You are on page 1of 20

STRATEGI PAJAK PENGHASILAN ORANG

PRIBADI

I. Pendahuluan
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah:
orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak; badan; dan bentuk usaha tetap
Strategi ini merupakan perhitungan PPh terutang dalam tahun berjalan yang
dibayar WP orang pribadi atau badan yang melakukan pembukuan. WP Orang
Pribadi yang memiliki pekerjaan bebas kecuali yang diperbolehkan menggunakan
NPPN (Norma Perhitungan Penghasilan Neto, yaitu untuk WP yang memiliki
penghasilan bruto tertentu dalam setahun) dan WP Badan wajib menyelenggarakan
pembukuan. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga
dapat dihitung besarnya penghasilan kena pajak. Dokumentasi tersebut wajib
disimpan selama 10 tahun, sama dengan masa daluarsa pajak yang berlaku.

II. Subyek Pajak Orang Pribadi


Subyek pajak orang pribadi adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia;
Orang Pribadi akan memiliki kewajiban membayar pajak penghasilan apabila
ia memperoleh penghasilan dalam satu tahun melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP).

Strategi Perencanaan Pajak

Page

Keterangan

Tahun 2005

Wajib pajak Orang Pribadi


Tambahan WP Kawin
Tambahan penghasilan isteri
digabung dengan suami
Tanggungan (maks. 3 orang)

Rp 12.000.000,00
Rp 1.200.000,00
@ Rp 1.200.000,00

Sedangkan PTKP berlaku untuk tahun 2013


Keterangan
Wajib Pajak Orang Pribadi
Tambahan WP Kawin
Tambahan Penghasilan Istri digabung dengan suami
Tanggungan ( Mak.3 Orang)

PTKP
Per 1 Januari 2009
(UU PPh. No.36 Tahun 2008)
Rp 15.840.000,00
Rp 1.320.000,00
Rp 15.840.000,00
@ Rp 1.320.000,00

Tahun 2013
Rp 24.300.000,00
Rp 2.025.000,00
Rp 24.300.000,00
@ Rp 2.025.000,00

Berikut adalah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk status pekerja
yang berbeda.
Status Pekerja

PTKP (Rp)

Belum Kawin

Rp 24.300.000,00

Kawin, anak 0

Rp 26.325.000,00

Kawin, anak 1

Rp 28.350.000,00

Kawin, anak 2

Rp 30.375.000,00

Kawin, anak 3

Rp 32.400.000,00

III. Tipe Wajib Pajak Orang Pribadi


Terdapat beberapa tipe wajib pajak pribadi :
1. Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/ pekerjaan
bebas.
Contoh : Pegawai negeri sipil, TNI/ ABRI
2. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha.
Contoh : Dagang, Bidang Jasa, Industri
3. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.
Contoh : Pengacara, Akuntan, Dokter, Notaris

Strategi Perencanaan Pajak

Page

Bagi WP Orang Pribadi yang memperoleh penghasilan dari suatu pekerjaan,


maka kewajiban pemotongan PPh atas penghasilan yang diterimanya ada pada
pemberi kerja ( PPh Pasal 21). Aturan di Indonesia mengharuskan setiap orang
pribadi yang penghasilannya telah melebihi PTKP untuk memiliki NPWP, tetapi
mengingat beban yang ditanggung oleh WP dengan NPWP-nya untuk secara
periodik pertahun melaporkan SPT, sehingga pada umumnya WP Orang Pribadi di
Indonesia akan memiliki NPWP apabila hal itu berkaitan dengan bisnisnya, seperti
memiliki usaha atau memiliki profesi tertentu.
Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Namun, terdapat WP yang
dikecualikan dari kewajiban pembukuan, yaitu WP yang sesuai ketentuan perundangundangan

perpajakan

diperbolehkan

menghitung

penghasilan

neto

dengan

menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (Omset maks 4,8 M per tahun).
Pembukuan juga tidak diwajibkan untuk WP yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas.
IV. Kewajiban Pendaftaran Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan
NPWP, Wajib Pajak Orang Pribadi yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP adalah:
a. Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
b. Orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang
memperoleh penghasilan diatas penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib
mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya
c. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah
berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan
perjanjian pemisahan penghasilan dan harta
d. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha tertentu yang mempunyai tempat usaha
berbeda dengan tempat tinggal, selain Wajib Pajak mendaftarkan diri ke KPP
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan
mendaftakan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha dilakukan.
Strategi Perencanaan Pajak

Page

Bagi WP Orang Pribadi yang memiliki NPWP, maka metode perhitungan PPh
yang dilaporkannya dalam SPT dapat dilakukan dengan alternatif berikut ini
(disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang disyaratkan):
a. Bagi WP yang dalam usaha atau menjalankan profesinya melakukan
pembukuan maka ia wajib memperhitungkan PPh yang terutang setiap tahun
dengan metode rekonsiliasi fiskal.
WP yang bersangkutan sebelumnya harus menyusun laporan laba rugi, sebaga
basis dari rekonsiliasi fiskal.
b.

Bagi WP yang memperoleh penghasilan dalam satu tahun tidak melebihi Rp


4.800.000.000,00 maka ia diperkenankan untuk menghitung PPh dengan
menggunakan NPPN (Norma Perhitungan Penghasilan Neto).
Tarif NPPN bergantung pada jenis usaha atau profesi WP. Ia diwajibkan untuk
mencatat peredaran bruto (omzet) per tahun, yang kemudian apabila dikalikan
tarif NPPN akan menghasilkan penghasilan neto sebagai Dasar perhitungan
PPh setelah dikurangkan dengan PTKP sesuai status WP. Perhitungan PPh
dengan norma tidak diperkenankan untuk mempertimbangkan kredit pajak dan
kompensasi kerugian.

V. Obyek Pajak Orang Pribadi


Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

Strategi Perencanaan Pajak

Page

1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan


badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan.
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga

termasuk

premium,

diskonto,

dan

imbalan

karena

jaminan

pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

Strategi Perencanaan Pajak

Page

n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.
Penghasilan ini dikenai pajak bersifat final :
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya,
Yang terkena pengecualian obyek pajak adalah :
a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan
yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

Strategi Perencanaan Pajak

Page

b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
c. warisan
d. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib
Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15;
f. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
g. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
h. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;
i. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
j. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi

Strategi Perencanaan Pajak

Page

kolektif; penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura


berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan
usaha tersebut:
k. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
l. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
m. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
n. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
o. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
VI. Perhitungan PPH 21
Secara umum menghitung pajak penghasilan yang terutang pada pph pasak
21 yang dipotong pajak adalah :
Pph pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Tarif pph pasal 21
Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh pasal 21.
1. Tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan
sebagai berikut:

Strategi Perencanaan Pajak

Page

Lapisan Penghasilan Kena Pajak


Rp 0,0 s.d Rp 50.000.000
Diatas Rp 50.000.000 s.d Rp 250.000.000
Diatas Rp 250.000.000 s.d Rp 500.000.000
Diatas Rp 500.000.000

Tarif Pajak
5%
15%
25%
30%

2. Tarif Khusus
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.80 tahun 2010 Pasal 4 ayat 2 bahwa
a. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari
APBN yang diterima oleh pejabat PNS, anggota TNI/Polri dan pensiunan
1. Tarif 0% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS
Golongan I dan Golongan II, anggota TNI/Polri golongan pangkat
perwira dan Tamtama dan bintara dan pensiunan
2. Tarif 5% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS
golongan III, anggota TNI/Polri golongan pangkat perwira perta dan
pensiunan
3. Tarif 15% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS
golongan IV, Anggota TNI/Polri golongan pangkat perwira menegah
dan tinggi dan pensiunan
b. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang pensiun
yang diterima sekaligus.
1. Tarif 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp.50,000,000
2. Tarif 5% dari Penghasilan bruto diatas Rp.50,000,000 sampai dengan
Rp.100,000,000
3. Tarif 15% dari penghasilan bruto di atas Rp.100,000,000 sampai
dengan Rp.500,000,000
4. Tarif 25% dari penghasilan bruto diatas Rp.500,000,000
c. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang manfaat
pensiunan, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
1. Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp.50,000,000
2. Tarif 5% atas Penghasilan bruto diatas Rp.50,000,000

Strategi Perencanaan Pajak

Page

d. Tarif kurang 55 atas upah harian, borongan satuan diterima oleh TK


harian lepas yang mempunyai total upah sebulan kurang dari Rp
1,320,000 dan upah sehari kurang dari Rp.150,000
Dasar Pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21/26
Dasar pengenaan dan pemotongan pph pasal 21 ditentukan sebagai berikut:
1. Penghasilan Kena Pajak
2. Penghasilan Bruto
3. 50% dari Penghasilan Bruto
4. 50% dari jumlah kumulatif Penghasilan bruto
Tata Cara penghitungan pemotongan PPh Pasal 21
Hitungan 1 diterapkan pada pegawai tetap dan penerima pensiun berkala.
Penghitungan dikelompokan menjadi 2, yaitu:
1. Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan pph pasal
21 yang terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT masa
pph pasal 21, selain wajib masa pajak Desember atau masa pajak dimana
pegawai tetap berhenti bekerja.
2. Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian form 1721-AI atau 1721-A2
dan pemotongan pph pasal 21 yang terutang untuk masa pajak desember atau
masa pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja
VII. Biaya Fiskal Pengurang Pajak
Biaya fiskal pengurang penghasilan bruto (menurut pasal 6 UU PPh) adalah:
a. Untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya
pembelian bahan, berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, tunjangan dalam bentuk uang, bunga, sewa,
royalti, perjalanan, pengolahan limbah, premi asuransi, administrasi dan pajak
(kecuali PPh).
b. Penyusutan harta berujud, amortisasi untuk memperoleh hak dan atau biaya
yang memiliki masa manfaat lebih dari setahun.
c. Iuran kepada dana pensiun, yang pendirinya disahkan Menkeu
Strategi Perencanaan Pajak

Page

10

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta operatif


e. Kerugian karena selisih kurs valas
f. Penelitian dan pengembangan di Indonesia
g. Beasiswa, magang, dan pelatihan
h. Piutang yang nyata-nyata tidak tertagih (telah dilaporkan dalam laporan laba
rugi, telah diperkarakan, telah dipublikasi, telah diserahkan daftarnya kepada
Ditjen Pajak)
i. Konpensasi kerugian selama 5 tahun berturur-turut
j. PTKP untuk WP orang pribadi dalam negeri
Kredit pajak merupakan pajak yang telah dibayar oleh wajib pajak dimuka,
melalui pemotongan, pemungutan oleh pihak ketiga (pemberi kerja, bendaharawan,
maupun instansi pembayar yang berkedudukan sebagai pelapor SPT) yang berasal
dari dalam negeri maupun luar negeri (yang telah memiliki tax treaty atau P3B
dengan Indonesia).
Pengetahuan yang diperlukan untuk memperhitungkan PPh badan maupun
Orang Pribadi:
a. Pengertian penghasilan

e. Pengertian konpensasi fiskal

b. Pengertian objek PPh

f. Penghasilan tidak kena pajak

c. Pengertian biaya fiskal

g. Tarif

d. Pengetahuan

tentang

koreksi

fiskal

h. Kredit pajak pasal 21 sd. Pasal


25

Pembayaran PPh bagi orang pribadi yang bertolak ke luar negeri (fiskal luar
negeri), dibebankan menurut transportasi yang digunakan (yaitu lewat pesawat, kapal
laut atau perjalanan darat). PPh pasal 25 ayat 8 dibayar dengan TBFLN (Tanda Bebas
Fiskal Luar Negeri) pada loket unit pelaksana FLN (Fiskal Luar Negeri) atau bank
persepsi di tempat pemberangkatan. SKFLN (Surat Keterangan Fiskal Luar Negeri)
merupakan dokumen yang harus dimiliki oleh setiap warganegara yang akan
melakukan perjalanan ke luar negeri.
(8) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib
membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Strategi Perencanaan Pajak

Page

11

Karyawan dan orang pribadi yang tidak memiliki NPWP tidak dapat
mengkreditkan pembayaran fiskal dengan PPh pasal 21 karena fiskal merupakan
pembayaran PPh pasal 25. Bagi yang memiliki NPWP selain tidak dapat
mengkreditkan dengan pasal 21 juga tidak dapat dikreditkan dengan angsuran
masa/tahunan PPh pasal 25, begitu pula pemberi kerja apabila menanggung
pembayaran dan tidak dapat dalam rangka perjalanan dinas, jika hal ini merupakan
perjalanan dinas maka dapat dikreditkan dengan SPT tahunan PPh pemberi kerja
(tidak termasuk keluarganya, yang menjadi faktor pengkredit pajak bagi SPT PPh
karyawan yang bersngkutan).
Fiskal Luar Negeri (FLN) merupakan pajak yang dikenakan kepada OP yang
bepergian ke luar negeri. Karena pembayaran FLN ini dilakukan oleh OP yang
bersangkutan, baik ditanggung sendiri maupun ditanggung perusahaan maka bisa
dikategorikan sebagai PPh Pasal 25.
Pembayaran FLN biasanya langsung dilakukan di bandara atau pelabuhan atau
di batas negara, pada saat OP tersebut bepergian ke luar negeri. Berdasarkan PP RI
Nomor 2 tahun 2000, besarnya FLN yang harus dibayar oleh OP adalah:
(1) Bila menggunakan pesawat udara, besarnya FLN Rp 1.000.000,00
(2) Menggunakan kapal laut, besarnya FLN Rp 500.000,00
(3) Melalui jalan darat, besarnya FLN Rp 250.000,00
OP yang telah membayar FLn di loket-loket bank penerima FLN atau Unit
Pelaksana FLN di bandara pelabuhan/batas negara, akan menerima Tanda Bukti
Pembayaran FLN oleh OP bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a.

Dibayar sendiri
OP yang bersangkutan sebaiknya mencantumkan NPWP-nya, sehingga FLN
tersebut dapat dikreditkan dengan PPH terutang di SPT tahunan.
FLN yang dibayar oleh anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis
keturunan lurus satu derajat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, juga
termasuk pembayaran FLN yang dapat dikreditkan. Bila OP tersebut tidak
mencantumkan NPWP-nya maka pembayaran FLN tidak dapat dijadikan
bukti pembayaran kredit pajak tahun pajak berjalan.

b.

Dibayar oleh perusahaan

Strategi Perencanaan Pajak

Page

12

OP yang bersangkutan sebaiknya mencantumkan identitas pribadinya serta


identitas dan NPWP perusahaannya, sehingga FLN dapat dikreditkan dengan
PPh terutang dari WP Badan (perusahaan) di SPT Tahunannya. Kepergian ke
luar negeri harus dalam rangka perjalanan dinas perusahaan dan hanya untuk
diri karyawan yang bersangkutan (tidak termasuk istri/keluarga).
Pengecualian terhadap pemilikan SKFLN:
a. Anggota korps diplomatik, petugas perwakilan asing staf dari badan-badan
PBB (seperti UNESCO, UNICEF, dan WHO), para tenaga ahli dalam proyek
kerjasama bilateral maupun multilateral, pihak-pihak lain atau asing yang
memperoleh fasilitas dari pemerintah.
b. Anggota keluarga asing yang berhubungan dengan pihak-pihak lain atau
asing yang memperoleh fasilitas dari pemerintah
c. Anggota ABRI dan pegawai negeri sipil yang bepergian ke luar negeri dalam
rangka tugas kedinasan
d. Orang asing yang melakukan perjalanan dengan visa turis, transit, dan sosial
budaya, kunjungan usaha serta tidak bertujuan untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia, dan berada di Indonesia tidak lebih dari 6 bulan
berturut-turut
e. Awak angkutan udara, laut maupun darat jalur internasional
f. Tenaga kerja Indonesia yang dikirim ke luar negeri dengan persetujuan
Depnaker
g. Penduduk Indonesia yang tinggal di daerah perbatasan yang melakukan
perjalanan lintas batas di luar negeri
h. WNI yang bertempat tinggal tetap di luar negeri memiliki kartu identitas,
berada di Indonesia tidak lebih dari 6 bulan berturut-turut, tidak untuk
menerima penghasilan di Indonesia, memperoleh fasilitas pembebasan sekali
dalam jangka waktu 12 bulan berturut-turut.
i. Mahasiswa dan pelajar asing di Indonesia
j. Mahasiswa dan pelajar Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri
dalam rangka program pertukaran internasional
k. WNA yang berada di Indonesia dalam rangka riset sains dan budaya di bawah
koordinasi LIPI dan Depdiknas
Strategi Perencanaan Pajak

Page

13

l. Jemaah haji Indonesia yang menunaikan ibadah haji dengan koordinasi


penyelenggaraan di bawah Depag
m. WNA yang berada di Indonesia dalam rangka misi keagamaan dan
kemanusiaan yang diketahui Depag dan Depdagri
n. WNI yang melakukan perjalanan ke luar negeri dalam rangka misi olahraga
internasional dengan persetujuan Mendiknas
o. WNA yang dideportasi atau diusir dari wilayah RI
VIII. Strategi Perencanaan Pajak
Beberapa strategi perencanaan beban pajak pribadi secara legal adalah :
1. Pemanfaatan penghasilan yang bukan obyek pajak dan pengurangan lapisan
tariff pajak PPH pasal 17
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (pasal 4 ayat
3), terdapat kategori penghasilan yang bukan obyek pajak yaitu penghasilan
yang tidak dikenakan PPh, contohnya adalah hibah atau warisan dari orang
tua. Jika Wajib Pajak menjualnya kepada orang lain dan kemudian hasil
penjualan tersebut dimasukkan ke dalam deposito, maka pada laporan SPT
tahunan, Wajib Pajak tidak akan dikenai pajak penghasilan.
Hal ini dimungkinkan karena warisan/ hibah bukanlah obyek pajak. Selain
itu, Wajib Pajak juga bisa mendapatkan keuntungan lain dari penggeseran
penghasilan kena pajak menjadi penghasilan yang dikenakan tarif final. Hal
ini diatur dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 UU PPh. Contoh penghasilan dengan
tarif final ini adalah saham, deposito, penghasilan bukan obyek pajak, dan
sebagainya.
2. Pemanfaatan fasilitas pembayaran sisa pajak terutang di akhir periode tanpa
penalty
Wajib pajak dapat membayarkan sisa pajak kurang bayar hasil perhitungan
final pada bulan Maret untuk perorangan atau April untuk badan usaha di
tahun berikutnya. Wajib pajak tidak akan dikenakan sangsi atau penalti
karena hal ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah. Wajib
pajak dapat menggunakan anggaran tersebut untuk keperluan lainnya. Hal ini
tentu saja menguntungkan bagi wajib pajak untuk mengatur arus kasnya.
Strategi Perencanaan Pajak

Page

14

3. Pemindahan beban pajak ke pihak lain


Pihak lain di sini khususnya adalah keluarga, misalnya anak. Jika wajib pajak
sudah memenuhi ketentuan tarif pajak penghasilan tertinggi, misalnya tarif
30%, maka untuk mengurangi beban pajak, wajib pajak bisa menghibahkan
aset kepada keluarga, misalnya anak. Seperti dijelaskan di atas, hibah
termasuk penghasilan bukan obyek pajak sehingga tidak dikenai pajak.
Kesimpulannya, anak Anda tidak akan dikenai pajak, sehingga beban pajak
Anda akan berkurang, meskipun Anda tetap dikenai pajak penghasilan.
4. Pemanfaatan pengurangan pajak lainnya
Strategi ini bisa dilakukan dengan maksimal jika posisi wajib pajak adalah
pengusaha, karena untuk wajib pajak perorangan, faktor pengurang pajak
hanya berdasarkan ketentuan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) dan
biaya jabatan. Sedangkan bagi pengusaha, faktor pengurang pajak ini dapat
berbentuk biaya operasional yang besarnya tergantung metode pencatatannya.
Pengusaha (orang pribadi yang mempunyai usaha) sebaiknya mempunyai
pencatatan pembukuan yang baik sehingga bisa mengikuti ketentuan pajak
pasal 14 ayat 2 UU No. 36 Th 2008 tentang batas minimal omset satu tahun
sebesar Rp4,8 miliar. Semakin besar angka pada catatan biaya operasional
maka penghasilan bersih perusahaan akan semakin kecil, sehingga beban
pajak terutang juga semakin kecil.
Pengusaha bisa menggunakan strategi pencatatan biaya ini semaksimal
mungkin sesuai dengan anggaran yang telah dibuat. Bagi pengusaha yang
tidak mempunyai catatan yang baik, maka akan dikenakan pajak berdasarkan
Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang diatur berdasarkan berdasarkan
Keputusan Dirjen Pajak Nomor: 536/PJ/2000 tgl 29 Desember 2000 yaitu
sebesar 30% dari omset usaha. Hal ini tentu saja merugikan pengusaha karena
mereka tidak akan dapat memanfaatkan faktor pengurang pajak seperti yang
telah diuraikan di atas.

5. Pemanfaatan pengecualian pajak untuk mengurangi beban pajak

Strategi Perencanaan Pajak

Page

15

Selain yang diatur dalam undang-undang, masih ada kebijakan lain dari
pemerintah seperti penangguhan pembayaran pajak serta pemberian
keringanan pembayaran pajak selama periode tertentu. Orang pribadi yang
mempunyai usaha dapat membuat strategi mengurangi beban pajak dengan
cara membentuk usaha bersama menggunakan sistem pembagian penghasilan
kepada anggota untuk mengurangi beban pajak. Penghasilan masing-masing
anggota usaha bersama ini tidak dikenai pajak (termasuk bukan penghasilan
yang dikenai pajak) seperti yang diatur dalam pasal 4 ayat 3 huruf i UU No.
36 Tahun 2008.
IX. Contoh Perhitungan
Contoh 1:
PPh yg terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan PPh th.2009

Rp

50.000.000,Dikurangi:
a.PPh yang dipotong pemberi kerja (Ps.21) Rp 15.000.000,b.PPh yang dipungut oleh pihak lain (Ps.22) Rp 10.000.000,c.PPh yang dipotong oleh pihak lain (Ps.23) Rp 2.500.000,d.Kredit Pajak penghasilan LN (Ps.24)

Rp 7.500.000,-

Jumlah kredit pajak

Rp 35.000.000,-

Selisih

Rp 15.000.000,-

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun
2010 adalah sebesar Rp 1.250.000,- ( Rp 15.000.000,- dibagi 12)
Contoh 2:
Pajak Penghasilan sebagaimana yang pada contoh 1 berkenaan dengan penghasilan
yang diterima atau diperoleh untuk bagian tahun pajak yang meliputi 6 (enam) bulan
dalam tahun 2009, besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap
bulan dalam tahun 2010 adalah sebesar Rp 2.500.000,- ( Rp 15.000.000,- dibagi
6).

Strategi Perencanaan Pajak

Page

16

Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan


bagi WP OP adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi WP Badan
adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar sendiri oleh WP untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan PPh disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan ketentuan pada ayat
(1).
Besarnya angsuran pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan PPh disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak
yang lalu.
Contoh 3:
Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan PPh disampaikan oleh WP OP pada
bulan Februari 2010, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar WP tersebut untuk
bulan Januari 2010 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2009, misalnya
sebesar Rp 1.000.000,-.
Apabila dalam bulan September 2009 diterbitkan keputusan pengurangan
angsuran pajak menjadi nihil sehingga angsuran pajak sejak bulan Oktober sampai
dengan Desember 2009 menjadi nihil, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar
WP untuk bulan Januari 2010 tetap sama dengan angsuran bulan Desember 2009,
yaitu nihil.
Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun
pajak yang lalu, angsuran pajak dihitung berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut.
Perubahan angsuran pajak tersebut berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.

Contoh 4:
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan PPh tahun pajak 2009 yang
disampaikan WP dalam bulan Februari 2010, perhitungan besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,-. Dalam bulan Juni 2010 telah
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tahun 2009 yang menghasilkan besarnya angsuran
pajak setiap bulan sebesar Rp 2.000.000,-.

Strategi Perencanaan Pajak

Page

17

Besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2010 adalah sebesar Rp


2.000.000,-. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak
tersebut bisa sama, lebih besar, atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan.
Pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh WP sendiri dalam
tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan
terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu berdasarkan ketentuan ini dalam hal-hal
tertentu Direktur Jenderal Pajak diberikan wewenang untuk menyesuaikan
perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP dalam
tahun berjalan apabila terdapat kompensasi kerugian, WP menerima atau
memperoleh penghasilan tidak teratur, atau terjadi perubahan keadaan usaha atau
kegiatan WP.
Contoh 5:
Penghasilan PT X tahun 2009

Rp 120.000.000,-

Sisa kerugian th sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan

Rp 150.000.000,-

Sisa kerugian yang belum dikompensasikan tahun 2009

Rp 30.000.000,-

Penghitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah:


Penghasilan sebagai Dasar penghitungan angsuran PPh Ps.25:
Rp 120.000.000 Rp 30.000.000 = Rp 90.000.000,PPh yang terutang: 28% x Rp 90.000.000,- = Rp 25.200.000,Apabila pada tahun 2009 tidak ada PPh yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain
dan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam
pasal 24, besarnya angsuran pajak bulanan PT.X tahun 2010 adalah Rp
2.100.000,( Rp 25.200.000,- dibagi 12)
Contoh 6:
Penghasilan teratur WP A dari usaha dagang tahun 2009

Rp 48.000.000,-

Penghasilan tidak teratur

Rp 72.000.000,-

Penghasilan sebagai Dasar penghitungan angsuran PPh Ps.25 pada tahun 2010 adalah
hanya dari penghasilan teratur tersebut.

Strategi Perencanaan Pajak

Page

18

Contoh 7:
Perubahan keadaaan usaha atau kegiatan WP dapat terjadi karena penurunan
atau peningkatan usaha.
PT B yang bergerak di bidang produksi benang dalam tahun 2009 membayar
angsuran bulanan sebesar Rp 15.000.000,-. Bulan Juni 2009 pabrik milik PT.B
terbakar. Oleh karena itu, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mulai
bulan Juli 2009 angsuran bulanan PT B dapat disesuaikan menjadi lebih kecil
dari Rp 15.000.000,-.
Apabila PT.B mengalami peningkatan usaha, misalnya adanya peningkatan penjualan
dan diperkirakan PKP-nya akan lebih besar dibandingkan dengan tahun
sebelumnya,kewajiban angsuran bulanan PT.B dapat disesuaikan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
Pada prinsipnya penghitungan besarnya angsuran bulanan dalam tahun
berjalan didasarkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan PPh tahun yang lalu. Namun,
ketentuan ini memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan
dasar penghitungan besarnya angsuran bulanan selain berdasarkan prinsip tersebut di
atas. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekati kewajaran perhitungan besarnya
angsuran pajak karena didasarkan pada data terkini kegiatan usaha perusahaan.
Bagi WP baru yang mulai menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam
tahun pajak berjalan perlu diatur perhitungan besarnya angsuran, karena WP belum
pernah memasukkan Surat Pemberitahuan Tahunan PPh, penentuan besarnya
angsuran pajak didasarkan atas kenyataan usaha atau kegiatan WP.
Bagi WP yang bergerak dalam bidang perbankan, BUMN, dan BUMD, serta
WP masuk bursa dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat
laporan keuangan berkala perlu diatur perhitungan besarnya angsuran tersendiri
karena terdapat kewajiban menyampaikan laporan yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan dalam suatu periode tertentu kepada instansi Pemerintah yang
dapat dipakai sebagai dasar penghitungan untuk menentukan besarnya angsuran
pajak dalam tahun berjalan.
Bagi WP OP pengusaha tertentu, yaitu WP OP yang mempunyai 1 (satu) atau
lebih tempat usaha, besarnya angsuran pajak paling tinggi sebesar 0,75% dari
peredaran bruto.
Strategi Perencanaan Pajak

Page

19

Bagi WP OP yang berhak untuk tidak menyelenggarakan pembukuan, PKPnya dihitung dengan menggunakan NPPN dengan contoh sebagai berikut:
Peredaran bruto

Rp 4.000.000.000,-

Penghasilan neto (menurut Norma Penghitungan) misal 20%Rp

800.000.000,-

Penghasilan neto lainnya

Rp

5.000.000,-

Jumlah seluruh penghasilan neto

Rp

805.000.000,-

PTKP (isteri + 3 anak)

(Rp

PKP

Rp 783.880.000,-

21.120.000,-)_

Contoh 8:
OP tidak kawin yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai subjek pajak dalam
negeri adalah 3 bulan dan dalam jangka tersebut memperoleh penghasilan sebesar Rp
150.000.000,- maka penghitungan PKP-nya adalah sebagai berikut:
Penghasilan selama 3 bulan

Rp 150.000.000,-

Penghasilan se.th sebesar ( 360: (3 x 30) x Rp 150.000.000) Rp

600.000.000,-

PTKP

(Rp

15.840.000,-)_

PKP

Rp 584.160.000,-

Contoh 9:
Penghitungan pajak terutang untuk WP OP:
Jumlah PKP

Rp 600.000.000,-

PPh terutang:
5% x Rp 50.000.000,-

Rp

2.500.000,-

15% x Rp 200.000.000,-

Rp 30.000.000,-

25% x Rp 250.000.000,-

Rp 62.500.000,-

30% x Rp 100.000.000,-

Rp 30.000.000,Rp 125.000.000,-

Strategi Perencanaan Pajak

Page

20

You might also like