis tentang fadhilah ahli bait. Maka hadis ini
lebih condong kepada derajat palsu.
4. Atau dengan indikasi dari yang diriwayatkan, seperti bunyi hadis yang
bertentangan dengan kandungan Al Quran, atau ibadah yang sudah disepakati
seluruh umat muslim baik ulama ataupun orang awam.

Dr. Mahmud At-Thahan, TaysirMustholah Hadis,

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif I

54

Ulumul Hadis

[BAB VI]

b. Contoh Hadis Maudhu


Contoh dari hadis maudhu adalah sebagaiberikut:


Para sahabatku bagaikan bintang, dengan siapapun diantara
mereka kalian mengikutinya maka kalian akan mendapat
petunjuk.2
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Abdil Barr dalam kitabJami Ilmi dan
Ibn Hazm dalam kitab Al-Ihkam, dari jalan Salam bin Salim dari Haris bin
Ghushoin dari dari Al-Amasy dari AbiSufyan dari Jabir secara marfu. Ibn Abdil
Barr berkata: sanadini tidak dapat dijadikan hujjah karena Haris bin Ghushoin
adalah seorang rowi majhul. Ibn Hazm berkata: ini riwayat yang jatuh karena Abi
Sufyan seorang yang dhoif, Salam bin Salim adalah perowihadis-hadis palsu dan
ini salah satunya dengan tidak ada keraguan. Ibn Khorrosy berkata: kazdzdab atau
pembohong hadis (yang dimaksud Salam bin Salim). Ibn Hibban berkata: dia
meriwayatkan hadis-hadis palsu. Untuk Imam Ahmad berkata hadis ini adalah
tidak sah seperti yang dikutip oleh Ibn Qudamah dalam kitab Al-Muntakhob.
Hukum periwatan hadis palsu adalah haram baik lafadz atau makna,
kecuali

diberi

penjelasan

tentang

kepalsuannya.

Sedangkan

hukum

mengamalkannya adalah haram.3


B. HADIS MATRUK
a. Pengertian Hadis Matruk
Hadis matruk menurut bahasa adalah ism maful dari kata taroka yang
artinya meninggalkan.Jadiarti dari kata matruk adalah yang ditinggalkan. Secara
istilah ahli hadis arti dari hadis matruk adalah hadis yang di dalam sanadnya
terdapat seorang perowi yang dituduh berbohong. Perbedaanya dengan hadis
palsu adalah dalam hadis palsu seorang perowi dikenal sebagai pembohong dalam
hadis atau sebagai pemalsu hadis, sedangkan dalam hadis matruk adalah perowi
2
3

Syaikh Al-Albani, Silsilah DhofidahwalMaudhuah, hadisnomor 58


Imam Suyuthi, TadriburRowi, pembahasannomor 11 tentanghadis maudhu

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif I

55

Ulumul Hadis

[BAB VI]

yang dikenal dengan kebohongannya dalam perkataan sehari-hari, bukan dalam


hadis.4
b. Contoh Hadis Matruk
Contoh dari hadis matruk adalah sebagai berikut:

":

Dari Nabi SAW beliaubersabda: aku adalah pohon dan


Fatimah adalah akarnya atau cabangnya, dan Ali adalah
sarinya, Hasan dan Husain adalah buahnya, dan syiahkita
adalah daunnya, pohon itu asalanya dari surga and, asalnya,
cabangnya, sarinya, daunnya, dan buahnya ada dalamsurga.5
Hadis inidiriwayatkan oleh Ismail bin Ahmad dari Ismail bin Musadah
dari Hamzah bin Yusuf dari Abu Ahmad bin Adi dari Umar bnSannan dari Hasan
bin Ali Al-Azdi dari AbdurRozak dari ayahnya dari Mayna bin AbiMayna dari
Adurrohman bin Auf dari Nabi.
Dalam sana disini terdapat Mayna bin Abi Mayna. Menurut Yahya bin
Main dia bukanlah seorang tsiqoh, menurut Imam Ad-Daruquthni dia adalah
matruk, menurut IbnHibban tidak halal riwayat darinya kecuali sebagaiItibar, dan
tidak halal riwayat dari Hasan bin Ali Al-Azdi karena dia seorang yang
memalsukan hadis, menurut Ibn Jauzy dia telah sebagai tertuduh (yaitu tertuduh
berbohong). Dari penilaian para Imam ahli hadis di atas terhadap sanadnya, bisa
kita simpulkan bahwa hadis di atas matruk atau bisa jadi maudhu atau palsu.

4
5

Dr. Mahmud At-Thahan, TaysirMustholah Hadis


IbnJauzy, Al-Maudhuat,

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif I

56

Ulumul Hadis

[BAB VI]

C. HADIS MUNKAR
a. Pengertian Hadis Munkar
Hadis munkar menurut bahasa ism maful dari kata inkar lawan kata dari
menyetujui. Sedangkan menurut istilah beberapa ulama ahli hadis member
pengertian terhadap hadis munkar dengan beberapa definisi namun yang paling
terkenal adalah dua definisi di bawah ini:
1. Hadis yang di dalam sanadnya terdapat perowi yang telah banyak
kelalaiannya dan telah terlihat sifat fasiq dalam dirinya. Ini adalah definisi
yang disebutkan Imam Ibn Haja rnamun beliau menisbatkan definisi ini
kepada ulama selain beliau. Jadi definisi ini bukan dari beliau. Salah satu
yang memakai definisi ini adalah Imam Baiquni.
2. Definisi yang kedua adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perowi
yang lemah yang bertentangan dengan riwayats eorang tsiqoh. Inilah
riwayat yang disebutkan Imam Ibn Hajar dan beliau mengambil definisi
bersandar kepada definisi ini. Adapun perbedaan antara munkar dan syadz
adalah apabila munkar adalah riwayat seorang yang lemah atau dhoif
sedangkan syadz adalah riwayat seorang yang tsiqoh namunbertentangan
dengan riwayat yang lebih tsiqoh.6

b. Contoh Hadis Munkar


Contoh dari hadis matruk adalah sebagaiberikut:




Tidak akan maju kebarisan depan seorang arab atau yang
bukan arab atau seorang anak yang belum baligh.7

6
7

Dr. Mahmud At-Thahan, TaysirMustholah Hadis


Syaikh Al-Albani, Silsilah DhofidahwalMaudhuah, hadisnomor6022

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif I

57

Ulumul Hadis

[BAB VI]

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruquthni dalam kitab sunannya


dari Muhammad bin Gholib dari Abbas bin Sulaim dari Ubaidullah binSaid dari
Al-Laits dari Mujahid dari Ibn Abbas. Dalam sanad hadis ini terdapat dua cacat
yaitu Al-Laits, dia adalah Ibn Abi Sulaim seorang yang dhoif lagi tercampur
hafalannya, dan cacat lain terdapat pada Ubaidullah bin Said. Imam Bukhori
mengatakan di dalam hadisnya harus diteliti. Abu dawud mengatakan dia
memiliki hadis-hadi spalsu. Imam Dzahabi mengatakan dalam kitab Al-Mizan: di
antara hadis-hadis munkar darinya adalah yang diariwayatkan dari Laits. Cacat
yang ketiga adalah Abbas bin Salimdia tidak diketahui kecuali dalam sanad ini.
Ibn Qoththon mengatakan dia seorang yang majhul.

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif I

58

Bagian Ke Tujuh

Macam-macam
Hadis Dhaif II

Oleh Kelompok 7

Anas Mujahidin
M. Nur Wahid
M. Sani Abdul Malik

Ulumul Hadis

[BAB VII]

A. HADIS MUALLAL/MALUL
a. Definisi Muallal/Malul Menurut Bahasa Istilah
Secara bahasa kata muallal merupakan isim maful dari kataallalahu
kata muallal ini diambil dari qiyas shorfy (perbandingan perubahan kata bahasa
Arab) yang tidak masyhur.
Adapun qiyas shorfy yang masyhur adalah kata aallahu bi kadza fahua
muallun yang bermaknya menimpakan sesuatu, yang ditimpa sesuatu. Sebagian
muhadditsin menyebutnya dengan kata malul namun kata ini ditolak oleh ahli
bahasa Arab. 1 Adapun pengertian muallal secara istilah:


Adalah hadits yang diketahui didalamnya terdapat ilat (penyakit/cela)
yang menodai keshahihannya meskipun secara dzohir tampak selamat
dari ilat tersebut.
Pengertian lain dari Hadits Muallal



suatu hadits, yang setelah diadakan penelitian dan penyelidikan
nampak adanya salah sangka dari rawinya, dengan mewashalkan
(menganggap, bersambung suatu sanad) hadits yang Munqathi
(terputus) atau memasukkan sebuah hadits pada suatu hadits yang lain,
atau yang semisa dengan itu.2
Pengertian illat menurut bahasa adalah penyakit dan menurut istilah
adalah sebab tersembunyi yang dapat merusak keshahihan sebuah hadits 3.

Dr. Mahmud At-Thahan, Taysir Mustholah Hadis, Daar-elfikr, hal.83


Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits
3
Manna al-Qaththan,Mabahits fi Ulum al-Hadits,terj.Mifdhol, Pustaka al-Kautsar: 2004,
hal.152
2

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

60

Ulumul Hadis

[BAB VII]

b. Macam-macam Illat
Al-Hakim dalam kitabnya Ulumul hadits telah membagi jenis-jenis illat
menjadi sepuluh macam, yang dinukil berikut contohnya oleh Imam as-Suyuthi
dengan kesimpulan bahwa mcam-macam illat adalah sebagai:
1. Illat Pada Sanad
Contoh hadis:
Hadits yang diriwayatkan oleh Yala bin Ubaid at-Thanafisi, dari Sufyan
ats-Tsauri, dari Amru bin Dinar, dari Ibnu Umar, dari Nabi Shalallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, Kedua orang yang berjual

beli itu dapat melakukan

Khiyar.(al- hadits)
Keterangan:
Sanad pada hadits ini adalah muttashil atau bersambung, diceritakan oleh
orang yang adil dari orang yang adil pula, tapi sanadnya tidak shahih karena
terdapatillat didalamnya. Sedangkan matannya shahih tanpa ada illat. Letak
illat terdapat pada sanad, karena riwayat Yala bin Ubaid terdapat kesalahan pada
Sufyan dengan mengatakan Amru bin Dinar padahal yang benar adalah
Abdullah bin Dinar. Demikian yang diriwayatkan oleh para Imam dari muridmurid Sufyan ats-Tsauri, seperti Abi Nuaim al-Fadhl bin Dakin, Muhammad bin
Yusuf al-Firyabi, Makhlad bin Yazid, dan yang lainnya 4, mereka meriwayatkan
dari Sufyan, dari Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar bukan dari Amru bin Dinar,
dari Ibnu Umar.
2. Illat Pada Matan
Contoh hadis:
Hadits yang diriwayatkan Imam muslim dalam shahihnya dari riwayat
al-Walid bin Muslim: Telah bercerita kepada kami al-AuzaI, dari Qatadah,
bahwasanya dia pernah menulis surat memberitahukannya kepadanya tentang
4

Tadrib ar-Rawi, hal.254

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

61

Ulumul Hadis

[BAB VII]

Anas bin Malik yang telah bercerita kepadanya, dia berkata, Aku pernah shalat
dibelakang Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, Umar, Utsman,
mereka memulainya dengan membaca: Alhamdulillahi Rabbil alamin tidak
menyebut Bismillahirrahmanirrahim pada awal maupun pada akhir bacaan.
Imam Muslim juga meriwayatkan dari al-Walid, dari al-AuzaI, telah
memberitahukan kepadaku Ishaq bin Abdillah bin Abi Thalhah, bahwasanya dia
mendengar Anas menyebut demikian.
Ibnu ash-Shalah dalam kitab Ulumul Hadits berkata Sebagian kaum
mengatakan bahwa riwayat tersebut diatas (yang menafikan bacaan basmalah)
terdapat llat.Mereka berpendapat bahwa kebanyakan riwayat tidak menyebut
basmalah tapi membaca hamdalah dipermulaan bacaan, dan ini yang muttafaqun
alaih menurut riwayat Bukhari dan Muslim dalam shahihnya.Mereka
mengatakan bahwa lafazh tersebut adalah riwayat yang difahaminya secara
maknawi, yaitu lafazh: (Artinya: Mereka membuka bacaan shalat dengan
membaca alhamdulillahi rabbil alamin), difahami bahwa mereka tidak
membaca basmalah, maka meriwayatkan seperti apa yang dipahaminya, dan
ternyata salah, karena maknanya bahwa surat yang mereka baca adalah surat AlFatihah yang tidak disebutkan padanya basmalah. Ditambah lagi dengan beberapa
hal, yaitu: sahabat Anas ditanya tentang iftitah dengan basmalah, lalu dia
menyebutkan bahwa dia tidak mengetahui sesuatu pun dari Rasulullah Shalallahu
Alaihi wa Sallam. tentang itu.5
3. Illat Pada Sanad dan Matan
Contoh hadis:
Diriwayatkan Baqiyah dari Yunus, dari Az-Zuhri, dari Salim, dari Ibnu
Umar, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Barang siapa
mendapatkan satu rakaat dari shalat Jumat dan shalat lainnya maka telah
mendapatkan shalatnya.Abu Hatim Ar-Razi, berkata, Hadits ini sanad dan
matannya salah. Yang benar adalah riwayat Az-Zuhri dari Abi Salamah dari Abu
Hurairah dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Barang siapa yang
5

ibid.

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

62

Ulumul Hadis

[BAB VII]

mendapatkan satu rakaat dari shalat maka itu telah mendapatkannya. Sedangkan
lafazh: shalat Jumat tidak ada dalam hadits ini. Dengan demikian terdapat llat
pada keduanya.
B. HADIS MUBHAM
a. Definisi Mubham Menurut Bahasa dan Istilah
Kata mubham secara bahasa merupakan isim maful dari kata al-ibham
(samar) yaitu konotasi dari kata al-idhoh (jelas). Pengertian mubham menurut
istilah adalah seseorang yang disamarkan pada matan atau sanad dari para perawi
atau dari siapapun yang berkaitan dengan periwayatan.
b. Manfaat Pembahasan Hadits Mubham
Adapun manfaatnya, antara lain sebagai berikut :
1. Ibham (Samar/Tidak Jelas) Pada Sanad
Untuk mengetahui perihal rawiy, kuatkah (tsiqoh) atau lemah (dhoif) dalam
menghukumi hadits tersebut shohih atau dhoif.

2. Ibham Pada Matan


Salah satu manfaat dari pembahasan ibham dalam matan yang paling jelas
adalah pengetahuan tentang pemilik kisah atau penanya,sehingga jika
terdapat suatu kebaikan kita dapat mengetahui keutamaannya, sebaliknya
dengan mengetahuinya kita dapat selamat dari prasangka dengan para
Shahabat yang lainnya.

c. Contoh Hadits Mubham


1. Contoh Mubham yang terdapat pada sanad, seperti:

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

63

Ulumul Hadis

[BAB VII]

Hadits Abu Dawud yang diterimanya dari Hajjaj bin Furafishah dari seorang
laki-laki dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad Shalallahu
Alaihi wa Sallam. Sabda Rasulullah: Orang Mumin itu ialah orang yang
mulia lagi dermawan dan orang fajir itu ialah penipu lagi tercela.
Bisyr bin Rafi dari Yahya bin Abi Katsirdari Abu Salamah, dari Abu
Hurairah, dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam. .
Di dalam hadits tersebut Hajjaj tidak menerangkan nama rawi yang
memberikan Hadits kepadanya. Oleh karena itu sulit sekali untuk menyelidiki
identitasnya, namun dalam riwayat kedua yang diberitakan Bisyr bin Rafi bahwa
hadits ini diriwayatkan dari Abu Salamah oleh Yahya bin Abi Katsir, maka
kandungan kata rajulun tersebut maksudnya adalah Yahya bin Abi Katsir. 7
2. Contoh Mubham yang terdapat pada Matan, seperti:
Contoh Mubham yang terdapat pada matan, ialah hadits Abdullah bin
Amr bin Ash r.a., yang meriwayatkan:

) (

bahwa seorang laki-laki telah bertanya kepada Rasulullah saw katanya:


(perbuatan) Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Ialah

Sunan Abi Daud bab fi Nasyri al-Asyrah


Tadrib Ar-Rawi, hal. 344.
8
Shahih Bukhari Bab Ithamu ath-Thaam
7

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

64

Ulumul Hadis

[BAB VII]

kamu merangsum makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu
kenal dan yang belum kamu kenal. (Riwayat Bukhari).
Menurut penyelidikan As-Suyuthy bahwa orang laki-laki yang
bertanya kepada Rasulullah itu ialah Abu Dzar ra.

C. HADIS MAQLUB
a.

Definisi Maqlub Menurut Bahasa dan Istilah


Secara bahasa kata al-Maqlub merupakan isim maful dari kata al-qalbu

yaitu memindahkan/membalikkan sesuatu dari bentuk semestinya. Adapun


pengertian al-Maqlub menurut istilah adalah mengganti suatu kata dengan kata
lain dalam sanad hadits atau matannya, dengan mendahulukan kata yang
seharusnya diakhirkan, mengakhirkan kata yang seharusnya didahulukan dan
dengan yang semisalnya. 9
b. Macam-macam Hadis Maqlub
Hadits Maqlub terbagi menjadi dua bagian yaitu, Maqlub sanad dan
Maqlub matan.
1. Maqlub Sanad
Maqlub sanad adalah hadits maqlub yang penggantiannya terjadi pada
sanadnya. Maqlub sanad ini mempunyai dua bentuk:

Bentuk pertama:
Seorang perawi mendahulukan dan mengakhirkan satu Nama dari
nama-nama para perawi dan nama ayahnya. Contonya sebuah hadits yang
diriwayatkan

dari

Ka'ab

meriwayatkan

hadits

tersebut

bin

Murrah,

dengan

namun

mengatakan

seorang
Murrab

ke

perawi
Kaab.

Nudhatun-Nadhar halaman 47 ; Taisir Musthalah Hadits halaman 107 ; Ulumul-Hadits halaman


91 ; Al-Ba'itsul-Hatsits halaman 78 ; dan Tadriibur-Rawi halaman 191

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

65

Ulumul Hadis

[BAB VII]

Bentuk Kedua:
Seorang

perawi

mengganti

salah

satu

nama

dari

nama-nama

perawi sebuah hadits dengan nama lain, dengan tujuan supaya nama
perawi

tersebut

diriwayatkan
dengan

tidak

dari

nama

dikenal.

Salim,

Seperti

namun

seorang

Sebuah

Nafi'. Contoh:

hadits

yang

perawi

hadits

sudah

terkenal

menggantinamanya

yang

diriwayatkan

oleh

Hammad bin 'Amr An-Nashibi (seorang pendusta), dari Al- A'masy, dari
Abu Shalih, dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu secara marfu': "Jika
kalian

bertemu

dengan

orang-orang

musyrik

di

suatu

jalan,

maka

janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada mereka".


Hadits ini adalah hadits yang maqlub, karena Hammad membaliknya,
dimana dia menjadikan hadits ini diriwayatkan dari Al-A'masy. Padahal
sudah diketahui bersama bahwa hadits ini diriwayatkan dari Suhail bin
Shalih,

dari

ayahnya,

Seperti

inilah

kitabnya.Beliau
Abdul-Hamid,
Pelaku

dari
Imam

meriwayatkannya
dan Abdul-'Aziz

perbuatan

ini

jika

Abu

Hurairah

Muslim
dari

melakukannya

dengan

'anhu.

meriwayatkannya

Syu'bah,

Ad-Daruwardi;

radliyallaahu

Ats-Tsauri,
kesemuanya
sengaja,

maka

dalam
Jarir

bin

dari

Suhail.

ia

dijuluki

"pencuri hadits". Perbuatan ini terkadang dilakukan oleh perawi yang terpercaya
karena

keliru,

bukan

karena

kesengajaan

sebagaimana

yang

dilakukan

oleh

perawi pendusta.

2. Maqlub Matan
Maqlub matan adalah hadits maqlub yang penggantiannya terjadi pada
matannya. Maqlub matan ini mempunyai dua bentuk:
Bentuk pertama:
Seorang perawi mendahulukan sebagianmatan yang seharusnya diakhirkan
dari sebuah hadits dan mengakhirkan sebagian matan yang seharusnya
didahulukan. Contoh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari shahabat
Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu. Yaitu hadits tentang tujuh golongan yang
dinaungi Allah dalam naungan-Nya, dimana hari itu tidak ada naungan selain

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

66

Ulumul Hadis

[BAB VII]

naungan-Nya. Di dalamnya disebutkan salah satu dari ketujuh golongan


tersebut: "Dan seorang laki-laki yang bersedekah kemudian ia menyembunyikan
sedekahnya sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan
oleh tangan kirinya". Ini adalah salah satu riwayat yang terbalik yang dilakukan
oleh seorang perawi. Sedangkan riwayat yang benar adalah : "Sehingga tangan
kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya". Seperti
inilah hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Kitab Al-Muwaththa'nya, Imam Bukhari dalam Kitab Shahih-nya, dan para ahli hadits lain. Itulah
contoh dari bagian pertama, dimana ada keterbalikan dalam matannya karena
sudah menjadi suatu yang maklum bahwa bersedekah itu dilakukan dengan tangan
kanan.
Bentuk kedua:
Seorang perawi menyambung sebuah matan hadits dengan sanad hadits
lain dan menyambungkan sebuah sanad hadits dengan matan hadits lain.
Penggantian ini dilakukan dalam rangka menguji sebagian ulama hadits, supaya
bisa diketahui sampai dimana tingkat kekuatan hafalannya sebagaimana yang
dilakukan oleh ulama' Baghdad terhadap Imam Muhammad bin Isma'il AlBukhari ketika datang menemui mereka. Al-Khathib Al-Baghdadi meriwayatkan
bahwa para ulama Baghdad berkumpul dan bersepakat untuk membolak- bailkkan
matan dan sanad seratus hadits, dimana mereka menyambungkan matan dengan
sanad lain dan menyambungkan sanad dengan matan lain. Kemudian mereka
memberikan hadits-hadits yang mereka balik matan dan sanadnya kepada Imam
Bukhari dan menanyakan kepadanya.Maka satu per satu beliau mampu
mengembalikan matan ke sanadnya dan mengembalikan sanad ke matannya tanpa
melakukan kesalahan sedikitpun.

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

67

Ulumul Hadis

[BAB VII]

D. HADIS MUDHTHARIB
a.

Definisi Mudhtharib Menurut Bahasa dan Istilah


Menurut

bahasa mudhtharib

merupakan

bentuk isim fail dari kata

al-Idhthirab yang maknanya adalah perbedaan/perselisihan. Menurut istilah


adalah hadits yang diriwayatkan dari jalur yang berbeda serta sama dalam tingkat
kekuatannya, dengan tidak memungkinkan tarjih, serta tidak mungkin untuk
dikumpulkan antara keduanya. Idlthirab itu dapat terjadi pada sanad atau matan.
Dan kejadianya pada sanad adalah lebih banyak.
b. Macam-macam Hadis Mudhtharib
1. Mudhtharib Sanad
Contohnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar, ia
berkata,Wahai Rasulullah, aku melihat rambutmu beruban, maka beliau
bersabda:
Yang telah membuat rambutku beruban adalah Hud dan saudara
saudaranya,(Riwayat at-Tirmidzi)
Imam Ad-Daruquthni berkata,Hadits ini adalah mudhtharib karena hadits
ini tidak diriwayatkan kecuali dari satu jalan, yaitu dari Abu Ishaq.Periwayatan
dari Abu Ishaq diperselisihkan sampai pada sepuluh bentuk; ada yang
meriwayatkannya secara mursal, ada yang meriwayatkannya secara maushul, ada
yang menjadikanya termasuk Musnad Abu Bakar dan sebagainya. Semua perawi
hadits tersebut tsiqot, maka tidak memungkinkan untuk ditarjih dan dijama.
2. Mudhtharib Matan
Contohnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam AtTirmidzi, dari Syuraik, dari Abu Hamzah, dari As-Syabi, dari Fatimah binti Qais,
ia berkata Rasulullah ditanya tentang zakat. Maka beliau bersabda:
Sesungguhnya dalam harta ada kewajiban yang lain selain kewajiban
zakat.
Sedangkan Ibnu Majah meriwayatkan hadits ini dari jalur yang sama
dengan menggunakan ungkapan Tidak ada kewajiban dalam harta selain
kewajiban zakat.Imam al-Iraqi berkata: Ketidaktetapan (al-Idhthirab) pada
hadits tersebut tidak memungkinkan untuk ditakwilkan.

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

68

Ulumul Hadis

[BAB VII]

E. MUSHAHHAF
a. Definisi Mushahhaf Menurut Bahasa dan Istilah
Secara bahasa kata mushahhaf merupakan bentuk isim maful dari
kata at-Tashhif yang maknanya adalah kesalahan tulis dalam shahifah
(lembaran kitab hadits). Secara istilah pengertian mushahhaf adalah pengubahan
kalimah dalam hadits kepada yang tidak diriwayatkan oleh perawinya yang tsiqat
baik lafadz maupun makna.

b. Macam Tashhif
1. Tashhif dalam Sanad
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Syubah, dari al-Awwam
bin Murajim al-Qaisi, dari abu Utsman an-Nahdi. Namun Yahya bin Ma;in
melakukan kesalahan dalam menyebut nama dari ayah al-Awwam dengan kata
A l-Awwam bin Muzahim.

2. Tashhif Dalam Matan


Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit:
Ihtajara Rasulullah fi al-Masjid yang artinya: Sesungguhnya Rasulullah
membuat kamar dalam masjid. Namun Ibnu Lahiah melakukan kesalahan dalam
meriwayatkan hadits tersebut dengan menggunakan kalimah: Ihtajama
Rasulullah fi al-Masjid yang artinya Rasulullah berbekam di dalam masjid

F. SYADZ
a. Definisi Syads Menurut Bahasa dan Istilah
Secara bahasa syadz merupakan bentuk isim fail dari syadz yang maknaya
adalah sendiri dan kata syadz (fail) maknanya adalah yang menyendiri dari
kebanyakan. Secara istilah pengertian syadz menurut Ibnu Hajar adalah: Hadits
yang diriwayatkan oleh perawi terpercaya yang bertentangan dengan perawi yang
lebih terpercaya, bisa karena lebih kuat hafalannya, lebih banyak jumlahnya atau
karena sebab-sebab lain,

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

69

Ulumul Hadis

[BAB VII]

b. Macam Syads

1. Syadz Dalam Sanad


Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, anNasai dan Ibnu Majah dari jalur ibnu Uyainah dari Amr bin Dinar dari Ausajah
dari Ibnu Abbas, Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang meninggal di masa
Rasulullah dan ia tidak meninggalkan ahli waris kecuali bekas budaknya yang ia
merdekakan. Maka Rasulullah memberikan semua harta warisannya kepada bekas
budaknya.

Hammad

bin

Yazid

menyelesihi Ibnu

Uyainah,

karena

ia

meriwayatkan hadits tersebut dari Amr bin Dinar dari Ausajah tanpa menyebutkan
Ibnu Abbas.
Masing-masing dari Ibnu Uyainah, Ibnu Juraij dan Hammad bin Yazid
adalah para perawi yang terpercaya. Namun Hammad bin Yazid menyelisihi Ibnu
Uyainah dan Ibnu Juraij, karena meriwayatkan hadits di atas secara mursal (tanpa
menyebutkan sahabat: Ibnu Abbas). Sedangkan keduanya merewayatkannya
secarabersanbung dengan menyebut perawi sahabat. Oleh karena keduanya lebih
banyak jumlahnya, maka hadits yang diriwayatkan Ibnu Juraij dan Ibnu Uyainah
dinamakan hadits mahfuzh. Sedangkan hadits Hammad bin Yazid dinamakan
hadits Syadz.

2. Syadz Pada Matan


Contohnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu
Dawud dan At Tirmidzi, dari hadits Abdul Wahid bin Ziyad, dari Al Amasyi,
dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah secara marfu: Jika salah seorang di antara
kalian selesai shalat sunnah fajar, maka hendaklah ia berbaring di atas sebelah
badannya yang kanan.Imam Baihaqi berkata, Abdul Wahid menyelisihi banyak
perawi dalam hadits ini.Kerena mereka meriwayatkan haidts tersebut dari
perbuatan Rasullullah bukan dari sabda beliau.Berarti Abdul Wahid menyendiri
dengan lafazh tersebut dari para perawi yang terpercaya dari teman-teman AlAmasyi. Maka hadits yang diriwayatkan dari jalur Abdul Wahid (ia adalah
perawi yang terpercaya) adalah hadits syadz. Sedangkan yang diriwayatkan dari
para perawi terpercaya yang lain dinamakan hadits mahfuzh.

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

70

Ulumul Hadis

[BAB VII]

Penutup
Pada akhirnya, hanya inilah yang dapat kami usahakan demi menggapai
mustika ilmu hadits yang telah diwariskan para ulama kepada kita. Dengan
harapan dengannya kita dapat mengikuti jejak mereka yang salalu istiqamah fi
sabilillah dan sebagai usaha untuk menjadi orang yang termasuk pada kalangan
rasikhuna fi al-ilmi.
Adapun kekurangan yang terdapat dalam pembahasan kami di atas yaitu
tentang masalah hukum penggunaan hadits-hadits yang termasuk golongan ini,
penyusun makalah dengan sengaja tidak mencantumkannya, dengan alasan karena
mata kuliah ini hanya merupakan pengenalan dari dasar-dasar ilmu hadits
sehingga cukuplah mengenali jenisnya yang kemudian didefinisikan dan diberikan
contoh yang singkat dan tidak perlu dijelaskan secara panjang lebar dan
mendetail.

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

71

Ulumul Hadis

[BAB VII]

Daftar Pustaka
At-Thahan, Mahmud, Dr., Taysir Mustholah Hadis, Bairut:
Daar el-Fikr.
Fatchur Rahman, Drs., Ikhtisar Mushthalahul Hadits,
Al-Qaththan, Manna,

Mabahits fi Ulum

al-Hadits,

terj.Mifdhol, Pustaka al-Kautsar: 2004


As-Suyuthi, Tadrib ar-Rawi, Daar el-Maktabah asySyameela.
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismil, Shahh Al-Bukhri,
Dr Ihya` at-Turts al-Arabi: Bairut 1972
Muslim bin al-Hajjaj an-Nsbri, Shahh Muslim, Dr
al-Hadts: Kairo 1997
Ab Dud Sulaimn bin al-Asyats as-Sajastni, Sunan Ab
Dud, Dr al-Hadts: Kairo 1999.

Makalah | Macam-macam Hadis Dhaif II

72

Bagian Ke Delapan

Macam-macam
Inqitha
(Keputusan Sanad)

Oleh Kelompok 8

Idham Cholid
Lukman Rosi
TB. Syaiful Fikri

Ulumul Hadis

[BAB VIII]

A. MACAM-MACAM INQITHA AS-SANAD


Inqtha as sanad adalah hadits yang sanadnya terputus disebabkan
gugurnya seorang atau lebih disengaja atau tidak sengaja baik di awal, di tengah,
dan di akhirnya, gugur secara nampak atau tersembunyi. Dan telah disampaikan
bahwa salah satu syarat hadits shahih dan hasan adalah sanadnya bersambung. 1
Diantara macam macam InqithaAs-sanad yang akan menjadi pembahasan dalam
makalah ini ialah:
1. Muallaq,
2. Mursal,
3. Muan an dan Muannan, dan
4. Mudallas.
B. HADITS MUALLAQ
a. pengertian
Kata muallaq dari asal kata

dengan makna

bergantung. Nama, hadits bergantung (muallaq), karena sanadnya bersambung ke


arah atas dan terputus ke arah bawah, maka seolah seperti suatu benda yang
bergantung pada atap rumah atau sesamanya. Dari segi istilah hadits muallaq
adalah:
2

Hadits yang dibuang pada awal sanad seorang perawi atau lebih secara
berturut-turut. Jadi hadits muallaq adalah hadits yang sanad-nya bergantung
karena dibuang dari awal sanad seorang perawi atau lebih. Dengan demikian,
hadits muallaq bisa jadi yang dibuang semua sanad dari awal sampai akhir
kemudian berkata: Rasulullah SAW: ....atau dibuang semua sanad selain sahabat
atau selain tabiin dan sahabat atau dibuang pemberitanya.

1
2

Ath-thahan, Taysir Mushthalah Al-Hadits, 55.


Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag, Ulumul Hadits, 176.

Makalah | Macam-macam Inqitha [Keputusan Sanad]

74

Ulumul Hadis

[BAB VIII]

b. Contoh Hadits Muallaq


Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori berkata: Malik berkata:
memberitakan kepadaku zaid bin aslam, bahwa atha bin yasar memberitakan
kepadanya, bahwa Abu Said Al-Khudri memberitakan kepadanya, bahwa ia
mendengar dari rasulullah SAW bersabda:

,

,
Jika hamba masuk Islam kemudian baik Islamnya, maka Allah menghapus
dari padanya segala kejahatan yang telah lewat. Setelah itu diadakan pembalasan
amal, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali persamaannya sampai seratus
kali lipat sedangkan kejahatan dibalas dengan sesamanya, kecuali Allah
mengampuninya.
Hadits di atas Muallaq, karena Al-Bukhori menggugurkan syaikhnya
sebagai penghubung dari malik dengan menggunakan bentuk kata aktif (mabni
malum) yang meyakinkan yaitu: : = ia berkata : Malik berkata :...

c. Hukum Hadits Muallaq


Hadits Muallaq tergolong hadits yang tertolak (mardud) karena sanad-nya
tidak bersambung (ghairu muttashil) dan tidak diketahui sifat-sifat perawi yang
dibuang. Tetepi hadits Muallaq ini bisa menjadi diterima (maqbul) manakala
dikuatkan melalui jalan (sanad) lain yang menyebutkan perawi yang dibuang dan
ia memiliki sifat kredibelitas yang tinggi (tsiqah) atau sangat jujur (shaduq).
Dengan demikian hilanglah kesamaran atau ketidak tahuan tentang sifat-sifat para
perawi hadits.

Makalah | Macam-macam Inqitha [Keputusan Sanad]

75

Ulumul Hadis

[BAB VIII]

C. HADITS MURSAL
Hadis Mursal adalah hadits yang sanadnya diangkat (dirafakan) oleh
seorang sahabat atau tabiin

langsung kepada Nabi SAW padahal dia tidak

mendengatrnya dari beliau.


a. pengertian
Dari segi bahasa mursal dari kata dengan makna
terlepas atau bebas tanpa ada ikatan. Hadits dinamakan mursal karena sanadnya
ada yang terlepas atau gugur yakni dikalangan sahabat atau tabiin. 3 Dalam istilah
ada beberapa pendapat tentang pengertian hadits mursal ini, 4 yaitu :
1. Pendapat mayoritas muhadditsin diantaranya Al-Hakim, Ibnu Ash-shalah,
Ibnu

Hajar, dan lain-lain.


Adalah periwayatan tabiin secara mutlak (baik senior maupun
yunior) dari Nabi SAW
2. Pendapat

Fuqaha,

Ushuliyyun,

dan

segolongan

dari

muhadditsin

diantaranya Al-Khathib Al-Baghdadi, Abu Al-Hasan bin Al-Qathan, dan


An-Nawawi, ialah:


Adalah hadits yang terputus isnadnya dimana saja dari sanad
3. Pendapat Al-Baiquni:


Hadits yang gugur dari sanadnya seorang sahabat
4. Menurut sebagian ulama muhadditsin:


Hadits yang gugur dari akhir sanadnya orang setelah tabiin (sahabat)
Dari beberapa definisi di atas dapat dikompromikan bahwa hadits mursal
adalah hadits yang diriwayatkan oleh tabiin dari Nabi baik dari perkataan,
perbuatan, atau persetujuan,
3
4

baik tabiin senior

maupun yunior

tanpa

Ath-thahan, Taysir Mushthalah Al-Hadits, 59.


Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag, Ulumul Hadits, 169-170.

Makalah | Macam-macam Inqitha [Keputusan Sanad]

76

Ulumul Hadis

[BAB VIII]

menyebutkan penghubung antara seorang tabiin dan seorang Nabi SAW yaitu
seorang sahabat. Sebagian pendapat menegaskan, periwayatan tabiin senior saja
bukan tabiin yunior, karena mayoritas periwayatan tabiin senior dari sahabat,
sedangkan periwayatan tabiin yunior dari Nabi dimasukkan munqathi. Berbeda
dengan pendapat fuqaha dan Ushuliyyun yang memandang mursal lebih umum
dimana saja penggugurannya. Misalnya seorang tabiin mengatakan, bahwa Nabi
SAW bersabda begini......atau berbuat begini.....dan seterusnya.periwayatan seprti
ini disebut mursal tabiin.
b. Contoh hadits mursal
Misalnya: Ibnu Saad berkata dalam thabaqat-nya: Memberitakan kepada kami
Waqi bin Al-Jarrah, memberitakan kepada kami Al-Amasyi dari Abu Shalih berkata:
Rasulullah SAW bersbda:


Wahai manusia sesungguhnya aku sebagai rahmat yang
dihadiahkan
Abu shalih As-Saman Az-Zayyat seorang tabiin, dia menyandarkan berita
hadits

tersebut

dari

Nabi

tanpa

mejelasakan

perantara

sahabat

yang

menghubungkannya kepada Rasulullah SAW.


D. HADITS MUANAN DAN MUANNAN
a. Pengertian Hadis Muanan
Dari segi bahasa muanan isim dari kata yang berarti dari
kata an = dari dan an = dari. Menurut istilah hadits muanan adalah:



Hadits yang disebutkan dalam sanadnya diriwayatkan oleh si Fulan
dari si Fulan, dengan tidak menyebutkan perkataan memberitakan,
mengabarkan, dan atau mendengar5

Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag, Ulumul Hadits, 234.

Makalah | Macam-macam Inqitha [Keputusan Sanad]

77

Ulumul Hadis

[BAB VIII]

Jadi hadits Muanan adalah hadits yang dalam periwayatannya hanya


menyebutkan sanad dengan kata an Fulan = dari si Fulan , tidak menyebutkan
ungkapan yang tegas bertemu dengan syaikhnya, misalnya menggunakan kata
= memberitakan kepada kami Fulan, Akhbarana = mengabarkan kepada
kami, atau

= Aku mendengar, dan seterusnya yang menunjukkan bertemu

(ittishal).
b. Contoh hadits muanan



Al-Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Ismail bin Iyasy
memberitakan kepada kami dari yahya bin Abu Amru Asy-Syaibani
dari Abdullah bin Ad-Dailami berkata: Aku mendengar Abdullah
bin Amr, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya
Allah SWT menciptakan makhluk-nya dalam keadaan gelap
(kebodohan) kemudian dia sampaikan kepada mereka di antara
cahaya-nya.
(HR. At-Tirmidzi)
c. Hukum pengamalan hadits Muanan
Hukum muanan apakah tergolong hadits muttashil atau munqathi? para
Ulama berbeda pendapat tentang hadits ini, di antara mereka berpendapat bahwa
hadits ini tergolong munqathi atau mursal berarti dihukumi dhaif tidak dapat
diamalkan sehingga ada penjelasan kemuttashilannya. Pendapat yang kuat
pendapat mayoritas Ulama baik dari kalangan Ulama hadits, Ulama Fiqih,
maupun Ulama Ushul menerima hadits ini dan dihukumi muttashil dengan dua
syarat, yaitu sebagai berikut.6

Ajaj Al-Khothib, Al-Mikhtashar..., hlm. 164 dan Ath-thahan, Taysir Mushthalah Al-Hadits, 72.

Makalah | Macam-macam Inqitha [Keputusan Sanad]

78

Ulumul Hadis

[BAB VIII]

1. Periwayat yang menggunakan an = dari (muanin) tidak mudallis (tidak


seorang yang menyembunyikan cacat), dan
2. Periwayat yang menggungakan an = dari (muanin) bertemu atau mungkin
bertemu dengan orang yang menyampaikan hadits kepadanya.
d. Pengertian Hadis Muannan
Menurut bahasa kata muannan berasal dari kata yang berarti
menggunakan kata dan = bahwasanya, sesungguhnya. Menurut istilah Hadits
muannan adalah:

:
Yaitu hadits yang dikatakan dalam sanadnya memberitakan kepada
kami bahwasanya si Fulan memberitakan begini7
e. Contoh hadits muannan





:








:

.

:

memberitakan malik dari ibnu syihab bahwasanya said bin al


musyayyab berkata begini

Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag, Ulumul Hadits, 236.

Makalah | Macam-macam Inqitha [Keputusan Sanad]

79

Ulumul Hadis

[BAB VIII]

E. HADITS MUDALLAS
a. Pengertian
Kata mudallas adalah bentuk isim maful dari kata:


Dalam

bahsa

arab,

kata

at-tadlis

diartikan

menyimpan

atau

menyembunyikan cacat barang dagangan dari pembelinya. Pembeli mengira


bahwa barang dagangan itu bagus, indah, dan menarik, tetapi setelah diteliti benar
dan dibolak-balik, ternyata terdapat cacat pada barang dagangan itu. Sedang
dalam istilah, hadits mudallas adalah:


Menyambunyikan cacat dalam isnad dan menampakkan cara
(periwayatan) yang baik 8
b. Pembagian Hadits Mudallas
Hadits mudallas dibagi menjadi dua macam: Tadlis Al-Isnad dan Tadlis
Asy-Syuyukh:
1. Tadlis Al-Isnad
Tadlis Isnad adalah Seorang perawi meriwayatkan suatau hadits yang ia
telah mendengar darinya padahal dia belum mendengar darinya tanpa meyebutkan
bahwa dia telah mendengar darinya.
Maksud definisi di atas, bahwa tadlis al-isnad adalah seorang perawi
meriwayatkan sebagian hadits yang telah ia dengar dari seorang syekh, tetapi
hadits yang di-tadlis-kan ini memang tidak mendengar darinya, ia mendengar dari
syaikh lain yang mendengar dari padanya. Kemudian syaikh lain di gugurkan
dalam periwayatan dengan menggunakan ungkapan yang seolah-olah ia
mendengar dari syaikh yang pertama tersebut. Seperti kata qala Fulan = berkata si
Fulan atau an Fulan = dinukil dari Fulan. Tidak dengan ungkapan periwayatan
yang tegas seperti haddatsani = memberitakan kepadaku atau samitu = aku
mendengar, maka ia dihukumi pendusta. Contohnya :

Ath-thahan, Taysir Mushthalah Al-Hadits, 66.

Makalah | Macam-macam Inqitha [Keputusan Sanad]

80

Ulumul Hadis

[BAB VIII]

Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah


melalui jalan Abu Ishaq As-Syubayi dari Al-Barra bin Azib RA. Berkata :
Rasulullah bersabda:


Tidak ada dari dua orang Muslim yang bertemu kemudian
besalam-salaman kecuali diampuni bagi mereka sebelum berpisah
Abu Ishaq As-Syubayi nama aslinya Amr bin Abdullah, dia seorang
tsiqah tetapi disifati mudallis. Dia mendengar beberapa hadits Al-Barra bin Azib,
tetapi dalam hadits ini, ia tidak mendengar dari padanya secara langsung, ia
mendengar dari Abu Daud Al-Ama yang matruk haditsnya, kemudian
meriwayatkannya dari Al-Barra bin Azib dan menyembunyikan Abu Dawud AlAma dengan ungkapan ananah = dari (sanad-nya menggunakan kata an = dari).
Kemudian tadlis al=isnad dibagi menjadi dua lagi, yaitu:
o Tadlis At-Taswiyah, yaitu seorang perawi meriwayatkan hadits dari seorang
syaikh kemudian digugurkan seorang dhaif antara dua syaikh yang tsiqah
dan bertemu antara keduanya (arti tsiqah dapat dipercaya karena memiliki
dua sifat adil dan dhabith). Misalnya : Nabi Tsiqah Tsiqah Dhaif di
hapus Tsiqah Mukharrij.
o Tadlis Al-Athfi, yaitu seorang perawi meriwayatkan suatu hadits dari dua
orang syaikh, tetapi ia sebenarnya mendengar salah satunya saja dengan
menggunakan ungkapan kata yang tegas mendengar pada syaikh pertama
dan tidak tegas pada yang kedua. Misalnya : = memberitakan
kepada kami si Fulan dan si Fulan.

2. Tadlis Asy-Syuyukh
Tadlis asy-Syuyukh, yaitu :



Makalah | Macam-macam Inqitha [Keputusan Sanad]

81

Ulumul Hadis

[BAB VIII]

Seorang perawi meriwayatkan dari seorang syaikh sebuah hadits yang


ia dengar darinya kemudian ia diberi nama lain atau nama panggilan
(kuniyah) atau nama bangsa dan atau nama sifat yang tidak dikenal
supaya tidak dikenal 9
Misalnya seorang perawi dari Mesir dikatakan : memberitakan kepadaku
si Fulan di Ziqaq Halb (Gang Susu Perah) dimaksudkan di Cairo atau Baghdad
dikatakan : Memberitakan kepadaku si Fulan di Mawaraa An-Nahri,
dimaksudkan Baghdad dan seterusnya. Contohnya :
Hadits tentang talak tiga sekaligus diriwayatkan oleh Abu Dawud melalui
jalan Ibnu Juraij memberitakan kepadaku sebagian Bani Abu Rafi mawla (budak
yang telah dimerdekakan) Rasulullah SAW dari Ikrimah mawla Ibnu Abbas dari
Ibnu Abbas berkata :


Abu Yazid ( Abu Rukanah dan saudara-saudaranya) atau Rukanah
menthalak dan menikahi seorang wanita dari kabila Muzinah 10
Ibnu Juraij nama aslinya adalah Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij, ia
tsiqah tetapi disifati tadlis sekalipun ia meriwayatkan hadits ini dengan ungkapan
tegas tetapi ia menyembunyikan nama syaikhnya yaitu sebagian Bani Rafi. Para
ulama berbada pendapat tentang syaikhnya ini, pendapat yang shahih adalah
Muhammad bin Ubaidillah bin Abu Rafi, gelar tajrih-nya matruk.

Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag, Ulumul Hadits, 180.


Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag, Ulumul Hadits, 181.

10

Makalah | Macam-macam Inqitha [Keputusan Sanad]

82

Ulumul Hadis

[BAB VIII]

Daftar Pustaka
Thalhan Mahmud, Taysir Mushthalah Al-Hadits.
Abdul Majid Khon, Haji, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah, 2009.

Makalah | Macam-macam Inqitha [Keputusan Sanad]

83

Bagian Ke Sembilan

Klasifikasi Hadis
Berdasarkan
Kuantitas Perawi

Oleh Kelompok 9

Alit Nur Hidayat


M. Masrur
M. Muslihan
Sodik

Ulumul Hadis

[BAB IX]

A. HADIST/KHABARUL MUTAWATTIR
a. Pengertian Mutawatir Menurut Bahasa dan Istilah
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi yakni yang datang berikutnya
atau beriring iringan yang satu dengan yang lain tidak ada jarak. Sedang menurut
istilah Hadist yang diriwayatkan oleh jumlah besar orang yang terhindar dari
kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad ) sampai akhir sanad
dengan didasarkan pada panca indra. 1
b. Syarat Hadist Mutawattir Menurut Ulama Mutaakhirin
1. Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi. Menurut Al-Qadhi Al-Baqillani
tidak boleh berjumlah 4 orang minimal 5 orang dengan mengqiaskan jumlah
nabi yang bergelar Ulul azmi. Sedang Al-isthakhary menetapkan yang
paling baik minimal 10 orang sebab jumlah sepuluh merupakan awal
bilangan banyak.
2. Adanya keseimbangan antara perawi pada thabaqot pertama dengan
thabaqot berikutnya. Dengan demikian jika suatu hadist diriwayatkan oleh
20 orang sahabat,kemudian di terima oleh 10 orang tabi,in dan selanjutnya
hanya diterima oleh 5 orang tabi-tabiin tidak dapat di golongkan hadist
mutawattir sebab tidak seimbang. Akan tetapi ada yang berpendapat bahwa
keseimbangan jumlah rawi tidak terlalu penting, sebab yang diinginkan
banyaknya perawi adalah terhindar dari kebohongan.
3. Berdasarkan tanggapan panca indra. Artinya berita yang mereka ( perawi )
dapatkan benar-benar hasil pendengaran dan penglihatan sendiri.
c. Pembagian Hadits Mutawattir
Para Ahli Hadits membagi Hadits Mutawattir menjadi dua bagian:
1. Mutawattir Lafadz
Hadits Mutawattir lafdzy adalah Hadits Mutawattir yang lafadz dan
maknanya

disampaikan

secara

terus

menerus.

Maksudnya,Hadits

yang

diriwayatkan oleh jumlah rawi yang banyak,dimana susunan redaksi lafadz dan

Nur Ad-Din Atar, manhaj Al-naqli Fiulumul hadist,( Beirut darul fikr,1979) hal. 70

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Kuantitas Perawi

85

Ulumul Hadis

[BAB IX]

maknanya sama, antara riwayat yang satu dengan yang lainnya. Misalnya hadits
tentang larangan menbuat hadits maudhu berikut ini:

) (

Siapa saja yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka
bersiaplah menempati neraka (HR. Muslim)
Menurut Abu bakar As-sirin bahwa hadist di atas diriwayatkan secara
marfu oleh 60 sahabat dan ada yang menyebutkan 73 2 sahabat dengan redaksi
yang sama.
2. Mutawattir maknawi
Mutawattir maknawi adalah Hadits yang Mutawattir maknanya saja, tidak
lafazdnya.

Maksudnya

banyak

yang

diriwayatkan dengan redaksi yang

berbeda,namun berbicara dalam satu tema (Mempunya tema yang sama). Contoh:





)(

Anas bin Malik berkata: Nabi saw. Tidak mengangkat tangan dalam
doa, kecuali dalam doa istisqa. Dan sesungguhnya, dia mengangkat
tangan hingga terlihat warna putih ketiaknya..(HR. Bukhari).
Hadis lain yang semakna:

Zuhdi Rifai, Mengenal ilmu hadits, hal. 106

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Kuantitas Perawi

86

Ulumul Hadis

[BAB IX]









) ( .

Yahya bin said mendengar anas bin malik berkata, Pada hari
jumat, seorang arab pedesaan dating kepada Rasulullah saw. seraya
berkata: Wahai Rasulullah, telah binasa binatang binatang ternak,
keluarga dan masyarakat (karena dilanda kekeringan). Maka,
Rasulullah saw mengangkat tangan me mohon (turun hujan) bersama
Rasulullah. Anas berkata; kami tidak keluar mesjid sampai diturunkan
hujan. (HR.Bukhari)
B. HADIST/KHABARUL AHAD
a. Pengertian Mutawatir Menurut Bahasa dan Istilah
Menurut bahasa Al-ahad jama dari ahad yang berarti satu. Sedang menurut
istilah khabar yang jalan perawinya tidak mencapai jumlah perawi pada hadist
mutawattir, baik satu orang, dua, tiga, empat dan setrusnya.
b. Pembagian Hadits Ahad
Hadist ahad di golongkan menjadi tiga bagian yaitu:
1. Masyhur
Masyhur Menurut bahasa berarti Al-intisyar yaitu sesuatu yang telah
tersebar atau populer.Sedang menurut istilah hadist yang mempunyai jalur yang
terhingga tapi lebih dari dua jalur dan dan tidak sampai kepada batas hadist
mutawattir.Diantara hadits masyhur ada yang shahih, hasan dan dhaif. Contoh
hadits masyhur:


Tidak sah shalat bagi berdekatan dengan masjid, kecuali (shalat) di
masjid.
(HR. al-Hakim).

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Kuantitas Perawi

87

Ulumul Hadis

[BAB IX]

Para ahli hadits tidak banyak meriwayatkan hadits ini. Bahkan, diantara
mereka ada yang mendoifkannya. Meskipun demikian, para ahli fiqih tetap
mempopulerkannya. Hadits yang lain yang terkenal dikalangan ahli fiqih adalah
hadits berikut:



Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq. (HR.Ibnu
Majah).
2. Aziz
Menurut bahasa berasal dari kata azza yaizzu yang berarti sedikit atau
jarang dan bisa berasal dari kata azza yauzzu yang berarti kuat.Sedang menurut
istilah hadist yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam semua tabaqat
sanad 3. Dalam hal ini, Imam al-Baiquni dalam al-Manzumah al-Baiquniyah
mengatakan ( Hadits Aziz adalah hadits yang diriwayatkan
oleh dua atau tiga perawi).4 Contoh dari hadist aziz:



Tidak sempurna iman kalin, sehingga aku lebih dicinta dari pada
ayah, anak dan manusia seluruhnya.5
3. Gharib
Menurut bahasa adalah Al-munfarid (menyendiri) atau Al-baid an
aqaaribihi (jauh dari kerabatnya). Sedang menurut istilah hadis yang diriwatkan
oleh satu orang perawi yang menyendiri dalam meriwatkannya. Sedang menurut
Ibnu Hajar Hadist yang dalam sanadnya terdapat seorang yang meriwatkannya.
Contoh hadist gharib:
3

Muhammad ibn Alwi Al-Maliki Al-Hasani


Ibid, hal. 112.
5
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Beirut Darul ibn Katsir,1987, cet.3,juz 1,hal.
14
4

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Kuantitas Perawi

88

Ulumul Hadis

[BAB IX]



Diriwayatkan dari Abi hurairah, bawha nabi saw.Bersabda: Iman
itu (bercabang-cabang menjadi) 73 cabang. Dan malu itu adalah
salah satu cabang dari iman.. 6
c. Berhujah Dengan Hadist Ahad
Bila hadist mutawatir dapat dipastikan berasal dari Nabi Saw, maka beda
halnya dengan hadist Ahad. Dengan kata lain, kebenarananya masih bersifat
dzhanni ( dugaan ) dari Nabi saw. Maka hadist Ahad bisa benar bisa salah.
Katagori hadist ahad yaitu: (Gharib,Aziz, dan Masyhur)ada yang shahih,hasan dan
dhaif. Maka perlu diteliti lebih lanjut mengenai keshahihannya.
Adapun hadist yang berstatus dhaif, maka tidak memberikan faidah
zhann,tidak dapat diamalkan, tidak boleh dianggap sebagai dalil,tidak boleh
disampaikan kecuali jika disertai penjelasanakan kelemahannya. Namun hadist
dhaif boleh disampaikan dalam perkara targhib (anjuran) dan tarhib (menakutnakuti). Sekelompok ulama bersikap toleran dalam hal tersebut dengan
memberikan tiga syarat berikut:
1. Hadits tersebut kelemahannya ringan, tidak terlalu parah seperti lemah
sekali, maudhu, apalagi tidak ada asalnya.
2. Orang yang mengamalkannya mengetahui bahwa hadits itu adalah hadits
lemah dan tidak berkeyakinan bahwa itu adalah dari Rasulullah saw.
3. Hadits lemah tersebut didasari oleh dalil shahih yang bersifat global.
Sekalipun pendapat yang kuat menurut kami bahwa tidak boleh berhujjah
dengan hadits-hadits lemah baik dalam fadhaailul amal maupun hukum karena
karena semuanya sama-sama syariat agama.7

6
7

Muhammad bin al-Hajjaj al-Naisabury,Shahih Muslim, juz.1.hal. 63


Ibid. hal. 63

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Kuantitas Perawi

89

Ulumul Hadis

[BAB IX]

Daftar Pustaka
Syaikh

Muhammad

bin

Shaleh

Al-Utsaimin,

Musthalahul

Hadist,Darul Atsar, kairo, Mesir 1423 H.


Zuhdi Rifai, Mengenal Ilmu Hadist,Penerbit al-Ghuraba (Anggota
IKAPI),Januari 2009.
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,Beirut Darul
ibn Katsir.
Muhammad bin al-Hajjaj al-Naisabury,Shahih Muslim,Beirut Darul
Ihya.
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, Koreksi hadits-hadits
dhaif populer,Media Tarbiyah.

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Kuantitas Perawi

90

Bagian Ke Sepuluh

Klasifikasi Hadis
Berdasarkan
Nisbat

Oleh Kelompok 10

Ahmad Zulki
Hasrul
Fathu Rozy
Safidin

Ulumul Hadis

[BAB X]

A. MACAM-MACAM HADIS DITINJAU DARI SUMBER BERITA

akalah ini memaparkan pembagian hadis ditinjau dari segi sumber


berita/nisbat matan suatu Hadis. Klasifikasi Hadis dilihat dari sumber
berita memiliki arti yang sama dengan ungkapan dari siapa berita itu

dimunculkan pertama kali. Dalam hal ini terdapat 4 macam pembagiannya


sebagaimana yang disebutkan oleh Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag dalam
bukunya Ulumul Hadis,1 yaitu :

Hadis Qudsi,

Hadis Marfu,

Hadis Mauquf, dan

Hadis Maqthu.
Secara umum dapat dikatakan jika sumber berita dari Allah dinamakan

hadis Qudsi, jika sumber berita datangnya dari Nabi disebut hadis Marfu, jika
datangnya sumber berita itu dari sahabat disebut Hadis Mauquf dan jika
datangnya dari Tabiin disebut hadia Maqthu. Sumber utama di atas tidak dapat
menentukan keshahihan suatu hadis sekalipun datangnya dari Allah atau Nabi.
karena tinjauan kualitas shahih, hasan dan dhaif tidak hanya dilihat dari segi
sumber berita akan tetapi lebih dilihat dari sifat-sifat para pembawa berita.
Dengan demikian Hadis Qudsi, Marfu, Mauquf dan maqthu tidak mutlak
keshahihannya. Terkadang Shahih, Hasan maupun Dhaif dan ini semua
tergantung dari sifat-sifat para pembawa berita hadis tersebut.2
Agar lebih jelas tentang Klasifikasi Hadis ini, dapat dilihat dalam bagan
seperti dibawah ini :
Hadis dalam
Tinjauan Sumber
Berita

1
2

Hadis Qudsi

Hadis Marfu

Hadis Mauquf

Hadis Maqthu

Nisbat Berita
kepada Allah

Nisbat Berita
Kepada Nabi

Nisbat Berita
kepada Sahabat

Nisbat Berita
kepada Tabi'in

Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 217, Bab macam-macam hadis dari berbagai tinjauan
Ibid

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

92

Ulumul Hadis

[BAB X]

Sebelum memasuki pembahasan hadis di atas, kami menekankan bahwa


istilah pembagian hadis di atas hanya merupaka sebuah peristilahan dalam dunia
Hadis. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam memahami
berbagai sistem peristilahan bagi setiap orang yang melakakan pengkajian
terhadap Hadis.
B. HADIS QUDSI
a. Definisi Hadis Qudsi

enurut bahasa kata Al-qudsi adalah nisbah dari kata Al-quds ( )


yang artinya suci. Hadis ini dinamakan suci (al-qudsi) karena
disandarkan kepada Zat yang Maha suci. Persefektif lain, dinisbahkan

kepada Ilah (Tuhan) maka disebut Hadis Ilahi atau dinisbahkan kepada Rabb
(Tuhan) maka disebut pula Hadis Rabbani.3 Sedangkan Hadits Qudsi menurut
istilah adalah :


. 4


Sesuatu yang dipindahkan dari Nabi SAW serta penyandarannya kepada
Allah SWT
Atau :



. 5


"Setiap hadis yang disandarkan Rasulullah SAW perkataannya kepada
Allah Azza wa Jalla"
b. Bentuk-bentuk Periwayatan Hadis Qudsi
Rasulullah kadang-kadang menyampaikan suatu berita atau nasihat yang
beliau ceritakan dari Allah SWT, tetapi bukan wahyu yang diturunkan seperti Alquran dan bukan perkataan yang tegas (sharih) yang nyata-nyata disandarkan
kepada Beliau yang kemudian disebut dengan hadis Nabawi. Berita itu memang
beliau

sandarkan kepada Allah tetapi bukan Al-Quran karena redaksinya

Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 217, Bab macam-macam hadis dari berbagai tinjauan
Ibid. Hal. 218
5
Munzier Suparta, Ilmu hadis, Hal. 16, Bab Hadis Qudsi
4

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

93

Ulumul Hadis

[BAB X]

berbedadengan redaksi Al-Quran. Itu adalah Hadis Qudsi yang maknanya


diterima dari Allah melalui Ilham atau mimpi sedang redaksinya dari nabi sendiri.
Dalam periwayatan Hadis Qudsi ada dua bentuk , yaitu :6
Pertama :



... :



Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda Seperti yang
diriwayatkannya dari Allah azza wa jalla : ...
Kedua :


... :




Allah berfirman pada apa yang diriwayatkan Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam : ...

Hadits Qudsi sama dengan Hadits-hadits lain tentang keadaan sanad dan
rawi-rawinya, yaitu ada yang shahih, hasan dan juga dhaif. Perbedaan umum
antara Al-Quranul Karim, Hadits Qudsi dan Hadits Nabi diantaranya :
Al Qur`anul Karim mempunyai lafal dan makna dari Allah SWT dan
diturunkan secara berkala melalui malaikat Jibril
Sedangkan Hadits Nabi memiliki lafal dan makna yang bersumber dari
Nabi SAW yang berdasarkan wahyu Allah dan ijtihad yang sesuai
dengan wahyu, dinisbatkan kepada Rasulullah SAW
Serta Hadits Qudsi, lafal Hadits berasal dari Nabi Muhammad tetapi
maknanya dari Allah SWT, tidak berkala, dinitsbatkan kepada Allah
SWT.
Perbedaan dalam bentuk penyampaiannya adalah :
Al-Quran selalu memakai kata ""
Hadits Qudsi dengan ""
Hadits Nabawi memakai kalimat " "\

Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 219-220, Bab macam-macam hadis dari berbagai
tinjauan

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

94

Ulumul Hadis

[BAB X]

c. Contoh Hadis Qudsi


1. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya :

) (

2. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radliyallaahu anhu :

) (



Jumlah hadis Qudsi ini menurut Syihab Al-Din Ibn Hajar Al-Haytami
dalam Kitab Syarah Arbain Al-Nawawiyah berjumlah lebih dari seratus9.
Diantara kitab Hadis Qudsi adalah Al-Ittihafat As-Saniyah bi Al-Ahaditsi AlQudsiyah, karya Abdur Rauf Al-Munawi. Di dalamnya terkumpul 272 buah
hadits.10

Ibnu Mukti, Hadis Qudsi, Hal. 11


Kamil Uwaidah, Hadis Qudsi, Hal 49, Bab Berbaik sangka kepada Allah
9
Munzier Suparta, Hal 17, Bab pengertian Hadis Qudsi
10
Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 222, Bab macam-macam hadis dari berbagai tinjauan
8

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

95

Ulumul Hadis

[BAB X]

C. HADIS MARFU

a. Defenisi Hadis Marfu

l-Marfu ) menurut bahasa merupakan isim maful dari kata


rafaa ( ) yang berarti yang diangkat. Dinamakan marfu karena
disandarkannya ia kepada yang memiliki kedudukan tinggi, yaitu

Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam. Sedangkan Hadits Marfu menurut


istilah adalah

11

Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa perkataan ,


perbuatan, taqrir (ketetapan) atau sifat
Dari definisi di atas dapat difahami bahwa segala sesuatu yang
disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan, taqrir, ataupun
sifat beliau disebut dengan hadis Marfu'. Orang yang menyandarkan itu boleh jadi
Sahabat, atau selain sahabat. Dengan demikian, sanad dari hadis Marfu' ini bisa
Muthasil, bisa pula Munqathi, Mursal, atau Mu'dhal dan Mu'allaq. Defenisi ini
mengecualikan berita yang tidak disandarkan kepada Nabi Misalnya yang
disandarkan kepada Sahabat yang nantinya disebut hadis Mauquf atau yang
disandarkan kepada Tabiin disebut dengan hadis Maqthu. 12
b. Macam-macam Hadis Marfu
Mengingat bahwa unsur-unsur hadits itu dapat berupa perkataan,
perbuatan, maupun taqrir Nabi maka apa yang disandarkan kepada Nabi itupun
dapat diklasifikasikan menjadi marfu qauli, marfu fili dan marfu taqriri. Dari
ketiga macam hadits marfu tersebut ada yang jelas dengan mudah dikenal rafanya
dan ada pula yang tida jelas rafanya. Yang jelas (shahih) disebut marfu hakiki13
dan yang tidak jelas disebut marfu hukmi.14

11

Dr. M. Tohan, Mustalahatul Hadis, Hal. 105, Bab Taksimul Khabar binnisbati ila man isnida ilaihi
Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 223, Bab macam-macam hadis dari berbagai tinjauan
13
Marfu secara Hakiki maksudnya penyandarannya secara tegas kepada Rasulullah SAW
14
Marfu secara hukum maksudnya adalah isinya tidak terang dan tegas menunjukkan marfu,
namun dihukumkan marfu karena bersandar pada beberapa indikasi
12

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

96

Ulumul Hadis

[BAB X]

Secara rinci, pembagiannya dijelaskan dibawah ini :15


1. Marfu Qauly Hakiki
Marfu Qauly Hakiki Ialah ucapan yang jelas atau terang-terangan
menunjukan kepada Marfu. Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan
lapal qauliyah :


Aku mendengar Rasulullah saw bersabda begini
2. Marfu Qauly Hukmi
Marfu Qauly Hukmi Ialah ucapan tidak terang-terangan menunjukan
kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu. Seperti pemberitaan sahabat
yang menggunakan kalimat :

.
Aku diperintah begini., aku dicegah begitu
3. Marfu Fili Hakiki
Marfu Fili Hakiki adalah apabila pemberitaan sahabat itu dengan
tegas menjelaskan perbuatan Rasulullah saw.
4. Marfu Fili Hukmi
Marfu Fili Hukmi Ialah perbuatan tidak terang-terangan menunjukan
kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
5. Marfu Taqririyah Hakiki
Marfu Taqririyah Hakiki Ialah perbuatan tidak terang-terangan
menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu. Ini juga berarti
tindakan sahabat dihadapan Rasulullah dengan tiada memperoleh reaksi, baik
reaksi itu positif maupun negatif dari beliau.
6. Marfu Taqririyah Hukmy
Marfu Taqririyah Hukmy Ialah ketetapan tidak terang-terangan
menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.Dengan kata lain,
pemberitaan sahabat diikuti dengan kalimat-kalimat sunnatu Abi Qasim,
Sunnatu Nabiyyina atau minas Sunnati.
15

Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 224-226, Bab macam-macam hadis dari berbagai
tinjauan

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

97

Ulumul Hadis

[BAB X]

Dalam penyampaianya ada beberapa kalimat yang bisa menjadi tanda dari
Hadits Marfu diantaranya:
Pertama : Jika yang berbicara sahabat16

Kami telah diperintah ()

Kami telah dilarang ()

Telah diwajibkan atas kami ()

Telah diharamkan atas kami ()

Telah diberi kelonggaran kepada kami ()

Telah lalu dari sunnah ()

Menurut sunnah ()

Kami berbuat demikian di zaman Nabi ()

Kami berbuat demikian padahal Rasulullah masih hidup (


.)

Kedua : Jika yang meriwayatkanya tabi`in

Ia merafa`kanya kepada Nabi SAW ()

Ia menyandarkanya kepada Nabi SAW ()

Ia meriwayatkanya dari Nabi SAW ()

Ia menyampaikanya kepada Nabi SAW ()

Dengan meriwayatkan sampai Nabi SAW ()

Ketiga : Jika akhir sanad ada sebutan ( )artinya keadaanya


dimarfu`kan
Ketiga : Jika sahabat menafsirkan Al Qur`an17

Asbabun nuzul
Contoh:

: :
) ( . .
Dari Bara` ia berkata: adalah orang-orang apabila mengarjakan
ibadah haji di zaman jahiliyah, mereka keluar masuk rumah dari
16
17

Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 225, Bab macam-macam hadis dari berbagai tinjauan
Ibid. Hal. 225-226

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

98

Ulumul Hadis

[BAB X]

sebelah belakangnya. Lalu Allah turunkan ayat: bukanlah kebajikan


itu karena kamu keluar masuk rumah dari belakangnya, tetapi
kebajikan itu, ialah orang yang berbakti. Oleh karena itu, keluar dan
masuklah rumah-rumah dari pintu-pintunya. (HR. Bukhari)
Dari contoh Hadits diatas bias kita tarik kesimpulan bahwa sahabat
menceritakan asbabun nuzul dari surat Al Baqarah ayat 189. Hadits ini disebut
Marfu karena Nabi-lah yang bersabda demikian atau Nabi membenarkan
perkataan sahabatnya.
Keterangan dari sebuah ayat atau kalimat dalam Al Qur`an
Contoh:

: . :
) (.
dari Abdullah Bin Mas`ud tentang ayat ini yaitu: yang orang-orang
menyerukan (sebagai tuhan) mereka, mengharapkan kedekatan kepada
tuhan mereka ia berkata: adalah satu golongan dari jin disembah
oleh manusia, lalu jin-jin itu masuk islam.(R. Bukhari).
c. Contoh Hadis Marfu
1. Marfu Qauly Hakiki

:
:





18

) (

Warta dari Ibn Umar r a, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda :


Shalat jamaah itu lebih afdhal dua puluh tujuh tingkat dari pada
shalat sendirian ( HR Bukhari dan Muslim)

18

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Juz 4, Hal. 153, Bab keutamaan shalat berjamaah

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

99

Ulumul Hadis

[BAB X]

2. Marfu Qauly Hukmi


19

) (

Bilal r.a. diperintah menggenapknan adzan dan mengganjilkan


iqamah (HR Mutafaqqun Alaih)
3. Marfu Fili Hakiki




20

( : ,
) ) (

Warta dari Aisyah r.a. bahwa rasulullah saw mendoa di waktu


sembahyang, ujarnya: Ya Tuhan, aku berlindung kepada Mu dari
dosa dan hutang (HR Bukhari)
4. Marfu Fili Hukm

) ( :
Jabir r.a. berkata : kami makan daging Kuda diwaktu Rasulullah saw
masih hidup (HR Nasai)
5. Marfu Taqririyah Hakiki
Seperti pengakuan Ibnu Abbas r.a :




kami bersembahyang dua rakaat setelah matahari tenggelam,
Rasulullah saw mengetahui perbuatan kami, namun beliau tidak
memerintahkan dan tidak pula mencegah
6. Marfu Taqririyah Hukmy
Perkataan Amru Ibnu Ash r.a kepada Ummul Walad:

) (
19
20

Ibid. Hal. 16, Bab adzan dua kali-dua kali


Ibid. Hal. 688, Bab Doa sebelum salam

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

100

Ulumul Hadis

[BAB X]

Jangan kau campur-adukkan pada kami sunnah nabi kami.


(HR. Abu Dawud)
d. Kehujjahan Hadis Marfu
Hukum hadis Marfu' tergantung pada kwalitas dan bersambung atau
tidaknya sanad. sehingga memungkinkan suatu hadis Marfu' itu berstatus shahih,
hasan, atau dhaif. Hadits Marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan hujjah,
sedangkan hadits marfu yang dhaif boleh dijadikan hujjah hanya untuk
menerangkan fadhailil amal.
D. HADIS MAUQUF

a. Defenisi Hadis Mauquf

ecara etimologi Al-Mauquf (berasal dari kata waqafa (

yang berarti berhenti. Seakan-akan perawi menghentikan sebuah hadits


pada shahabat. Beberapa ulama hadis memberikan terminologi hadis

Mauquf sebagai berikut :


21




Yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat dalam bentuk
perkataan, perbuatan, atau taqrir beliau, baik sanadnya
muttashil atau munqathi.

Atau :
22

Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat berupa perkataan, perbuatan, atupun


taqrir beliau.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu
yang diriwayatkan atau dihubungkan kepada seorang sahabat atau sejumlah
sahabat baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, disebut hadis mauquf, dan sanad
hadis mauquf tersebut boleh jadi muttashil atau munqathi. Hadits mauquf dapat
disifati hadits shahih atau hasan tetapi tidak ada kewajiban untuk menjalankannya,
21
22

DR. Ahmad Umar Hasyim, , Hal. 114, Bab


Dr. M. Tohan, Mustalahatul Hadis, Hal. 107, Bab Taksimul Khabar binnisbati ila man isnida ilaihi

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

101

Ulumul Hadis

[BAB X]

tetapiboleh dijadikan sebagai penguat dalam beramal karena sahabat dalam hal ini
hanya berkata atau berbuat yang dibenarkan oleh rasulullah SAW.
b. Contoh Hadis Mauquf
1. Mauquf Qauli (perkataan)

:
) (

Dari Abdullah (Bin Mas`Ud), ia berkata : jangan lah hendaknya


salah seorang dari kamu taqlid agamanya dari seseorang, karena jika
seseorang itu beriman, maka ikut beriman, dan jika seseorang itu
kufur, ia pun ikut kufur. (R. Abu Na`im)
Abdullah Bin Mas`ud adalah seorang sahabat Nabi, maka ucapan diatas
disandarkan kepada Abdullah Bin Masu`ud.
2. Mauquf Fili (perbuatan)
Apa yang dikatakan oleh Imam Bukhari r.a. :23



"Dan Ibnu Abbas menjadi Imam Shalat padahal ia bertayammum "
3. Mauquf Taqriry


. :
) (. : . :
"Dari Zuhri, bahwa Atikah Binti Zaid Bin Amr Bin Nufail jadi hamba
Umar Bin Al khattab adalah Atikah pernah turut shalat dalam mesjid.
Maka umar berkata kepadanya: demi Allah engkau sudah tahu,
bahwa aku tidak suk perbuatan ini. Atikah berkata: demi Allah aku
tidak mau berhenti sebelum engkau melarang aku. Akhirnya Umar
berkata: aku tidak mau melarang dikau. (Al Muhalla)
23

Abul Haris Muhammad, Kaedah Dasar Ilmu Hadis, Hal 81, Bab Mauquf

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

102

Ulumul Hadis

[BAB X]

Umar adalah sahabat Nabi SAW. Dalam riwayat tersebut ditunjukan


bahwa ia membenarkan perbutan Atikah yaitu shalat di mesjid.
c. Kehujjahan Hadis Mauquf
Diantara hadis mauquf terdapat hadis yang lafadz dan bentuknya
mauquf, namun setelah dicermati hakikatnya bermakna marfu' yaitu berhubungan
dengan Rasul SAW. Hadis yang demikian dinamai oleh para ulama hadis dengan
al-Mauquf lafdzhan al-Marfu' ma'nan,yaitu secara lafaz berstatus mauquf, namun
secar mkana bersifat marfu'. Jadi, Hadis Mauquf dan hadis Marfu memerlukan
penyelidikan.24Apabila suatu hadis mauquf berstatus hukum marfusebagaimana
yang dijelaskan diatas dan berkwalitas shahih atau hasan, maka ststus hukumnya
pun sama dengan hadis marfu. Akan tetapi jika tidak berstatus marfu, maka para
ulama hadis berbeda pendapat tentang kehujahannya.
Menurut ulama Syafiiyah dalam Al-jadid, jika perkataan sahabat itu
tidak populer di masyarakat maka perkataan itu bukanlah ijma dan tidak pula
dijadikan hujjah. Apapun tingkatan atau martabatnya tidaklah diterima sebagai
hujjah atau dalil bagi ajaran Islam, sebab yang dapat diterima sebagai hujjah itu
hanyalah Al-Quran dan Hadits Nabi saw. Sehingga Pada prinsipnya hadits
mauquf itu tidak dapat dibuat hujjah, kecuali ada qarinah yang menunjukkan atau
yang menjadikannya marfu.
E. HADIS MAQTHU

a. Defenisi Hadis Maqthu

enurut bahasa, Kata Al-Maqtu () berasal dari kata


yang berarti terpotong yang merupakan lawan
dari kata Mausul yang berarti bersambung. Sedangkan, secara istilah

adalah sebagai berikut :


. 25


Yaitu sesuatau yang disandarkan pada Tabiin baik perkataan maupun
perbuatan tabi'in tersebut

24
25

Drs. M. Anwar, Ilmu Musthalah Hadis, Hal. 127, Bab hadis Marfu_Mauquf_Maqthu
Ahmad Umar Hasyim, , Hal 115, Bab

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

103

Ulumul Hadis

[BAB X]

Atau :
27

26

Sesuatu yang disandarkan kepada tabi'i atau generasi yang datang


sesudahnya berupa perkataan atau perbuatan
Hadis Maqthu tidak sama dengan munqhati, karena maqthu adalah sifat
dari matan, yaitu berupa perkataan Tabi'in atau Tabi at-Tabi'in, sementara
munqathi adalah sifat dari sanad, yaitu terjadinya keterputusan sanad.
b. Contoh Hadis Maqthu
1. Maqthu Qauli (perkataan)

: :
) (: .

Dari Abdillah Bin Sa`Id Bin Abi Hindin, ia berkata: aku pernah
bertanya kepada Sa`id Bin Musayyib; bahwasanya si fulan bersin,
padahal imam sedang berkhutbah, lalu orang lain ucapkan
yarhamukallah (bolehkan yang demikian?) jawab Sa`Id Bin Musayib
perintahlah kepadanya supaya jangan sekali-kali diulangi. (al atsar)
Sa`id Bin Musayyib adalah seorang tabi`in dan Hadits diatas adalah
Hadits Maqthu. Tidak mengandung hukum.
2. Maqthu Fili (perbuatan)

) (. :
Dari Qatadah, ia berkata: adalah Sa`Id Bin Musaiyib pernah shalat
dua rakaat sesudah ashar. (Al Muhalla)
Sa`id Bin Musayyib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas adalah
Hadits Maqthu berupa cerita tentang perbuatan-nya. Tidak mengandung hukum.

26
27

:
Dr. M. Tohan, Mustalahatul Hadis, Hal. 109, Bab Taksimul Khabar binnisbati ila man isnida ilaihi

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

104

Ulumul Hadis

[BAB X]

3. Maqthu Taqriry

:
) (.
Dari hakam bin utaibah, ia berkata: adalah seorang hamba mengimami
kami dalam mesjid itu, sedang syuraih (juga shalat disitu).
(Al Muhalla)
Syuraih ialah seorang tabi`in. riwayat Hadits ini menunjukan bahwa
syuraih membenarkan seorang hamba jadi imam.
c. Kehujjahan Hadis Maqthu
Hadis Maqthu' tidak dapat dijadiakan sebagai hujjah atau dalil untuk
menetapkan suatu hukum, karena status dari perkataan Tabi'in sama dengan
perkataan Ulama lainnya. Disamping itu, Hadis maqthu yang merupakan
perkataan tabiin bukanlah hadis sebagaimana yang bersumber dari Nabi. Menurut
Imam Zarkasyi, adapun perkataan Maqthu dimasukan ke dalam hadis merupakan
sesuatu yang mempermudah.28Sehingga Hadits Maqthu tidak bisa dipergunakan
sebagai landasan hukum, karena Hadits Maqthu hanyalah ucapan dan perbuatan
seorang muslim. Tetapi jika didalamnya terdapat qarinah yang baik, maka bisa
diterima dan dapat menjadi Marfu Mursal.29
d. Kitab yang banyak Mengandung Hadis Mauquf dan Hadis Maqthu
Diantara kitab-kitab yang dipandang banyak mengandung Hadis Mauquf
dan Hadis Marfu adalah :30
Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.
Mushannaf Abdurrazzaq.
Kitab-kitab tafsir :
o Ibnu Jarir,
o Ibnu Abi Hatim, dan
o Ibnul Mundzir.
28

Mohammad Anwar, Ilmu Musthalahah Hadis, Hal. 34 , Bab Hadis Marfu-Mauquf-Maqthu


Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 233, Bab macam-macam hadis dari berbagai tinjauan
30
Ibid. Hal. 232
29

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

105

Ulumul Hadis

[BAB X]

Kesimpulan
Hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada nabi baik berupa
perkataan, perbuatan atau ketetapan beliau. Akan tetapi jika dicermati
secara mendalam maka akan ada beberapa klasifikasi yang ditinjau
kepada siapakah hadis tersebut disandarkan. Yaitu :
1. Hadis qudsi,

3. Hadis Mauquf, dan

2. Hadis marfu,

4. Hadis Maqthu.

Hadits marfu adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi saw, tidak
dipersoalkan apakah itu memiliki sanad dan matan yang baik atau
sebaliknya. Hadits marfu itu dapat mencakup hadits mutawatir dan
ahad, dapat mencakup hadits muttashil dan ghair muttashil seperti
hadits mursal, munqathi, mudhal, muallaq, serta dapat mencakup
hadits shahih, hasan dan dhaif.
Hadits marfu ditinjau dari segi sandarannya dapat digolongkan
menjadi tiga golongan, yaitu :Hadis Shahih, Hadis Hasan dan Hadis
Dhaif.
Kehujjahan hadits marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan
untuk menentukan suatu hukum.
Hadits mauquf dapat berupa hadits shahih, hasan dan dhaif dilihat
dari bersambung atau tidaknya sanad.
Hadits mauquf yang dhaif namun jika terdapat qarinah dari sahabat
yang lain maka derajatnya menjadi shahih atau hasan.
Hadits maqthu tidak dapat dijadikan hujjah, ada juga yang
menyamakannya dengan pendapat sahabat yang berkembang dalam
masyarakat yang tidak didapati bantahan dari seseorang yakni
dipandang sebagai suatu ijma.
Hadis Maqthu tidak sama dengan munqhati karena maqthu adalah
sifat dari matan, yaitu berupa perkataan Tabi'in atau Tabi at-Tabi'in
sementar

munqathi adalah sifat

dari sanad,

yaitu terjadinya

keterputusan sanad.

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

106

Ulumul Hadis

[BAB X]

Daftar Pustaka
Al-khatib, M. Ajaj. Usul al-hadis : ulumuhu wa mustlahuhu:Dar
al-fikr, 1409H/1989 M.
Anwar, Mohammad. Ilmu Musthalahah Hadis. SurabayaIndonesia : Al-Ikhlas, 1931.
At-tohal Mahmud, Taisir mustalah al-hadis. Beirut: Dar Alquran Al-karim, 1399 H/ 1979 M.
Hasyim, Ahmad Umar. . Beirut-Libanon : Alahul
Kitab, 1997 M / 1417 H.
Khon, Abdul Madjid, Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah, 2009.
Muhammad, Abul Harits. Kaedah dasar Ilmu Hadis. Mantung
Tengah-Sanggrahan : Maktabah Al-Ghuroba, 2006.
Soffandi, Wawan Djunaidi. Syarah Hadis Qudsi. Jakarta : Pustaka
Azzam, 2006.
Suparta, Mundzir. Ilmu Hadis. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2002.
Tohan, Muhammad. Musthalahah Hadis. Beirut : Darul Fikar,
.
Uwaidah, Kamil. Hadis qudsi. Jakarta Pusat : Pena Pundi Aksara,
2007.
Yuslem Nawir, Ulumul-Hadis. Jakarta, PT. Mutiara Sumber
Widya 2001.

Makalah | Klasifikasi Hadis berdasarkan Nisbat

107

PENULIS ISI BUKU


1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
18)
19)
20)
21)
22)
23)
24)
25)
26)
27)
28)
29)
30)
31)
32)

Badri, asal Lombok - Nusa Tenggara Barat


Muh. Mumtaz Nur Faqih, asal Sumedang - Jawa Barat
Nasaruddin, asal Jawa
Al-Fauzi, asal Aceh
Ricki Saputra, asal Jakarta
Syifa An-Nafi asal Bogor - Jawa Barat
Akbar Romdon, asal Jakarta
Fuad Hakim, asal Cirebon - Jawa Barat
H. Cecep Muhtadin, asal Bandung - Jawa Barat
Abdul Hakim, asal Bireuen - Aceh
Ali Muzakkir, asal Palembang - Sumatera Selatan
Dzikron
Abdu Sami, asal Surabaya - Jawa Barat
Andi Purnomo, asal Tegal - Jawa Tengah
Muh. Saharuddin, asal Makassar - Sulawesi Selatan
Muh. Zaky Fathony, asal Inhil - Riau
Saofi Ahmadi, asal Lombok - Nusa Tenggara Barat
Zaidan Anshari
Anas Mujahidin, asal Sumbawa - Nusa Tenggara Barat
Muh. Nur Wahid
Muh. Sani Abdul Malik, asal Bandung - Jawa Barat
Idham Cholid, asal Palembang - Sumatera Selatan
Lukman Rozi
TB Syaiful Fikri
Alit Nur Hidayat, asal Bandung - Jawa Barat
Muh. Masrur, asal Bayuwangi - Jawa Timur
Sodik, asal Cirebon - Jawa Barat
Muhammad Muslihan, asal Pati - Jawa Tengah
Ahmad Zulki, asal Bone - Sulawesi Selatan
Fathu Rozy, asal Madura - Jawa Timur
Safidin, asal Jawa
Hasrul, asal Kolaka - Sulawesi Tenggara

Tentang Editor

Hasrul, seorang pemuda dari pasangan


ayahanda Bancong dan Ibunda Suharti. Ia
adalah anak kedua dari lima bersaudara yang
lahir pada tanggal 10 Juni 1992 di Enrekang,
Sulawesi Selatan tepatnya di Dante Koa.
Keempat saudara beliau ialah Putri Nawiati,
Hasmiar, Hasni dan Hamsah. Namun kakaknya,
Putri Nawiati meninggal setelah kelahirannya
belum genap sebulan.
Paras yang ramah senyum ini karib juga
dipanggil dengan Asrul, Zulhas, Rullah serta Srul atau Rul. Saat ini sedang
menempuh pendidikan S1 di Institut PTIQ Jakarta pada Fakultas Ushuluddin
Konsentrasi Tafsir al-Quran dan Hadis. Sejak tahun 1998, keluarga beliau menempuh
hidup baru di Kolaka, Sulawesi Tenggara sampai saat ini setelah sebelumnya pernah
juga bermukim selama setahun di Palopo (1997-1998), Sulawesi Selatan.
Setelah menamatkan Pendidikan dasar (1998-2004) di SDN 2 Bou lambandia
saat ini, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Pesantren al-Mawaddah Warrahmah
Kolaka untuk memperdalam Ilmu-Ilmu agama serta untuk menghafalkan al-Quran.
Ia menghabiskan usia mudanya selama enam tahun di pesantren tersebut dengan
rincian, tahun 2004-2007 menyelesaikan pendidikan menengah pada MTS PPAW
Kolaka dan pada tahun 2007-2010 menuntaskan pendidikan aliyah pada MAS PPAW
Kolaka. Pada tahun 2010 menjelang pelaksanaan Wisuda Santri dan Santriwati PPAW
angkatan tahun tersebut, ia akhirnya dapat menyelasaikan misi utamanya untuk
mengkhatamkan hafalan al-Quran. Semoga hafalan al-Quran beliau senantiasa melekat
dalam Hati Sanubarinya, Amin !!!
Pengalaman organisasi beliau turut serta mewarnai jalan hidupnya. Beliau
seorang yang suka menjelajah yang ia baktikan melalui Ekstrakurikuler Pramuka
semenjak SD sampai Madrasah Aliyah. Ia juga aktif dalam pembinaan bahasa asing
semenjak bergabung dengan Organisasi ASSET Tahun 2008 yang merupakan kumpulan
warga Sulawesi yang menuntut Bahasa Asing di Pare, Kediri. Tahun 2009-2010,
Ia terpilih sebagai Ketua Umum AISSEL Mahkamah Bahasa PPAW. Dunia
keorganisasian seorang Zulhas nampak menempati peranan penting ketika ia menempuh
pendidikan Kuliah di Institut PTIQ Jakarta pada tahun 2010.
Pada ruang lingkup kampus, ia bergabung dengan FoKUs (Forum Kajian
Ushuluddin) serta UNITY (Ushuluddin Community). Untuk organisasi yang berskala
Nasional, ia menggabungkan diri dalam Organisasi HmI-MPO. Adapun yang berskala
daerah, ia aktif dalam beberapa Orda, diantaranya PMBM Institut PTIQ-IIQ Jakarta,
IKAMI Cabang Ciputat, IKAS PPAW serta FKMB. Terakhir, beliau juga giat dalam
melakukan pembinaan Pemuda-Pemudi di daerah asalnya saat ini yang berada di bawah
Naugan Remaja Masjid Hikmah al-Muhajirin dan Enrekang SulTra Community.

Sekian

Copright : UNITY - ptiq40.blogspot.com

ISI BUKU !!!


1) Pengenalan Hadis, Khabar,
Naba, Atsar dan Sunnah
2) Kedudukan dan fungsi Sunnah
dalam Islam
3) Pengenalan Ulumul Hadis
4) Hadis ditinjau dari diterima
atau ditolaknya
5) Hadis Hasan
6) Macam-macam Hadis dhaif I
7) Macam-macam Hadis Dhaif II
8) Macam-macam Inqitha
9) Hadis berdasarkan kuantitas
perawi
10) Hadis
nisbat

berdasarkan

sumber

You might also like