Professional Documents
Culture Documents
REFERAT MINI
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEPTEMBER 2013
Oleh:
APRIYANTI MUHAMMAD
110 208 005
Pembimbing:
dr. PUTU MARCELINA
Pendahuluan
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non imunologik pada
kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen.(1) Faktor eksogen
berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang
peranan penting pada penyakit ini.(1)
II.
Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,
ras, dan jenis kelamin.(2) Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat.
Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk
diketahui jumlahnya.(2) Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak
datang berobat dengan kelainan ringan.(2)
Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan bahwa
249.000 kasus penyakit okupasional non fatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin
15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk
semua penyakit okupasional.(1,3)Juga berdasarkan survei tahunan dari institusi yang sama,
bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika, menunjukkan 90-95%
dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya adalah
dermatitis kontak iritan.(1, 3)
III.
Etiologi
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan
dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya; (2) Faktor lingkungan:
lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti tekanan, gesekan atau
goresan. Kelembaban lingkungan yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada
stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahan iritan. (1)
a.
Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan
radikal bebas, untuk mengubah level enzim antioksidan, dan kemampuan untuk
membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik.(1)
Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan
iritan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk
setiap
bahan
iritan.(1)
Pada
penelitian,
diduga
bahwa
faktor
genetik
Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan wanita
dilaporkan paling banyak dari semua pasien.(1) Dari hubungan antara jenis kelamin
dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja
basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki.(5) Tidak ada pembedaan jenis
kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian. (4)
Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan kimia
dan bahan iritan lewat kulit.(1) Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada
kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur.(1) Data
pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang
kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan
(kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda.(1) Reaksi terhadap beberapa
bahan iritan berkurang pada usia lanjut.(4) Terdapat penurunan respon inflamasi dan
TEWL, dimana menunjukkan penurunan potensial penetrasi perkutaneus. (4)
Suku
Tidak ada
penelitian
yang mengatakan
bahwa jenis
(1)
kulit
mempengaruhi
diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-satunya
3
parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada kesalahan
interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan daripada kulit
putih.(1)
Lokasi Kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga kulit
wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis
kontak iritan.(1) Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.(1, 4)
Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan pada
tangan.(1) Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan
kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya
fungsi pertahanan, danlambatnya proses penyembuhan.(1) Pada pasien dengan
dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh
bahan iritan.
IV.
Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis.(1,2) Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis
kontak iritan, yaitu: (1, 2)
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid membran)
keratinosit. Peradangan kulit klasik di tempat terjadinya kontak dikulit berupa eritema, edema,
panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah
berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan
sel dibawahnya oleh iritan.(2)
V.
Gambaran Klinis
Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala
akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis.(2) Selain itu juga banyak hal yang
mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. (2)
Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan
dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu: (2)
1. Dermatitis Kontak Iritan Akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam hidroklorid atau
basa kuat,misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan
reaksi segera timbul. Intensitas dan lamanya kontak iritan, terbatas pada kontak kulit terasa
pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga
nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris(2).
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa skuama,
eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanyaterlokalisasi di dorsum daritangan danjari,
biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah, reaksi iritasi dapat
sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif. (1, 2, 3)
5. ReaksiTraumatik (DKITraumatik)
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma akutpada kulit seperti panas atau
laserasi.(1,2) Biasanyaterjadi padatangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau lebih
lama.(1,2) Pada proses penyembuhan akan terjadi eritema, skuama, papul dan vesikel.
VI.
Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis yang akurat, DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya
lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya, DKI kronis
timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan
dengan DKA, selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih
memastikan diagnosis DKI antara lain : (2)
Pemeriksaan Penunjang :
Patch test merupakan pemeriksaan gold standard dan digunakan untuk menentukan
substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA.(1,3)
8
Patch test dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat.Untuk
pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika
hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik (negatif) , maka dapat didiagnosis sebagai
DKI.(1,3)
VII. Penatalaksanaan
Beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis kontak
iritan adalah sebagai berikut:
1.
Dilakukan kompres dingin 3 kali sehari selama 20-30 menit dengan larutan Burrowi dan
kalium permanjanas.
2.
Hal penting dalam pengobatan dermatitis kontak iritan adalah menghindari pajanan
bahan iritan baik bersifat mekanis, fisik, dan kimiawi dan memakai alat pelindung diri
bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan.
3.
Glukokortikoid topikal
Efek topikal dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih kontroversional karena
efek yang ditimbulkan, namun pada penggunaan yang lama dari kortikosteroid dapat
menimbulkan kerusakan kulit pada stratum korneum. Pada pengobatan untuk DKI akut
yang berat, mungkin dianjurkan pemberian prednison pada 2 minggu pertama, 60 mg
dosis inisial, dan di tapering 10mg.(3,5)
4. Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral untuk mencegah
perkembangan selulit dan untuk mempercepat penyembuhan. Secara bersamaan,
glukokortikoid topikal, emolien, dan antiseptik juga digunakan. Sedangkan antihistamin
mungkin dapat mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan(4).
VIII. Prognosis
Prognosis untuk dermatitis iritan yang akut adalah baik jika iritan penyebab dapat
diidentifikasi dan dieliminasi. Prognosis untuk dermatitis iritan kumulatif atau dermatitis
iritan yang kronis ditangani seksama dan mungkin lebih buruk daripada dermatitis alergi.
Dengan latar belakang atopi, kurangnya pengetahuan tentang penyakit, diagnosis, dan terapi
yang terlambat merupakan faktor yang menyebabkan prognosis buruk. Dermatitis postoccupational persistent telah terlihat pada 11% dari individu.(3)
DAFTAR PUSAKA
1. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatricks
Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw - Hill; 2008.p.396-401.
2. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S,
editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-133.
3. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of
Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw - Hill; 2005.
4. Wilkinson SM, and Beck MH. Rooks Textbook Of Dermatology 7th ed. Australia:
Blackwell Publishing. 2004.chapter 19.
5. Habif T. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th ed. USA:
mosby; 2003. p.62-64
10