You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini penyakit ISPA masih menjadi masalah di Indonesia. ISPA merupakan
penyebab utama kematian balita. Dari sekitar 450.000 kematian balita yang terjadi setiap
tahun diperkirakan 150.000 diantaranya disebabkan karena ISPA. Dengan kata lain setiap hari
terjadi kematian balita akibat ISPA selalu menepati kelompok penyakit terbanyak di sarana
kesehatan dan ISPA Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian bayi dan balita. 1
Penyakit infeksi saluran pernafasan, bersama-sama dengan malnutrisi dan diare
merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada anak Balita di Negara berkembang
(Sharma et al., 1998).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.
Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 %- 60 % dari
kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan
oleh ISPA mencakup 20 % - 30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena
pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya. Infeksi saluran
pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua
golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi
pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan
dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada
anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu
besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau
berlebihannya pemakaian antibiotik.1
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah
kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama
pada Anak Balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak Balita (Depkes RI,
2000). ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana
kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan
berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Dirjen
1

P2ML, 2000). Host, lingkungan dan sosiokultural merupakan beberapa variabel yang dapat
mempengaruhi insiden dan keparahan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (Sharma et
al., 1998).
Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam pencegahan,
deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari infeksi saluran pernapasan akut ini. Penulis
berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang dirasakan perlu untuk dipahami melalui
tinjauan pustaka dalam referat ini dan diharapkan dapat bermanfaat.

BAB II
2

ANATOMI
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan
bagian bawah (termasuk jaringan dan paru-paru), dan organ adneksa saluran pernafasan.
Berikut ini dijelaskan lebih rinci mengenai bagian bagian tersebut diatas:2
a. HIDUNG
Merupakan saluran pernafasan teratas. Ditempat ini udara pernafasan
mengalami proses yaitu:

Penyaringan ( filtrasi )
Partikel-partikel yang ada dalam udara pernafasan akan disaring khususnya
partikel-partikel yang berdiameter > 2m. Cilia berperan sebagai filter.

Penghangatan
Kapiler pembuluh darah yang ada di lapisan mukosa hidung berperan sebagai
penghangat. Udara pernafasan yang dingin akan dihangatkan.

Pelembaban (humidifikasi)
Udara pernafasan yang kering akan dilembabkan oleh lapisan mukosa hidung
sehingga tidak mengiritasi saluran pernafasan. Sepertiga bagian atas hidung
terdiri dari tulang dan dua pertiga bagian bawahnya adalah kartilago yang
terdiri dari dua bagian. Bagian tengah dipisahkan oleh septum. Septum dan
dinding dalam rongga hidung dilapisi oleh membrane mukosa. Bagian depan
hidung yang terbuka keluar dilapisi oleh kulit dan folikel rambut. Bagian
belakang hidung berhubungan dengan pharing disebut nasopharing.

b. PHARING
Pharing atau tenggorokan berada dibelakang mulut dan rongga nasal

dibagi

dalam tiga bagian yaitu nasofaring, oropharing dan laringopharing. Pharing


merupakan saluran penghubung ke saluran pernafasan dan saluran pencernaan.
Normalnya bila makanan masuk melalui oropharing, epiglotis akan menutup

secara

otomatis sehingga aspirasi tidak terjadi. Tonsil merupakan pertahanan tubuh terhadap
benda-benda asing (organisme) yang masuk ke hidung dan pharing.
c. LARING

Laring berada diatas trachea, dibawah pharing. Sering kali orang menyebut
laring sebagai kotak suara karena udara yang melewati daerah ini akan membentuk
bunyi (suara).
d. TRACHEA
Terletak di bagian depan esophagus, dari mulai bagian bawah cricoids
kartilago laring dan berakhir setinggi vertebra thorakal 4 atau 5. Trachea

bercabang

menjadi bronchus kanan dan kiri. Tempat percabangannya disebut karina yang terdiri
dari 6 10 cincin kartilago.
e. BRONCHUS
Bronchus primer dimulai dari karina. Bronchus kanan lebih gemuk dan
pendek serta lebih vertikal dibandingkan dengan bronchus kiri. Bronchus
primer dibagi kedalam lima bronchus sekunder (lobus) masing-masing lobus
dikelilingi oleh jaringan penyambung, pembuluh darah saraf, pembuluh limfatik.
Bronchus

dilapisi oleh

cilia yang

berfungsi

menangkap

partikel-

partikel dan mendorong sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan melalui batuk
atau ditelan.
f. BRONCHIOLUS
Merupakan cabang dari bronchus sekunder yang dibagi ke dalam saluransaluran kecil yaitu bronchiolus terminal dan bronchiolus respirasi. Kedua bronchiolus
ini mempunyai diameter < 1 mm. Bronchiolus terminalis dilapisi cilia, tidak terjadi
difusi di tempat ini. Sebagian kecil difusi terjadi pada bronchiolus respirasi.
g. ALVEOLUS
Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan cabang dari
bronchiolus respiratori. Sakus alveolis mengandung alveolus yang merupakan unit
fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas. Diperkirakan paru-paru mengandung
+ 300 juta alveolus (luas permukaan + 100 m2) yang dikelilingi oleh kapiler darah.
Dinding alveolus menghasilkan surfaktan (terbuat dari lesitin) sejenis fosfolipid yang
sangat penting dalam mempertahankan ekspansi dan recoil paru. Surfaktan ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dinding alveoli. Tanpa surfaktan yang
adekuat maka alveolus akan mengalami kolaps.
h. PARU-PARU
Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus (dilapisi) oleh pleura. Pleura
terdiri dari pleura viseral yang langsung membungkus/melapisi paru dan pleura
parietal pada bagian luarnya. Pleura menghasilkan cairan jernih (serosa) yang
4

berfungsi sebagai lubrikasi. Banyaknya cairan ini lebih kurang 1015 cc. Lubrikasi
dimaksudkan untuk mencegah iritasi selama respirasi. Peredaran darah ke paru-paru
melalui dua pembuluh darah yaitu:3

Arteri pulmonaris yang bercabang-cabang menjadi arteriol venula yang akan


membentuk jalinan kapiler.

Arteri bronchialis yang merupakan percabangan dari aorta torakal. Arteri ini
akan mensuplai darah untuk kebutuhan metabolisme paru.

BAB III
PEMBAHASAN
III. 1 Definisi
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan gejala
batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung
sampai dengan 14 hari (Depkes RI, 2000). ISPA adalah penyakit infeksi yang
menyerang salah satu dan atau lebih bagian dari saluran napas, mulai dari hidung
(saluran pernapasan atas) hingga alveoli (saluran pernapasan bawah) termasuk
jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura yang disebabkan
5

oleh masuknya kuman (bakteri, virus atau riketsia) ke dalam organ saluran pernapasan
yang berlangsung selama 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses
akut dari suatu penyakit, meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan
dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Menurut derajat
keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu ISPA ringan, ISPA
sedang, dan ISPA berat. Pembagian menurut deajat keparahan tersebut didasarkan
pada gejala-gejala dan tanda-tandanya. ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA
sedang atau ISPA berat jika keadaan memungkinkan, misalnya penderita kurang
mendapat perawatan atau saat penderita dalam keadaan lemah hingga daya tahan
tubuhnya rendah. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui oleh orang
awam, sedangkan gejala ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan
sederhana.4
III. 2 Klasifikasi
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat
keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul dan
telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun
pembagiannya sebagai berikut :5
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
a. ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut :
i.

Batuk

ii.

Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara


(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).

iii.

Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung

iv.

Panas atau demam, suhu tubuh lebih dari 37 0C atau jika dahi anak diraba
dengan penggung tangan terasa panas.

b. ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala-gejala
ISPA ringan disertai gejala-gejala berikut :
i.

Pernapasan >50 kali per menit pada anak yang berumur >1 tahun atau >
40kali per menit pada anak yang berumur 1 tahun atau lebih.
6

ii.

Suhu tubuh lebih dari 390C.

iii.

Tenggorokan berwarna merah.

iv.

Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak.

v.

Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

vi.

Pernapasan berbunyi seperti mendengkur atau mencuit-cuit. Dari gejalagejala ISPA sedang, perlu berhati-hati jika anak menderita ISPA ringan
sedangkan suhu tubuhnya lebih dari 390C atau gizinya kurang baik,atau
umurnya 4 bulan, maka anak tersebut menderita ISPA sedang dan harus
mendapat pertolongan dari petugas kesehatan.

c.

ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ispa berat jika dijumpai gejala-gejala
ISPAringan atau ISPA sedang disertai gejala berikut :
i.

Bibir atau kulit membiru.

ii.

Lubang

hidung

kembang

kempis

(dengan

cukup

lebar)

pada

waktu bernapas.
iii.

Kesadaran menurun.

iv.

Pernapasan berbunyi berciut-ciut dan anak tampak gelisah.

v.

Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.

vi.

Nadi cepat, lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

vii.

Tenggorokan berwarna merah.

Penderita ini harus dirawat di puskesmas atau rumah sakit, karena perlu
mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen dan atau cairan
infus.
Menurut Depkes RI (1991), Pembagian ISPA berdasarkan atas umur dan
tanda-tanda klinis yang didapat yaitu :4
1. Untuk anak umur 2 bulan-5 tahun
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu :
a) Pneumonia berat
Tanda utama :

Adanya tanda bahaya yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran


menurun, stridor, serta gizi buruk.
Adanya tarikan dinding dada kebelakang. Hal ini terjadi bila paru-paru
menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik
nafas.
Tanda lain yang mungkin ada :

Nafas cuping hidung.

Suara rintihan.

Sianosis (pucat).

b) Pneumonia tidak berat


Tanda Utama :
Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
Di sertai nafas cepat :

Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan 1 tahun.

Lebih dari 40 kali/menit untuk usia 1 tahun 5 tahun.

c) Bukan pneumonia
Tanda utama :
Tidak ada tarikan dinding dada kedalam.
Tidak ada nafas cepat :

Kurang dari 50 kali/menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun.

Kurang dari 40 kali/menit untuka anak usia 1 tahun 5 tahun.

2. Anak umur kurang dari 2 bulan


Untuk anak dalam golongan umur ini, di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a) Pneumonia berat
Tanda utama :
Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, wheezing, demm atau dingin.
Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali/menit atau lebih.
Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
b) Bukan pneumonia
Tanda utama :
8

Tidak ada nafas cepat.


Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
III. 3 Epidemiologi
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek
pada balita di Indonesia perkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun),
artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6
kali setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka
kesakitan dikota cenderung lebih besar dari pada di desa. Hal ini mungkin disebabkan
oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih
tinggi daripada di desa.1
ISPA merupakan penyakit yang sering kali dilaporkan sebagai 10 penyakit
utama di Negara berkembang. Di Negara berkembang, penyakit pneumonia
merupakan 25% penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia kurang
dari 2 bulan. Dari Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui
bahwa morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,2% dan pada balita 40,6%,
sedangkan angka mortalitas 36%.
Di Indonesia angka ini dilaporkan sekitar 3-6 kali per tahun per anak, sekitar
40-60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat jalan dan
rawat inap di rumah sakit juga disebabkan oleh ISPA. Hasil SKRT tahun 1992
menunjukkan bahwa angka mortalitas pada bayi akibat penyakit ISPA menduduki
urutan pertama (36%), dan angka mortalitas pada balita menduduki urutan kedua
(13%). Di jawa Tengah pada tahun 1999 penyakit ISPA selalu menduduki rangking 1
pada 10 besar penyakit pasien rawat jalan di puskesmas
III. 4 Etiologi Dan Faktor Resiko
Etiologi ISPA terdiri dari:
Bakteri

: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,


Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, dan lain-lain.

Virus

: Rinovirus, coronavirus, adenovirus, enterovirus, (ISPA atas virus


utama), Parainfluenza, 123 coronavirus, adenovirus.

Jamur

: Aspergillus sp, Candida albicans, Histoplama, dan lain-lain.

Aspirasi

: Makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak)


9

biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing
(biji-bijian, mainan plastic kecil, dan lain-lain). 6
Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan faktor resiko, yaitu faktor yang
mempengaruhi atau mempermudah terjadinya ISPA. Secara umum ada 3 faktor yaitu:

Keadaan social ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak.

Keadaan gizi dan cara pemberian makan.

Kebiasaan merokok dan pencemaran udara


Faktor yang meningkatkan morbiditas adalah anak usia 2 bulan, gizi kurang,

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), pemberian Air Susu Ibu (ASI) tidak memadai,
polusi udara, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak lengkap dan menyelimuti
anak berlebihan.
Faktor yang meningkatkan mortalitas adalah umur kurang dari 2 bulan, tingkat
social ekonomi rendah, gizi kurang, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), tingkat
pengetahuan ibu rendah, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak lengkap dan
menderita penyakit kronis.
III. 5 Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah
faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut
gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan
(Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick,
1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang
merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri
sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan
atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus

10

menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi
sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat
menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk
yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa
menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun
bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang
sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada
umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid
yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah
bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran
nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam
mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis,

penyebab

telah

ada

tetapi

penderita

belum

menunjukkan reaksi apa-apa.


b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang
sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia.
III. 6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Tanda dan gejala penyakit ISPA antara lain:

11

a) Batuk terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga terakumulasi pada


trakea yang kemudian menimbulkan batuk. Batuk juga bisa terjadi karena
iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum).
b) Kesulitan bernafas
Akumulasi

mukus di trakea akan mengakibatkan saluran nafas

tersumbat

sehingga mengalami kesulitan dalam bernafas.


c) Sakit tenggorokan
Terjadi iritasi jalan nafas akibat pembengkakan akan merangsang ujung
dendrit oleh

nervus, untuk

menstimulasi

pelepasan kemoreseptor yaitu

bradikinin dan serotonin sehingga terjadi perangsangan nyeri pada


tenggorokan.
d) Demam
Infeksi jalan nafas juga mengakibatkan munculnya demam, ini sebagai
mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme yang masuk.
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri
kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung
lama biasanya menunjukkan adanya penyulit. Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasadrenik itu sendiri.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara
langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan
pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.5
Tanda-tanda bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhankeluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejalagejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan
kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan
pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian
mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih
12

berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam
kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tandatanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis

Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,
grunting expiratoir dan wheezing.

Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi


dan cardiac arrest.

Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,


bingung, papil bendung, kejang dan coma.

Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris

hypoxemia,

hypercapnia dan

acydosis (metabolik dan atau respiratorik)


Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah:

tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan
tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa
minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang
biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan
dingin.4
III. 7 Diagnosis Banding
Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis
banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua
penyakit diatas memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya
membrana. Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur melalui swab,
hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus
manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai dengan
muntah (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 454).

13

III. 8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/
biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan
jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans;
1997; 224).
III. 9 Penatalaksanaan
Pengobatan antara lain :
1. Simptomatik :
i. Analgesik-antipiretik

untuk

mengobati

gejala

demam

seperti

parasetamol danaspirin.
ii. Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu. Contoh
:dekongestan antara lain pseudoefedrin, fenil propanolamin. Contoh
antialergiadalah dipenhidramin.
iii. Ekspektoran untuk batuk berdahak. Contoh : ammonium klorida.
iv. Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh : ambroksol, bromheksin,
gliserilgualakolat.
v. Antitusif

untuk

meringankan

gejala

batuk

kering.

Contoh :

dekstrometorfan.
2. Suportif :
meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang

adekuat,pemberian

multivitamin dll.
3. Antibiotik :

Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab

Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus

Antibiotik. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang disebabkan


oleh virus karena antibiotik tidak dapat membunuh virus. Antibiotik
diberikan jika gejala memburuk, terjadi komplikasi atau radang yang
disebabkan oleh bakteri.

14

Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,


Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil
penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.

Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat dilihat pada
lampiran.
Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA.

Mengatasi panas (demam)


Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus
segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu air es).

Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk
nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh , diberikan
tiga kali sehari.

Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang
menyusu tetap diteruskan.

Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.

Lain-lain

15

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat,
lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna
untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan
tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka
dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita
yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang
diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk
penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa
kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.4,5
III. 10 Komplikasi

Asma
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten yang disebabkan oleh suatu
kondisi alergi non infeksi dengan gejala : sesak nafas, nafas berbunyi wheezing,
dada terasa tertekan, batuk biasanya pada malam hari atau dini hari.

Kejang demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rentan lebih dari 38Oc) dengan geiala berupa serangan kejang klonik atau
tonikklonik bilateral. Tanda lainnya seperti mata terbalik keatas dengan disertai
kejang kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului
kekakuan atau hanya sentakan kekauan fokal.

Tuli
Tuli adalah gangguan system pendengaran yang terjadi karena adanya infeksi
yang disebabkan oleh bakteri atau virus dengan gejala awal nyeri pada telinga
yang mendadak, persisten dan adanya cairan pada rongga telinga.

Syok
Syok merupakan kondisi dimana seseorang mengalami penurunan f'ungsi dari
system tubuh yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : faktor obstruksi
contohnya hambatan pada system pernafasan yang mengakibatkan seseorang
kekurangan oksigen sehingga seseorang tersebut kekurang suplay oksigen ke
otak dan mengakibatkan syok.

16

Demam Reumatik, Penyakit Jantung Reumatik dan Glomerulonefritis, yang


disebabkan oleh radang tenggorokan karena infeksi Streptococcus beta
hemolitikus grup A (Strep Throat)

Sinusitis

Meningitis

Abses Peritonsiler

Abses Retrofaring

III. 11 Prognosis
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik apabila tidak terjadi komplikasi
yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendiri, yaitu self limiting
disease sehingga tidak memerlukan tindakan pengobatan yang rumit. Penyakit yang
tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak oleh karena infeksi
bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit >
10.000/ul,biasanya didapatkan infeksi bakteri sekunder.
III. 12 Pencegahan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
anak antara lain :
1. Menjaga keadaan gizi anda dan keluarga agar tetap baik. Memberikan ASI
eksklusif pada bayi anda.
2. Menjaga pola hidup bersih dan sehat, istirahat/tidur yang cukup dan olah raga
teratur.
3. Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan sabun atau hand
sanitizer terutama setelah kontak dengan penderita ISPA. Ajarkan pada anak
untuk rajin cuci tangan untuk mencegah ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
4. Melakukan imunisasi pada anak anda. Imunisasi yang dapat mencegah ISPA
diantaranya imunisasi influenza, imunisasi DPT-Hib /DaPT-Hib, dan imunisasi
PCV.
5. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA.
6. Hindari menyentuh mulut atau hidung anda setelah kontak dengan flu. Segera
cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer setelah kontak dengan
penderita ISPA.
17

7. Apabila anda sakit, gunakanlah masker dan rajin cuci tangan agar tidak
menulari anak anda atau anggota keluarga lainnya.
8. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau anggota
keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi mungkin
dapat dilakukan seperti anak yang sehat tidur terpisah dengan anggota
keluarga lain yang sedang sakit ISPA.
9. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan / rumah.

BAB IV
PENUTUP
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan gejala batuk, pilek,
serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Menurut derajat keparahannya ISPA dapat di bagi menjadi 3golongan yaitu ISPA ringan,
ISPA sedang dan ISPA berat. Faktor resiko yang mempengaruhi atau mempermudah
terjadinya ISPA secara umum ada 3 faktor yaitu keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh
atau mengurus anak, keadaan gizi dan cara pemberian makan, kebiasaan merokok dan
pencemaran udara. Selain ketiga faktor tersebut sanitasi rumah juga sangat mempengaruhi
dalam kejadian ISPA pada balita. Sanitasi rumah meliputi ventilasi, penerangan, kepadatan
hunian dan suhu ruangan. Karena ISPA merupakan penyebab utama kematian pada
18

balita, maka diharapkan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu pemberian


penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara
berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Nono. Infeksi Saluran Pernafasan Atas. 25 Agustus 2011. Diunduh dari :
http://ml.scribd.com/doc/64229562/Infeksi-Saluran-Pernapasan-Atas
2. Ari O. ISPA. 20 Maret 2007. Diunduh dari: http://ml.scribd.com/doc/52427957/Is-Pa
3. Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak Balita,
OrangDewasa,

Usia

Lanjut,

Pneuminia

Atypik

dan

Pneumonia

Atypik

Mikobakterium. Pustaka Populer Obor. Jakarta


4. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
5. Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh
Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC.

19

6. Naning R,2002,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan


Anak) PSIK FK UGM tidak dipublikasikan.
7. Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif
Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
8. Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta

20

You might also like