You are on page 1of 9

Sindrom Dispepsia dan Plantar Fasciitis pada Gadis Muda yang

Bekerja Sebagai Sales Promotion Girl

Disusun oleh :
Chairul Adilla Ardy, S.Ked

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Divisi Kedokteran Keluarga


Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Juni 2013

DISPEPSIA SYNDROM AND PLANTAR FASCIITIS IN A SALES


PROMOTION GIRL
By :
Chairul Adilla Ardy, S.Ked
FK UNILA (Juni 2013)
Abstract
==================================================================================
Background : Dispepsia is a groupof symptoms such as pain or discomfort in the pit of the stomach, nausea,
bloating, vomiting, belching, feeling full quickly, and stomach feel full. The cause is diet factor and environment,
excitatory threshold of perception, sekretion of acid gaster, and stress level. Plantar Fasciitis is inflamation on
fascia plantar a ligamen on arcus pedis. The risk such as structure abnormality, overweight, degeneratif, work or do
something who need prolonged static standing and trauma. Without the help of family problems not resolved.
Goals: To found the factor who influence dyspepsia syndrom and plantar fasciitis in a sales promotion girl.
Method: Descriftive analytics with the primary data get from anamnesis, physical examination and labouratorium
test. Home visit was done from check and completed the ocupation data with brief survey. The secondary data was
get from medical record.
Result: Obtained the factors who influenced dyspepsia syndrom such as gender, young age, habit of not breakfast,
irregular eat habit, iritatif food, and psikosocial stress. The factor of plantar fasciitis such as job as sales promotion
girl, prolonged stand, use high heels, berupa jenis kelamin, pekerjaan sebagai sales promotion girl, posisi berdiri
yang terlalu lama dan menggunakan sepatu berhak tinggi, far distance workplace.
Kesimpulan: There is relations among irregular eating habitual and dyspepsia syndrom. Plantar fasciitis in this case
study caused by occupation disease. Awareness of the need to change the behaviors themselves (preparation phase).
The importance of the participation of providers who concerns over the disease, by way of risk management,
education, counseling, not only medically. So, Family role and the environment factor is important to support
behaviour change and to fix the patient condition

Kata kunci Dispepsia syndrom, Plantar Fasciitis, Family Medicine Service, Behaviour

Sindrom Dispepsia dan Plantar Fasciitis pada Gadis Muda yang


Bekerja Sebagai Sales Promotion Girl
Oleh :
Chairul Adilla Ardy, S.Ked
FK UNILA (Juni 2013)
Abstrak
==================================================================================
Latar Belakang : Dispepsia merupakan kumpulan gejal berupa nyeri atau rasa tidak nyaman pada ulu hati, mual,
kembung, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut merasa penuh/begah. penyebab yang menimbulkan
terjadinya, yaitu faktor diet dan lingkungan, ambang rangsang persepsi, sekresi asam lambung, tingkat stres. Plantar
Fasciitis adalah inflamasi pada fascia plantar yaitu sebuah ligamen pada arkus kaki. Risiko plantar fasciitis
termasuk kelainan struktur anatomi, kelebihan berat badan, berkaitan dengan perubahan usia degeneratif, pekerjaan
atau kegiatan yang membutuhkan berdiri statisterlalu lama dan trauma. Tanpa bantuan keluarga masalah tak
terselesaikan
Tujuan: Ditemukannya faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia dan plantar fasciitis pada sales promotion
girl.
Metode:Deskriptif analitik dengan data primer diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, tes Laboratorium.
Kunjungan rumah dilakukan untuk penilaian keluarga dan melengkapi data okupasi dengan brief survey. Data
sekunder didapatkan dari rekam medis.
Hasil:Didapatkan faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia berupa jenis kelamin, usia muda, kebiasaan tidak
sarapan, pola makan tidak teratur, kebiasaan makan makanan yang iritatif, dan faktor stress psikososial. Sedangkan
untuk plantar fasciitis berupa, pekerjaan sebagai sales promotion girl, posisi berdiri yang terlalu lama dan
menggunakan sepatu berhak tinggi, jarak tempat kerja yang jauh.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pola makan tidak teratur (perilaku diet ) dengan sindrom dispepsia. Plantar
fasciitis pada studi kasus ini merupakan penyakit akibat kerja.Perlu kesadaran dari diri sendiri untuk merubah
perilaku (fase preparation).Perlunya peran serta dari provider mengatasi kekhawatiran atas penyakitnya, dengan
cara manajemen resiko, edukasi, konseling, bukan hanya medikamentosa. Pentingnya peran serta keluarga dan
lingungan sekitar (lingkungan rumah dan kerja) untuk mendukung perubahan perilaku berdiri statis.

Kata kunci: Sindrom Dispepsia, Plantar Fasciitis, Pelayanan Kedokteran Keluarga, Perilaku

LATAR BELAKANG
Dispepsia merupakan sindroma atau kumpulan
keluhan berupa nyeri atau rasa tidak nyaman pada
ulu hati, mual, kembung, muntah, sendawa, rasa
cepat kenyang, dan perut merasa penuh/begah.
Keluhan tersebut dapat secara bergantian dirasakan
pasien atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan
atau pun kualitasnya.1
Dispepsia berada pada peringkat ke 10 dengan
proporsi 1,5% untuk kategori 10 jenis penyakit
terbesar pada pasien rawat jalan di seluruh rumah
sakit di Indonesia. Tahun 2004, dispepsia
menempati urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit
dengan pasien rawat inap terbanyak di Indonesia
dengan proporsi 1,3% dan menempati urutan ke 35
dari daftar 50% penyebab kematian dengan PMR
0,6%.2
Penyebab yang menimbulkan terjadinya dispepsia
fungsional, yaitu faktor diet dan lingkungan,
ambang rangsang persepsi, sekresi asam lambung,
infeksi Helicobacter pylori.1 Ditemukan ada
pengaruh pola makan terhadap dispepsia
fungsional. Pola makan yang tidak teratur mungkin
menjadi predisposisi untuk gejala gastrointestinal
yang
menghasilkan
hormon-hormon
gastrointestinal yang tidak teratur sehingga akan
mengakibatkan
terganggunya
motilitas
gastrointestinal.3 Tingkat stres juga mempengaruhi
dengan gejala dispepsia. Semakin tinggi tingkat
stres, maka semakin tinggi risiko untuk mengalami
dispepsia. Stres adalah suatu reaksi fisik dan psikis
terhadap setiap tuntutan yang menyebabkan
ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan
sehari-hari. Adanya rangsangan emosional kuat
dapat meningkatkan pengeluaran asam basal
melalui saraf parasimpatis (vagus).1
Kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman,
seperti makan pedas, asam, minum teh, kopi, dan
minuman berkarbonasi dapat meningkatkan resiko
munculnya gejala dispepsia. Suasana yang sangat
asam di dalam lambung dapat membunuh
organisme patogen yang tertelan bersama makanan.
4
Namun, bila barier lambung telah rusak, maka
suasana yang sangat asam di lambung akan
memperberat iritasi pada dinding lambung. 1Faktor
yang memicu produksi asam lambung berlebihan,
diantaranya beberapa zat kimia, seperti alkohol,
umumnya obat penahan nyeri, asam cuka. Makanan
dan minuman yang bersifat asam, makanan yang
pedas serta bumbu yang merangsang, misalnya
jahe, merica. Pertumbuhan remaja menuju dewasa
diiringi dengan meningkatnya partisipasi kehidupan
sosial dan aktivitas dapat menimbulkan dampak
terhadap apa yang mereka makan.5
Plantar Fasciitis adalah inflamasi pada fascia
plantar yaitu sebuah ligamen pada arkus kaki.

Penyakit ini terjadi ketika fascia plantaris teregang


karena elevasi atau penggunaan berlebihan, cara
berjalan yang salah, atau proses penuaan.6
Telah diperkirakan bahwa plantar fasciitis terjadi
pada sekitar 2 juta orang Amerika setiap tahun dan
mempengaruhi sebanyak 10% dari populasi selama
seumur hidup.8 Pada tahun 2000 Foot and Ankle
Special Interest Group dari Bagian ortopedi, APTA,
disurvei lebih dari 500 anggota dan menerima
tanggapan dari 117 terapis.1 Plantar fasciitis (heelspur syndrome) adalah peradangan dari fibrous
band of tissue (fascia) yang menghubungkan tulang
tumit ke dasar jari-jari kaki.7 Plantar fasciitis,
sebuah cedera berulang pada medial arch dan tumit,
adalah salah satu penyebab paling umum dari kaki
yang sakit. Fungsi dari plantar fascia ada dua :
statis, menstabilkan panjang lengkungan medial
longitudinal
arch;
dinamis,
memulihkan
lengkungan dan membantu dalam konfigurasi
ulang kaki untuk efisien ketika melangkah. Ketika
jaringan ini menjadi rusak, rasa sakit dan / atau
kelemahan dapat berkembang di daerah ini.8
Faktor risiko fasciits plantar termasuk kelainan
struktur, kelebihan berat badan, berkaitan dengan
perubahan usia degeneratif, pekerjaan atau kegiatan
yang membutuhkan berdiri terlalu lama dan / atau
ambulation, dan kesalahan pelatihan. Literatur
menunjukkan bahwa plantar fasciitis dapat berhasil
diobati
dengan
menggunakan
Pendekatan
konservatif.7 Dalam kasus berat dari plantar
fasciitis, bagaimanapun, perawatan bedah mungkin
diperlukan untuk mengembalikan pasien ke
aktivitas normal sehari-hari atau olahraga.8
Hal inilah yang mendorong keinginan penulis
untuk melakukan studi kasus untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma
dispepsia dan plantar fasciitis pada gadis muda
dengan pekerjaan sebagai sales promotion girl.
TUJUAN PENULISAN
Ditemukannya
faktor
yang
mempengaruhi
sindroma dispepsia dan plantar fasciitis pada sales
promotion girl.
ILUSTRASI KASUS

Nn. E, 20 tahun, lajang, bekerja sebagai sales


promotion girl, datang dengan keluhan nyeri perut
kiri atas sejak dua hari yang lalu. Nyeri dirasakan
seperti perih ditusuk-tusuk dan berkurang setelah
makan. Keluhan lain disertai dengan rasa mual,
muntah, nafsu makan berkurang, kepala pusing,
dan badan terasa lemas. Buang air besar dan kecil
tidak ada keluhan. Kebiasaan buruk sehari-hari
adalah kebiasaan sering tidak sarapan, tidak makan
secara teratur, dan sering memakan makanan asam
dan pedas seperti rujak.
Selain itu, terdapat keluhan sering memikirkan
keadaan ibunya yang berada dikampung. Sampai
sekarang hubungan dengan ibunya masih baik-baik
saja dan komunikasi lancar.
Selain itu, terdapat keluhan sering merasa nyeri
pasa kedua betis dan tumitnya. Nyeri sering
dirasakan sejak 5 bulan terakhir ini. Sehari-hari
bekerja sebagai sales promotion girl sehingga
menuntut untuk berdiri lama dengan menggunakan
sepatu berhak tinggi selama 8 jam dalam sehari.
METODE
Deskriptif analitik dengan data primer diperoleh
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, tes
Laboratorium. Kunjungan rumah dilakukan untuk
penilaian keluarga dan melengkapi data okupasi
dengan brief survey. Data sekunder didapatkan dari
rekam medis
DATA KLINIS
DIAGNOSTIK HOLISTIK AWAL
Aspek Personal. Keluhan nyeri perut kiri atas sejak
2 hari yang lalu dan keluhan nyeri pada kedua
betis dan tumit sejak 5 tahun terakhir ini.
Berharap keluhan dapat teratasi. Kekhawatiran
adalah terkena penyakit maag dan nyeri pada betis
dan tumit bertambah buruk sehingga mengganggu
aktivitas
sehari-hari.
Penampilan
sedang
(normoweught), datang dengan kesadaran compos
mentis dan tampak sakit sedang. Tensi 90/60
mmHg, nadi 80x/menit, frekwensi napas
20x/menit, suhu 36,50C, IMT 19,1. Mata tampak
konjungtiva ananemis dan sklera anikterik. Telinga
dan hidung dalam batas normal. Pada mulut
tampak gigi lengkap, higine baik. Tenggorokan,
leher, paru, jantung serta abdomen dalam batas
normal.
Ekstremitas inferior dextra dan sinistra
Inspeksi : tampak simetris, tidak tampak kelainan
pada kulit, pergerakan kaki tampak normal, tidak
tampak massa atau pembesaran sendi

Palpasi Teraba hangat, nyeri tekan (+) pada plantar


fascia dengan skor nyeri 5, tidak teraba adanya
massa dan pembesaran sendi, tidak ada dislokasi
dan krepitasi, pitting edema (-) CRT < 2 detik
Motorik : Bentuk otot normal, atrofi (-), tonus otot
baik, kekuatan otot
------5555 5555
Sensorik : Dapat membedakan rangsangan nyeri,
sentuhan, suhu, dan tekanan
Reflek : Reflek patella dan reflek achilles (+)
normal
Aspek Klinik. Diagnosis klinis awal :
1.
2.

Diagnosis kerja : Sindrom Dispepsia


Diagnosis okupasi : Plantar Fasciitis
derajat sedang et causal waktu berdiri
yang lama dengan memakai sepatu berhak
tinggi.

Aspek Risiko Internal. Wanita, usia muda (20 th),


kebiasaan tidak sarapan, pola makan yang tidak
teratur, kebiasaan memakan makanan bersifat
iritatif terhadap saluran pencernaan (asam dan
pedas).
Aspek Risiko Eksternal. Faktor stress psikososial
dikarenakan tinggal berjauhan dengan ibunya,
perilaku teman yang juga suka memakan makanan
asam dan pedas, pekerjaan sebagai sales promotion
girl yang menuntut berdiri lama dengan memakai
sepatu berhak tinggi, posisi berdiri 10 jam/hari
( 8 jam saat bekerja dan 2 jam saat pergi dan pulang
selama di kendaraan umum), jarak antara tempat
tinggal dan tempat kerja yang berjauhan, bahan
sepatu yang tidak baik.

Gambar 1. Wanita memakai sepatu hak tinggi

Gambar 2. Jenis sepatu yang dipakai sehari-hari


saat bekerja
Skala fungsional derajat 1
Pengobatan
Terapi non medikamemntosa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Edukasi pentingnya memiliki pola makan


yang teratur
Edukasi pentingnya memilih makanan
yang sesuai dengan kondisi kesehatan
Edukasi pentingnya makanan bergizi dan
seimbang
Edukasi mengenai plantar fasciitis
Edukasi cara untuk mengatasi rasa nyeri
pada betis dan tumit
Edukasi
tips-tips
yang
sebaiknya
dilakukan agar terhindar dari komplikasi
plantar fasciitis
Edukasi pentingnya memeriksakan diri ke
pelayanan
kesehatan
dan
bahaya
meminum obat-obat sembarangan.
Konseling dengan metode CBT

Terapi medikamentosa
Antasida 3 x 1
Domperidon 3 x 1
Neurodex 1x 1
Vitamin B komplek 1 x 1
DATA KELUARGA

DATA OKUPASI DAN TEMPAT KERJA


Pekerjaaan sebagai sales promotion girl di sebuah
department store,
Jakarta Timur (sudah
berlangsung 10 tahun ). Terdapat dua jadwal
kerja yang dibagi dalam 2 minggu. Pada minggu
ke-1, kerja dimulai dari jam 8.00 sampai jam 18.00.
Pada minggu ke-2, kerja dimulai dari jam 13.00
sampai jam 21.00. Bekerja 6 hari dalam seminggu.
Berangkat kerja dengan kendaraan umum, tetapi
sebelumnya harus berjalan dari tempat tinggal ke
jalan utama untuk menemukan kendaraan umum.
Jarak antara tempat tinggal dengan jalan utama
300 m. Sedangkan untuk mencapai tempat kerja
biasanya memakan waktu 1 jam, dan biasanya
sering dengan posisi berdiri selama di dalam
kendaraan umum, dan harus berjalan dan naik
tangga ketika berpindah halte. Seharinya bekerja
8 jam. Pekerjaannya ini menuntut untuk berdiri
selama bekerja dengan memakai sepatu berhak
tinggi (5-8cm). Terdapat waktu istirahat selama 1
jam setelah 4 jam kerja. Kegiatan yang biasa
dilakukan saat istirahat seperti duduk/selonjoran
dan makan di kantin.
DATA LINGKUNGAN RUMAH
Tempat tinggal berupa kosan dengan ukuran 3 x 3
m. Tinggal berdua bersama ayah. Dilihat dari luas
kosan dirasakan tidak cukup untuk menampung 2
orang. Keadaan di dalam kosan kurang tersusun
rapi, banyak barang bertumpukan, dan terdapat
pakaian yang digantung. Penerangan dalam kosan
dengan listrik, tidak terdapat jendela, hanya
terdapat lubang ventilasi yang dirasa kurang cukup
untuk pertukaran udara dan pemasukan sinar
matahari, ditemukan kipas angin dalam kosan.
Ditemukan hanya ada 1 tempat tidur dengan ukuran
kecil yang dirasa tidak cukup untuk menampung 2
orang.
Sumber air minum dari air galon isi ulang,
sedangkan untuk sumber air cuci dan mandi dari
sumur pompa. Kamar mandi berada di luar dan
dapat dipakai untuk umum. Terdapat jamban di

dalam kamar mandi. Jarak antara sumber air dan


jamban > 100 m. Limbah dialirkan ke got.
Keadaan lingkungan sekitar rumah terlihat padat
dan kebersihannya kurang terjaga.
Dilakukan intervensi terhadap faktor eksternal dan
internal, dengan melakukan sebanyak 3x kunjungan
rumah. Intervensi meliputi konseling terhadap
pasien dan psikoterapi.
DIAGNOSTIK HOLISTIK AKHIR STUDI
Aspek Personal. Keluhan nyeri perut kiri atas sudah
berkurang. Sudah tahu cara mengurangi rasa nyeri
pada betis dan tumit ketika rasa nyeri datang.
Harapan sembuh dari sakit hampir tercapai.
Kekhawatiran berkurang.
Aspek Klinik. Diagnosa klinis akhir :
1.
2.

Diagnosa kerja : Sindrom dispepsia


Diagnosa okupasi : Plantar Fasciitis
derajat sedang et causal waktu berdiri
yang lama dengan memakai sepatu berhak
tinggi.

Aspek Risiko Internal. Sudah mulai mencoba


pola makan teratur dan seimbang, mulai
menghindari
makanan
asam
dan
pedas,
pengetahuan tentang penyakitnya bertambah, sudah
mengetahui cara mengurangi rasa nyeri pada betis
dan tumit dan sudah mempraktikkannya, sudah
mengetahui tips-tips yang harus dilakukan saat
istirahat untuk terhindar dari komplikasi plantar
fasciitis, berjanji untuk memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan ketika sakit.
Aspek Risiko Eksternal : Tempat kerja yang terlalu
jauh dengan tempat tinggal, Perusahaan yang tidak
mengizinkan karyawannya untuk duduk saat
berkerja, akan memilih sepatu yang berkualitas
baik agar tidak memperberat kondisi.
PEMBAHASAN
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau
sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual,
kembung, muntah, dan rasa penuh, atau cepat
kenyang, dan sendawa. Keluhan ini sangat
bervariasi, baik dalam jenis gejala maupun
intensitas gejala tersebut waktu ke waktu. 1Pada
pasien ini terdapat gejala gastrointestinal berupa
nyeri perut kiri atas, mual, dan muntah.
Berdasarkan keluhannya ini bisa diduga terkena
sindrom dispepsia.1
Dispepsia dapat muncul meskipun tidak ada
perubahan struktural pada saluran cerna, yang biasa
dikenal sebagai fungsional dan gejalanya dapat
berasal dari psikologis ataupun akibat terhadap

makanan tertentu.2 Pada anamnesa dan pemeriksaan


fisik tidak ditemukan kelainan struktural pada
pasien ini, sehingga pada pasien ini didapatkan
sindrom dispepsia tipe fungsional.
Untuk menegakkan diagnosa, diperlukan data dan
pemeriksaan penunjang untuk melihat adanya
kelainan
organik/struktural,
ataupun
mengeklusinya untuk menegakkan diagnosa
dispepsia fungsional. Adanya keluhan tambahan
yang mengancam seperti penurunan berat badan,
anemia, kesulitan menelan, perdarahan, dan lainlainnya, mengindikasikan agar dilakukan eksplorasi
diagnostik
secepatnya.
Selain
radiologi,
pemeriksaan yang bisa dilakukakan diantaranya
adalah laboratorium, endoskopi, manometri
esofago-gastro-duodenum, dan waktu pengosongan
lambung.3 Pada pasien ini tidak ditemukan adanya
hal yang mengancam seperti yang disebutkan diatas
sehingga tidak perlu untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang lainnya.
Salah satu faktor yang berperan pada kejadian
dispepsia diantaranya adalah pola makan dan
sekresi cairan asam lambung.3 Selain jenis-jenis
makanan yang di konsumsi, ketidak teraturan
makan seperti kebiasaan makan yang buruk,
tergesa-gesa, dan jadwal yang tidak teratur dapat
menyebabkan dispepsia.4 Pada pasien ini
didapatkan kebiasaan pola makan yang tidak
teratur, tidak sarapan, dan kebiasaan memakan
makanan asam dan pedas yang bersifat iritatig.
Faktor-faktor tersebutlah yang mendukung
terjadinya sindrom dispepsia pada pasien ini.
Penyebab lain timbulnya dispepsia diantaranya
adalah faktor diet dan lingkungan, serta sekresi
cairan asam lambung.3 Berdasarkan penelitian di
Amerika kira-kira 500.00 orang tiap tahunnya
menderita tukak lambung dan 70% diantaranya
berusia 25-64 tahun7. Distribusi berdasarkan jenis
kelamin pada responden yang dispepsia terbanyak
berjenis kelamin perempuan dengan persentase
27,8%. Perempuan khususnya yang berusia muda
sering sekali terlalu ketat dalam mengatur pola
makan dalam menjaga penampilannya sehingga
dapat mengakibatkan kekurangan gizi. Tindakan ini
juga mencakup manipulasi jadwal makan yang
menyebabkan terjadi jeda waktu yang panjang
antara jadwal makan.5 Hal ini menyebabkan
peningkatan sekresi asam lambung. Asam lambung
adalah cairan yang dihasilkan lambung dan bersifat
iritatif dengan fungsi utama untuk pencernaan dan
membunuh kuman yang masuk bersama
makanan.5Peningkatan sekresi asam lambung yang
melampaui batasa akan mengiritasi mukosa
lambung dimana efek-efek korosif asam dan pepsin
lebih banyak daripada efek protektif pertahanan
mukosa.7 Pada pasien ini berjenis kelamin
perempuan yang menurut penelitian merupakan

insidensi terbanyak. Pada pasien ini juga memiliki


kebiasaan tidak sarapan sedangkan makan malam
terakhir jam 19.00. Hal ini menyebabkan waktu
perut kosong yang terlalu lama dan dapat
mencetuskan sekresi asam lambung, dimana bila
dilakukan berulang-ulang akan dapat mengiritasi
mukoasa lambung sendiri. Hal-hal demikian dapat
menyebabkan terjadinya rasa tidak nyaman yang
berkhir pada sindrom dispepsia.
Plantar Fasciitis adalah inflamasi pada fascia
plantar yaitu sebuah ligamen pada arkus kaki.
Penyakit ini terjadi ketika fascia plantaris teregang
karena elevasi atau penggunaan berlebihan, cara
berjalan yang salah, atau proses penuaan. Penyakit
ini juga sering terjadi pada orang-orang yang
kelebihan berat badan. Karena ligamen teregang
menyebabkan jarinagn lunak pada fascia plantar
robek. Biasanya terjadi pada titik dimana ligamen
melekat pada tulang tumit.7Pada pasien ini sehariharinya bekerja sebagai sales promotion girl yang
menuntut untuk berdiri dalam waktu yang lama (
8 jam) dengan memakai sepatu berhak tinggi
sehingga sangat beresiko untuk terkena plantar
fasciitis.
Peregangan yang berlebihan pada fascia plantar
dapat mengakibatkan robekan kecil, jika berulang
dapat menyebabkan degenerasi kolagen dan akan
timbul nyeri plantar yang signifikan.8
Etiologi plantar fasciitis adalah adanya faktor
biomekanik, aktivitas atau tekanan pada kaki,
obesitas, kehamilan, proses penuaan, diabetes
mellitus, penggunaan sepatu yang sempit atau
kurang tepat, dan trauma kaki .9Berdasarkan data
okupasi, didapatkan etiologi pada pasien ini yaitu
waktu berdiri yang terlalu lama dengan memakai
sepatu hak tinggi yang membuat tekanan pada kaki
khusunya tumit semakin berat. Selain itu pemilihan
sepatu yang salah, yaitu bantalan tumit yang keras,
dan pinggiran sepatu yang keras sehingga dapat
memperparah keadaan.
KESIMPULAN
1.

Terdapat hubungan antara pola makan tidak


teratur dengan sindrom dispepsia.

2.

Plantar fasciitis pada pasien ini disebabkan


penyakit akibat kerja

3.

Perlu kesadaran dari diri sendiri untuk


merubah perilaku menjadi perilaku yang lebih
sehat.

4.

Perlunya peran serta dari pelayanan kesehatan


untuk upaya memenuhi harapan dan
mengatasi
kekhawatiran
pasien
atas
penyakitnya, dengan cara manajemen resiko,

edukasi,
konseling,
medikamentosa.
5.

bukan

hanya

Pentingnya peran serta keluarga dan


lingungan sekitar (lingkungan rumah dan
kerja) untuk mendukung perubahan perilaku
dan untuk memperbaiki keadaan pasien

SARAN
1.
2.
3.
4.
5.

6.

Untuk dinas kesehatan setempat, rekam medik


sebaiknya menggunakan coding ICPC-2
English
Melakukan risk manajemen pada setiap pasien
amat penting
Tidak hanya fokus pada keluhan pasien tetapi
mencari faktor resiko internal dan eksternal.
Managemen risk merupakan cara penanganan
yang terbaik untuk penyelesaian masalah
pasien.
Pada
pelayanan
kesehatan
yang
bersinambungan, holistik dan komprehensif
pada praktek primer sehingga terbentuk
hubungan interpersonal yang baik antara
dokter dan pasien.
Untuk pembaca, memperkenalkan manajemen
resiko, konseling, bukan hanya medikamentosa

DAFTAR PUSTAKA
1. Djojoningrat D, 2001. Dispepsia Fungsional. In :
Suyono, S.H., Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi ke 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 153-155
2. Jones P.F., Brunt P.W., Gowat N.A., 1985.
Integrated Clinical Science: Gastroenterology.
London: Willian Heinemann Medical Books, 70-71
3. McGuigan J.E., 1995. Ulkus Peptikum dan
Gastritis. In : Isselbacher J.K., Braunwald E,
Wilson J.D., Martin J.B., Fauci A.S., Kasper D.L.,
Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam vl
4. 13th ed. Jakarta: EGC, 1532-1534.
4. Redaksi, 2009. Mengatasi Gangguan Maag.
Yoyakarta : Banyu Media, 25-26
5. Reshentnikov O.V.,M Kurilovich S.A., Denisova
D.V., Zavyalova L.G., Tereshonok LN., 2001.
Prevalence od Dyspepsia and Irritable Bpwel
Syndrome Among Adolescent of Novosibirk,
Institute of Internal Medicine Russia. Int. J
Circumpolar Health 60 (2): 253
6. Sayogo S, 2006. Gizi Remaja Putri, Yayasan
Pengembangan Medik Indonesia Jakarta: FKUI,
42-47
7. Joshua Dubin, DC, CCSP, CSCS. Evidence
Based Treatment for Plantar Fasciitis. 2007
8. Woelffer KE, Figura MA, Sandberg NS, Snyder
NS. Five-year follow-up results of instep plantar
fasciotomy for chronic heel pain. J Foot Ankle
Surg. Jul-Aug 2000;39(4):218-23
9. Riddle DL, Pulisic M, Pidcoe P, Johnson RE.
Risk factors for Plantar fasciitis: a matched case-

control study. J Bone Joint Surg Am. May 2003;85A(5):872-7.

You might also like