Professional Documents
Culture Documents
102012280
102011094
Rendy Franiko
102012041
102012107
Gerry Renando
102012163
102012370
102012393
102013477
Kelompok B1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Barat
Alamat Korespondensi : Jalan Terusan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11470
Abstrak
Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi atau keluarnya kepala
sendi dari mangkoknya. Bila hanya sebagian yang bergeser disebut subluksasi dan bila
seluruhnya disebut dislokasi. Sendi Bahu merupakan salah satu sendi besar yang paling
sering berdislokasi.Ini disebabkan karena luasnya rentang gerakan sendi bahu,mangkuk sendi
glenoid yang dangkal serta longgarnya ligament. Dislokasi sendi bahu anterior sering
disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat berolahraga ataupun trauma lansung. Faktorfaktor yang dapat menyebabkan kejadian berulang diantaranya tidak sempurnanya relaksasi
ligament kapsular sendi, kelemahan otot-otot sekitar dan kelainan congenital ataupun bawaan
dari kaput humeri atau fossa glenoidalis
Pendahuluan
Fungsi anggota badan (Ekstremitas) manusia bagian atas yang terdiri atas lengan dan
tangan adalah bagian yang sangat penting bagi kehidupan kita sehari-hari. Agar lengan dan
tangan tersebut dapat berfungsi dengan baik, selain otot-otot dan persyarafannya harus baik,
maka persendian harus dapat berfungsi secara baik pula. Gerakan gerakan yang terjadi di
gelang bahu dimungkinkan oleh sejumlah sendi yang saling berhubungan erat. Adanya
gangguan pada persendian dapat mengakibatkan terganggunya fungsi anggota badan bagian
atas tersebut, sehingga mengakibatkan terhalangnya sebagian kegiatan kita sehari-hari. Salah
satu sendi pada anggota badan bagian atas yang sering mengalami gangguan adalah sendi
bahu ( glenohumeral joint).1
Dislokasi sendi bahu merupakan salah satu gangguan pada sendi di ekstremitas atas
yang masih sering kita temukan. Dislokasi itu sendiri adalah terlepasnya sebuah sendi dari
tempat yang seharusnya. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya.1
Dislokasi sendi bahu dapat menyebabkan kerusakan saraf, dengan manifestasi klinis
bervariasi dari nyeri pada daerah lengan. Diagnosis dapat ditegakkan oleh tenaga medis
dengan anamnesis yang cermat dengan dibantu beberapa pemeriksaan penunjang. Umumnya
deformitas dapat dilihat berupa perubahan posisi anggota gerak dan perubahan kontur
persendian yang bersangkutan. Pada pemeriksaan tidak ada gejala dan tanda patah tulang,
sedangkan gerakan di dalam sendi yang terdislokasi terbatas sekali. Beberapa metode dapat
dilakukan untuk mereduksi kembali dislokasi yang terjadi dengan atau tanpa pembiusan.1
Anamnesis
Dalam kasus ini, anamnesis yang dilakukan adalah autoanamnesis yang merupakan
anamnesis yang diambil langsung dari pasien yang memiliki keluhan. Persoalan yang
ditanyakan pertama adalah keluhan utama pasien. Beberapa pertanyaan yang bias diajukan
antara lain :
pembanding. Ditanyakan juga riwayat penyakit dahulu, apakah pasien pernah menderita hal
semacam ini sebelumnya.. Dari hasil anamnesa yang baik secara aktif oleh penderita maupun
ditanya oleh pemeriksa dipikirkan kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa yang
didapat dari anamnesis dapat dicocokan pada pemeriksaan fisik kemudian.
Pemeriksaan Umum
o Keadaan umum (KU) ; baik / buruk
o Tanda tanda vital, yaitu :
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu.
Pemeriksaan Setempat
Pada pemeriksaan musculoskeletal yang penting adalah :
o Look (Inspeksi)
Benjolan / pembengkakan
o Feel (Palpasi)
Pada waktu ingin palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
agar dimulai dari posisi netral / posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik bagi pemeriksa
maupun bagi penderita. Karena itu perlu selalu diperhatikan wajah penderita
atau menanyakan perasaan penderita.
Yang dicatat adalah :
Isi
Anatomi Fungsional Sendi Bahu
Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri
atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Sendi bahu dibentuk oleh kepala tulang humerus dan
mangkok sendi, disebut cavitas glenoidalis. Sendi ini menghasilkan gerakan fungsional
sehari-hari seperti menyisir, menggaruk kepala, mengambil dompet, dan sebagainya atas
kerjasama yang harmonis dan simultan dengan sendi-sendi lainnya.3
Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat
menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun
struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini
sering menimbulkan gangguan pada bahu. Cavitas glenoidalis sebagai mangkok sendi
bentuknya agak cekung tempat melekatnya kepala tulang humerus dengan diameter cavitas
glenoidalis yang pendek kira-kira hanya mencakup sepertiga bagian. 3
Beberapa karakteristik sendi bahu yaitu perbandingan antara permukaan mangkok
sendinya dengan kepala sendi tidak sebanding, kapsul sendinya relative lemah dan otot-otot
pembungkus sendi relative lemah seperti otot supraspinatus, infraspinatus, teres minor, dan
subscapularis. Gerakan persendian bahu adalah gerakan persendian paling luas, tetapi
stabilitas sendi relatif kurang stabil. Dengan melihat keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu
lebih mudah mengalami gangguan fungsi dibandingkan dengan sendi lainnya.3
Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh
tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone), humerus (upper arm
bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi
sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal.
Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Karena pada kasus terjadi gangguan
pada sendi glenohumeral, maka penulis akan membatasi pembahasan pada persendian
5
glenohumeral saja. Pada sendi glenohumeral sangat luas lingkup geraknya karena caput
humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal.3
Sendi Glenohumeralis4
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas glenoidalis
yang dangkal dan berbentuk buah pir. Permukaan sendi diliputi oleh rawan hyaline, dan
cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale.
Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalis, yang diperluas dengan
adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam.
Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas.
Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus, dan
ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus
selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya.
Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain ligamen
glenoidalis, ligamen humeral tranversum, ligamen coraco humeral dan ligamen
coracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan collum
anatomicum humeri .
Kapsul sendi terdiri atas dua lapisan :
o Kapsul sinovial (lapisan bagian dalam)
Dengan karakteristik mempunyai jaringan fibrokolagen agak lunak dan
tidak memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan
sinovial sendi dan sebagai transfomator makanan ke tulang rawan sendi. Bila ada
gangguan pada sendi yang ringan saja, maka yang pertama kali yang mengalami
gangguan fungsi adalah kapsul sinovial, tetapi karena kapsul tersebut tidak
memiliki reseptor nyeri, maka kita tidak merasa nyeri apabila ada gangguan,
misalnya pada artrosis sendi.
o Kapsul fibrosa.
Karakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki saraf reseptor
dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi, dan
memelihara regenerasi kapsul sendi.
Ligament yang memperkuat antara lain Ligamentum coraco humerale, Ligament
coracoacromiale, Ligament glenohumerale, Ligament glenohumerale superior, Ligament
glenohumeralis medius, Ligamentum glenohumeralis inferios. Bursa-bursa yang ada pada
shoulder joint diantaranya bursa musculus latisimus dorsi, Bursa infra spinatus, Bursa
6
musculus pectoralis mayor, Bursa subdeltoideus, Bursa ligament coraco clavikularis, Bursa
musculus subscapularis, Bursa subcutanea acromialis.
Gerakan kompleks yang dapat dilakukan oleh bahu selain ditunjang oleh banyaknya
sendi pada bahu, juga ditunjang oleh banyaknya otot yang berperan dalam melakukan
gerakan bahu. Kumpulan otot-otot ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok otot yang
menggerakkan dan menstabilkan scapula (shoulder girdle). Otot-otot tersebut, yaitu :
o Otot Penggerak Sendi Bahu
M. Deltoid, M. Supraspinatus, M. Infraspinatus, M. Subskapularis, M.
Teres minor, M. Teres mayor, M. Lattisimus dorsi, M. Coracobrachialis, M.
Pectoralis mayor. Gerakan : Prime mover adduksi horisontal dan rotasi ke medial
bahu.
o Otot Penggerak Pergelangan Bahu
M. Serratus anterior, M. Rhomboideus mayor, M. Rhomboideus minor, M.
Levator Scapula, M. Pectoralis minor, M. Subclavia, M. Trapezius
Etiologi
Penyebab utama dislokasi sendi bahu ialah trauma dengan lengan mengalami rotasi
internal dan abduksi, menyebabkan caput humerus terdislokasi ke arah depan. Dislokasi ke
arah posterior terjadi dari terjatuh dengan posisi lengan terulur. Dislokasi inferior dapat
terjadi dari lemahnya tonus otot dengan hemiplegia dan dari berat lengan menarik humerus
ke arah bawah. Dislokasi glenohumeral anterior biasa terjadi pada atlit, khususnya pemain
sepak bola. Dislokasi sendi bahu sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat
berolahraga ataupun trauma langsung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian
berulang diantaranya tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan otototot sekitar dan kelainan congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa glenoidale.4
Dislokasi dapat disebabkan oleh :
o Cedera olah raga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan
hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski,
senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola
dari pemain lain.
o Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Epidemiologi
Dislokasi bahu sering dijumpai oleh atlet atlet olahraga. Olahraga yang biasa
menyebabkan dislokasi adalah sepak bola, hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya :
terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Dislokasi bahu juga bisa disebabkan karena
trauma yang membentur bagian bahu saat berkendara atau karena terjatuh terpeleset dan
dapat pula dislokasi ini disebabkan karena adanya kelainan patologis pada tubuh.5
Ketidakstabilan sendi bahu yang salah satunya adalah dislokasi sendi bahu anterior
merupakan 95 % dari keseluruhan kasus ketidakstabilan sendi. Dislokasi anterior ini sering
terjadi pada usia muda. Antara lain pada atlet akibat kecelakaan olahraga. Kejadian ini dapat
berupa kejadian yang pertama (primer) atau ulangan,dimana kasus dislokasi berulang terjadi
pada lebih dari 50% pasien yang berumur dibawah 25 tahun dan pada sekitar 20% pasien
yang lebih tua.5
Penyebab tersering dislokasi sendi bahu ialah trauma dan sebagian besar dislokasi
terjadi ke arah anterior atau kombinasi anterior dan inferior. Sangat jarang terjadi dislokasi ke
arah posterior. Secara statistic : dislokasi yang terjadi biasanya 96% dislokasi kearah depan
bahu (anterior), 3,4% dislokasi kearah belakang bahu (posterior), dan 0,1% dislokasi bahu
yang turun ke bawah (inferior / luxatio erecto).5
Patofisiologi
1. Dislokasi Sendi Bahu Anterior
Dislokasi anterior merupakan kelainan yang tersering ditemukan dan biasanya
penderita jatuh dengan tangan dalam keadaan abduksi dan anggota gerak dalam posisi rotasi
lateral. Dislokasi anterior juga sering terjadi pada usia muda, antara lain pada atlet akibat
kecelakaan olahraga. Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan rotasi
eksterna dan ekstensi sendi bahu. Caput humerus kemudian terdorong ke depan, dan sering
menyebabkan robekan pada kartilago glenoid labrum dan kapsul dari batas anterior cavum
8
glenoid. Dislokasi ini juga dapat terjadi pada pasien yang terjatuh dengan bertumpu pada
tangan dan sendi bahu dalam posisi ekstensi. Pada dislokasi ini, kaput humerus mengalami
pergeseran ke arah medial ke glenoid, tepat di bawah prosesus korakoid.4-6
Pada dislokasi berulang kapsul dan labrum sering terlepas dari anterior glenoid.
Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum glenohumerus
keduanya terlepas atau terentang ke arah anterior dan inferior. Selain itu mungkin ada
indentasi pada bagian posterolateral kaput humerus (lesi Hill-Sachs) yaitu suatu fraktur
kompresi akibat kaput humerus menekan lingkar glenoid anterior setiap kali mengalami
dislokasi.4-6
2. Dislokasi Sendi Bahu Posterior
Dislokasi tipe ini lebih jarang terjadi. Biasanya karena trauma berkekuatan besar
dengan posisi terjatuh pada bahu anterior atau pada tangan dengan posisi adduksi dan rotasi
internal, karena kejang epileptic (akibat epilepsy atau terkena aliran listrik), atau intoksikasi
alkohol. Dislokasi mungkin disertai dengan fraktur proksimal humerus, kapsul posterior 5
terlepas dari tulang atau teregang, dan mungkin ada indentasi dari aspek anterior dari kaput
humerus. 4-6
Manisfestasi Klinik
Pasien biasanya datang dengan keluhan utama nyeri. Pasien juga mengeluhkan seperti
sesuatu keluar dari tempatnya sehingga dia tidak dapat menggerakkan tangannya. Pasien
kemudian menggunakan tangan yang lain untuk membantu menyanggahnya. Pada kejadian
akut yang pertama kali pasien dapat menjelaskan dengan baik mekanisme trauma; adanya
paksaan pada bahu dalam keadaan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri, terdapat benjolan pada bagian
depan bahu, posisi lengan abduksi-eksorotasi, tepi bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan
adanya gangguan gerak sendi bahu. Ada 2 tanda khas pada dislokasi sendi bahu anterior ini
yaitu sumbu humeru yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah
dibawah akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak
mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain
dan tidak mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan
sebelah lain dan ia tidak dapat menyentuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih
panjang dari normal, bahu terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi ke
arah interna. Posisi badan penderita miring ke arah sisi yang sakit. Pasien tidak terlalu banyak
menggerakkan bahunya, maka pada kasus ini kaput humerus yang tergeser dapat diraba di
9
bawah prosesus korakoideus. Fungsi nervus sirkumflex harus diperiksa karena rentan
mengalami cedera pada kasus ini.6
Tata Laksana
Pada pasien yang dulu pernah mengalami dislokasi, traksi sederhana pada lengan
dapat berhasil. Untuk reduksi dislokasi yang terjadi pertama kali, pasien harus banyak diberi
sedasi atau di anestesi dan dalam posisi telentang. Traksi ditingkatkan perlahan-lahan pada
lengan dengan bahu yang sedikit berabduksi, sementara itu asisten melakukan traksi-lawan
yang kuat pada tubuh (handuk yang dililitkan sekitar dada pasien, di bawah aksila,
bermanfaat). Kalau anestesi merupakan kontraindikasi, posisi tengkurap dengan lengan
tergantung, dapat memudahkan reduksi. Metode Kocher kadang-kadang digunakan. Siku
ditekuk 90 derajat dan dipertahankan dekat dengan tubuh; traksi tidak boleh diterapkan.
Lengan perlahan-lahan diputar sampai 75 derajat ke lateral, kemudian ujung siku itu diangkat
ke depan, dan akhirnya lengan diputar ke medial. 8
Sinar-X dilakukan untuk memastikan reduksi tidak menyebabkan fraktur. Bila pasien
sepenuhnya sadar, abduksi aktif dengan pelan-pelan diuji untuk menyingkirkan suatu cedera
saraf aksila. Lengan diistirahatkan dalam kain gendong selama satu atau dua minggu dan
gerakan aktif kemudian dimulai, tetapi kombinasi abduksi dan rotasi lateral harus dihindari
sekurang-kurangnya selama 3 minggu. Selama periode ini, gerakan siku dan jari dipraktekkan
setiap hari.
a. Dengan pembiusan umum
Metode Hipocrates
Penderita dibaringkan di lantai, anggota gerak ditarik ke atas dan kaput
humerus ditekan dengan kaki agar kembali ke tempatnya.
Metode Kocher
Dengan metode Kocher, penderita berbaring di tempat tidur dan pemeriksa
berada disamping penderita. Sendi siku dalam posisi fleksi 90 dan dilakukan traksi
sesuai garis humerus, kemudian dilakukan rotasi ke arah lateral dan lengan diadduksi
dan sendi siku dibawa mendekati tubuh ke arah garis tengah dan lengan kemudian
dirotasi ke medial sehingga tangan jatuh di daerah dada. Teknik ini kurang efektif.
b. Tanpa pembiusan umum
Metode Stimson
Metode ini sangat baik. Caranya penderita dibaringkan tertelungkup sambil
bagian lengannya yang mengalami luksasio keluar dari tepi tempat tidur,
10
Komplikasi
A. Awal
o Rotator cuff tear. Biasa mengiringi dislokasi anterior pada orang dewasa. Pasien
mungkin kesulitan mengabduksikan lengannya setelah reduksi; kontraksi muskulus
deltoid yang teraba menyingkirkan kelumpuhan saraf aksilaris.
o Kerusakan saraf. Saraf aksilaris paling sering mengalami cedera, pasien tidak dapat
mengkontraksikan
otot
deltoid
dan
sedikit
kehilangan
rasa
pada
otot.
11
Prognosis
Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi.
tersebut
kemungkinan
terjadinya
cedera
dapat
diminimalisasi.
d. Pencegahan melalui Pemanasan, Penguluran, dan Pendinginan
12
dicegah
atau
Daftar Pustaka
1. http://www.scribd.com/doc/75296840/shoulder-dislocation [diunduh : 20 Februari
2012]
2. http://www.ebmedicine.net/topics.php?paction=showTopicSeg&topic_id=120&seg_i
d=2486 [diunduh : 20 Februari 2012]
3. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone. 2007;
Hal. 406-408.
4. Cole Andrew, Pavlou Paul. The Shoulder and Pectoral Girdle. Dalam: Solomon
Louis, Warwick David, Nayagam Selvadurai (Ed). Apleys System of Orthopaedic
and Fracture 9th ed. 2010. London: Hodder Arnold. 337-368.
5. Graber MA, Toth PP, Herting RL. Dokter keluarga. Edisi ke 3. Jakarta: EGC, 2006 ;
hal 300-1
6. Welsh, S., et al. 2011. Shoulder dislocation surgery. Dowloaded from:
http://emedicine.medscape.com/article/1261802-overview.
7. Solomon, L., et al. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures. Ninth
edition. 739-744.
8. Mohamad K. Pertolongan pertama. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.1975,Hal: 32-4.
13
14