You are on page 1of 24

MANAJEMEN FARMASI KOMUNITAS

PENGADAAN DAN PEGENDALIAN PERSEDIAAN


DI APOTEK

Disusun Oleh
Kelompok 4:
Luthfiyyah Mutsnaini

1306343782

Lydia Trisna Wibowo

1306343795

Marchen Prasetyaningrum

1306343800

Marvi Nurjanah

1306343813

Meidi Utami Putri

1306343832

Miftah Rizkiawelly

1306343845

Mohamad Thoha Rohimi

1306343851

PROGRAM PROFESI APOTEKER ANGKATAN LXXVIII


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2013

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya pada kita sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen Farmasi Komunitas yang berjudul
Pengadaan dan Pengendalian Persediaan di Apotek dengan baik dan tepat
waktu.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Azizahwati, M.S.,
Apt. selaku dosen mata kuliah Manajemen Farmasi Komunitas yang telah
memberikan motivasi dan bimbingan, serta pengalaman dalam membuka apotek.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Depok, 22 Desember 2013

Tim Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. 1


KATA PENGANTAR ................................................................................ 2
DAFTAR ISI ............................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 4
1.2 Tujuan ................................................................................................ 4
BAB II PENGADAAN ................................................................................ 5
2.1 Definisi .............................................................................................. 5
2.2 Prinsip ................................................................................................ 5
2.3 Pengadaan .......................................................................................... 5
2.4 Fungsi Pengadaan di Apotek ............................................................. 6
2.5 Arus Barang ....................................................................................... 7
2.6 Analisis Biaya untuk Pengadaan ....................................................... 9
BAB III PENGENDALIAN PERSEDIAAN ........................................... 16
3.1 Definisi .............................................................................................. 16
3.2 Fungsi Persediaan .............................................................................. 16
3.3 Pengendalian Persediaan ................................................................... 17
3.4 Parameter Parameter Pengendalian Persediaan .............................. 18
BAB 4 KESIMPULAN .............................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 24

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apotek merupakan pusat pelayanan obat dan juga tempat bisnis serta
investasi. Sebagai aset bisnis apotek harus dikelola dengan manajemen yang baik.
Salah satu obyek manajemen di apotek adalah manajemen pengadaan dan
persediaan obat. Pengadaan perbekalan farmasi adalah penentu utama terhadap
tersedianya obat dan total biaya yang dikeluarkan apotek. Proses pengadaan yang
efektif adalah faktor yang sangat menentukan dalam menjamin adanya
ketersediaan obat yang diperlukan dalam jumlah yang sesuai, dengan harga yang
rasional dan tentunya dengan kualitas yang memenuhi standar mutu yang jelas.
Oleh karena itu, pengadaan perbekalan farmasi harus dapat diterapkan sebaik
mungkin sehingga pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu obat dalam
meningkatkan pelayanan kepada pasien dapat dilakukan secara efektif dan efisien
sehingga pasien merasa terpuaskan.
Demi menyediakan pelayanan yang maksimal di apotek, maka harus
ditunjang dengan adanya kelengkapan barang yang dijual. Hal ini juga sebagai
salah satu cara memberi kepercayaan kepada pelanggan bahwa apotek yang dituju
selalu akan menyediakan segala kebutuhan obat-obatan konsumen. Jika salah satu
barang tidak tersedia atau jumlahnya tidak mencukupi akan berdampak buruk
pada citra apotek dari segi kelengkapan barangnya dimata konsumen. Meskipun
dampak dari keadaan tersebut tidak langsung dirasakan saat itu juga, namun
perluasan pelanggan baru akan terhambat dan berefek pada kelambatan
perkembangan apotek tersebut.

1.2 Tujuan
Menjelaskan kegiatan serta penerapan pengadaan dan pengendalian
persedian di apotek sebaik mungkin sehingga pengendalian, keamanan, dan
jaminan mutu obat dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien dapat dilakukan
secara efektif dan efisien sehingga pasien merasa terpuaskan dengan pelayanan
dari apotek.

BAB 2
PENGADAAN

2.1 Definisi
Pengadaan merupakan kegiatan pembelian dalam rangka memenuhi
kebutuhan

proses

penjualan.

Manajemen

pengadaan

diperlukan

untuk

meningkatkan laba apotek dan memuaskan konsumen dengan memenuhi


kebutuhannya. Titik awal dari proses pengadaan adalah melakukan pembelian.

2.2 Prinsip
Pengadaan harus disesuaikan dengan hasil penjualan sehingga ada
keseimbangan antara penjualan dan pembelian.

2.3 Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi adalah penentu utama terhadap tersedianya
obat dan total biaya kesehatan. Proses pengadaan yang efektif adalah faktor yang
sangat menentukan dalam menjamin adanya ketersediaan obat yang diperlukan
dalam jumlah yang sesuai, dengan harga yang rasional dan tentunya dengan
kualitas yang memenuhi standar mutu yang jelas. Oleh karena itu, pengadaan
perbekalan

farmasi

harus

dapat

diterapkan

sebaik

mungkin

sehingga

pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu obat dalam meningkatkan pelayanan


kepada pasien dapat dilakukan secara efektif dan efisien sehingga pasien merasa
terpuaskan dengan servis pelayanan yang diberikan. Apotek selain sebagai pusat
pelayanan obat juga merupakan tempat bisnis dan investasi. Sebagai aset bisnis
apotek harus dikelola dengan manajemen yang baik. Salah satu obyek manajemen
di apotek adalah manajemen pengadaan dan persediaan obat. Demi menyediakan
pelayanan yang maksimal di apotek, maka harus ditunjang dengan adanya
kelengkapan barang yang dijual. Hal ini juga sebagai salah satu cara memberi
kepercayaan kepada pelanggan bahwa apotek yang dituju selalu akan
menyediakan segala kebutuhan obat-obatannnya. Jika salah satu barang tidak
tersedia atau jumlahnya tidak mencukupi akan berdampak buruk pada citra apotek
dari segi kelengkapan barangnya dimata konsumen. Meskipun dampak dari

keadaan tersebut tidak langsung terasa saat itu juga, namun perluasan pelanggan
baru akan terhambat dan berefek pada kelambatan perkembangan apotek tersebut.
Untuk itu perlu ditetapkan kebijaksanaan yang berkenaan dengan
persediaan yang optimum:
- Untuk pemesanan: perlu ditentukan bagaimana cara pemesanannya, berapa
jumlah yang dipesan agar pemesanan tersebut ekonomis dan kapan pemesanan
dapat dilakukan.
- Untuk penyimpanan: perlu ditentukan berapa besarnya cadangan yang
merupakan persediaan minimum, besarnya persediaan pada waktu pemesanan
kembali dan besarnya persediaan maksimum.
Adapun tujuh dasar pengetahuan yang perlu diperhatikan dalam
mernacang sistem pengelolaan persediaan yang baik adalah:
1. Adanya pemahaman di mana sistem pengelolaan sama dengan manajemen dan
keduanya harus berfungsi.
2. Penentian tipe pencatatan persediaan dana laporan persediaan dibutuhkan.
3. Seleksi barang-barang yang disediakan.
4. Pemeliharaan keseimbangan yang sesuai antara tingkat pelayanan dan
penyediaan.
5. Pengambilan model untuk frekuensi pemesanan kembali.
6. Pelaksanaan perumusan pemesanan kembali.
7. Identifikasi dan pengaturan dari harga-harga manajemen yang bervariasi.

2.4 Fungsi Pengadaan di Apotek


1. Fungsi biaya
Menaikan keuntungan dengan menurunkan biaya pengadaan melalui:
Pengaturan sediaan optimal.
Pengaturan sistem sediaan optimal (administrasi, distribusi, penjadwalan
dll).
Penanganan barang slow moving , rusak, dll.

2. Fungsi perolehan
Mengadakan pengadaan untuk kebutuhan penjualan dengan menetapkan:

Kapan barang diperoleh.


Bagaimana cara memperoleh.
Siapa pemasoknya.
Bagaimana memasoknya keunit/ lini penjualan.

Sistem pengadaan barang dikatakan baik bila memenuhi kriteria sebagai


berikut:
Terjadi kesetimbangan komposisi, misalnya barang fast moving lebih
diprioritaskan dari pada yang slow moving.
Mampu melayani produk yang diperlukan konsumen.
Terjadi kesetimbangan antara persediaan dengan seluruh permintaan
(keseimbangan total).
Tidak terjadi kelebihan persediaan yang dapat merugikan apotek yang
disebabkan oleh barang yang belum/tidak laku dan sudah kadaluarsa.

2.5 Arus Barang


Setiap kejadian penjualan berarti pengeluaran barang dari apotek dan
barang yang keluar tersebut harus diisi kembali sehingga jumlah barang itu tetap.
Namun, keseimbangan tidak mungkin dapat dilakukan setiap hari untuk setiap
produk karena frekuensi pembelian akan menjadi sangat tinggi dan berakibat
volume pekerjaan menjadi sangat besar. Untuk itu perlu dicari waktu yang baik
untuk pembelian produk, sehingga ada keseimbangan antara beban dan
kemampuan memenuhi permintaan dalam penjualan.
Untuk mengendalikan persediaan obat diperlukan pencatatan mengenai
arus keluar dan masuk barang sehingga adanya keseimbangan antara obat yang
terjual dengan obat yang harus tersedia kembali di apotek.
Arus keluar masuknya barang melalui jalur:
a. Dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) ke gudang apotek.
b. Dari gudang apotek ke ruang peracikan.
c. Dari ruang peracikan ke tangan pasien.
Tiga jenis kegiatan yang terlibat dalam arus barang:
1. Pengadaan barang (pembelian).

2. Penyimpanan di gudang.
3. Penyerahan barang (penjualan).

PBF

GUDANG APOTEK

PEMBELIAN

RUANG RACIK

PENYIMPANAN

PASIEN

PENYERAHAN

Pemesanan barang disesuaikan dengan besarnya omset penjualan pada


waktu lalu. Penyediaan barang di apotek harus memperhatikan beberapa hal
berikut:
1. Persediaan minimum dan maksimum.
2. Reorder point (titik pesanan) terutama untuk obat yang laku keras.
3. Memperhatikan buffer stock.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam mengelola perbekalan di
apotek:
1. Undang-undang atau peraturan yang berlaku
Pengelolaan perbekalan farmasi yang menyimpang dari peraturan yang berlaku
akan memperoleh sanksi pidana.
2. Golongan obat
Pemerintah telah menggolongkan obat menjadi beberapa golongan.
3. Sifat obat
Perbekalan farmasi umumnya berasal dari bahan kimia yang dapat berubah
fungsi karana cahaya, panas, kelembapan, udara, kadaluwarsa, dosis, dll,
sehingga cara penanganannya memerlukan pengetahuan khusus.
4. Cara penyimpanan
Karena sifatnya yang mudah berubah fungsi inilah, maka cara penyimpanannya
harus ditempatkan pada wadah dan ruangan tertentu agar dapat tetap memenuhi
syarat sampe batas kadaluwarsanya.
5. Cara penataan

Harus memperhatikan estetika (keindahan), lay out (tata letak), dan desain
apotek.
6. Hukum dan etika pelayanan
Hukum adalah ketentuan yang mengatur tentang wewenang dan tanggung
jawab seseorang dalam melaksanakan profesi di masyarakat sesuai dengan
keilmuannya. Etika adalah menghormati hak-hak konsumen dan profesi lain,
misalnya dokter, dokter gigi, dokter hewan.
7. Bisnis dan sosial
Seorang APA harus mempu mengembangkan apoteknya tetapi tidak
melupakan fungsi sosialnya. Oleh karena itu, APA beserta stafnya harus
melayani kebutuhan obat dna memberikan informasi sesuai dengan
kemampuan masing-masing konsumen.

2.6 Analisis Biaya untuk Pengadaan


Pengendalian dan persediaan dapat dillakukan dengan cara menyusun
prioritas berdasarkan 2 metode analisis yang sering digunakan yaitu, analisis VEN
dan analisis ABC:

Analisis VEN
Analisis VEN adalah suatu cara untuk mengelompokkan obat yang
berdasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat
dalam daftar obat dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu:
V (vital)
Kelompok obat yang berpotensi untuk menyelamatkan kehidupan (life saving
drugs). Merupakan obat yang dapat mengatasi penyakit penyebab kematian
terbesar dan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan dasar. Contoh : obat
diabetes dan hipertensi.
E (Esensial)
Kelompok obat yang efektif untuk menyembuhkan penyakit yang kurang parah
atau secara signifikan dapat mengurangi penderitaan pasien, tetapi kelompok
obat ini tidak benar-benar penting digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar.
Contoh : obat-obat fast-moving.

N (Non esensial)
Kelompok obat yang digunakan untuk penyakit ringan yang dapat sembuh
sendiri (self limiting disease), perbekalan farmasi yang diragukan manfaatnya,
perbekalan farmasi yang mahal namun tidak mempunyai kelebihan manfaat
dibanding perbekalan farmasi lainnya.Contoh obat yang termasuk jenis obat
Non-essensial adalah vitamin, suplemen dan lain-lain.

Penggunaan sistem VEN untuk Penentuan pembelian


1. Klasifikasikan semua obat dalam daftar obat esensial nasional sebagai V, E, N.
2. Pertimbangkan kembali jumlah pembelian yang diusulkan untuk memastikan
kebutuhanya.
3. Coba untuk mencari dana tambahan.
4. Hapus dari daftar pengadaan obat-obatan N yang tidak mempunyai efek terapi
yang jelas.
5. Kurangi jumlah atau hilangkan item N lain dan menilai kembali estimasi biaya
pengadaan item yang tersisa.
6. Batasi duplikasi efek terapi.
7. Kurangi jumlah obat yang harus dibeli dengan menggunakan pendekatan
"bobot yang sama atau "penyakit yang sama".

Analisis ABC (ABC)


Disusun berdasarkan atas penggolongan persediaan yang mempunyai nilai
harga yang paling banyak. ABC membagi persediaan berdasarkan atas nilai
rupiah (volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga
per unit) sehingga pengendalian persediaan barang difokuskan pada item
persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Kriteria kelas
dalam klasifikasi ABC adalah:
Kelas A: persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini
mewakili sekitar 75-80 % dari total nilai penjualan, meskipun jumlahnya hanya
sekitar 10-20 % dari seluruh item. Memiliki dampak biaya yang tinggi.
Pengendalian khusus dilakukan secara intensif.

10

Kelas B: persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini
mewakili sekitar 10-20 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya
hanya sekitar 15-20 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara
moderat.
Kelas C: persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini
mewakili sekitar 60-80 % dari total nilai persediaan, tapi mewakili 5-10 % dari
total penjualan. Pengendalian khusus dilakukan secara sederhana.

Urutan kerja pengelompokan item barang menurut analisis ABC:


1. Daftar semua item dan masukkan unit cost per item.
2. Masukkan estimasi konsumsi rata-rata.
3. Hitung nilai konsumsi tiap item: kalikan unit cost dengan jumlah yang
dikonsumsi.
4. Hitung persentase tiap item terhadap nilai total (% total value) yaitu: nilai
konsumsi tiap item dibagi dengan nilai konsumsi total. Gunakan 2 angka di
belakang koma karena mungkin ada beberapa item yang nilainya berdekatan
bila hanya dinyatakan dengan 1 angka di belakang koma.
5. Susun kembali daftarnya: buat peringkat item dari % total value tertinggi
hingga terendah.
6. Hitung persentase nilai total kumulatif untuk masing-masing item: mulai
dengan % total value item pertama, kemudian tambahkan dengan %total value
item di bawahnya.
7. Tentukan batas-batas untuk obat-obat A,B, dan C. Umumnya kelas A: 10-20%
dari total item dan menyerap 75-80% dana; kelas B: 10-20% dari total item dan
menyerap 15-20% dana; kelas C: 60-80% dari total item dan menyerap 5-10%
dana.
8. Buat kurva: plot persentase nilai total kumulatif pada sumbu-Y dan persentase
jumlah item pada sumbu-X.

11

Gambar 2.1. Kurva Analisis ABC

Contoh penggunaan analisis ABC di Apotik:


Tabel 2.1. Data penjualan obat di sebuah Apotek

No

Harga per

Item Obat

unit

Abdimox (Cap

Rp. 1.800,-

Jumlah
unit

Total

terjual

%
Total

123

Rp.221.400,-

0,9

560

Rp.476.000,-

1,9

1.498

Rp.641.144,-

2,6

14

Rp.10.010.000,- 41,3

124

Rp.150.288,-

500mg)
Capriaton-25

(Tab Rp. 850,-

25mg)
Ethambutol

Kimia Rp.428,-

Farma (Tab 250mg)


Humalog Mix25

Rp.715.000,-

(100 UI/ml)

/box

Kamadol

(Cap Rp. 1.212,-

0,6

50mg)

12

10

11

12

13

Lapibal

(cap

250 Rp. 1.000,-

90

Rp.90.000,-

0,3

(250 Rp.4.800,-

235

Rp.1.128.000,-

4,6

976

Rp.263.520,-

1,1

mcg)
Meconuero
mcg)
Ponstan (Tab Salut Rp.270,500mg)
Proris

(Syr

forte Rp. 22.479,-

76

Rp.1.708.404,-

7,0

(Tab

salut Rp. 1876,-

210

Rp.393.960,-

1,6

SOHO Rp.2.200,-

102

Rp.224.400,-

0,9

453

Rp.573.951,-

2,4

1.128

Rp.1.078.368,-

4,5

Rp.24.500,-

143

Rp.3.503.500,-

14,6

Rp.36.125,-

104

Rp.3.757.000,-

15,5

5.836

Rp.24.219.935

100%

50ml)
Radin
150mg)
Ranitidine

(Amp 25mg/ml)
Sendicol

(Cap Rp. 1.267,-

250mg)
Sorbitol Corsa (Sach Rp.956,5g)
Triaminic

14

Expectorant

(syr

60ml)
Ventolin
15

Expectorant (Syr
100 ml)
Total

Tabel 2.2 Klasifikasi obat berdasarkan analisis ABC


Jumla
No

Item

Harga per

h unit

Obat

unit

terjua

%
Total

Humalog

Rp.715.000,

Mix25

-/box

14

Tota kumul
l

Rp.10.010.000, 41,3

Kela
s

a tif
41,3

(100ui/ml)

13

Ventolin
2

Rp.36.125,-

104

Rp.3.757.000,-

15,5

56,8

Rp.24.500,-

143

Rp.3.503.500,-

14,6

71,4

Rp. 22.479,- 76

Rp.1.708.404,-

7,0

78,4

Rp.4.800,-

235

Rp.1.128.000,-

4,6

83

Rp.956,-

1.128

Rp.1.078.368,-

4,5

87,5

Rp.428,-

1.498

Rp.641.144,-

2,6

90,1

Rp. 1.267,-

453

Rp.573.951,-

2,4

92,5

560

Rp.476.000,-

1,9

94,1

Rp. 1876,-

210

Rp.393.960,-

1,6

96

Rp.270,-

976

Rp.263.520,-

1,1

97,1

Expectora
nt (Syr
100 ml)
Triaminic

Expectora
nt

(syr

60ml)
Proris
4

(Syr forte
50ml)
Meconuer

(250

mcg)
Sorbitol
6

Corsa
(Sach 5g)
Ethambut
ol

Kimia

Farma
(Tab
250mg)
Sendicol

(Cap
250mg)
Capriaton- Rp. 850,-

25

(Tab

25mg)
Radin
10

(Tab salut
150mg)

11

Ponstan

14

(Tab Salut
500mg)
Ranitidine
12

Rp.2.200,-

102

Rp.224.400,-

1,0

98,1

Rp. 1.800,-

123

Rp.221.400,-

0,9

99

Rp. 1.212,-

124

Rp.150.288,-

0,7

99,7

Rp. 1.000,-

90

Rp.90.000,-

0,3

100

5.836

Rp.24.219.935

100

SOHO
(Amp
25mg/ml)
Abdimox

13

(Cap
500mg)
Kamadol

14

(Cap
50mg)
Lapibal

15

(cap

250

mcg)
Total

15

BAB 3
PENGENDALIAN PERSEDIAAN

3.1 Definisi
Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan
untuk memenuhi tujuan tertentu. Setiap perusahaan jasa maupun manufaktur
selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan para pengusaha akan
dihadapkan pada resiko bahwa perusahaanya pada suatu waktu tidak dapat
memenuhi keinginan para pelanggannya.
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang
telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan
obat.Salah satu kunci sukses pengelolaan persediaan barang di sebuah apotek
adalah apotek mampu memenuhi semua permintaan akan obat (baik resep maupun
non resep), sehingga ratio penolakannya 0%. Untuk dapat menjamin hal tersebut
diperlukan perencanaan yang sangat matang ada penumpukan barang (over stock)
atau persediaan habis (out of stock). Tujuannya adalah supaya perputaran
persediaan

akan maksimal,

resiko over

stock dan outof

stock diminimalisir

sehingga kepuasan pelanggan karena permintaan akan obat selalu terpenuhi.

3.2 Fungsi persediaan


Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman barang (obat) yang
dibutuhkan).
Menghilangkan resiko jika barang yang dipesan tidak baik dan harus
dikembalikan.
Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang (inflasi).
Menyimpan barang yang dihasilkan secara musiman atau tidak diproduksi
untuk sementara.
Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan kuantitas.
Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang
diperlukan.
Mengantisipasi kelonjakan permintaan yang dapat diramalkan.

16

3.3 Pengendalian Persediaan


Pengendalian persediaan sangat penting bagi apotek, baik besar maupun
kecil, karena persediaan obat merupakan harta terbesar dari sebuah apotek.
Pengendalian persediaan obat yang tepat memiliki pengaruh besar terhadap
perolehan kembali investasi apotek karena jumlah yang diinvestasikan untuk
persediaan obat sangatlah besar. Pengendalian yang efektif dapat memperkecil
investasi dari suatu apotek. Pengendalian persediaan obat juga berdampak pada
perolehan yang lebih besar atas investasi (untuk suatu laba tertentu). Bila APA
dapat menurunkan jumlah persediaan dengan menjual lebih sedikit obat atau
dengan menyingkirkan barang/ obat yang tidak mudah dijual, maka akan terjadi
juga penurunan modal sendiri dan perolehan kembali atas modal sendiri pun akan
meningkat. Sebaliknya bila investasi/ penanaman modal atas persediaan obat/
barang dagangan dinaikkan, peroleh atas modal dengan juga akan menurun.
Pengendalian persediaan obat juga penting dalam pelayanan pasien di
apotek, di mana suatu apotek harus mempunyai stok yang benar agar dapat
melayani pasien atau memenuhi kebutuhan pasien akan obat dengan baik. Apotek
harus mempunyai jenis produk yang dibutuhkan pasien dalam jumlah yang
dibutuhkan pasien. Bila sebuah apotek umum tidak memiliki persediaan obat yang
dibutuhkan pasiennya pada waktu mereka memerlukan, maka apotek tersebut
akan kehilangan penjualan. Bila hal seperti ini sering terjadi, maka apotek akan
kehilangan pasiennya. Oleh sebab itu, pengendalian persediaan yang efektif
adalah suatu pengendalian persediaan yang dapat mengoptimalkan dua tujuan,
yakni:
- Memperkecil total investasi pada persediaan obat.
- Menjual berbagai produk yang tepat untuk memenuhi permintaan atau
kebutuhan pasien.
Tiga pertanyaan yang menjadi dasar pengendalian atau pengawasan
terhadap persediaan yakni:
- Berapa banyak suatu item obat yang akan dipesan pada suatu waktu tertentu?
- Kapan dilakukan pesanan ulang terhadap item tersebut (terkait dengan
frekuensi pesanan ulang)?

17

- Yang mana dari item-item tersebut yang perlu dilakukan pengawasan atau
pengendalian?
Dalam hal ini dilakukan pengendalian jumlah stok untuk memenuhi
kebutuhan dengan cara yang paling ekonomis. Bila stok terlalu kecil, maka:
- Permintaan pasien sering kali tidak terpenuhi sehingga pasien menjadi tidak
puas, hal ini dapat menghilangkan kesematan untuk memperoleh keuntungan.
- Untuk tetap dapat memuaskan pasien akan diperlukan tambahan biaya untuk
mendapatkan bahan obat dalam waktu yang cepat.
Sedangkan bila stok terlalu besar, maka akan terjadi:
- Peningkatan biaya penyimpanan.
- Kemungkinan obat menjadi rusak atau kadaluarsa.
- Ada risiko bila sewaktu-waktu harga obat atau bahan obat turun.
3.4 Parameter Parameter Pengendalian Persediaan
a. Konsumsi rata-rata
Konsumsi rata-rata sering disebut juga permintaan (demand). Konsumsi
rata-rata merupakan jumlah barang yang dipakai (dibeli) dalam satu waktu
tertentu Perkiraan konsumsi rata-rata/ permintaan untuk pemesanan selanjutnya
merupakan variabel kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang
harus dipesan.Walaupun banyaknya permintaan mendatang dapat diprediksi
dengan akurat, namun barang yang stockout tetap dapat terjadi apabila salah
memperkirakan lead time dari barang tersebut.

b. Lead Time
Lead time merupakan rentang waktu yang dibutuhan mulai dari
pemesanan sampai dengan penerimaan barang di gudang dari suplier tertentu.
Setiap supplier akan memiliki lead time yang berbeda-beda, sehingga harus juga
diperhatikan rata-rata lead time untuk masing-masing supplier berdasarkan
performance supplier sebelumnya. Yang perlu diukur dalam Lead Time adalah
jumlah produk yang disediakan. Lead Time dapat diukur dengan:
LT = Konsumsi rata-rata x Waktu tunggu

18

c. Safety Stock
Safety stock merupakan obat persediaan yang dicadangkan sebagai
pengaman untuk memenuhi kebutuhan pasien untuk mencegah terjadinya
stockout. .Safety stock ini menjadi sangat penting ketika lead time maupun jumlah
permintaan tidak dapat diprediksi atau nilainya berubah-ubah, seperti dalam kasus
keterlambatan barang pesanan atau terjadi perubahan jumlah permintaan karena
terjadi suatu wabah penyakit tertentu. Untuk barang-barang yang fast moving,
safety stock biasanya dihitung dari 20% dari jumlah konsumsi rata-rata,
sedangkan untuk barang-barang slow moving, nilai safety stock diperoleh dari
10% dari konsumsi rata-rata.

d. Level persediaan minimum (Reorder level)


Merupakan jumlah sisa persediaan terendah yang masih tersedia yang
merupakan penanda perlunya pemesanan ulang. Persediaan minimum ini penting
ditentukan agar kontinuitas usaha (pemenuhan kebutuhan pasien akan obat) dapat
tetap terjaga. Jika barang yang tersedia kurang dari jumlah persediaan minimum
maka dapat terjadi stockout. Reorder level ini dapat dihitung dengan mengalikan
rata-rata lead time dengan rata-rata jumlah konsumsi selama waktu lead time.
Stock Min = (LT x CA) + SS
e. Level persediaan maksimum
Merupakan jumlah persediaan yang dibutuhkan untuk memenuhi
permintaan hingga pemesanan berikutnya atau dapat juga disebut dengan target
stock level. Jika telah mencapai nilai persediaan maksimum ini maka tidak lagi
diperlukan pemesanan (selama periode tertentu) untuk menghindari terjadinya
stockout.
Stock Max = (SMin + (PPxCA)
LT = Lead time
CA = Rata-rata konsumsi perbulan
SS = Safety stock
PP = Periode pengadaan

19

f. Posisi persediaan
Merupakan jumlah antara persediaan yang masih tersedia dengan
persediaan yang sedang dipesan, dikurangi dengan persediaan yang telah dipesan
oleh fasilitas kesehatan lain atau oleh pasien. Posisi persediaan dapat terjadi
overstock ataupun stockout.

g. Periode pengadaan
Periode pengadaan ini meliputi waktu antara pemesanan awal hingga
waktu pemesanan berikutnya yang telah dijadwalkan. Hal yang harus diperhatikan
adalah jumlah yang dipesan ditambah jumlah safety stock harus dapat memenuhi
kebutuhan selama periode pengadaan ditambah dengan lead time.

Selain itu perlu juga dihitung:


1. EOQ (Economic Order Quantity)
Yakni suatu perhitungan untuk menentukan jumlah pesanan persediaan
yang dapat meminimalkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. EOQ dapat
dihitung dengan rumus :
EOQ =
Keterangan :
D = permintaan dalam periode waktu tertentu (unit/tahun)
S = biaya pemesanan setiap kali pesan (Rp/pesan)
H = biaya penyimpanan per unit barang per tahun (Rp/unit.tahun)

TC = H + S
TC = Biaya Persediaan
= Persediaan rata-rata
= Jumlah (berapa kali) pesanan per periode waktu (jumlah pesanan/tahun)

2. Re Order Point (ROP / Titik pemesanan)

20

Merupakan suatu titik dimana harus diadakan pemesanan kembali


sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan
adalah tepat waktu. Reorder point ini dapat dihitung apabila lead time dan
permintaan atau rata-rata konsumsi diketahui dan konstan.
ROP = (LT x d) + SS
Keterangan :
ROP = Reoder point
LT = Lead Time
d = demand (konsumsi rata-rata)
SS = Safety Stock

Gambar 3.1 Grafik Tingkat Persediaan vs Waktu

3. Rasio perputaran sediaan


Rasio perputaran (turnover ratio) merupakan ukuran efisiensi suatu apotek
dalam mengelola asetnya. Rasio perputaran juga disebut sebagai rasio efisiensi
(efficiency ratio) atau rasio penggunaan aset (asset utilizatio ratios). Persamaan
yang paling sering digunakan adalah rasio perputaran sediaan (inventory turnover
ratio / ITOR)
Rasio perputaran sediaan merupakan suatu ukuran yang menilai seberapa
cepat sediaan suatu apotek terjual. Rumus untuk rasio perputaran sediaan adalah
sebagai berikut:

21

Harga barang terjual (cost of goods sold) diperoleh dari laporan laba-rugi
(income statement) dan data biaya persediaan rata-rata (average inventory at cost)
didapatkan dari neraca keuangan (balance sheet). Contohnya jika harga barang
terjual adalah Rp.120.000.000 per tahun dan biaya persediaan rata-rata selama
satu bulan adalah Rp.10.000.000, maka rasio perputaran sediaannya adalah 12.0.
dengan kata lain, apotek mampu menjual dan mengganti persediaannya satu
bulan sekali.
Rasio perputaran sediaan yang rendah (dibawah 6.0) menandakan bahwa
persediaan apotek terlalu besar dibandingkan aktifitasnya dan uang tunai yang
dapat dimanfaatkan terikat dalam bentuk barang. Rasio perputaraan sediaan yang
tinggi biasanya diinginkan karena menandakan bahwa apotek mampu menjual dan
mengganti persediaannya dengan efisiensi yang tinggi dan dengan demikian
menghasilkan lebih banyak pemasukan dan keuntungan. Walaupun nilai rasio
yang tinggi tersebut diinginkan, apoteker harus menjaga agar nilai ITOR tidak
terlalu tinggi. Jika nilai ITOR terlalu tinggi (salah satunya akibat biaya persediaan
rata-rata terlalu rendah), maka jumlah persediaan barang yang akan dijual di
apotek terlalu sedikit dan berisiko terjadinya ketidakmampuan dalam memenuhi
permintaan pelanggan.

22

BAB 4
KESIMPULAN

Pengadaan merupakan kegiatan pembelian dalam rangka memenuhi


kebutuhan

proses

penjualan.

Manajemen

pengadaan

diperlukan

untuk

meningkatkan laba apotek dan memuaskan konsumen dengan memenuhi


kebutuhannya. Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan
digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu. Ada beberapa parameter yang perlu
diperhatikan untuk pengendalian persediaan, antara lain adalah konsumsi rata-rata
atau demand, lead time, safety stock, dan lain-lain. Dalam rangka merencanakan
pengadaan obat, ada beberapa metode analisis, yaitu analisa ABC, analisa VEN,
dan analisa kombinasi VEN-ABC. Pengetahuan-pengetahuan ini perlu menjadi
dasar yang sangat penting untuk membuka dan menjalankan apotek.

23

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


2001.
Dessele, Shahne & Zgarrick, David. (2009). Pharmacy Management : Essentials
for All Practice Settings. New York : Mc Graw Hill
Quick, Jonathan D. (1997). Managing drug supply: the selection, procurement,
distribution, and use of pharmaceuticals. 2nd ed. Connecticut: Kumarian
Press. Hlm.629-639.
Umar, M., Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Kimia Farma. 2005.

24

You might also like