You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

Hantavirus adalah jenis virus RNA rantai tunggal, berselubung, dan


termasuk dalam keluarga Bunyaviridae. Virus ini biasanya menginfeksi hewan
pengerat dan tidak menyebabkan penyakit pada host ini. Manusia dapat terinfeksi
Hantavirus melalui kontak dengan hewan pengerat yang berasal dari urin, air liur,
atau feses hewan tersebut. Beberapa strain Hantavirus menyebabkan penyakit
fatal pada manusia, seperti demam berdarah Hantavirus dengan sindrom renal
(Hantavirus Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome/HFRS) dan sindrom paru
Hantavirus (Hantavirus Pulmonary Syndrome/HPS).1
Setiap tahun, 20-40 kasus HPS terjadi di Amerika Serikat. Kasus pada usia
kurang dari 17 tahun berkisar 7% dari kasus, dan kasus pada anak usia kurang dari
10 tahun sangat jarang terjadi. CDC (Centers for Disease Control) menerima
laporan dari lima kasus pediatri terjadi HPS selama 16 Mei-25 November 2009
terjadi pada anak usia 6-14 tahun dari Arizona, California, Colorado, dan
Washington.2
Gejala-gejala prodromal HPS termasuk gejala mirip flu seperti demam,
batuk, nyeri otot, sakit kepala, dan lemah. Hal ini ditandai dengan tiba-tiba
mengalami sesak napas dengan disertai edema paru yang sering menyebabkan
kematian meskipun ventilasi mekanis dan intervensi dengan diuretik kuat telah
diberikan. Kejadian ini memiliki tingkat kematian 36%.3

Pada makalah ini akan diuraikan mengenai virologi Hantavirus dan


penyakit yang disebabkan oleh virus ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Virologi Hantavirus


Hantavirus termasuk famili Bunyaviridae. Bunyaviridae dibagi menjadi
lima genus yaitu Orthobunyavirus, Nairovirus, Phlebovirus, Tospovirus, dan
Hantavirus. Hantavirus memiliki genom yang terdiri dari segmen negatif strain
RNA beruntai tunggal. Hantavirus menular ke manusia terutama melalui inhalasi
kotoran hewan pengerat atau gigitan binatang pengerat.4
Ukuran diameter Hantavirus sekitar 120-160 nanometer (nm). Dua lapisan
lipid dari selubung virus setebal 5 nm dan ditutupi oleh protein permukaan virus.
Glikoprotein yang dikenal sebagai Gn dan Gc, dikodekan oleh segmen M dari
genom virus. Di dalam selubung terdapat nukleokapsid yang terdiri dari banyak
salinan protein nukleokapsid N, berinteraksi dengan tiga segmen dari genom virus
untuk membentuk struktur heliks. Kandungan virion yaitu protein sebesar 50%,
lemak 20-30% dan karbohidrat 2-7%. Kepadatan virion adalah 1,18 gram/cm3.4
Analisis molekuler pertama dari HTNV menunjukkan bahwa genom terdiri
dari tiga negatif strain, RNA beruntai tunggal yang terbagi 3 dari tiga segmen
genom. Tiga segmen yaitu S (kecil), M (medium), dan L (besar). Segmen tersebut
mengkodekan nukleoprotein (N), glikoprotein amplop (Gn, Gc, G1, dan G2), dan
protein L atau RNA virus (vRNA) RNA polimerase (RdRp).7

Gambar 1. Mikroskopik Hantavirus5


Hantavirus ditularkan ke manusia melalui inhalasi sekret terkontaminasi
(seperti urin, air liur, dan tinja) atau melalui kontak fisik langsung dengan hewan
pengerat yang terinfeksi. Berikut tabel penyebaran Hantavirus melalui host hewan
pengerat:5

Tabel 1. Distribusi Hantavirus di seluruh dunia.7


Grup dan
subfamili
Old World

Murinae

Arvicolinae

Strain

Singkata Distribusi
n

Hantaan virus

HTNV

DobravaBelgrade virus
Seoul virus

DOBV

China,
South
Korea,
Russia
Balkans

SEOV

Worldwide

Saaremaa virus

SAAV

Europe

Amur virus

AMRV

Far East
Russia
South
Korea
Europe,
Asia, and
Americas

Soochong virus

Puumala virus

PUUV

Hospes

Penyakit

Apodemus
agrarius

HFRS

Apodemus
flavicollis
Rattus

HFRS

Apodemus
agrarius
Apodemus
peninsulae
Apodemus
peninsulae
Clethriono
mys
glareolus

HFRS

HFRS

HFRS
Unknown
HFRS/NE

Khabarovsk virus

KHAV

Muju virus

MUJV

Far East
Russia
South
Korea
Maryland

Prospect Hill
virus

PHV

Tula virus

TULV

Isla Vista virus

ISLAV

Topografov virus

TOPV

Sin Nombre virus

SNV

North
America

Monongahela
virus
New York virus

MGLV

Black Creek
Canal virus
Bayou virus

BCCV

North
America
North
America
North
America
North
America
North
America
Mexico

Russia/Eur
ope
North
America
Siberia

Microtus
fortis
Myodes
regulus
Microtus
pennsylvan
icus
Microtus
arvalis
Microtus
californicu
s
Lemmus
sibericus

Unknown

Peromyscu
s
maniculatu
s
Peromyscu
s leucopus
Peromyscu
s leucopus
Sigmodon
hispidus
Oryzomys
palustris
Peromyscu
s boylii
Oryzomys
couesi
Oryzomys
couesi
Oligoryzom
ys
fulvescens
Zygodonto
mys
brevicauda
Reithrodont
omys
mexicanus
Sigmodon
alstoni

HPS

Unknown
Unknown
Unknown
Unknown
Unknown

New World

Sigmodontin
ae

NYV

BAYV

Limestone
Canyon virus
Playa de Oro
virus
Catacamas virus

Honduras

Choclo virus

Panama

Calabazo virus

Panama

Rio Segundo
virus

RIOSV

Cost Rica

Cano Delgadito
virus

CADV

Venezuela

HPS
HPS
HPS
HPS
Unknown
Unknown
Unknown
HPS
Unknown
Unknown
Unknown

Andes virus

ANDV

Argentina,
Chile

Bermejo virus

BMJV

Argentina

Pergamino virus

PRGV

Argentina

Lechiguanas virus

LECV

Argentina

Maciel virus

MCLV

Argentina

Oran virus

ORNV

Argentina

Laguna Negra
virus

LANV

Alto Paraguay
virus
Ape Aime virus

Itapa virus

Rio Mamore virus

Araraquara virus

Paraguay,
Bolivia,
Argentina
Paraguaya
n Chaco
Eastern
Paraguay
Eastern
Paraguay
Bolivia,
Peru
Brazil

Juquitiba virus

Brazil

Jabor virus

Brazil,
Paraguay

Oligoryzom
ys
longicauda
tus
Oligoryzom
ys
chocoensis
Akodon
azarae
Oligoryzom
ys
flavescens
Bolomys
obscurus
Oligoryzom
ys
longicauda
tus
Calomys
laucha

HPS

Holochilus
chacoensis
Akodon
montensis
Oligoryzom
ys nigripes
Oligoryzom
ys microtis
Bolomys
lasiurus
Oligoryzom
ys nigripes
Akodon
montensis

Unknown

HPS
Unknown
HPS
HPS
HPS

HPS

Unknown
Unknown
Unknown
HPS
HPS

Virus masuk ke dalam sel eukariotik dengan cara interaksi antara


glikoprotein virus dan sel reseptor pada host dibantu oleh ko-faktor Decay yang
mempercepat masuknya virus ke sel inang. Infeksi pada manusia terjadi dengan
adanya aktivitas v3-integrin. Ketika virus sedah berada di permukaan sel inang,
6

virus ditangkap oleh reseptor clathrin dengan cara endositosis, kemudian RNA
virus rilis ke dalam sitoplasma sel inang melalui fusi endosom, dengan syarat pH
membran virus harus rendah.5
Setelah gen dari virus memasuki sitoplasma, terjadi transkripsi dan replikasi
primer vRNA menjadi mRNA secara bersamaan. Translasi segmen L dan S terjadi
di ribosom. G1 dan G2 glikoprotein membentuk hetero-oligomer dan kemudian
diangkut dari retikulum endoplasma ke kompleks Golgi, di mana glikosilasi
selesai. Protein L menghasilkan genom baru lahir dengan replikasi melalui positifsense RNA. Virion hantavirus diyakini dirakit oleh nukleokapsid dengan
glikoprotein yang tertanam dalam membran Golgi. Virion baru lahir kemudian
diangkut dalam vesikel sekretori ke membran plasma dan dirilis oleh
eksositosis.5,6

Gambar 2. Siklus Hidup Hantavirus7

Siklus hidup hantavirus dapat disimpulkan sebagai berikut:7


1) Partikel virion menuju ke permukaan sel melalui interaksi antara reseptor
permukaan sel inang dan glikoprotein virus.
2) Virion masuk dengan cara endositosis dan terjadi pelepasan struktur
permukaan, serta pelepasan genom virus.
3) Transkripsi RNA komplementer (Crna) dari genom RNA virus (rRNA).
4) Replikasi dan amplifikasi RNA, perakitan dengan protein N, dan transportasi
ke aparatus Golgi.
5) Perakitan semua komponen di aparatus Golgi.
6) Jalan keluar virus melalui fusi dari vesikel Golgi.
2.2 HPS (Hantavirus Pulmonary Syndrome)
HPS adalah penyakit paru akut yang berat terkait dengan onset cepat gagal
napas dan syok kardiogenik. Kondisi pasien HPS biasanya kurang baik, karena 1
sampai 3 hari setelah timbulnya gejala pernapasan, terjadi kebocoran di kapiler
paru yang memicu terjadinya gagal napas diikuti dengan syok kardiogenik.
Umumnya, timbulnya gejala HPS terjadi setelah masa inkubasi 9-33 hari (ratarata, 14 sampai 17 hari).7
Setelah masa inkubasi, pasien mengalami gejala prodromal seperti demam,
mialgia, dan trombositopenia, sering disertai dengan sakit kepala, sakit punggung,
sakit perut, dan diare. Kedua antibodi IgM dan IgG muncul segera setelah
terjadiny fase prodromal.7
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 70 kasus HPS di Brazil,
manifestasi penyakit dimulai dengan demam (79%), mialgia (60%), dan

kelemahan (21%). Dua puluh lima persen dari pasien juga menunjukkan gejala
gastrointestinal, termasuk mual, muntah, dan diare. Gejala prodromal ini biasanya
berlangsung tidak lebih dari 5 hari. Setelah hari kedua penyakit, pasien mulai
memiliki dispnea (87%) dan batuk (44%), diikuti oleh takikardi (81%) dan
tekanan darah rendah (56%). Sianosis mencerminkan kegagalan pernapasan
ditemukan 21% dari kasus 5 sampai 6 hari setelah timbulnya gejala. Empat
sampai tujuh hari setelah onset penyakit, tekanan darah menurun terjadi pada 44%
pasien, dan shock terjadi pada 33%. Gagal ginjal berdasarkan peningkatan kadar
kreatinin terjadi pada 51%. Selain itu, dua pasien terjadi anuria sementara.
Gangguan perdarahan ringan seperti hematuria, hematemesis, pendarahan usus,
dan metrorrhagia. 7
Untuk penemuan hasil laboratorium, kadar trombosit mengalami penurunan
yaitu kurang dari 150.000/mm3, asidosis metabolik ditemukan pada 57% pasien,
saturasi O2 <90%, terjadi hemokonsentrasi, dan leukositosis. Peningkatan kadar
aspartat transaminase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT) ditemukan 73%
dan 83%.7
Patogenesis
HPS memiliki patogenesis yang kompleks terkait dengan infeksi hantavirus
dan sistem kekebalan tubuh yang menghasilkan perubahan permeabilitas
pembuluh darah. Kebanyakan pasien mengalami edema paru diikuti oleh
kegagalan pernapasan, hipotensi, dan syok kardiogenik. Infeksi Hantavirus di
paru dimulai dengan interaksi Gn dan Gc glikoprotein permukaan dengan sel
target endotel, makrofag, dan trombosit yang telah terintegrasi oleh reseptor 3-

integrin di membran sel. Sel-sel ini memungkinkan replikasi virus, yang


menginduksi aktivasi kekebalan. Aktivasi kekebalan, terutama oleh makrofag dan
sel T CD8, mungkin terlibat dalam patogenesis yang menyebabkan kegagalan
pernafasan dan HPS. Makrofag aktif mensekresi sitokin proinflamasi seperti
TNF-, interleukin-1 (IL-1), dan IL-6. Sel CD4 T setelah mengenali antigen,
membentuk sel helper, T helper 1 (Th1) dan sel Th2. Sel Th1 memproduksi
interferon gamma (IFN-) dan TNF- (atau limfotoksin-), yang bertanggung
jawab untuk imunitas sel, dan diferensiasi ini diatur oleh IL-12. Sel-sel Th2
menghasilkan IL-4 dan IL-5 dan membentuk respon humoral dan alergi.7

2.3 HFRS (Hantavirus Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome)


Demam berdarah dengan sindrom gagal ginjal (Hantavirus Hemorrhagic
Fever with Renal Syndrome/ HFRS) terjadi terutama di Eropa dan Asia dan
ditandai oleh demam dan gagal ginjal terkait dengan manifestasi perdarahan.
Demam berdarah dengan sindrom gagal ginjal disebabkan oleh kontak udara
dengan sekresi dari hewan pengerat host yang terinfeksi dengan sekelompok virus
yang termasuk dalam genus hantavirus keluarga Bunyaviridae.8
Patogenesis
Patogenesis sebagian besar tidak diketahui, tapi temuan dari beberapa studi
telah menyatakan bahwa mekanisme kekebalan tubuh memainkan peran penting.
Setelah infeksi, ditandai produksi sitokin. Komponen-komponen ini memainkan
peran penting selama tahap demam dan hipotensi. Sehingga terjadi kerusakan
pada endotel pembuluh darah, dilatasi kapiler, dan kebocoran kapiler.8

10

Antibodi spesifik terhadap antigen virus dapat dideteksi saat timbulnya


demam berdarah dengan gejala sindrom gagal ginjal. Aktivasi sel T terjadi sangat
cepat dalam perjalanan HFRS dan berhubungan dengan peningkatan dalam
jumlah neutrofil, monosit, sel B, dan sel-sel CD8. Jumlah sel T helper (CD4) tidak
meningkat. Sel T Interferon gamma dapat membantu mengurangi risiko
perkembangan gagal ginjal akut.8
Sebuah peran kompleks imun telah dibuktikan mempengaruhi proses
kompleks imun dalam serum, pada permukaan sel darah merah dan trombosit,
dalam glomeruli, dalam tubulus ginjal, dan dalam urin. Pengaktifkan komplemen
dan dengan memicu pelepasan mediator dari trombosit dan sel-sel inflamasi,
kompleks imun dapat menghasilkan cedera vaskular yang merupakan ciri khas
dari penyakit ini.8
Gambaran klinis HFRS terdiri dari tiga serangkai demam, perdarahan, dan
insufisiensi ginjal. Gejala umum lainnya selama fase awal penyakit termasuk sakit
kepala, mialgia, perut dan nyeri punggung, mual, muntah, dan diare. Gejala lain
termasuk menggigil, pusing, rasa haus meningkat, nyeri costovertebral, dan nyeri
pinggang. Masa inkubasi adalah 12-16 hari. Penyakit ini dapat berkisar dari
ringan sampai parah. Infeksi subklinis terutama sering terjadi pada anak-anak.
Masa inkubasi rata-rata bervariasi 4-42 hari. Penyakit ini ditandai dengan demam,
manifestasi perdarahan, dan syok hipovolemik. Penyakit ini memiliki 5 tahap
progresif: demam, hipotensi, oliguria, diuretik, dan sembuh.8
Pemeriksaan fisik pasien didasarkan pada tahap penyakit:8

11

1.

Tahap demam terjadi pada semua pasien dan berlangsung sekitar 3-7 hari.
Penyakit ini ditandai oleh onset mendadak demam dengan suhu di kisaran
40C.

Pasien mungkin mengeluh sakit kepala, menggigil, sakit perut, malaise,


penglihatan kabur, dan nyeri punggung bawah.

Kemerahan dari wajah, leher, dan dada akibat disregulasi vaskular.

Peteki dapat terjadi pada ketiak dan palatum mole.

Perdarahan subkonjunctiva.

Bradikardia absolut.

Tingkat hematokrit normal atau sedikit meningkat disebabkan oleh


hemokonsentrasi, terjadi leukositosis, trombositopenia, yang juga
mendefinisikan prognosis dan tingkat keparahan gagal ginjal.

Timbulnya

proteinuria

dan

mikrohematuria.

Proteinuria

karena

hantavirus nefritis bersifat sementara dan biasanya sembuh dalam waktu


2 minggu.
2.

Tahap hipotensi berlangsung sekitar beberapa jam sampai 2 hari. Hal ini
terjadi pada 11% pasien dan bertepatan dengan penurunan suhu badan sampai
yg normal. Fase ini ditandai dengan tekanan darah rendah dan gagal ginjal.

Takikardia.

Nyeri perut akut.

Kejang.

12

Profil koagulasi dapat terjadi waktu perdarahan memanjang, waktu


protrombin (PT), dan diaktifkan waktu tromboplastin parsial (aPTT).

3.

Tahap oliguri terjadi pada 65% pasien dan berlangsung sekitar 3-6 hari.
Gagal ginjal akut ditandai dengan oliguria, hipertensi, kecenderungan
perdarahan (disebabkan oleh uremia), dan edema adalah karakteristik dari
tahap ini.
Selama fase ini, ureum dan kreatinin serum mencapai tingkat tertinggi.
Edema paru.
Trombositopenia biasanya sembuh dalam tahap oliguria.

4.

Tahap diuretik berlangsung 2-3 minggu.


Diuresis 3-6 L/ hari terjadi setelah gejala dari tahap sebelumnya
menghilang.
Tanda-tanda dehidrasi dan syok berat dapat terjadi selama tahap ini jika
penggantian cairan tidak memadai. Status volume pasien harus dimonitor
secara rutin.

5.

Tahap penyembuhan dapat berlangsung selama 3-6 bulan.

Laboratorium
Adapun temuan laboratorium dari HFRS, sebagai berikut:8
1.

Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) berguna dalam mendeteksi


immunoglobulin M (IgM) di awal perjalanan penyakit.

2.

Imunoglobulin Antihantaviral G (IgG) titer mungkin meningkat untuk waktu


yang lama (selama 10 tahun).

13

3.

Temuan darah biasanya menunjukkan leukositosis, tingkat hematokrit tinggi


atau normal, dan trombositopenia.

4.

Peningkatan kadar enzim hati, BUN, dan kreatinin serum dapat diamati.

5.

Hiponatremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan dapat terjadi selama fase


oliguri.

6.

Komplemen (C3) mungkin akan menurun.

7.

Profil koagulasi dapat diubah dengan waktu protrombin berkepanjangan (PT),


waktu tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT).

8.

Urinalisis secara konsisten menunjukkan hematuria dan proteinuria.


Proteinuria dapat berlangsung selama beberapa tahun setelah serangan itu.

9.

Peningkatan kadar oksida nitrat (NO) selama fase akut HFRS kegagalan
berkorelasi dengan aktivitas penyakit.

Tatalaksana
Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan status hidrasi pasien dan
kondisi hemodinamik. Langkah yang paling penting dalam mengelola HFRS
adalah mempertahankan status sirkulasi dan hemodinamik pasien.8
Penggunaan agen vasoaktif dan albumin intravena selama periode syok
sangat membantu. Namun pemberian berlebihan dapat menyebabkan ekstravasasi
disebabkan oleh kebocoran kapiler, terutama selama tahap demam dan hipertensi.8
Pertimbangkan penggunaan diuretik, seperti furosemide, ketika pasien
memiliki volume yang berlebihan dan oliguria. Antiviral ribavirin digunakan
selama bagian awal (fase demam) penyakit, mengurangi viremia dan tingkat
keparahan penyakit. Antihipertensi yang diindikasikan pada pasien dengan

14

hipertensi, yang biasanya muncul selama fase oliguria penyakit. Dialisis


diindikasikan jika pasien telah lama oliguria dengan tidak ada respon terhadap
pengobatan medis dan jika gagal ginjal cepat memburuk dengan indikasi
perburukan cairan dan kelainan elektrolit. 8

15

BAB III
PENUTUP

Hantavirus adalah virus RNA strain negatif rantai tunggal famili


Bunyaviridae yang menular pada manusia melalui hosper hewan pengerat.
Beberapa strain Hantavirus menyebabkan penyakit fatal pada manusia, seperti
demam berdarah Hantavirus dengan sindrom renal (Hantavirus Hemorrhagic
Fever with Renal Syndrome/HFRS) dan sindrom paru Hantavirus (Hantavirus
Pulmonary Syndrome/HPS).

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Martinez V, Bellomo C, San Juan J, Pinna D, Forlenza R, Elder M, Padula, P.


Person-to-person transmission of Andes virus. Emerging Infectious
Diseases 2005; 11(12): 18481853.
2. Levy C, Gains K, Crocco V, Brown J, Lawaczeck E, Ray W, et al. Hantavirus
Pulmonary Syndrome in Five Pediatric Patients-Four States, 2009. Morbidity
and Mortality Weekly Report. 2009; 58(50): 1409-1412.
3. CDC. Reported Cases of HPS. Division of High-Consequence Pathogens and
Pathology (DHCPP), April 21, 2014.
4. Plyusnin A, Vapalahti O. Vaheri A. Hantaviruses: Genome structure,
expression and evolution. Journal of General Virology 1996; 77(11): 2677.
5. Lindkvist M. Genetic and serologic characterization of a Swedish human
hantavirus isolate. Swedish Defence Research Agency: Umea University,
2008.
6. Jonsson, C. Figueiredo, L. Vapalahti, O.. A Global Perspective on Hantavirus
Ecology, Epidemiology, and Disease. Clinical Microbiology Reviews 2010;
23(2): 412441.
7. Colleen B, Jonsson, Figueiredo L, Vapalahti O. Global Perspective on
Hantavirus Ecology, Epidemiology, and Disease. Clin Microbiol Rev, Apr
2010; 23(2): 412441.
8. Bhimma R, Langman CB. Hemorrhagic Fever With Renal Failure
Syndrome Follow-up. MedScape, May 23, 2014.

17

You might also like