Professional Documents
Culture Documents
A
Dosen Pembimbing
OLEH
Fakultas Ushuluddin
Angkatan 40 IPTIQ
Semester I
2010 - 2011
Salam Redaksi
Terima Kasih !
Team Redaksi
Prakata
Puji syukur kehadirat Tuhan semesta Alam. Tuhan yang menciptakan,
memelihara dan mengadakan segala sesuatu serta hanya kepada-Nyalah segala
sesutu akan kembali. Segala bentuk pujian hanyalah Untuk-Nya dan tidak ada
sekutu bagi-Nya. Berkat segala limpahan Rahmat dan Hidaya-Nya sehingga kita
semua masih dapat melakukan beragai macam aktivitas dalam hidup ini. Harapan
kita, mudahan mudahan kehidupan ini senantiasa penuh dengan ridha dan kasih
sayang-Nya serta menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang selamat di
Dunia dan di Akhirat. Amin !!!
Slawat dan Salam semoga senantiasa dihanturkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, para sahabat, keluarga, dan para pengikutnya sampai dihari
kiamat. Dalam sejarah awal perjuagan Islam di Makkah, Kehidupan manusia
penuh dengan corak hidup Jahiliyah. Berkat risalah Nabi Muhammad-lah yang
Beliau emban dengan penuh ketabahan dan kegigihan dapat memberikan
pengaruh yang sangat besar dalam tatanan kehidupan ketika itu. Akhirnya,
Ketentraman dan kedamaian hidup dapat dirasakan olah masyarakat Arab ketika
itu. Kita semua sebagai ummat Nabi Muhammmad memiliki kewajiban untuk
tetap mempertahankan nilai-nilai keislaman tersebut yaitu dengan senantiansa
berpedoman pada Al-Quran-Hadis. Rasulullah SAW bersabda :
) (
Artinya : Aku tinggalkan dua perkara diantara kalian, tidaklah kalian tersesat
selama kalian berpegang kapada keduanya yaitu, Kitab Allah (Al-Quran) dan
Sunnah Nabi-Nya (Hadis.1 (H.R. Imam Malik)
Hadis merupakan sumber hukum kedua dalam Islam setelah Al-quran.
Karena itu, mempelajari Hadis merupakan salah satu kewajiban bagi ummat
Islam. Sebagai realisasi dari hal itu, kami persembahkan kumpulan-kumpulan
makalah ulumul hadis ini kepada seluruh insan yang berminat memperdalam
pengetahuan tentang hadis. Adapun issi dan penjelasan dalam karya ini
1
PRAKATA
merupakan hasil diskusi kami dalam mata kuliah ulumul hadis, Ushuluddin Prodi
Tafsir Institut PTIQ Jakarta. Ini merupakan realisasi atas usaha dan kesungguhan
kami dalam memenuhi satuan kredit semester (SKS) pada studi tafsir hadis untuk
semester satu. Dengan senantiasa memohon Ridha Allah dalam melaksanakan
tugas ini sampai selesai. Juga tidak terlepas atas pertisipasi dari temen-teman
ushuluddin serta bimbingan dari para dosen kami. Segala bimbingan dan
pengarahan mereka adalah bekal yang sangat berharga dalam menyelesaikan
karya ini. Khususnya kami sampaikan kepada Bapak Andi Rahman, M.A selaku
pembimbing mata kuliah ulumul hadis. Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kami hanturkan dan semoga jasa-jasa mereka bernilai ibadah disisi Allah SWT.
Dalam karya tulis ini, pembaca akan menemui berbagai macam studi
dalam kajian ilmu hadis sebagaimana pada umumnya. Pemaparannya kami
sajikan dengan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan penjelasan dan
berupaya memadukan berbagai referensi dalam setiap pembahasannya. Kumpulan
materi yang terdapat di dalamnya berlandaskan pada mata kuliah dalam
memenuhi standar SKS. Karena itu, asih banyak kajian ulumul hadis lainnya yang
tidak termuat di dalamnya. Namun kami berharap, mudah-mudahan karya ini
dapat menjadi amal ibadah di sisi Allah SWT.
Akhirnya, kumpulan makalah-makalah ini dapat kami selesaikan dengan
harapan dapat menjadi salah satu media dan sumber pembelajaran Ulumul Hadis.
Kami menyadari atas segala keterbatasan dalam menyusun makalah ini. Oleh
karena itu, hal-hal yang berupa saran, kritikan dan masukan sangat kami nantikan
dari segenap pelajar, pembaca dan khususnya para ahli dalam bidang hadis.
Semoga Allah senantiasa menyertai kita, Amin !!!
Team Penulis
PRAKATA
VI
Daftar Isi
VII
A. Pengertian Sunnah..................................................... 12
a. Sunnah Menurut Bahasa.. 12
b. Sunnah Menurut Syara..... 13
c. Sunnah Menurut Amalan Sahabat... 14
d. Sunnah Menurut Orientalis... 14
B. Kedudukan Sunnah dalam Islam.... 15
C. Fungsi Sunnah dalam Islam. 18
a. Bayan al-Taqrir.. 18
b. Bayan al-Tafsir... 19
c. Bayan al-Tasyri..... 21
d. Bayan Taqyid al-Muthlaq..... 21
D. Penutup.. 22
Daftar Pustaka.. 23
BAB III
PENGENALAN ULUMUL HADIS
[Oleh : Akbar Romdon, Fuad Hakim dan H. Cecep Muhtadin]
A. Kemunculan dan Perkembnagan Ulumul Hadis.......... 25
a. Ilmu Hadis Riwayah Pra Kodifikasi.. 25
b. Ilmu Hadis Dirayah Pra Kodifikasi... 26
B. Sejarah dan Perkembangan Ulumul Hadis Pasca Kodifikasi.. 27
a. Ilmu Hadis Riwayah Pasca Kodifikasi.. 27
b. Ilmu Hadis Dirayah Pasca Kodifikasi... 28
C. Objek Kajian Ulumul Hadis 32
a. Ilmu Rijal al-Hadis. 32
b. Ilmu Jarh wa al-Tadil...... 32
c. Ilmu Fan al-Mubhamat..... 32
d. Ilmu Ilal al-Hadis..... 32
e. Ilmu Gharib al-Hadis..... 33
f. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh.... 33
g. Ilmu Talfiq al-Hadis.. 33
h. Ilmu Tashif wa al-Tahrif... 33
i. Ilmu Asbab al-Wurud al-Hadis..... 33
j. Mushthalah al-Hadis.... 34
Daftar Isi
VIII
IX
BAB VIII
MACAM-MACAM INQITHA
[Oleh : Idham Cholid, Lukman Rozi, TB Syaiful Fikri]
A. Definisi dan Macam Inqitha al-Sanad.......... 74
B. Hadis Muallaq..... 74
a. Pengertian... 74
b. Contoh Hadis Muallaq... 75
c. Hukum Hadis Muallaq..... 75
C. Hadis Mursal..... 76
a. Pengertian... 76
b. Contoh Hadis Mursal.... 77
D. Hadis Muanan dan Hadis Muannan... 77
a. Pengertian Hadis Muanan... 77
b. Contoh Hadis Muanan ... 78
c. Hukum Pengamalan Hadis Muanan... 78
d. Pengertian Hadis Muannan..... 79
e. Contoh Hadis Muannan... 79
E. Hadis Mudallas..... 80
a. Pengertian... 80
b. Pembagian Hadis Mudallas... 80
Daftar Pustaka.. 83
BAB IX
KLASIFIKASI HADIS BERDASARKAN
KUANTITAS PERAWI
[Oleh : Alit Nur Hidayat, Muh. Masrur, Muh. Muslihan dan Sodik]
A. Hadis/Khabarul Mutawatir....... 85
a. Pengertian Mutawatir Menurut Bahasa dan Istilah... 85
b. Syarat Hadis Mutawatir Menurut Ulama Mutaakhirin... 85
c. Pembagian Hadis Mutawatir..... 85
B. Hadis/Khabarul Ahad.. 87
a. Pengertian Ahad Menurut Bahasa dan Istilah..... 87
b. Pembagian Hadis Ahad.. 87
Daftar Isi
XI
Daftar Isi
XII
Bagian Ke Satu
Pengenalan Hadis
Oleh Kelompok 1
Badri
M. Mumtas Nur Faqih
Nasruddin
Ulumul Hadis
[BAB I]
PEMBAHASAN
A. Definisi Hadits, Khabar, Naba, Atsar dan Sunnah
a. Hadits
((
Pengertian hadits secara harfiah berarti al-Jadd ) ( atau baru, bentuk jama
dari hadts adalah ahdts, lawan katanya qiys. Dalam terminologi Islam istilah
hadts berarti melaporkan/mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi
Muhammad SAW. Kata hadts itu sendiri adalah bukan kata infinitif 1, melainkan
kata benda2.
Namun seiring perjalanan, kata hadts mengalami perluasan makna, sehingga
disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda),
perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW. yang
dijadikan ketetapan ataupun hukum3. Dari sini berkembang pengertianpengertianistilah hadts, diantaranyadiartikan sebagai sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun sifat.
Abu al-Baqaal-Kafawi, al-Kuliyt, hal. 370; Al-Rislah Publishers. Frase terakhir oleh al-Qasimi
dalam Qawid al-Tahdith, hal. 61, Beirut: Dar al-Nafais.
3
Himmah adalah hasrat Nabi SAW. yang belum terealisir, contohnya hadits riwayat Ibnu Abbas :
Dikala Raslullah SAW.berpuasa pada hari Asura dan memerintahkan untuk dipuasai, para sahabat
menghadap kepada Nabi, mereka berkata, Ya Rasulullah, bahwa hari ini adalah yang diagungkan oleh
Yahudi dan Nasrani, Rasulullah menjawab, Tahun yang akan datang, Insya Allah aku akan berpuasa pada
tanggal sembilan. (HR Muslim dan Abu Dawud). tetapi Rasulullah tidak sempat merealisasikannya,
disebabkan beliau telah wafat.
Ulumul Hadis
[BAB I]
((
:
,
,
6
.))
:
7
. ,
Contoh hadts taqririy (ketetapan):
,
:
8
. ,
b. Khabar
)(
Khabar menurut bahasa berarti an-Nab ) ( atau berita9, bentuk jama dari
khabar adalah akhbr. Menurut istilah terdapat 3 pendapat10, yaitu:
10
Ibid.
Ulumul Hadis
[BAB I]
c. Naba )(
Menurut bahasa berarti berita. Menurut istilah an-naba sinonim dari al-khabar,
artinya memiliki definisi yang sama dengan al-khabar.
d. Atsar
)(
e. Sunnah )(
Menurut bahasa sunnah berarti
yaitu suatu perjalanan yang diikuti,
baik itu dinilaisebagai perjalanan yang baik ataupun perjalanan yang buruk12.
Menurut istilah ulama ahli hadts, sunnah sinonim hadts atau memiliki
pengertian yang sama dengan istilahhadts yang telah berkembang. Sebagian
Ulama yang mendefinisikan dengan ungkapan singkat :
13
11
Ibid.,hlm. 16
12
13
Ibid.
Ulumul Hadis
[BAB I]
,
,
: ,
, :
, : ,
, ,
14
.)
( :
a. Sanad
)(
15
(mata rantai para
perawi hadits yang menghubungkan sampai kepada matan hadits). Dari contoh
hadts di atas maka yang disebut sanad adalah:
,
,
: ,
, :
...: ,
,
,
Dalam Ilmu Hadits, sanad ini merupakan neraca untuk menimbang derajat atau
tingkatan satu hadts. Andaikata salah satu rawi (orang yang meriwayatkan harts)
dalam satu jalur sana dada yang fasik, tertuduh dusta atau ada sebab yang
menggugurkan keadilan seorang rawi, maka hadits tersebut tidak dikategorikan
14
Shahh Muslim, Juz 2, Hal. 64, Kitb al-Janiz, Bb (9) al-Mayyit Yuadzdzab bi Buk Ahlih
Alaih, no. 16-(927).
15
Ulumul Hadis
[BAB I]
b. Matan )(
Secara bahasa matan berarti tanah yang keras dan naik ke atas. Sedangkan
menurut istilah berarti kalimat setelah berakhirnya sanad hadts.
Dalam definisi lain matan adalah 17
( lafadz16
:
,
Terkait dengan matan atau redaksi hadits, maka yang perlu dicermati dalam mamahami
hadts ialah:
16
17
Ulumul Hadis
[BAB I]
)(
b. Muhaddits
)(
18
Ulumul Hadis
c. Hafidz
[BAB I]
)(
Menurut banyak pakar hadts, al-hfidz artinya sama dengan muhaddits. Ada yang
berpendapat bahwa al-hfidz martabatnya lebih tinggi dari al-Muhaddits, karena
ia lebih banyak mengetahui dari pada ketidak tahuannnya terhadap setiap
tingkatan (thabaqt) para perawi Hadits.
Menurut sebagian pendapat, al-hfidz harus mempunyai kapasitas menghafal
100.000 hadts19. Muadditsin yang mendapat gelar ini antara lain Al-Iraqi,
Syarafuddin Ad-Dimyathi, Ibnu Hajar Al-Asgalani, dan lain-lain.
d. Hkim
)(
Menurut sebagian ahli ilmu hadts, al-hkim berarti orang yang pengetahuannya
mencakup seluruh hadts, hanya sedikit saja yang tidak diketahuinya 20.
Muhadditsin yang mendapat gelar ini antara lain Ibnu Dinar (w. 162 H), Al-Laits
(w. 175 H), Imam Malik (w. 179 H) dan Imam Syafii (w. 204 H).
e. Amrul Mukminn)(
Amrul Mukminn dalam ilmu Hadts tidak terkait dengan kekhalifahan dalam
politik/kenegaraan,
melainkan
berkaitan
dengan
penguasaan
hadits
19
20
21
Ulumul Hadis
[BAB I]
Ulama mutaqaddimin yang mendapatkan gelar ini antara lain Syubahbin AlHajjaj, Sufyan Ats-Tsawari, Ishaq bin Rahawaih, Ahmad bin Al-Bukhari, AdDaruquthni, dan lain-lain. Sedang di kalangan muta-akhirin antara lain AnNawawi, Al-Mizzi, Adz-Dzahabi, dan Al-Asqalani.
KESIMPULAN
Ulumul Hadits merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk
hadits, yang terbagi dalam Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.
Melalui Ulumul Hadits ini dapat diketahui kualitas suatu hadts ditinjau dari
berbagai sudut pandang, sehingga dapat diputuskan hadts tersebut dapat
dijadikan dalil dalam agama ataupun kehidupan sehari-hari atau tidak.
Hadits tersusun dari sanad dan matan (isi hadits). Sanad inilah yang menjadi
neraca untuk menimbang derajat atau kualitas suatu hadits. Hadts tidak dapat
dijadikan hujjahjika terdapat persyaratan yang tidak terpenuhi dalam keshahihan
suatu hadts, walaupun mungkin hadits tersebut pada hakikatnya benar, demi lebih
berhati-hati dalam menentukan suatu hukum. Terutama pada hadts-hadts yang
menyinggung masalah aqidah. Namun, dalam hadts-hadts sosial selama tidak
menyalahi kemashlahatan ummat dan tidak bersinggungan dengan aqidah, walau
derajat hadits bukan shahih sebagian pendapat membolehkan untuk dipakai.
Ulumul Hadis
[BAB I]
DAFTAR PUSTAKA
10
Bagian Ke Dua
Kedudukan dan
Fungsi Sunnah
dalam Islam
Oleh Kelompok 2
Al-Fauzi
Ricki Saputra
Syifa An-Nafi
Ulumul Hadis
[BAB II]
A. Pengertian Sunnah
a. Sunnah Menurut Bahasa
Adapun pengertian sunnah menurut bahasa ialah :
:
Artinya:
Sunnah adalah jalan dan sirah, baik yang terpuji maupun tercela.1
Dalam Al-Quran Allah SAW berfirman : (Surat al-Anfal:38)
Artinya:
teman
teman
nya),
jika
mereka
berhenti
dari
Artinya:
Barang siapa yang menghidupkan sunnah dalam islam dengan sunnah
yang baik,maka baginya pahala dan pahala orang yang mengikutinya
sesudah nya, tanpa mengurangi
Ibnul manzhur al-Ifriqi,lisanul arab,darus sodir,beirut,cet 1,akar kata sunnah,jilid 13 hal 225
12
Ulumul Hadis
[BAB II]
Ibnul manzhur al-Ifriqi,lisanul arab,darus sodir,beirut,cet 1,akar kata sunnah,jilid 13 hal 225
13
Ulumul Hadis
[BAB II]
teori
fiqih
klasik memberikan
definisi
bahwa
sunnah adalah
perbuatan-perbuatan Nabi SAW yang ideal. Pendapat ini juga di gunakan oleh
mazhab imam Syafii. Bagi imam Syafii sunnah atau sunnah rasul adalah dua
kata yang sinonim, tetapi arti sunnah yang paling tepat adalah contoh-contoh yang
sudah berlalu dan tata cara hidup. Goldziher, menjelaskan bahwa kata sunnah iu
semula adalah istilah animis kemudian dipakai oleh orang orang Islam. Begitu
pula kesimpulan Margolio, bahwa pengertian sunnah sebgai sumber hukum pada
mulanya adalah masalah yang ideal atau norma yang dikenal dalam masyarakat,
kemudian pada masa-masa belakangan pengertian itu hanya terbatas hanya untuk
perbuatan-perbuatan Nabi saja. 3
The origins,p.51
14
Ulumul Hadis
[BAB II]
ayat
Al-Quran
yang
menerangkan
tentang
kewajiban
mempercayai dan menerima segala yang di sampaikan oleh rasul kepada umatnya
untuk dijadikan pedoman hidup. Diantara ayat ayat dimaksud adalah:
Artinya:
Artinya:
Dan apa yang diberikan rasul kepadamu, terimahlah dan apa apa
yang
dilarang
olehnya,
maka
tinggalkan
lah.
Dan
15
Ulumul Hadis
[BAB II]
dan
maksud ayat
dinyatakan bahwa ungkapan wajib taat ke pada rasul saw dan larangan
mendurhakainya. Merupakan suatu kesepakatan yang tidak di perselisihkan oleh
umat Islam.
2) Dalil Hadis
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan harus
menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, di samping Al-Quran sebagai pedoman
utamanya. Beliau bersabda:
)(
Artinya:
Aku tinggalkan dua pusaka untuk musekalian,yang kalian
tidak akan tersesat selagi kamu masih berpegang
kepada
Imam jalal al-Din Abdurrahman ibn Abu Bakar al- Suyuti al-Jamial-Shogir 1,op cit,. Hlm 505
16
Ulumul Hadis
[BAB II]
) (
Artinya:
Wajib
sunnah
ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah ,ia pernah berkata saya tidak
akan meninggalkan sedikitpun sesuatu yang di amalkan atau dilakukan oleh
Rasul SAW.Sesungguhnya saya takut tersesat
bila meninggalkan
perintahnya. 6
Abu Abdillah Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmadbin Hambal, juz 1. (Bairut : al-Makkab
al-Islamy.t.t) hal : 164.
7
Ibid. juz 1. Hal : 378
17
Ulumul Hadis
Diceritakan
[BAB II]
dari
Said
bin
Musayyab
bahwaUsman
bin
Affan
Artinya:
Nahl(16):44)
Untuk karena itu, fungsi hadis Rasulullah sebagai penjelas (Bayyan)
trehadap Al-Quran itu bermacam- macam, diantatranya :
a. Bayan at-Taqrir
Bayan at-takrir disebut juga dengan bayyan al-takid . Yang dimaksud
dengan bayyan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah
diterangkan di dalam Al-Quran. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh
18
Ulumul Hadis
[BAB II]
isi kandungan al-Quran. Satu contoh hadis yang diriwayat kan muslim dan Ibnu
Umar.Yang berbunyi :
) (
Artinya:
Artinya:
) (
Artinya:
Sholatlah sebagai mana engkau melihat aku shalat 9
Hadis ini menjelaskan bagai mana kita mengerjakan atau mendirikan
sholat.Sebab dalamAl -Quran tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang
memerintahkan shalat adalah:
Hadis ini terdapat dalam kitab al-Shiyam dalam imam Muslim.Shahih Muslim,jild 1 (Bairut.Dar
al-Fikri). Hal;481
9
Muhammad bin Ismail al-Kahlani,subul assalam,juz 1v,(Bandung Dahlan t.t),hal 27
19
Ulumul Hadis
Artinya:
[BAB II]
Dan kerjakanlah sholat,tunaikan zakat,dan rukulah bersama orangorang yang ruku. (QS.Al-Baqoroh(2):43)
Contoh hadis yang membatasi (taqyid) ayat-ayat Al-Quran yang bersifat
mutlak. Antara lain seperti sabda Rasulullah SAW. Yang artinya, Rasulullaah
SAW didatangi seseorang dengan membawa seorang pencuri lalu beliau
memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.
Contoh hadis yang membatasi (taqyid) ayat-ayat Al-Quran yang bersifat
mutlak. Antara lain seperti sabda Rasulullah SAW. Yang artinya, Rasulullaah
SAW didatangi seseorang dengan membawa seorang pencuri lalu beliau
memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.
Hadis ini mentaqyid, QS. Surah Al Maidah yang berbunyi:
Artinya:
) (
Artinya:
Tidaklah orang muslim mewarisi dari orang kafir.Begitu juga kafir
tidak dari orang muslim. (HR.Bhukhori) 10
Hadis ini mentakhsiskan keumuman ayat:
10
Hadis no.6764 dari kitab al- Faraidh,dalam imam Bukhari,op.cit.juaz 8. Hal .14
20
Ulumul Hadis
[BAB II]
Artinya:
Allah mensyariatkan bagi mu tentang(pembagian pusaka untuk)anakanakmu.Yaitu bagian anak laki laki sama denga sebahagian anakanak perempuan.(QS.al- Nisa(4);11)
c. Bayan al-Tasyri
Bayan al-Tasyri
yang tidak di dapati dalam Al-Quran atau dalam al-Quran hanya terdapat pokokpokok nya saja Abbas al-Mutawalli hammadah juga menyebut bayan ini
denganzaid ala al-Kitab al- Karim. Hadis rasul SAW dalam segala bentuknya
(basik yang qauli,fili maupun taqrir) berusaha menunjukkan suatu kepastian
hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul, yang
Al-Quran. Adapun hadis yang termasuk dalam kelompok ini .Yaitu hadis tentang
zakat fitrah:
) (
Artinya:
Bahwasanya Rasulullah Saw.Telah mewajibkan zakat fitrah kepada
umat Islam pada bulan Ramadhan satu sukat (sha)kurma atau
gamdum untuk setiap orang,baik merdeka atau hamba sahaya,laki
laki atau perempuan muslim.(HR.Muslim)
Hadis
Rasulullah
yang
termasuk
bayan
atasyri
ini
wajib
di
amalkan,sebagai mana kewajiban mengamal kan hadis-hadis lainnya. Ibnu alQayyim berkata,bahwa hadis hadis Rasul SAW yang berupa tambahan terhadap
al-Quran,merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati,tidak boleh menolak
atau mengingkarinya,dan ini bukanlah sikap Rasulullah mendahului al-Quran
melainkan semata mata karena perintah Allah SWT.
d. Bayan Taqyid al-Muthlaq
Untuk bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat
tajam. Ada yang mengikuti dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap
21
Ulumul Hadis
[BAB II]
sebagian hukum al-Quran dan ada juga yang menolaknya. kata nasihk menurut
bahasa berarti ibthal (membatal kan) izalah (menghilangkan), tawil (memindah
kan)dantaghyir( mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-Nask ini banyak
yang melalui pendekatan bahasa, sehingga diantara mereka terjadi perbedaan
pendapat dalam mentarifkannya. Termasuk perbedaan pendapat antara ulama
mutaqoddimin dengan ulama mutaakhirin.menurut pendapat yang dapat dipegang
dari ulama mutaqoddimiin bahwa terjadinya naskh ini karena adanya dalil syara
yang mengubah suatu hukum (ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir
masa keberlakuannya serta tidak bisa di amalkan lagi dan syara(pembuat syariat).
D. Penutup
Sekianlah uraian makalah tentang (Pembahasan Kedudukan Dan Fungsi
Sunnah Dalam Islam) yang dapat kami ketengahkan. Selaku insan, pasti
mempunyai kekurangan dan ketidaktahuan dalam penulisan maupun dalam
menyampaikan isi makalah ini. Saran beserta kritik yang produktif lagi
konstruktif adalah harapan penulis dalam merevisi subtansi makalah ini.
Mudah-mudah makalah yang singkat ini, dapat menambah wawasan
pengetahuan kita dalam memahami isi kandungan Al-Quran. Semoga Allah selalu
mencurahkan ilmu-Nya dan membimbing kita kejalan yang Dia ridhai.
22
Ulumul Hadis
[BAB II]
Daftar Pustaka
Al-Ifriqi, Ibnul Manzhur. lisanul Arab Darus Sodir. Cet. Ke-1
Beirut : Akar Kata Sunnah.
Al-Kahlani, Muhammad bin Ismail. subul Assalam. (Bandung
Dahlan t.t)
23
Bagian Ke Tiga
Pengenalan
Ulumul Hadis
Oleh Kelompok 3
Akbar Ramdan. D
Fuad Hakim
H. Cecep Muhtadin
Ulumul Hadis
[BAB III]
adalah metode lisan. Meskipun demikian, tidak sedikit juga para Sahabat yang
melakukan pencatatan hadits secara personal, dan itu mendapatkan izin dari
Rasulullah Saw. Benar pada permulaan turunnya wahyu, Rasulullah Saw pernah
melarang para sahabat untuk mencatat selain al-Quran. Akan tetapi larangan
tersebut bukanlah larangan yang bersifat mutlak, atau larangan tersebut
merupakan larangan yang bersifat sementara, sampai para Sahabat benar-benar
dapat membedakan antara al-Quran dan yang lainnya. Hal itu terbukti dengan
adanya beberapa Sahabat yang mendapatkan izin dari beliau untuk melakukan
pencatatan hadits, seperti Abdullah bin Amr ra, Rafi' bin Khadija ra, Abu Syah
25
Ulumul Hadis
[BAB III]
dan yang lainnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pada masa pra kodifikasi ini
sebagian besar hadits telah ditransmisikan melalui lisan dan hafalan. Namun hal
ini sama sekali tidak mengurangi tingkat keotentikan hadits-hadits tersebut.
Karena para Sahabat yang menjadi agen transmiter dalam hal ini, disamping sosok
mereka yang sangat loyal terhadap Rasul Saw dan terpercaya, mereka juga
dikaruniai hafalan yang kuat, sehingga dengan itu, kemampuan mereka untuk
mentransmisikan hadits dari Rasulullah Saw secara akurat tidak diragukan lagi.
Selain itu, metode lisan ini juga tidak menafikan adanya sejumlah
Sahabat yang telah mentransmisikan hadits melalui catatan-catatan yang mereka
buat. Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya bebrerapa shahifah yang pernah
ditulis pada rentang masa tersebut.Berikut ini adalah beberapa nama shahifah
yang dimaksud:
1) Shahfah al-Shadiqah, ditulis oleh Abdullah bin Amr ra.,
2) Shahfah Jabir bin Abdullah ra.,
3) Shahfah Ali bin Abi Thalib ra.,
4) Shahfah Hammam bin Munabbih, ditulis oleh Hammam dari riwayat Abu
Hurairah ra.,
5) Shahfah Samurah bin Jundub ra.,
6) Shahfah Sa'd bin Ubadah ra.
26
Ulumul Hadis
[BAB III]
maka kami tidak mengambil (hadits) dari mereka, kecuali apa yang kami tahu
(kebenarannya)". Sikap tatsabbut yang dikembangkan oleh para Sahabat tersebut
merupakan sebuah bentuk usaha otentifikasi hadits. Dan itu merupakan inti dari
ilmu hadts diryah itu sendiri. Karena ilmu hadts diryah sebenarnya adalah
bentuk aplikasi dari usaha otentifikasi yang dilakukan oleh para ulama.
27
Ulumul Hadis
[BAB III]
Dan masih banyak lagi, baik karya-karya yang sampai kepada kita atau
pun yang tidak. Karya-karya ulama pada abad ketiga Hijriyah:
1) Musnad Abu Dawud al-Thayalisi (204 H),
2) Mushannaf Abdurrazaq,
3) karya Abdurrazaq ibn Hammam (211 H),
4) Musnad al-Humaidi (219 H),
5) al-Sunan, karya Sa'id ibn Manshur (227 H),
6) Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (235 H),
7) Kutubuttis'ah minus al-Muwatha' Malik,
8) Musnad Ishaq bin Rahuyah (238 H), dan yang lainnya.
Adapun karya-karya Ulama abad keempat Hijriyah ialah:
1) Shahih Ibnu Hibban (354 H),
2) Ma'ajim, al-Shaghir,
3) al-Wasth dan al-Kabir, semuanya karya al-Thabrani (360 H),
4) Sunan ad-Daruquthni (385 H),
5) Mustadrak al-Hakim (405 H), dan yang lainnya.
28
Ulumul Hadis
[BAB III]
29
Ulumul Hadis
[BAB III]
mengapresiasi semua pembahasan ilmu Hadis. Bahkan keunggulan kitab ini telah
menarik para ulama, khususnya yang datang sesudahnya, untuk memberikan
komentar kitab tersebut. Tidak kurang dari 33 kitab telah membahas kitab Ibnu alShalah itu, baik berupa ikhtishar (ringkasan), syarh (ulasan), nazhm (puisi, syair),
dan muradhah (perbandingan) .
Dalam bentuk ulasan (syarh), muncul beberapa kitab yang sangat detail
memberikan ulasannya. Misalnya Al-Taqyid wa al-Idhah lima Athlaqa wa
Aghlaqa min Kitab Ibn al-Shalah karya al-Iraqi (w. 608 H), Al-Ifshah an Nuqat
Ibn al-Shalah karya al-Asqalani (w. 852 H), dan karya al-Badar al-Zarkasyi (w.
794 H) yang belum diketahui judulnya. Sedang dalam bentuk ringkasan (ikhtisar),
antara lain memunculkan kitab Mahasin al-Ishthilah wa Tadlmin Kitab Ibn alShalah karya al-Bulqini. Kitab ini meski berupa ringkasan, namun banyak
memberikan ulasan penting, catatan, dan beberapa penjelasan tambahan.
Masih dalam bentuk ringkasan, muncul kitab Al-Irsyad yang kemudian
diringkas lagi oleh penulisnya sendiri, Imam al-Nawawi (w. 676 H), dengan judul
Al-Taqrib wa al-Taisir li Marifat Sunan al-Basyir wa al-Nadzir. Anehnya, kitab
yang merupakan ringkasan dari kitab-kitab sebelumnya, kemudian diberikan
syarh oleh al-Suyuti (w. 911 H) dalam kitab yang diberinya judul Tadrib al-Rawi
fi Syarh Taqrib al-Nawawi. Al-Suyuti juga menulis kitab Al-Tadznib fi al-Zaid
ala al-Taqrib yang menambal di sana-sini kekurangan kitab al-Nawawi.
Ringkasan terhadap karya Ibn al-Shalah terus saja dilakukan para ahli
Hadis. Badr al-Din Muhammad bin Ibrahim bin Jamaah al-Kannani (w. 733 H),
misalnya, menulis kitab Al-Minhal al-Rawi fi al-Hadis al-Nabawi, yang kemudian
diberikan syarh oleh Izz al-Din Muhammad bin Abi Bakar bin Jamaah dengan
judul Al-Manhaj al-Sawi fi Syarh al-Minhal al-Rawi. Abu al-Fida Imad al-Din
Ismail bin Katsir (w. 774 H) juga tidak ketinggalan. Ia menulis ikhtisar terhadap
karya Ibn al-Shalah itu ke dalam satu kitab yang diberinya judul Al-Bais alHasis. Upaya serupa juga dilakukan oleh Ala al-Din al-Mardini, Baha al-Din alAndalusi, dan beberapa ualama lainnya.
30
Ulumul Hadis
[BAB III]
Selain dalam bentuk syarh dan ikhtisar, karya Ibn al-Shalah ini juga
mendorong para ulama untuk menuliskan bait-bait syair yang berisi kaidah-kaidah
pokok ilmu Hadis sesuai yang tercantum dalam kitab Muqaddimah Ibn al-Shalah.
Upaya ini dikenal dengan nama nazham yang untuk pertama kalinya dilakukan
oleh al-Zain al-Iraqi Abd al-Rahim bin al-Husain (806 H). Bahkan ia menulis
hingga seribu-an (alfiyah) bait-bait itu dalam Nazhm al-Durar fi Ilm al-Atsar yang
lebih mashur dengan julukan Alfiyah al-Iraqi.
Entah mengapa al-Iraqi kemudian juga memberikan syarh terhadap baitbaitnya sendiri. Ada dua syarh yang ditulis oleh al-Iraqi. Syarh yang ringkas dan
yang panjang lebar. Syarh yang ringkas diberinya judul Fath al-Mughis bi Syarh
Alfiyah al-Hadis, sedang yang panjang belum diketahui judulnya. Di samping itu,
bait-bait yang diciptakan al-Iraqi itu juga memacu para ulama untuk memberikan
syarh terhadap syair gubahan al-Iraqi itu. Ada banyak ahli Hadis yang menulis
sebuah karya khusus mengomentari bait-bait itu, seakan tak henti-hentinya
menguras energi ide para ulama. Di antara sekian banyak karya itu, karya alSakhawi yang diberi judul sama dengan syarh yang ditulis al-Iraqi, Fath alMughis fi Syarh Alfiyah al-Hadis, merupakan karya yang paling cukup dikenal.
Mungkin melihat popularitas Alfiyah al-Iraqi yang sedimikian hebat, alSuyuti ulama yang dikenal rival ilmiah al-Sakhawi lalu menulis kitab alfiyah
tentang ilmu Hadis yang berisi beberapa tambahan penjelasan penting terhadap
materi dalam Alfiyah al-Iraqi. Al-Suyuti juga memberikan syarh sendiri terhadap
bait-bait yang dibuatnya itu. Namun, syarh yang diberinya judul Al-Bahr al-Ladzi
Zakhar fi Syarh Alfiyah al-Atsar, tak selesai ia rampungan secara keseluruhan.
Belakangan hari, karya itu dilengkapi oleh ulama Indonesia asli, Syekh Mahfuz
al-Tirmasi. Ulama kelahiran Tremas, dekat Ngawi, menulis sebuah syarh yang
berjudul Manhaj Dzawi al-Nadhar fi Syarh Mandhumat Ilm al-Atsar, yang hingga
kini masih dijadikan rujukan di beberapa perguruan tinggi di Timur Tengah.
Pendeknya, karya-karya yang mengapresiasi Muqaddimah Ibn al-Shalah
itu tak pernah berhenti mengalir dari pena-pena ulama-ulama ahli Hadis. Memang
Muqaddimah Ibn al-Shalah mempunyai pesona yang luar biasa, sehingga tidak
mungkin semua karya itu dapat dituliskan di sini satu persatu. Pendeknya, energi
31
Ulumul Hadis
[BAB III]
karya-karya yang ditulis dalam ilmu Hadis selalu merupakan apresiasi atas karya
Ibn al-Shalah itu. Memang gaung Muqaddimah Ibn al-Shalah begitu luar biasa
dahsatnya.
Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,(Bulan Bintang : Jakarta,
1954), h.153
2
Ibid, h.155
3
Endang Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah (Mimbar Pustaka : Bandung, 2008),
h.205
4
Ibid, h.204
32
Ulumul Hadis
[BAB III]
33
Ulumul Hadis
[BAB III]
Ilmu ini mempunyai kaitan erat dengan ilmu Tarikh al-Matan dan mempunya
kaidah seperti ilmu Asbab Nuzul al-Quran. Ilmu asbab wurud al- hadits titik
berat pembahasanya pada latar belakang dan sebab lahirnya hadits.
Manfaat mengetahui asbab al-wurud al-hadits adalah untuk memahami dan
menafsirkan hadits serta mengetahui hikmah-hikmah yang berkaitan dengan
wurudnya hadits tersebut, atau mengetahui kekhususan konteks mana hadits.
Cara mengetahui sebab wurudnya hadits adalah dengan melihat aspek riwayat
atau sejarah yang berkaitan dengan peristiwa wurudnya hadits.
j. Ilmu Mushthalah al- Hadits
Adalah ilmu yang menerangkan tentang pengertian-pengertian (istilahistilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadits.
Sedangkan penulisan kitab-kitab Ilmu Hadits, hal tersebut dimulai dengan
munculnya kitab-kitab `Ilal dan Jarh wa Ta`dl yang merupakan materi utama
bagi kajian sanad, di samping juga beberapa kaedah seleksi riwayat semisal yang
disebutkan oleh Imam Asy-Syfi'i dalam buku Ar-Rislah dan yang disebutkan
oleh Imam Muslim dalam pengantar (muqaddimah) buku Shahh-nya. Setelah itu
kemudian
muncul
34
Ulumul Hadis
[BAB III]
(tertolak).
Meskipun tampak secara dzahir bahwa anatara Ilmu Hadis Riwayah dan
Ilmu Hadis Dirayah berbeda dari tiga sisi yakni; obyek, tujuan, dan faedah- akan
tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan karena hubungan keduanya merupakan
satu ssistem yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lain (syaiaini
mutalazimaini) atau dengan kata lain ilmu hadis dirayah sebagai in put dan Ilmu
Hadis Riwayah sebagai out put
E. Penutup
Demikianlah makalah ini kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat, dan
memberikan gambaran singkat kepada kita tentang turats ilmu hadits. Adapun apa
yang saya sampaikan ini tentu banyak kekurangannya, karena hanya sebatas apa
yang kami ketahui.
35
Ulumul Hadis
[BAB III]
Daftar Pustaka
36
Bagian Ke Empat
Klasifikasi Hadis
Ditinaju dari
Diterima atau Ditolaknya
Oleh Kelompok 4
Abdul Hakim
Ali Muzakir
Dzikron
Ulumul Hadis
[BAB IV]
A. Hadist Shahih
Ash-shohih secara bahasa lawan dari kata As-saqiim. Sedangkan menurut
istilah yaitu hadis bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh rangkaian perawi
hadis yang adil, dhabit, , tiada 'illah, serta tiada syaz. Syarat syarat hadist sohih :
1. Ittisholus sanad, yaitu Setiap perawi yang meriwayatkan hadis telah
menerima hadis tersebut daripada gurunya secara lansung yang bermula dari
awal sanad(sahabat) sampai kepada Rasulullah
2. Perawi yang adil, yaitu yang beragama isalam,berakal, tidak fasik,baligh
dan tidak melakukan perkara yang aib.
3. Perawi yang dhabit yaitu perawi yang kuat ingatannya. Tiada perubahan jika
diriwayatkan melalui lisan atau tulisan.
Para Ulama membagi sifat dhabit ini menjadi dua macam :
1. Dhabit shadar artinya ia memiliki daya ingat dan hafal yang kuat semenjak
ia menerima
saat
menyampaikanya
kepda
orang
lain
dan
dia
mampu
untuk
1
Semua ahli hadist bersepakat dapat diamalkan dan dijadikan hujjah. Hadits
sahih dibagi menjdi 2 yaitu : 2
1
38
Ulumul Hadis
[BAB IV]
Seandainya aku tidak khawatir memberatka atas umatKu, tentu aku
perintah mereka bersiwak ketika setiap solat.3
Hadits diatas ini berkualitas hasan lidzatihi karena semua perawinya
bersifat tsiqoh kecuali Muhammad ibnu amr. Ia bertitel shoduk ( banyak
benarnya) tetapi hadist ini mempunyai jalan lain yang diriwayatkan oleh Al
Bukhari dan muslim melalui jalan Abu Azzanad dari Al aaraj dari abu hurairoh.
Maka hadist diatas kualitasnya dapat naik menjadi sohih li ghairihi.
B. Hadist Hasan
a. Definisi Hadis Hasan
Secara bahasa, Hasan adalah sifat yang bermakna indah. Sedangkan secara
istilah, para ulama mempunyai pendapat tersendiri seperti yang disebutkan berikut
ini:
1. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkomentar tentang definisi hadits Hasan ialah
Hadits yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya,
yang muttashil (bersambung-sambung sanadnya), yang musnad jalan
datangnya sampai kepada nabi SAW dan yang tidak cacat dan tidak punya
keganjilan.
39
Ulumul Hadis
[BAB IV]
7
...
yang di amalkan oleh semua para fuqoha dan kebanyakan muhadditsin dan
ushuliyin.
Hadist ini menurut Imam Turmudzi hadist hasan gharib, dan hal itu
menurut beliau di karnakan rijal sanadnya empat (4) orang yang tsiqot kecuali
jafar bin sulaiman adhdobaI, oleh karena itu maka turunlah martabat sohih
Al Imam tirmidzi, Tuhfatul ahwadzi, syarah jaami Tirmidzi bab illal jilid 10, hal. 519
Al khotobi, kitab maalim assunan. Jilid 1. hal. 11
7
At tirmidzi. kitab Tuhfatul Ahwadzi syarah Jaami Tirmidzi bab. Fadhoilul jihad jilid. 5 .hal 300
8
Kitab Tadribu arrawi. Jil 1. hal. 160
6
40
Ulumul Hadis
menjadi hasan.
[BAB IV]
keshohihan hadist atau para ulama telah sepakat tentang kesohihannya. Hadist
hasan dibagi menjadi dua:
1. hasan li dzatihi adalah hadist hasan dengan sendirinya karena telah
memenuhi semua criteria dan persyaratan yang ditentukan oleh hadist
hasan.
2. hasan li ghairihi, ada beberapa pendapat ulama di dalam pembahasan hasan
li ghairihi ini. Diantaranya sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa
hasan li ghairihi adalah hadist dhoif jika diriwayatkan melalui jalan (sanad)
lain yang sam atau lebih kuat. Ada juga yang mengatakan hadist hasan li
ghairihi adalah hadist dhoif jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab
kedhoifannya bukan karena fasik atau dustanya perawi.
Dari dua definisi diatas kita bisa memahami bahwa hadist dhoif bisa naik
menjadi hasan li ghoirihi dengan dua syarat yaitu :
1. harus ditemuka periwayatan sanad lain yang seimbang atau lebih kuat
2. sebab kedhoifan hadist tidak berat seperti dueta dan fasik.
Contoh riwayat ibnu majah dari al hakam bin abdul malik dari qotadah
dari said ibnu musayyib dari aisyah, nabi bersabda ;
Allah melaknat kalajengking janganlah engkau membiarkannya baik
dalam keadaan solat atau yang lain, maka bunuhlah ia ditanah halal
atau ditanah haram
Hadist diatas dhoif karena al hakam bin abdul malik seorang dhoif tetapi
dalam sanad lain riwayat ibnu khuzaimah terdapat sanad lain yang berbeda perawi
dikalangan muttabi yaitu melalui syuhbah dari qotadah maka ia naik derajatnya
menjadi hasan li ghaiyrihi.
41
Ulumul Hadis
[BAB IV]
C. Hadist Dhaif
Secara bahasa dhoif berarti lemah atau lawan dari kuat. Yang dimaksud
dengan hadist doif disini ialah apa-apa yang belum terkumpul didalamnya sifat
hasan. Contoh hadis dhoif sebagai berikut:
)
)
Lalu Imam Tirmidzi pun berkata setelah meriwayatkannya, kami tidak
tahu hadits ini melainkan dari hadist hakim al asrom dari abi taymiyyah al hijmi
dari abi hurairoh.10 Para Ulama berbeda pendapat di dalam hukum menggunakan
hadist dhaif.dan jumhur ulama mengistihabkan penggunaan hadist doif di dalam
fadilah amal akan tetapi dengan tiga syarat sebagaimana yang telah di jelaskan
oleh Ibnu Hajar :
1. hadist tak terlalu dhoif, 11
2. masuk kedalam katgori hadist yang diamalkan seperti hadist muhkam
(hadist maqbul yg tidak terjadi pertentangan dengan hadist lain),
12
dan
3. tidak diyakini secara yakin kebenaran hadist itu dari nabi tetapi Karena
berhati-hati semata atau ikhtiyat.13
10
42
Ulumul Hadis
[BAB IV]
a. Apa-apa yang telah diriwayatkan oleh Syekhoni di sohihnya dan belum sampai
ke batas mutawatir. Hal ini didukung oleh beberapa pendorong :
1) Dikarnakan ke besaran beliau berdua di dalam ilmu hadist
2) Keunggulan kitab SOHIH beliau berdua diantara kitab yang lain
3) Ulama menerima serta mempelajari kitab beliau
b. Al-masyhur apabila memiliki turuq yang sangat jelas dan semuanya selamat
dari lemahnya periwayatan dan Illal.
c. Khabar musalsal, khabar musalsal secara bahasa adalah bersambungnya sesuatu
dengan sesuatu yang lain. Adapun secara istilah hadits adalah hadits yan di
riwayatkan oleh banyak orang
.
Hukumnya hadist muhtaf bil qoroin adalah hadist yang paling kuat dari
khabar manapun yang diterima. Seandainya khabar muhtaf bilqorooin itu
bertentangan dengan hadist maqbul yang lainnnya maka yang didahulukan atau
yang diambil adalah hadist muhtaf bil qorooin. 14
14
Doktor mahmud tohhan, kitab taisier mustolah hadist, hal, 55. haromaini.
43
Ulumul Hadis
[BAB IV]
Prakata
Doktor Mahmud tohhan, Taisier mustolah hadist.
Imam Tirmidzi, jaami tirmidzi.
Ajaj al khatib, kitab mukhtasor al wajiz.
Imam Ibnu Hajar asqolani. Tadriburrawi dan Nukhbah al fikr
Imam bukhori, shahih Bukhori.
Imam Muslim, shohih Muslim.
Al khatobi, maalimissunan.
44
Bagian Ke Lima
Hadis Hasan
Oleh Kelompok 5
Abdus Sami
Andi Purnomo
M. Saharuddin
Ulumul Hadis
[BAB V]
istilah,
para
ulama
(termasuk
imam Tirmidzi)
,
Artinya:
Khabarahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna
kedhobitannya, bersambung sanadnya, tidak berillat, dan tidak ada
syadz1 dinamakan
shohih
Artinya:
Hadis hasan adalah hadis yang bersanbung sanadnya, diriwayatkan
oleh orang yang adil, kurangsedikitke-dhobith-annya,
tidak ada
Lihat, Prof.Dr.M.Syuhudi Ismail,(2007), Metodologi Penelitian Hadits Nabi, cet ke-2, Jakarta:
Bulan Bintang, hal 81.
2
Dr. Abdul Majid Khon, (2008), Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, hal 159.
3
Ibid.
4
Dr. Mahmud Thahan,(2005), Ilmu Hadits Praktis, Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah, hal 51
5
Dr. Muhammad Ajaj Al Khatib, (2007), Ushul Al Hadits, hal 229
46
Ulumul Hadis
[BAB V]
Artinya:
Usia ummatku hanya sekitar 60 sampai 70 tahun, dan hanya
sedikit sekali yang melewati demikian itu.
Semua perawi dalam hadis di atas tsiqah semua kecuali Muhammad bin Amir,
dia adalah shaduq, artinyasangat benar. Para ulama hadis manilai bahwa
shoduq tidak mencapai dhobithtamm, sekalipun telah mencapai keadilan. 7
6
7
Dr. Abdul Majid Khon, (2008), Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, hal 159.
Ibid, hal 160.
47
Ulumul Hadis
[BAB V]
Artinya:
Yaitu hadis dhoif jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang
sama atau lebihkuat.9
Pendapat lain mengatakan:
Artinya:
Yaitu hadis dhoif jika berbilang jalan sanadnya dan sebab
kedhoifannya bukan karena kefasikan atau kedustaan perawinya.10
Ibid, lihat pula, Dr. Muhammad Ajaj Al Khatib, (2007), Ushul Al Hadits, Jakarta: Gaya Media
Pratama, hal 300.
9
Dr. Abdul Majid Khon, (2008), Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, hal 160.
10
Ibid
48
Ulumul Hadis
[BAB V]
Dari definisi-definisi di atas dapat kita pahami bahwa hadis dhoif bisa
naik menjadi hasan lighairih dengan dua syarat, yaitu:
1. Harus ditemukan periwayatan sanad (jalan) yang lain yang seimbang atau
lebih kuat.
2. Sebab kedhoifannya tidak berat seperti dusta dan fasik, tetapi hal yang
ringan, seperti hafalan yang kurang dan sebagainya.11
Contoh hadis hasan lighoirih, diriwayatkan oleh Ibnu majah dari Al Hakam bin
Abdul Malik, dari Qatadah, dari Said bin Musyayyab, dari Aisyah Radhiyallahu
anha, bahwa Nabi Shallallahu alaihi Wasallam bersabda:
Artinya:
Allah
melaknat
kalajengking,
maka
janganlah
Engkau
Ibid
Ibid hal 160
13
Ibid
12
49
Ulumul Hadis
[BAB V]
ternyata terdapat cacat sedikit saja, misalnya dhobith yang kurang sempurna
sedikit, maka hadis ini dimasukkan kedalam golongan hadis dhoif, maka dari
sinilah muncul kesimpulan untuk mengambil jalan tengah, yaitu hadis hasan. Di
dalam kitab inilah Imam tirmidzi mempopulerkan istilah hadits hasan, dan
tergolong orang yang sering menyebutkannya. 14
kitab-kitab At
Tirmidzi lebih bermanfaat dari pada kitab Al Bukhari dan Muslim karena yang
dapat mengambil faidah dari kitab Al Bukhari dan Muslim hanyalah orang-orang
yang sudah memiliki ilmu yang luas.15 Menurut An Nawawi, kitab Tirmidzi ini
pertama kali memunculkan hadis hasan, yang memperkenalkan dan banyak
menyebut dalam kitabnya, walaupun secara terpisah di temukan pada sebagian
syeikh pada generasi sebelumnya.16
14
Dr. Mahmud Thahan,(2005), Ilmu Hadits Praktis, Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah, hal 56
, Prof.Dr.M.Syuhudi Ismail,(2007), Metodologi Penelitian Hadits Nabi, cet ke-2, Jakarta: Bulan
Bintang, hal 256
16
Dr. Abdul Majid Khon, (2008), Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, hal 162
17
Ibid
18
Prof.Dr. Teungku Muhammad hasbi Ash Shadiqiy,(2009), sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, hal 75
15
50
Ulumul Hadis
[BAB V]
c. Sunan Ad Daruquthni
Kitab ini dikarang oleh Imam Ad Daruquthni, dan di dalam kitab ini banyak
memuat hadis hasan.
Sering sekali terhadap suatu hadis, Imam Tirmidzi mengatakan : Hasan Shahih.
Hadis yang dinilai oleh Imam Tirmidzi sebagai hadis hasan shahih berarti
memiliki lebih dari satu sanad, artinya beliau menilai salah satu sanad itu shahih
dan yang lainnya hasan.
Adapun makna secara terperici tentang ungkapan At Tirmidzi Hadis Hasan
Shahih , adalah sebagai berikut:
1. Hadis tersebut memiliki dua sanad, yang satus hahih dan yang lain hasan.
2. Terjadi perbedaan dalam penilaian hadis, artinya sebagian berpendapat
shahih dan sebagian berpendapat hasan.
3. Dinilaihasanlidzatih dan shahihlighairih.19
Hadis hasan dengan kedua jenisnya dapat dijadikan hujjah dan diamalkan
sebagaimana hadis shahih, meskipun hadis hasan ini memiliki kekuatan di bawah
hadis shahih. Semua ulama fiqhi dan sebagian ulama hadis telah mengamalkan
hadis hasan ini, kecuali hanya sedikit sekali dari kalangan orang yang sangat ketat
dalam mempersyaratkan dalam menerima hadis. Bahkan sebagian Muhadditsin
(ulamahadis) yang mempermudah dalam persyaratan shahih memasukkannya
kedalam hadis shahih, seperti Imam Al Hakim, Ibnu Hibban dan Ibnu
Khuzaimah.
19
Dr. Abdul Majid Khon, (2008), Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, hal 162
51
Ulumul Hadis
[BAB V]
Daftar Pustaka
Al Khatib, Muhammad Ajaj, 2007, Ushul al Hadits, cet. Ke-4, Jakarta:Gaya
Media Pratama.
Thahan, Mahmud, 2005, Ilmu Hadits Praktis, Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah.
Khon, Abdul Majid, 2008, Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH.
Ash Shadiqiy, Teungku Muhammad Hasbi, 2009, Sejarah dan Pengantar ilmu
Hadits, Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Ismail, Muhammad Shuhudi, 2007, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, cet.ke-2,
Jakarta: bulan bintang.
52
Bagian Ke Enam
Macam-macam
Hadis Dhaif I
Oleh Kelompok 6
M. Zaky Fathoni
Saofi Ahmadi
Zaidan Anshari
Ulumul Hadis
[BAB VI]
54
Ulumul Hadis
[BAB VI]
Para sahabatku bagaikan bintang, dengan siapapun diantara
mereka kalian mengikutinya maka kalian akan mendapat
petunjuk.2
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Abdil Barr dalam kitabJami Ilmi dan
Ibn Hazm dalam kitab Al-Ihkam, dari jalan Salam bin Salim dari Haris bin
Ghushoin dari dari Al-Amasy dari AbiSufyan dari Jabir secara marfu. Ibn Abdil
Barr berkata: sanadini tidak dapat dijadikan hujjah karena Haris bin Ghushoin
adalah seorang rowi majhul. Ibn Hazm berkata: ini riwayat yang jatuh karena Abi
Sufyan seorang yang dhoif, Salam bin Salim adalah perowihadis-hadis palsu dan
ini salah satunya dengan tidak ada keraguan. Ibn Khorrosy berkata: kazdzdab atau
pembohong hadis (yang dimaksud Salam bin Salim). Ibn Hibban berkata: dia
meriwayatkan hadis-hadis palsu. Untuk Imam Ahmad berkata hadis ini adalah
tidak sah seperti yang dikutip oleh Ibn Qudamah dalam kitab Al-Muntakhob.
Hukum periwatan hadis palsu adalah haram baik lafadz atau makna,
kecuali
diberi
penjelasan
tentang
kepalsuannya.
Sedangkan
hukum
55
Ulumul Hadis
[BAB VI]
":
4
5
56
Ulumul Hadis
[BAB VI]
C. HADIS MUNKAR
a. Pengertian Hadis Munkar
Hadis munkar menurut bahasa ism maful dari kata inkar lawan kata dari
menyetujui. Sedangkan menurut istilah beberapa ulama ahli hadis member
pengertian terhadap hadis munkar dengan beberapa definisi namun yang paling
terkenal adalah dua definisi di bawah ini:
1. Hadis yang di dalam sanadnya terdapat perowi yang telah banyak
kelalaiannya dan telah terlihat sifat fasiq dalam dirinya. Ini adalah definisi
yang disebutkan Imam Ibn Haja rnamun beliau menisbatkan definisi ini
kepada ulama selain beliau. Jadi definisi ini bukan dari beliau. Salah satu
yang memakai definisi ini adalah Imam Baiquni.
2. Definisi yang kedua adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perowi
yang lemah yang bertentangan dengan riwayats eorang tsiqoh. Inilah
riwayat yang disebutkan Imam Ibn Hajar dan beliau mengambil definisi
bersandar kepada definisi ini. Adapun perbedaan antara munkar dan syadz
adalah apabila munkar adalah riwayat seorang yang lemah atau dhoif
sedangkan syadz adalah riwayat seorang yang tsiqoh namunbertentangan
dengan riwayat yang lebih tsiqoh.6
Tidak akan maju kebarisan depan seorang arab atau yang
bukan arab atau seorang anak yang belum baligh.7
6
7
57
Ulumul Hadis
[BAB VI]
58
Bagian Ke Tujuh
Macam-macam
Hadis Dhaif II
Oleh Kelompok 7
Anas Mujahidin
M. Nur Wahid
M. Sani Abdul Malik
Ulumul Hadis
[BAB VII]
A. HADIS MUALLAL/MALUL
a. Definisi Muallal/Malul Menurut Bahasa Istilah
Secara bahasa kata muallal merupakan isim maful dari kataallalahu
kata muallal ini diambil dari qiyas shorfy (perbandingan perubahan kata bahasa
Arab) yang tidak masyhur.
Adapun qiyas shorfy yang masyhur adalah kata aallahu bi kadza fahua
muallun yang bermaknya menimpakan sesuatu, yang ditimpa sesuatu. Sebagian
muhadditsin menyebutnya dengan kata malul namun kata ini ditolak oleh ahli
bahasa Arab. 1 Adapun pengertian muallal secara istilah:
Adalah hadits yang diketahui didalamnya terdapat ilat (penyakit/cela)
yang menodai keshahihannya meskipun secara dzohir tampak selamat
dari ilat tersebut.
Pengertian lain dari Hadits Muallal
suatu hadits, yang setelah diadakan penelitian dan penyelidikan
nampak adanya salah sangka dari rawinya, dengan mewashalkan
(menganggap, bersambung suatu sanad) hadits yang Munqathi
(terputus) atau memasukkan sebuah hadits pada suatu hadits yang lain,
atau yang semisa dengan itu.2
Pengertian illat menurut bahasa adalah penyakit dan menurut istilah
adalah sebab tersembunyi yang dapat merusak keshahihan sebuah hadits 3.
60
Ulumul Hadis
[BAB VII]
b. Macam-macam Illat
Al-Hakim dalam kitabnya Ulumul hadits telah membagi jenis-jenis illat
menjadi sepuluh macam, yang dinukil berikut contohnya oleh Imam as-Suyuthi
dengan kesimpulan bahwa mcam-macam illat adalah sebagai:
1. Illat Pada Sanad
Contoh hadis:
Hadits yang diriwayatkan oleh Yala bin Ubaid at-Thanafisi, dari Sufyan
ats-Tsauri, dari Amru bin Dinar, dari Ibnu Umar, dari Nabi Shalallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, Kedua orang yang berjual
Khiyar.(al- hadits)
Keterangan:
Sanad pada hadits ini adalah muttashil atau bersambung, diceritakan oleh
orang yang adil dari orang yang adil pula, tapi sanadnya tidak shahih karena
terdapatillat didalamnya. Sedangkan matannya shahih tanpa ada illat. Letak
illat terdapat pada sanad, karena riwayat Yala bin Ubaid terdapat kesalahan pada
Sufyan dengan mengatakan Amru bin Dinar padahal yang benar adalah
Abdullah bin Dinar. Demikian yang diriwayatkan oleh para Imam dari muridmurid Sufyan ats-Tsauri, seperti Abi Nuaim al-Fadhl bin Dakin, Muhammad bin
Yusuf al-Firyabi, Makhlad bin Yazid, dan yang lainnya 4, mereka meriwayatkan
dari Sufyan, dari Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar bukan dari Amru bin Dinar,
dari Ibnu Umar.
2. Illat Pada Matan
Contoh hadis:
Hadits yang diriwayatkan Imam muslim dalam shahihnya dari riwayat
al-Walid bin Muslim: Telah bercerita kepada kami al-AuzaI, dari Qatadah,
bahwasanya dia pernah menulis surat memberitahukannya kepadanya tentang
4
61
Ulumul Hadis
[BAB VII]
Anas bin Malik yang telah bercerita kepadanya, dia berkata, Aku pernah shalat
dibelakang Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, Umar, Utsman,
mereka memulainya dengan membaca: Alhamdulillahi Rabbil alamin tidak
menyebut Bismillahirrahmanirrahim pada awal maupun pada akhir bacaan.
Imam Muslim juga meriwayatkan dari al-Walid, dari al-AuzaI, telah
memberitahukan kepadaku Ishaq bin Abdillah bin Abi Thalhah, bahwasanya dia
mendengar Anas menyebut demikian.
Ibnu ash-Shalah dalam kitab Ulumul Hadits berkata Sebagian kaum
mengatakan bahwa riwayat tersebut diatas (yang menafikan bacaan basmalah)
terdapat llat.Mereka berpendapat bahwa kebanyakan riwayat tidak menyebut
basmalah tapi membaca hamdalah dipermulaan bacaan, dan ini yang muttafaqun
alaih menurut riwayat Bukhari dan Muslim dalam shahihnya.Mereka
mengatakan bahwa lafazh tersebut adalah riwayat yang difahaminya secara
maknawi, yaitu lafazh: (Artinya: Mereka membuka bacaan shalat dengan
membaca alhamdulillahi rabbil alamin), difahami bahwa mereka tidak
membaca basmalah, maka meriwayatkan seperti apa yang dipahaminya, dan
ternyata salah, karena maknanya bahwa surat yang mereka baca adalah surat AlFatihah yang tidak disebutkan padanya basmalah. Ditambah lagi dengan beberapa
hal, yaitu: sahabat Anas ditanya tentang iftitah dengan basmalah, lalu dia
menyebutkan bahwa dia tidak mengetahui sesuatu pun dari Rasulullah Shalallahu
Alaihi wa Sallam. tentang itu.5
3. Illat Pada Sanad dan Matan
Contoh hadis:
Diriwayatkan Baqiyah dari Yunus, dari Az-Zuhri, dari Salim, dari Ibnu
Umar, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Barang siapa
mendapatkan satu rakaat dari shalat Jumat dan shalat lainnya maka telah
mendapatkan shalatnya.Abu Hatim Ar-Razi, berkata, Hadits ini sanad dan
matannya salah. Yang benar adalah riwayat Az-Zuhri dari Abi Salamah dari Abu
Hurairah dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Barang siapa yang
5
ibid.
62
Ulumul Hadis
[BAB VII]
mendapatkan satu rakaat dari shalat maka itu telah mendapatkannya. Sedangkan
lafazh: shalat Jumat tidak ada dalam hadits ini. Dengan demikian terdapat llat
pada keduanya.
B. HADIS MUBHAM
a. Definisi Mubham Menurut Bahasa dan Istilah
Kata mubham secara bahasa merupakan isim maful dari kata al-ibham
(samar) yaitu konotasi dari kata al-idhoh (jelas). Pengertian mubham menurut
istilah adalah seseorang yang disamarkan pada matan atau sanad dari para perawi
atau dari siapapun yang berkaitan dengan periwayatan.
b. Manfaat Pembahasan Hadits Mubham
Adapun manfaatnya, antara lain sebagai berikut :
1. Ibham (Samar/Tidak Jelas) Pada Sanad
Untuk mengetahui perihal rawiy, kuatkah (tsiqoh) atau lemah (dhoif) dalam
menghukumi hadits tersebut shohih atau dhoif.
63
Ulumul Hadis
[BAB VII]
Hadits Abu Dawud yang diterimanya dari Hajjaj bin Furafishah dari seorang
laki-laki dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad Shalallahu
Alaihi wa Sallam. Sabda Rasulullah: Orang Mumin itu ialah orang yang
mulia lagi dermawan dan orang fajir itu ialah penipu lagi tercela.
Bisyr bin Rafi dari Yahya bin Abi Katsirdari Abu Salamah, dari Abu
Hurairah, dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam. .
Di dalam hadits tersebut Hajjaj tidak menerangkan nama rawi yang
memberikan Hadits kepadanya. Oleh karena itu sulit sekali untuk menyelidiki
identitasnya, namun dalam riwayat kedua yang diberitakan Bisyr bin Rafi bahwa
hadits ini diriwayatkan dari Abu Salamah oleh Yahya bin Abi Katsir, maka
kandungan kata rajulun tersebut maksudnya adalah Yahya bin Abi Katsir. 7
2. Contoh Mubham yang terdapat pada Matan, seperti:
Contoh Mubham yang terdapat pada matan, ialah hadits Abdullah bin
Amr bin Ash r.a., yang meriwayatkan:
) (
64
Ulumul Hadis
[BAB VII]
kamu merangsum makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu
kenal dan yang belum kamu kenal. (Riwayat Bukhari).
Menurut penyelidikan As-Suyuthy bahwa orang laki-laki yang
bertanya kepada Rasulullah itu ialah Abu Dzar ra.
C. HADIS MAQLUB
a.
Bentuk pertama:
Seorang perawi mendahulukan dan mengakhirkan satu Nama dari
nama-nama para perawi dan nama ayahnya. Contonya sebuah hadits yang
diriwayatkan
dari
Ka'ab
meriwayatkan
hadits
tersebut
bin
Murrah,
dengan
namun
mengatakan
seorang
Murrab
ke
perawi
Kaab.
65
Ulumul Hadis
[BAB VII]
Bentuk Kedua:
Seorang
perawi
mengganti
salah
satu
nama
dari
nama-nama
perawi sebuah hadits dengan nama lain, dengan tujuan supaya nama
perawi
tersebut
diriwayatkan
dengan
tidak
dari
nama
dikenal.
Salim,
Seperti
namun
seorang
Sebuah
Nafi'. Contoh:
hadits
yang
perawi
hadits
sudah
terkenal
menggantinamanya
yang
diriwayatkan
oleh
Hammad bin 'Amr An-Nashibi (seorang pendusta), dari Al- A'masy, dari
Abu Shalih, dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu secara marfu': "Jika
kalian
bertemu
dengan
orang-orang
musyrik
di
suatu
jalan,
maka
dari
ayahnya,
Seperti
inilah
kitabnya.Beliau
Abdul-Hamid,
Pelaku
dari
Imam
meriwayatkannya
dan Abdul-'Aziz
perbuatan
ini
jika
Abu
Hurairah
Muslim
dari
melakukannya
dengan
'anhu.
meriwayatkannya
Syu'bah,
Ad-Daruwardi;
radliyallaahu
Ats-Tsauri,
kesemuanya
sengaja,
maka
dalam
Jarir
bin
dari
Suhail.
ia
dijuluki
"pencuri hadits". Perbuatan ini terkadang dilakukan oleh perawi yang terpercaya
karena
keliru,
bukan
karena
kesengajaan
sebagaimana
yang
dilakukan
oleh
perawi pendusta.
2. Maqlub Matan
Maqlub matan adalah hadits maqlub yang penggantiannya terjadi pada
matannya. Maqlub matan ini mempunyai dua bentuk:
Bentuk pertama:
Seorang perawi mendahulukan sebagianmatan yang seharusnya diakhirkan
dari sebuah hadits dan mengakhirkan sebagian matan yang seharusnya
didahulukan. Contoh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari shahabat
Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu. Yaitu hadits tentang tujuh golongan yang
dinaungi Allah dalam naungan-Nya, dimana hari itu tidak ada naungan selain
66
Ulumul Hadis
[BAB VII]
67
Ulumul Hadis
[BAB VII]
D. HADIS MUDHTHARIB
a.
bahasa mudhtharib
merupakan
68
Ulumul Hadis
[BAB VII]
E. MUSHAHHAF
a. Definisi Mushahhaf Menurut Bahasa dan Istilah
Secara bahasa kata mushahhaf merupakan bentuk isim maful dari
kata at-Tashhif yang maknanya adalah kesalahan tulis dalam shahifah
(lembaran kitab hadits). Secara istilah pengertian mushahhaf adalah pengubahan
kalimah dalam hadits kepada yang tidak diriwayatkan oleh perawinya yang tsiqat
baik lafadz maupun makna.
b. Macam Tashhif
1. Tashhif dalam Sanad
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Syubah, dari al-Awwam
bin Murajim al-Qaisi, dari abu Utsman an-Nahdi. Namun Yahya bin Ma;in
melakukan kesalahan dalam menyebut nama dari ayah al-Awwam dengan kata
A l-Awwam bin Muzahim.
F. SYADZ
a. Definisi Syads Menurut Bahasa dan Istilah
Secara bahasa syadz merupakan bentuk isim fail dari syadz yang maknaya
adalah sendiri dan kata syadz (fail) maknanya adalah yang menyendiri dari
kebanyakan. Secara istilah pengertian syadz menurut Ibnu Hajar adalah: Hadits
yang diriwayatkan oleh perawi terpercaya yang bertentangan dengan perawi yang
lebih terpercaya, bisa karena lebih kuat hafalannya, lebih banyak jumlahnya atau
karena sebab-sebab lain,
69
Ulumul Hadis
[BAB VII]
b. Macam Syads
Hammad
bin
Yazid
menyelesihi Ibnu
Uyainah,
karena
ia
meriwayatkan hadits tersebut dari Amr bin Dinar dari Ausajah tanpa menyebutkan
Ibnu Abbas.
Masing-masing dari Ibnu Uyainah, Ibnu Juraij dan Hammad bin Yazid
adalah para perawi yang terpercaya. Namun Hammad bin Yazid menyelisihi Ibnu
Uyainah dan Ibnu Juraij, karena meriwayatkan hadits di atas secara mursal (tanpa
menyebutkan sahabat: Ibnu Abbas). Sedangkan keduanya merewayatkannya
secarabersanbung dengan menyebut perawi sahabat. Oleh karena keduanya lebih
banyak jumlahnya, maka hadits yang diriwayatkan Ibnu Juraij dan Ibnu Uyainah
dinamakan hadits mahfuzh. Sedangkan hadits Hammad bin Yazid dinamakan
hadits Syadz.
70
Ulumul Hadis
[BAB VII]
Penutup
Pada akhirnya, hanya inilah yang dapat kami usahakan demi menggapai
mustika ilmu hadits yang telah diwariskan para ulama kepada kita. Dengan
harapan dengannya kita dapat mengikuti jejak mereka yang salalu istiqamah fi
sabilillah dan sebagai usaha untuk menjadi orang yang termasuk pada kalangan
rasikhuna fi al-ilmi.
Adapun kekurangan yang terdapat dalam pembahasan kami di atas yaitu
tentang masalah hukum penggunaan hadits-hadits yang termasuk golongan ini,
penyusun makalah dengan sengaja tidak mencantumkannya, dengan alasan karena
mata kuliah ini hanya merupakan pengenalan dari dasar-dasar ilmu hadits
sehingga cukuplah mengenali jenisnya yang kemudian didefinisikan dan diberikan
contoh yang singkat dan tidak perlu dijelaskan secara panjang lebar dan
mendetail.
71
Ulumul Hadis
[BAB VII]
Daftar Pustaka
At-Thahan, Mahmud, Dr., Taysir Mustholah Hadis, Bairut:
Daar el-Fikr.
Fatchur Rahman, Drs., Ikhtisar Mushthalahul Hadits,
Al-Qaththan, Manna,
Mabahits fi Ulum
al-Hadits,
72
Bagian Ke Delapan
Macam-macam
Inqitha
(Keputusan Sanad)
Oleh Kelompok 8
Idham Cholid
Lukman Rosi
TB. Syaiful Fikri
Ulumul Hadis
[BAB VIII]
dengan makna
Hadits yang dibuang pada awal sanad seorang perawi atau lebih secara
berturut-turut. Jadi hadits muallaq adalah hadits yang sanad-nya bergantung
karena dibuang dari awal sanad seorang perawi atau lebih. Dengan demikian,
hadits muallaq bisa jadi yang dibuang semua sanad dari awal sampai akhir
kemudian berkata: Rasulullah SAW: ....atau dibuang semua sanad selain sahabat
atau selain tabiin dan sahabat atau dibuang pemberitanya.
1
2
74
Ulumul Hadis
[BAB VIII]
,
,
Jika hamba masuk Islam kemudian baik Islamnya, maka Allah menghapus
dari padanya segala kejahatan yang telah lewat. Setelah itu diadakan pembalasan
amal, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali persamaannya sampai seratus
kali lipat sedangkan kejahatan dibalas dengan sesamanya, kecuali Allah
mengampuninya.
Hadits di atas Muallaq, karena Al-Bukhori menggugurkan syaikhnya
sebagai penghubung dari malik dengan menggunakan bentuk kata aktif (mabni
malum) yang meyakinkan yaitu: : = ia berkata : Malik berkata :...
75
Ulumul Hadis
[BAB VIII]
C. HADITS MURSAL
Hadis Mursal adalah hadits yang sanadnya diangkat (dirafakan) oleh
seorang sahabat atau tabiin
Adalah periwayatan tabiin secara mutlak (baik senior maupun
yunior) dari Nabi SAW
2. Pendapat
Fuqaha,
Ushuliyyun,
dan
segolongan
dari
muhadditsin
Adalah hadits yang terputus isnadnya dimana saja dari sanad
3. Pendapat Al-Baiquni:
Hadits yang gugur dari sanadnya seorang sahabat
4. Menurut sebagian ulama muhadditsin:
Hadits yang gugur dari akhir sanadnya orang setelah tabiin (sahabat)
Dari beberapa definisi di atas dapat dikompromikan bahwa hadits mursal
adalah hadits yang diriwayatkan oleh tabiin dari Nabi baik dari perkataan,
perbuatan, atau persetujuan,
3
4
maupun yunior
tanpa
76
Ulumul Hadis
[BAB VIII]
menyebutkan penghubung antara seorang tabiin dan seorang Nabi SAW yaitu
seorang sahabat. Sebagian pendapat menegaskan, periwayatan tabiin senior saja
bukan tabiin yunior, karena mayoritas periwayatan tabiin senior dari sahabat,
sedangkan periwayatan tabiin yunior dari Nabi dimasukkan munqathi. Berbeda
dengan pendapat fuqaha dan Ushuliyyun yang memandang mursal lebih umum
dimana saja penggugurannya. Misalnya seorang tabiin mengatakan, bahwa Nabi
SAW bersabda begini......atau berbuat begini.....dan seterusnya.periwayatan seprti
ini disebut mursal tabiin.
b. Contoh hadits mursal
Misalnya: Ibnu Saad berkata dalam thabaqat-nya: Memberitakan kepada kami
Waqi bin Al-Jarrah, memberitakan kepada kami Al-Amasyi dari Abu Shalih berkata:
Rasulullah SAW bersbda:
Wahai manusia sesungguhnya aku sebagai rahmat yang
dihadiahkan
Abu shalih As-Saman Az-Zayyat seorang tabiin, dia menyandarkan berita
hadits
tersebut
dari
Nabi
tanpa
mejelasakan
perantara
sahabat
yang
Hadits yang disebutkan dalam sanadnya diriwayatkan oleh si Fulan
dari si Fulan, dengan tidak menyebutkan perkataan memberitakan,
mengabarkan, dan atau mendengar5
77
Ulumul Hadis
[BAB VIII]
(ittishal).
b. Contoh hadits muanan
Al-Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Ismail bin Iyasy
memberitakan kepada kami dari yahya bin Abu Amru Asy-Syaibani
dari Abdullah bin Ad-Dailami berkata: Aku mendengar Abdullah
bin Amr, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya
Allah SWT menciptakan makhluk-nya dalam keadaan gelap
(kebodohan) kemudian dia sampaikan kepada mereka di antara
cahaya-nya.
(HR. At-Tirmidzi)
c. Hukum pengamalan hadits Muanan
Hukum muanan apakah tergolong hadits muttashil atau munqathi? para
Ulama berbeda pendapat tentang hadits ini, di antara mereka berpendapat bahwa
hadits ini tergolong munqathi atau mursal berarti dihukumi dhaif tidak dapat
diamalkan sehingga ada penjelasan kemuttashilannya. Pendapat yang kuat
pendapat mayoritas Ulama baik dari kalangan Ulama hadits, Ulama Fiqih,
maupun Ulama Ushul menerima hadits ini dan dihukumi muttashil dengan dua
syarat, yaitu sebagai berikut.6
Ajaj Al-Khothib, Al-Mikhtashar..., hlm. 164 dan Ath-thahan, Taysir Mushthalah Al-Hadits, 72.
78
Ulumul Hadis
[BAB VIII]
:
Yaitu hadits yang dikatakan dalam sanadnya memberitakan kepada
kami bahwasanya si Fulan memberitakan begini7
e. Contoh hadits muannan
:
:
.
:
79
Ulumul Hadis
[BAB VIII]
E. HADITS MUDALLAS
a. Pengertian
Kata mudallas adalah bentuk isim maful dari kata:
Dalam
bahsa
arab,
kata
at-tadlis
diartikan
menyimpan
atau
Menyambunyikan cacat dalam isnad dan menampakkan cara
(periwayatan) yang baik 8
b. Pembagian Hadits Mudallas
Hadits mudallas dibagi menjadi dua macam: Tadlis Al-Isnad dan Tadlis
Asy-Syuyukh:
1. Tadlis Al-Isnad
Tadlis Isnad adalah Seorang perawi meriwayatkan suatau hadits yang ia
telah mendengar darinya padahal dia belum mendengar darinya tanpa meyebutkan
bahwa dia telah mendengar darinya.
Maksud definisi di atas, bahwa tadlis al-isnad adalah seorang perawi
meriwayatkan sebagian hadits yang telah ia dengar dari seorang syekh, tetapi
hadits yang di-tadlis-kan ini memang tidak mendengar darinya, ia mendengar dari
syaikh lain yang mendengar dari padanya. Kemudian syaikh lain di gugurkan
dalam periwayatan dengan menggunakan ungkapan yang seolah-olah ia
mendengar dari syaikh yang pertama tersebut. Seperti kata qala Fulan = berkata si
Fulan atau an Fulan = dinukil dari Fulan. Tidak dengan ungkapan periwayatan
yang tegas seperti haddatsani = memberitakan kepadaku atau samitu = aku
mendengar, maka ia dihukumi pendusta. Contohnya :
80
Ulumul Hadis
[BAB VIII]
Tidak ada dari dua orang Muslim yang bertemu kemudian
besalam-salaman kecuali diampuni bagi mereka sebelum berpisah
Abu Ishaq As-Syubayi nama aslinya Amr bin Abdullah, dia seorang
tsiqah tetapi disifati mudallis. Dia mendengar beberapa hadits Al-Barra bin Azib,
tetapi dalam hadits ini, ia tidak mendengar dari padanya secara langsung, ia
mendengar dari Abu Daud Al-Ama yang matruk haditsnya, kemudian
meriwayatkannya dari Al-Barra bin Azib dan menyembunyikan Abu Dawud AlAma dengan ungkapan ananah = dari (sanad-nya menggunakan kata an = dari).
Kemudian tadlis al=isnad dibagi menjadi dua lagi, yaitu:
o Tadlis At-Taswiyah, yaitu seorang perawi meriwayatkan hadits dari seorang
syaikh kemudian digugurkan seorang dhaif antara dua syaikh yang tsiqah
dan bertemu antara keduanya (arti tsiqah dapat dipercaya karena memiliki
dua sifat adil dan dhabith). Misalnya : Nabi Tsiqah Tsiqah Dhaif di
hapus Tsiqah Mukharrij.
o Tadlis Al-Athfi, yaitu seorang perawi meriwayatkan suatu hadits dari dua
orang syaikh, tetapi ia sebenarnya mendengar salah satunya saja dengan
menggunakan ungkapan kata yang tegas mendengar pada syaikh pertama
dan tidak tegas pada yang kedua. Misalnya : = memberitakan
kepada kami si Fulan dan si Fulan.
2. Tadlis Asy-Syuyukh
Tadlis asy-Syuyukh, yaitu :
Makalah | Macam-macam Inqitha [Keputusan Sanad]
81
Ulumul Hadis
[BAB VIII]
Abu Yazid ( Abu Rukanah dan saudara-saudaranya) atau Rukanah
menthalak dan menikahi seorang wanita dari kabila Muzinah 10
Ibnu Juraij nama aslinya adalah Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij, ia
tsiqah tetapi disifati tadlis sekalipun ia meriwayatkan hadits ini dengan ungkapan
tegas tetapi ia menyembunyikan nama syaikhnya yaitu sebagian Bani Rafi. Para
ulama berbada pendapat tentang syaikhnya ini, pendapat yang shahih adalah
Muhammad bin Ubaidillah bin Abu Rafi, gelar tajrih-nya matruk.
10
82
Ulumul Hadis
[BAB VIII]
Daftar Pustaka
Thalhan Mahmud, Taysir Mushthalah Al-Hadits.
Abdul Majid Khon, Haji, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah, 2009.
83
Bagian Ke Sembilan
Klasifikasi Hadis
Berdasarkan
Kuantitas Perawi
Oleh Kelompok 9
Ulumul Hadis
[BAB IX]
A. HADIST/KHABARUL MUTAWATTIR
a. Pengertian Mutawatir Menurut Bahasa dan Istilah
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi yakni yang datang berikutnya
atau beriring iringan yang satu dengan yang lain tidak ada jarak. Sedang menurut
istilah Hadist yang diriwayatkan oleh jumlah besar orang yang terhindar dari
kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad ) sampai akhir sanad
dengan didasarkan pada panca indra. 1
b. Syarat Hadist Mutawattir Menurut Ulama Mutaakhirin
1. Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi. Menurut Al-Qadhi Al-Baqillani
tidak boleh berjumlah 4 orang minimal 5 orang dengan mengqiaskan jumlah
nabi yang bergelar Ulul azmi. Sedang Al-isthakhary menetapkan yang
paling baik minimal 10 orang sebab jumlah sepuluh merupakan awal
bilangan banyak.
2. Adanya keseimbangan antara perawi pada thabaqot pertama dengan
thabaqot berikutnya. Dengan demikian jika suatu hadist diriwayatkan oleh
20 orang sahabat,kemudian di terima oleh 10 orang tabi,in dan selanjutnya
hanya diterima oleh 5 orang tabi-tabiin tidak dapat di golongkan hadist
mutawattir sebab tidak seimbang. Akan tetapi ada yang berpendapat bahwa
keseimbangan jumlah rawi tidak terlalu penting, sebab yang diinginkan
banyaknya perawi adalah terhindar dari kebohongan.
3. Berdasarkan tanggapan panca indra. Artinya berita yang mereka ( perawi )
dapatkan benar-benar hasil pendengaran dan penglihatan sendiri.
c. Pembagian Hadits Mutawattir
Para Ahli Hadits membagi Hadits Mutawattir menjadi dua bagian:
1. Mutawattir Lafadz
Hadits Mutawattir lafdzy adalah Hadits Mutawattir yang lafadz dan
maknanya
disampaikan
secara
terus
menerus.
Maksudnya,Hadits
yang
diriwayatkan oleh jumlah rawi yang banyak,dimana susunan redaksi lafadz dan
Nur Ad-Din Atar, manhaj Al-naqli Fiulumul hadist,( Beirut darul fikr,1979) hal. 70
85
Ulumul Hadis
[BAB IX]
maknanya sama, antara riwayat yang satu dengan yang lainnya. Misalnya hadits
tentang larangan menbuat hadits maudhu berikut ini:
) (
Siapa saja yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka
bersiaplah menempati neraka (HR. Muslim)
Menurut Abu bakar As-sirin bahwa hadist di atas diriwayatkan secara
marfu oleh 60 sahabat dan ada yang menyebutkan 73 2 sahabat dengan redaksi
yang sama.
2. Mutawattir maknawi
Mutawattir maknawi adalah Hadits yang Mutawattir maknanya saja, tidak
lafazdnya.
Maksudnya
banyak
yang
berbeda,namun berbicara dalam satu tema (Mempunya tema yang sama). Contoh:
)(
Anas bin Malik berkata: Nabi saw. Tidak mengangkat tangan dalam
doa, kecuali dalam doa istisqa. Dan sesungguhnya, dia mengangkat
tangan hingga terlihat warna putih ketiaknya..(HR. Bukhari).
Hadis lain yang semakna:
86
Ulumul Hadis
[BAB IX]
) ( .
Yahya bin said mendengar anas bin malik berkata, Pada hari
jumat, seorang arab pedesaan dating kepada Rasulullah saw. seraya
berkata: Wahai Rasulullah, telah binasa binatang binatang ternak,
keluarga dan masyarakat (karena dilanda kekeringan). Maka,
Rasulullah saw mengangkat tangan me mohon (turun hujan) bersama
Rasulullah. Anas berkata; kami tidak keluar mesjid sampai diturunkan
hujan. (HR.Bukhari)
B. HADIST/KHABARUL AHAD
a. Pengertian Mutawatir Menurut Bahasa dan Istilah
Menurut bahasa Al-ahad jama dari ahad yang berarti satu. Sedang menurut
istilah khabar yang jalan perawinya tidak mencapai jumlah perawi pada hadist
mutawattir, baik satu orang, dua, tiga, empat dan setrusnya.
b. Pembagian Hadits Ahad
Hadist ahad di golongkan menjadi tiga bagian yaitu:
1. Masyhur
Masyhur Menurut bahasa berarti Al-intisyar yaitu sesuatu yang telah
tersebar atau populer.Sedang menurut istilah hadist yang mempunyai jalur yang
terhingga tapi lebih dari dua jalur dan dan tidak sampai kepada batas hadist
mutawattir.Diantara hadits masyhur ada yang shahih, hasan dan dhaif. Contoh
hadits masyhur:
Tidak sah shalat bagi berdekatan dengan masjid, kecuali (shalat) di
masjid.
(HR. al-Hakim).
87
Ulumul Hadis
[BAB IX]
Para ahli hadits tidak banyak meriwayatkan hadits ini. Bahkan, diantara
mereka ada yang mendoifkannya. Meskipun demikian, para ahli fiqih tetap
mempopulerkannya. Hadits yang lain yang terkenal dikalangan ahli fiqih adalah
hadits berikut:
Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq. (HR.Ibnu
Majah).
2. Aziz
Menurut bahasa berasal dari kata azza yaizzu yang berarti sedikit atau
jarang dan bisa berasal dari kata azza yauzzu yang berarti kuat.Sedang menurut
istilah hadist yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam semua tabaqat
sanad 3. Dalam hal ini, Imam al-Baiquni dalam al-Manzumah al-Baiquniyah
mengatakan ( Hadits Aziz adalah hadits yang diriwayatkan
oleh dua atau tiga perawi).4 Contoh dari hadist aziz:
Tidak sempurna iman kalin, sehingga aku lebih dicinta dari pada
ayah, anak dan manusia seluruhnya.5
3. Gharib
Menurut bahasa adalah Al-munfarid (menyendiri) atau Al-baid an
aqaaribihi (jauh dari kerabatnya). Sedang menurut istilah hadis yang diriwatkan
oleh satu orang perawi yang menyendiri dalam meriwatkannya. Sedang menurut
Ibnu Hajar Hadist yang dalam sanadnya terdapat seorang yang meriwatkannya.
Contoh hadist gharib:
3
88
Ulumul Hadis
[BAB IX]
Diriwayatkan dari Abi hurairah, bawha nabi saw.Bersabda: Iman
itu (bercabang-cabang menjadi) 73 cabang. Dan malu itu adalah
salah satu cabang dari iman.. 6
c. Berhujah Dengan Hadist Ahad
Bila hadist mutawatir dapat dipastikan berasal dari Nabi Saw, maka beda
halnya dengan hadist Ahad. Dengan kata lain, kebenarananya masih bersifat
dzhanni ( dugaan ) dari Nabi saw. Maka hadist Ahad bisa benar bisa salah.
Katagori hadist ahad yaitu: (Gharib,Aziz, dan Masyhur)ada yang shahih,hasan dan
dhaif. Maka perlu diteliti lebih lanjut mengenai keshahihannya.
Adapun hadist yang berstatus dhaif, maka tidak memberikan faidah
zhann,tidak dapat diamalkan, tidak boleh dianggap sebagai dalil,tidak boleh
disampaikan kecuali jika disertai penjelasanakan kelemahannya. Namun hadist
dhaif boleh disampaikan dalam perkara targhib (anjuran) dan tarhib (menakutnakuti). Sekelompok ulama bersikap toleran dalam hal tersebut dengan
memberikan tiga syarat berikut:
1. Hadits tersebut kelemahannya ringan, tidak terlalu parah seperti lemah
sekali, maudhu, apalagi tidak ada asalnya.
2. Orang yang mengamalkannya mengetahui bahwa hadits itu adalah hadits
lemah dan tidak berkeyakinan bahwa itu adalah dari Rasulullah saw.
3. Hadits lemah tersebut didasari oleh dalil shahih yang bersifat global.
Sekalipun pendapat yang kuat menurut kami bahwa tidak boleh berhujjah
dengan hadits-hadits lemah baik dalam fadhaailul amal maupun hukum karena
karena semuanya sama-sama syariat agama.7
6
7
89
Ulumul Hadis
[BAB IX]
Daftar Pustaka
Syaikh
Muhammad
bin
Shaleh
Al-Utsaimin,
Musthalahul
90
Bagian Ke Sepuluh
Klasifikasi Hadis
Berdasarkan
Nisbat
Oleh Kelompok 10
Ahmad Zulki
Hasrul
Fathu Rozy
Safidin
Ulumul Hadis
[BAB X]
Hadis Qudsi,
Hadis Marfu,
Hadis Maqthu.
Secara umum dapat dikatakan jika sumber berita dari Allah dinamakan
hadis Qudsi, jika sumber berita datangnya dari Nabi disebut hadis Marfu, jika
datangnya sumber berita itu dari sahabat disebut Hadis Mauquf dan jika
datangnya dari Tabiin disebut hadia Maqthu. Sumber utama di atas tidak dapat
menentukan keshahihan suatu hadis sekalipun datangnya dari Allah atau Nabi.
karena tinjauan kualitas shahih, hasan dan dhaif tidak hanya dilihat dari segi
sumber berita akan tetapi lebih dilihat dari sifat-sifat para pembawa berita.
Dengan demikian Hadis Qudsi, Marfu, Mauquf dan maqthu tidak mutlak
keshahihannya. Terkadang Shahih, Hasan maupun Dhaif dan ini semua
tergantung dari sifat-sifat para pembawa berita hadis tersebut.2
Agar lebih jelas tentang Klasifikasi Hadis ini, dapat dilihat dalam bagan
seperti dibawah ini :
Hadis dalam
Tinjauan Sumber
Berita
1
2
Hadis Qudsi
Hadis Marfu
Hadis Mauquf
Hadis Maqthu
Nisbat Berita
kepada Allah
Nisbat Berita
Kepada Nabi
Nisbat Berita
kepada Sahabat
Nisbat Berita
kepada Tabi'in
Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 217, Bab macam-macam hadis dari berbagai tinjauan
Ibid
92
Ulumul Hadis
[BAB X]
kepada Ilah (Tuhan) maka disebut Hadis Ilahi atau dinisbahkan kepada Rabb
(Tuhan) maka disebut pula Hadis Rabbani.3 Sedangkan Hadits Qudsi menurut
istilah adalah :
. 4
Sesuatu yang dipindahkan dari Nabi SAW serta penyandarannya kepada
Allah SWT
Atau :
. 5
"Setiap hadis yang disandarkan Rasulullah SAW perkataannya kepada
Allah Azza wa Jalla"
b. Bentuk-bentuk Periwayatan Hadis Qudsi
Rasulullah kadang-kadang menyampaikan suatu berita atau nasihat yang
beliau ceritakan dari Allah SWT, tetapi bukan wahyu yang diturunkan seperti Alquran dan bukan perkataan yang tegas (sharih) yang nyata-nyata disandarkan
kepada Beliau yang kemudian disebut dengan hadis Nabawi. Berita itu memang
beliau
Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 217, Bab macam-macam hadis dari berbagai tinjauan
Ibid. Hal. 218
5
Munzier Suparta, Ilmu hadis, Hal. 16, Bab Hadis Qudsi
4
93
Ulumul Hadis
[BAB X]
... :
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda Seperti yang
diriwayatkannya dari Allah azza wa jalla : ...
Kedua :
... :
Allah berfirman pada apa yang diriwayatkan Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam : ...
Hadits Qudsi sama dengan Hadits-hadits lain tentang keadaan sanad dan
rawi-rawinya, yaitu ada yang shahih, hasan dan juga dhaif. Perbedaan umum
antara Al-Quranul Karim, Hadits Qudsi dan Hadits Nabi diantaranya :
Al Qur`anul Karim mempunyai lafal dan makna dari Allah SWT dan
diturunkan secara berkala melalui malaikat Jibril
Sedangkan Hadits Nabi memiliki lafal dan makna yang bersumber dari
Nabi SAW yang berdasarkan wahyu Allah dan ijtihad yang sesuai
dengan wahyu, dinisbatkan kepada Rasulullah SAW
Serta Hadits Qudsi, lafal Hadits berasal dari Nabi Muhammad tetapi
maknanya dari Allah SWT, tidak berkala, dinitsbatkan kepada Allah
SWT.
Perbedaan dalam bentuk penyampaiannya adalah :
Al-Quran selalu memakai kata ""
Hadits Qudsi dengan ""
Hadits Nabawi memakai kalimat " "\
Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 219-220, Bab macam-macam hadis dari berbagai
tinjauan
94
Ulumul Hadis
[BAB X]
) (
) (
Jumlah hadis Qudsi ini menurut Syihab Al-Din Ibn Hajar Al-Haytami
dalam Kitab Syarah Arbain Al-Nawawiyah berjumlah lebih dari seratus9.
Diantara kitab Hadis Qudsi adalah Al-Ittihafat As-Saniyah bi Al-Ahaditsi AlQudsiyah, karya Abdur Rauf Al-Munawi. Di dalamnya terkumpul 272 buah
hadits.10
95
Ulumul Hadis
[BAB X]
C. HADIS MARFU
11
11
Dr. M. Tohan, Mustalahatul Hadis, Hal. 105, Bab Taksimul Khabar binnisbati ila man isnida ilaihi
Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 223, Bab macam-macam hadis dari berbagai tinjauan
13
Marfu secara Hakiki maksudnya penyandarannya secara tegas kepada Rasulullah SAW
14
Marfu secara hukum maksudnya adalah isinya tidak terang dan tegas menunjukkan marfu,
namun dihukumkan marfu karena bersandar pada beberapa indikasi
12
96
Ulumul Hadis
[BAB X]
Aku mendengar Rasulullah saw bersabda begini
2. Marfu Qauly Hukmi
Marfu Qauly Hukmi Ialah ucapan tidak terang-terangan menunjukan
kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu. Seperti pemberitaan sahabat
yang menggunakan kalimat :
.
Aku diperintah begini., aku dicegah begitu
3. Marfu Fili Hakiki
Marfu Fili Hakiki adalah apabila pemberitaan sahabat itu dengan
tegas menjelaskan perbuatan Rasulullah saw.
4. Marfu Fili Hukmi
Marfu Fili Hukmi Ialah perbuatan tidak terang-terangan menunjukan
kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
5. Marfu Taqririyah Hakiki
Marfu Taqririyah Hakiki Ialah perbuatan tidak terang-terangan
menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu. Ini juga berarti
tindakan sahabat dihadapan Rasulullah dengan tiada memperoleh reaksi, baik
reaksi itu positif maupun negatif dari beliau.
6. Marfu Taqririyah Hukmy
Marfu Taqririyah Hukmy Ialah ketetapan tidak terang-terangan
menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.Dengan kata lain,
pemberitaan sahabat diikuti dengan kalimat-kalimat sunnatu Abi Qasim,
Sunnatu Nabiyyina atau minas Sunnati.
15
Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 224-226, Bab macam-macam hadis dari berbagai
tinjauan
97
Ulumul Hadis
[BAB X]
Dalam penyampaianya ada beberapa kalimat yang bisa menjadi tanda dari
Hadits Marfu diantaranya:
Pertama : Jika yang berbicara sahabat16
Menurut sunnah ()
Asbabun nuzul
Contoh:
: :
) ( . .
Dari Bara` ia berkata: adalah orang-orang apabila mengarjakan
ibadah haji di zaman jahiliyah, mereka keluar masuk rumah dari
16
17
Dr. Abdul Majid Khon,Ulumul Hadis, Hal. 225, Bab macam-macam hadis dari berbagai tinjauan
Ibid. Hal. 225-226
98
Ulumul Hadis
[BAB X]
: . :
) (.
dari Abdullah Bin Mas`ud tentang ayat ini yaitu: yang orang-orang
menyerukan (sebagai tuhan) mereka, mengharapkan kedekatan kepada
tuhan mereka ia berkata: adalah satu golongan dari jin disembah
oleh manusia, lalu jin-jin itu masuk islam.(R. Bukhari).
c. Contoh Hadis Marfu
1. Marfu Qauly Hakiki
:
:
18
) (
18
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Juz 4, Hal. 153, Bab keutamaan shalat berjamaah
99
Ulumul Hadis
[BAB X]
) (
20
( : ,
) ) (
) ( :
Jabir r.a. berkata : kami makan daging Kuda diwaktu Rasulullah saw
masih hidup (HR Nasai)
5. Marfu Taqririyah Hakiki
Seperti pengakuan Ibnu Abbas r.a :
kami bersembahyang dua rakaat setelah matahari tenggelam,
Rasulullah saw mengetahui perbuatan kami, namun beliau tidak
memerintahkan dan tidak pula mencegah
6. Marfu Taqririyah Hukmy
Perkataan Amru Ibnu Ash r.a kepada Ummul Walad:
) (
19
20
100
Ulumul Hadis
[BAB X]
Yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat dalam bentuk
perkataan, perbuatan, atau taqrir beliau, baik sanadnya
muttashil atau munqathi.
Atau :
22
101
Ulumul Hadis
[BAB X]
tetapiboleh dijadikan sebagai penguat dalam beramal karena sahabat dalam hal ini
hanya berkata atau berbuat yang dibenarkan oleh rasulullah SAW.
b. Contoh Hadis Mauquf
1. Mauquf Qauli (perkataan)
:
) (
"Dan Ibnu Abbas menjadi Imam Shalat padahal ia bertayammum "
3. Mauquf Taqriry
. :
) (. : . :
"Dari Zuhri, bahwa Atikah Binti Zaid Bin Amr Bin Nufail jadi hamba
Umar Bin Al khattab adalah Atikah pernah turut shalat dalam mesjid.
Maka umar berkata kepadanya: demi Allah engkau sudah tahu,
bahwa aku tidak suk perbuatan ini. Atikah berkata: demi Allah aku
tidak mau berhenti sebelum engkau melarang aku. Akhirnya Umar
berkata: aku tidak mau melarang dikau. (Al Muhalla)
23
Abul Haris Muhammad, Kaedah Dasar Ilmu Hadis, Hal 81, Bab Mauquf
102
Ulumul Hadis
[BAB X]
. 25
Yaitu sesuatau yang disandarkan pada Tabiin baik perkataan maupun
perbuatan tabi'in tersebut
24
25
Drs. M. Anwar, Ilmu Musthalah Hadis, Hal. 127, Bab hadis Marfu_Mauquf_Maqthu
Ahmad Umar Hasyim, , Hal 115, Bab
103
Ulumul Hadis
[BAB X]
Atau :
27
26
: :
) (: .
Dari Abdillah Bin Sa`Id Bin Abi Hindin, ia berkata: aku pernah
bertanya kepada Sa`id Bin Musayyib; bahwasanya si fulan bersin,
padahal imam sedang berkhutbah, lalu orang lain ucapkan
yarhamukallah (bolehkan yang demikian?) jawab Sa`Id Bin Musayib
perintahlah kepadanya supaya jangan sekali-kali diulangi. (al atsar)
Sa`id Bin Musayyib adalah seorang tabi`in dan Hadits diatas adalah
Hadits Maqthu. Tidak mengandung hukum.
2. Maqthu Fili (perbuatan)
) (. :
Dari Qatadah, ia berkata: adalah Sa`Id Bin Musaiyib pernah shalat
dua rakaat sesudah ashar. (Al Muhalla)
Sa`id Bin Musayyib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas adalah
Hadits Maqthu berupa cerita tentang perbuatan-nya. Tidak mengandung hukum.
26
27
:
Dr. M. Tohan, Mustalahatul Hadis, Hal. 109, Bab Taksimul Khabar binnisbati ila man isnida ilaihi
104
Ulumul Hadis
[BAB X]
3. Maqthu Taqriry
:
) (.
Dari hakam bin utaibah, ia berkata: adalah seorang hamba mengimami
kami dalam mesjid itu, sedang syuraih (juga shalat disitu).
(Al Muhalla)
Syuraih ialah seorang tabi`in. riwayat Hadits ini menunjukan bahwa
syuraih membenarkan seorang hamba jadi imam.
c. Kehujjahan Hadis Maqthu
Hadis Maqthu' tidak dapat dijadiakan sebagai hujjah atau dalil untuk
menetapkan suatu hukum, karena status dari perkataan Tabi'in sama dengan
perkataan Ulama lainnya. Disamping itu, Hadis maqthu yang merupakan
perkataan tabiin bukanlah hadis sebagaimana yang bersumber dari Nabi. Menurut
Imam Zarkasyi, adapun perkataan Maqthu dimasukan ke dalam hadis merupakan
sesuatu yang mempermudah.28Sehingga Hadits Maqthu tidak bisa dipergunakan
sebagai landasan hukum, karena Hadits Maqthu hanyalah ucapan dan perbuatan
seorang muslim. Tetapi jika didalamnya terdapat qarinah yang baik, maka bisa
diterima dan dapat menjadi Marfu Mursal.29
d. Kitab yang banyak Mengandung Hadis Mauquf dan Hadis Maqthu
Diantara kitab-kitab yang dipandang banyak mengandung Hadis Mauquf
dan Hadis Marfu adalah :30
Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.
Mushannaf Abdurrazzaq.
Kitab-kitab tafsir :
o Ibnu Jarir,
o Ibnu Abi Hatim, dan
o Ibnul Mundzir.
28
105
Ulumul Hadis
[BAB X]
Kesimpulan
Hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada nabi baik berupa
perkataan, perbuatan atau ketetapan beliau. Akan tetapi jika dicermati
secara mendalam maka akan ada beberapa klasifikasi yang ditinjau
kepada siapakah hadis tersebut disandarkan. Yaitu :
1. Hadis qudsi,
2. Hadis marfu,
4. Hadis Maqthu.
Hadits marfu adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi saw, tidak
dipersoalkan apakah itu memiliki sanad dan matan yang baik atau
sebaliknya. Hadits marfu itu dapat mencakup hadits mutawatir dan
ahad, dapat mencakup hadits muttashil dan ghair muttashil seperti
hadits mursal, munqathi, mudhal, muallaq, serta dapat mencakup
hadits shahih, hasan dan dhaif.
Hadits marfu ditinjau dari segi sandarannya dapat digolongkan
menjadi tiga golongan, yaitu :Hadis Shahih, Hadis Hasan dan Hadis
Dhaif.
Kehujjahan hadits marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan
untuk menentukan suatu hukum.
Hadits mauquf dapat berupa hadits shahih, hasan dan dhaif dilihat
dari bersambung atau tidaknya sanad.
Hadits mauquf yang dhaif namun jika terdapat qarinah dari sahabat
yang lain maka derajatnya menjadi shahih atau hasan.
Hadits maqthu tidak dapat dijadikan hujjah, ada juga yang
menyamakannya dengan pendapat sahabat yang berkembang dalam
masyarakat yang tidak didapati bantahan dari seseorang yakni
dipandang sebagai suatu ijma.
Hadis Maqthu tidak sama dengan munqhati karena maqthu adalah
sifat dari matan, yaitu berupa perkataan Tabi'in atau Tabi at-Tabi'in
sementar
dari sanad,
yaitu terjadinya
keterputusan sanad.
106
Ulumul Hadis
[BAB X]
Daftar Pustaka
Al-khatib, M. Ajaj. Usul al-hadis : ulumuhu wa mustlahuhu:Dar
al-fikr, 1409H/1989 M.
Anwar, Mohammad. Ilmu Musthalahah Hadis. SurabayaIndonesia : Al-Ikhlas, 1931.
At-tohal Mahmud, Taisir mustalah al-hadis. Beirut: Dar Alquran Al-karim, 1399 H/ 1979 M.
Hasyim, Ahmad Umar. . Beirut-Libanon : Alahul
Kitab, 1997 M / 1417 H.
Khon, Abdul Madjid, Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah, 2009.
Muhammad, Abul Harits. Kaedah dasar Ilmu Hadis. Mantung
Tengah-Sanggrahan : Maktabah Al-Ghuroba, 2006.
Soffandi, Wawan Djunaidi. Syarah Hadis Qudsi. Jakarta : Pustaka
Azzam, 2006.
Suparta, Mundzir. Ilmu Hadis. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2002.
Tohan, Muhammad. Musthalahah Hadis. Beirut : Darul Fikar,
.
Uwaidah, Kamil. Hadis qudsi. Jakarta Pusat : Pena Pundi Aksara,
2007.
Yuslem Nawir, Ulumul-Hadis. Jakarta, PT. Mutiara Sumber
Widya 2001.
107
Tentang Editor
Sekian
berdasarkan
sumber