You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketidaktahuan orang tua dan masyarakat pada masa lalu, mengenai


hakikat dan penyebab kecatatan dapat menimbulkan rasa takut, sehingga
berkembang macam-macam kepercayaan dan tahayul, misalnya seorang ibu
yang melahirkan anak penyandang cacat merupakan hukuman baginya atas
dosa-dosa nenek moyangnya. Oleh sebab itu, di masa lampau anak-anak
penyandang cacat seringkali secara sengaja disembunyikan oleh orang
tuanya. Hal ini disebabkan karena memiliki anak yang cacat merupakan aib
keluarga.
Seiring dengan perkembangan zaman, peradaban manusia terus
berkembang, pemahaman serta pengetahuan baru mengajarkan kepada
manusia bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk hidup.
Pandangan seperti inilah yang menyelamatkan kehidupan anak-anak yang
memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya.
Anak-anak yang seperti itulah yang kita kenal dengan sebutan anak
berkebutuhan khusus (ABK). Anak dengan berkebutuhan khusus dipandang
memiliki karakteristik yang berbeda dari oaring kebanyakan, sehingga
dalam proses pendidikannya mereka memerlukan layanan pendidikan
khusus sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian anak berkebutuhan khusus ?


2. Bagaimana konsep dasar pendidikan anak berkebutuhan khusus ?

1.3. Tujuan Pembelajaran

1. Mengetahui pengertian anak berkebutuhan khusus ?


2. Mengetahui konsep dasar pendidikan anak berkebutuhan khusus ?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak

berkebutuhan

khusus

adalah

anak

yang

mengalami

pertumbuhan dan perkembangan menyimpang dari kriteria normal baik


secara fisik, psikis, emosi dan prilaku. Anak berkebutuhan khusus pada
awalnya lebih dikenal dengan istilah anak cacat, anak berkelainan dan
hambatan. Adapun pengertiannya yaitu
-

Kelainan adalah ketidaknormalan fungsi system organ, biasanya


mengacu pada keadaan medis/organic, misalnya keterbatasan jarak
pandang, gangguan jantung, cerebral palsy (gangguan pada syaraf otak
sehingga otak layu), gangguan pendengaran dan sebagainya.

Kecacatan adalah merupakan konsekuensi fungsional dari kelainan yang


dimiliki. Contohnya, seorang anak yang mempunyai spinabifida
(punggung dengan keadaan bengkok/bungkuk) sehingga tidak dapat
berjalan tanpa tongkat penopang.

Hambatan adalah kosekuensi social atau lingkungan akibat kecacatan.

Perlu adanya pemahaman pada masyarakat bahwa dalam paradigma


lama istilah anak berkelainan, kecatatan, dan hambatan adalah cara pandang
dalam melihat dengan kacamata kekurangan kekurangan yang dimiliki
seseorang, sedang istilah anak berkebutuhan khusus adalah konsep pada
paradigma baru yang lebih menekankan pada bagaimana memahami,
melayani dan meminimalkan akibat dari kekurangan yang dimiliki.

2.2. Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus

Beberapa dekade yang lalu Indonesia telah mengalami banyak


perubahan dalam pendidikan bagi anak penyandang cacat. Perubahanperubahan ini termasuk dalam kesaadaran dan sikap, keadaan, metodologi,
penggunaan konsep dan istilah penyandang cacat. Konsekuensi yang penting
dari perubahan-perubahan ini adalah pengakuan dan penghargaan akan
adanya keragaman pada potensi dan kemampuan anak, sehingga perlu
membawa kembali anak cacat ke dalam masyarakat. Mengupayakan
pendekatan yang lebih humanis, dimana sebelumnya anak berkebutuhan
khusus dipisahkan atau disegregasikan dari kehidupan masyarakat karena
perbedaan yang dimiliki. Diantaranya yang telah dipisahkan tersebut kita
temukan anak-anak yang mempunyai hambatan belajar, kesulitan belajar,
dan perkembangan, yang sebenarnya mereka juga memiliki potensi untuk
berprestasi, dengan pemberian pendidikan khusus,potensi anak-anak tersebut
diharapkan dipotimalkan perkembangannya.
Dalam pernyataan Salamanca Hak semua anak, termasuk mereka
yang berkebutuhan temporer dan permanen untuk memperoleh penyesuaian
pendidikan agar dapat mengikuti sekolah (The Salamanca Statement,
1994).
Anak yang memiliki berkebutuhan khusus dikategorikan menjadi
dua konsep , yaitu :
a. Anak berkebutuhan khusus temporer
Konsep anak berkebutuhan khusus jenis temporer adalah anak yang
mengalami hambatan sementara/ tidak tetap seperti trauma akibat
bencana alam atau kerusuhan, anak yang mengalami kesulitan
konsentrasi karena sering diperlakukan dengan kasar, atau anak yang
tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar.
b. Anak berkebutuhan khusus permanen
Adapun konsep anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen
adalah anak yang akibat dari perkembangan yang secara permanen

memerlukan perhatian dan pelayanan khusus. Termasuk dalam


klasifikasi ini adalah anak yang mengalami hambatan penglihatan,
hambatan

pendengaran,

hambatan

kecerdasan,

hambatan

fisik,

emosional, social dan atau diakrenakn kecelakaan sejak di dalam


kandungan maupun setelah lahir sehingga mengalami kecacatan.

Konsep ABK permanen dan temporer memberikan paradigma baru


bagi para penyelenggara pendidikan dan pelayanan bagi anak berkebutuhan
khusus. Pandangan konsep ABK (children with special needs) memiliki
makna yang lebih luas dari konsep anak luar biasa (exceppetional children).
Konsep dan pemahaman terhadap pendidikan anak penyandang cacat terus
berkembang, sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Pemikiran
yang berkembang saat ini, melihat persoalan pendidikan anak penyandang
cacat dari sudut pandang yang lebih bersifat humanis, holistik, perbedaan
individu dan kebutuhan anak menjadi pusat perhatian. Dengfan demikian
layanan pendidikan tidak lagi didasarkan atas label kecacatan dan atau
ketidakmampuan anak akan tetapi didasarkan pda hambatan belajar yang
dialami dan kebutuhan setiap individu anak untuk dapat mencapai
perkembangan optimal.
Oleh karena itu, layanan anak berkebutuhan khusus tidak harus di
sekolah khusus, tetpai bisa dilayani di sekolah regular (Sekolah Inklusif)
terdekat dimana anak itu berada. Cara berfikir seperti ini dilandasi oleh
konsep special needs education, yang antara lain melatarbelakangi
munculnya gagasan pendidikan inklusif (UNESCO, 1994)
Dalam konsep special needs education, sangat dihindari penggunaan
label kecacatan, akan tetapi lebih menonjolkan anak sebagai individu yang
memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Sejalan dengan perubahan cara
berpikir seperti digambarkan di atas, maka Anak Luar Biasa (Exceptional
Children) tidak lagi dipandang dari kategori kecacatannya akan tetapi harus
dilihat dari hambatan belajar yang dialami dan kebutuhan-kebutuhan akan
layanan pendidikannya. Oleh karena itu anak luar biasa menjadi bagian dari

Anak Berkebutuhan Khusus (Children with Special Needs). Dengan kata


lain Anak berkebutuhan khusus bukan pengganti istilah anak luar biasa.
Pendapat lain bahwa Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah
anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya
tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Yang termasuk kedalam Anak Berkebutuhan Khusus antara lain: tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan
prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi
anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, Anak Berkebutuhan Khusus
memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan
kemampuan dan potensi mereka.
Pada saat ini manusia dipandang sebagai makhluk bhineka
(individual differences) kecacatan atau unggulan adalah suatu bentuk
kebhinekaan atau keragaman manusia. Dengan pandangan semacam itu
perbedaan anak kedalam kelompok normal dan berkelainan menjadi tidak
relevan lagi.
Sementara pada kalangan tertentu khususnya guru dan orang tua
anak lebih suka menggunakan istilah anak-anak yang mengalami hambatan
dan anak luar biasa. Kedua istilah tersebut bila dicermati secara seksama
juga masih belum mampu menggambarkan karakteristik anak, tetapi lebih
menekankan pada nilai psikososial.
Lynch,(1994), menyatakan bahwa anak berkebutuhan pendidikan
khusus adalah semua anak yang mengalami gangguan fisik,mental, atau
emosi atau kombinasi dari gangguan-gangguan tersebut sehingga mereka
membutuhkan pendidikan secara khusus dengan guru dan sistem/lembaga
khusus baik secara permanen maupun secara temporal.
Memahami anak berkebutuhan khusus berarti melihat perbedaan
individu,

baik

perbedaan

antar

individu

(interindividual)

yaitu

membandingkan individu dengan individu lain baik perbedaan fisik, emosi


maupun intelektual, dan perbedaan antar potensi yang ada pada individu itu

sendiri (intraindividual). Ada beberapa istilah terminologi yang dapat


digunakan untuk memahami anak berkebutuhan khusus. Istilah tersebut
yaitu :
1. Impairment
Merupakan suatu keadaan atau kondisi dimana individu mengalami
kehilangan atau abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsi struktur
anatomis secara umum pada tingkat organ tubuh. Contohnya seorang
yang mengalami amputasi satu kakinya, maka dia mengalami kecacatan
kaki.
2. Disability
Suatu keadaan dimana individu mengalami kekurangmampuan yang
dimungkinkan karena adanya keadaan impairment seperti kecacatan
pada organ tubuh. Contoh, pada orang yang cacat kakinya, maka dia
akan merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk melakukan mobilitas.
3. Handicapped
Keadaan

dimana

individu

mengalami

ketidakmampuan

dalam

bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan


karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu.
Contoh, orang yang mengalami amputasi kaki sehingga untuk aktivitas
mobilitas atau berinteraksi dengan lingkungannya memerlukan kursi
roda.

Dari batasan anak yang berkebutuhan khusus yang memiliki


keterbatasan temporer dan permanen dikaitkan dengan aspek kebutuhan
pendidikannya, sehingga dalam pemahaman lebih lanjut dikemukakan tiga
kategori anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu :
1. Anak-anak yang terdaftar di sekolah dasar (SD) tapi tidak mengalami
kemajuan yang memadai ;
2. Anak-anak yang tidak terdaftar di SD tetapi sebenarnya dapat
didaftarkan di sekolah dasar yang lebih responsive ;

3.

Kelompok anak yang relatife sedikit yaitu mereka yang mengalami


gangguan fisik, dan mental yang berat atau yang mengalami kombinasi
dari gangguan tersebut (kelainan ganda) yang membutuhkan pendidikan
khusus yang kompleks.
Dengan adanya bermacam-macam jenis anak dengan berkebutuhan

khusus, khusus untuk pendidikan inklusi, anak dengan berkebutuhan khusus


akan dikelompokkan menjadi Sembilan jenis. Berdasarkan berbagai studi,
kesembilan jenis ini paling sering dijumpai di sekolah-sekolah regular yaitu :

Tunanetra

Tunarungu

Tunadaksa

Anak berbakat

Anak tunagrahita

Anak lamban belajar

Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik terutama baca tulis

Anak yang mengalami gangguan komunikasi ; kelainan suara, artikulasi


(pengucapan), atau kelancaran bicara

Tunalaras

Dari berbagai pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-perbedaan
baik perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan, dan
mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk
mengembangkan potensinya dibutuhkan pendidikan dan pengajaran khusus.

BAB III
PENUTUP

Simpulan

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami pertumbuhan dan


perkembangan menyimpang dari kriteria normal baik secara fisik, psikis, emosi
dan prilaku. Anak berkebutuhan khusus pada awalnya lebih dikenal dengan istilah
anak cacat, anak berkelainan dan hambatan.
Perubahan konsep anak cacat menjadi anak berkebutuhan khusus adalah
konsekuensi perubahan-perubahan adalah karena adanya :
-

pengakuan dan penghargaan akan adanya keragaman pada potensi dan


kemampuan anak, sehingga perlu membawa kembali anak cacat ke
dalam masyarakat.

Mengupayakan pendekatan yang lebih humanis, dimana sebelumnya


anak berkebutuhan khusus dipisahkan atau disegregasikan dari
kehidupan masyarakat karena perbedaan yang dimiliki.

Anak yang memiliki berkebutuhan khusus dikategorikan menjadi dua


konsep , yaitu Anak berkebutuhan khusus temporer dan permanen.
Ada beberapa istilah terminologi yang dapat digunakan untuk memahami
anak berkebutuhan khusus yaitu impairment, disability dan handicapped.
Tiga kategori anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu :
1.

Anak-anak yang terdaftar di sekolah dasar (SD) tapi tidak mengalami


kemajuan yang memadai ;

2.

Anak-anak yang tidak terdaftar di SD tetapi sebenarnya dapat didaftarkan di


sekolah dasar yang lebih responsive ;

3.

Kelompok anak yang relatife sedikit yaitu mereka yang mengalami


gangguan fisik, dan mental yang berat atau yang mengalami kombinasi dari
gangguan tersebut (kelainan ganda) yang membutuhkan pendidikan khusus
yang kompleks.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Paket PJJ ,( 2007). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat


Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta.

10

You might also like