You are on page 1of 8

Hati-Hati Jika Golput, Anda bisa dianggap Pemeras

Oleh : Guna Swara


Dalam pesta demokrasi mendatang muncul banyak kemungkinan partisipasi
masyarakat dalam menghadapinya. Salah satu pilihan sikap adalah tidak mengunakan
hak suaranya dalam pemilu. Kelompok yang biasa disebut sebagai golongan putih
atau golput. Golput sepertinya sudah hampir jadi pilihan utama sebagian besar
masyarakat dalam pesta demokrasi saat ini. Kekecewaan pada prilaku para pemimpin,
para wakil rakyat, atau pun para pejabat, menjadikan pilihan golput sebagai bentuk
protes yang paling tepat bagi mereka.
Saat ini belum ada larangan golput, belum ada peraturan yang menegasan untuk
melarang golput. Salah satu pertimbangan mereka memilih golput adalah munculnya
anggapan bahwa sistem pemilu yang digunakan dianggap tidak mampu memunculkan
sosok-sosok yang mampu membuat perubahan. Sistem pemilihan yang dianggap tidak
dapat dipercaya. Serta adanya kekecewaan terhadap sistem politik yang berkesan
hanya sebagai alat untuk melegalkan kejahatan. Namun apa pun alasan Anda untuk
golput, Anda juga harus bersiap menghadapi kemungkinan kalau sikap pilihan Anda
itu bisa merugikan Anda suatu ketika. Karena bila dikatakan masyarakat sekarang
sudah cerdas ini sudah pasti meliputi masyarakat secara umum dan juga masyarakat
yang memiliki posisi tertentu di negara, seperti anggota legislatif, atau pun pemimpin
sebagai hasil dari pemilu. Artinya, semuanya sama- sama telah mampu belajar dari
pengalaman-pengalaman sebelumnya. Anda harus siap dengan segala kemungkinan
dari pilihan golput Anda. Bisa jadi pilihan golput Anda justru membuat Anda tidak
mampu membantu memperbaiki sistem, mungkin akan jadi bumerang bagi Anda.
Berikut ilustrasi yang bisa jadi bahan pertimbangan kita semua. Sebuah
pertemuan warga di suatu daerah mengundang seorang anggota dewan yang kebetulan
juga menjadi warga di tempat itu. Pertemuan itu membicarakan tentang rencana
pembangunan jalan beton untuk memperbaiki jalan yang melintasi daerah itu.
Pembicaraan yang bermula hanya membahas tentang pembentukan panitia akhirnya
berubah menjadi acara penuntutan janji si anggota dewan yang dimotori seorang
tokoh pemuda. Berikut ilustrasi dialognya:
MUDA : "kita tidak perlu bikin panitia-panitian. kan ada anggota dewan, kita tagih
saja janjinya dulu waktu kampanye. "
ANGGOTA DEWAN : "Saya akan bantu secara pribadi semampu saya. Dan saya
akan upayakan bantuan dari daerah sesuai prosedur. Untuk itu kita perlu membuat
proposal ini."
MUDA :" ya, proposal itu diperlukan untuk cari tambahan dana. Tapi bapaklah yang
harus bertanggung jawab terhadap semua pembangunan ini. Kami sudah memilih
1

bapak, sekarang gentian bapak penuhi janji bapak. Mana janjinya ?"
ANGGOTA DEWAN :"benar saya berjanji membantu, tapi tidak sepenuhnya untuk
membangun jalan ini. Saya akan membantu secara pribadi ,bukan karena fungsi saya
sebagai wakil rakyat. Dan, sesuai kapasitas saya sebagai wakil rakyat saya akan
meminta perhatian pada pemda."
MUDA :" jadi yang membangun jalan ini pemda ?"
ANGGOTA DEWAN :"ya, dan dengan swadaya masyarakat ..."
MUDA :"enak betul bapak tinggal ongkang-ongkang kaki saja. Saya menyesal telah
memilih bapak, dan saya akan ajak pemuda di sini berdemo menuntut janji bapak !"
ANGGOTA DEWAN :"Saudara tidak pernah memilih saya, mengapa saudara
menuntut janji saya, dan saya bisa balik menuntut saudara karena saya anggap
berusaha
memeras saya?!"
MUDA :"gampang sekali bapak bilang saya tidak memilih bapak."
ANGGOTA DEWAN :"tentu saja, bagaimana akan memilih saya, jika saudara tidak
hadir saat pemilihan ? Nama saudara tidak ditandai di daftar hadir pemilih.....!"
Itulah ilustrasi betapa jadi terbatasnya Anda bila memilih golput. Golput berarti Anda
tidak hadir di acara pemilihan. Itu akan bisa dibuktikan dari daftar hadir pemilih.
Jadi, gunakan saja hak Anda untuk hadir di tempat pemilihan. Ikuti aturannya,
kemudian masuk ke bilik suara. Selanjutnya terserah Anda mau melakukan apa saja di
dalamnya. Janganlah jadi golput,janganlah seperti harimau yang mencabuti taring dan
kukunya sendiri, sehingga hanya bisa mengaum keras dan mengancam tapi tak bisa
berbuat apa-apa.
Sumber : www.kompasiana.com
Diakses tanggal : 16 maret 2014

Analisis :
Golput adalah istilah yang dipopulerkan

saat masa orde baru, gerakan ini

dimaksudkan sebagai protes atas system pemilu orde baru yang dirasa tidak fair.
Golput atau golongan putih adalah sebutan untuk orang yang tidak menggunakan hak
memilihnya saat pesta pemilu. Semenjak dicetuskannya gerakan golput, hingga saat
ini jumlah partisipan dalam pemilu belum maksimal dan bahkan cenderung
mengalami penurunan. Pemilu di tahun 2004 misalnya, jumlah pemilih yang
menggunakan hak pilihnya mencapai 76.56 % dan di tahun 2009 menurun menjadi
60.9 %. Hal ini mengindikasikan bahwa minat partisipasi pemilu menurun dari tahun
ke tahun.
Abdurahman wahid, dkk,( 2009) mengatakan golput adalah mereka yang dengan
sengaja dan dengan suatu maksud dan tujuan yang jelas menolak memberikan suara
dalam pemilu karena tidak ada perubahan yang terjadi dalam upaya peningkatan
kesejahteraan rakyat sesuai yang diamanatkan oleh UUD 1945.
Menurut novel ali (1999:22), di Indonesia ada dua kelompok golput, yaitu :
1. Kelompok golput awam, yaitu mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya
bukan karena alasan politik, tetapi karena alasan ekonomi, kesibukan dan
sebagainya. Kemampuan kelompok politik ini tidak sampai ke tingkat analisis,
melainkan hanya sampai di tingkat deskriptif saja.
2. Kelompok golput pilihan. Yaitu mereka yang tidak bersedia memilih karena
alasan politik. Misalnya tidak puas dengan kualitas politik yang sudah ada.
Kemampuan analisis politik ini tidak hanya berada pada tingkat deskripsi saja
tapi juga pada tingkat evaluasi.

Menurut teori dalam kajian perilaku pemilih, hanya ada dua konsep utama yaitu
perilaku memilih dan perilaku tidak memilih. David moon mengatakan ada dua
pendekatan teoritik utama dalam menjelaskan perilaku non-voting yaitu : pertama,
menekankan pada karakteristik psikologi dan sosial pemilih dan karakteristik
institusional sistem pemilu. Kedua, menekankan pada harapan pemilih tentang
3

keuntungan dan kerugian mereka untuk hadir atau tidak hadir memilih (dalam
Hasanuddin M. Saleh : 2007)
Banyak faktor pemicu yang menyebabkan pemilih lebih memilih golput daripada
menggunakan hak suaranya. Factor factor tersebut antara lain :
1. Masyarakat tidak mengenal dengan baik calon-calon yang disuguhkan dalam
pemilu, sehingga mereka tidak tahu siapa yang ingin mereka pilih
2. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu yang dinilai
masih sarat kecurangan.
3. Kurangnya informasi dan sosialisasi tentang pemilu, khususnya pada
masyarakat menegah ke bawah yang bependidikan rendah, kemungkinan
mereka akan kesulitan saat berpartisipasi dalam pemilu.
4. Sikap apatis masyarakat terhadap pemilu yang dinilai tidak memberikan
konstribusi besar pada perubahan negeri ini.

Fenomena tinginya golput dan kecenderungannya untuk meningkat pada era


reformasi

menunjukkan meluasnya apatisme rakyat terhadap proses rekruitmen

pemimpin, sikap apatisme ini muncul karena kekecewaan mansyarakat terhadap


pemilu - pemilu sebelumnya yang nyatanya tidak memberi dampak perubahan yang
signifikan terhadap perbaikan pemerintahan.
Ukuran paling umum dari partisipasi politik konvensional dalam demokrasi
menurut Mujani (2007) adalah voting. Melalui voting inilah setiap warga Negara
diberikan kebebasan untuk menentukan kandidat atau partai politik mana yang akan
dipilih untuk mewakili aspirasinya dalam menentukan setiap kebijakan public. Dan
melalui pemilihan umum inilah sesungguhnya setiap warga Negara dapat
menyalurkan aspirasinya melalui pilihan politiknya.
Golput hanya akan melemahkan demokrasi. Karena dalam sebuah negara
demokrasi legitmasi pemerintah sangat tergantung dari seberapa besar partisipasi
politik masyarakat dalam pemilihan umum. Semakin kecil tingkat partisipasi politik,
legitmasi pemerintah akan semakin kecil. Dan tentunya sangat berbahaya bagi
berlangsungnya pemerintahan karena akan berkonstribusi pada instabilitas demokrasi.
4

Jika rakyat pasif dalam pemilu dan cenderung apatis maka fungsi control akan
menjadi lemah. Penguasa pun dapat bertindak sewenang wenang. Maka benar seperti
yang diilustrasikan dalam artikel, Kalau suatu pemerintah melakukan kesalahan, kita
tidak berhak untuk protes, karena kita tidak punya andil dalam menentukan
pemerintahan yang lebih baik.
Terlepas dari proses pemilu yang mungkin sampai saat ini belum sempurna,
golput bagaimanapun tidak bisa dijadikan solusi. Kalaupun tidak ada pilihan
sempurna dari calon-calon yang ada, maka setidaknya kita bisa lebih melek informasi
tentang kredibilitas calon-calon tersebut sehingga kita bisa memilih yang terbaik
diantara yang baik, yang memiliki lebih banyak kelebihan di banding kekurangan nya,
dan yang visinya selaras dengan tujuan dan pembangunan bangsa ini. Setelah itu,
biarlah kita berikan kepercayaan kita pada mereka yang terpilih.dengan begitu
setidaknya kita telah memanfaatkan hak seperti tercantum dalam pasal 28 UUD 1945
tentang kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pun jika
golput bisa dikatakan hak, namun tindakan golput tidak mencerminkan amalan sila ke
empat pancasila. Mereka yang memilih golput sesungguhnya tidak memahami secara
baik tentang perubahan situasi dan tidak memahami tanggung jawab sebagai
warganegara untuk membangun peradaban politik yang lebih baik.

Analisis 2 :
Birokrasi adalah istilah kolektif untuk sebuah badan yang di dalamnya
terdiri dari pejabat- pejabat ataupun sekumpulan yang pasti dan jelas tugas dan
pekerjaannya serta pengaruhnya dapat disaksikan pada seluruh organisasi. (Max
Weber). Pemerintah dan jajaran jajarannya yang secara popular dikenal dengan
birokrasi memegang peranan yang dominan untuk menentukan langkah langkah guna
mewujudkan proses administrasi Negara sebagai wahana mencapai tujuan nasional.
Dalam konteks patologi birokrasi, yang dimaksud dengan sabotase
adalah upaya yang secara sadar dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk
menghambat terlaksananya suatu kebijakan tertentu yang telah ditentukan kpejabat
erwenang. Dalam praktik sabotase dapat berupa penolakan melaksanakan keputusan
yang telah diambil, atau dapat berupa usah amenjegal pelaksanaan kebijakan itu oleh
orang lain.
Birokrasi di Indonesia seharusnya menerapkan system reformasi
birokrasi. Birokrasi ini merupakan cara pemerintah untuk mewujudkan good
governance. Reformasi birokrasi dapat menjadi permulaan sebuah Negara untuk
maju. Dengan penataan (reform) system penyelenggaraan pemerintahan yang lebih
efektif dan efisien, diharapkan terwujud penyelenggaraan pemerintahan yang
berdampak terhadap pelayanan masyarakat secara tepat, cepat, dan professional.
Reformasi birokrasi dimulai dari lingkungan kementrian dan lembaga. Semakin
banyak kementrian dan lembaga yang melakukan reformasi birokrasi maka semakin
cepat pula Negara mencapai tujuan pembangunan serta tercipta good governance.
Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan

dan

perubahan

mendasar

terhadap

system

penyelenggaraan

pemerintahan terutama menyangkut aspek- aspek kelembagaan (organisasi),


ketatalaksanaan (bussines proses ) san sumber daya manusia aparatur.
Berbagai

permasalahan/hambatan

yang

mengakibatkan

system

penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau tidak akan berjalan dengan baik
6

harus ditata ulang atau diperbaharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik(good governance). Dengan kata lain,
reformasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur Negara agar lebih
berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan
pembangunan nasional. Soleh karena ituharus segera diambl langkah langkah yang
bersifat mendasar, komperhensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan
proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga
tidak termasuk upaya yang bersifat radikal atau revolusioner.
Siapapun yang memiliki kesadaran bermasyarakat, berpemerintahan dan
bernegara yang tinggi akan mengakui bahwa tidak mudah bagi suatu pemerintahan
untuk menciptakan birokrasi yang ideal. Akan tetapi, perkembangan masyarakat,
situasi regional dan tuntutan global menuntut berbagai upaya untuk mewujudkannya.

DAFTAR PUSTAKA
Wahid, Abdurrahman, Halim HD, dkk.2009. Mengapa kami memilih golput. Jakarta :
Sangon.

Sastroadmojo, sudjono.1995. Perilaku politik. IKIP Semarang Press

Agenda transisi demokrasi.2004.Yogyakarta : pustaka pelajar

Siagian, Sondang P. 1994.Patologi birokrasi : analisis, identifikasi, dan


terapinya.Jakarta : Ghalia Indonesia.
www.kompasiana.com
www.menpan.go.id

You might also like