Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Transformasi Global
Dosen Pengampu : Dr. Ruswan, M. A.
Disusun Oleh:
NUSAN AMELIA
125112045
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
manusia
dunia-akhirat
sehingga
perlu
diaplikasikan,
sebab
Semakin
lama,
setiap
aspek
kehidupan
manusia
berkembang,
kebutuhannya pun kian beragam. Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan harus
saling membantu, bekerja sama meniti jalan dan mengatasi masalah kehidupan
yang mereka hadapi.
Kesenjangan pada bidang pendidikan dianggap menjadi faktor utama yang
sangat berpengaruh terhadap bidang lain di Indonesia. Hampir semua sektor seperti
lapangan pekerjaan, jabatan, peran di masyarakat sampai pada masalah
menyuarakan pendapat antara laki-laki dan perempuan yang menjadi faktor
penyebab bias gender adalah karena faktor kesenjangan pendidikan yang belum
setara.
Dalam dekade terakhir ini, upaya penyadaran gender menjadi perbincangan
serius di kalangan aktivis perempuan, keluarga-keluarga, wartawan, dunia
pendidikan maupun kalangan politisi. Begitupun strategi-strategi telah ditawarkan
dengan tujuan agar kesetaraan gender tercapai terutama dalam pendidikan yang
dianggap dimensi kunci. Studi-studi tentang gender saat ini melihat bahwa
ketimpangan gender terjadi akibat rendahnya kualitas sumberdaya kaum perempuan
sendiri, dan hal tersebut mengakibatkan ketidakmampuan mereka bersaing dengan
kaum lelaki. Oleh karena itu upaya-upaya yang dilakukan adalah mendidik kaum
perempuan dan mengajak mereka berperan serta dalam pembangunan. Dari sinilah
pemakalah akan mencoba memberikan sedikit penjelasan mengenai kesetaraan
gender dalam bidang pendidikan.
II. RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.1[1] Menurut Dzakiah Daradjat pendidikan Islam itu
lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam
amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat
teoritis dan praktis.2[2]
Pendidikan Islam menurut Arifin hakikat pendidikan Islam adalah usaha orang
dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing
pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui
ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. 3[3]
Sedangkan menurut Fatah Syukur memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam
adalah proses bimbingan dari pendidik yang mengarahkan anak didiknya kepada
perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan dan terbentuknya
pribadi muslim yang baik.4[4]
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu usaha untuk
mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran Islam agar terwujud kehidupan
manusia yang makmur dan bahagia dunia dan akhirat. Karena pendidikan Islam
tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga praktis, maka pendidikan Islam merupakan
pendidikan iman sekaligus pendidikan amal.
Pendidikan Islam memiliki tujuan sebagai standar dalam mengukur dan
mengevaluasi tingkat pencapaian / hasil pelaksanaan pendidikan Islam, juga
1[1] Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 3.
2[2] Zakiah Daradjat, Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1996, hlm. 28.
3[3] Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, hlm. 32.
4[4] Fatah Syukur, SejarahPendidikan Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012, hlm. 3.
sebagai pedoman dan arah proses pendidikan Islam itu sendiri. Ada sejumlah
pendapat mengenai tujuan pendidikan Islam, antara lain:
1. Hasan Langgulung memberi pentahapan tujuan pendidikan Islam menjadi tiga
tingkat, yaitu:
a. Tujuan tertinggi, tujuan ini bersifat mutlak, artinya tidak akan mengalami perubahan
baik dalam dimensi ruang/waktu yang berbeda-beda. Tujuan ini lebih menekankan
pada tujuan filosofis.
b. Tujuan umum, tujuan ini lebih menekankan pada pendekatan empirik, artinya tujuan
yang diharapkan dapat dicapai ketika proses pendidikan itu diterapkan, misalnya
dalam hal perubahan sifat, kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Dikatakan tujuan
umum karena berlaku bagi semua peserta didik.
c. Tujuan khusus, tujuan ini adalah perubahan yang diharapkan dari tujuan-tujuan
umum secara lebih spesifik lagi. Tujuan ini merupakan gabungan pengetahuan,
keterampilan, pola laku, nilai-nilai dan kebiasaan yang terkandung dalam tujuan
tertinggi dan tujuan umum.5[5]
2. Menurut Muhammad Athiyah al-Abrosyi, tujuan pendidikan Islam adalah membantu
pembentukan akhalak mulia, mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat,
menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan keinginan hati untuk
mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu, menyiapkan
pelajaran agar dapat menguasai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan
tertentu agar dapat mencari rezeki, hidup mulia dengan tetap memelihara
kerohanian dan keagamaan, serta mempersiapkan kemampuan mencari dan
3.
mendayagunakan rezeki.
Ahmad D. Marimba, menyimpulkan tujuan akhir pendidikan Islam adalah
terbentuknya kepribadian muslim, yang didahului pencapaian tujuan sementara yaitu
kecakapan jasmaniah, kemampuan membaca-menulis, pengetahuan, dan ilmu-ilmu
kemasyarakatan, kesusilaan dan keagamaan, kedewasaan jasmani dan rohani. 6[6]
Dari berbagai tujuan pendidikan Islam diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan Islam pada dasarnya sama dengan tujuan umat Islam, yaitu untuk
memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
B.
10[10] Umar, N., Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif Al-Quran, Jakarta: Paramadina, 2001, hlm.
35.
Ringkasnya,
masyarakatlah
yang
membentuk
laki-laki
dengan
C.
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ayat di atas memberi petunjuk bahwa dari segi hakikat penciptaan, antara
manusia yang satu dan manusia lainnya tidak ada perbedaan, termasuk di dalamnya
antara perempuan dan laki-laki. Karena itu, tidak perlu ada semacam superioritas
suatu golongan, suku, bangsa, ras, atau suatu entitas gender terhadap lainnya.
11[11] Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta:
Depag RI, 1986, hlm. 847.
dan bernegara, meski juga diakui tidak semua budaya kita menjadikan perempuan
dalam posisi kedua.12[12]
D.
memilih
pekerjaan
yang
sudah
dibagikan
sesuai
seks
tanpa
merupakan
langkah
awal
untuk
memperjuangkan
persamaan
yang
sesungguhnya.
Pendidikan memang harus menyentuh kebutuhan dan relevan dengan tuntutan
zaman yaitu kualitas yang memiliki keimanan dan hidup dalam ketakwaan yang
kokoh, mengenali, menghayati dan menerapkan akar budaya bangsa, berwawasan
luas dan komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan mutakhir,
15[15] Eni Purwati dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam, Surabaya: Alpha, 2005,
hlm: 30.
juga
disebut
dengan
istilah
Dasar
Republik
Indonesia
Beserta
suatu lembaga yang mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG)
serta mampu meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan.
4. Inpres No. 9 Tahun 2000
Inpres No. 9 Tahun 2000 ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Abdurrahman
Wahid yang berisi tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional.
Secara rinci presiden menginstruksikan:
Melakukan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional yang berspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan
fungsi serta kewenangan masing-masing.
b. Memperhatikan secara sungguh-sungguh pedoman pengarusutamaan gender
dalam pembangunan nasional sebagaimana terlampir dalam dalam Instruksi
Presiden ini sebagai acuan dalam melaksanakan pengarusutamaan gender.
c. Khusus ditujukan Menteri Pemberdayaan Perempuan agar memberikan bantuan
teknis kepada instansi dan lembaga pemerintahan ditingkat Pusat dan Daerah
dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender kepada presiden.
a.
mengisi
lowongan
sebagai
Kepala
Sekolah.
Wanita
tidak
dapat
perbedaan peran dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil
konstruksi sosial budaya masyarakat. Tataran bias gender banyak terjadi dalam
berbagai bidang termasuk dalam bidang pendidikan. Misalnya peran gender terjadi
dalam hal mengakses lembaga pendidikan yang menyebabkan rendahnya tingkat
partisipasi perempuan.
Dalam Islam, Allah mewajibkan hambanya untuk memperoleh pendidikan yang
tinggi, tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan dalam memperoleh pendidikan.
Antara laki-laki dan perempuan keduanya mempunyai potensi dan peluang yang
17[17] Modul, Evaluasi Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Sektor Pendidikan, Direktorat
Kependudukan dan Pemberdayaan Perempuan Bappenas bekerja sama dengan CIDA melalui Womens Support
Project Phase II. hlm. 29.
sama untuk menjadi hamba yang ideal. Hamba yang ideal dalam hal ini adalah
bahwa prestasi individual baik dalam bidang spiritual maupun karier profesional tidak
mesti didominasi oleh satu jenis kelamin saja. Demikian pula peluang untuk meraih
prestasi maksimum dalam pendidikan terbuka lebar untuk laki-laki dan perempuan,
yang membedakan adalah ketakwaannya dihadapan Allah.
Isu kesetaraan gender seiring dengan perkembangan zaman yang didukung
oleh
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
yang
mendorong
masih jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan minimnya reverensi yang
mendukung dengan tema yang ditentukan. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Engineer, Asghar, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, Yogyakarta:
Lembaga study Pengembangan Perempuan dan Anak, 1994
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner,
Jakarta: Bumi Aksara, 2000
Daradjat, Zakiah, Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1996
Lindsey, L, Gender Roles: a Sociological Perspective, New Jersey: Prentice Hall, 1990
Lubis, Ridwan, Cetak Biru Peran Agama: Merajut Kerukunan, Kesetaraan Gender dan Demokratisasi
Masyarakat Multsikultural, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005
Modul, Evaluasi Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Sektor Pendidikan, Direktorat Kependudukan dan
Pemberdayaan Perempuan Bappenas bekerja sama dengan CIDA melalui Womens Support Project
Phase II
Murniati, A. Nunuk P., Getar Gender, Magelang: Indonesia Tera, 2004
Purwati, Eni dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam, Surabaya: Alpha, 2005
Syari, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005
Syukur, Fatah, SejarahPendidikan Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012
Tobroni, et. All., Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM, Civil Society dan Multikulturalisme,
Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2007
Umar, N., Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif Al-Quran, Jakarta: Paramadina, 2001
Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Dasar Republik Indonesia Beserta Amandemennya, Solo: Adzana
Putra, 2004
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wilson, T. H. Sex and Gender: Making cultural sense of Civilization, New York: E. J. Brill, 1989
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Depag RI, 1986
http://wildanelsyifa.blogspot.com/2014/03/pendidikan-islam-dan-kesetaraan-gender.html