You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

TETANUS

Oleh :
Bertha R.D Talan
Melan M.A Tulle

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2012

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Tetanus merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf
pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh
clostridium tetani. Penyakit ini ditandai dengan kekakuan otot tanpa disertai
gangguan kesadaran. Tetanus timbul jika kuman tetanus masuk kedalam
tubuh melalui, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan
atau pemotongan tali pusat. Dalam tubuh manusia kuman ini berkembang
biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetonospasmin yang secara
umum menyebabkan kekakuan dari otot bergaris.( Rampengan T.H : 2007)
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin
kuman clostridium tetani dengan manifestasi kejang otot, selama paroksimal
dan diikuti kejang otot seluruh tubuh ( Murwani Arita : 2009 )

2. Epidemiologi
Di negara yang telah maju separti AS tetanus malah sangat jarang
dijumpai karena aktif telah dilaksanakan dengan baik di samping sanitasi
lingkungan yang bersih, sedangkan di negara sedang berkembang termasuk
indonesia penyakit ini masih banyak dijumpai karena kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya kebersihan, kontaminasi, perawatan luka yang
kurang diperhatikan dan kurangnya kekebalan terhadap tetanus.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Di AS pada tahun 1915
dilaporkan bahwa kasus tetanus sebanyak pada umur 1-5 tahun sedangkan
di manado 1987 dan surabaya insiden tertinggi pada anak diatas umur 5
tahun.
Perkiraan angka kejadian umur rata-rata pertahun sangat meningkat
sesuai kelompok umur dimana peningkatan 7 kali lipat pada kelompok umur
5-19 tahun dan 20-29 tahun sedangkan peningkatan 9 kali lipat pada
kelompok umur 30-39 tahun dan umur lebih dari 60 tahun.
Beberapa peneliti melaporkan angka kejadian lebih banyak dijumpai
pada anak laki-laki dengan perbandingan 3:1 akibat perbedaan aktivitas
fisiknya.(Rampengan T.H : 2007

3. Etiologi
Kuman tetanus yang dikenal sebagai clostridium tetani berbentung
batang yang langsung dengan ukuran panjang 2-5 mm dan lebar 0,3-0,5 mm,
termasuk gram positif dan bersifat anaerob. (Rampengan T.H : 2007)

4. Patofisiologi Patway Dan Respon Masalah Kesehatan


Clostridium dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang atau pupuk. Cara
masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain: luka tusuk,
luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yg kronis, abortus,
tali pusat, bahkan kadang-kadang luka tersebut hampir tak terlihat
Bila keadaan menguntungkan, yaitu tempat luka tersebut menjadi
hiperaerob sampai anaerob di sertai terdapatnya jaringa nekrosis, lekosit
yang mati, benda asing spora berubah menjadi bentuk vegetatif yang
kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis
dilepaskan eksotoksin, yaitu tetenospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin
sangat mudah diikat oleh saraf dan akan mencapai saraf mealui 2 cara :
1. Perifer lokal : diabsorpsi melalui mioneural junction pada ujung saraf
perifer atau motorik melalui aksis sirlindrik ke kornu anterior sususnan
saraf pusat dan susunan saraf perifer.
2. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe ke sirkulasi darah untuk
seterusnya ke susunan saraf pusat.
Aktivitas tetanospasmin pada motor and plateakan menghambat
pelepasan asetikolin

tetapi tidak menghambat alfa dan gamma pada

motor neuron sehingga tonus otot meningkat dan terjadi kontraksi otot
berupa spasme otot. Tetonaspasmin juga mempengaruhi sistem saraf
simpatis pada kasus yang labil, takikardi, keringat yang berlebihan, dan
meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urine. Tetonospasmin yang
terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat di netralisir lagi oleh antioksin
tetanus. (Rampengan T.H : 2007)

5. Komplikasi
Menurut (Rampengan T.H : 2007) Komplikasi Tetanus antara lain :
a. Pada saluran pernapasan
Spasme otot-otot pernapasan dan otot laring serta seringnya kejang
menyebabkan terjadinya asfiksia. Akumulasi sekresi saliva serta sukarnya
menelan air liur dan makanan atau minuman sering menyebabkan aspirasi
dan pneumonia. Atelektasis dapat terjadi akibat obstruksi secret.
Pneumotoraks

dan

enfisema

mediastinal

biasanya

terjadi

akibat

trakeostomi.
b. Pada kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa
takikardi, vasokontriksi perifer dan rangsangan miokardium.
c. Pada tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan
dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktur kolumna vertebralis akibat
kejang yang terus menerus terutama pada anak dan orang dewasa.
Beberpa peneliti melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans
sirkumskripta.
d. Komplikasi yang lain
1. Laserasi lidah akibat kejang
2. Dekubitus karena penderita berbaring pada satu posisi saja.
3. Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang
menyebarluas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
Penyebab kematian penderita tetanus akibat komplikasi adalah
1. Bronkopnemonia
2. Cardiac arrest
3. Septikemi
4. Pneumotoraks

6. Gejala Klinik
Menurut (Rampengan T.H : 2007) gejala klinik Tetanus antara lain :
Masa inkubasi tetanus pada umumnya antara 3-21 hari, namun
terdapat variasi masa inkubasi yang lebar, dapat singkatnya hanya 1-2 hari
dan kadang lebih dari 1 bulan
Derajat berat penyakit selain berdasarkan gejala klinis yang tampak
juga dapat diramalkan dari lama masa inkubasi atau lama period of onset.
Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya. Terdapat hubuingan
antara jarak tempar infasi clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan
interval antar luka dan permulaan penyakit. Semakin jauh tempat infasi masa
inkubasinya makin panjang
Secara klinis ada tiga macam bentuk tetanus :
1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus sefalik
a. Tetanus umum
Bentuk ini merupakan gamabaran tetanus yang paling sering dijumpai.
Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti
luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi,
ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis.
Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik
bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot
terutama timbul pada rahang dan leher. 50% penderita tetanus umum
akan menunjukan trismus
Dalam 24-48 jam kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke
ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama otot masseter menyebabkan
mulut sukar dibuka, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga
muka tampak meringis kesakitan. Kekakuan otot leher bagian belakang
menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga
memberikan gejala kaku kuduk sampai opistotonus.
Terjadi kejang umum tonik baik spontan maupun dengan rangsangan
minimal ( rabaan, sinar, bunyi ) kejang menyebabkan lengan fleksi lengan
fleksi dan aduksi serta tangan mengepal dan kaki dalam posisi ekstensi.

Retensi urine sering terjadi akibat spasme sfingter kandung kemih.


Kenaikan suhu badan umunya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas
tinggi sehingga harus hati-hati terhadap komplikasi atau toksin yang
menyebarluas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
Pada kasus yang berat mudah terjadi aktivitas simpatis yang
berlebihan berupa takikardi, hipertensi yang labil, keringat banyak, panas
yang tinggi dan aritmia jantung.
b. Tetanus lokal
Bentuk ini berupa nyeri dan kekakuan otot-otot pada bagian proksimal dan
tempat luka
c. Tetanus sefalik
Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala,
muka,telinga, leher, otitis media kronis, dan kadang kadang akibat
tonsilektomi. Gejala berupa disfungsi sraf kranial: nervus III, IV, VII, IX, X,
XI dapat berupa gangguan sendiri- sendiri ataupun kombinasi dan
menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan.

7. Pemeriksaan Diagnostik dan Hasil


Menurut (Rampengan T.H : 2007) Diagnostik

tetanus di tegakkan

berdasarkan :
a. Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi
b. Gejal klinis
c. Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi
Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam dignosis. Pada
pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan nila-nilai yang spesifik. Hitung
lekosit dapat normal atu meningkat.
Untuk pemeriksaan mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau
jaringan nekrosis kemudian dibiakkkan pada kultur agr darah atau kaldu
daging. Akan tetapi hanya 30% kasus ditemukan clostridium tetani pada
pemeriksaan mikrobiologi.
Pemerikassan cairan serebrospinalis dalam batas normal, walaupun
kadang-kadang

didaptkan

tekanan

meningkat

akibat

kontraksi

otot.

Pemeriksaan

elektroensefalogram

normal,

dan

pada

pemeriksaan

elektromiografi hasilnya tidak spesifik.

8. Penatalaksanaan
Menurut buku (Rampengan T.H : 2007) penatalaksanaan Tetanus antara lain
:
a. Pengobatan umum
Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan ruangan perawatan
yang harus tenang
Perawatan luka dengan rivanol, betadine, h o
Bila perlu diberikan oksigen dan kadang-kadang diperlukan tindakan
trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan napas
Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan dengan
oengisap lendir.
Berikan makanan dan minuman melalui sende lambung. Bahan
makanan yang mudah dicerna dan cukup mengandung protein dan
kalori
b. Pengobatan khusus
1. Antitetanus toksin
Selama infeksi toksin tetanus beredar dalam dua bentuk :
Toksin bebas dalam darah
Toksin yang bergabung denagan jaringan saraf
Yang dapat dinetralisasi oleh antitoksin adalah toksin yang bebas
dalam darah. Sedangkan yang telah bergabung denagan jaringan
saraf ridak dapat di netralisir.
2. Antikonvulsan dan sedatif
Obat-obat yang lasim digunakan adalah :
Diazepam
Fenobarbital
Largaktil
3. Antibiotika
Penisilin prokain
Tetrasiklin dan eritromisin

4. Oksigen bila terjadi asfiksia dan sianosis


5. Trakeostomi
Dilakukan pada penderita tetanus jika terjadi:
Spasme berkepanjangan dari otot respirasi
Tidak ada kemapuan batuk atu menelan
Obstruksi larings
Koma
6. Hiperbarik
Diberikan oksigen murni pada tekan 5 atmosfer

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan untuk masalah Tetanus, menurut Santosa NI : 1989
yaitu :
Pengumpulan data pada kasus tetenus ini meliputi :
a. Pengkajian awal
1) Airway : kaji adanya sumbatan (cairan, lidah jatuh kebelakang), benda
asing
2) Breathing : kaji pola pernafasan, suara nafas, kesimetrisan dada,
3) Circulation : kaji tekanan darah, nadi (frekuensi, kekuatan), kaji akral .
CRT
b. Pengkajian dasar
a) Identitas

meliputi

nama/inisial,

agama

pendidikan,

pekerjaan,

suku/bangsa, alamat jenis kelamin, status perkawinan.


b) Riwayat sakit dan kesehatan
1) Keluhan utama : sering klien atau orang tua membawa anaknya
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
2) Riwayat penyakit dahulu: pengkajian penyakit yang pernah dialami
klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi
predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami
luka dan luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku, pecahan

kaca, terkena kaleng atau luka yang mengjadi kotor karena terjatuh
di tempat yang kotor dan luka atau kecelakaan dan timbul luka
yang tertutup debu / kotoran. Juga luka bakar dan patah tulang
terbuka. Adakah port dentree lainnya seperti luka gores yang ringan
kemudian menjadi bernanah; gigi yang berlubang dikorek dengan
benda yang kotor atau OMP yang dibersihkan dengan kain yang
kotor.
3) Breathing
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan

otot

bantu

nafas,

dan

peningkatan

frekuensi

pernafasan yang sering didapatkan pada klien tetanus yang disertai


adanya ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada klen dengan peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun.
4) Blood
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan syok
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada pasien tetanus.
Tekanan darah biasanya normal peningkatan denyut jantung
adanya anemis karena hancurnya eritrosit

5) Brain
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
Pengkajian tingkat kesadaran . kesadaran klien biasanya
compos mentis pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tetanus
mengalami

penurunan

pada

tingkat

letargi,

stupor

dan

semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian


GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian

fungsi

serebral.

Status

mental

observasi

penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan


aktivitas motoric klien. Pada klien tetanus tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.

Pengkajian saraf kranial. Pemeriksaan saraf kranial meliputi


pemeriksaan saraf kranial I XII.

Saraf I. biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan


pada fungsi penciuman

Saraf II. Tes ketajamam penglihatan pada kondisi normal

Saraf III,IV,VI . dengan alasan yang tidak diketahui, klien


tetanus mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive
berlebihan terhadap cahaya. Respon kejang umum
akibat stimulus rengsang cahaya perlu diperhatikan
perawat guna memberikan intervensi untuk menurunkan
stimulasi cahaya tersebut.

Saraf V. reflek maseter meningkat, mulut condong ke


depan seperti mulut ikan (ini adalah gejala khas dari
tetanus)

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal


wajar simetris

Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktid dan tuli


persepsi

Saraf IX dan X kemampuan menelan kutang baik,


kesulitan membuka mulut (trismus)

Saraf XII. Lisah simetris tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi ,indra pengecapan normal

Pengkajian system motoric . kekuatan otot menurun, control


keseimbangan dan koordinasi pada tetanus tahap lanjut mengalami
perubahan
Pengkajian reflek, pemeriksaan reflek profunda, pengetukan
pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflek pada
respon normal.
- Gerakan involuter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan
distoma. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami
kejang umum, terutama pada anak denga tertanus disertai

peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan


dengan sekunder akibat area fokal kortikal peka.
Pengkajian system sensorik. Pemeriksaan sensorik pada
tetanus biasanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri
normal, perasaan suhu tubuh normal, tidak ada perasaan abnormal
dipermukaan tubuh, perasaan propriosefsi normal, dan perasaan
diskriminatif normal.
6) Bladder
Penurunan volume urine output berhubungan dengan penurunan
perfusi dan penurunan curah jangtung ke ginjal. Adanya retensi
urine karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang
sebaiknya urine dikeluarkan dengan menggunakan kateter.
7) Bowel
Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun karena
anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut papan)
merupakan tanda khas pada tetanus. Adanya spasme otot
menyebabkan kesulitan BAB.

8) Bone
Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan
menurunkan aktivitas

sehari hari. Perlu dikaji apabila klien

mengalami patah tulang terbuka yang memungkinkan port de


entre kuman klosteridiium tetani, sehingga memerlukan perawatan
luka yang optimal. Adanya kejang memberikan risiko pada fraktur
vertebra pada bayi, ketegangan dan spasme otot pada abdomen.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas tidak efektif b. d Produksi
secret berlebihan
DS : - Klien mengatakan susah bernapas
- Klien mengatakan gelisah
DO : - Penurunan suara napas
- Perubahan kecepatan atau irama respirasi
- Napas yang tidak biasa (krepitasi, ronki, mengi)
b. Penurunan cardiac output b.d takikardi, vasokontriksi perifer
DS : - Klien mengatakan sering pusing
- Klien mengatakan sering lelah
- Klien mengatakan susah bernapas
- Vertigo
DO : - Kulit dingin, lembab
- Penurunan denyut nadi perifer
- Kulit dan membran mukosa pucat
- Sinkop
c. Resiko cedera b.d disfungsi saraf cranial : saraf III, IV, VI
DS : - Klien mengeluh sering kejang
DO : - Kejang +
d. Gangguan pola eliminasi : eliminasi urine b.d retensi urine
DS : - Klien mengeluh tidak bisa berkemih
DO : - Bukti klinis adanya obstruksi saluran kemih
- Urgensi berkemih
- Hesitansi berkemih
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebututhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat
DS : - Klien mengatakan nafsu makan berkurang
- Klien mengatakan merasa mual apabila makan
DO : - Tidak menghabiskan porsi makan yang disediakan
- Berat badan kurang dari berat badan ideal
f. Intoleransi aktifitas b.d kejang umum
DS : - Klien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas tanpa bantuan
orang lain.

- Klien mengatakan merasa nyeri apabila melakukan aktivitas


DO : - klien kelihatan letih apabila melakukan aktivitas
- Pusing
- Dispnea
g. Hipertermi b.d infeksi
DS : - Klien mengeluh rasa panas tinggi
- Demam
DO : - Suhu lebih tinggi di atas nilai normal (suhu per oral/rectal >38.0C)
- Kulit kemerahan
- Kulit hangat

3. Rencana Tindakan/Intervensi Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b. d Produksi secret berlebihan
Goal

: Klien akan mempertahankan bersihan jalan napas yang


efektif selama dalam perawatan

Objective

: Klien akan mengurangi produksi secret selama dalam


perawatan

Outcomes

: Dalam waktu 130 menit perawatan


-

Klien bernapas normal

Klien tidak gelisah

Suara napas normal

Tidak ada perubahan kecepatan atau irama respirasi

Intervensi dan Rasional


1. Ajarkan pada pasien tentang : upaya mempertahankan hidrasi yang
adekuat,

pemantaun

sputum

setiap

hari

dan

melaporkan

perubahannya, mengonsumsi obat yang telah diresepkan dan


menghindari membeli obat yang dijual bebasdan pentingnya bergerak
aktif
R/ langkah-langkah ini melibatkan pasien dalam perawatannya.
2. Gunakan posisi flower, sanggah loengan pasien.
R/ untuk membantu bernapas dan ekspansi dada serta ventilasi
lapangan paru basilar

3. Bantu pasien untuk mengubah posisi batuk setiap 2- 4 jam.


R/ untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mempertahankan
potensi jalan napas
4. Berikan kelembapan yang kuat
R/ untuk mencairkan sekresi
5. Berikan cairan sekurang-kurangnya 3 liter setiap hari
R/ untuk memastikan hidrasi yang adekuat dan mencairkan sekret,
kecuali dikontraindikasikan.
6. Lakukan drainase postural, perkusi dan fibrasi setiap 4 jam.
R/ untuk meningkatkan mobilitas sekresi yang menganggu oksigenasi.
7. Kaji status pernapasan sekurang-kurangnya 4 jam
R/ untuk mendeteksi tanda awal bahaya
8. Pantau dan dokumentasikan karakteristik sputum setiap pergantian
jaga
R/ untuk mengukur keefektifan terapi dan mendeteksi infeksi respirasi
yang mungkin terjadi.
b. Penurunan cardiac output b.d takikardi, vasokontriksi perifer
Goal

: Klien tidak akan mengalami penurunan cardiac output


selama dalam perawatan.

Objective

: Klien tidak akan mengalami takikardi, vasokontriksi


perifer.

Outcomes

: Dalam waktu 130 jam perawatan


-

Klien tidak pusing

Klien tidak lelah

Klien bernapas normal

Denyut nadi perifer normal

Kulit dan membran mukosa normal

Intervensi dan Rasional


1. Ajarkan kepada pasien tentang nyeri dada dan gejala yang dapat
dilaporkan, diet yang diprogramkan, pengobatan, tingkat aktivitas yang
dianjurkan, metode sederhana untuk mengankat dan mebungkuk, dan
teknik pengurangan stres
R/ tindakan perawatan ini melibatkan pasien dan keluarga

2. Lakukan auskultasi bunyi jantung dan suara napas minimal 4 jam.


Laporkan suara yang tidak normal sesegera mungkin
R/ bunyi jantung tambahan dapat mengindikasikan kongesti pulmonal
dan penurunan curah jantung.
3. Ukur dan catat asupan dan haluaran secara akurat
R/ penurunan haluaran urin tanpa penurunan asupan cairan dapat
mengindikasikan penurunana perfusi ginjal akibat penurunan curah
jantung.
4. Atasi aritmia secara tepat sesuai instruksi
R/ untuk mengancam krisis yang mengancam hidup
5. Timbang berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan
R/ untuk mendeteksi retensi cairan
6. Inspeksi adanya edema kaki atau sakral
R/ untuk mendeteksi status vena dan penurunan curah jantug
7. Berikan oksigen sesuai instruksi
R/ meningkatkan suplai oksigen ke miokardium.
8. Secara bertahap tingkatkan aktivitas dengan denyut jantung dalam
batas yang diinstruksikan
R/ agar jantung dapat melakukan penyesuaian terhadap pencegahn
kebutuhan oksigen.
9. Pantau dan catat tingkat kesadaran, denyut dan irama jantung,
sekurang-kurangnya setiap 4 jam atau lebih sering bila diperlukan
R/ untuk mendeteksi hipoksia serebral akibat penurunan curah jantung
10. Pantau kecepatan denyut nadi sebelum dan sesudah aktivitas.
R/ untuk membandingkan kecepatan dan mengukur toleransi
c. Resiko cedera b.d disfungsi saraf cranial : saraf III, IV, VI
Goal

: Klien tidak akan mengalami resiko cedera selama


dalam perawatan.

Objective

: Klien tidak akan mengalami disfungsi saraf cranial: saraf


III, IV,VI

Outcomes

: Dalam waktu 124 jam perawatan


-

Klien tidak mengeluh sering kejang

Kejang

Intervensi dan Rasional


1. Ajarkan pasien dengan gaya berjalan yang tidak stabil dengan
penggunaan peralatan adaptif
R/ untuk menurunkan potensial cedera
2. Orientasikan pasien pada lingkungan, kaji kemampuan pasien untuk
menggunakan bel panggil, penghalang sisi tempat tidur, dan
mengendalikan pengaturan posisi. Pertahankan tempat tidur dengan
ketinggian paling reandah dan lakukan pemantauan pada malam hari.
R/ tindakan tersebut akan membantu pasien melakukan koping
terhadap keadaan sekitar yang tidak familiar.
3. Observasi faktor-faktor yang dapat berkontribusi terhadapa cedera.
R/ untuk meningkatkan kesadaran pasien, anggota keluarga dan
pemberi asuhan
4. Kaji eksteremitas setiap hari dan adanya cedera
R/ tindakan tersebut untuk

membantu pasien dengan penurunan

sensitivitas taktil
d. Gangguan pola eliminasi : eliminasi urine b.d retensi urine
Goal

: Klien tidak akan mengalami gangguan pola eliminasi


selama dalam perawatan.

Objective

: Klien tidak akan mengalami retensi urine selama dalam


perawatan

Outcomes

: Dalam waktu 124 jam perawatan klien bisa berkemih


dengan normal.

Intervensi dan Rasional


1. Jelaskan kondisi perkemihan pasien kepada pasien dan keluarga
termasuk petunjuk tindakan pencegahan bila diperlukan persiapkan
pasien untuk pemulangan sesuai kebutuhan individu
R/

pengetahuan

kesehatan

yang

akurat

akan

meningkatkan

kemampuan pasien dalam mempertahankan kesehatan, keterlibatan


anggota keluarga akan meyakinkan pasien bahwa ia akan dirawat.
2. Berikan perawatan yang tepat untuk kondisi perkemihan pasien ;
pantau kemajuannya. Laporkan respon terhadap regimen penanganan,
baik respons yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Bantu
pasien memahami penyakit dan penangannnya.

R/ untuk membantu mendukung pemulihan.


3. Beri obat nyeri yang di programkan
R/ kesadaran bahwa nyeri dapat diredakan akan menurunkan
intensitas nyeri yaitu melalui penurunan ketegangan ansietas
4. Lakukan perawatan meatus sesuai dengan prosedur layanan
R/ untuk meningkatkan kebersihan dan kenyamanan dan mengurangi
resiko infeksi
5. Observasi

pola

berkemih

pasien.

Dokumentasikan

warna

dan

karakteristik urine, asupan dan haluaran, dan berat badan pasien


setiap hari.
R/ pengukuran asupan dan haluaran pasien yang akurat sangat
penting untuk melakukan terapi pengantian cairan secara tepat.
Karakteristik urine membantu penegakan diagnosis.
6. Observasi kebiasaan defekasi ; adanya konstipasi, impeksi fekal
R/ tindakan ini meningkatkan kenyamanan pasien dan mencegah
hilangnnya tonus otot rektal akibat distensi yang lama
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebututhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat
Goal

: Klien tidak akan mengalami perubahan nutrisi selama


dalam perawatan.

Objective

: Klien akan mempertahankan intake yang adekuat

Outcomes

: Dalam waktu 124 jam perawatan


-

Nafsu makan klien meningkat

Tidak merasa mual apabila makan

Klien menghabiskan porsi makan yang disediakan

Berat badan normal

Intervensi dan Rasional


1. Ajarkan pasien dan anggota keluarga dalam prosedur pemberian
makanan melalui slang. Awasi saat mereka mendemonstarsikan
kembali sampai kompetensi tercapai.
R/ tindakan ini dapat mendorong pasien dan keluarga untuk
berpartisipasi dalam perawatan
2. Timbang dan catat berat badan pasien setiap hari pada jam yang sama
R/ untuk mendapatkan pembacaan yang paling akurat

3. Berikan sejumlah makanan yang dianjurkan melalui selang penyuplai


kebutuhan nutrisi, mulai dengan sejumlah kecil makanan yang
dieencerkan
R/ untuk menurunkan diare dan meningkatakan absorpsi
4. Tinggikan bagian kepala tempat tidur pasien selam penginfusan
R/ untuk menurunkan risiko aspirasi
5. Auskultasi dan catat suara napas pasien setiap 4 jam
R/ untuk memantau aspirasi
6. Pantau asupan dan haluaran pasien
R/ berat badan dapat meningkat sebagai akibat dari retensi cairan
7. Kaji dan catat bising usus pasien satu kali setiap pergantian jaga
R/ untuk memantau peningkatan dan penurunannya
f. Intoleransi aktivitas b.d kejang umum
Goal

: Klien tidak akan mengalami intoleransi aktivitas selama


dalam perawatan.

Objective

: Klien tidak akan mengalami kejang umum selama dalam


perawatan.

Outcomes

: Dalam waktu 124 jam perawan


-

Klien bisa melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain

Klien tidak letih apabila melakukan aktivitas

Klien tidak pusing

Klien tidak sesak napas.

Intervensi dan Rasional


1. Ajarkan kepada pasien untuk melakukan latihan isometrik
R/ untuk mempertahankan dan meningkatkan tonus otot serta
mobilitas sendi
2. Dorong pasien untuk melakukan akltivitas hidup sehari- hari dengan
memberikan dukungan emosisional dan umpan balik positif.
R/ tindakan tersebut akan meningkatakan harga diri dan motivasi
pasien
3. Posisikan pasien untuk mempertahankan posisi tubuh yang tepat.
Gunakan alat bantu sesuai keperluan

R/ untuk mempertahankan funsi sendi dan mencegah deformitas


muskuloskletal
4. Balik dan atur posisi pasien setiap 2 jam
R/ pembalikan posisi dapat membantu mencegah kerusakan kulit
dengan mengurangi penekanan.
5. Kecuali dikontraindikasikan lakukan latihan ROM setiap 2-4 jam.
Tingkat dari pasif ke aktif sesuai toleransi pasien
R/ latihan ROM dapat mencegah kontraksi sendi dan atrofi otot.
6. Kaji respon fisiologis pasien terhadap peningkatan aktivitas
R/ pemantauan ttv dapat mebantu pengkajian toleransi terhadap
peningkatan latihan dan aktivitas
g. Hipertensi b.d infeksi
Goal

: Klien tidak akan mengalami hipertensi selama dalam


perawatan.

Oubjective

: Klien tidak akan mengalami infeksi selama dalam


perawatan.

Outcomes

: Dalam waktu 160 jam perawatan


-

Klien tidak demam

Warna kulit kembali normal

Suhu tubuh normal (36,5-37,0c)

Intervensi dan Rasional


1. Anjurkan pasien untuk minum sebanyak mungkin air jika tidak
dikontraindikasikan.
R/ asupan cairan yang berlebihan dapat mengkibatkan kelebihan
cairan atau dekompensasi jantung yang dapat memperburuk kondsi
pasien.
2. Ukur suhu tubuh pasien setiap 4 jam atau lebih sering bila
diindikasikan untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
R/ untuk menyakinkan perbandingan data yang akurat.
3. Berikan antipiretik sesuai anjuran
R/ menurunkan demam
4. Berikan cairan IV sesuai yang dianjurkan.

R/ tindakan ini menghindari kehilangan air, natrioum klorida dan kalium


yang berlebihan.
5. Pantau dan catat denyut dan irama nadi, tekanan vena sentral,
tekanan darah, frekuensi napas, tingkat responsivitas, dan suhu kulit
setiap 4 jam.
R/ peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan vena sentral, dan
penurunan tekanan darah dapat mengindikasikan hipovolemia, yang
mengarah pada penurunan perfusi jaringan, kulit yang dingin, pucat
dan buruk dapat juga mengindikasikan penurunan perfusi jaringan.
Peningkatan frekuensi pernapasan berkompensasi pada hipoksia
jaringan.
6. Observasi adanya konfusi disorientasi. Laporkan perubahan mentasi
pada dokter.
R/ perubahan tingkat kesadaran dapat merupakan akibat dari hipoksia
jaringan.

4. Tindakana Keperawatan
Tindakan

keperawatan

dilakukan

dengan

mengacu

pada

rencana

tindakan/intervensi keperawatan yang ditetapkan/di buat.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan
telah teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan mengacu pada
criteria evaluasi.

6. Pendidikan Pasien
Menurut Taufan Nugroho : 2011 pendidikan pasien dengan Tetanus yaitu :
a. Jaga kebersihan dan lakukan perawatan tali pusat/luka.
b. Nutrisi adekuat.
c. Lakukan pertolongan pertama jika demam atau kejang, dan segera
dapatkan pengobatan.
d. Control sesuai anjuran.

DAFTAR PUSTAKA
Rampengan T.H. 2007. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : EGC

Nugroho Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan


Penyakit Dalam. Medika : Jogyakarta

Murwani Arita. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jogyakarta : Mitra


Cendikia

Oman Kathleen. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC

Taylor Cynthia.m.2010. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan.


Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

You might also like