Professional Documents
Culture Documents
A. Judul
:
Oksidasi Sikloheksanol
B. Tujuan
:
(1) Membuat sikloheksanon dari sikloheksanol melalui reaksi oksidasi
reduksi.
(2) Mengidentifikasi hasil reaksi berdasarkan sifat fisika (titik didih dan
indeks bias)
(3) Menghitung rendemen hasil reaksi oksidasi sikloheksanol
C. Dasar Teori
Senyawa-senyawa organik dapat mengalami beberapa jenis reaksi, dimana salah
satunya adalah reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi pada kimia organik dikaitkan dengan senyawa
organik yang mengikat oksigen sehingga senyawa tersebut dapat dikatakan mengalami reaksi
oksidasi. Salah satu jenis senyawa organik yang dapat mengalami reaksi oksidasi adalah
alkohol. Terdapat 3 jenis alkohol berdasarkan tempat terikatnya gugus hidroksi, yakni
alkohol primer, sekunder, dan tersier. Alkohol primer adalah alkohol dimana gugus OHterikat pada C primer, alkohol sekunder adalah alkohol dimana gugus OH- terikat pada C
sekunder, dan alkohol tersier adalah alkohol dimana gugus OH- terikat pada C tersier. Reaksi
oksidasi dapat digunakan untuk membedakan antara alkohol primer, sekunder, dan tersier.
Suatu alkohol primer dapat dioksidasi menjadi aldehid atau asam karboksilat. Alkohol
sekunder dapat dioksidasi menjadi keton. Sedangkan alkohol tersier menolak terjadinya
reaksi oksidasi (Fessenden, 1997).
Salah satu jenis alkohol sekunder adalah sikloheksanol. Sikloheksanol merupakan zat
organik yang berupa cairan dimana memiliki titik didih 161oC. gugus OH- atau gugus
hidroksi terikat pada C sekunder. Alkohol ini dapat teroksidasi menjadi senyawa keton yakni
sikloheksanon dengan bantuan oksidator (zat yang mengoksidasi sikloheksanol menjadi
sikloheksanon).
OH
sikloheksanol
O
sikloheksanon 90%
Sikloheksanon yang diperoleh dari hasil oksidasi sikloheksanol secara teoritis adalah
sebanyak 90%. Sikloheksanon merupakan cairan yang memiliki titik didih 152oC dengan
indeks bias 1,450.
Alkohol sekunder dapat dioksidasi oleh asam kromat, H2CrO4 atau oleh KMnO4. Asam
kromat tidak stabil, oleh karena itu dibuat bila diperlukan. Natrium dikromat atau kalium
dikromat dalam asam merupakan oksidator yang kuat. Oksidasi alkohol jauh lebih baik dalam
suasana asam. Alkohol sekunder dapat dioksidasi menjadi keton. Krom mengalami reduksi
dari +6 menjadi +4 yang tidak stabil kemudian menjadi +3 (Frieda & Suja, 2004).
Asam kromat dibuat dengan cara mereaksikan larutan K2Cr2O7 dan H2SO4 pekat atau
Kromium trioksida dengan H2SO4, sesuai dengan persamaan di bawah ini.
O
K2Cr2O7 + H2O + 2 H2SO4
2 HO
Cr
+
OH + K + 2 HSO4
O
asam kromat
O
CrO3 + H2O + 2H2SO4
2 HO
Cr
OH
O
asam kromat
HO
Cr
O
OH
O Cr
O
kromat ester
OH + H2O
O
O
H
Cr
OH
sikloheksanon
Cr
-
OH + H 3O
C r(I V)
H 2O
Spesifikasi
Jumlah
Gelas ukur
25 mL
1 buah
Gelas ukur
50 mL
1 buah
Pipet tetes
2 buah
Labu erlenmeyer
100 mL
1 buah
Labu erlenmeyer
250 mL
1 buah
Termometer
1 buah
Gelas kimia
100 mL
2 buah
Gelas kimia
1000 mL
1 buah
Gelas kimia
50 mL
2 buah
Pemanas elektrik
1 buah
Magnetik stirer
1 buah
Kaca arloji
2 buah
Neraca analitik
1 buah
1 buah
Corong pisah
1 buah
Corong
1 buah
1 set
Batang pengaduk
1 buah
Spatula
1 buah
Pendingin / kondensor
1 buah
Mantle heat
1 buah
25 mL
1 buah
Secukupnya
Konsentrasi
Jumlah
8,8283 gram
12 M
7,0 mL
Sikloheksanol
6,9 mL
Asam oksalat
0,2 gram
Natrium bikarbonat
Secukupnya
Secukupnya
Eter
75 mL
Aquades
Secukupnya
Es
Secukupnya
Pipet volumetric
Kertas saring
Bahan
K2Cr2O7
Asam sulfat
Prosedur Kerja
Sebanyak
0,03
mol
Hasil Pengamatan
K2Cr2O7 K2Cr2O7 Ditimbang sebanyak 8,8283 gram dan
Penimbangan
K2Cr2O7
2
Larutan
didinginkan
temperatur kamar
3
K2Cr2O7 + H2SO4
Sikloheksanol + air
4
campuran
sambil diaduk dengan stirer dan dimasukkan dalam penangas es. Penambahan
menjaga suhu 55oC
Sebanyak 0,2 gram asam oksalat Ditimbang asam oksalat sebanyak 0,2081 gram.
ditambahkan ke dalam campuran Penambahan asam oksalat tidak merubah warna
untuk mereduksi kelebihan kromat
Proses
setelah ditambah
penimbangan
asam oksalat
Campuran dipindahkan ke dalam Penambahan air, warna campuran tetap berwarna
corong
pisah
250
mL
yaitu
diekstrak dengan eter sebanyak tiga lapisan atas berwarna kuning bening (lapisan
kali
dimana
sebanyak 25 mL
masing-masing eter)
dan
lapisan
bawah
berwarna
hijau
Setelah diekstrak 3x, lapisan eter Lapisan eter yang dicuci dengan air dan NaHCO3
dicuci dengan air, kemudian dicuci menyebabkan terbentuk dua lapisan yaitu lapisan
dengan Na-bikarbonat, lapisan eter atas berwarna kuning bening (lapisan eter) dan
dipisahkan dan dikeringkan dengan lapisan bawah berwarna hijau bening (lapisan
zat anhidrous (CuSO4)
Campuran lapisan eter dan zat Campuran lapisan eter dan zat anhidrous disaring,
anhidrous disaring, kemudian filtrat dan didapat filtrat berwarna kekuningan
dimasukkan ke dalam labu dasar dimasukkan ke dalam labu dasar bulat untuk di
bulat untuk di distilasi.
distilasi
Eter dipisahkan ketika suhu 34oC Eter pertama menetes pada suhu 34 C , diperoleh
kemudian didistilasi kembali untuk sebanyak 35 mL.
mendapatkan sikloheksanon pada Sikloheksanon pertama kali menetes pada suhu
suhu
152-155oC
berupa
Indeks bias dari sikloheksanon Indeks bias yang di dapat sebesar 1,461
yang
diperoleh
diuji
dengan
refraktometer
E. Pembahasan
Dalam praktikum ini, dilakukan percobaan reaksi oksidasi sikloheksanol menjadi
sikloheksanon dengan bantuan oksidator. Secara teori, alkohol sekunder dapat dioksidasi oleh
asam kromat, H2CrO4 atau oleh KMnO4. Natrium dikromat atau kalium dikromat dalam asam
merupakan oksidator yang kuat. Oksidasi alkohol jauh lebih baik dalam suasana asam. Salah
satu jenis alkohol sekunder adalah sikloheksanol. Sikloheksanol merupakan zat organik
dengan gugus hidroksi terikat pada C sekunder. Alkohol ini dapat teroksidasi menjadi
senyawa keton yakni sikloheksanon dengan bantuan oksidator (zat yang mengoksidasi
sikloheksanol menjadi sikloheksanon).
Padatan K2Cr2O7 berwarna oranye dan larutan K2Cr2O7 juga berwarna oranye. Ketika
ditambahkan H2SO4 pekat ke dalam larutan K2Cr2O7 warna larutan menjadi oranye
kemerahan.
dikromat menjadi asam kromat, dimana asam kromat yang akan digunakan untuk
mengoksidasi sikloheksanol menjadi sikloheksanon. Adapun reaksi pembentukan asam
kromat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
O
K2Cr2O7 + H2O + 2 H2SO4
2 HO
Cr
+
OH + K + 2 HSO4
O
asam kromat
Asam kromat yang telah dibentuk kemudian direaksikan dengan sikloheksanol dalam
air. Sikloheksanol yang digunakan sebanyak 6,9 mL. Sikloheksanol dalam air tidak
membentuk campuran yang homogen 100% sehingga membentuk gumpalan-gumpalan kecil
seperti lapisan minyak yang mengapung dipermukaan air. Hal ini dikarenakan sikloheksanol
bersifat sedikit polar dan air bersifat sangat polar. Ketika proses pencampuran larutan
tersebut ke dalam sikloheksanol, terjadi perubahan warna pada campuran dari oranye
kemerahan menjadi hijau kehitaman. Warna hijau kehitaman menandakan adanya ion krom
(Cr3+) yang berwarna hijau yang dihasilkan dari tereduksinya kromat. Adapun mekanisme
pembentukan sikloheksanon adalah sebagai berikut.
O
O
OH +
HO
Cr
O
O
kromat ester
O
O
H
Cr
O
OH + H2O
O Cr
OH
OH
O
sikloheksanon
H2O
Cr
-
OH
+ H3O
Cr(I V)
Asam kromat yang terbentuk bereaksi dengan sikloheksanol membentuk senyawa yang
disebut dengan kromat ester. Di dalam kromat ester, atom C yang mengikat oksigen juga
mengikat gugus hidrogen. Gugus hidrogen ini mudah lepas menjadi proton akibat serangan
dari molekul air. Penyerangan ini menyebabkan terbentuknya ion karbanion. Kelebihan
elektron pada atom C menyebabkan atom C mempertahankan atom oksigen untuk
membentuk ikatan rangkap dua. Oksigen yang semulanya juga berikat dengan Cr, kemudian
pasangan elektron tersebut dibawa oleh Cr sehingga terdapat pasangan elektron bebas pada
Cr. Pasangan elektron bebas ini kemudian ditarik oleh gugus oksigen yang terikat pada Cr
sehingga gugus oksigen menjadi bermuatan negatif. Pada mekanisme ini, Cr baru tereduksi
dari bilangan oksidasi +6 menjadi +4. Dikarenakan Cr (IV) tidak stabil, maka Cr (IV) akan
berubah menjadi produk yang lebih stabil yaitu Cr(III) yang ditandai dengan berubahnya
warna campuran menjadi hijau. Warna hijau itu telah mengindikasikan bahwa dalam
campuran sudah terdapat Cr (III) yang kemungkinan dalam bentuk ion Cr3+.
Cr2O72- + 3C2O42- + 14H+ 2Cr3+ + 6CO2 + 7H2O
Setelah terbentuk campuran yang berwarna hijau kehitaman, kemudian campuran
ditambahkan asam oksalat. Penambahan Asam oksalat bertujuan untuk mereduksi kelebihan
dikromat. Keberadaan dikromat kemungkinan disebabkan karena kekurangan pereaksi yaitu
asam sulfat dalam mengubahnya menjadi asam kromat. Adapun reaksi yang terjadi ketika
proses reduksi dikromat oleh oksalat adalah sebagai berikut.
Cr2O72- + 3C2O42- + 14H+ 2Cr3+ + 6CO2 + 7H2O
Setelah itu, campuran dicuci dengan menggunakan air. Ketika dicuci, terbentuk dua
lapisan, dimana lapisan atas merupakan lapisan sikloheksanon yang belum murni dan lapisan
bawah adalah air. Hal ini disebabkan karena massa jenis sikloheksanon (0,95 gr/cm3) lebih
kecil daripada massa jenis air (1,0 gr/cm3) sehingga sikloheksanon berada pada lapisan atas.
Setelah dicuci dengan air, lapisan sikloheksanon ditampung dan diekstraksi dengan eter
dimana dalam praktikum ini digunakan dietil eter sebanyak 3 kali masing-masing 25 mL.
Ekstraksi kontinyu bertujuan untuk memperoleh ekstrak sikloheksanon yang lebih banyak.
Sedangkan, tujuan penggunaan eter sebagai bahan pengekstrak sikloheksanon adalah karena
eter merupakan pelarut organik yang dapat melarutkan bahan organik seperti sikloheksanon.
Ketika ditambahkan dengan eter, maka akan terbentuk dua lapisan dimana lapisan atas adalah
lapisan campuran antara sikloheksanon yang terlarut dalam dietil eter dan lapisan bawah
adalah air.
Untuk menghilangkan pengotor yang terdapat dalam lapisan atas (sikloheksanon
terlarut dalam eter) maka digunakan Na-bikarbonat. Ketika ditambahkan, Na-bikarbonat
kembali terbentuk dua lapisan, dimana lapisan atas tetap merupakan campuran sikloheksanon
dan eter dan lapisan bawah merupakan lapisan Na-bikarbonat. Campuran dengan dua lapisan
ini kemudian dipisahkan dengan corong pisah.
Pada campuran sikloheksanon yang terlarut dalam eter, ditambahkan zat anhydrous
CuSO4. Tujuannya adalah untuk mengikat air yang kemungkinan masih terdapat dalam
campuran tersebut. Penggunaan CuSO4 sebagai penyerap air dikarenakan CuSO4 yang
berwarna putih bila menyerap air akan berubah warna menjadi biru. Setelah air dalam larutan
habis, maka CuSO4 tidak mengalami perubahan warna menjadi biru lagi (tetap putih).
Untuk memisahkan eter dari sikloheksanon, maka dilakukan proses destilasi. Destilasi
adalah teknik pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan titik didih antara dua
buah zat yang bercampur tersebut. Secara teori, titik didih eter adalah berkisar antara 34-350C
Sedangkan, titik didih sikloheksanon adalah berkisar antara 152-1550C. Oleh karena itu, eter
dapat dipisahkan pada suhu tersebut. Berdasarkan percobaan, destilasi pertama kali menetes,
pada suhu 34oC. Sesuai dengan teori, destilat tersebut adalah eter dimana diperoleh sebanyak
35 mL. Destilat ini selanjutnya ditampung pada labu Erlenmeyer dan ditutup rapat agar tidak
terjadi penguapan pada eter, karena gas eter cukup berbahaya. Ketika destilat eter telah habis
menetes, suhu naik perlahan-lahan. Saat sudah tercapai suhu 1530C, terdapat tetesan destilat
pada penampung. Dapat diketahui bahwa destilat tersebut adalah sikloheksanon hasil reaksi.
Hal ini didasarkan atas data teoritis bahwa sikoheksanon memiliki titik didih antara 152
155oC, sehingga dapat diketahui bahwa tetesan destilat yang menetes pada suhu 153oC
tersebut adalah sikloheksanon. Volume destilat sikloheksanon yang diperoleh sebanyak 2,4
mL. Setelah itu dilakukan pengukuran indeks bias untuk menjamin kemurnian sikloheksanon
yang diperoleh. Setelah pengukuran indeks bias terhadap sikloheksanon dilakukan, didapat
harga indeks bias sikloheksanon sebesar 1,461. Terdapat perbedaan antara indeks bias hasil
pengamatan dengan indeks bias sikloheksanon secara teoritis. Secara teoritis indeks bias
sikloheksanon sebesar 1,450. Perbedaan ini disebabkan karena suhu kamar saat praktikum
lebih dari 250C. Suhu mempengaruhi indeks bias dari suatu zat. Semakin tinggi suhu maka
indeks biasnya semakin besar pula. Hal ini disebabkan pada suhu yang besar jarak antara
molekul semakin meregang. Tekanan juga mempengaruhi indeks bias semakin rendah
tekanan maka indeks bias semakin meningkat.
Perhitungan Rendemen
- Volume sikloheksanol (g/mL) yang digunakan adalah
- Massa sikloheksanol
= vol. Sikloheksanol x
= 6,9 mL x 0,9624 g/mL = 6,6406 g
- Mol sikloseksanol =
=
massa sikloheksanol
Mr
6,6406 g
= 0,0663 mol
100,16 g/mol
= mol sikloheksanon x Mr
= 0,0647 mol x 99 g/mol
= 6,4053 g
= volume sikloheksanon x
mL x 0,95 g/mL
= 3,99 g
3,9900 g
100 %
6,4053 g
= 62,29%
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang diuraikan di atas maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Sikloheksanol dapat mengalami reaksi oksidasi reduksi menghasilkan sikloheksanon
dengan menggunakan oksidator K2Cr2O7 pada suasana asam.
2. Titik didih sikloheksanon yang diperoleh sebesar 153oC dengan indeks bias 1, 461
dan volume sebesar 2,4 mL
3. Rendemen yang diperoleh sebesar 62,29%
DAFTAR PUSTAKA
Nurlita, Frieda dan I Wayan Suja. 2004. Buku Ajar Praktikum Kimia Organik. Singaraja :
Jurusan Pendidikan Kimia IKIP N Singaraja
Suja, I Wayan dan I Wayan Muderawan. 2003. Buku Ajar Kimia Organik Lanjut. Singaraja :
Jurusan Pendidikan Kimia IKIP N Singaraja