Professional Documents
Culture Documents
MENINGITIS TUBERKULOSA
Oleh :
Fitri Dwi Anggraini
07923044
Preseptor :
dr. Hj. Yuliarni Syafitra, Sp.S
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Meningitis adalah inflamasi pada membran yang menutupi central nervous
sistem, yang biasanya dikenal dengan meningens (radang pada arachnoid dan
piamater). Meningitis dapat berkembang sebagai respon dari berbagai kasus, seperti
agen infeksi, trauma, kanker, atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat berupa
bakteri, virus, ricketsia, protozoa, dan jamur.
Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang
belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran bahkan
kematian. Perjalanan penyakit meningitis dapat terjadi secara akut dan kronis
C. ETIOLOGI
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus,
bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak.
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas :
1. Bakteri:
Pneumococcus
Meningococcus
Haemophilus influenza
Staphylococcus
Escherichia coli
Salmonella
Mycobacterium tuberculosis
2. Virus :
Enterovirus
3. Jamur :
Cryptococcus neoformans
Coccidioides immitris
D. PATOFISIOLOGI
Agen penyebab
Kerusakan neurologist
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point dentry
masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak
yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rhinorhea, otorhea pada fraktur basis
cranii yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan lingkungan luar.
E. MANIFESTASI KLINIK
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya
otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam
sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran
menurun, tanda Kernigs dan Brudzinsky positif.
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia penderita serta virus
apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi,
sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa
sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan
menjadi kurang jelas.
Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel
muncul bercak pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan,
badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat
gerakan tidak beraturan.
Gejala meningitis meliputi :
F. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan gejala
dan tanda-tanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut, peningkatan
tekanan
intrakranial
dan
rangsang
meningeal
perlu
diperhatikan.
Untuk
mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa tes darah dan
cairan sumsum tulang belakang.
Cairan sumsum tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi
lumbal (lumbal puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan
tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang
belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan
terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak
terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit
kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari.
G. KLASIFIKASI
1.) MENINGITIS BAKTERI atau PURULENTA
Meningitis bakteri atau purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan
proses eksudasi berupa pus yang disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus.
Meningitis bakteri merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang
susunan saraf pusat, mempunyai risiko tinggi dalam menimbulkan kematian dan
kecacatan. Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan
meningitis bakteri. Penyebab meningitis purulenta yang tersering adalah Haemophilus
influenza, Diplococcus pneumonia, Neisseria meningitides, Streptococcus B
haemolitikus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella sp.
Streptococcus pneumonia
Neisseria meningitides
ETIOLOGI
1.
Neonatus :
Escherichia coli, Streptokokus, Listeria
2.
Anak :
Haemophilus influenza, Neisseria meningitides (meningokokus),
Pneumokokus
3. Dewasa :
Neisseria meningitides, Pneumokokus, Streptococcus, Staphylococcus
PATOGENESA
Bakteri mencapai selaput otak dan ruang subarachnoid melalui :
- Trauma terbuka kepala
- Operasi
- Fraktur basis kranium
- Langsung dari infeksi telinga, sinus paranasalis, tulang
- Hematogen: sepsis, radang paru, infeksi jantung, infeksi kulit, infeksi gigi
dan mulut
Patogenesa dari meningitis dapat terjadi melalui beberapa fase :
1. Penyebaran kuman ke tuan rumah
2. Pembentukan kolonisasi pada nasofaring
3. Invasi ke dalam traktus respiratorius
4. Penyebaran hematogen
5. Invasi ke susunan saraf pusat
Bila bakteri mencapai ruang subarachnoid akan terjadi proses inflamasi.
Neutropil masuk ke dalam ruang subarachnoid menghasilkan eksudat yang purulen.
Dalam penilaian secara dasar tampak eksudat berwarna kuning keabu-abuan atau
kuning kehijauan. Eksudat paling banyak terdapat dalam sisterna pada daerah basal
otak dan seluruh permukaan dari hemisfer dalam mulkus Sylvii dan Rolandi.
Eksudat purulen terkumpul dalam sisterna ini dan meluas ke dalam sisterna
basal dan di atas permukan posterior dari medulla spinalis. Eksudat juga dapat meluas
ke dalam selubung arachnoid dari saraf cranial dan ruang perivaskuler dari korteks.
Dalam jumlah kecil eksudat dapat ditemukan dalam cairan ventrikel dan melekat pada
dinding ventrikel dan pleksus choroideus, sehingga cairan ventrikel tampak berawan
dan hal ini terjadi pada akhir minggu pertama.
GEJALA KLINIS
- TRIAS MENINGITIS :
Demam
Sakit kepala
Tanda rangsang meningeal (+)
- Muntah, photophobia
- Kejang, defisit fokal neurologik (hemiparesis, paresis saraf cranial)
- Letargi, iritabilitas, gangguan intelektual, penurunan kesadaran
- Gambaran klinis yang khas
7
: -Meningococcus
Eksantema
: -Pneumococcus
-Haemophilus influenza
Artritis, artralgia
: -Meningococcus
-Haemophilus influenza
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Lumbal pungsi :
-Pemeriksaan LCS (warna keruh, sel meningkat, dominan PMN, protein
meningkat)
-Pemulasan gram
-Kultur dan sensitivitas
2. EEG : perlambatan difus
3. Darah : Leukosit, Hitung jenis, Elektrolit
4. Radiologik : CT scan otak, cari fokus infeksi (rontgen kepala, rontgen dada)
Diagnosa pasti ditegakkan melalui pemeriksaan lumbal pungsi dan terdapatnya
organisme atau antigennya dalam cairan cerebrospinal. Pada pemeriksaan cairan
cerebrospinal didapatkan :
1. Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama atau kedua
2. Jumlah sel meningkat lebih dari 100 sel/ml
3. Jenis sel terutama PMN
4. Kadar gula darah turun antar 0-20 mg/ml
5. Kadar protein meningkat, tergantung lama sakit
6. Pada sediaan gram bakteri (+) hampir pada 80% kasus bila belum mendapat
pengobatan sebelumnya.
7. Kadar asam laktat dan pH meningkat
8. Pada sediaan dengan methylene blue (+)
PENATALAKSANAAN
Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif
suportif untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil
pemeriksaan terhadap kausa diberikan obat sebagai berikut:
1. Meningitis yang disebabkan pneumokok, meningokok.
Ampisilin 12-18 gram intravena dalam dosis terbagi per hari, selama minimal
10 hari atau hingga sembuh.
2. Meningitis yang disebabkan Haemophylus influenzae.
8
MENINGITIS TUBERCULOSA
Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di Indonesia
karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai
akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya
meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh
penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel
pada permukaan otak, sumsung tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah
kedalam rongga arakhnoid.
Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan
meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama
pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa
dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis.
Meningitis tuberculosa adalah penyulit dari tuberkulosa yang mempunyai
morbiditas dan mortalitas yang tinggi, bila tidak diobati. Oleh karena itu penyakit ini
memerlukan diagnosa dini dan pemberian pengobatan yang cepat, tepat dan rasional.
Insidensi meningkat pada pasien dengan :
- resistensi obat
- program pemberantasan tidak adekuat
- infeksi HIV / AIDS
ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis
PATOFISIOLOGI
Meningitis tuberkulosa pada umumnya sebagai penyebaran tuberkulosis primer,
dengan fokus infeksi di tempat lain. Biasanya fokus primer terbanyak di paru tapi
dapat juga ditemukan 22,8% di abdomen, 21% di kelenjar limfe leher dan 1,2% tidak
ada fokus primer. Dari fokus primer basil masuk ke sirkulasi darh melalui duktus
torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa
tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang biasanya
tenang.
Pendapat sekarang diterima tahun 1951 oleh Rich yakni terjadinya meningitis
tuberkulosa adalah terbentuknya tuberkel di otak, selaput otak, atau medula spinalis
akibat penyebaran basil secara hematogen selam infeksi primer atau selama
perjalanan tuberkulosis kronik. Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil
dan antigen dari tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin karena trauma atau
10
faktor imunologis. Basil kemudian langsung masuk ruang subaraknoid atau ventrikel.
Reaksi peradangan di ruang subaraknoid menyebabkan perubahan dalam caiara
cerebrospinal. Meningitis basalis yang terjadi akan menimbulkan defisit neurologis,
berupa paralisis saraf kranialis, infark karena penyumbatan arteria dan vena serta
hidrocepalus karena tersumbatnya aliran cairan cerebrospinal. Perlengketan yang
sama dalam kanalis sentralis medula spinalis akan menyebabkan spinal block dan
paraplegia.
Multiplikasi
Penyebaran hematogen
Meningens
Membentuk tuberkel
MENINGITIS
11
Gejala klinis
12
2.
3.
4.
5.
6.
7.
MRI
TERAPI
Pengobatan diberikan pengobatan tuberkulosa terdiri dari kombinasi INH,
Rifampisin, Pyrazinamide, kalau berat dapat ditambahkan Ethambutol atau
Streptomisin minimal selama 9 bulan.
1. Rifampicin ( R )
Efek samping : Hepatotoksik
2. INH ( H )
Efek samping : Hepatotoksik, defisiensi vitamin B6
3. Pyrazinamid ( Z )
Efek samping : Hepatotoksik
4. Streptomycin ( S )
Efek samping : Gangguan pendengaran dan vestibuler
5. Ethambutol ( E )
Efek samping : Neuritis optika
13
Nama Obat
INH
DOSIS
Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari
Anak : 20 mg/kgBB/hari
+ piridoksin 50 mg/hari
Streptomisin
Etambutol
Rifampisin
14
PROGNOSIS
Pasien akan meninggal dunia jika tidak diobati secara adekuat, dan dipengaruhi
juga oleh stadium klinis dari meningitis ruberkulosis ini. Pasien jika dibawah umur 3
tahun dan diatas 60 tahun prognosanya lebih buruk.
- Glukosa normal
Periksa :
- PCR ( Polymerase Chain Reaction ) : DNA / RNA virus
- Kultur virus
- Titer antibodi
2. Darah
- Titer antibodi
3. Swab orofaring, feses
- Kultur virus
TERAPI
Simptomatik
16
PATOGENESA
Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu, meningitis
kronis, vaskulitis, dan invasi parenkimal. Pada infeksi Cryptococcal jaringan
menunjukkan adanya meningitis kronis pada leptomeningen basal yang dapat
menebal dan mengeras oleh reaksi jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi
aliran likuor dari foramen luschka dan magendi sehingga terjadi hydrocephalus. Pada
jaringan otak terdapat substansia gelatinosa pada ruang subarachnoid dan kista kecil
di dalam parenkim yang terletak terutama pada ganglia basalis pada distribusi arteri
lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis. Infiltrate meningen
terdiri dari sel-sel inflamasi dan fibroblast yang bercampur dengan Cryptococcus.
Bentuk granuloma tidak sering ditemukan, pada beberapa kasus terlihat reaksi
inflamasi kronis dan reaksi granulomatosa sama dengan yang terlihat pada
Mycobacterium tuberculosa dengan segala bentuk komplikasinya.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis infeksi jamur pada susunan saraf pusat tidak spesifik seperti akibat
infeksi bakteri. Pasien paling sering mengalami gejala sindroma meningitis atau
sebagai meningitis yang tidak ada perbaikan atau semakin progresif selama observasi
(paling kurang empat minggu).
Manifestasi klinis lainnya dapat berupa kombinasi beberapa gejala seperti demam,
nyeri kepala, lethargi, confuse, mual, muntah, kaku kuduk atau defisit neurologis.
Sering kali hanya satu atau dua gejala utama yang dapat ditemukan pada gejala awal.
DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahan
seperti laboratorium cairan cerebrospinal. Gambaran cairan cerebrospinal infeksi
Cryptococcus sama dengan meningitis tuberculosa. Diagnosa dapat dibuat dengan
menemukan Cryptococcus dalam cairan cerebrospinal dengan pewarnaan tinta India,
kultur dalam media sabouraud dan berdasarkan hasil inokulasi pada hewan percobaan.
Jamur ini juga dapat dikultur dari urine, darah, feses, sputum, dan sumsum tulang.
Pemeriksaan antigen Cryptococcus pada serum dan cairan cerebrospinal dapat
menegakkan diagnosa, dapat dikultur dari urine, darah, feses, sputum, dan sumsum
tulang.
Karakteristik LCS yang ditemukan pada meningitis jamur
17
TERAPI
Terapi dengan Amfoterisin B memperlihatkan hasil yang baik. Amfoterisin B
diberikan tiap hari intravena dengan dosis 0,5 mg/Kg, diberikan enam sampai sepuluh
minggu, tergantung dari perbaikan klinis dan kembalinya cairan cerebrospinal ke arah
normal. Amfoterisin B dapat diberikan dengan 5-flurocytosine 150 mg/Kg per hari
(dalam empat dosis). Kombinasi ini memberikan hasil yang baik.
18
TUBERKULOSA
VIRUS
JAMUR
Tekanan >180 mm
Bila didiamkan
Pemeriksaan
H2O
terbentuk pelikula
mikroskopik
Mikroskopis : kuman
TBC
Pemeriksaan serologik
serum dan cairan otak
Warna
Sel
Keruh sampai
Jernih atau
Jernih
Jernih
purulen
xantokrom
Leukosit meningkat
Meningkat,
10 -500 sel/mm3
95 % PMN
<500/mm3, MN
1000/mm3
dengan dominasi
dominan
Protein
meningkat
limfosit
Normal / sedikit
Meningkat
meningkat
Klorida
menurun
Normal
Glukosa
Menurun, <40 mg %,
menurun
Normal
darah
19
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Nama
: Nn. RY
: 16 tahun
: Padang
Pekerjaan
: Pelajar
ANAMNESIS :
Seorang pasien, Nn. RY, perempuan, umur 16 tahun dirawat di bangsal
Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 11 Oktober 2012 dengan :
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran.
Penyakit Sekarang :
Penurunan kesadaran sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, terjadi secara
berangsur-angsur. Pasien tampak banyak tidur, tetapi masih membuka mata
dan menyahut saat dipanggil.
Awalnya pasien mengeluhkan demam dan nyeri kepala sejak 15 hari yang
lalu. Kemudian pasien berobat ke bidan, lalu pasien dianjurkan untuk dibawa
ke RSUD Painan dan dirawat selama 1 minggu dan pulang 5 hari yang lalu
atas permintaan pasien dan keluarga.
Demam dirasakan tidak terlalu tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, dan
tidak berkeringat.
PEMERIKSAAN FISIK
I.
Nadi/ irama
Pernafasan
Suhu
Aksila
Inguinal
Rambut
Torak
Paru
:
Inspeksi : normochest, simetris kiri dan kanan keadaan statis dan dinamis
Palpasi
Perkusi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: tidak membuncit
Palpasi
Perkusi
: timpani
2.
3.
Kaku kuduk
: (+)
Brudzinsky I
: (-)
Brudzinsky II
: (-)
Tanda Kernig
: (+)
22
N. V (Trigeminus) :
Refleks kornea (+/+)
N. VII (Fasialis) :
Plika nasolabialis kanan sama dengan kiri
N. VIII (Vestibularis) :
Refleks okuloauditorik (+), nistagmus (-)
N. X (Vagus) :
Refleks muntah (+)
N. XI (Asesorius) :
Sukar dinilai
N. XII (Hipoglosus) :
Sukar dinilai
4.
5.
Motorik
Gerakan : dengan rangsangan nyeri, ekstremitas kanan dan kiri aktif
Kekuatan : dengan tes jatuh, kedua tungkai jatuh bersamaan
6.
Tonus
: eutonus
Tropi
: eutrofi
Sensorik
Nyeri
7.
Fungsi otonom
Miksi
: terpasang kateter
Refleks
Refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
Biseps
++
++
Triseps
++
++
KPR
++
++
APR
++
++
Refleks Patologis
Kanan
Kiri
Babinsky
Chaddok
23
9.
Oppenheim
Schaefer
Gordon
Hoffman-Trommer
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
Darah
Rutin
: Hb
: 11,4 gr/dl
Leukosit
: 13.300/mm3
Trombosit
: 224.000/mm3
Hematokrit
: 34%
: Ureum
: 12 mg/dl
Kimia darah
AGD
Kreatinin
: 0,4 mg/dl
GDS
: 114 mg/dl
Na/K/Cl
: 126/3,4/103 mmol/L
: pH
: 7,48
pCO2
: 33 mmHg
pO2
: 278 mmHg
HCO3-
: 24,7
BE
:1
SO2
: 100%
B. EKG
Irama sinus, HR = 80x/menit, ST elevasi (-), ST depresi (-), T inverted (-), S
di V1 + R di V5 < 35 mm
Kesan : dalam batas normal
C. Rontgen Foto Thorak
Tidak tampak infiltrat di kedua lapangan paru, CTR < 55%
Kesan: dalam batas normal
D. Lumbal Pungsi (12/10/2012)
Analisa LCS
24
DIAGNOSIS :
Diagnosis Klinis
Dianosis Topik
: Leptomeningen
Diagnosis Etiologi
: Infeksi micobacterium TB
PROGNOSIS :
Quo ad vitam
: dubia ed bonam
Quo ad sanam
: dubia ed bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ed bonam
TERAPI :
-
Umum
Khusus
ANJURAN PEMERIKSAAN
1. Brain CT-Scan dengan kontras
2. Pemeriksaan BTA sputum SPS
3. Biakan LCS
25
FOLLOW UP
Jumat, 12 Oktober 2012
S/ Mulai membuka mata spontan (+)
O/ Keadaan Umum : sedang
Kesadaran
: somnolen
TD
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Pernafasan
: 22x/menit
Suhu
: 36,70C
Status Internus :
Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Status Neurologikus :
GCS
: 14 (E3 M6 V5)
TRM
N.Cranialis
FODS
Motorik
Sensorik
Otonom
RF
++ ++
++ ++
RP
A/ Meningitis TB stadium II
Th/
26
Umum :
-
Balance cairan
Khusus :
-
Vitamin B6 1x1
Kesadaran
: somnolen
TD
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Pernafasan
: 22x/menit
Suhu
: 37,70C
Status Internus
Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Status Neurologikus :
27
GCS
: 12 (E3 M5 V4)
TRM
TIK
: (+)
N.Cranial
Motorik
: Lateralisasi (-)
Sensorik
Otonom
RF
++ ++
++ ++
RP
A/ Meningitis TB stadium II
Th/
Umum :
-
O2 3liter/i
Khusus :
-
28
BAB III
DISKUSI
diagnosis
klinik
pada
saat
pasien
masuk
adalah
meningitis
(normal glukosa LCS : 60-80% glukosa darah), serta sel MN lebih dominan dibanding
sel PMN. Untuk lebih memastikan diagnosis, perlu juga dilakukan pemeriksaan BTA
sputum SPS, biakan LCS, pemeriksaan IgG anti TB, pemeriksaan LED, pemeriksaan
Brain CT-scan dengan kontras untuk menemukan gambaran tuberkuloma (massa
nodular, massa ring-enhanced), serta pemeriksaan faal hepar yang penting untuk
pemberian OAT.
Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum berupa elevasi kepala 300,
IVFD NaCl 3% 12 jam/kolf, pasang NGT, diet MC TKTP, pasang kateter, pemberian
dexametason 4x10 mg dan ranitidin 2x50 mg, ceftriaxon 2x2 gr, alinamin F 1x25mg
dan OAT (INH 1x300 mg, Rifampisin 1x450 mg, Pirazinamid 1x1000 mg, Etambutol
1x750 mg).
Prognosis pada pasien dengan meningitis TB ini mengarah ke perbaikan,
dilihat dari keadaan umum pasien. Dan harus segera diterapi sesuai dengan etiologi
yang di dapat secara teratur, yaitu dengan OAT minimal 9 bulan, serta Deksametason
10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2 minggu selanjutnya
turunkan perlahan selama 1 bulan.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth Edition,
Mcgraw-Hill.
2. Ropper, AH., Brown, Robert H. 2005. Adams & Victors Principles of Neurology,
Eight Edition, McGraw-Hill.
3. Anonim.
2007.
Apa
Itu
Meningitis.
URL:
http://www.bluefame.com/lofiversion/indexphp/t47283.html
4. Ellenby, M., Tegtmeyer, K., Lai, S., and Braner, D. 2006. Lumbar Puncture.The New
England
Journal
of
Medicine.
12
355
URL:
http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf
5. Harsono.
2003.
Meningitis.
Kapita
Selekta
Neurologi.
URL:
http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm
6. Japardi,I.
2002.
Meningitis
Meningococcus.
USU
digital
library
URL:
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf
7. Quagliarello, VJ., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New
England
Journal
of
Medicine.
336
708-16
URL:
http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
8. Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503. URL:
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503
31