Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Pustaka
1.1 Nanopartikel
Nanopartikel merupakan partikel koloid padat dengan diameter 1-1000 nm. Di
dalam sistem biologis terdapat banyak senyawa yang berukuran nanometer, yang
merupakan target pengobatan. Dengan mencocokkan ukuran target pengobatan
dengan obat yang digunakan, nanopartikel memberikan banyak keuntungan. Salah
satu keuntungannya adalah meningkatkan luas permukaan sehingga presentase
senyawa aktif yang berada pada permukaan juga meningkat dan kemungkinan
lebih besar untuk berinteraksi dengan reseptor 4.
Nanopartikel dapat melewati kapiler dan diambil oleh sel serta permeasi
melewati epitel lebih mudah. Karena ukurannya yang kecil, nanopartikel dapat
melewati celah antar sel yang sulit ditembus partikel makro. Hal ini
memungkinkan penghantaran yang efisien pada senyawa terapeutik ke situs target
di dalam tubuh. Nanopartikel juga meningkatkan bioavailabilitas oral dan
stabilitas obat terhadap degradasi enzim (nuklease dan protease) 5, 6, 7.
Nanopartikel dapat terdiri dari bahan konstituen tunggal atau menjadi
gabungan dari beberapa bahan. Nanopartikel di alam sering ditemukan dengan
bahan aglomerasi dengan berbagai komposisi, sedangkan komposisi bahan murni
tunggal dapat dengan mudah disintesis dengan berbagai metode. Berdasarkan sifat
kimia dan elektromagnetik, nanopartikel dapat tersebar seperti aerosol,
suspensi/koloid, atau dalam keadaan menggumpal. Sebagai contoh, nanopartikel
magnetik cenderung mengelompok, membentuk sebuah aglomerat, kecuali
permukaan mereka dilapisi dengan bahan non-magnetik, dan dalam keadaan
menggumpal, nanopartikel dapat berperilaku sebagai partikel yang lebih besar,
tergantung pada ukuran aglomerat tersebut 8.
Sediaan nanopartikel dapat dibuat dengan berbagai metode. Hingga saat ini
ada beberapa metode pembuatan nanopartikel yang sering digunakan yaitu
metode presipitasi, penggilingan (milling methods), salting out, fluida superkritis,
polimerisasi monomer, polimer hidrofilik, dan dispersi pembentukan polimer 9, 10.
1.1.1
Metode Emulsifikasi
Metode Presipitasi
Sebuah proses dimana bahan dilarutkan ke dalam pelarut yang cocok, lalu
dimasukkan ke dalam pelarut lain yang bukan pelarutnya dipengaruhi pH, suhu
atau perubahan pelarut kemudian segera menghasilkan presipitasi zat aktif dengan
partikel yang lebih kecil. Metode ini menggunakan agen penahan tegangan
permukaan yang cukup besar untuk menahan agregasi. Kelemahan metode ini
adalah nanopartikel yang terbentuk harus distabilisasi untuk mencegah timbulnya
kristal berukuran mikro dan zat aktif yang hendak dibuat nanopartikelnya harus
larut setidaknya dalam salah satu jenis pelarut, sementara diketahui bahwa banyak
zat aktif memiliki kelarutan rendah baik di air maupun pelarut organik 11, 12.
1.1.3
Metode Milling
dalam
penghantaran
obat
berdasarkan
kemampuannya
untuk
Dendrimer PAMAM
Definisi Tablet
Rute pemberian obat secara oral adalah rute paling umum dan nyaman
digunakan oleh pasien. Tablet dan kapsul telah lama digunakan sebagai bentuk
sediaan obat padat (solida) yang populer hingga saat ini, termasuk di dalamnya
tablet konvensional dan pelepasan terkontrol, kapsul gelatin keras dan lunak (hard
and soft gelatin capsules). Namun di antara penggunaan keduanya, tablet
merupakan bentuk sediaan yang paling disukai karena mudah diproduksi, mudah
pengemasan begitu juga penggunaannya 17, 18.
Adanya berbagai perubahan fungsi fisiologis terkait usia, termasuk kesulitan
menelan tablet secara utuh, akan menurunkan tingkat kepatuhan dan efektifitas
terapi. Kelompok pasien yang menjadi perhatian atas isu ini terutama adalah
pediatri dan geriatri. Banyak penelitian yang kemudian dikembangkan untuk
mengatasi masalah ini dan tablet hancur di mulut (orally disintegrating tablet)
telah ditemukan sebagai salah satu bentuk sediaan paling bermanfaat. Dikenal
oleh FDA sebagai orally disintegrating tablet (ODT), bentuk sediaan ini disebut
juga mouth-dissolving, fast-dissolving, rapid-melt, porous, orodispersible, quickdissolving, atau rapidly disintegrating tablet 18, 19, 20.
Istilah ODT diadaptasi oleh Komite Pelabelan dan Tatanama (Nomenclature
and Labelling Committee) pada USP dan ODT adalah singkatan umum untuk
suatu tablet yang hancur (disintegrasi) dengan cepat atau serta-merta dalam
rongga mulut dan partikel zat yang ditelan menunjukkan karakteristik pelepasan
segera (immediate-release). Sementara itu, Farmakope Eropa (European
Pharmacopoeia) mengadopsi istilah orodispersible tablet sebagai suatu tablet
yang diletakkan di atas lidah dan akan terdispersi secara cepat sebelum ditelan 21.
Tablet ini dimaksudkan agar cepat terdisintegrasi di mulut ketika kontak
dengan air ludah atau saliva dalam waktu kurang dari 60 detik atau lebih disukai
kurang dari 40 detik. Zat aktif kemudian akan melarut atau terdispersi ke dalam
air ludah, lalu ditelan oleh pasien dan obat akan diabsorpsi seperti umumnya.
Untuk proses ini, jumlah air ludah yang sedikit telah mencukupi untuk
memungkinkan terjadinya disintegrasi tablet. Oleh karena itu, tidak diperlukan air
untuk menelan obat. Hal inilah yang akan mempermudah dan meningkatkan
kepatuhan pasien pediatri ataupun geriatri dalam penggunaan obat. Selain itu,
sejumlah bagian obat juga mungkin diabsorpsi di daerah pra-gastrik seperti mulut,
faring, dan esophagus ketika air ludah turun ke lambung sehingga ketersediaan
hayati obat akan meningkat dan pada akhirnya juga meningkatkan efektivitas
terapi 17, 19, 21.
1.3.2
Sediaan ODT berbeda dari tablet konvensional umumnya, maka sediaan ODT
harus memiliki beberapa karakteristik yang ideal antara lain 22:
a. Disintegrasi harus cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa tablet ODT harus
terdisintegrasi dalam waktu kurang dari 1 menit. Namun demikian, akan lebih
disukai bila disintegrasi terjadi secepat mungkin di dalam rongga mulut.
Begitu juga ODT harus mengalami terdisintegrasi dengan sedikit atau tanpa
meminum air sama sekali dan dimaksudkan untuk melarut dengan air ludah
pasien sendiri.
b. Penutupan rasa (taste-masking) dari senyawa aktif. Hal ini dikarenakan obat
ODT akan melarut atau mengalami disintegrasi di dalam mulut. Setelah
melarut, sediaan diharapkan tidak atau sedikit meninggalkan residu serta rasa
enak di mulut. Teknologi penutupan rasa yang ideal hendaknya mampu
menghasilkan mouth-feel yang baik dan tidak memberikan sensasi berpasir
(grittiness) di mulut.
c. Kekerasan dan porositas tablet yang optimal. Oleh karena ODT dirancang
untuk memiliki waktu disintegrasi dan disolusi yang cepat maka dibutuhkan
zat tambahan (excipient) dengan derajat keterbasahan (wettability) yang tinggi
dan struktur tablet dengan porositas yang tinggi pula dimaksudkan untuk
absorpsi air yang cepat ke dalam tablet. Kekerasan tablet berbanding terbalik
dengan porositasnya maka adalah hal yang penting untuk mendapatkan
porositas tablet dengan absorpsi air yang cepat tanpa mengurangi kekerasan
tablet sehingga tidak mudah rusak selama pengemasan dan pendistribusian
dalam blister atau botol tablet konvensional.
d. Sensitivitas yang rendah terhadap kelembapan. ODT seringkali sensitive
terhadap kelembapan, hal ini disebabkan zat tambahan dengan kelarutan
dalam air yang tinggi sehingga sangat rentan terhadap kelembapan. Untuk
mengatasi hal ini, diperlukan strategi pengemasan yang baik agar tablet
terlindungi dari berbagai pengaruh lingkungan.
1.3.3
ODT memiliki semua kelebihan dari bentuk sediaan solida, antara lain
stabilitasnya yang baik, ketepatan dosis, kemudahan produksi, ukuran
pengemasan yang kecil, dan praktis dibawa bepergian. ODT juga memiliki
kelebihan formulasi seperti kemudahan penggunaan obat, tidak ada resiko sesak
nafas (tersedak) akibat obstruksi fisik bentuk solida di tenggorokan ,kecepatan
absorpsi dan onset obat yang cepat, serta ketersediaan hayati yang tinggi 22.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, zat aktif dapat diabsorpsi
baik di daerah bukal, faring maupun esofagus selama larutan obat turun ke
lambung. Karena absorpsi pra-gastrik akan menghindarkan zat aktif dari
metabolisme lintas pertama di hati, maka dosis obat juga dapat dikurangi bila
sejumlah besar zat aktif mengalami metabolisme tersebut selama pemberian tablet
konvensional 22.
Oleh karena itu dalam kasus terapi tertentu, ODT merupakan obat pilihan
untuk mendapatkan konsentrasi sistemik yang tinggi secara cepat atau high drug
loading 21.
ODT menawarkan kemudahan bagi pasien yang mengalami kesulitan menelan
(dysphagia) terutama pasien pediatri dan geriatri serta untuk pasien yang sedang
berlibur dan menempuh perjalanan jauh yang kemungkinan besar air minum
mungkin sulit diperoleh. Di samping berbagai kelebihan ODT seperti yang telah
disebutkan di atas, sediaan ODT juga memiliki kekurangan yaitu keterbatasan
jumlah obat yang dapat diformulasi dalam setiap unit dosisnya. Selain itu, terkait
sifat bentuk sediaan ODT yang rapuh (fragile), diperlukan pengemasan khusus
dan ini tentu akan menambah biaya produksi 21, 23, 24.
1.3.4
Sifat ODT yang cepat larut (fast-dissolving) berasal dari jalan masuk air yang
sangat singkat ke dalam matriks tablet sehingga mengakibatkan disintegrasi yang
sangat cepat. Oleh karena itu, pendekatan mendasar dalam mengembangkan tablet
jenis ini meliputi:
a. memaksimalkan struktur berpori dari matriks tablet.
b. menambahkan senyawa penghancur (disintegrant) yang tepat.
10
c. menggunakan zat tambahan (excipient) yang sangat mudah larut air dalam
formulasi.
Sejauh ini, beberapa metode pembuatan ODT telah dikembangkan dengan
berbagai prinsip dasar yang berbeda. Formulasi ODT dapat dibagi menjadi 2
bagian utama yaitu metode yang menggunakan proses pemanasan dan yang tidak
menggunakan
pemanasan.
Menurut
Goel,
et.al.
(2008),
metode
yang
menggunakan proses pemanasan antara lain: proses gula kapas (cotton candy
process), tekanan leburan (melt extrusion), pencetakan tablet (tablet molding), dan
sublimasi (sublimation). Sementara itu, metode yang tidak menggunakan proses
pemanasan meliputi pengeringan beku (freeze drying), cetak langsung (direct
compression) dan sistem efervesen (effervescent system) 25 26.
1.4 Mahkota Dewa
1.4.1
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Dicotyledon
Kelas
: Thymelaeales
Famili
: Thymelaeaceae
Genus
: Phaleria
Spesies
Nama daerah dari mahkota dewa yaitu Simalakama (Melayu), Makuto rojo,
makutadewa, makuto mewo, makuto ratu (Jawa) 28.
11
Kandungan Kimia
Menurut Gotama, dkk (1999) di dalam kulit buah mahkota dewa terkandung
senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid, sementara dalam daunnya terkandung
alkaloid, saponin, serta polifenol. Mereka juga melaporkan bahwa senyawa
saponin diklasifikasikan berdasarkan struktur aglikon ke dalam triterpenoid dan
steroid saponin. Kedua senyawa tersebut mempunyai efek anti inflamasi,
analgesik, dan sitotoksik 30, 31.
Peneliti dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, melaporkan bahwa bagian
daun mahkota dewa mengandung suatu senyawa benzofenon glikosida yang
disebut sebagai phalerin. Peneliti dari LIPI telah mengisolasi dan menetapkan
struktur kimia benzofenon glikosida yang berbeda dari senyawa phalerin 32, 33.
1.4.4
Daun dan buah mahkota dewa telah digunakan selama bertahun-tahun dalam
pengobatan berbagai tipe kanker, khususnya kanker payudara dan kanker otak.
Pemberian mahkota dewa dengan adriamisin siklofosfamid (AC) telah dilaporkan
efek sinergisnya dalam menurunkan pertumbuhan tumor dalam sel payudara
12
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal,
cepat dan tidak terkendali. Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu
penyakit neoplasma yang ganas berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh World
Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International Classification of
Diseases (ICD).
Kanker payudara merupakan kanker kedua terbanyak sesudah kanker leher
rahim di Indonesia. Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia
tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki
tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker
payudara ditemukan pada stadium lanjut 39, 40.
Data dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut
golongan penyebab penyakit menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-1993,
yaitu dari 3,9 menjadi 7,8 41.
1.5.2
Sampai saat ini, penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti.
Penyebab kanker payudara termasuk multifaktorial, yaitu banyak faktor yang
13
terkait satu dengan yang lain. banyak penelitian yang menunjukkan adanya
beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko atau kemungkinan
untuk terjadinya kanker payudara. Faktor-faktor resiko tersebut adalah 42:
a. Jenis kelamin
Berdasarkan penelitian, wanita lebih beresiko menderita kanker payudara
daripada pria. Prevalensi kanker payudara pada pria hanya 1% dari seluruh
kanker payudara.
b. Faktor usia
Resiko kanker payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia. Setiap
sepuluh tahun, resiko kanker meningkat dua kali lipat. Kejadian puncak
kanker payudara terjadi pada usia 40-50 tahun.
c. Riwayat keluarga
Adanya riwayat kanker payudara dalam keluarga merupakan faktor resiko
terjadinya kanker payudara.
d. Riwayat adanya tumor jinak payudara sebelumnya
Beberapa tumor jinak pada payudara dapat bermutasi menjadi ganas.
e. Faktor genetik
Pada suatu studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan
dengan gen tertentu. Bila terdapat mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, yaitu gen
suseptibilitas kanker payudara, maka probabilitas untuk terjadi kanker
payudara adalah sebesar 80%.
f. Faktor hormonal
Kadar hormon estrogen yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika
tidak diselingi perubahan hormon pada saat kehamilan, dapat meningkatkan
resiko terjadinya kanker payudara.
g. Usia menarche
Berdasarkan penelitian, menarche dini dapat meningkatkan resiko kanker
payudara. Ini dikarenakan terlalu cepat mendapat paparan dari estrogen.
h. Menopause
Menopause yang terlambat juga dapat meningkatkan resiko kanker payudara.
Untuk setiap tahun usia menopause yang terlambat, akan meningkatkan resiko
kanker payudara 3 %.
14
kanker
payudara
menunjukkan
peningkatan
seiring
dengan
Gejala Klinis
Manitol
Manitol merupakan serbuk kristal atau granul berwarna putih, tidak berbau,
mengalir bebas. Memiliki rasa manis kira-kira sama seperti glukosa, setengah kali
sukrosa, dan memberikan sensasi dingin di mulut. Manitol disebut juga mannit
15
atau gula manna dengan rumus molekul C6H14O6 dan berat molekul 182,17.
Kelarutan manitol pada suhu 20C dalam air (1:5,5), dalam etanol 95% (1:83),
dalam gliserin (1:18), dalam propan-2-ol (1:100), larut dalam larutan alkali,
praktis tidak larut dalam eter. Titik leleh mannitol adalah 166-168C. Manitol
stabil pada kondisi kering dan dalam larutan air 44.
Manitol merupakan bahan pengisi terpilih pada kebanyakan formulasi ODT.
Manitol lebih banyak dipilih karena higroskopisitas yang rendah, kompresibilitas
yang baik dan rasanya manis. Dalam formulasi, manitol terutama digunakan
sebagai bahan pengisi tablet dengan konsentrasi 10-90%. Manitol dapat
digunakan pada formulasi tablet dengan metode cetak langsung. Granul
mengandung manitol dapat mengering lebih cepat 44.
1.6.2
Avicel PH 102
16
atau PH 103 serta memiliki moisture content yang kecil dan biasanya digunakan
dengan bahan bahan yang bersifat higroskopis 44.
1.6.3
Aspartam
Laktosa
Laktosa dalam formulasi tablet berfungsi sebagai bahan pengisi yang baik
karena dapat memadatkan massa granul dalam granulasi basah atau metode
kempa langsung. Laktosa adalah bahan yang bersifat kompresibel, namun sifat
alirnya jelek, dapat menyerap kelembaban dari udara sehingga kemungkinan
dapat berpengaruh pada sifat fisik tablet. Harganya murah, tetapi mungkin
mengalami perubahan warna bila ada zat basa Amina garam alkali 45.
1.6.5
17
cabang, terdiri dari 10 sampai 60 unit glukosa yang bergabung melalui ikatan (1,4)-D-glukosa dan -(1,6)-D-glukosa 47.
2. Landasan Teori
Mahkota dewa adalah tanaman obat yang telah dikenal secara luas sebagai
tanaman obat yang memiliki berbagai macam khasiat, salah satunya sebagai
antikanker. Mahkota dewa merupakan tumbuhan yang hidup di daerah tropis
berupa tumbuhan perdu dan memiliki kandungan alkaloid, saponin, flavonoid, dan
polifenol. Mahkota dewa juga mengandung suatu senyawa benzofenon glikosida
yang dikenal bernama phalerin dan juga senyawa asam galat. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Agung dkk. (2008), kedua senyawa ini terbukti
memberikan kontribusi utama terhadap sifat sitotoksiknya. Tjandrawinata dkk.
(2010) juga menyatakan bahwa ekstrak metanol mahkota dewa yang mengandung
phalerin, mampu menginduksi apoptosis dengan fragmentasi DNA. Menurut
penelitian Lay et al. (2014), ekstrak kloroform buah mahkota dewa menunjukkan
aktivitas penghambatan yang selektif terhadap sel kanker payudara dengan nilai
IC50 sebesar 7,801,57 g/mL setelah 48 jam pemberian. Pemanfaatan ekstrak
kloroform buah mahkota dewa dapat dibuat menjadi salah satu sediaan Orally
Disintegration Tablet sebagai antikanker payudara, dengan sistem penghantaran
nanopartikel menggunakan dendrimer PAMAM. Hal ini dilakukan dengan
maksud mempermudah pasien kanker payudara dalam mengonsumsi obat
antikanker payudara. Orally Disintegration Tablet (ODT) adalah suatu sistem
penghantaran obat secara oral dimana zat aktif dilepaskan secara cepat di dalam
rongga mulut dan diabsorbsi ke peredaran darah. ODT digunakan dengan cara
diletakkan di dalam rongga mulut yaitu pada bagian bawah lidah atau disela-sela
pipi dan gigi. Formulasi ODT ekstrak kloroform buah mahkota dewa dibuat
dengan metode kempa langsung menggunakan bahan tambahan seperti manitol,
laktosa anhidrat, aspartam, pati singkong, ftalat, dan avicel PH 102. ODT dapat
hancur secara cepat dan bekerja sistemik, sehingga diharapkan zat aktif dari
ekstrak kloroform buah mahkota dewa dapat mencapai sirkulasi sistemik dan
menghambat pertumbuhan sel kanker payudara (antiproliferasi) serta menginduksi
terjadinya apoptosis pada sel kanker payudara 35, 38, 48.
18
3. Hipotesis