You are on page 1of 108

Nama

NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:

BAB I
ANALISIS KADAR AIR
A. Pre-lab
1. Mengapa kadar air produk dan bahan pangan penting ditentukan?
Analisis kadar air dalam bahan pangan sangat penting dilakukan baik pada bahan pangan
kering maupun segar. Pada bahan kering, kadar air sering dihubungkan dengan indeks kestabilan
khususnya saat penyimpanan. Bahan pangan kering menjadi awet karena kadar airnya dikurangi
sampai batas tertentu. Pada bahan pangan pangan segar, kadar air bahan pangan sangat erat
hubungannya dengan mutu organoleptiknya (Andarwulan, 2010).
Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses
kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobilogis, kimiawi, ensimatik, bahkan oleh aktivitas
serangga perusak (Sudarmadji, 2007).
Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan
dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan
penjemuran atau dengan alat pengering buatan (Winarno, 2004).

2. Sebutkan jenis-jenis metode analisis kadar air!


1. metode oven kering
2. metode oven vakum
3. metode distilasi (azeotropik)
4. metode fisik
5. metode kimia (Karl Fischer)
(Apriyantono, 2009).
3. Bagaimana prinsip masing-masing metode tersebut?
1. metode oven kering
Prinsip: sampel dikeringkan dengan oven 100-1020C sampai berat konstan (Apriyantono, 2009).
2. metode oven vakum
Prinsip: sampel dikeringkan dalam oven vakum dengan tekanan 25-100 mmHg sehingga air dapat
menguap pada suhu lebih rendah dari 1000C misalnya pada suhu 600C - 700C (Astuti, 2007).
3. metode distilasi (azeotropik)
Prinsip: penguapan air dari bahan bersama-sama dengan pelarut yang sifatnya imisible pada suatu
pelarut dikondensasi kemudian ditampung dalam gelas penampung. Air yang mempunyai berat jenis
lebih besar dibandingkan pelarutnya (jika digunakan pelarut dengan berat jenis rendah) akan berada
di bagian bawah pelarut sehingga volumenya dapat dengan mudah ditentukan (Astuti, 2007).
4. metode fisik
Prinsip: perlu disiapkan kurva kalibrasi untuk mengkorelasikan soluble solid dengan parameter fisik
yang dipilih (Astuti, 2007).
5. metode kimia (Karl Fischer)
Prinsip: air dalam sampel kering dititrasi dengan pereaksi Karl Fischer yang terdiri dari sulfur
dioksida, iodium, dan metanol anhidrat. Pereaksi distandarisasi dengan air kristal dan sodium asetat
hidrat. Titik akhir titrasi ditentukan secara elektrometrik yang menggunakan teknik penghentian titik
akhir (dead stop) (Astuti, 2007).
B. Diagram Alir
1. Metode Oven
a. persiapan sampel

b. penentuan kadar sampel


Sampel

Dihancurkan sampai halus dan


homogen

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Persiapan cawan
Suhu diatur 105 0C
Disiapakan cawan

Dikeringkan 1 jam suhu 105 0C


Didinginkan 30 menit dalam desikator

ditimbang
Penentuan kadar
sampel
Dihaluskan
Ditimbang 3 gram
Dimasukkan dalam cawan

Dikeringkan 4 jam suhu 105 0C


Didinginkan 30 menit dalam desikator
Dikeringkan 1
jam
Didinginkan dalam desikator
ditimbang
hasil

2. Metode Distilasi
sampel

Ditimbang dengan berat 3-4 gram

Dimasukkan labu didih yang sebelumnya telah dikeringkan dalam oven suhu 105 0C

Ditambah 60-100 ml pereaksi (toluena dan lainnya)

Dipanaskan dengan pemanas listrik

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Daftar Pustaka
Andarwulan, Nuri, Feri K., Dian H. 2010. Analisis Pangan. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
Apriyantono, A, Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarnawati, Slamet Budiyanto. 2009. Petunjuk
Laboratorium Analisis Pangan. IPB. Bogor.
Astuti. 2007. Petunjuk Praktikum Analisis Bahan Biologi. UNY. Yogyakarta
Sudamaji, Slamet, B. Haryono, Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pangan. Penerbit Liberty.
Yogyakarta.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta
Daftar Pustaka Tambahan
Anonim. 2002. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 01-3471-2002. Minyak Goreng. Dewan
Standarisasi Indonesia. Jakarta.

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Anonim. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 1-6237-2000. Gula Merah. Dewan Standarisasi
Indonesia. Jakarta.
George, W. W. 2008. Mode Of Action For Insecticides. Pesticide Theori and Application. The British
Crop Protection Council : 145-148. http://www.weightlossforgood.co.uk/nutrition/garlic.htm
diunduh pada 29 april 2014 pukul 21.05 WIB
Kristantina, Maria. 2011. Karakteristik Fisik Kimia Hidrolisat Protein

Kacang Merah (Phaseolus


Vulgaris L.) Menggunakan Enzim Papain (Kajian Perbedaan Suhu Dan Lama Hidrolisis)
.Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.

Latief, A.S, R. Syarief, B. Pramudya, Muhadiono. 2010. Peningkatan Mutu Gula Tumbu Melalui

Metode Sulfitasi dalam Laboratorium. Gema Teknologi Vol. 16 No. 1.

C. Hasil dan Pembahasan


1. Metode Oven Kering

N
o

1
2
3
4

Nama
sampel
Kacang
merah
Minyak
goreng
Gula
merah
Bawang
putih

Berat
awal
(gr)

Berat sampel setelah


pengeringan (gram) pada
menit ke4 jam

Berat
akhir (gr)

1 jam

Berat
cawan
(gr)

Kadar air
(%)
Db

Wb

3,0078

37,0029

36,9976

1,4917

35,5059

101,64

50,41

3,0174

57,6273

57,2931

2,684

54,6091

12,42

11,05

3,0096

42,3301

42,3059

2,7673

39,5386

9,48

8,66

3,0296

42,4364

42,4364

1,0182

41,4182

197,54

66,39

Perhitungan Kadar Air (berat basah dan berat kering)


Rumus
Berat akhir = (berat bahan + cawan) cawan
% berat kering =
% berat basah =

Nama
NIM
Kelas
Kelompok
1. Kacang Merah
Berat akhir = 36,9976 - 35,5059
= 1,4917
% berat kering =
= 101,64 %

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:

3. Gula Merah
Berat akhir = 42,3059 39,2686
= 2,7671
% berat kering =
= 9,41%

% berat basah =

% berat basah =
= 50,41 %

= 8,66%

2. Minyak Goreng
Berat akhir = 57,2931- 54,6091
= 2,684
% berat kering =
= 12,43%

4.

Bawang Putih
Berat akhir = 42,4364 41,4182
= 1,0182
% berat kering =
= 197,54%

% berat basah =
% berat basah =

= 11,05%

= 66,39%
2. MetodeDistilasi
No

Nama sampel

Berat awal

Volume

Kadar air

1.

Bawang putih

10, 0413 gr

6 ml

59,75%

Perhitungan Kadar Air (berat basah dan berat kering)


Rumus:
% kadar air =
1. Bawang putih
% kadar air =
= 59,75%
a. Mengapa terjadi perbedaan kadar air untuk kedua metode untuk produk:
prinsip analisis kadar air dengan metode oven kering adalah menguapkan air yang
ada dalam bahan dengan memanaskan pada suhu 105 0C dan ditimbang dalam keadaan
vakum. Selisih berat bahan awal dan akhir dihitung sebagai kadar air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan kadar air dengan metode oven kering
adalah.
Suhu
Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka bahan akan semakin cepat kering
Kandungan bahan
Jika bahan mengandung senyawa tertentu yang menyebabkan reaksi ketika
pemanasan seperti oksidasi pada bahan yang mengandung banyak lemak, dan
karamelisasi yang terjadi pada bahan yang mengandung banyak gula
Luas permukaan

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Semakin besar luas permukaan maka bahan juga akan semakin cepat kering
Prinsip analisis kadar dengan metod distilasi adalah menguapkan air bahan dengan
pelarut organik di mana mempunyai titik didih yang lebih besar dari air dan berat jenis yang
lebih kecil dari air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan kadar air dengan metode distilasi
adalah.
Suhu
Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka penentuan kadar air juga akan semakin
cepat, namun jika suhu terlalu tinggi dikhawatirkan terjadi reaksi tertetentu pada
bahan yang
Sample
Setiap bahan memiliki interaksi antara air dan komponen pada bahan. Interaksi ini
menjadikan air dalam bahan memiliki karakteristik unik bergantung jenis bahan yang
digunakan.
Laju uap yang dikeringkan
Laju uap yang yang semakin cepat akan meningkatkan kecepatan pengeringan.
Pelarut yang digunakan
Pelarut yang digunakan memiliki titik didih yang lebih tinggi dari air dan berat jenis
yang lebih rendah dari air. Dengan menggunakan pelarut yang mempunyai berat
jenis lebih ringan dari air, air akan berada dibagian bawahgelas penanmpung
sehingga pengukuran volumenya akan mudah dilakukan.
PEMBAHASAN
Analisa Prosedur
a. Oven Kering
Cawan
Suhu pada oven kering diatur suhunya 105 0C. Kemudian cawan dimasukkan dalam oven
kering untuk dikeringkan selama satu jam. Setelah satu jam, cawan dikeluarkan dari oven kemudian
dimasukkan dalam desikator selama 30 menit. Tujuannya agar cawan benar-benar kering dan
beratnya konstan ketika ditimbang. Setelah 30 menit cawan ditimbang dengan timbangan analitik.
Dicatat berat cawan yang sebelumnya telah diberi label untuk masing-masing sampel. Berat cawan
untuk sampel kacang merah adalah 35,5059 gr, minyak goreng 54,6091 gr, gula merah 39,5386 gr,
dan bawang putih adalah 41,4182 gram.
Persiapan sampel
Disiapkan sampel padat dan sampel cair. Sampel padat berupa kacang merah, gula merah,
dan bawang merah dan sampel cair berupa minyak goreng. Sampel padat dihancurkan dengan
lumpang untuk dihaluskan dan dihomogenkan
Penentuan kadar
Cawan yang telah diberi label dimasukkan dalam timbangan analitik, kemudian timbangan di
nolkan. Setelah itu ditimbang sampel padat dan cair sebanyak 3 gram. Kemudian dimasukkan dalam
oven kering yang suhunya telah diatur 105 0C selama 4 jam. Tujuan dimasukkan dalam oven kering
adalah untuk menentukan kadar air pada sampel dengan menguapkan kadar air sampel. Setelah 4
jam cawan dan sampel dikeluarkan dari oven dan dimasukkan dalam desikator selama 30 menit
untuk mendinginkan dan memastikan bahwa sampel benar-benar kering. Kemudian sampel
ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik untuk menentukan berat sampel setelah
dilakukan pengeringan. Kemudian sampel dikeringkan lagi dalam oven kering selama 1 jam dengan
suhu 105 0C. Kemudian didinginkan lagi dalam desikator selama 30 menit untuk memastikan bahwa
sampel sudah benar-benar kering dan hasil yang didapat pada saat penimbangan lebih akurat dan
konstan. Setelah itu sampel ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik untuk menentukan
berat sampel setelah dilakukan pengeringan. Selanujutnya adalah dilakukan perhitungan untuk

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

menentukan berat kering dan berat basah dari masing-masing sampel. Berat sampel setelah
pengeringan adalah sebagai berikut. Untuk kacang merah adalah 1,4917 gram, minyak goreng 2,684
gram, gula merah 2,7673, dan bawang putih 1,0182 gram.
b. Metode Distilasi
Peralatan yang akan digunakan untuk analisis ini harus dibersihkan dengan seksama sampai
benar benar bersih dan bebas dari lemak dan zat pengotor lain. Kemudian alat distilasi dirangkai.
Labu didih yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu didalam oven pada suhu 1050C.
Sampel yang digunakan untuk pengeringan metode distilasi adalah bawang putih. Bawang putih
dihaluskan dan ditimbang dengan timbangan analitik sebanyak 10 gr. Kemudian dimasukkan dalam
labu didih dan ditambah dengan 100 ml pelarut toluena yang diambil dari lemari asam. Pelarut
toluena digunakan sebagai pembawa air yang menguap saat distilasi. Karena pelarut toluena memiliki
titik didih yang lebih tinggi dari air dan berat jenis lebih rendah dari air. Dengan menggunakan
pelarut yang mempunyai berat jenis lebih rendah dari air, air akan berada di bagian bawah gelas
penampung sehingga pengukuran volumenya akan dengan mdah dilakukan. Penggunaan pelarut
dengan berat jenis lebih tinggi akan menyulitkan pengukuran karena air akan berada di bagian atas
gelas penampung dan untuk membaca volume air menjadi lebih sulit, sehingga mempengaruhi
ketelitian pada hasil yang diperoleh.
Pengambilan toluena dilakukan di lemari asam karena toluena merupakan senyawa yang bersifat
toksik namun tidak korosif. Labu yang telah berisi pelarut toluena dan sampel bawang putih
ditempelkan pada bidwell sterling yang kemudian ujung labu dan bidwell sterling di olesi vaselin agar
setelah distilasi alat dapat dengan mudah dilepas. Labu diletakkan di atas heating mentel agar panas
dapat menyebar merata. Kemudian dinyalakan listrik sebagai sumber panas dan ditunggu selama 4
jam. Pada metode ini, air diuapkan bersama dengan pelarut yang sifatnya tidak bercampur dengan
air. Uap air dan pelarut dikondensasi. Setelah konensasi air dan toluena akan terpisah dan volume air
dapat ditentukan. Setelah 4 jam, dilihat volume air yang terbaca pada alat distilasi. Pada gelas
penampung air berada dibawah dan pelarut toluena berada di atas, karena air memiliki berat jenis
yang lebih tinggi dari toluena. Volume air yang didapat pada praktikum kadar air dengan
menggunakan sampel bawang putih adalah 6 ml. Kemudian dilakukan perhitungan secara matematis
dan didapat kadar air pada bawang putih dengan metode distilasi adalah 59,75%.
Analisa Hasil
a. Oven Kering
Prinsip penetapan kadar air dengan metode oven kering adalah menguapkan air pada bahan
dengan dipanaskan pada suhu 1050C, kemudian ditimbang dalam keadaan vakum. Selisih berat bahan
awal dan akhir dihitung sebagai kadara air.
Pada praktikum penetapan kadar air dengan metode oven kering digunakan sampel basah
berupa minyak goreng dan sampel kering berupa gula merah, kacang merah, dan bawang putih.
Kadar dari masing-masing sampel untuk metode oven kering adalah sebagai berikut. Kacang
merah memiliki berat basah 50,41% dan berat kering 101,64%. Minyak goreng memiliki berat basah
11,05% dan berat kering 12,42%. Gula merah memiliki berat basah 8,66% dan berat kering 9,48%.
Bawang putih memiliki berat basah 66,39% dan berat kering 197,54%.
Kadar air pada minyak goreng setelah dikeringkan adalah 11,05%. Menurut SNI 01-3471-2002
kadar air maksimal pada minyak goreng adalah 0,3%. Kadar air pada sampel lebih tinggi dari pada
SNI. Hal ini diduga karena kurang sempurnanya pemurnian dan pengemasan pada pengolahan
minyak goreng curah. Selain itu, titik didih lemak dipengaruhi oleh panjangnya rantai karbon,
semakin panjang rantai karbonnya maka titik didihnya juga akan makin tinggi. Lemak tak jenuh
cenderung memiliki titik didih yang rendah sehingga akan menguap bersama air pada minyak,
sehingga terjadi kesalah positif pada praktikum kadar air minyak.
Kadar air pada gula merah setelah dikeringkan dengan oven kering adalah 8,66%. Menurut
SNI 1-6237-2000 kadar air pada gula merah adalah 8%. Kadar air pada sampel gula merah yang

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

diamati lebih tinggi dari pada literatur. Hal ini diduga karena pemrnian nira yang belum sempurna
sehingga masih terdapat kadar air yang dalam sampel selama pengamatan. Selain itu, hasil juga
diduga dipengaruhi oleh alat-alat yang digunkan pada saat praktikum seperti timbangan analitik yang
hasil pembacaan beratnya kuranga sempurna serta bahan yang digunakan pada praktikum yang
kemungkinan sudah terkntaminasi selama penyimpanan atau ketika berada dalam desikator. Kadar air
yang terlalu dapat menyebabkan gula merah tidak dapat bertahan lama (latief (2010 327-545-1-Pb))
Kadar air pada bawang putih setelah dikeringkan dengan oven kering adalah 66,39%.
Menurut Weght Loss For Good (2008) kadar air pada bawang putih adalah 58,58%. menurut
Yuniarto dalam Alamsyah (2010 314-834-1-pb) ....kadar air bawang putih kering adalah berkisar antara
3,5-5%. Kadar air yang diamati pada praktikum lebih tinggi daripada literatur. Hal ini diduga karena
senyaawa volatil yang terdapat pada bawang putih ikut menguap sehingga ikut terhitung sebagai
kadar air.
Sampel terakhir adalah kacang merah. Pada pengamatan diperoleh persen kadar air adalah
50,41% menurut Kristantina (2011) kadar air pada kacang merah adalah 8,57%. Hasil yang didapat
berbeda dari literatur. Hal ini karena kesalahan yang mungkin terjadi selama praktikum yaitu kurang
hati-hati dalam pemindahan sampel ke cawan, kesalahan kalibrasi neraca analitik, dan kesalahan
penyimpan dalam desikator. Kacang merah merupakan sampel yang cocok menggunakan oven kering
sebagai penentuan kadar air karena kacang merah tidak memiliki kadar gula dan lemak yang tinggi
serta senyawa volatil yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan kadar air.
b. Metode Distilasi
Prinsip penentuan kadar air dengan metode distilasi adalah menguapkan air dengan
menggunkan pelarut organik yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari air dan berat jenis lebih
rendah dari air.
Sampel yang digunakan pada metode distilasi adalah bawang putih. Pada metode ini didapat
kadar air sebesar 59,75%. Menurut Weght Loss For Good (2008) kadar air pada bawang putih
adalah 58,58%. Hal ini berarti hasil yang diperoleh pada praktikum tidak berbeda jauh dengan
literatur. Sehingga metode distilasi adalah metode yang sesuai untuk menentukan kadar air pada
bawang putih. Karena bawang puith memiliki senyawa volatil yang tidak akan terhitung sebagai kadar
jika menggunakan metode distilasi.
c. Tentukan metode yang paling sesuai () untuk produk di bawah ini!
Produk
Metode
Bawang Putih

Gula Merah

Minyak Goreng

Oven

(oven vakum)
Distilasi

Kacang Merah

Nama
NIM
Kelas
Kelompok
Alasan

Bawang
putih
memiliki
senyawa
volatil yang akan
menguap
pada
pemanasan sehingga
metode distilasi akan
menghalangi
senyawa
volatil
untuk
menguap
karena suhu yang
digunkan
pada
metode
distilasi
tidak setinggi pada
metode pengeringan
oven.

Gula merah adalah


sumber
bahan
pangan
dengan
kadar gula tinggi.
Termasuk
didalalmnya glukosa
dan
fruktosa.
Glukosa
bersifat
mengikat air dalam
bahan
sehingga
menyebabkan
air
susah keluar dari
bahan.
Fruktosa
merupakan
monosakarida yang
tidak
stabil
terhadap
suhu
tinggi. Oleh karena
itu penetapan kadar
air
sebaiknya
menggunakan oven
vakum,
karena
dapat
dilakukan
pada suhu dibawah
700C.

Minyak
goreng
memiliki
kandungan lemak
yang
tinggi.
Didalamnya
juga
terdapat
asam
lemak jenuh yang
memiliki titik didih
lebih rendah dari
minyak
jenuh
sehingga
lebih
cocok
menggunakan
metode
distilasi
karena
dapat
dilakukan
pada
suhu yang lebih
rendah dari metode
oven kering.

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6
Kacang
merah
merupakan
bahan
pangan dengan kadar
air rendah, tidak
memiliki
senyawa
yang
dapat
mempengaruhi hasil
penentuan kadar air
seperti
senyawa
volatil,
senyawa
lemak,
dan
karbohidrat.
Sehingga
kacang
merah
merupakan
bahan pangan yang
sesuai
dikringkan
dengan
metode
pengeringan oven.

Kesimpulan

prinsip analisis kadar air dengan metode oven kering adalah menguapkan air yang ada dalam
bahan dengan memanaskan pada suhu 105 0C dan ditimbang dalam keadaan vakum. Selisih
berat bahan awal dan akhir dihitung sebagai kadar air.
Prinsip analisis kadar dengan metod distilasi adalah menguapkan air bahan dengan pelarut
organik di mana mempunyai titik didih yang lebih besar dari air dan berat jenis yang lebih
kecil dari air.
Kadar dari masing-masing sampel untuk metode oven kering adalah sebagai berikut. Kacang
merah memiliki berat basah 50,41% dan berat kering 101,64%. Minyak goreng memiliki berat
basah 11,05% dan berat kering 12,42%. Gula merah memiliki berat basah 8,66% dan berat
kering 9,48%. Bawang putih memiliki berat basah 66,39% dan berat kering 197,54%.
Kadar air dari bawang putih dengan metode distilasi adalah 59,75%.
Metode oven kering cocok digunakan untuk sampel kacang merah
Metode distilasi cocok digunakan untuk sampel gula merah, minyak goreng, dan bawang
putih.

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Penilaian
Komponen

Nilai

Pre-test
Aktivitas
Hasil dan
Pembahasan

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

BAB II
ANALISIS ABU DAN KADAR MINERAL
A. Pre-lab
1. Apa yang dimaksud dengan abu?
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan
pangan. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan
tersebut, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Abu dalam bahan dibedakan
menjadi abu total, abu terlarut, dan abu tak terlarut. Bentuk mineral dalam abu sangat berbeda dari
bentuk asalnya dalam bahan pangan. Sebgai contoh kalsium oksalat dalam makanan berubah menjadi
kalsium karbonat dan bila dipanaskan lebih lama lagi akan menjaid kalsium oksida. Meskipun
demikian analisis kadar total abu dan pengabuan pada suatu bahan menjadi penting karena yang
digunakan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu bahan pangan.
2.Apa yang dimaksud dengan pengabuan basah?
Proses pengabuan basah dilakukan dengan cara mengoksidasi komponen organik sampel
menggunakan oksidator kimiawi seperti asam kuat. Pengabuan ini biasanya lebih banyak digunakan
untuk persiapan sampel mineral-minral mikro (trace minerals) atau mineral-mineral toksik
3.Apa yang dimaksud dengan pengabuan kering?
Analisis kadar abu dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan cara mendekstruksi komponen
organik sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan (furnace), tanpa terjadi nyala api,
sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai. Oksigen yang terdapat di
dalam udara bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari suatu
sampel.
4.Apa tujuan pengabuan basah?
Tujuan pengabuan basah adalah untuk persiapan sampel mineral-mineral mikro (trace minerals) atau
mineral-mineral toksik
5. Jelaskan prinsip penenetapan kadar kalsium?

B. Diagram Alir
1.

Analisis Kadar Abu dengan Pengabuan Kering

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

2. Penentuan Mineral dengan Spektroskopi Serapan Atom

C. HasildanPembahasan
1. Analisis Kadar Abu denganPengabuanKering
No

Sampel

Beratawal

Beratakhir

% Abu

1.

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

2.
3.
4.
5.

Perhitungan
1.

2.

3.

4.

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

5.

2. Penentuan Mineral dengan Spektroskopi Serapan Atom


No.

Nama sampel

Berat sampel

Kadar Ca (mg/100
g)

1.
2.
3.
4.
5.
Perhitungan:
1.

2.

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

3.

4.

5.

Pertanyaan :
a. Apa fungsi penambahan H2SO4 dan HNO3 pada proses pengabuan basah?

b. Mengapa digunakan larutan standar Ca untuk penentuan mineral dengan AAS?


c. Bagaimana prinsip analisis mineral dengan AAS?

10

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Penilaian
Komponen

Nilai

Pre-test
Aktivitas
Hasil dan Pembahasan

BAB III
ANALISIS KUANTITATIF KARBOHIDRAT
A. Pre-lab
1.Bagaimana prinsip penetapan kadar gula total dengan metode anthrone?
Anthrone (9,10-dihidro-9-oksoantrasena) merupakan hasil reduksi anthraquinone. Anthrone bereaksi
secara spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan yang
khas yang intensitasnya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm
(Andarwulan, 2010).
2.Apa perbedaan antara kadar gula pereduksi dengan kadar gula total?
Gula pereduksi dalam bahan pangan dapat ditentukan konsentrasinya dengan berdasar pada
kemampuannya untuk mereduksi perduksi lain, seperti glukosa, fruktosa, dan laktosa. Salah satu
metode penentuan gula pereduksi adalah metode Lane-Eynon di mana penetapan gula dilakukan secara
volumetri dengan titrasi.
Kadar gula total dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan mengukur semua jenis gula pada
sampel baik gula pereduksi maupun gula non pereduksi.
(Hermayanti, 2006).
3. Bagaimana prinsip penetapan kadar pati dengan metode hidrolisis asam?
Prinsipnya adalah pati dihidrolisis dengan asam. Pati yang telah dihidrolisis dengan asam kemudian
dinetralkan dengan NaOH dan jumlah glukosa ditentukan dengan pengukuran absorbansi 540 nm.
Kadar gula perekdusi =
kadar pati = kadar gula pereduksi x 0,9
(Sudarmadji, 2004)
4.Bagaimana prinsip pengukuran kadar serat kasar?
Penentuan kadar serat kasar yaitu ekstraksi sampel dengan asam dan basa untuk memisahkan serat
kasar dari bahan lainnya. Bahan dihidrolisis dengan asam kuat pada suhu tinggi, kemudian dilakukan
pengeringan, setelah pengeringan selesai dilanjutkan dengan penimbangan terhadap residu yang
tertinggal. Disebut serat kasar.
Kadar gula perekdusi =
(Ngili, 2010)
5. Apa perbedaan serat kasar dengan serat makanan?
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang
11

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

digunakan untuk menentukan kadar serat kasar, seperti asam sulfat (H2SO4 1.25%) dan natrium
hidroksida (NaOH 1.25%). Serat makanan adalah bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau
karbohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi
lengkap atau parsial pada usus besar (Giandwood, 2007).
B. Diagram Alir
1. Total Gula Metode Anthrone
Persiapan Sampel
Sampel cair
Sampel
Ditimbang 5,8 gr
Dipindahkan ke gelas beaker

80 ml akuades dan 2
gram CaCO3

Didihkan 30 menit
didinginkan
Dimasukkan 5 ml dalam labu takar

3-5 Pb-asetat + Na-oksalat

Ditambahkan akuades hingga tanda batas


Disaring dengan kertas saring
Ditambahkan 1 gram Na-oksalat
Disaring dengan kertas saring
Sampelpadat
hasil

12

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Pembuatan kurva standar

Penetapansampel

13

Nama
NIM
Kelas
Kelompok
2.

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Kadar Pati Metode Hidrolisis Asam

Persiapan sampel

Analisis Gula Reduksi berdasarkan Metode Nelson Somogyi

14

Nama
NIM
Kelas
Kelompok
3.

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

SeratKasar

Persiapansampel :

AnalisisSeratKasar :

15

Nama
NIM
Kelas
Kelompok
C. HasildanPembahasan
1. Total Gula Metode Anthrone
Kurva standar
No.
Volume LarutanStandar
1.
0 (blanko)
2.
0,1
3.
0,2
4.
0,3
5.
0,4
6.
0,5
Persamaan Linear: y = 14,54x -0,041
0,347= 14,54x 0,041
14,54x = 0,347 + 0,041
x = 0,027

Konsentrasi
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,09

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Absorbansi
0
0,183
0,290
0,192
0,211
0,239

Kurva Standar Metode Anthrone


1.5
y = 14.544x - 0.0414
R = 0.862

Absorbansi

Series1

0.5

Linear (Series1)

0
0

0.05

-0.5

0.1

0.15

Konsentrasi Gula

No

Nama sampel

Berat/volume
sampel

Volume
filtrat

Absorbansi

Kadar gula

1.

Susu UHT

5,8215 gr

1 ml

0,347

0,0046 %

Perhitungan
1. Susu UHT
FP = 10-1
Kadar gula (%) =
=
= 0,0046 %
a. Apa fungsi penambahan CaCO3 pada persiapan sampel padat dan cair?
CaCO3 berfungsi untuk pengondisian basa, karena merupakan antasida yang bersifat basa.
Sampel dibuat basa sehingga asam-asam pada sampel tidak menghodrolisis gula selama
pemanasa. Penambahan CaCO3 berfungsi untuk menginaktivasi enzim yang menghidrolisis gula

16

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

inversi, dan memaksimalkan kerja anthrone karena antrone akan bekerja maksimal pada kondisi
netral . selain itu CaCO3 juga berfungsi memisahkan zat pengotor pada sampel.
b. Apa fungsi penambahan Pb-asetat pada persiapan sampel cair?
Fungsi penambahan Pb-asetat adalah untuk mengendapkan partikel seperti protein dan
mengikat pengotor seperti logam dan pigmen. Selain itu juga untuk menjernihkan larutan
sampel sehingga mempermudah pengukuran absorbansi dan dapat mengendapkan komponen
gula.
c. Apa fungsi alkohol 80% pada persiapan sampel padat?
Fungsi alkohol 80% adalah untuk melarutkan komponen gula yang akan diambil dalam
penentuan total gula.
d. Apakah glukosa dari pati terdeteksi pada analisis total gula dengan metode Anthrone?
Iya, karena pati akan dihidrolisis oleh asam sulfat menjadi glukosa. Kemudian glukosa akan
didehidrasi oleh asam sulfat menjadi dehiroksi methyl furfural (HMF) atau furfural. Kemudian
senyawa furfural ini dengan reagen anthrone akan membentuk senyawa kompleks berwarna biru
kehijauan yang kemudian akan dibaca absorbansinya pada panajang gelombang 630 nm
sehingga glukosa atau total gula pada pati akan terdeteksi.
Pati Metode Hidrolisis Asam
Kurva standar
No

Nama sampel

Konsentrasi (x)

Absorbansi (y)

1.

0 (blanko)

0,062

2.

0,02

0,167

3.

0,04

0,274

4.

0,06

0,437

5.

0,08

0,462

10

0,1

0,512

Persamaan Linier
y = 4,732x + 0,083
0,0382 = 4,732x + 0,083
4,732x = 0,382 0,083
x = 0,299/4,732
x = 0,063

absorbansi

Kurva Standar Metode Hidrolisis


Asam
0.6
y = 4.7114x + 0.0834
0.4
R = 0.9544
0.2

Series1
Linear (Series1)

17

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

No

Sampel

1
Jagung manis
Perhitungan
1.

Absorbansi
0,382

Berat
sampel
5,0213

Kadar gula
(%)
0,013%

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Kadar pati
(%)
0,0117%

Vol. Filtrat
(ml)
1 ml

Jagung Manis
FP = 10-1
Kadar gula reduksi (%) =
=
= 0,013 %
% kadar pati = % kadar gula reduksi x 0,9
= 0,013% x 0,9
= 0,0117%

a. Mengapa pada analisa pati dengan metode hidrolisis asam dillakukan proses penghilangan
lemak?
Karena glukosa yang terbentuk dari hidrolisis pati dapat berikatan dengan lemak menjaid
glikolipid. Terbentuknya glikoipid akan menyebabkan glukosa tidak dapat diukur dengan
metode hidrolisis asam. Glukosa menjadi tidak terukur maka akan terjadi kesalahan negatif
pada penentuan kadar pati.
b. Apakah serat larut air terdeteksi sebagai pati?
Tidak, karena serat larut air termasuk oligosakarida. Oligosakarida bersifat larut etanol 80%
akan larut dan dipisahkan sehingga tida termasuk fraksi yagn dihidrolisis dengan asam untuk
penentuan kadar pati, sehingga serat larut air tidak akan terdeteksi sebagai pati.
c. Bagaimana pengaruh gelatinisasi pati terhadap hasil analisis kadar pati?
Gelatinisasi merupakan proses terserapnya air ke dalam granula pati, sehingga granula pati
akan membengkak dan kadar pati akan meningkatkan kadar pati
d. Mengapa berat pati dihitung sebagai 0.9 X berat gula, bukan 1.0 X berat gula?
Karena 0,9 merupakan faktor konversi, di mana diperoleh dari perbandingan berat molekul
pati dengan berat molekul gula reduksi yang dihasilkan.
2.
No
1.

SeratKasar
Nama sampel
Jambu biji

Berat awal

Berat residu

5,0484 gr

0,7646 gr

Residu + kertas
saring
1,0304

Kadar serat (%)


5,27%

18

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Perhitungan
1. Jambu biji
Serat kasar (%) =
=
= 5,27%
a. Apakah prinsip analisa serat kasar sama dengan kadar air?
Iya, karena kedua analisis ini sama-sama berdasarkan metode gravimetri dengan melakukan
penimbangan berat sebelumdan sesudah percobaan, sehingga dari keduanya dapat dihitung
baik %kadar serat (untuk analisis kadar serat kasar) maupun %kadar air(untuk analisis kadar
air)
b. Apa fungsi alkali dan asam kuat yang digunakan pada analisis serat kasar?
Alkali = untuk menghidrolisis komponen lain atau komponen nonserat seperti NaOH dalam
kondisi alkali (basa)
Asam kuat = menghidrolisis komponen lain atau komponen son serat dalam kondisi asam
c. Apakah polisakarida larut air seperti gum arab, gum tragacanth, dan locust bean gum
terukur sebagai serat kasar?
Tidak, karena merupakan serat pangan yang dapat larut dalam asam, basa, dan air.
Sedangkan serat kasar merupakan serat pangan yang tidak dapat larut dalam asam, basa, dan
tidak terukur sebagai serat kasar.
d. Bagaimana cara menganalisis serat larut air?
Dengan cara menganalisa kadar serat total terlebih dahulu:
- Sampel dihidrolisis dengan menggunakan enzim-enzim pencernaan.
- Dilakukan penyaringan, dicuci dengan aseton dan etanol yang berfungsi untuk
menhilangkan lemak dan gula.
- Dilakukan pengeringan residu. Dari pengerigan ini merupakan serat makanan.
- Sisa ditimbang
Selanjutnya residu atau serat makanan yang didapat (setelah ditimbang), dianalisa
serat kasarnya dengan menggunakan deterjen. Setelah serat kasar didapat kemudian
dilakukan perhitungan untuk mengetahui berapa serat larutan yang dimiliki.
o Serat makanan = serat kasar + serat larut air, sehingga didapat
o Serat larut air = serat makanan serat kasar

Penilaian
Komponen
Pre-test
Aktivitas
Hasil dan

Nilai

19

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Pembahasan

20

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

BAB IV
EKSTRAKSI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS AMILASE

A.
1.

Pre Lab
Mengapa enzim amilase bisa didapatkan pada kecambah biji-bijian?

Enzim -amilase dalam biji dibentuk pada waktu awal perkecambahan oleh asam giberelik. Asam giberelik adalah senyawa organik yang penting dalam
proses perkecambahan suatu biji karena bersifat sebagai pengontrol perkecambahan. Enzim -amilase merupakan enzim ekstraseluler sehingga relatif mudah diekstrak(Cahyono, 2004).
2. Jelaskan prinsip pengukuran aktivitas enzim amilase secara kuantitatif pada percobaan ini?

1 ml filtrat enzim hasil ekstraksi ditambah dengan 1 ml larutan substrat, lalu diInkubasi selama 3 menit pada suhu optimum 30 0C. Reaksi enzim dilanjutkan
dengan penambahan 2 ml DNS (3,5 dinitrosalicilic acid). Ditambahkan 20 ml
Aquades dan serapan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Aktivitas amilase = C x 1/Tx 1 unit/ 1 mikro mol
Keterangan :
C = konsentrasi maltosa per ml ekstrak enzim (mikro mol)
T = Waktuinkubasi (menit)
1 unit enzimamilase = besarnyaaktivitasenzim yang dibutuhkanuntuk
membebaskan 1 mikromolmaltosa per menit per mL enzim (Indo, 2007)
3. Bagaimana cara mengidentifikasi secara kualitatif bahwa telah terjadi reaksi enzimatis pada

percobaan ini?
Parameter umum yang digunakan untuk identifikasi secara kualitatif aktivitas
hidrolitik enzim amilase terhadap substrat pati diantaranya:
Penurunan viskositas, kehilangan kemampuan untuk memberikan warna biru
dengan iodin (Sarita, 2011).

21

Nama
NIM
Kelas
Kelompok
B.

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Diagram Alir

Persiapan Sampel
Kacang hijau

Ditimbang 50 gram

10 gr
kacang
hijau
kering

10 gr
kacang
hijau
direndam
12 jam

10 gr
kacang
hijau
dikecamb
ahkan 12
jam

10 gr
kacang
hijau
dikecamb
ahkan 24
jam

10 gr
kacang
hijau
dikecamb
ahkan 48
jam

Ekstraksi Enzim Amilase


sampel
Dihancurkan
Ditimbang 5 gram
50 ml buffer asetat (0,1-0,5 M),
dibiarkan 30 menit sambil diaduk
sesekali
Disaring dengan kertas saring
Disentrifugasi 1500 rpm, 30 menit
Diambil supernatannya

Uji Kuantitatif

22

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

o Persiapan Substrat Pati


1 gr soluble starch
Dilarutkan
Diaduk dan dipanaskan hingga jernih dan homogen

Hasil
o Pengukuran Aktivitas Enzim Hasil Ekstraksi
sampel
Dicampurkan 1 ml enzim dan 1 ml larutan substrat pati
Diinkubasi (3 menit, suhu 30oC)
Ditambah 2 ml DNS (3,5 dinitro salicilic acid)
Dipanaskan
Didinginkan
Ditambah 20 ml aquades
Diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 550 nm
Hitung kadar maltosa

Hasil

Pembuatan Larutan Standar Maltosa


sampel
23

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Dilarutkan 50 mg maltosa dalam 50 ml buffer HCl


Diencerkan sampai konsentrasi 1000 ppm
Dilakukan seri pengenceran konsentrasi standar
Hasil
-

Pembuatan Grafik Standar


sampel
Dicampur 1 ml larutan stok standar maltosa dan 3 ml DNS
Diinkubasi pada water bath suhu 400 C selama 15 menit
Didinginkan
Diukur absorbansi pada panjang gelombang 550 nm

Hasil

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono,D. 2004. Pengaruh Proses Pengeringan Terhadap Sifat Fisiko kimia dan Fungsional Tepung

Kecambah Kacang Hijau Hasil Germinasi dengan Perlakuan Natrium Alginat Sebagai Elisitor
Penolik Antioksidan.Bogor: IPB.
24

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Fogarty WM, 1983. Microbial Amylases. Di dalam: Fogarty MW (ed). Microbial Enzyms and
biotechnology. Appl. Sci. Interscience Publisher, New York.
Goyal A, Gosh B and Eveleigh, 2011. Characteristic of fungal cellulase. J. Bio. Tech. 36: 37-50.
Indo. J. Chem. 2007. Potency of Mung Bean Sprout as Enzyme Source (-Amilase). Potensi Kecambah
Kacang Hijau sebagai Sumber Enzim -Amilase. Makassar: Department of Chemistry Faculty of
Mathematics and Natural Science Hasanuddin University
Rahmansyah, Maman, I. M. Budiana. 2004. Optimasi Analisis Amilase dan Glukanase yang Diekstrak
dari Miselium Pleuurotus ostreatus dengan Asam 3,5 dinitrosalisilat. Berk. Penel. Hayati: 9 (712), 2004.
Sarita,Irma. 2011. Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Amilase. Malang: Universitas Brawijaya.
Setiasih, Siswati, B. Wahyuntari, Trismilah. 2006. Karakterisasi Enzim -Amilase Ekstrasel dari Isolat
Bakteri Termofil SW2. Jurnal Kimia Indonesia. Vol. 1 (1), 2006, h. 22-27
Suarni. 2007. Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber Enzim -Amilase. Indo. J. Chem., 2007,
7 (3), 332-336

C.

Hasil dan Pembahasan


1.1 Ekstraksi enzim amilase dari kecambah
Kurva standar
Konsentrasi Maltosa
0 ppm
100 ppm
200 ppm
300 ppm
400 ppm
500 ppm
600 ppm

Absorbansi
0,09
0,115
0,218
0,322
0,4
0,435
0,577
25

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Kurva Larutan Standar Maltosa


Absorbansi

0.5
y = 0.0827x - 0.0191
R = 0.9725

0.4
0.3
0.2

Y-Values

0.1

Linear (Y-Values)

0
0

Konsentrasi Maltosa

Kurva larutan sampel


Perhitungan konsentrasi sampel
1. Kecambah kacang hijau kering
y = 0,0827x 0,0191
0,055 = 0,0827x 0,0191
x = 0,055 + 0,0191/0,0827
x = 0,896 ppm
2. Kecambah
kacang
hijau
direndam 12 jam
y = 0,0827x 0,0191
0,111 = 0,0827x 0,0191
x = 0,111 + 0,0191/0,0827
x = 1,573 ppm
3. Kecambah kacang hijau 12 jam
y = 0,0827x 0,0191
X
0,896 ppm
1,573 ppm
1,924 ppm
2,553 ppm
2,734 ppm

0,140 = 0,0827x 0,0191


x = 0,140 + 0,0191/0,0827
x = 1,924 ppm
4. Kecambah kacang hijau 24 jam
y = 0,0827x 0,0191
0,192 = 0,0827x 0,0191
x = 0,192 + 0,0191/0,0827
x = 2,553 ppm
5. Kecambah kacang hijau 48 jam
y = 0,0827x 0,0191
0,207 = 0,0827x 0,0191
x = 0,207 + 0,0191/0,0827
x = 2,734 ppm
Y
0,055
0,111
0,140
1,192
0,207

26

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Kurva Larutan Sampel


0.25
y = 0.0385x + 0.0255
R = 0.9717

Absorbansi

0.2
0.15

Y-Values

0.1

Linear (Y-Values)
0.05
0
0

Konsentrasi Maltosa

Perhitungan aktivitas enzim alfa amilase


1. Kecambah kacag hijau kering
Aktivitas enzim alfa amilase = C x x
= 0,896 ppm x x
= 0,299 unit/mikromol
2. Kecambah kacang hijau direndam 12 jam
Aktivitas enzim alfa amilase = C x x
= 1,573 ppm x x
= 0,524 unit/mikromol
3. Kecambah kacang hijau 12 jam
Aktivitas enzim alfa amilase = C x

= 1,924 ppm x x
= 0,641 unit/mikromol
4. Kecambah kacang hijau 24 jam
Aktivitas enzim alfa amilase = C x

= 2,553 ppm x x
= 0,851 unit/mikromol
5. Kecambah kacang hijau 48 jam
Aktivitas enzim alfa amilase = C x

= 2,734 ppm x x
= 0,911 unit/mikromol
1. 2 Tuliskan hasil pengamatan dari percobaan!

27

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

Sampel
Biji kering

absorbansi

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Aktivitas Enzim

0,055

0,299 unit/mikromol

Biji direndam

0,111

0,524 unit/mikromol

Kecambah umur 12 jam

0,140

0,641 unit/mikromol

Kecambah umur 24 jam

0,192

0,851 unit/mikromol

Kecambah umur 48 jam

0,207

0,911 unit/mikromol

Perbandingan Kurva Sampel dan Absorbansi Larutan Standar


Pada praktikum ini didapatkan hasil absorbansi pada kurva standar yaitu semakin meningkat
seiring dengan bertambhnya konsentrasi. Pada 0 ppm nilai absorbansinya 0,09, 100 ppm dengan nilai
absorbansi 0,115, 200 ppm dengan nilai absorbansi 0,218, 300 ppm dengan nilai absorbansi 0,322, 400
ppm dengan nilai absorbansi 0,4, 500 ppm dengan niali absorbansi 0,435, dan 600 ppm dengan nilai
absorbansi 0,577.
Pada kurva sampel, didapat nilai basorbansi pada kecambah kering 0,055, nilai absorbansi sampel
kacang hijau direndam 12 jam 0,111. Nilai absorbansi pada sampel kacang hijau yang dikecambahkan 12
jam adalah 0,140. Nilai absorbansi pada sampel kacang hijau yang dikecambahkan 24 jam adalah 0,192.
Nilai absorbansi pada sampel kacang hijau yang dikecambahkan 48 jam adalah 0,207.
Pada kurva standar didapat hasil regresi linear, dari hasil absorbansi dan konsentrasi maltosa,
maka didapatkan persamaan matematika untuk standar maltosa, yang akan digunakan dalam
pengukuran kadar enzim yaitu y = 0,0827x 0,0191. Pada kurva sampel juga didapat hasil grafik yang
linear, dari hasil absorbansi dan konsentrasi maltosa pada berbagai sampel, maka didapatkan persamaan
matematika untuk absorbansi sampel untuk mengetahui aktivitas enzim sampel adalah y = 0,038x +
0,025. Sehingga hasil pada praktikum telah benar dan sesuai dengan yang seharusnya.

2. Bahas dan bandingkan data-data dalam percobaan ini!


a. Analisa Prosedur
Prinsip uji aktivitas enzim amilase adalah menguji aktivitas enzim amilase dari kecambah bijibijian. Di mana aktivitas enzim amilse ditunjukkan dan diukur dari banyaknya maltosa yang
terbentuk setelah substrat pati diinkubasi dengan enzim amilase. Enzim amilase dapat
menghidrolisis pati pada ikatan 1,4-glikosidik menjadi monosakarida dan disakarida (Fogarty,
2004).
Analisa Prosedur Ekstraksi Enzim Amilase
Pada ekstraksi enzim amilase, pertama sampel yang sudah disiapkan dihancurkan dengan
mortar. Penghancuran dengan mortar betujuan untuk mempermudah ekstraksi enzim amilase
yang terdapat pada sampel. Setelah itu sampel yang sudah dihancurkan masing-masing ditimbang
5 gram dengan menggunakan timbangan analitik yang sudah terlebih dahulu dikalibrasi. Sampel
28

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

yang sudah ditimbang kemudian dimasukkan pada beaker glass 250 ml dan ditambahkan dengan
50 ml buffer asetat (0,1-0,5 M) pH 5,5. Penambahan asetat bertujuan untuk mempertahankan pH.
pH enzim yang efektif adalah pada kisaran 4,5-8. Jika terlalu pH terlalu tinggi atau terlalu rendah
maka akan membuat enzim inaktif secara irreversible karena denaturasi protein. Kemudian sampel
dibiarkan 30 menit sambil sesekali diaduk. Setelah 30 menit sampel disaring dengan kertas
saring Whatman yang bertujuan untuk mengambil filtrat pada sampel. Filtrat tersebut
merupakan larutan enzim kasar. Larutan enzim kasar dimasukkan dalam erlenmeyer dan dengan
penambahan aquades 30 ml. Kemudian dilakukan sentrifugasi 1500 rpm selama 30 menit yang
bertujuan untuk memisahkan dan akan dihasilkan supernatan.
Analisa Prosedur Persiapan Substrat Pati
Disiapkan 1 gram soluble strach kemudian dilarutkan dengan 100 ml aquades, setelah itu
diaduk dan dipanaskan pada hot plate stirrer. Tujuan dari pengadukan dan pemanasan adalah
kenampakannya jernih dan homogen. Setelah mendidih, larutan diambil dan didinginkan dengan
air mengalir.
Analisa Prosedur Pengukuran Aktivitas Enzim Hasil Ekstraksi
1 ml enzim hasil ekstraksi dari berbagai kacang hijau (kacang hijau kering, direndam 12
jam, dikecambahkan 12, 24, dan 48 jam) dan aquades 1 ml untuk blanko diambil dengan
menggunakan pipet volume kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian dicampurkan
dengan 1 ml substrat pati, sehingga perbandingan substrat pati dan enzim amilase adalah 1:1.
Kemudian diinkubasi selama 3 menit dengan suhu 30 0C dalam waterbath. Setelah itu
ditambahkan dengan 2 ml reagen DNS (3,5 dinitro salicilic acid) untuk mendeteksi gula reduksi
dalam sampel (diskarida atau maltosa) hasil dari hidrolisis substrat oleh enzim amilase. Tabung
reaksi kemudian diamasukkan dalam beaker glass 500 ml yang berisi air secukupnya untuk
kemudian dipanaskan dengan kompor listrik. Setelah mendidih kemudian tabung didinginkan
untuk kemudian dimasukkan dalam kuvet sampai tanda batas untuk dimasukkan dalam
spektrofotometer. Spektrofotometer diatur panjang gelombangnya yaitu 550 nm. Panjang
gelombang ini merupakan panjang gelombang yang sesuai untuk pembacaan hasil reaksi antara
DNS enzim amilase. Larutan blanko dimasukkan dalam spektrofotometer terlebih dahulu untuk
kalibrasi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui absorbansi dari sampel. Sampel yang memiliki
nilai absorbansi tinggi maka aktivitas enzim juga tinggi. Sehingga semakin tinggi nilai absorbansi
maka aktivitas enzim juga semakin tinggi. Kemudian dihitung konsentrasi dari maltosa dan
didapat hasil.
Analisa Prosedur Pembuatan Larutan Standar Maltosa
Larutan maltosa 50 mg dan 50 ml buffer HCL dilarutkan kemudian diencerkan hingga
didapat konsentrasi 1000 ppm. Dari larutan tersebut kemudian dilakukan seri pengenceran
sehingga diperoleh konsentrasi larutan sebesar 0 ppm nilai absorbansinya 0,09, 100 ppm dengan
nilai absorbansi 0,115, 200 ppm dengan nilai absorbansi 0,218, 300 ppm dengan nilai absorbansi
0,322, 400 ppm dengan nilai absorbansi 0,4, 500 ppm dengan niali absorbansi 0,435, dan 600
ppm dengan nilai absorbansi 0,577.
Analisa Prosedur Pembuatan Grafik Standar
Larutan stok standar maltosa 1 ml dilarutkan dengan 2 ml DNS, kemudian larutan
tersebut dipanaskan hingga mendidih. Larutan kemudian didinginkan dengan air mengalir. Lalu
dituangkan pada beaker glass serta penambahan aquades 20 ml dan dimasukkan pada 3 tabung
reaksi, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm. Sehingga nilai
absorbansinya pada 0 ppm adalah 0,09, 100 ppm dengan nilai absorbansi 0,115, 200 ppm dengan
nilai absorbansi 0,218, 300 ppm dengan nilai absorbansi 0,322, 400 ppm dengan nilai absorbansi
0,4, 500 ppm dengan niali absorbansi 0,435, dan 600 ppm dengan nilai absorbansi 0,577.
29

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Dengan regresi linear, dari hasil absorbansi dan konsentrasi maltosa, maka didapatkan persamaan
matematika untuk standar maltosa, yang akan digunakan dalam pengukuran kadar enzim yaitu y
= 0,0827x 0,0191.
b. Hubungan Reagen DNS dan Aktivitas Enzim Amilase
Reagen DNS berfungsi secara efektif dalam mengikat gula pereduksi sebagai indikator
terjadinya aktivitas enzim (Setiasih, 2006). Pengukuran aktivitas amilase dilakukan berdasar
kemampuan enzim dalam mengurai substrat (polisakarida) menjadi disakarida (maltosa) yang
memiliki gugus pereduksi pada satuan waktu tertentu. Akurasi pengukuran dapat dicapai bila
proses deteksi gula pereduksi berlangsung optimum. Oleh karena itu dalam menentukan aktivitas
enzim amilase diperlukan reagen DNS (3,5 dinitro salycilic acid).
Prinsipnya yaitu di mana dalam suasana alkali, gula pereduksi akan mereduksi asam DNS
(3,5-dinitro salicylic acid) menjadi asam 3-amino-5-dinitrosalisilat yaitu senyawa yang mampu
menyerap dengan kuat radiasi gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu. Bila
ada gula pereduksi pada sampel, DNS akan bereaksi dengan gula pereduksi dan terjadi perubahan
warna kuning menjadi merah jingga. Sedangkan blanko yang berisi aquades teteap berwarna
kuning karena tidak mengandung gula pereduksi meskipun sudah ditambahkan dengan DNS serta
dipanaskan.
d. Perbandingan Antar Sampel
1. Aktivitas Enzim pada Sampel
Pada praktikum ini didapatkan hasil absorbansi pada kurva standar yaitu
semakin meningkat seiring dengan bertambhnya konsentrasi. Pada 0 ppm nilai
absorbansinya 0,09, 100 ppm dengan nilai absorbansi 0,115, 200 ppm dengan nilai
absorbansi 0,218, 300 ppm dengan nilai absorbansi 0,322, 400 ppm dengan nilai
absorbansi 0,4, 500 ppm dengan niali absorbansi 0,435, dan 600 ppm dengan nilai
absorbansi 0,577. Dengan meningkatnya nilai absorbansi maka aktivitas enzim juga
semakin meningkat.
2. Perbandingan dengan Literatur
Menurut penelitian yang dilakukan Suarni (2007) umur dan varietas kecambah
kacang hijau berpengaruh terhadap aktivitas enzim -amilase. Aktivitas enzim -amilase
mulai naik secara stabil dan turun pada hari ke empat dan kelima.. hal ini berarti
praktikum yang dilakukan telah sesuai dengan literatur.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim
1. Suhu
Enzim adalah protein. Jika suhu terlalu tinggi akan mendenaturasi enzim, sehingga bagian
aktif enzim terganggu dan akan menurunkan konsentrasi dan aktivitas enzim. Menurut
Rahmansyah (2004) suhu optimum aktivitas amilase adalah 25 0C, kemudian aktivitas
cenderung menurun pada suhu 37 0C dan 50 0C. Fenomena pengaruh suhu tinggi terhadap
amilase dijelaskan oleh Goyal et al. (2011), yang menyatakan bahwa bagian protein enzim
dari miselium jamur dalam menghidrolisis pati ialah sisi afinitasnya (sisi aktif). Penurunan
aktivitas pada suhu tinggi terjadi karena struktur molekul enzim tersebut mengalami
denaturasi.
2. pH
pH efektif pada umumya 4,5-8, tidak terlalu tinggi atau rendah karena akan membuat
enzim inaktif secara irreverssible karena denaturasi protein. pH optimal untuk aktivitas
enzim amilase pada kecambah menurut Suarni (2007) adalah 4,89-5,79
3. konsentrasi enzim

30

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

pada konsentrasi enzim tertentu kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya


konsentrasi enzim.
4. konsentrasi substrat
pada umumnya konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi, namun pada batas
tertentu tidak terjadi peningkatan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat
diperbesar. Menurut Rahmansyah (2004) pada larutan pati yang menghasilkan aktivitas
maksimal terjadi pada konsentrasi 5%. Aktivitas enzim pada pemberian substrat yang
konsentrasinya lebih dari nilai tersebut tidak bisa lagi meningkatkan hasil hidrolisis, bahkan
dapat mengalami penurunan.
5. Inhibitor
Inhibitor akan menghalangi sisi aktif enzim untuk bergabung dengan substrat spesifik
sehingga reaksi antara substrat-enzim terganggu atau tidak terjadi sama sekali.
KESIMPULAN
prinsip dari ekstraksi dan uji aktivitas enzim amilase adalah menguji aktivitas enzim
amylase dari kecambah biji-bijian di mana aktivitas enzim amylase ditunjukkan dan diukur dari
banyaknya maltosa yang terbentuk setelah substrat pati diinkubasi dengan enzim amylase.
Tujuan dilakukan praktikum ekstraksi dan uji aktivitas enzim amilase adalah untuk
mengisolasi enzim amylase dari kecambah kacang hijau dan untuk menguji aktivitas enzim yang
telah diekstrak
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim adalah :
1. Suhu.
2. pH
3. Konsentrasi enzim
4. Konsentrasi substrat
5. Zat inhibitor
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, didapat aktivitas enzim dari yang terbesar
sampai yang terkecil adalah sebagai berikut. Pada 0 ppm nilai absorbansinya 0,09, 100 ppm
dengan nilai absorbansi 0,115, 200 ppm dengan nilai absorbansi 0,218, 300 ppm dengan nilai
absorbansi 0,322, 400 ppm dengan nilai absorbansi 0,4, 500 ppm dengan niali absorbansi 0,435,
dan 600 ppm dengan nilai absorbansi 0,577

Penilaian
Komponen
Pre-test
Aktivitas
Hasil dan
Pembahasan

Nilai

31

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

BAB V
ANALISISLEMAK
A. Pre-lab
1.Bagaimana prinsip analisis kadar lemak dengan metode soxhlet?
Ekstraksi lemak dengan pelarut lemak seperti petroleum eter, petroleum benzena, dietil eter,
aseton, metanol, dll. Berat lemak diperoleh dengan cara memisahkan lemak dengan pelarutnya
(menguapkan pelarut dengan pemanasan), lemak dari bahan dapat ditimbang persentasenya
(Andarwulan, 2011).
2.Mengapa metode soxhlet disebut metode penetapan lemak kasar?
Karena selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen
yang lain, sehingga hasil analisisnya disebut lemak kasar (Darmasih, 2007).
3. Bagaimana prinsip pengukuran bilangan peroksida dengan metode titrasi?
Pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari kalium iodida (KI). Iod dilepaskan dari KI
akibat reaksi oksidasi oleh peroksida yang ada dalam sampel di dalam medium asam asetatkloroform (Wildan, 2004).
4. Bagaimana prinsip penetapan kadar asam lemak bebas metode titrasi?
Titrasi asam-basa dalam medium etanol. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan titik
akhir titrasi adalah fenolftalin (Andarwulan, 2011).
5.Apa yang dimaksud dengan bilangan peroksida?
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksdidasi
Perhitungan:
PV = (ml titrasi ml blanko) / berat sampel x N x 1000
= ...mg.eq
(Wibowo, 2008).
6.Apa yang dimaksud dengan asam lemak bebas?
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang sudah bebas dari ikatan gliserol karena proses
hidrolisis. Asam lemak bebas mengikuti sirkulasi darah, berikatan dengan albumin, disimpan,
dan dikeluarkan dari timbunan lemak tubuh menurut kondisi metabolisme energi saat itu. (
PERSAGI, 2009).

B.

Diagram Alir/ flowchart


1. Kadar Lemak Metode Soxhlet

32

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

a. Persiapan
Sampel
didengansuhu 100oC ( 1 jam)

Didinginkandalamdesikatorhinggaberatkonstan

Hasil
b. Pengujian Kadar Lemak
c.
Sampel
Dihancurkan
Ditimbang sebanyak 2 gram
Dibungkus kertas saring
Pelarut Petroleum Eter 70 ml

Dimasukkan ke dalam tabung destilasi


Direfluks 4-6 jam

Diuapkan sisa pelarut ke dalam oven 1050C ( 1 jam)

Didinginkan dalam desikator

ditimbang

Dihitung % lemak dari sampel

2. BilanganPeroksida

Hasil

33

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Sampel

Ditimbang 10 gram dengan timbangan analitik dan dimasukkan ke erlenmeyer


30 ml asam asetat glasial
Dikocok hingga semua minyak larut
0.5 ml KI jenuh
Dibiarkan 1 menit sambil dikocok
30 ml aquades
0.5 ml KI jenuh
Na Tiosulfat 0,1 N
Dititrasi hingga warna biru menghilang
Hasil
3. Kadar Asam Lemak Bebas

Sampel

Ditimbang 10 gr dandimasukkan Erlenmeyer 250


ml
3 tetes indicator PP 1 %
50 ml alcohol 95%
Dititrasi KOH 0.05 N hinggawarnamerahjambu
C.

HasildanPembahasan
1.

Hasil

Kadar LemakMetodeSoxhlet

No. Namasampel Beratsampel

Beratsampel+labu

Beratlabu

Beratlemak
(gram)

% lemak

1.

34,7923

34,4525

0,3398

6,78%

Jagung

5,013

34

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

2.

Wijen

5,0045

38,0682

35,1153

2,9552

59,004%

3.

bekatul

5,0079

32,6295

37,3171

-4,6876

-93,6%

Perhitungan
1. sampel jagung
% kadarlemak=
=
= 6,78%
2 . sampel wijen
% kadarlemak=
=
= 59,004%
3 .sampel bekatul
% kadarlemak=

=
= -93,6%
a. Apa
yang
terjadijikapenghilangan
sisa
pelarutsetelahekstraksidengansoxhletdilakukandenganpemanasandalam oven yang terlalu lama?
Pemanasan yang terlalu lama dapat menyebabkan lemak teroksidasi dan lemak

b. Mengapaekstraksisoxhletdihentikanjikapelarutsudahberwarnajernih?
Karena pelarut yang berwarna jernih menandakan lemak sudah terekstrak sempurna dan
c. Pelarutapa
yang
dapatSaudaragunakanuntukmenggantidietileter?
Apakelebihan
dan
kekurangandarimasing-masingpelaruttersebut !
Pada pengamatan larutan yang digunakan sebagai pengganti dietil eter adalah petroleum eter.
Petroleum eter memiliki kelebihan mudah didapat, titik didih rendah, memiliki aroma yang lebih
baik dari dietil eter dan memiliki selektivitas tinggi. Sedangkan kekurangannya adalah dapat
menyebabkan iritasi, dan bersifat toksik
d. Apakahsemuajenislipidterdeteksisebagailemakpadaanlisislemakdenganmetodesoxhlet?
Semua jenis lipid akan terdeteksi sebagai lemak pada analisis metode soxhlet. Karena lipid yang
bersifat nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar yang kemudian pelarut tersebut diuapkan
sehingga akan diperoleh berat lemak. Namun metode ini memiliki kekurangan yaitu senyawa lain

35

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

yang juga larut dalam lemak seperti vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin K akan ikut
terlarut dan menyebabkan kesalahan positif.
2. BilanganPeroksida
No.

Namasampel

Beratsamp
el

Volume Na2S2O3
(ml)

Bilanganper
oksida

1.

Margarin

10,0359

18

179,356

2.

Minyak Curah

10,0359

0,15

1,49

3.

Minyak Merek

10,0090

0,7

6,99

Perhitungan
1.Margarin

=
= 179,356 mek/kg
2.Minyak Curah

=
= 1,49 mek/kg
3.Minyak Merek

=
= 6,99 mek/kg
a. Apa fungsi Na-tiosulfat dalam analisis bilangan peroksida?
Na-tiosulfat akan bereaksi dengan I2 bebas dan berfungsi sebagai reduktor
b. Mengapa indikator yang digunakan adalah amilum?
I2 akan terperangkap pada ikatan yang terdapat di amilum dan amilum dan I2 akan membentuk
kompleks warna biru.
c. Mengapa titrasi dihentikan ketika warna biru hilang?

36

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

3. Kadar Asam Lemak Bebas


No.

Namasampel

Beratsampel

Volume
KOH
(ml)

Jenisdan BM
AsamLemak

Kadar
ALB (%)

1.

Margarin

10,0136

5,2

256

0,665%

2.

Miyak Merek

10, 0104

2,1

256

0,269%

3.

Minyak Curah

10,1901

5,3

256

0,666%

Perhitungan
1.margarin

= 0,665%
2.Minyak Merek

= 0,269%
3.Minyak Curah

= 0,666%
37

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

a. Mengapa dalam analisis kadar asam lemak bebas digunakan pelarut alkohol?
Karena alkohol dan sebagian besar asam lemak adalah nonpolar sehingga asam lemak akan larut
dalam alkohol.
b. Apakah semua asam lemak bebas terekstrak oleh alkohol pada analisis asam lemak bebas
dengan metode titrasi?
Tidak, karena alkohol bersifat nonpolar dan ada sebagian asam lemak yang bersifat polar seperti
asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. Asam lemak yang larut dalam alkohol adalah
asam lemak yang memiliki gugus nonpolar dan tingkat kelarutannya tinggi di alkohol.
c. Apakah basa selain KOH dapat digunakan pada penetapan kadar asam lemak bebas?
Dapat. Selain KOH dapat juga digunakan NaOH karena titrasi yang digunakan adalah titrasi
asam-basa maka diperlukan basa kuat untuk mentitrasi asam lemak yang bersifat asam. Basa
kuat digunakan untuk menatralkan asam pada asam lemak.
d. Mengapa kadar asam lemak bebas didasarkan pada berat molekul asam lemak yang dominan?
Karena berat molekul asam lemak dominan sudah mewakili jumlah asam lemak bebas yang
terbentuk. Semakin besar berat molekul maka akan banyak pula asam lemak bebas yang akan
terbentuk sehingga asam lemak dominan sudah mewakili asam lemak lain karena jumlahnya
pasti akan lebih banyak dibandingkan dengan asam lemak yang lain.

e. Mengapa indikator yang digunakan fenolftalein/PP?


Karena sifatnya yang netral dan memiliki perubahan warna jika terjadi perubahan ph sehingga
dapat diketahui kapan titrasi harus dihentikan

Penilaian
Komponen

Nilai

Pre-test
Aktivitas
Hasil dan
Pembahasan

38

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

BAB VI
ANALISIS PROTEIN
A. Pre-lab
1.Bagaimana prinsip analisis kadar protein dengan metode Kjeldahl?
Prinsip analisa protein dengan metode kjeldahl adalah mengukur kadar protein secara tidak
langsung dengan cara mengukur kadar N dari sampel, yaitu dengan destruksi, distilasi, dan
titrasi. Perhitungan.
N = Normalitas HCl
A = jumlah HCl yag digunakan untuk titrasi sampel (ml)
B = jumlah HCl yag digunakan untuk titrasi blanko (ml)
1,4 = Berat dari N (secara analitik), ekivalen untuk 1 ml HCl 0,1 N
C = berat sampel yang digunakan
(Andarwulan, 2010).
2.Mengapa analisis protein dengan metode kjedahl disebut analisis protein kasar?
Kadar protein yang ditentukan berdasarkan metode kjeldahl disebut sebagai kadar protein
kasar (crude protein) karena senyawa N yang bukan protein akan terikut sehingga
menghasilkan kesalahan positif. Contoh senyawa N bukan protein yang terikut adalah ureum,
keratin, asam urat, ammonia, dll (Sudarmaji, 2007).
3. Apa fungsi tahap destruksi?
Pada proses destruksi, sample yang dipanskan dalam H2SO4 pekat akan terurai menjadi unsurunsurnya. Unsur N yang dihasilkan akan dipakai untuk menentukan kadar protein. Pada proses
destruksi dapat ditambahi katalis untuk mempercepat proses, katalis yang digunakan terdiri
dari campuran K2SO3 dan HgO (Widiarto, 2009)
4.Apa fungsi tahap destilasi?
Fungsi tahap destilasi adalah memisahkan larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Pada
tahap ini penentuan kadar protein didasarkan pada pengukuran serapan cahaya berwarna ungu
39

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

dari protein yang bereaksi dengan pereaksi biuret, di mana yang membentuk kompleks adalah
protein dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam protein dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam
pereaksi biuret dalam suasana basa (Cherry, 2008).
5.Bagaimana prinsip analisis protein dengan metode biuret?
Prinsip penetapan protein metode biuret adalah, ikatan peptida dari protein akan bereaksi
dengan ion Cu2+ membentuk komplek berwarna ungu. Intensitas warna ungu berbanding
langsung dengan konsentrasi protein. Semakin meningkat intensitas warnanya konsentrasi
protein juga semakin tinggi. Intensitas warna ungu diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
Didasarkan pada prinsip bahwa senyawa mengandung ikatan peptida (-CO-NH-) dapat
membentuk kompleks berwarna biru ungu dengan garam Cu dalam laruta alkali (dalam
suasana basa). Seluruh protein mengandung ikatan peptida (Cherry, 2008).
6.Apakah terdapat perbedaan jenis protein yang terukur antara metode Kjedahl dan
Biuret?
Ada. Pada metode biuret hanya protein yang larut air saja yang dapat dianalisis. Sedangkan
metode kjedahl (metode official) semua jenis protein kasar(larut/tidak larut) dapat dianalisis
kadarnya. (Andarwulan, 2010).
7.Apa prinsip titrasi formol?
Prinsip dari titrasi formol adalah larutan yang mengandung protein dinetralkan dengan
NaOH kemudian ditambah dengan formalin dan bereaksi dengan gugus amino protein
membentuk dimethilol. Dimetilol akan mengikat gugus amino sehingga tidak mempengaruhi
antara asam dengn basa NaOH dan akhir titrasi dapa t diakhiri dengan tepat. Perhitungan.

(Worstald, 2005).
8.Apa kegunaan titrasi formol?
Titrasi formol hanya tepat digunakan untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan
protein dan kurang tepat untuk penentuan jenis protein+kadar protein (Sudarmaji, 2007).

40

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Daftar pustaka
Andarwulan, Nuri, Feri K., Dian H. 2010. Analisis Pangan. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
Cherry, John P., Robert A. 2008. Method for Protein Analysis. CIP. United Stated of America
Sonny Widiarto, 2009. Analisis Kjeldahl. Diktat kuliah. Universitas Lampung. Lampung
Sudamaji, Slamet, B. Haryono, Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pangan. Penerbit Liberty.
Yogyakarta.
Wrostald, R.E., T.E Acree, E.A. Decker. 2005. Handbook of Food Analytical Chemistry Vol. 2. Wiley
Interscience.

41

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

B.

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Diagram Alir

1. Kadar Protein Kasar Metode Kjedahl


Persiapan Sampel

Sampel
Dicacah dan ditumbuk sampai halus
Ditimbang 1 gram
Dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl

Batu didih (10 gram K2SO4 dan 0,25 gram CuSO4)

20 ml H2SO4

Dicampur sampai merata

Analisa Sampel
Labu kjeldahl

Dipanaskan sampai tidak terbentuk uap


Dipanaskan terus sampai cairan didalamnya mendidih dan sesekali diputar
Cairan didalamnya terlihat jernih dan tidak berwarna
Dipanaskan selama 90 menit
didinginkan
150 ml aquades dan beberapa butir batu gelas
Dicampur dan didiamkan sampai dingin
Erlenmeyer
50 ml asam borat dan 4 tetes indikator
Dicampur sampai homogen
Ditempatkan di bawah pendingin (Leibig)
80 ml NaOH
Didistilasi
Hasil
42

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

2. Kadar Protein Metode Biuret


Pembuatan kurva standar

Persiapan sampel

Penetapan sampel
4. Kadar N-Amino (Cara Titrasi Formol)

C.

Hasil dan Pembahasan

1. Kadar Protein Kasar Metode Kjedahl


No.

Nama
sampel

Berat
sampel
(gr)

Volume
titrasi blanko
(ml)

Volume
titrasi sampel
(ml)

Faktor
konversi

%N

Kadar
protein
(%)

1.

Blanko

2.

Daging
ayam

25,2

6,25

2,94

18,38

3.

Susu

3,5

6,38

0,35

2,23

43

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

4.

Kedelai
Bubuk

I=0

I = 25

II = 0

II = 20,2

5,75

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

6,19

35,59

Perhitungan:

Daging ayam
1.
Susu segar
2.
Bubuk kedelai
3.

a. Mengapa faktor konversi pada penetapan kadar protein berbeda-beda tergantung jenis sampel?
Setiap protein memiliki faktor konversi yang berbeda, tergantung kandungan komposisi
asam amino dari protein bahan tersebut. Sehingga sampel yang memiliki jenis protein yang
berbeda akan memiliki faktor konversi yang berbeda. Karena setiap bahan memiliki kombinasi
jenis asam amino yang berbeda.
Sumber lain mengatakan bahwa kadar protein dapat dihitung dengan mengalikan suatu
faktor yang besarnya bergantung pada presentase N yang menyusun protein dalam bahan
b. Mengapa destruksi dihentikan ketika cairan sudah jernih?
Karena cairan yang jernih menandakan bahwa partikel bahan telah terdekstruksi menjadi
bentuk partikel larut. Warna jernih juga menunjukkan tidak adanya karbon. Selain itu tujuan
dari dekstruksi adalah melepas N dari dalam bahan, larutan yang sudah jenuh menunjukkan
bahwa N telah diikat menjadi ion ammonia dalam bentuk ion ammonium yang berikatan dengan
sulfat
c. Apa fungsi K2S2O4 dan HgO pada proses destruksi?
Kedua zat tersebut berfungsi sebagai katalisator, sehingga dapat menaikkan titik didih
asam sulfat. Selain itu juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah
atau sebaliknya
d. Senyawa apa yang dipisahkan pada proses destilasi?

44

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Amoniak. Amoniak yang dibebaskan akan ditangkap oleh larutan asam standart (asam
borat), hingga membentuk senyawa (NH4)3BO3. Proses tersebut terus berjalan hingga akhirnya
terdapat pemisahan sleuruh senyawa berdasar perbedaan titik didih
e. Bagaimana Saudara memastikan bahwa pada proses destilasi sudah tidak ada amoniak yang
menguap?
Menurut literatur lain, Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai
destilat berupa gas yang bersifat basa. Selama proses destilasi lama-kelamaan larutan asam borat
akan berubah warna menjadi hijau kekuningan, hal ini karena larutan menangkap adanya
ammonia dalam bahan yang bersifat basa sehingga mengubah warna merah muda menjadi
kekuningan.Reaksi destilasi akan berakhir bila terjadi perubahan warna larutan dalam erlenmeyer
menjadi hijau muda kekuningan akibat reaksi indikator pada suasana basa akibat menangkap
ammonia. Ini menunjukkan larutan telah bersifat basa dan distilasi dihentikan
f.

Apa perbedaannya jika hasil destilasi ditampung dalam larutan HCl dengan jika ditampung
dalam larutan asam borat?
Jika larutan asam penampung yang digunakan HCl (asam kuat), maka sisa asam klorida
yang tidak bereaksi dengan amonia (membentuk NH4Cl) dititrasi dengan NaOH. Jika digunakan
indikator PP, akhir titrasi tersebut ditandai dengan perubahan larutan menjadi merah muda
permanen (dari asam ke basa) atau jika digunakan MR larutan berubah menjadi kuning.
Jika larutan penampung adalah asam borat/HBO3(asam lemah), maka untuk mengetahui
banyaknya asam borat yangbereaksi dengan amonia, perlu dilakukan titrasi dengan HCl 0.1 N
dengan indikator MR+BCG. HCl akan mentitrasi amonium-borat menjadi amonium klorida
sehingga pada akhir titrasi terjadi kelebihan HCl/asam kuat. Akhir titrasi ditandai dengan
perubahan larutan dari biru/hijau menjadi merah muda

g. Faktor apa yang menentukan faktor konversi suatu bahan pangan? Berapa faktor konversi jika
kadar N dalam protein adalah 15%?
Faktor yang menentukan faktor konversi dalam suatu bahan pangan adalah
komponen asam amino dalam bahan pangan tersebut, serta kadar N dalam bahan tersbut
(Kuchel, 2006).
Jika kadar N dalam protein adalah 15%, maka faktor konversinya adalah: 100/15 = 6,67
Pembahasan Uji Kjeldahl
Prinsip analisa protein metode kjeldahl adalah mengukur kadar protein secara tidak langsung
dengan cara mengukur kadar nitrogen dalam sampel. Prinsip kerjanya melalui tahap destruksi, distilasi,
dan titrasi. Pada tahap destruksi, sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis
sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan
alkali dan melalui destilasi. Pada tahap distilasi
Analisa protein Kjeldahl dapat dibagi menjadi tiga tahapan (Sudarmadji, 2006):
a. Destruksi
Cu2SO4 + 2H2SO4

2CuSO4 + 2 H2O + SO2

protein / (CHON) + On + H2SO4


CO2 + H2O + (NH4)2SO4
Sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat hingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen
karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO2 dan H2O. Sedangkan N berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk
mempercepat proses ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO, dapat pula digunakan
45

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

K2SO4 atau CuSO4. Penambahan katalisator akan meningkatkan titik didih asam sulfat sehingga destruksi
berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan
Selenium, yang dapat mempercepat proses oksidasi karena zat selain menaikkan titik didih juga mudah
mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
b. Destilasi
(NH4)2SO4 + NaOH
2NH4OH

Na2SO4 + 2 NH4OH
2NH3 + 2H2O

4NH3 + 2H3BO3
2(NH4)2BO3 +H2
Amonium sulfat dipecah menjadi ammonia dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan
dipanaskan. Agar selama destilasi tidak terjadi superheating, pemercikan cairan, atau gelembung gas
yang besar maka dapat ditambahkan logam zink Ammonia yang dibebaskan akan ditangkap oleh asam
khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah berlebihan. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih
baik maka ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam
keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
c. Titrasi
Titrasi asam-basa digunakan untuk menentukan kadar protein sampel. Karena NH3 yang
terbentuk adalah asam lemah, digunakan HCl baku 0,1N untuk menitrasi asam borat yang sudah
menangkap ammonia hasil destilasi, titik akhir ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda
karena adanya indicator Phenolptalein pada kondisi sedikit basa (mendekati netral).
Reaksi yang terjadi
4NH3 + 2H3BO3

2(NH4)2BO3 +H2

(NH4)2BO3 + 2HCl

.( )

2NH4Cl + H2BO3

..( )

Reaksi 1 adalah reaksi penangkapan ammonia distilat oleh asam borat, dan reaksi (2) adalah
reaksi penetralan pada titrasi asam-basa. Dari reaksi di (2) diatas, bahwa 1 mol HCl akan bereaksi
dengan 1 mol ammonia (dalam bentuk NH4Cl). Sehingga banyaknya protein dalam sampel dapat dihitung
dari konversi HCl yang digunakan dikali dengan factor konversi nitrogen protein.
Kadar ion hidrogen yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi setara dengan kadar
nitrogen dalam sampel makanan. Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen
dalam mg sampel menggunakan larutan HCl xM untuk titrasi.

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi
dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan HCl 0,1 N dengan indikator (BCG + MR).
Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor.
Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein
dalam suatu bahan.
(Maharani dan Yusrin, 2010).

46

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

2. Kadar Protein Metode Biuret


Kurva standar
Volume standar

Konsentrasi

Absorbansi

0,028

0.1

0,125

0,04

0.2

0,25

0,035

0.4

0,5

0,041

0.6

0,75

0,059

0.8

0,057

1.0

1,25

0,101

Persamaan regresi linear:

Kurva Standar Biuret


Absorbansi

0.15
y = 0.0473x + 0.0254
R = 0.8131
absorbansi

0.1
0.05
0
0

0.5

1.5

Linear
(absorbansi)

Konsentrasi

Penetapan sampel
No.

Jenis sampel

Volume
akhir

Nilai
absorbansi

Konsentrasi
sampel

Kadar
protein

1.

Susu segar

1,529

32

19,5%

2.

Daging ayam

0,147

2,596

2,07%

3.

Bubuk
kedelai

0.185

3,404

0,087%

Perhitungan:

47

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

1. Susu Segar

2. Daging Ayam

3. Bubuk Kedelai

a. Apa jenis protein yang terukur dengan metode Biuret?


Jenis protein yang terukur pada metode biuret adalah jenis protein yang larut air. Metode ini
didasarkan pada prinsip bahwa senyawa yang mengandung ikatan peptida (-CO-NH-) dapat
membentuk kompleks berwarna biru ungu dengan garam Cu dalam suasana basa. Seluruh
protein mengandung ikatan peptida. Sehingga, metode biuret merupakan salah satu metode
terbaik dalam menentukan kadar protein larutan (Bintanng, 2010).
b. Apa fungsi penambahan TCA pada analisis protein dengan metode Biuret?
Fungsi penambahan TCA pada analisis protein metode biuret adalah untuk mengendapkan
protein pada sampel cair karena terjadi denaturasi pada protein sehingga protein pada sampel
cair mengendap
c. Apa fungsi penambahan dietil eter?
Fungsi penambahan dietil eter adalah untuk melarutkan lemak sampel. Endapan pada sampel
cair dicuci dengan dietil eter untuk menghilangkan TCA yang digunakan untuk mengendapkan
protein pada sampel susu.
Pembahasan Uji Biuret

48

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Metode ini merupakan analisis protein terlarut, yang didasarkan pada prinsip bahwa
senyawa yang mengandung ikatan peptida (-CO-NH-)dapat membentuk kompleks berwarna biru
ungu dengan garam Cu dalam larutan alkali (dalam suasana basa) seluruh protein mengandung
ikatan peptida. Oleh karena itu, metode biuret merupakan salah satu metode terbaik untuk
menentukan kandungan larutan protein.
Prinsip penetapan protein pada metode biuret adalah ikatan peptida dari protein akan
bereaksi dengan ion Cu2+ membentuk komplek berwarna ungu. Intensitas warna ungu
berbanding lurus dengan konsentrasi protein. Sehingga semakin meningkat intensitas warna
ungu maka konsentrasi protein semakin besar. Intensitas warna ungu diukur absorbansinya
dengan spektrofotemeter dengan panjang gelombang 520 nm.
Sehingga dalam suasana basa akan terjaddi reaksi antara protein dengan reagen biuret.
Dalam pengujian biuret terjadi reaksi sebagai berikut:

Larutan protein+ NaOH + CuSO4


(kompleks warna ungu)
larutan basa biuret memberikan warna violet dengan CuSO4 karena akan terbentuk kompleks Cu2+
dengan gugus CO dan gugus NH dari rantai peptida dalam suasana basa (Sutresna, 2007).
Untuk menghitung secara kunatitatif tentang kadar protein dalam sampel yang diukur dengan
metode biuret, maka harus diketahui nilai absorbansi dan konsentrasi setelah diuji di spektrofotometer.
Pengukuran pada spektrofotometer dilakukan pada panjang gelombang 520 nm, melalui pengukuran
tersebut akan dapat dibuat kurva standar yang dapat digunakan untuk menetukan FP dan kemudian
digunakan untuk menghitung kadar protein dengan rumus:

(Bintang, 2010).
Pembahasan alat dan bahan
Alat yang digunakan pada metode biuret adalah spektrofotometer, kertas saring, corong, spatula,
tabung reaksi, erlenmeyer, tube, sentifuse, dan neraca analitik. Kertas saring digunakan untuk
mendapatkan konsentrat pada sampel padat yang kemudian dapat diukur absorbansinya. Corong
digunakan untuk mempermudah memasukkan sampel pada tabung reaksi. Sentrifuge digunakan untuk
memisahkan antara supernatan dengan endapan, dengan prinsip gaya sentrifugal, endapan yang memiliki
berat jenis lebih tinggi akan memisah dengan larutannya dan akan mudah dipisahkan. Tube digunakan
untuk meletakkan sampel di dalam sentrifuge. Dalam meletakkan sampel ke sentrifuge harus seimbang
di antara dua sisi, karena gaya sentrifugal membutuhkan keseimbangan untuk dapat melakukan
pemisahan secara sempurna. Sedangkan neraca analitik digunakan untuk menimbang sampel.
Sampel yang digunakan dalam praktikum adalah susu segar, bubuk kedelai, dan daging ayam.
Bahan lain yaitu aqaudes yang digunakan sebagai blanko. TCA yang dipakai sebagai pengendap protein,
seperti yang telah dijelaskan di atas, TCA memiliki sifat asam sehingga memicu denaturasi protein. Etil
eter digunakan untuk menghilangkan senyawa lemak pada susu, etil eter merupakan senyawa non-polar
yang akan melarutkan senyawa non-polar. Reagen biuret berfungsi sebagai indikator terbentuknya ikatan
peptida pada sampel, yang ditandai dnegan warna ungu, dan aquades digunakan sebagai pelarut.

49

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Pembahasan analisis prosedur, fungsi perlakuan, fungsi reagen, dan DHP:


Dilakukan penimbangan sampel sebanyak 3 gram untuk sampel padat, dan 0,4 ml untuk sampel
cair. Untuk sampel padat dilakukan persiapan sampel yaitu sampel disaring dengan menggunakan kertas
saring dan corong untuk mempermudah sampel masuk ke dalam tabung reaksi. Melalui kertas saring
tersebut, protein pada sampel dilarutkan sehingga akan didapatkan protein-protein yang larut air.
Pelarutan dibantu oleh 20 ml aquades sebagai media pelarut bagi protein pada sampel.
Untuk sampel cair dilakukan, sampel diambil sebnayak 0,4 ml, kemudian dimasukkan ke dalam
gelas beaker dan dimasukkan aquades hingga mencapai 1 ml, lalu diukur beratnya, dari praktikum ini
didapatkan bahwa beratnya adalah 0,37 gram. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
untuk menyempurnakan bekas-bekas sampel yang masih menempel di gelas beaker maka sampel
dilarutkan dengan 0,2 ml aquades, sehingga total aquades yang ditambahkan adalah 1 ml aquades.
Setelah sampel berada di tabung reaksi, lalu ditambahkan 1 ml TCA untuk yang berfungsi untuk
mengendapkan protein. TCA memiliki sifat asam yang berfungsi membantu pemisahan antara protein
dengan pelarutnya. Pada susu, TCA bekerja dnegan cara menghentikan jalannya reaksi hidrolisis antara
tripsin dan kasein dengan cara mendenaturasi tripsin sehingga mampu menghentikan reaksi enzimatis
karena sifatnya yang asam.
Setelah ditambahkan TCA, dilakukan pemisahan yang lebih lanjut menggunakan sentrifuge.
Sentrifuge bekerja berdasarkan gaya sentrifugal, dimana berat akan bertumpu di ujung jari-jari putaran.
Zat dengan berat jenis lebih tinggi akan terpisah dan berada di bawah, memlalui proses ini didapakan
pemisahan yang lebih sempurna antara supernatan dnegan endapan protein. Setelah dilakukan
sentrifuge selama 15 menit, kemudian sampel didekantasi untuk menghilangkan supernatannya. Untuk
sampel cair, yang akan diukur dalam uji biuret adalah bentuk padatnya berupa endapan yang telah
digumpalkan oleh TCA, sedangkan pada sampel cair yang diukur adalah bentuk cairnya berupa hasil
pelarutan. Setelah didapatkan endapan, tahap selanjutnya adalah menghilangkan senyawa yang akan
mengganggu proses pembacaan di spektrofotometer berupa lemak. Lemak susu dihilangkan dengan cara
mencuci endapan kering dengan etil eter. Etil eter memiliki sifat non polar sehingga cocok untuk
mencuci lemak susu dari gumpalan protein, agar didapatkan hasil protein murni yang akan diukur.
Untuk menghilangkan etil eter dari endapan tersebut, maka dilakukan sentrifugasi lagi, sehingga
didaptkan endapan protein yang benar-benar murni. Kemudian supernatan dibuang dan sampel
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah sampel padat maupun cair berada di tabung reaksi masingmasing, baru diteteskan 6 ml reagen biuret ke dalam sampel tersebut. reagen biuret mengandung
CuCO4.5H2O, Na-K-tartarat, NaOH, KI. Reagen tersebut berfungsi sebagai indikator ada atau tidaknya
ikatan peptida pada sampel. Jika terdapat ikatan peptida maka secara visual larutan akan berwarna ungu
violet, hal ini dikarenakan adanya reaksi antara Cu2+ dengan CO dan NH pada protein, yang akan
membentuk kompleks senyawa berwarna ungu. pembentukan warna ungu tersebut membutuhkan
beberapa waktu, oleh karrena itu sampel yang telah ditetesi biuret didiamkan beberapa saat untuk
membiarkan terjadinya reaksi antara sampel dengan reagen biuret.
Setelah didiamkan beberapa saat terbentuk warna ungu dnegan intensitas yang berbeda-beda.
Warna ungu yang terbentuk tersebut berbanding lurus dengan kandungan protein pada sampel, semakin
banyak ikatan peptida, maka akan semakin banyak pula ikatan yang terbentuk antara ikatan peptida
dengan reagen biuret, dan semakin banyak pula proteinnya, yang secara visual ditunjukkan dnegan
warna yang semakin tajam. Sebaliknya, apabila ikatan peptida sedikit maka akan tampak warna ungu
yang lebih pudar.
Perbandingan Metode

50

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Jelaskan untuk setiap jenis sampel, mengapa terdapat perbedaan kadar protein antara metode Kjedahl
dan Biuret!
Sampel

Kadar Protein (%)


Metode
Kjedahl

Penjelasan

Meode
Biuret

Daging ayam

18,38

2,07

Susu

2,23

19,5

Kedelai bubuk

35,59

0,87

Perbedaan dari hasil kadar protein antara


metode biuret dan metode Kjeldahl disebabkan
jenis protein yang terdapat pada daging ayam.
Pada metode biuret, protein yang terukur
adalah protein yang larut air, sedangkan
protein pada daging ayam adalah jenis protein
yang larut lemak, sehingga pada metode biuret
total protein yang terukur sangat kecil
dibandingkan
pada
metode
Kjeldahl.
Sedangkan pada metode Kjeldahl, yang terukur
adalah kadar Nitrogen dalam protein pada
daging ayam sehingga protein larut lemak dan
larut air tetap dapat terukur.
Perbedaan kadar protein yang dihasilkan dari
praktikum dengan metode Kjeldahl dan
metode biuret dikarenakan jenis protein yang
ada pada susu segar. Protein susu segar
merupakan protein larut air sehingga ketika
dikur dengan metode biuret didapatkan nilai
yang cukup besar. Sedangkan pada metode
Kjeldahl yang terukur adalah kandungan
nitrogen dalam protein susu segar.
Dari hasil praktikum, dapat diketahui kadar
protein bubuk kedelai dengan menggunkan
metode Kjeldahl dan metode Biuret. Dari hasil
yang diperoleh, didapatkan selisih yang cukup
besar antara kadar yang dihasilkan pada
metode Kjeldahl dan kadar yang dihasilkan
pada metode biuret. Hal tersebut dikarenakan
pada metode Biuret ekstraksi yang dilakukan
kurang sempurna sehingga protein yang
terlarut ketika ekstraksi jumlahnya sedikit.
Sedangkan pada metode Kjeldahl, semua
protein terukur kadar Nitrogenya sehingga
didapatkan hasil kadar protein yang lebih
besar dan mendekati nilai kadar protein
kedelai secara umum.

Analisa Hasil dan Pembahasan :


-

Perbandingan setiap sampel dengan literatur


51

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

1.

Daging ayam
Pada metode Kjeldahl, didapatkan kadar protein pada daging ayam adalah sebesar 18,38%
sedangkan pada metode biuret didapatkan kadar protein daging ayam sebesar 2,07%. Perbedaan yang
nyata antara metode Kjeldahl dan metode buret yaitu, pada metode Kjeldahl, yang diukur adalah
konsentrasi unsur nitrogen protein dalam sampel sedangkan pada metode biuret yang diukur adalah
kadar protein larut air dalam sampel. Protein pada daging ayam adalah protein yang tidak larut air,
sehingga ketika diuji dengan metode biuret kadar proteinnya lebih kecil dibandingkan dengan diuji
dengan metode Kjeldahl. Sedangkan pada metode Kjeldahl yang diukur adalah unsur nitrogen yang
terdapat pada daging ayam sehingga pada metode Kjeldahl protein yang dapat terukur adalah semua
jenis protein baik yang larut lemak maupun yang larut air. Faktor konversi pada daging adalah 6,25
karena diasumsikan pada daging, kadar unsur nitorgen dalam protein daging adalah 16 % sehingga
diperoleh faktor konversi 6,25.
Prasetyo (2013) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kadar protein daging pada dada ayam
adalah berkisar antara 19,98 % hingga 21,62 %. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan
metode Kjeldahl. Jika dibandingkan pada hasil yang diperoleh pada praktikum, terdapat perbedaan kadar
protein yang tidak signifikan yaitu pada praktikum dihasilkan kadar preotein 18,38%, sedangkan pada
literatur didapatkan kadar protein 19,98% hingga 21,62%.
Menurut Andarwulan (2011) kandungan protein daging ayam adalah 23,1% (persen basis basah).
Jika dilihat dari data tersebut maka metode yang tepat untuk analisa protein daging ayam adalah metode
Kjeldahl karena nilai yang didaptkan ketika praktikum yang paling mendekati dengan nilai kandungan
protein pada daging ayam secara umum.
2. Susu UHT cair
Pada metode Kjeldahl, didapatkan kadar protein pada susu segar adalah sebesar 0,5257 % sedangkan
pada metode biuret didapatkan kadar protein susu segar sebesar 19,22 %. Dari data yang dihasilkan
didapatkan selisih yang cukup besar antara kadar protein yang diukur dengan metode Kjeldahl dan
kadar protein yang diukur dengan metode biuret. Kadar protein yang terukur pada metode Kjeldahl
lebih kecil daripada kadar protein yang terukur pada metode biuret. Hal tersebut dikarenakan pada susu
segar proteinnya larut air sehingga ketika diukur dengan metode biuret, kadar protein yang dapat
terukur besar. Sedangkan pada metode Kjeldahl yang terukur adalah protein kasarnya dan asumsi kadar
Nitrogen pada protein susu segar adalah 15,66% dan nilai faktor konversi adalah 6,38, sehingga pada
analisa dengan metode biuret hasilnya lebih teliti untuk sampel susu segar karena proteinya yang larut
air.
Menurut Yuniati (2012) hasil penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl rata-rata protein susu
sapi segar adalah 2,65 % dan kadar protein susu produk jadi adalah 24,04%. Dari hasil praktikum, kadar
protein yang diperoleh dengan metode Kjeldahl adalah 0,5257 %. Jika dibandingkan hasil praktikum
dengan literatur, jika dibandingkan dengan susu segar maka kadar protein pada susu segar lebih besar.
begitu pula jika dibandingkan dengan kadar protein pada susu produk jadi perbedaanya jauh lebih besar.
perbedaan tersebut dapat dikarenakan terdapat kesalahan pada saat melakukan langkah-langkah
praktikum, misalnya pada saat melakukan absorbansi kuvet menghadap kearah yang salah sehingga nilai
absorbansi yang didapatkan tidak sesuai dan perhitungan kadar protein menjadi tidak sesuai. Nilai
absorbansi yang diperoleh pada praktikum sampel susu segar adalah 1,480 padahal nilai absorbansi
seharusnya adalah antara 0,1-0,9 namun pada praktikum didapatkan nilai absorbansi lebih dari satu.
Sehingga dapat dikatakan bahwa praktikum yang dilakukan tidak sesuai mungkin terdapat kesalahan
pada saat melakukan praktikum mungkin ketika melakukan langkah-langkah praktikum atau ketika
penggunaan spektrofotometri. Padahal seharusnya, dengan menggunakan metode yang sama, kadar
protein antara susu segar dengan susu segar seharusnya lebih besar pada susu segar karena pada susu

52

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

segar protein yang ada masih alami sedangkan pada susu segar sudah dilakukan fortifikasi agar protein
yang terdapat pada susu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Menurut Kurniati (2005) dari hasil analisis kuantitatif metode biuret yang terlebih dahulu
ditentukan panjang gelombang didapatkan serapan maksimum 550,5 nm dan diperoleh kadar protein
pada susu kambing sebesar 4,0960,264%. Dari hasil praktikum didapatkan kadar protein susu segar
metode biuret adalah 19,22%. jika dibandingkan dengan literatur, kadar protein pada susu segar lebih
besar. namun, literatur yang ditemukan adalah pada penelitian susu kambing. Literatur pada penelitian
susu sapi metode biuret belum dapat ditemukan. Namun menurut Andarwulan (2011) kadar protein
(persen basis basah) pada susu segar adalah 3,3 dan pada susu skim kering adalah 36,2. Dari literaturliteratur tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode yang lebih tepat untuk mengukur kadar protein
adalah metode biuret karena pada metode biuret yang diukur adalah protein larut air, sedangkan protein
pada susu sapi adalah larut air sehingga hasil yang didapatkan lebih teliti dan akurat.
3. Bubuk Kedelai
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan perbedaan kadar protein yang diperoleh pada
sampel bubuk kedelai pada metode Kjeldahl dan metode biuret. Pada metode Kjeldahl, kadar protein
yang didapatkan yaitu sebesar 34,6312% sedangkan pada metode biuret kadar protein yang didapatkan
yaitu 1,73%. Perbedaan kadar protein yang dihasilkan ini disebabkan karena jenis protein atau kelarutan
protein yang terdapat pada bubuk kedelai.
Menurut Tiommanisyah (2010) dari hasil analisa diperoleh kadar kasar protein kacang kedelai setiap
100 gr adalah 31,8 gram. Hal tersebut dapat berarti kadar protein dalam kacang kedelai adalah 31,8%.
Penelitian dilakukan menggunakan metode Kjeldahl. Menurut Andarwulan (2011) protein kacang kedelai
(persen basis basah) adalah 36,5%. Jika dibandingkan dengan literatur, angka yag mendekati dengan
kadar protein kedelai pada umumnya adalah pada praktikum menggunakan metode Kjeldahl. Karena
pada praktikum menggunakan metode Kjeldahl, semua unsur N dalam protein sampel dapat
terukur,sedangkan pada metode biuret yang terukur hanya protein laurt air, sedangkan ekstraksi sampel
yang dilakukan pada metode biuret juga kurang tepat sehingga protein yang terlarut jumlahnya sedikit.
3. Kadar N-Amino (Cara Titrasi Formol)
No

Jenis sampel

1.

blanko

2.

Berat
sampel
(gr)

Volume
titrasi awal
(ml)

Volume
titrasi akhir
(ml)

1,3

1,4

Daging
ayam

1,4

3.

Susu segar

4.

Bubuk
kedelai

Volume
titer
(titrasi
ke-2)

% N-Amino

% protein

0,1

1,8

0,4

0,014008

0,081

1,8

2,3

0,5

0,0`8677

0,119

2,3

2,4

0,1

Perhitungan:

53

Nama
NIM
Kelas
Kelompok
1.
%N

Daging Ayam
=

x N NaOH x 14,008

=
x 0,1 N x 14,008
= 0,014008 %
2. Bubuk Kedelai
%N =
x N NaOH x 14,008
=
x 0,1 N x 14,008
=0%
3. Susu segar
%N =

x N NaOH x 14,008

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

%P = % N x Faktor konversi
= 0,014008 %x 5,75
= 0,081 %

%P = % N x Faktor konversi
= 0 %x 6,38
=0%

%P = % N x Faktor konversi

=
x 0,1 N x 14,008
= 0,018677% x 6,38
= 0,018677 %
= 0,119 %
a. Apa fungsi penambahan formaldehida?
Fungsi penambahan formaldehida adalah untuk memblokade gugus amino dari asam-asam
amino, sehingga yang bereaksi dengan NaOH adalah gugus karboksil. Hal ini bertujuan agar
terbentuk dimethilol
b. Mengapa titrasi dilakukan dengan menggunakan NaOH?
Titrasi dilakukan dengan menggunakan NaOH, karena NaOH bersifat basa sehingga dapat
menetralkan asam amino sebelum dilakukan penambahan formalin. Karena reaksi tidak akan
terjadi dalam kondisi asam. Pada titrasi kedua penambahan NaOh berfungsi sebagai pengikat
gugus karboksil bebas. Semakin banyak NaOH menunjukkan bahwa asam amino bebas semakin
banyak.
c. Bagaimana tingkat hidrolisis protein dapat ditunjukkan oleh titrasi formol? Apakah semakin
tinggi %N hasil titrasi formol, tingkat hidrolisis semakin tinggi? Jelaskan!
Tingkat hidrolisis protein dapat ditunjukkan oleh titrasi formol dengan melihat jumlah hasil
titrasi terkoreksi, atau hasil %N. Semakin besar nilai asam amino bebas yang ditangkap, NaOH
yang diperlukan pada titrasi juga semakin banyak, yang berarti tingkat hidrolisis juga semaki
tinggi.

Hidrolisis protein berarti terputusnya ikatan peptida, membentuk beberapa asam amino. Dengan
semakin banyaknya NaOH yang terpakai mengindikasikan banyaknya asam amino bebas hasil
hidrolisis, yang berarti tingkat hidrolisis semakin tinggi.
Pembahasan:
Metode ini digunakan untu mengukur kadar N-amino, dapat digunakan untuk mengukur tingkat
hidrolisis protein. Reaksi antara formol dengan gugus amino tetapi tidak dapat membedakan antara
gugus amino dengan gugus amin yang lain. Prinsip metode ini yaitu, larutan filtrate yang mengandung
protein dinetralkan dengan basa NaOH kemudian ditambah formalin. Formalin akan bereaksi dengan
gugus amino dari protein atau asam amino membentuk dimethilol. Gugus karboksil (COOH) dari asam

54

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

amino akan dititer dengan NaOH sampai titik akhir titrasi terbentuk warna merah muda permanen
dengan menggunakan indicator PP (Kotong, 2004).
Berikut adalah reaksi yang terjadi pada titrasi formol:
O
H
O
R C C O-

R CH C - OH
NH3+
pada pH netral

NH2
O

R CH C O- + CH2O
NH3+

Formalin

R CH COOH + NaOH

R CH COOH
HOH2C N CH2OH
dimethilol

R CH C Na

HOH2C N CH2OH
HOH2C N CH2OH
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH), kemudian ditambahkan formalin yang akan
membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini, berarti gugus asam aminonya sudah terikan
dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksil) dengan basa NaOH sehingga akhir
titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, titik akhir titrasi dapat
tepat terjadi dengan perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang selama 30 detik
(Sutresna, 2007).
Untuk mengetahui kadar protein, dapat diketahui dari hasil titrasi. Rumus yang dipergunakan
adalah (Wijayanti, dkk, 2014):

Pembahasan Alat dan Bahan:


Dalam titrasi formol alat yang dipergunakan yaitu erlenmeyer yang digunakan untuk
menempatkan sampel dan blanko hasil titrasi. Pipet volume untuk mengambil sampel dan mengambil
reagen. Buret diguanakan untuk melaksanakan proses titrasi dimana buret akan dipasangan dnegan
statif. Dan juga statif untuk melakukan titrasi. Sedangkan bahan-bahan yang diguanakan terdiri dari
sampel (daging ayam, susu cair, bubuk kedelai), Kalium oksalat yang berfungsi untuk merusak struktur
molekul protein sehingga mudah dihidrolisis, Indikator PP berfungsi untuk mengetahui tingkat hidrolisis
yang terjadi dengan memberikan perubahan warna. Selain itu digunakan juga aquades yang dalam hal
ini berfungsi sebagai penghidrolisis asam amino. Formaldehid atau formalin dipakai untuk membentuk
dimetilol dengan N, sehingga dapat emngikat gugus amin agar tidak mengganggu reaksi asam basa.
NaOH digunakan sebagai titer yang akan memberikan kondisi netral pada larutan.
Pembahasan analisis prosedur, fungsi perlakuan, fungsi reagen, dan DHP:
Metode titrasi formol digunakan untuk mengetahui kadar protein dalam suatu sampel atau
bahan. Sebelum diberi perlakuan terlebih dahulu dilakukan persiapan sampel, yaitu dilakukan
penimbangan sebanyak 3 gram untuk 3 jenis sampel yaitu daging ayam, bubuk kedelai, dan susu cair.
55

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Setelah itu masing-masing sampel dilarutkan dalam labu ukur dengan penambahan aquades hingga
mencapai 100 ml. Kemudian digojog hingga homogen.
Pada perlakuan pertama yaitu mengambil ke tiga sampel yang ada dimasukkan kedalam
Erlenmeyer masing-masing 10 ml, kemudian ditambahkan aquadest. Tujuan dari penambahan ini adalah
untuk menghidrolisis protein dalam sampel menjadi asam amino. Setelah itu sampel ditambahkan
dengan K-Oksalat jenuh yang bertujuan merusak konfirmasi protein pada sampel sehingga protein
mudah terhidrolisis. Dimana pada saat penambahan K-Oksalat jenuh, pada tiap masing-masing sampel
tidak ada suatu perubahan yang terjadi. Setelah itu sampel ditambahkan indikator PP, tujuannya untuk
memberikan perubahan warna pada sampel saat dititrasi dengan NaOH. Sebelum dititrasi pada sampel
dilakukan pengocokan, tujuannya adalah untuk homogenisasi sehingga semua larutan dalam sampel
tercampur sempurna, dan kemudian didiamkan selama 2 menit. Pendiaman larutan ini berfungsi untuk
agar larutan yang memiliki protein benar-benar terhidrolisis.
Selanjutnya ketiga sampel tersebut dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan
warna pada sampel. Tujuan dari titrasi dengan NaOH yaitu menetralkan gugus-gugus karboksilat yang
terdapat pada asam amino, yang setara dengan banyaknya protein dalam sampel. Titik akhir titrasi
ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada sampel. Setelah titrasi yang pertama telah selesai
ditambahkan dengan larutan formaldehid 40%, dimana tujuan dari penambahan ini adalah untuk
memblokade gugus amino (NH2 ) dari asam-asam amimo sehingga yang bereaksi dengan NaOH adalah
gugus karboksil. Selain itu formaldehid juga menguatkan sifat asam dari asam amino hal ini ditandai
dengan hilangnya warna pink pada larutan. Setelah penambahan formaldehid ini, makan akan terbentuk
dimetilol. Dimetilol akan mengikat asam amino-asam amino sehingga tidak menggangagu reaksi asam
basa yang terjadi. Setelah penambahan formaldehid tersebut sampel tersebut kembali dititrasi dengan
NaOH sampai timbul warna merah muda pada sampel. Perubahan warna larutan menjadi merah muda
disebabkan karena sifat dari indikator PP yang akan berwarna pink pada larutan basa (seperti NaOH).
Pada bercobaan menggunakan larutan blanko dimana dalam hal ini yang digunakan adalah
aquades yang ditambahkan dengan K-oksalat jenuh dan indikator pp warna larutan langsung berubah
pink, ini menandakan bahwa larutan blanko ini tidak mengandung protein. Adapun tujuan dari larutan
blanko ini yaitu untuk mengetahui jumlah ml NaOH yang bereaksi dengan zat-zat kimia yang digunakan
dalam analisis yaitu K-oksalat jenuh, formaldehid, dan air.
Dari serangkaian penentuan tingkat hidrolisis protein dnegan metode formol, didapatkan hasil
yang berbeda dnegan dua pengujian sebelumnya. Hasil dari pengujian ini yaiu daging ayam memiliki
kadar protein sebesar 0,081%, bubuk kedelai mempunyai kadar protein sebesar 0,0%, sedangkan susu
cair memiliki kadar protein dengan nilai 0,119 %. Seluruh nilai yang ditunjukkan memberikan angka yang
sangat kecil, karena berdasarkan literatur dijelaskan, metode titrasi formol sebenarnya hanya cocok
digunakan untuk mengetahi tingkat hidrolisis protein yang terjadi pada suatu bahan, namun bukan
untuk mengetahui kadar protein pada suatu bahan. Metode titrasi formol digunakan untuk emngetahui
kadar N-amino, serta mengetahui tingkat hidrolisis protein pada kondisi tertentu. Metode ini dapat
mengetahui reaksi antara formol dengan gugus amino, tetapi tidak dapat membedakan antara gugus
amino dengan gugus amin yang lain (Sudarmadji, 2006). Selain itu, rumus yang digunakan adalah kadar
N seperti pada metode Kjeldahl, padahal menurut raras (2010), metode titrasi formol ditentukan bukan
berdasarkan penentuan banyaknya nitrogen total yang terdapat pada bahan pangan namun berdasarkan
pada gugus terminal protein. Oleh karena itu untuk mencari kadar proteinnya, maka harus diketahui
faktor konversinya (Raras, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi DHP dalam pengujian metode titrasi formol ini adalah adanya
kecelakaan kecil pada saat proses titrasi yang membuat kadar titrasi menjadi sedikit berlebihan. Faktor
lain terdapat pada bentuk sampel yang tidak sama, sehingga perlakuan yang beda memungkinkan adanya
perbedaan hasil.

56

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Pembahasan dan perbandingan dengan literatur


1. Daging ayam
Pada percobaan dengan menggunakan metode Titrasi Formol diperoleh kadar protein sebesar
0,081%. Sedangkan menurut Andarwulan (2011), kadar protein pada daging ayam secara umum adalah
23,1 (persen basis basah). Jika dibandingkan dengan literatur, terdapat selisih yang sangat besar antara
kadar protein yang dihasilkan dengan menggunakan metode Titrasi Formol dibandingkan dengan kadar
protein pada daging ayam secara umum. Hal tersebut dikarenakan pada titrasi formol yang terukur
adalah tingkat hidrolisis protein dalam sampel, sedangkan daging ayam yang digunakan sampel belum
mengalami hidrolisis sehingga kadar protein yang terukur sangat kecil.
2. Susu cair
Pada percobaan menggunakan metode titrasi formol diperoleh kadar protein sebesar 0,119%.
Sedangkan menurut Andarwulan (2011), kadar protein pada susu segar adalah 3,3 dan pada susu skim
(kering) adalah 36,2 (persen basis basah). Jika dibandingkan dengan literatur, terdapat selisih yang
cukup besar antara kadar protein yang dihasilkan dengan menggunakan metode titrasi formol
dibandingkan dengan kadar protein pada susu segar secara umum. Hal tersebut dikarenakan pada
titrasi formol yang terukur adalah tingkat hidrolisis protein dalam sampel, sedangkan susu cair yang
digunakan sampel belum mengalami hidrolisis sehingga kadar protein yang terukur sangat kecil.
3. Bubuk kedelai
Pada percobaan menggunakan metode Titrasi formol diperoleh kadar protein bubuk kedelai sebesar
0,0%. Sedangkan menurut Andarwulan (2011), kandungan protein pada kacang kedelai secara umum
adalah 36,5 (persen basis basah). Jika dibandingkan dengan literatur, terdapat selisih yang sangat besar
antara kadar protein yang dihasilkan dengan menggunakan metode Titrasi Formol dibandingkan dengan
kadar protein pada kacang kedelai secara umum. Hal tersebut dikarenakan pada titrasi formol yang
terukur adalah tingkat hidrolisis protein dalam sampel, sedangkan bubuk kedelai yang digunakan
sampel belum mengalami hidrolisis sehingga kadar protein yang terukur sangat kecil.

Perbandingan Metode
Dari metode analisis protein dan tingkat hidrolisis protein, metode mana () yang paling tepat
digunakan untuk sampel berikut. Jelaskan alasannya
Sampel

Kadar Protein (%)


Metode
Kjedahl

Meode
Biuret

Penjelasan

Titrasi
Formol

57

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

Daging Ayam

18,38

2,07

0,081

Susu segar

2,23

19,5

0,119

Bubuk Kedelai

35,59

0,87

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Metode yang mengahasilkan kadar protein


tertinggi adalah metode Kjeldahl, sedangkan
metode yang menghasilkan kadar terendah
metode Titrasi Formol. Metode titrasi
formol memberikan nilai yang terendah
karena pada titrasi formol yang diukur
adalah tingkat hidrolisis protein sedangkan
pada daging ayam mentah tidak terjadi
hidrolisis protein sehingga kadar protein
yang terukur rendah. Metode analisa protein
yang tepat untuk untuk sampel daging ayam
adalah metode Kjeldahl karena metode
Kjeldahl dapat mengukur jumlah protein
pada sampel daging ayam baik yang larut
air, larut lemak, maupun yang terhidrolisis
atau tidak terhidrolis, diukur dari
kandunngan nitorogen yang terdapat dalam
protein daging ayam.
Metode yang memberikan kadar protein
tertinggi adalah metode biuret, sedangkan
metode yang memberikan kadar protein
terendah adalah titrasi formol. Titrasi
formol memberikan nilai terendah karena
pada titrasi formol yang diukur adalah
tingkat hidrolisis protein sedangkan sampel
susu segar tidak mengalami hidrolisis
sehingga kadar protein yang dihasilkan
rendah. Kadar protein tertinggi adalah pada
metode Biuret karena pada metode Biuret
yang terukur adalah protein yang larut air,
sedangkan protein pada susu segar adalah
protein yang larut air sehingga kadar
protein yang dihasilkan lebih tinggi karena
protein dapat terukur secara lebih teliti.
Sehingga metode yang paling tepat untuk
sampel susu segar adalah metode Biuret.
Metode yang meberikan kadar protein
tertinggi adalah metode Kjeldahl, sedangkan
metode yang memberikan kadar protein
terendah adalah metode Titrasi Formol.
Titrasi formol memberikan nilai kadar
protein terendah karena pada titrasi formol
yang diukur adalah tingkat hidrolisis
protein, sedangkan bubuk kedelai tidak
mengalami hidrolisis protein sehingga kadar
protein yang dihasilkan rendah. Sedangkan
metode Kjeldahl memberikan hasil kadar

58

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

protein yang tertinggi karena pada Metdode


Kjeldahl semua protein dapat terukur baik
yang larut air, larut lemak, terhidrolisis,
maupun tidak terhidrolisis, karena metode
Kjeldahl
mengukur
kadar
protein
berdasarkan kadar unsur Nitrogen dalam
sampel. Sehingga metode yang paling tepat
untuk sampel bubuk kedelai adalah metode
Kjeldahl.
KESIMPULAN
1. Prinsip uji protein metode Kjeldahl yaitu mengukur kadar nitrogen dalam sampel, dengan cara
melepaskan nitrogen dari sampel melalui tahap destruksi dengan asam sulfat pekat dan katalis
berupa CuSO4 dan K2SO4 sehingga membentuk amonium sulfat. Kemudian mendestilasi hingga
terbentuk amoniak. Lalu destilat dititrasi dengan HCl untuk mengetahui kadar N melalui banyaknya
titer yang digunakan.
2. Prinsip uji protein dengan metode biuret yaitu mengukur kadar protein terlarut, berdasarkan ikatan
peptida, berdasarkan reasi antara ikatan peptida (-CO-NH-) dengan garam Cu yang akan membentuk
kompleks warna ungu dalam suasana basa.
3. Prinip uji protein metode formol yaitu mengukur kadar N-amino dan tingkat hidrlisis protein,
dengan cara menetralkan larutan menggunakan NaOH kemudian ditambah formalin. Formalin akan
bereaksi dengan gugus amino membentuk dimethilol yang akan mengikat asam amino sehingga tidak
mengganggu reaksi asam basa. Gugus karboksil (COOH) dari asam amino akan dititer dengan NaOH
sampai titik akhir titrasi terbentuk warna merah muda permanen dengan menggunakan indicator PP.
4. Untuk menguji kadar protein daging ayam dan bubuk kedelai dapat digunakan metode Kjeldahl,
karena keduanya adalah sampel padat, yan tidak akan terukur sebagian besar proteinnya jika
menggunakan metode biuret. Untuk sampel susu lebih baik diuji dengan metode biuret karena susu
merupakan koloid dengan kandungan air yang tinggi, maka kandungan protein yang larut air juga
lebih banyak dan cocok dengan metode biuret yang mengukur ikatan peptida pada soluble protein.

Komponen

Nilai

Pre-test
Aktivitas
Hasil dan Pembahasan

59

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Daftar pustaka
Andarwulan, Nuri, Feri K., Dian H. 2010. Analisis Pangan. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
Bintang, Maria.2010.BiokimiaTeknikPenelitian. Jakarta :Erlangga.
Cherry, John P., Robert A. 2008. Method for Protein Analysis. CIP. United Stated of America
Kotong, Hadian. 2004.Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates.
Kuchel, P. 2006. Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Maharani, Endang Triwahyuni dan Yusrin. 2010. Kadar protein Kista Artemia Curah yang Dijual
Petambak Kota rembang dengan Variasi Suhu Pemanasan. Semarang: Unimus.
Raras, Inahayati. 2010. Jobsheet Analisis Gizi dan Pengolahan. Yogyakarta: UNY.
Sonny Widiarto, 2009. Analisis Kjeldahl. Diktat kuliah. Universitas Lampung. Lampung
Sudamaji, Slamet, B. Haryono, Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pangan. Penerbit Liberty.
Yogyakarta.
Sudarmaji, S., Haryono, B., Suhadi. 2006. Analisa Bahan pangan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit
Liberty.
Sutresna, N.2007.Cerdasbelajarkimia. Jakarta: Grafindo Media Pratama
Wijayanti, Sudarma Dita, Endrika Widyastuti, Elok Waziroh, Rosalina Ariesta Laeliocattleya. 2014. Modul
Praktikum Biokomoa dan Analisis Pangan. Malang: FTP UB.
Wrostald, R.E., T.E Acree, E.A. Decker. 2005. Handbook of Food Analytical Chemistry Vol. 2. Wiley
Interscience.

BAB VII
ANALISIS KADAR VITAMIN C
A. Pre-lab
1. Jelaskan prinsip analisis kadar vitamin C metode titrasi 2,6-diklorofenol?

60

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

2. Apakah kelebihan analisis kadar vitamin C menggunakan metode titrasi 2,6-diklorofenol


dibandingkan dengan metode lain?

3. Reaksi apakah yang terjadi antara reagen dengan sampel saat pengujian?jelaskan reaksi yang
terjadi tersebut dengan singakat!

61

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

B. Diagram Alir

62

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

C. Hasil dan Pembahasan


No.

Nama sampel

Berat sampel

Volume titrasi

Kadar Vitamin C (mg/ml)

1.

Tomat

10,0442

1,9 ml

0,19 mg/gr

2.

Jeruk

10,0459

2,1 ml

0,29 mg/gr

Perhitungan Kadar Vitamin C


1. Tomat
Kesetaraan (mg) = 0,096 mg
Volume Blanko = 1,5 ml

2. Jeruk
Kesetaraan (mg) = 0,096 mg
Volume Blanko = 1,5 ml

a. Mengapa ekstraksi dan titrasi saat pengujian harus dilakukan dengan cepat? hubungkan dengan
karakteristik vitamin C!
Karena vitamin C merupakan komponen yang sangat mudah rusak karena faktor luar
seperti: suhu, panas, air, dan okidasi. Sehingga proses ekstraksi dan titrasi perlu dilakukan
dengan cepat agar vitamin C tidak berubah dari bentuk asalnya yaitu asam askorbat menjadi
bentuk lainnya seperti dehindroaskorbat. Perubahan bentuk asam askorbat harus dicegah
karena pada titrasinya, asam askorbat akan bereaksi dengan 2,6 Diklorofenol Indofenol, jadi
asam askorbat yang telah berubah bentuk / struktur tidak akan terukur sebagai Vitamin C.
b. Apakah fungsi larutanNaHCO3?
Larutan ini digunakan untuk pembuatan reagen 2,6 diklorofenol indofenol
berfungsi sebagai pemberi suasana basa sehingga akan menetralkan keasaman dari diklorofenol
sehingga akan menjadi netral.
c. Apakah fungsi larutan asam metafosfat-asetat?
asam askorbat merupakan komponen yang mudah rusak karena oksidasi dan faktor
luar lainnya, sehingga penggunaan asam metafosfat asetat adalah sebagai pencegah proses

63

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

oksidasi agar dapat semaksimal mungkin mempertahankan bentuk asli dari Vitamin C yaitu
Asam Askorbat.
d. Saat dilakukan titrasi pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan warna menjadi merah muda.
Mengapa hal itu bisa terjadi?
Perubahan warna menjadi merah muda terjadi karena 2,6-diklorofenol indofenol akan
tereduksi dengan adanya reduktor asam askorbat, di mana asam askorbat akan mendonorkan
satu elektronnya sehingga gugus rangkap =O pada 2,6-diklorofenol indofenol akan menjadi
gugus OH dan asam askorbat akan mengalami dehidrogenasi (kehilangan gugus H) sehingga
akan berubah menjadi asam dehidroaskorbat. Sedangkan 2,6-diklorofenol indofenol akan
tereduksi dan menjadi merah muda.
e. Apakah kelemahan pengujian menggunakan metode ini?
Kelemahan dari metode ini adalah tidak dapat mengukur kadar Vitamin C alami yang
ada pada bahan, namun hanya Vitamin yang belum berubah struktur. Selain itu sangat sulit
menentukan titika akhir dari titrasi dan mudah sekali terjadi kesalahan karena volume titrasi
yang berlebih dan larutan akan menjadi tidak berwarna dan tidak akan berubah menjadi
warna merah muda apabila titik akhir telah terlewati sehingga diperlukan ketelitiann yang
tinggi.

64

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

PEMBAHASAN
A. Prinsip
Dalam praktikum ini pada dasarnya adalah melakukan pengukuran kadar Vitamin C pada suatu
bahan pangan dengan cara titrasi dengan menggunakan 2,6 Diklorofenol Indofeonol. 2,6 diklorofenol
Indofenol yang tadinya berwarna biru pada kondisi normal akan direduksi oleh asam askorbat dalam
bahan yang akan berubah warna menjadi warna merah muda tipis. kemudian, titrasi akan dihentikan
setelah warna larutan berubah menjadi warna merah muda tipis.
B. Reaksi
Dalam titrasi dengan 2,6-diklorofenol indofenol akan terjadi reaksi antara asam askorbat dan
reagen 2,6-diklorofenol indofenol kemudian akan menimbulkan warna merah muda yang tipis. Reaksi
tersebut adalah sebagai berikut ini:

Akan terjadi reaksi oksidasi reduksi antara sampel yang mengandung asam askorbat dengan 2,6diklorofenol indofenol. 2,6-diklorofenol indofenol yang berwarna bitu akan tereduksi dengan adanya
reduktor asam ascorbat. Asam askorbat akan mendonorkan satu elektronnya sehingga gugus rangkap =O
pada 2,6-diklorofenol indofenol akan menjadi gugus OH dan asam askorbat akan mengalami
dehidrogenasi (kehilangan gugus H) sehingga akan berubah menjadi asam dehidroaskorbat. Sedangkan
2,6-diklorofenol indofenol akan tereduksi warnanya dan berubah menjadi warna merah muda.
C.

Analisa Prosedur

Dalam pegukuran kadar vitamin C, digunakan dua jenis sampel yaitu: tomat dan jeruk. Hal
pertama yang dilakukan adalah menimbang sampel sejumlah 100 gram dengan timbangan analitik.
Kemudian semua bahan diambil cairannya karena Vitamin C merupakan senyawa yang larut air maka
diambil perasan airnya. Untuk tomat dan jeruk dihaluskan dahulu dengan menggunakan mortar
kemudian dapat diambil airnya setelah didapatkan air dari bahan kemudian ditimbang sebanyak 10
gram masing-masing sampel dengan menggunkaan timbangan analitik. Setelah ditimbang, dimasukkan
ke dalam labu ukur 100 ml lalu ditambahkan dengan asam metafosfat asetat hingga tanda batas untuk
kemudian digojok agar homogen. Penambahan asam metafosfat asetat berfungsi untuk mencegah

65

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

oksidasi asam askorbat agar asam askorbat tetap dalam bentuk aslinya sehingga pada saat titrasi masih
terbaca sebagai vitamin C. Karena yang bereaksi dengan reagen 2,6-diklorofenol indofenol adalah
asam askorbat. Larutan yang telah homogen kemudian diambil 2 ml dengan pipet dan dimasukkan ke
dalam erlenmeyer untuk dititrasi dengan 2,6-Diklorofenil Indifenol. Sebelumnya disiapkan buret
dengan diisi larutan 2,6 diklorofenol indofenol. Setelah semuanya siap kemudian dilakukan titrasi hingga
warna larutan yang semula bening menjadi merah muda tipis.
D. Analisa Hasil
Dari percobaan dengan menggunakan dua sampel yaitu: jeruk dan tomat dengan mengikuti prosedur
yang benar diperoleh data praktikum sebagai berikut ini:
- Jeruk
Pada buah jeruk untuk mendapatkan airnya dilakukan proses pemerasan sari-sarinya kemudian
baru dilakukan persiapan sampel. Sampel ditimbang dengan timbangan analitik diperoleh massa 10,0459
gram. Setelah dititrasi diperoleh volume titrasi pada jeruk adalah 2,1 ml sedangkan pada titrasi blanko
didapatkan volume titrasi blanko 1,5 ml. Sehingga volume titrasi yang didapatkan adalah 0,6 ml. Setelah
dihitung dengan rumus dengan kesetaraan 0,096 kadar Vitamin C didapatkan kadar vitamin C pada
sampel sebesar 0,29 mg/gram.
Literatur yang ada menyebutkan bahwa pada jeruk, memiliki senyawaantioksidan berupa asam
askorbat/ vitamin C dengan kadar 22 mg dalam setiap 100 gram jeruk atau setara dengan 0,22 mg tiap
gram sampel buah jeruk (Muchtadi, 2011).
Kadar vitamin C dalam jeruk yang ada pada literatur dengan kadar vitamin C buah jeruk yang
diuji dengan titrasi DPIP menunjukkan selisih sebesar 0,07 mg dalah setiap gram cairan buah jeruk
yang diuji.
Perbedaan hasil yang diperoleh ini diduga karena perbedaan varietas yang digunakan pada
masing-masing data uji dan literatur, di mana pada literatur menggunakan jeruk keprok yang mungkin
kadar vitamin C yang terkandung lebih banyak.
- Tomat
Seperti halnya jeruk, pada tomat untuk mendapatkan airnya dilakukan pula proses pemerasan
sari-sarinya kemudian baru dilakukan persiapan sampel. Sampel ditimbang dengan timbangan analitik
diperoleh massa 10,0442 gram. Setelah dititrasi diperoleh volume titrasi pada tomat adalah 1,9 ml
sedangkan pada titrasi blanko didapatkan volume titrasi pada blanko adalah 1,5 ml. sehingga volume
titrasi yang didapatkan adalah 0,4 ml. Setelah dihitung dengan rumus dengan kesetaraan 0,096 kadar
Vitamin C didapatkan kadar vitamin C pada sampel sebesar 0,19 mg/gram.
Menurut Direktorat Gizi Depkes RI dalam Budiyati et al (2004), kadar Vitamin C pada tomat
mentah adalah 30 mg dalam 100 gram dan 40 mg dalam setiap 100 gram.
Dari data yang didapatkan dari hasil uji yang berbeda jauh dengan literatur yang didapatkan.
Apabila dalam literatur disebutkan 30-40 mg tiap 100 gram yang berart 0,3-1,4 mg tiap gram tomat.
Maka didapatkan hasil yang berbeda yaitu 0,11-0,21 mg tiap gram sampel lemon. Hal ini diduga karena

66

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

adanya kesalahan prosedur yang dilakukan. Prosedur persiapan sampel dan titrasinya yang tidak
berlangsung dengan cepat sehingga komponen asam askorbat sudah berubah bentuk.
Dari praktikum diatas didapatkan urutan data dari yang paling besar kadar vitamin C nya
adalah sebagai berikut:
jeruk dengan kadar vitamin C adalah 0,29 mg/ gram
tomat dengan kadar vitamin C sebesar 0,19 mg/ gram
KESIMPULAN
Prinsip dari praktikum pengukuran kadar Vitamin C adalah mengukur kadar Vitamin C pada
suatu bahan pangan dengan cara titrasi dengan menggunakan 2,6 Diklorofenol Indofeonol. 2,6
diklorofenol Indofenol yang tadinya berwarna biru pada kondisi normal akan direduksi oleh asam
askorbat dalam bahan yang akan berubah warna menjadi warna merah muda tipis. Sehingga, titrasi
dihentikan setelah warna larutan menjadi merah muda tipis.
Dari hasil pengujian diperoleh data kadar vitamin C dari yang tertinggi adalah jeruk dengan
kadar vitamin C adalah 0,29 mg/ gram, selanjutnya adalah tomat dengan kadar vitamin C sebesar 0,19
mg/gram.
Daftar Pustaka Tambahan
Budiyati, C.Sri, Kristina H. 2004. Pengaruh Suhu terhadap Kadar Vitamin C pada Pembuatan Tepung
Tomat. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004 ISSN : 1411 4216
Octaviana, Putri, L.M. Ekawati P., Sinug P. 2010. Kualitas permen Jelly dari Albedo Kulit Jeruk Bali dan
Rosela dengan Penambahan Sorbitol. Artikel Ilmiah. Untiversitas Atma Jaya.Yogyakarta

67

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

BAB VIII
KROMATOGRAFI KOLOM
A. Pre-lab
1.Apa yang dimaksud kromatografi?

2. Jelaskan prinsip kromatografi adsorpsi?

3.Apa fungsi alumina pada penentuan beta karoten?

4.Jelaskan pengertian fase stasioner dan fase mobil!

68

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

5.Apa yang dipisahkan pada proses kromatografi adsorbsi pada penentuan kadar beta
karoten

B.

Diagram Alir Penentuan Kadar Kadar Beta Karoten Dengan Kromatografi Kolom Adsorbsi

Persamaan regresi kurva standar :


No.

Konsentrasi

Absorbansi

1.

2.

0,2

0,002

3.

0,4

0,005

4.

0.6

0,006

5.

0,8

0,007

0,009

absorbansi

kurva standar
0.01
0.008y = 0.0087x + 0.0005
R = 0.9694
0.006
0.004

absorbansi

0.002

Linear (absorbansi)

0
0

0.5

1.5

konsentrasi

Y = 0,008 x + 0,000
Hasil
No

Jenis Sampel

Berat

Absorba

Volume

Volume

Kadar

69

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

1
2
3
4

Kentang
Paprika kuning
Labu kuning
Minyak goreng

Sampel

nsi

3,0214
3,0134
3,0435
5,70079

0,024
0,190
0,130
0,070

masuk
kolom
(ml)
10
9
8
10

keluar
kolom
(ml)
25
25
25
25

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6
(mg/100gr)
248,23
2191,03
1668,51
383,72

Perhitungan kadar beta karoten dari sampel yang dianalisis :


Perhitungan konsentrasi
3. Kentang
5. Labu Kuning
y = 0,008 x + 0,000
y = 0,008 x + 0,000
0,024= 0,008 x + 0,000
0,130= 0,008 x + 0,000
x=3
x = 16,25
4. Paprika Kuning
6. Minyak Goreng
y = 0,008 x + 0,000
y = 0,008 x + 0,000
0,190= 0,008 x + 0,000
0,070= 0,008 x + 0,000
x = 23,75
x = 8,75
Perhitungan Penetapan Kadar Beta Karoten
1. Kentang
-
=
= 2,5
2. Paprika Kuning
-
=
= 2,78
3. Labu Kuning
-
=
= 3,125
4. Minyak goreng
-
=
= 2,5

70

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

1. Apa yang menjadi fase stasioner dan fase mobil pada analisis beta karoten dengan kromatografi
kolom?
Fase stasioner pada analisis beta karoten metode kromatografi kolom adalah alumina yang akan
mengadsorbsi senyawa yang bersifat polar. Sedangkan fase gerak (mobil) pada analisis beta karoten
metode kromatografi kolom adalah PE : Aseton (10 : 1)
2. Komponen apa yang terelusi pada analisis beta karoten dengan kromatografi kolom?
Komponen yang terelusi adalah pigmen beta karoten. Karena pigmen beta karoten adalah pigmen
nonpolar sehingga dapat terelusi pada PE : Aseton (10 : 1) yang juga bersifat nonpolar sehingga akan
terelusi dari fraksi campuran (posisi di bawah) karena terbawa oleh fase mobil.
3. Komponen apa yang teradsorbsi kuat pada adsorben?
Komponen yang teradsorbsi kuat pada adsorben adalah komponen yang sifat non polarnya lebih
kecil, karena senyawa yang memiliki sifat non-polar yang lebih kecil tidak terlalu mengalami elusi
oleh fase mobil berupa PE : Aseton (10 : 1) yang bersifat sangat nonpolar dan teradsorbsi oleh fase
stasioner (adsorben) berupa alumina yang bersifat polar.
4. Apakah analsis tersebut dapat memisahkan beta karoten dengan karotenoid lain seperti alfa dan
gama karoten?
Analisis dengan menggunakan kromatografi kolom dapat digunakan untuk memisahlkan beta
karoten dengan karotenoid yang lain seperti alfa dan gama karena memiliki sifat fisik polaritas yang
berbeda. Dan perbedaan sifat polaritas ini merupakan prinsip kerja dari kromatografi kolom.
5. Apa fungsi pengukuran kadar beta karoten dalam eluat dengan spektrofotometer?
Fungsi pengukuran kadar beta karoten dalam eluat dengan menggunakan spektrofotometer
adalah untuk menentukan kadar beta karoten secara kuantitatif. Karena dengan menggunakan
spektrofotometer dapat diketahui kadar beta karoten dari sampel tertentu.
6. Apa fungsi ekstraksi dengan petroleum eter-aseton?
Fungsi ekstraksi dengan menggunakan PE : Aseton (1:1) merupakan pelarut yang baik untuk
senyawa polar dan non-polar karena PE bersifat non-polar dan aseton yang bersifat polar. Sehingga
penggunaan PE : Aseton berfungsi untuk melarutkan senyawa fraksi yang akan dianalisis
menggunakan kromatografi kolom baik untuk senyawa polar dan non polar.
7. Fraksi apa saja yang terekstrak pada proses ekstraksi tersebut?
Baik fraksi polar maupun non polar akan terekstrak pada proses tersebut, frasi polar akan
terekstrak oleh aseton karena aseton juga bersifat polar. Sedangkan fraksi nonpolar akan terekstraksi
oleh petroleum eter yang bersifat non polar juga.
8. Apa fungsi penambahan akuades pada ekstrak petroleum eter-aseton?
Fungsi penambahan aquades adalah untuk memisahkan antara senyawa polar dan non-polar.
71

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

9. Fraksi apa yang larut pada aseton-air dan petroleum eter?


Fraksi yang larut pada aseton-air adalah fraksi yang bersifat polar, karena 2 pelarut tersebtu
bersifat polar pula. Sedangkan fraksi yang larut pada petroleum eter adalah fraksi yang nonpolar,
karena pelarut tersebut bersifat nonpolar.
PEMBAHASAN
Prinsip
Prinsip: memisahkan komponen secara selektif berdasarkan sifat fisik adsorbsi di mana fase stasioner
berupa adsorben yang mengisi kolom dan fase mobil yang berupa PE:aseton (10:1)
Rumus
Kadar beta karoten =

Konsentrasi (x) x fp x 100 = mg/100g


Berat sampel (g)

Analisa Prosedur Kromatografi


1. Ekstraksi sampel labu kuning
Labu kuning dipotong kemudian dihaluskan dengan mortar. Setelah dihaluskan dengan
mortar sampel ditimbang 3 gram dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian
dimasukkan dalam erlenmeyer. Setelah dimasukkan dalam erlenmeyer sampel siberi penambahan
20 ml petroleum eter (PE) aseton (1:1). Penambahan PE aseton (1:1) berguna untuk
mengekstrak sampel. Kemudian erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil. Penutupan dengan
berguna agar senyawa PE aseton (1:1) tidak menguap dan larutan dalam erlenmeyer tidak
terkontaminssi dari lingkungan, karena dapat mempengaruhi hasil penentuan kadar beta karoten.
Kemudian, diaduk dengan shieve shaker selama 15 menit agar terpisah antara residu dan filtrat.
Kemudian residu dikstraksi kembali sampai tiga kali dengan penambahan PE : Aseton (1:1).
Ekstraksi dilakukan sampai tiga kali agar ekstraksi sempurna. Kemudian filtrat diambil dan
dimasukkan dalam erlenmeyer, kemudian diberi tambahan 100 ml PE:Aseton (1:1). Kemudian
diencerkan dengan dikocok menggunakan sheive shaker selama 15 menit. Pengocokan dengan
shieve shaker untuk yang kedua kalinya bertujuan untuk memastikan bahwa residu sudah benarbenar hilang. Kemudian filtrat diambil 25 ml dan dimasukkan dalam corong pemisah. Kemudian
ditambah dengan 25 ml aquades. Penambahan aquades bertujuan untuk memisahkan antara
senyawa polar dan non polar. Kemudian dikocok dan dibiarkan hingga terjadi pemisahan.
Setelah terjadi pemisahan, lapisan bawah berupa (air-aseton) kemudian dialirkan keluar
dari corong pemisah dan dibuang. Sementara fase eter dalam corong pemisah diberi
penambahan aquades 25 ml. Penambahan aquades bertujuan untuk memisahkan senyawa non
polar dan polar. Kemudian dikocok lagi dan dibiarkan hingga terjadi pemisahan. Kemudian
lapisan bawah (air-aseton) dialirkan keluar dari corong pemisah dan dibuang. Kemudian fase eter
digunakan untuk penetapan kadar beta karoten.
2. Ekstraksi Sampel Minyak Goreng
Minyak goreng ditimbang sebanyak 5 gram dengan menggunakan timbangan analitik.
Kemudian dimaukkan dalam erlenmeyer. Kemudian diberi penambahan 100 ml PE : Aseton (1 : 1).
Penambahan PE : Aseton bertujuan untuk mengekstrak sampel. Kemudian sampel diencrkan
72

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

dengan menggunakan shieve shaker 15 menit agar terpisah antara residu dan filtrat. Kemudian
residu dikstraksi kembali sampai tiga kali dengan penambahan PE : Aseton (1:1). Ekstraksi
dilakukan sampai tiga kali agar ekstraksi sempurna. Kemudian filtrat diambil dan dimasukkan
dalam erlenmeyer, kemudian diberi tambahan 100 ml PE:Aseton (1:1). Kemudian diencerkan
dengan dikocok menggunakan sheive shaker selama 15 menit. Pengocokan dengan shieve shaker
untuk yang kedua kalinya bertujuan untuk memastikan bahwa residu sudah benar-benar hilang.
Kemudian filtrat diambil 25 ml dan dimasukkan dalam corong pemisah. Kemudian ditambah
dengan 25 ml aquades. Penambahan aquades bertujuan untuk memisahkan antara senyawa polar
dan non polar. Kemudian dikocok dan dibiarkan hingga terjadi pemisahan.
Setelah terjadi pemisahan, lapisan bawah berupa (air-aseton) kemudian dialirkan keluar
dari corong pemisah dan dibuang. Sementara fase eter dalam corong pemisah diberi
penambahan aquades 25 ml. Penambahan aquades bertujuan untuk memisahkan senyawa non
polar dan polar. Kemudian dikocok lagi dan dibiarkan hingga terjadi pemisahan. Kemudian
lapisan bawah (air-aseton) dialirkan keluar dari corong pemisah dan dibuang. Kemudian fase eter
digunakan untuk penetapan kadar beta karoten.
3. Penetapan Kadar Beta Karoten
Fase eter dari masing-masing sampel dimaukkan dalam gelas beaker. Kemudian diberi
penambahan 1 gram Na2SO4 tiap 20 ml fase eter. Penambahan Na2SO4 bertujuan untuk adsorbsi
air. Kemudian dilakukan pengadukan dan filtrat yang didapat dimasukkan dalam kolom
kromatografi. Kemudian ditambahkan dengan larutan PE : Aseton (10 : 1). Penambahan PE :
Aseton (10 : 1) berfungsi sebagai fase gerak pada kromatografi kolom. Kemudian beta karoten
yang didapat ditampung dalam labu ukur ukuran 25 ml. Kemudian diberi penambahan Larutan
PE : Aseton (10:1) sampai tanda batas dan digojok. Kemudian setelah penggojokan, sampel
damasukkan pada kuvet untuk dilakukan absorbansi pada spektrofotometer pada panjang
gelombang 450 nm untuk mengetahui kadar beta karoten pada sampel. Kemudian setelah
didapat absorbansi dapat dilakukan penghitungan kadar beta karoten sesuai dengan rumus yang
ada.
Analisa Hasil
Dari praktikum yang telah dilakukan, dilakukan analisa kadar beta karoten pada sampel
kentang, paprika kuning, labu kuning, dan minyak goreng. Dari hasil analisa didapatkan kadar beta
karoten pada sampel kentang sebesar 248,23 mg/100 gr, pada sampel paprika kuning sebesar 2191,03
mg/100 gr, pada sampel labu kuning sebesar 1668,51 mg/100 gr, dan pada sampel minyak goreng sebesar
383,72 mg/100 gr. Kadar beta karoten tersebut didapatkan dari hasil perhitungan nilai absorbansi larutan
standar yang kemudian diperoleh kurva standar. Konsentrasi pada larutan standar yaitu 0; 0,2; 0,4; 0,6;
0,8; dan 1 didapat hasil absorbansi masing-masing yaitu 0; 0,002; 0,005; 0,006; 0,007; 0,009. Dari hasil
absorbansi tersebut di plot pada excell sehingga didapat persamaan linear yaitu y = 0,008x + 0,000
dengan nilai regresi (R2) = 0,969. Nilai regresi tersebut menunjukkan bahwa data telah mendekati akurat.
Kemudian masing-masing sampel didapat nilai absorbansi. Kemudian absorbansi yang didapat
dimasukkan dalam persamaan linier pada sebagai y kemudian didapat hasil x yang digunakan sebagai
konsentrasi sampel. Kemudian dimasukkan pada rumus perhitungan kadar beta karoten.

73

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Menurut Panjaitan et al (2005) kadar karotenoid pada sampel kentang adalah 6,78 mg/0.5 gram
atau 13,56 mg/gram. Hasil yang diperoleh pada praktikum adalah 248,23 mg/100 gram atau 0,248
mg/gram sangat berbeda jauh dari hasil literatur. Hal ini diduga karena pada literatur yang disebutkan
adalah seluruh kadar karotenoid sedangkan pada praktikum yang diukur hanya kadar beta karoten
sehingga perbedaan yang dihasilkan cukup besar
Menurut Serlahwaty et al (2009) kadar beta karoten pada sampel paprika kuning rata-rata
adalah 15,95 g/gram atau 1,595 mg/100 gram. Hasil yang diperoleh pada praktikum sangat berbeda jauh
dari hasil literatur. Hal ini diduga karena pengenceran yang kurang sehingga menyebabkan sampel terlalu
pekat dan menyebabkan absorbansi yang terukur juga tinggi. Selain itu juga diduga karena kesalahan
dalam pembacaan absorbansi dan kesalahan selama persiapan sampel dan penetapan pada penentuan
kadar beta karoten.
Menurut Anggrahini dkk dalam Lestario (2010) kadar beta karoten pada tepung labu kuning
adalah 10,75 mg/100 gram. Hasil yang diperoleh pada praktikum sangat berbeda jauh dari hasil literatur.
Hal ini diduga karena pada literatur yang diketahui adalah kadar beta karoten pada tepung labu kuning,
sedangkan pada praktiukum yang diukur adalah kadar beta karoten pada labu kuning. Sehingga
perbedaan kadar yang besar karena pada proses penepungan dapat menyebabkan penurunan kadar beta
karoten.
Menurut GAPKI (2008) kadar beta karoten pada sampel minyak goreng adalah 27 ppm atau 27
mg/kg atau 2,7 mg/100 gram. Hasil yang diperoleh pada praktikum sangat berbeda jauh dari hasil
literatur. Hal ini diduga karena pengenceran yang kurang sehingga menyebabkan sampel terlalu pekat
dan menyebabkan absorbansi yang terukur juga tinggi. Selain itu juga diduga karena kesalahan dalam
pembacaan absorbansi dan kesalahan selama persiapan sampel dan penetapan pada penentuan kadar
beta karoten.
Pembahasan Kurva Standar
Kurva standart menunjukkan grafik meningkat dari kiri bawah ke kanan atas dan tidak terdapat
banyak fluktuasi. Hal tersebut menandakan bahwa semakin tinggi absorbansi sampel maka semakin
tinggi pula konsentrasi beta karoten yang ada dalam kuvet yang digunakan. Kadar beta-karoten dalam
kuvet tersebut merepresentasikan banyaknya beta-karoten dalam sampel. Maka dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi absorbansi maka semakin tinggi pula kadar beta-karoten dalam sampel.

KESIMPULAN
Prinsip
Prinsip: memisahkan komponen secara selektif berdasarkan sifat fisik adsorbsi di mana fase stasioner
berupa adsorben yang mengisi kolom dan fase mobil yang berupa PE:aseton (10:1)
Rumus
Konsentrasi (x) x fp x 100 = mg/100g
Kadar beta karoten =
Berat sampel (g)
74

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Dari hasil analisa didapatkan kadar beta karoten pada sampel kentang sebesar 248,23 mg/100 gr, pada
sampel paprika kuning sebesar 2191,03 mg/100 gr, pada sampel labu kuning sebesar 1668,51 mg/100 gr,
dan pada sampel minyak goreng sebesar 383,72 mg/100 gr.
Daftar Pustaka Tambahan
GAPKI. 2008. Mengenal Minyak Sawit dengan Beberapa Karakter Unggulnya. http://www.gapki.or.id/.
Diakses pada 22 Mei 2014 pukul 5.29 WIB.
Lestario, Lydia Ninan, Maria S., Yohanes M. 2010. Pemanfaatan Tepung Labu Kuning sebagai Bahan
Fortifikasi Mie Basah. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW.
Panjaitan, Togar Duharman, Budhi P., Leenawaty L. 2005. Peranan Karotenoid Alami dalam Menangkal
Radikal Bevas di dalam Tubuh. Tinjauan Pustaka. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Serlahwati, Diana, Yunahara F., Tri Asriyana. 2009. Penetapan Kadar Beta-Karoten dalam Buah Paprika
Merah, Kuning, dan Hijau Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Seminar Nasional PATPI
(Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia), Jakarta, 3-4 November 2009.

Penilaian
Komponen

Nilai

Pre-test
Aktivitas
Hasil dan
Pembahasan

75

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

BAB IX
ELEKTROFORESIS SDS-PAGE

A. Pre-lab
1.Apa yang dimaksud elektroforesis ?
Elektroforesis adalah suatu metode untuk memisahkan makromolekul seperti asam
nukleat dan protein berdasarkan ukuran, muatan listrik dan ciri fisik. Protein mempunyai
muatan positif dan muatan negatif yang merupakan gabungan muatan asam-asam amino yang
terkandung di dalamnya. Karena muatan listrik tersebut, protein akan bergerak ke elektroda
melewati gel poliakrilamid yang bertindak sebagai penyaring yang akan memisahkan molekul
berdasarkan ukuran dan bentuk molekul, kekuatan medan listrik, sifat hidrofobik relatif sampel
dan kekuatan ionik (Wijayanti dkk, 2014).
2.Ada berapa jenis elektroforesis ? Jelaskan masing-masing!
1. Elektroforesis bebas (free electrophoresis): molekul atau partikel yang akan dipisahkan
tersebar di seluruh larutan. Pemberian arus listrik pada larutan yang mengandung partikel
tersebut akan menyebabkan terbentuknya batas di antara dua larutan.
2. Elektroforesis zona: merupakan jenis elektroforesis yang paling banyak digunakan,
mempergunakan media penunjang, sepertikertas, selulosa asetat, agarosa atau poliakrilamid.
Untuk analisis DNA gel yang digunakan adalah agarosa, suatu polisakarida. Elektroforesis
yang dilakukan adalah sistem horizontal. DNA yang bermuatan negative akan bergerak ke
arah kutub positif melalui molekul-molekul agarosa. Selain agarosa, gel poliakrilamid juga
dapat digunakan untuk memisahkan DNA, terutama untuk fragmen yang berukuran kecil
(antara 5 bp-<1 kb), misalnya untuk sekuensing
Berdasarkan bahannya, ada dua macam elektroforesis yaitu :
1. Elektroforesis kertas adalah jenis elektroforesis yang terdiri dari kertas sebagai fase diam
dan partikel bermuatan yang terlarut sebagai fase gerak, terutama ialah ion-ion
kompleks.Pemisahan ini terjadi akibat adanya gradasi konsentrasi sepanjang sistem
pemisahan. Pergerakan partikel dalam kertas tergantung pada muatan atau valensi zat
terlarut, luas penampang, tegangan yang digunakan, konsentrasi elektrolit, kekuatan ion,
pH, viskositas, dan adsorpsivitas zat terlarut.
2. Elektroforesis gel ialah elektroforesis yang menggunakan gel sebagai fase diam untuk
memisahkan molekul-molekul. Awalnya elektoforesis gel dilakukan dengan medium gel kanji
(sebagai fase diam) untuk memisahkan biomolekul yang lebih besar seperti protein-protein.
Kemudian elektroforesis gel berkembang dengan menjadikan agarosa dan poliakrilamida
sebagai gel media.
1. Gel agarosa
Secara fisik, agarosa tampak seperti bubuk putih yang sangat halus. Agarosa yang dijual
secara komersial terkontaminasi dengan polisakarida, garam dan protein. Banyak sedikitnya
kontaminasi di dalam gel dan kemampuan mengambil DNA dari dalam gel untuk
76

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

digunakan sebagai substrat dalam reaksi enzimatis. Gel agarosa dapat dicetak dengan
memanaskan agarosa dalam larutan bufer sampai didapatkan larutan jernih. Larutan yang
masih cair (dengan temperatur sekitar 60C) dituangkan ke dalam pencetak gel. Segera
setelah itu, sisir ditempatkan di dekat tepian gel dan gel dibiarkan mengeras. Kepadatan gel
bergantung pada presentase agarosa di dalam larutan tadi. Apabila gel telah mengeras, sisir
dicabut sehingga akan terbentuk sumur-sumur yang digunakan untuk menempatkan
larutan DNA. Jika gel ditempatkan ke dalam tangki elektroforesis yang mengandung larutan
bufer dan tangki tersebut dialiri listrik, molekul DNA yang bermuatan negatif pada pH
netral akan bergerak (migrasi) ke arah positif (anoda).
2. Gel Poliakrilamid
Terbentuknya gel ini tidak dilakukan dengan pemanasan, tetapi dengan mencampurkan
larutan akrilamid dengan ammonium persulfat dan TEMED (N,N,N,N-tetramethyl
ethylenediamine). Pencampuran ini akan mengakibatkan monomer akrilamid mengalami
polimerisasi menjadi rantai panjang. Dengan penambahan senyawa lain N,N-methylene
bisacrylamide di dalam proses polimerisasi, terbentuk cross linked antar rantai panjang
sehingga terbentuk gel yang tingkat porositasnya ditentukan oleh panjang rantai dan
derajat penyilangan antar rantai (cross link)
(Pratiwi, 2004).
3.Apa fungsi SDS pada metode SDS-PAGE ?
SDS (sodium dodecyl sulfate) adalah suatu deterjen anion, apabila SDS dalam keadaan
terlarut, maka molekulnya akan bermuatan negati pada rentangan pH yang luas. Muatan
negatif dari molekul tersebut akan menarik asam-asam amino penyusun protein kemudian
struktur dari protein akan berubah menjadi rantai-rantai lurus. Dengan demikian SDS
berfungsi untuk mendenaturasi protein (Caprette, 2012).
4.Apa fungsi akrilamid pada metode SDS-PAGE?
Akrilamid berfungsi sebagai bahan pembentuk pori-pori dalam gel. Gel akrilamid pada metode
SDS-PAGE digunakan sebagai penyangga untuk mencegah terjadinya difusi karena timbulnya
panas dari arus listrik yang digunakan. Gel akrilamid digunakan sebagai media untuk separasi
protein. Protein akan dipisahkan berdasarkan ukuran protein untuk dapat melewati pori-pori
gel akrilamid. Besarnya pori-pori gel akrilamid dapat ditentukan berdasarkan konsentrasi gel
yang dibuat. Selain itu poliakrilamid bertindak sebagai penyaring yang akan memisahkan
berdasarkan ukuran dan bentuk molekul, kekuatan medan listrik, sifat hidrofobik relatif sampel
dan kekuatan ionik (Anggraeni, 2007).
5.Apa tujuan analisis protein dengan metode elektroforesis?
Tujuan analisis protein dengan metode elektroforesis adalah untuk memisahkan protein
berdasarkan berat molekul dengan menggunakan metriks penyangga akrilamid. selain itu untuk
menentuan kompenen dan jenis protein yang menyusun suatu bahan pangan (Asep, 2011).
6.Mengapa protein-protein tersebut dapat terpisah?
Protein-protein tersebut dapat terpisah karena ada pergerakan molekul-molekul protein
77

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

bermuatan di dalam medan listrik (titik isoelektrik). Pergerakan molekul dalam medan listrik
dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, besar muatan dan sifat kimia dari molekul. Pemisahan
dilakukan berdasarkan perbedaan ukuran berat molekul dan muatan listrik yang dikandung
oleh makro-molekul tersebut. Bila arus listrik dialirkan pada suatu medium penyangga yang
telah berisi protein plasma maka komponen-komponen protein tersebut akan mulai bermigrasi
(Anggraeni, 2007).
7.Bagaimana cara mengatur ukuran pori gel ?
Cara mengatur ukuran pori gel adalah Dengan memperhatikan komposisi matrix gel dan
konsentrasi acrilamid yang digunakan. Penambahan acrilamid dengan konsentrasi yang tinggi
akan menghasilkan gel dengan pori yang berukuran kecil, sedangkan penambahan acrilamid
dengan konsentrasi rendah akan menghasilkan gel dengan pori yang berukuran besar
8. Apa yang dimaksud dengan stacking gel? Mengapa stacking gel diperlukan?
Stacking gel adalah gel pengumpul yang terletak pada bagian atas gel dalam elektroforeis
(Asep, 2011). Stacking gel yang berfungsi untuk tempat menata sampel protein sebelum proses
running dimulai dan untuk mencetak sumuran atau sekat pemisah penempatan sampel.
Stacking gel berfungsi untuk menahan sementara agar sampel bermigrasi padawaktu yang
bersamaan (Anggraeni, 2007).
9.Apa fungsi pewarnaan gel pada metode elektroforesis ?
Dilakukan proses pewarnaan (staining) agar molekul sampel yang telah terpisah dapat dilihat.
Etidium bromida, perak, atau pewarna "biru Coomassie" (Coomassie blue) dapat digunakan
untuk keperluan ini. Jika molekul sampel berpendar dalam sinar ultraviolet (misalnya setelah
"diwarnai" dengan etidium bromida), gel difoto di bawah sinar ultraviolet. Jika molekul sampel
mengandung atom radioaktif, autoradiogram gel tersebut dibuat

B.

Diagram Alir Elektroforesis


78

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

1. Pembuatan gel
I. Pembuatan Separating Gel
Aquades 1700L
30% Acrylamide 2000L

LGB 1300L
Dimasukkan ke beaker glass dan diaduk
APS 10% 40 L

TEMED 3,5 L
Digoyangkan sebanyak 20 kali hingga tercampur rata

Dituang pada cetakan gel dengan mikropipet (beri sisa ruang untuk stacking gel)
Dituang aquades dengan mikropipet pada permukaan gel hingga penuh (gel rata)
Dibiarkan hingga 15-30 menit pada suhu ruang sampai gel terpolimerisasi
Aquades diserap dengan tisu
Hasil
II. Pembuatan Stacking Gel
Aquades 1475L
30% Acrylamide 400L

UGB 625 L
Dimasukkan ke beaker glass dan diaduk
APS 10% 20 L

TEMED 4 L

Digoyangkan hingga tercampur rata


Dituang diatas separating gel

Gigi sisir isisipkan pada stacking gel dengan perlahan jangan sampai ada gelembung
Gel dibiarkan terpolimerisasi selama 15-30 menit pada suhu ruang
Sisir diambil secara perlahan dari gel
Hasil

2. Persiapan sampel
Enzim Pepsin
Ditimbang

79

Nama
NIM
Kelas
Kelompok
0,005 gram

0,0075 gram

0,01 gram

0,0125 gram

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6
0,015 gram

Dimasukkan ke mikrotube yang tutupnya telah dilubangi jarum


Dilarutkan dalam sampel buffer hingga 0,5 ml
Dipanaskan suhu

C selama

menit

Didinginkan
Hasil
3. Pemisahan protein dengan elektroforesis
10 L sampel
Masing-masing dimasukkan ke dalam sumuran yang berbeda
Gel dimasukkan secara perlahan ke dalam tank elektroforesis
Running buffer dimasukkan hingga sumuran terendam
Elektroda dipasang sesuai warnanya
Gel dijalankan pada tegangan 200 V selama 40 menit (sampel mencapai bagian dasar)
Hasil

4. Pewarnaan gel
Listrik dihentikan
Gel dipindahkan gel dari tank
Glass plate dipindahkan dari kedua sisi gel
Gel diambil dan diletakkan pada wadah gel

80

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Larutan pewarna Brillian Blue dituangkan pada gel


Diletakkan pada shieve shaker 15-30 menit, 50 rpm
Larutan warna dipindahkan dari gel
Lerutan pembilas dituang secukupnya
Diibiarkan di atas shieve shaker selama 10-15 menit, 50 rpm
Larutan pembilas dipindahkan
Aquades ditambahkan hingga pita-pita protein pada gel terlihat
Hasil

81

Nama
NIM
Kelas
Kelompok
C.

1.

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Hasil dan Pembahasan


Gambar Gel SDS-PAGE

Ada berapa pita yang terbentuk ? Jelaskan !


Pita yang terbentuk ada 6 pita marker, dan 4 pita sampel yang terbentuk. Pita sampel yang terbentuk
posisinya sejajar. Pita dapat terbentuk karena adanya migrasi protein akibat aliran listrik yang
diberikan. Protein yang memiliki muatan negatif yang disebabkan SDS akan bermigrasi ke katoda
(muatan positif) dan kecepatan migrasi tidak sama, bergantung pada berat molekul protein. Sehingga
akan terbentuk pita.

2. Apakah kepekatan warna pita berkaitan dengan konsentrasi protein ?


Iya, hasil elektoforesis akan didapatkan pita-pita protein yang terpisahkan berdasarkan serat
molekulnya. Tebal tipisnya pita yang terbentuk dari pita protein menunjukkan kandungan/banyaknya
protein yang mempunyai berat molekul yang sama yang berada pada posisi pita yang sama. Hal ini
sejalan dengan prinsip pergerakan molekul bermuatan, yakni: molekul bermuatan dapat bergerak
bebas di bawah pengaruh medan listrik, molekul dengan muatan dan ukuran yang sama akan
terakumulasi pada zona/pita yang sama.
3. Bagaimana cara mengidentifikasi jenis protein yang membentuk pita pada gel elektroforesis ?
Jenis protein dapat diidentifikasi dari pita yang dihasilkan pada sel elektoforessis, pertama, kita dapat
menyejajarkan dengan pita protein dibandingkan dengan pita marker. Sehingga dapat mengetahui
jenis protein tersebut. Cara kedua adalah perhitungan yang pertama harus menghitung nilai Rf. Nilai
Rf= panjang pita terbentuk dari atas dibagi dengan panjang pita separatign gel, kemudian dimaukkan
pada persamaan regresi linier kurva standar marker (y = ax + b), sehingga setelah diketahui BM,
maka dikorelasikan dengan literatur, pada berat jenis molekul tersebut, jenis proteinnya apa.
82

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Cara mengidentifikasi jenis protein yang membentuk pita pada gel elektroforesis adalah dengan
melihat nilai BM yang didapatkan. Ketika protein telah terseparasi, maka pada elektroforesis akan
terbentuk pita-pita. Pita-pita tersebut memiliki jarak yang berbeda-beda dari stacking gel. Setelah
mengetahui jarak pita, maka dapat dicari nilai Rf yaitu panjang pita dibagi panjang separating gel.
Setelah itu, nilai Rf dimasukkan ke dalam perasamaan yang diperoleh dari kurva. Dan disana akan
ketemu nilai BM. Nilai BM (Berat Molekul) masing-masing protein tidak sama sehingga dari nilai BM
akan diketahui jenis protein yang terdapat dalam sampel tersebut.
4. Apakah fungsi penambahan merkaptoetanol pada persiapan sampel ?
Fungsi penambahan merkaptoetanol adalah untuk membantu SDS dalam memecah ikatan disulfida
dari protein (denaturasi protein)

5. Apakah fungsi pemanasan sampel protein ?


Pemansan sampel protein berfungsi untuk mendenaturasi protein pada sampel sehingga struktur
menjadi primer, jadi memindahkan saat dianalisa dan memdahkan pergerakan protein pada gel ketika
dilakukan elektroforesis (menuju katoda atau kutub positif).

6. Mengapa pH sangat berpengaruh pada metode elektroforesis protein ?


pH berpengaruh pada titik isoelektrik protein itu sendiri. Karena setiap jenis protein memiliki titik
isoelektrik yang berbeda-beda

7. Reagen apa yang berfungsi untuk mempolimerisasi gel ?


Reagen yang berfungsi untuk mempolimerisasi gel adalah amonium perisulfat (APS). Jika APS
tertangkap dalam asam akan membentuk radikal bebas persulfat yang akan mengaktifasi monomer
akrilamid. Dan reagen TEMED berfungsi untuk mengakatisis polimerisasi akrilamid.
8. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pergerakan protein dalam gel elektroforesis ?
a. -. Ukuran dan Bentuk molekul
Jika ukuran molekul lebih besar, maka pergerakan molekulnya lebih lambat. Jika bentuk molekul protein
adalah sekunder atau tersier maka pergerakannya akan lebih lambat dari primer
b. Konsentrasi
Jika konsentrasi gel tinggi, maka pergerakan protein lebih cepat.
c. pH

83

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

mempengaruhi titik iso elektrik protein sehingga mempengaruhi tingkat dan arah pergerakan protein.
d. Voltase
Jika voltase yang digunakan tinggi, maka pergerakan protein akan semakin cepat,. Namun jika terlalu tinggi
maka pergerakan dari kutub negatif ke kutub positif terlalu cepat sehingga data yang dihasilkan tidak bagus

84

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

e. Suhu
Jika temperature tinggi akan mempercepat proses bermigrasinya protein dan sebaliknya jika temperature
rendah akan mengurangi kekuatan bermigrasinya protein.

PEMBAHASAN
1. Prinsip
Prinsip identifikasi jenis protein dengan elektroforesis adalah memisahkan protein berdasarkan BM
menggunakan matriks penyangga akrilamid. Protein terseparasi dala medan listrik dan dilanjutkan
pewarnaan, penghilangan warna, dan pembilasan gel. Pembacaan BM dengan melihat pita yang terbentuk
oleh marker.
2. Rumus
Rf =
y = ax + b
x = Rf
y = log BM
3. Analisa Prosedur
a. Pembuatan separating gel
Pada pembuatan separating gel, pertama memasukkan aquades sebanyak 1700L ke dalam gelas beker.
Kemudian ditambahkan 2000L akrilamid 30% dan ditambahkan LGB 1300L. Fungsi penambahan
akrilamid adalah menentukan ukuran pori-pori gel dalam proses pemisahan protein dan sebagai matriks
penyangga. Fungsi penambahan LGB adalah buffer untuk menjaga pH separating gel. Setelah itu diaduk
aduk. Kemudian ditambahkan APS 10% sebanyak 40L dan TEMED 3,5L. Fungsi penambahan APS
adalah sebagai inisiator yang mengaktifkan akrilamid agar bereaksi dengan muatan akrilamid lainnya
sehingga membentuk rantai polimer yang panjang. Fungsi penambahan TEMED adalah sebagai
katalisator reaksi polimerisasi akrilmaid menjadi gel akrilamid. Penambahan APS dan TEMED harus
dilakukan secara bersamaan karena jika tidak dilakukan secara bersamaan maka gel yang terbentuk
kurang maksimal atau bahkan tidak bisa membentuk gel. Setelah itu digoyangkan 20x hingga tercampur
rata sesegera mungkin. Kemudian larutan dituang kedalam cetakan menggunakan mikropipet hingga
ketinggian tertentu dan beri sisa ruang untuk stacking gel. Cara memasukkannya adalah dari ujung dari
cetakan. Setelah itu dituang aquades dengan mikropipet pada permukaan gel hingga penuh dan
dimasukkan dari ujung cetakan. Fungsi penambahan aquades adalah agar gel yang terbentuk rata. Setelah
itu dibiarkan 15-30 menit pada suhu ruang agar gel terpolimerisasi. Setelah itu cetakan diangkat dan jika
gel telah terbentuk maka ketika diangkat gel tidak tumpah. Setelah itu diserap aquades yang ada diatas
separating gel menggunakan tissu dan tempat dari aquades dapat diganti dengan stacking gel.
b. Pembuatan stacking gel
Pada pembuatan stacking gel, disiapkan aquades sebanyak 1475 L dan dimasukkan kedalam gelas beker.
Kemudian ditambahkan 30% akrilamid sebanyak 400L dan UGB sebanyak 625L. Fungsi penambahan
UGB adalah sebagai buffer untuk menjaga pH dari stacking gel. Fungsi penambahan akrilamid adalah
akrilamid akan menentukan pori-pori gel dalam proses pemisahan protein dan sebagai matriks
penyangga. Kemudian diaduk-aduk. Setelah itu, ditambahkan APS 10% sebanyak 20L dan TEMED
sebanyak 4L. Fungsi penambahan APS adalah sebagai inisiator yang mengaktifkan akrilamid agar
bereaksi dengan muatan akrilamid lainnya sehingga membentuk rantai polimer yang panjang. Fungsi
85

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

penambahan TEMED adalah sebagai katalisator reaksi polimerisasi akrilmaid menjadi gel akrilamid.
Penambahan APS dan TEMED harus dilakukan secara bersamaan karena jika tidak dilakukan secara
bersamaan maka gel yang terbentuk kurang maksimal atau bahkan tidak bisa membentuk gel. Setelah
gelas beker digoyangkan 20x hingga larutan dapat tercampu rata dalam waktu secepat mungkin. Setelah
itu larutan dituang kedalam cetakan dan berada diatas separating gel. Larutan dimasukkan melalui ujung
cetakan menggunakan mikropipet. Setelah itu disisipkan sisir pada stacking gel dengan perlahan dan
jangan sampai ada gelombang. Fungsi disisipkan sisir adalah untuk membentuk sumur (well) sebagai
tempat meletakkan sampel. Kemudian didiamkan 15-30 menit pada suhu ruang agar gel dapat
terpolimerisasi. Setelah itu diambil sisir secara perlahan dari gel dan akan terbentuk sumur yang siap
dimasuki sampel.
c. Persiapan sampel
Sampel yang akan digunakan dalam percobaan elektroforesis adalah enzim pepsin. Akan dibuat sampel
sebanyak lima jenis dengan konsentrasi enzim pepsin yang berbeda. Pertama ditimbag masing-masing
sebanyak 0,0005; 0,0075; 0,01; 0,0125; dan 0,015 gram. Penimbangan dilakukan menggunakan timbangan
analitik dan dibungkus sementara mengguanakan aluminium foil. Setelah itu dimasukkan ke microtube
yang telah dilubangi dengan jarum. Microtube harus dilubangi karena sampel akan dipanaskan. Jika tidak
dilubang maka ketika dipanaskan tekanan dalam tube akan naik. Setelah itu sampel dilarutkan dalam
buffer hingga 0,5 ml. Larutan buffer diambil menggunakan mikropipet. Fungsi buffer adalah sebagai
penyangga untuk menjaga pH dari sampel. Buffer sendiri terdiri dari banyak komposisi bahan salah
satunya adalah SDS yang berfungsi untuk menetralkan muatan negatif pada protein yang akan dianalisis.
Setelah itu, sampel dipanaskan didalam air mendidih. Tube diletakkan pada sterofoam yang telah
dilubangi agar ketika dipanaskan dalam air tube dapat terus terapung dipermukaan dan tidak ada air
yang masuk kedalam tube. Setelah itu dipanaskan 90-950C selama 15 menit. Pamanasan bertujuan untuk
mendenaturasi enzim yang merupakan protein. Setelah 15 menit kemudian sampel didinginkan dan dapat
dituang ke dalam sumur.
d. Pemisahan protein dengan elektroforesis
Pada pemisahan sampel, pertama sampel harus dimasukkan kedalam sumur pada stacking gel. Masingmasing sampel diambil 10L dan dimasukkan kedalam sumuran yang berbeda pada stacking gel. Setelah
itu dimasukkan gel secara perlahan kedalam tank elektroforesis. Kemudian dimasukkan running buffer
hingga sumur terendam. Running buffer berfungsi untuk menjada pH selam dilakukan proses running.
Setelah itu dipasang elektorda sesuai warnanya. Kemudian dijalankan gel pada tegangan 200V selama
40menit atau hingga sampel mencapai bagian dasar. Setelah itu diamati pergerakan yang terjadi dan
akan terjadi separasi protein. Protein akan terseparasi beradasarkan berat molekulnya.
e. Pewarnaan Gel
Setelah perjalanan sampel ada yang telah mencapai dasar dari separating gel, kemudian hentikan listrik
dan dipindahkan gel dari tank. Kumudian glass plate dari kedua sisi gel diambil. Setelah itu gel diambil
dan diletakkan pada wadah dan dituangkan larutan pewarna Brillian Blue pada gel. Zat pewarna
berfungsi untuk memperjelas pergerakan. Pewarnaan ini perlu untuk dilakukan untuk membantu dalam
pengamatan band protein yang terseparasi. Karena gel yang dibuat berwarna bening sehingga untuk
memperjelas dan membantu pengamatan pita harus dilakukan pewarnaan. Kemudian wadah ditutup
dengan plastik dan diletakkan diatas Shieve Shaker selama 15-30 menit dengan kecepatan 50 rpm. Hal ini
bertujuan agar pewarna dapat mewarnai gel secara merata. Setelah selesai gel dipindahkan dari larutan
86

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

pewarna gel dan dibilas dengan aquades. Tuangkan larutan pembilas dan masukkan potongan kertas
saring dan biarkan selama 10-15 menit diatas shaker. Ganti larutan pembilas dengan yang baru hingga
yang terlihat pada gel adalah pita-pita protein. Kemudian diukur jarak pita dari stacking gel. Setelah itu
diukur panjang separating gel. Kemudian akan didapatkan nilai Rf dari perbandingan jarak pita dari
stacking gel dibagi panjang separating gel. Kemudian nilai Rf dimasukkan kedalam rumus yang diperoleh
dari kurva dan akan ditemukan juga nilai BM.
4. Analisa Hasil
Pada praktikum yang telah dilakukan, sampel yang digunakan adalah enzim pepsin. Dari perhitungan,
diperoleh nilai BM enzim pepsin adalah 95,060 kDa. Menurut Muladno (2005) pepsinogen merupakan
bentuk inaktif dari pepsin yang memiliki berat molekul 42 kDa. Pepsinogen akan diubah menjadi bentuk
aktif oleh HCl atau dengan autokatalisis oleh pepsin sendiri dan berat molekulnya menurun menajdi 35
kDa. Pepsin dapat beraktifitas optimal pada pH 1,8 3,5. Namun penelitian sebelumnya menunjukkan
berat molekul dari pepsin adalah 33 kDa dan aktif pada pH 1-4 dengan aktivitas pH optimum 1,8. Jika
dibandingkan dengan literatur maka terdapat perbedaan yang cukup jauh antara BM enzim pepsin dari
literatur dengan BM enzim pepsin dari hasil praktikum. hal tersebut dapat dikarenakan pada saat
praktikum pewarnaan yang dilakukan terlalu pekat sehingga pita tidak begitu kelihatan. Hal tersebut
akan mempengaruhi hasil pengkuruan panjang pita dan mempengaruhi nilai Rf yang kemudian
berpengaruh terhadapa nilai BM.
5. Pembahasan tambahan
- Apa yang dimaksud Broad Marker Protein?
Marker adalah protein spesifik dan telah diketahui ukurannya. Protein marker digunakan sebagai
standart untuk menentukan berat molekul dari sampel(Wijaya,2005).
- Kenapa pita bisa terbentuk?
Pita dapat terbentuk karena terjadi pemisahan protein. Pemisahan protein dapat terjadi karena ketika
sampel diberi larutan buffer, maka muatan protein akan berubah semuanya menjadi negatif karena
didalam buffer terdapat SDS yang menjadikan semua muatan protein menjadi negatif. Ketika dialiri
listrik maka protein-protein tersebut akan mulai bermigrasi ke kutub positif karena muatan yang
terdapat pada alat adalah positif dan akan terbentuk pita. Protein dapat terpisah karena jenis protein
yang berbeda-beda. Jenis protein salah satunya dipengaruhi oleh berat molekul protein. Berat molekul
protein akan memberikan pengaruh terhadap Rf. Rf merupakan jarak antara pita dari stacking gel dibagi
panjang separating gel. Jika berat molekul semakin tinggi maka molekul protein akan berjalan lebih
lambat sehingga nilai Rf protein yang berat molekulnya tinggi lebih kecil daripada nilai Rf protein yang
berat molekulnya lebih kecil. Karena perbedaan berat molekul inilah kecepatan migrasi migrasi molekul
protein menjadi berbeda dan jarak yang ditempuh juga berbeda sehingga akan terbentuk pita-pita yang
jaraknya berbeda (Jean, 2010).
- Kenapa pita sampel lurus walaupun konsentrasinya berbeda?
Pita sampel tetap lurus walupun konsentrasinya berbeda karena suhu dan arus listrik yang digunakan
adalah homogen diseluruh permukaan gel. Selain itu, pita yang lurus juga menunjukkan bahwa berat
molekul protein-protein tersebut adalah sama sehingga kecepatan migrasi dari molekul tersebut sama
dan pita yang terbentuk lurus. Hal ini berdasarkan prinsip pergerakan molekul bermuatan, yakni molekul

87

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

bermuatan dapat bergerak bebas di bawah pengaruh medan listrik, molekul dengan muatan dan ukuran
yang sama akan terakumulasi pada zona atau pita yang sama atau berdekatan (Magdeldin, 2012).
- Apa beda elektroforesis enzim dan protein?
Perbedaan elektroforesis enzim dan elektroforesis protein adalah pada konsentrasi gel yang digunakan.
Molekul protein lebih besar daripada molekul enzim sehingga konsentrasi gel pada elektroforesis enzim
lebih besar daripada konsentrasi gel pada elektroforesis protein. Karena semakin tinggi konsentrasi gel
yang digunakan maka pori-pori semakin kecil (Bachrudin, 2009).
- Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan gel dalam elektroforesis
a. Ukuran dan Bentuk molekul
Jika ukuran molekul lebih besar, maka pergerakan molekulnya lebih lambat. Jika bentuk molekul
protein adalah sekunder atau tersier maka pergerakannya akan lebih lambat dari primer
b. Konsentrasi
Jika konsentrasi gel tinggi, maka pergerakan protein lebih cepat.
c. pH
mempengaruhi titik iso elektrik protein sehingga mempengaruhi tingkat dan arah pergerakan
protein.
d. Voltase
Jika voltase yang digunakan tinggi, maka pergerakan protein akan semakin cepat,. Namun jika terlalu
tinggi maka pergerakan dari kutub negatif ke kutub positif terlalu cepat sehingga data yang
dihasilkan tidak bagus
e. Suhu
Jika temperature tinggi akan mempercepat proses bermigrasinya protein dan sebaliknya jika
temperatur rendah akan mengurangi kekuatan bermigrasinya protein.

88

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

KESIMPULAN
Prinsip identifikasi jenis protein dengan elektroforesis adalah memisahkan protein berdasarkan BM
menggunakan matriks penyangga akrilamid. Protein terseparasi dala medan listrik dan dilanjutkan
pewarnaan, penghilangan warna, dan pembilasan gel. Pembacaan BM dengan melihat pita yang terbentuk
oleh marker.
Rumus yang digunakan dalam mecari BM adalah :
Rf =
y = ax + b
x = Rf
y = log BM
Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan gel dalam elektroforesis adalah
a. Ukuran dan Bentuk molekul
Jika ukuran molekul lebih besar, maka pergerakan molekulnya lebih lambat. Jika bentuk molekul
protein adalah sekunder atau tersier maka pergerakannya akan lebih lambat dari primer
b. Konsentrasi
Jika konsentrasi gel tinggi, maka pergerakan protein lebih cepat.
c. pH
mempengaruhi titik iso elektrik protein sehingga mempengaruhi tingkat dan arah pergerakan
protein.
d. Voltase
Jika voltase yang digunakan tinggi, maka pergerakan protein akan semakin cepat,. Namun jika terlalu
tinggi maka pergerakan dari kutub negatif ke kutub positif terlalu cepat sehingga data yang
dihasilkan tidak bagus
e. Suhu
Mempengaruhi denaturasi protein. Suhu optimal adalah 90-950C
Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan BM dari enzim pepsin adalah 95, 060 kDa dan BM
tersebut belum sesuai dengan literatur

Penilaian
89

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

Komponen

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Nilai

Pre-test
Aktivitas
Hasil dan
Pembahasan

BAB X
ANALISIS BAHAN TAMBAHAN PANGAN

90

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

A. Pre-lab
1. Apa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan atau food additives?
Aditif makanan atau bahan tambahan makanan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja
ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur,
flavor dan memperpanjang daya simpan. Selain itu, bahan tambahan pangan dapat meningkatkan nilaigizi
seperti protein, mineral dan vitamin. Penggunaan aditif makanan telah digunakan sejak zaman dahulu.Bahan
aditif makanan ada dua, yaitu bahan aditif makanan alami dan buatan atau sintetis (Puspita, 2007).

2. Sebutkan syarat bahan tambahan yang dapat diaplikasikan pada produk pangan!
Telah mengalami uji dan evaluasi keamanan
Tidak membahayakan konsumen pada kadar yang disetujui
Harus selalu diadakan pengamatan terus menerus dan evaluasi kembali jika perlu sesuai perkembangan

teknologi
Harus selalu memenuhi persyaratan mutu dan kemurnian yang telah ditetapkan
Penggunaan hanya untuk tujuan tertentu dan bila cara lain tidak bisa
Sedapat mungkin penggunaan dibatasi untuk makanan tertentu, kondisi dan kadar tertentu
Tidak boleh menambahkan pewarna non-pangan ke dalam produk pangan (Saparinto dan Hidayati,
2006).

3. . Jelaskan kelebihan dan kelemahan menggunakan pewarna alami dan sintesis!


a. pewarna alami
kelebihan : pewarna alami dapat memberikan warna yang khas dari suatu produk pangan. Selain itu, pewarna
alami juga memiliki nilai nutrisi yang baik dan tidak memberikan efek negatif terhadap kesehatan bahkan ada
beberapa pewarna alami yang bermanfaat untuk kesehatan (Martati, 2006).
Kekurangan : pewarna alami mudah rusak selama pengolahan misalnya pada pengolahan suhu tinggi. Selain
itu, pewarna alami terkadang memberikan warna yang kurang menarik.
b. pewarna sintetis
kelebihan : pewarna sintetis akan memberikan warna yang lebih satabil dan tidak mudah rusak selama
pengolahan. Selain itu warna yang diberikan lebih menarik dan mencolok serta banyak sekali pilihan warna
yang dapat digunakan
kelemahan : pemakaian pewarna sintetis yang berlebihan dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan
dan pewarna sintetis sering kali disalahgunakan dan sering pewarna yang dipakai untuk bahan pangan adalah
warna yang tidak diperbolehkan dalam bahan pangan
(Sihombing, 2008).
Tinjauan Reagen

91

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

FMR atau Formalin Main Reagent adalah reagen yang digunakan untuk mendeteksi adanya formalin
dalam suatu bahan pangan. Prinsip kerja dari reagen ini adalah dengan memberikan perubahan warna pada bahan
pangan yang ditetesi dengan FMR. Jika bahan pangan mengandung formalin, maka larutan FMR yang ditambahkan
dalam bahan pangan akan berubah warna dari warna kuning menjadi warna ungu atau biru. Jika larutan tetap
berwarna kuning berati bahan pangan tersebut tidak mengandung formalin (Cahyadi, 2006).
BMR atau Boraks Main Reagent adalah reagen yang digunakan untuk mendeteksi adanya boraks dalam
suatu bahan pangan. Prinsip kerja dari reagen ini adalah dengan menambahkan reagen boraks dalam suatu sampel.
Jika bahan pangan mengandung boraks, maka larutan BMR yang terdapat pada sampel akan berubah warna dari
kuning menjadi merah atau kecoklatan. Jika larutan tetap berwarna kuning berarti bahan pangan tersebut tidak
mengandung boraks (Cahyadi, 2006).
CMR atau Colour Main Reagent adalah reagen yang digunakan untuk mendeteksi adanya pewarna
tambahan yang berbahaya dalam suatu bahan pangan. Reagen ini bekerja bersama larutan amonia dan larutan
petroleum. Jika dalam bahan pangan mengandung zat warna yang berbahaya maka bagian bawah tabung akan
berubah warna, tapi jika tidak mengandung zat warna maka tidak akan ada perubahan warna dari sampel
(Sihombing, 2008).

B. Diagram Alir
1. Identifikasi Formalin dalam Bahan Pangan

2. Identifikasi Boraks dalam Bahan Pangan

Sampel

Sampel

Dihancurkan

Dihancurkan

Ditimbang 1-2 gram

Ditimbang

Dimasukkan dalam tabung reaksi

Diletakkan diatas cawan


2-3 ml reagen
FMR

Dikocok selama 3-5 menit

Didiamkan selama 3-5 menit

Didiamkan selama 5-10 menit

Diamati perubahan warnanya

Diamati perubahan warnanya

Hasil

2-3 ml
reagen
BMR

Hasil
3. Identifikasi Pewarna Berbahaya dalam Bahan Pangan
Sampel
Ditimbang sebanyak 1 gram
3-5 ml larutan
petroleum/
bensin

Dimasukkan dalam tabung reaksi

5tetes amonia

92

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Tabung reaksi ditutup dengan ibu jari


Dikocok dengan kuat selama 5 menit
Didiamkan 3-5 menit sampai terjadi pemisahan lapisan cairan
Lapisan atas dituangkan ke tabung reaksi lain

3 ml reagen
CMR

Dikocok kuat selama 3-5 menit


Didiamkan dan diamati perubahan warna
Hasil

B. Diagram Alir
1. Identifikasi Formalin dalam Bahan Pangan

2. Identifikasi Boraks dalam Bahan Pangan

Sampel

Sampel

Dihancurkan

Dihancurkan

Ditimbang 1-2 gram

Ditimbang

Dimasukkan dalam tabung reaksi

Diletakkan diatas cawan


2-3 ml reagen
FMR

Dikocok selama 3-5 menit

Didiamkan selama 3-5 menit

Didiamkan selama 5-10 menit

Diamati perubahan warnanya

Diamati perubahan warnanya

Hasil

2-3 ml
reagen
BMR

Hasil
3. Identifikasi Pewarna Berbahaya dalam Bahan Pangan
Sampel
Ditimbang sebanyak 1 gram
3-5 ml larutan
petroleum/
bensin

Dimasukkan dalam tabung reaksi

5 tetes amonia

Tabung reaksi ditutup dengan ibu jari


Dikocok dengan kuat selama 5 menit
Didiamkan 3-5 menit sampai terjadi pemisahan lapisan cairan
Lapisan atas dituangkan ke tabung reaksi lain

3 ml reagen
CMR

93

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Dikocok kuat selama 3-5 menit


Didiamkan dan diamati perubahan warna
Hasil

C. Hasil dan Pembahasan


1.Identifikasi Formalin dalamBahanPangan
a. HasilPengamatan :
Hasil
(+/-)
1.
Mie kemasan
2.
Mie curah
+
3.
Bakso curah
+
4.
Ikan asin
+
b. Jelaskan ciri-ciri makanan/bahan pangan yang mengandung formalin!
a. mie basah
Saat dipegang mie terasa sangat kenyal, selain aroma terigu biasanya tercium aroma seperti obat, mie
sangat liat saat dipotong dengan sendok, dan mie tahan disimpan atau dibiarkan dalam suhu ruangan
selama 1-2 hari
b. Ayam potong
Tidak dikerubungi lalat, daging sedikit tegang (kaku), Jika dosis formalin yang diberikan tinggi maka
akan tercium bau formalin, dalam uji klinis, jika daging ayam dimasukkan dalam reagen maka akan
muncul gelembung gas.
c. Tahu, dengan kandungan formalin 0,51 ppm
Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25 C) dan bertahan lebih dari 15 hari dalam lemari es
(suhu 10 C), memiliki tekstur lebih keras tetapi tidak padat, terasa kenyal jika ditekan, bau formalin agak
menyengat, dan tidak dikerubungi lalat.
d. Bakso
Tidak dikerubungi lalat, memiliki tekstur yang sangat kenyal, dan tidak rusak sampai lima hari pada suhu
kamar (25 C).
e. Ikan asin
Tidak dikerubungi lalat, memiliki bau yang hampi netral (tidak lagi amis), penampakan yang bersih dan
cerah, tidak memiliki bau khas ikan asin, tekstur yang keras, dan tidak rusak sampai lebih dari satu
bulan pada suhu kamar (25 C).
f. Ikan segar
Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25 C), mata ikan merah, tetapi warna insang merah tua,
bukan merah segar, dan tidak cemerlang, warna daging putih bersih, dengan tekstur kaku/ kenyal, bau
amis (spesifik ikan) berkurang, lendir pada kulit ikan hanya sedikit, dan tercium bau seperti bau kaporit,
dan tidak dikerubungi lalat.
No

Namasampel

Identifikasi formalin

94

Nama
NIM
Kelas
Kelompok
1.

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Prinsip

Mengidentifikasi adanya senyawa formalin menggunakan FMR (Formalin Main Reagen).


Senyawa formalin teroksidasi pada bahan pangan yaitu asam format akan dikembalikan oleh
reagen FMR menjadi fomalin dan bereaksi dengan kromofor sehingga terbentuk warna ungu.
2. Reaksi
Formalin teroksidasi asam format + FMR
formalin + kromofor
senyawa kompleks
berwarna ungu.
3. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam identifikasi formalin yaitu:
1. Tabung reaksi : tempat meletakkan sampel dan tempat terjadinya reaksi antara sampel dengan
reagen
2. Rak tabung : tempat meletakkan tabung reaksi
3. Timbangan analitik : menimbang sampel
4. Spatula : mengambil sampel ketika proses penimbangan
5. Kertas / aluminium foil : tempat sampel sementara ketika ditimbang
Bahan yang digunakan dalam identifikasi formalin yaitu:
1. Sampel (mie curah, mie kemasan, bakso curah, dan ikan asin) : sampel yang akan diidentifikasi
2. Reagen FMR : reagen untuk mendeteksi adanya formalin dalam bahan pangan
4. Analisa Prosedur
Sampel yang digunakan adalah mie curah, mie kemasan, bakso curah, dan ikan asin. Langkah
pertama adalah menyiapkan sampel. Masing-masing sampel ditimbang sebanyak 1 gram. Kemudian
masing-masing sampel tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi kecuali ikan asin dan bakso curah
karena ukurannya terlalu besar sehinga diletakkan ke dalam cawan petri dan diberi label. Setelah itu
ditambahkan reagen FMR ke dalam masing-masing sampel. Penambahan FMR dilakukan hingga semua
sampel terendam oleh FMR. Fungsi penambahan FMR adalah untuk mengetahui secara kualitatif ada
atau tidaknya formalin dalam bahan pangan. Formalin yang terdapat dalam bahan pangan adalah dalam
bentuk asam format. Kemudian FMR akan mengembalikan asam format kedalam bentuk formalin dan
ketika formalin bereaksi dengan kromofor yang berada dalam reagen FMR maka akan membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu. Setelah ditambahkan reagen, kemudian masing-masing sampel
dikocok selama 3-5 menit. Setelah itu didiamkan selama 5-10 menit agar reagen dapat bereaksi. Terakhir
dapat diamati perubahan warna yang terjadi. Jika larutan berubah warna menjadi ungu atau biru maka
bahan pangan tersebut mengandung formalin.
5. Hasil pengamatan dibandingkan literatur
Pada praktikum sampel yang diamati adalah mie curah, mie kemasan, bakso cura, dan ikan asin.
Setelah ditetesi dengan reagen pendeteksi formalin atau FMR, mie curah, bakso curah, dan ikan asin
menunjukkan hasil positif formalin sedangkan mie kemasan menunjukkan hasil negatif. Menurut
Permenkes RI nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan tidak mencantumkan Formalin
ke dalam bahan pengawet yang dianjurkan dan pada LAMPIRAN II Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/
Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan menyebutkan bahwa Formalin (Formaldehyde)

95

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

meruapakan bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan.Selain itu formalin yang bersifat
racun ini tidak termasuk ke dalam daftar bahan tambahan makanan pada Codex Alimentarius maupun
yang dikeluarkan oleh Depkes, sehingga penggunaan formalin pada makanan dilarang. Penggunaan
formalin dalam bahan pangan dilarang karena jika akumulasi formalin kandungan dalam tubuh tinggi,
maka bereaksi dengan hampir semua zat di dalam sel. Ini akibat sifat oksidator formalin terhadap sel
hidup. Dampak yang dapat terjadi bergantung pada banyaknya kadar formalin yang terakumulasi dalam
tubuh. Semakin besar kadar formalin yang terakumulasi dalam tubuh, maka akan semakin parah
dampaknya bagi tubuh. Mulai dari terhambatnya fungsi sel hingga menyebabkan kematian sel yang
berakibat lanjut pada kerusakan organ tubuh. Selain itu, formalin juga dapat pula memicu pertumbuhan
sel-sel yang tak wajar berupa sel-sel kanker (Hastuti, 2010). Jika melihat peraturan tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa penjual mie curah, bakso curah dan ikan asin tersebut telah melakukan kecurangan dan
telah melanggar peraturan.
Pada sampel mie curah ditunjukkan hasil yang positif sedangkan pada sampel mie kemasan
ditunjukkan hasil yang negatif. Oleh para pedagang, formalin digunakan sebagai pengawet makanan,
selain itu zat ini juga bisa meningkatkan tekstur kekenyalan produk pangan sehingga
tampilannya lebih menarik. Pada mie basah, formalin dimanfaatkan sebagai pengawet dan dapat
membuat mie basah menjadi lebih kenyal, mengkilap, dan tidak lengket. (Budiarti, 2009). Sedangakan
pada mie kemasan tidak terdapat formalin karena mie kemasan melewati uji mutu bahan pangan yang
lebih sepesifik misalnya harus lulus pada uji yang dilakukan oleh BPOM dan MUI sehingga kesempatan
untuk melakukan kecurangan lebih sedikit. Berbeda dengan pedagang mie basah yang dijual dipasar
yang rata-rata belum tersertifikasi sehingga belum tersentuh oleh Badan Pengawasan Makanan dan
kesempatan untuk melakukan kecurangan lebih tinggi dan produk yang mereka produksi tetap dapat
beredar luas walaupun mengandung pengawet yang berbahaya. Mie yang dijual dalam bentuk kiloan
tidak memiliki kode registrasi seperti mie yang diperoleh di pasar, sedangkan mie yang dalam
kemasan memiliki kode registrasi, yang diperoleh dari BPOM, MUI, Departemen Kesehatan, dan instansi
lain yang terkait dengan pengawasan produk pangan yang beredar dimasyarakat.
Formalin digunakan karena dapat memperpanjang keawetan ikan asin dan harganya yang relatif
murah dibanding pengawet yang tidak dilarang dan dengan kelebihan. Penggunaan formalin
dimaksudkan untuk memperpanjang umur penyimpanan, karena formalin adalah senyawa antimikroba
serbaguna yang dapat membunuh bakteri, jamur bahkan virus. Selain itu interaksi antara formaldehid
dengan protein dalam panganmenghasilkan tekstur yang tidak rapuh dalam waktu yang lama dan
memang dikehendaki oleh konsumen (Hastuti, 2010).
Bakso berformalin

2.Identifikasi Boraks dalam Bahan Pangan


a. Hasil Pengamatan
No
1.
2.

Namasampel
Mie curah
Bakso curah

Hasil (+/-)
+
-

96

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

a. Jelaskan ciri-ciri makanan/bahan pangan yang mengandung boraks!


a. mie basah
memiliki teksturnya yang kenyal, lebih mengkilat, tidak lengket, dan tidak cepat putus.
b. bakso
memiliki teksturnya sangat kenyal, warna tidak kecokelatan seperti penggunaan daging namun
lebih cenderung keputihan.
c. jajanan (seperti lontong)
Teksturnya sangat kenyal, berasa tajam, seperti sangat gurih dan membuat lidah bergetar dan
memberikan rasa getir.
d. kerupuk
Teksturnya renyah dan bisa menimbulkan rasa getir.

Identifikasi boraks
1. Prinsip
Identifikasi adanya boraks menggunakan kit BMR (Boraks Main Reagent). Senyawa kromofor
yang ada pada kit BMR bereaksi dengan Na-tetraboraks membentuk kompleks berwarna merah
kecoklatan.
2. Reaksi
Kromofor + Na-tetraboraks
warna merah kecoklatan
3. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam identifikasi boraks yaitu:
1. Cawan petri : tempat sampel yang diidentifikasi
2. Rak tabung : meletakkan tabung reaksi
3. Timbangan analitik : menimbang sampel
4. Spatula : mengambil sampel ketika proses penimbangan
5. Kertas / aluminium foil : tempat sampel sementara ketika ditimbang
Bahan yang digunakan dalam identifikasi boraks yaitu:
1. Sampel (bakso curah dan mie curah) : sampel yang akan diidentifikasi
2. Reagen BMR : reagen yang berfungsi untuk mendeteksi adanya boraks dalam bahan pangan
4. Analisa Prosedur
Sampel yang digunakan adalah bakso curah dan mie curah. Langkah pertama yaitu menyiapkan
sampel. Masing-masing sampel ditimbang 1 gram. Kemudian masing-masing sampel tersebut dimasukkan
kedalam cawan petri. Setelah itu, diteteskan reagen BMR ke masing-masing cawan petri hingga
membasahi semua sampel. Setelah semua diberi BMR maka sampel didiamkan selama 3-5 menit agar
reagen dapat bereaksi dan diamati perubahan warna yang terjadi. Fungsi penambahan reagen BMR
adalah untuk mengidentifikasi adanya boraks pada sampel. Kromofor dalam BMR akan bereaksi dengan
Na-tetraboraks dan membentuk senyawa kompleks berwarna merah kecoklatan. Jika sampel berwarna
menjadi merah kecoklatan maka dapat dipastikan bahwa sampel tersebut mengandung boraks. Jika
sampel negatif boraks maka sampel akan berwarna kuning.
5. Hasil Pengamatan dibandingkan literatur

97

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Sampel yang diamati pada uji formalin yaitu bakso curah, bakso kemasan, dan mie curah. Setelah
ditetesi dengan reagent boraks (BMR), bakso curah menunjukkan hasil yang negatif sedangkan mie
curah menunjukkan hasil yang positif. Mie curah yang diuji sama seperti mie curah yang diuji dengan
formalin dan kedua uji menunjukkan hasil yang positif. Ini berarti mie curah tersebut, selain
mengandung boraks juga mengandung formalin. Menurut Permenkes RI nomor 033 tahun 2012 tentang
Bahan Tambahan Pangan tidak mencantumkan boraks ke dalam bahan pengawet yang dianjurkan dan
pada LAMPIRAN II Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/ Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan
menyebutkan bahwa Asam Boric (Boraks) dan senyawanya meruapakan bahan tambahan yang dilarang
digunakan dalam makanan. Selain itu boraks yang bersifat racun ini tidak termasuk ke dalam daftar
bahan tambahan makanan pada Codex Alimentarius maupun yang dikeluarkan oleh Depkes, sehingga
penggunaan boraks pada makanan dilarang. Menurut Sugiyatmi (2006), Penggunaan boraks dalam
makanan dapat mengganggu daya kerja sel dalam tubuh manusia sehingga menurunkan aktivitas
organ, oleh karena itu penggunaan bahan pengawet ini sangat dilarang oleh pemerintah
khususnya Departemen Kesehatan karena dampak negatif yang ditimbulkan sangat besar; Boraks
apabila terdapat dalam makanan, maka dalam waktu lama walau hanya sedikit akan terakumulasi
pada otak, hati, lemak dan ginjal. Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam,
depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan,
radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian (Tumbel, 2010). Jika melihat
perbandingan tersebut maka dapat dipastikan bahwa pedagang mie curah sangat curang karena selain
terdapat boraks juga terdapat formalin. Kemudian untuk bakso curah, walaupun uji boraks menunjukkan
hasil negatif, tapi ketika dilakukan uji formalin menunjukkan hasil positif sehingga dapat dipastikan juga
penjual bakso curah juga melakukan kecurangan.
Pada mie curah, ditunjukkan hasil positif boraks. Mie yang dijual dalam bentuk kiloan tidak
memiliki kode registrasi seperti mie yang diperoleh di pasar, sedangkan mie yang dalam kemasan
memiliki kode registrasi, yang diperoleh dari BPOM, MUI, Departemen Kesehatan, dan instansi lain yang
terkait dengan pengawasan produk pangan yang beredar dimasyarakat. Sehingga untuk mie curah
kesempatan dilakukan kecurangan lebih besar karena tidak terdaftar dan tidak ada pengujian mutu.
Penggunaan boraks pada mie akan menghasilkan tekstur yang lebih kenyal, lebih awet yaitu
dapat disimpan hingga empat hari (Tumbel, 2010). Sedangkan pada bakso curah dan bakso kemasan
deteksi boraks menunjukkan hasil yang negatif. Tapi pada bakso curah ketika dideteksi dengan reagen
formalin menunjukkan hasil yang positif. Sehingga bakso curah tetap tidak aman untuk dikonsumsi
karena mengandung formalin walaupun tidak mengandung boraks. Bakso curah tidak terdaftar sehingga
tidak ada pengawasan dan pemantauan khusus terhadap bakso curah yang beredar dimasyarakat.
Menurut (Nurkholidah, 2012) Sekarang ini banyak ditemukan makanan jajanan yang mengandung
boraks dan salah satu adalah bakso tusuk. Pedagang berharap dengan penggunaan boraks dapat
mengenyalkan bakso dan supaya tahan lebih lama. Selain itu para pedagang masih belum
mendapat perhatian dari pemerintah tentang bahaya boraks sehingga penggunaan boraks pada
makanan masih banyak ditemukan.
3.Identifikasi Pewarna Berbahaya dalam Bahan Pangan
a. Hasil Pengamatan
98

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

No
1.
2.
3.

Namasampel
Saos curah
Terasi curah
Terasi merek

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Hasil
(+/-)
+
-

b. Jelaskan fungsi penambahan larutan amonia, petroleum dan reagen CMR pada analisa ini
Amonia akan mengikat senyawa polar karena zat pewarna berbahaya merupakan senyawa non
polar sehingga senyawa polar dan non polar harus dipisahkan. Petroleum Eter (PE) akan
mengikat senyawa non polar yang terdapat dalam bahan pangan baik senyawa zat pewarna
berbahaya maupun senyawa non polar yang lain. Kemudian senyawa yang larut dalam PE
tersebut di pindahkan ke tabung lain dan ditambahkan CMR. CMR akan mengikat senyawa
pewarna berbahaya yang bersifat non polar yang sebelumnya telah diikat oleh PE.
c. Jelaskan ciri-ciri makanan/bahan pangan yang mengandung pewarna berbahaya
Ciri-ciri makanan yang mengandung Rhodamin B:
1. Warna kelihatan cerah sehingga tampak menarik.
2. Ada sedikit rasa pahit (terutama pada sirop atau limun) .
3. Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya.
4. Baunya tidak alami sesuai makanannya
5. Harganya Murah seperti saus yang cuma dijual Rp.800 per botol
ciri makanan yang mengandung pewarna kuning metanil :
1. makanan berwarna kuning mencolok dan cenderung berpendar
2. banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen
d. Jelaskan kelebihan dan kelemahan menggunakan metode kit pada analisa bahan tambahan makanan
Kelebihan : metode yang dilakukan praktis, sederhana, dan tidak memerlukan banyak persiapan. Selain
itu keakuratan dari reagen kit juga tinggi
Kekurangan : reagen kit tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Reagen hanya bisa disimpan
dalam waktu 2 minggu 1 bulan. Penyimpanan lebih dari itu menyebabkan keakuratan berkurang
Identifikasi Zat Pewarna Berbahaya
1. Prinsip
Prinsip identifikasi zat pewarna berbahaya adalah identifikasi adanya senyawa zat pewarna berbahaya
menggunakan kit CMR (Colour Main Reagent). Senyawa zat pewarna berbahaya yang larut minyak
diekstrak dari bahan pangan. Amonia yang ditambahkan akan melarutkan senyawa polar. Kemudian
ditambahkan Petroleum Eter yang akan mengikat senyawa non polar baik zat warna berbahaya maupun
senyawa non polar lainnya. Dan senyawa non polar yang telah dilarutkan oleh PE akan diseleksi oleh
CMR dan zat pewarna berbahaya yang bersifat non polar akan diika oleh CMR kemudian membentuk
reaksi dan larutan akan berubah warna.
2. Reaksi

99

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Sampel + Amonia
Senyawa non polar + PE + CMR
zat warna berbahaya
3. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam identifikasi boraks yaitu:
1. Tabung reaksi : tempat meletakkan sampel yang akan diidentifikasi
2. Rak tabung : meletakkan tabung reaksi
3. Timbangan analitik :menimbang sampel
4. Spatula : mengambil sampel saat penimbangan
5. Kertas / aluminium foil : tempat sampel sementara ketika ditimbang
Bahan yang digunakan dalam identifikasi boraks yaitu:
1. Sampel (terasi merk, terasi curah, saos curah) : sampel yang diidentifikasi
2. Amonia : mengikat senyawa polar dalam bahan pangan
3. Petroleum Eter : mengikat senyawa non polar dalam bahan pangan
4. Reagen FMR : reagen untuk mendeteksi adanya pewarna dalam bahan pangan
4. Analisa Prosedur
Sampel yang digunakan adalah terasi merek, terasi curah, dan saos curah. Langkah pertama yang
dilakukan adalah persiapan sampel yaitu dengan menimbang masing-masing sampel sebanyak 1 gram.
Kemudian masing-masing sampel tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi dan diberi label. Setelah
itu disiapkan 3 tabung reaksi kosong untuk tempat cairan dari sampel yang akan dianalisis. Setelah itu,
pada sampel ditambahkan amonia secukupnya. Tujuannya untuk mengikat senyawa yang bersifat polar,
karena dalam sampel terdapat senyawa polar dan non polar, sedangkan pewarna berbahaya yang akan
dianalisis adalah yang bersifat non polar, sehingga senyawa polar dalam sampel harus dipisahkan. Setelah
ditambahkan amonia, selanjutnya ditambahkan petroleum eter secukupnya. Petroleum eter berfungsi
untuk mengikat senyawa non polar yang terdapat dalam bahan pangan. Setelah itu, tabung reaksi
ditutup dengan jari dan dikocok kuat-kuat selama 5 menit. Kemudian diamkan selama 3-5 menit hingga
terjadi pemisahan cairan. Setelah cairan memisah, maka cairan yang berada diatas dituang ke tabung lain
sementara endapan yang ada dibiarkan dalam tabung semula. Cairan yang dituang tidak boleh ada
endapan yang ikut. Cairan yang dituang tersebut merupakan cairan yang mengandung senyawa non
polar yang telah diikat petroleum eter. Setelah itu, cairan tadi ditambahkan reagen CMR. Fungsi
penambahan reagen CMR adalah untuk mendeteksi adanya senyawa pewarna berbahaya. Zat pewarna
berbahaya pada umumnya bersifat non polar. Petroleum eter akan mengikat semua senyawa polar yang
ada pada bahan pangan baik itu yang termasuk zat pewarna maupun bukan. Setelah itu ditambahkan
reagen CMR dan reagen CMR akan mengikat zat pewarna berbahaya dari senyawa non polar yang telah
diikat oleh PE. Ketika cairan tersebut mengandung zat pewarna berbahaya maka akan terjadi perubahan
warna larutan. Tapi jika tidak terjadi perubahan warna maka sampel tersebut diduga tidak mengandung
zat pewarna berbahaya.
5. Hasil pengamatan dan perbandingan dengan literatur
Pada identifikasi zat pewarna berbahaya, sampel yang digunakan adalah terasi merek, terasi curah,
dan saus curah. Dari ketiga sampel tersebut, sampel yang menunjukkan hasil positif adalah terasi curah.
Sedangkan terasi merk dan saos curah menunjukkan hasil yang negatif. Karena uji yang dilakukan pada
praktikum ini adalah uji kulitatif, sehingga tidak dapat diketahui jenis pewarna berbahaya apa yang

100

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

terdapat pada sampel tersebut tetapi hanya diketahui ada atau tidaknya senyawa pewarna berbahaya
pada sampel tersebut. Penggunaan zat pewarna baik alami maupun buatan sebagai bahan
tambahan makanan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/MenKes/Per/VI/88
mengenai Bahan Tambahan Makanan. Sedangkan zat warna yang dilarang digunakan dalam pangan
tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 239/MenKes/Per/V/85 mengenai Zat Warna
Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. Penyalahgunaan rhodamin B untuk pewarna pangan
telah banyak ditemukan pada panganan seperti kerupuk, terasi, dan beberapa jajanan yang berwarna
merah (Hasanah, 2011). Dugaan pewarna yang terdapat pada terasi curah yang digunakan dalam
praktikum adalah Rodhamin B karena ciri-cirinya hampir menyerupai ciri-ciri makanan yang
mengandung Rodhamin B. Ciri-ciri pangan dengan pewarna ini adalah: berwarna merah menyolok dan
cenderung berpendar, banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (Hasanah, 2011).
Terasi curah bisa mengandung zat pewarna berbahaya karena terasi curah tidak terdaftar sehingga tidak
mendapat pengawasan khusus dalam peredaranya. Sementara, terasi merk adalah teradaftar sehingga
peredaranya lebih ketat dan mendapat pengawas dari instansi terkait. Kemudian untuk saos curah
seharusnya hasilnya postif karena ketika kena tangan, bekas saos tersebut tidak bisa hilang di tangan dan
tetap meninggalkan bekas warna merah walaupun tangan sudah dicuci. Hal tersebut menunjukkan
bahwa saos tersebut bersifat non polar karena tidak larut air ketika kita cuci tangan dan zat pewarna
berbahaya juga bersifat non polar, sehingga seharusnya saos tersebut mengandung zat pewarna
berbahaya tetapi pada praktikum ini hasilnya bersifat negatif. Hal tersebut mungkin dikarenakan reagen
yang digunakan tidak valid lagi karena reagen kit untuk analisa pewarna memang tidak tahan lama dan
hanya bertahan 2 minggu hingga satu bulan.

101

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

KESIMPULAN
Prinsip dari uji formalin yaitu mengidentifikasi adanya senyawa formalin menggunakan FMR
(Formalin Main Reagen). Senyawa formalin teroksidasi pada bahan pangan yaitu asam format akan
dikembalikan oleh reagen FMR menjadi fomalin dan bereaksi dengan kromofor sehingga terbentuk
warna ungu.
Rekasi :Formalin teroksidasi asam format + FMR
formalin + kromofor
senyawa
kompleks berwarna ungu.
Pada uji formalin sampel yang digunakan adalah mie curah, mie kemasan, bakso curah, dan ikan asin.
Mie curah, bakso curah, dan ikan asin menunjukkan hasil positif sementara mie kemasan menunjukkan
hasil negatif formalin.
Prinsip identifikasi boraks yaitu identifikasi adanya boraks menggunakan kit BMR (Boraks Main
Reagent). Senyawa kromofor yang ada pada kit BMR bereaksi dengan Na-tetraboraks membentuk
kompleks berwarna merah kecoklatan.
Kromofor + Na-tetraboraks
warna merah kecoklatan
Pada uji boraks, sampel yang digunakan adalah bakso curah, bakso kemasan, dan mie curah. Mie curah
menunjukkan hasil positif boraks sementara bakso curah negatif boraks.
Prinsip identifikasi zat pewarna berbahaya adalah identifikasi adanya senyawa zat pewarna
berbahaya menggunakan kit CMR (Colour Main Reagent). Senyawa zat pewarna berbahaya yang larut
minyak diekstrak dari bahan pangan. Amonia yang ditambahkan akan melarutkan senyawa polar.
Kemudian ditambahkan Petroleum Eter yang akan mengikat senyawa non polar baik zat warna
berbahaya maupun senyawa non polar lainnya. Dan senyawa non polar yang telah dilarutkan oleh PE
akan diseleksi oleh CMR dan zat pewarna berbahaya yang bersifat non polar akan diika oleh CMR
kemudian membentuk reaksi dan larutan akan berubah warna.
Sampel + Amonia
Senyawa non polar + PE + CMR
zat warna berbahaya
Pada uji zat pewarna berbahaya, sampel yang digunakan adalah terasi merek, terasi curah, dan
saos curah. Terasi merek dan saus curah menujukkan hasil negatif zat pewarna berbahaya sementara
terasi curah menunjukkan positif mengandung zat pewarna berbahaya.

Daftar Pustaka Tambahan


Budiarti, A. 2009. Pengaruh Perendaman Dalam Air Hangat Terhadap Kandungan Formalin Pada Mie Basah Dari
Tiga Produsen Yang Dijual Di Pasar Johar Semarang. Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik Vol. 6 No.1
Juni 2009. Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim. Semarang.
Cahaya, S. 2003 . Bahan Tambahan Makanan, Manfaat dan Dampaknya Terhadap
Kesehatan. Jurnal Info Kesehatan. USU. Medan.
Hasanah, N. 2011. Pewarna Makanan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

102

Nama
NIM
Kelas
Kelompok

: Rani Susanti
: 125100100111023
: THP-J
:6

Hastuti, 2010. Analisis Kualitatif Dan Kuantitatif Formaldehid Pada Ikan Asin Di Madura . Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo. Bangkalan.
Menteri Kesehatan RI. 2012. PERMENKES RI Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan
Menteri

Kesehatan
RI. 1999.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
1168/Menkes/Per/X/1999Tentang Perubahan Atas Peraturan
722/Menkes/Per/Ix/1988 Tentang BahanTambahan Makanan

Republik
Menteri

Indonesia
Kesehatan

Nomor
Nomor

Nurkholidah, I. 2012. Analisis Kandungan Boraks Pada Jajanan Bakso Tusuk Di Sekolah Dasar di Kecamatan
Bangkinang Kabupaten Kampar. Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau. Riau.
Tumbel, M. 2010. Analisis Kandungan Boraks Dalam Mie Basah yang Beredar di Kota Makassar . Jurnal Chemica
Vo/. 11 Nomor 1 Juni 2010, 57 64. Jurusan Kimia FMIPA UNM. Makassar.

103

You might also like